Anda di halaman 1dari 223

UNIVERSITAS PROF.DR.

MOESTOPO (BERAGAMA)
FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI

SKRIPSI
Perbedaan Pola Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak di
Media Online dan Pada Saat Offline
(Etnografi Komunikasi Pada Pengguna Facebook)

Diajukan Oleh:
Nama: ULFA KARINA
NIM: 2011-41-142
KONSENTRASI : JURNALISTIK

Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Guna Mencapai


Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Program Studi Ilmu Komunikasi
Jakarta
2015
2
3
4
5

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb

Dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu

menyelesaikan tugas akhir penyusunan skripsi ini.

Tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi

sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ilmu Komunikasi di

Universitas Pro.Dr.Moestopo (Beragama).

Adapun, penulis menyadari masih banyak kekurangan di dalam

penulisan skripsi ini dan penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena

terbatasnya waktu, dan kemampuan penulis. Penelitian ini tidak akan

terwujud tanpa adanya dukungan dan bimbingan dan bantuan dari berbagai

pihak, untuk itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran demi

membangun kesempurnaan penulisan penelitian ini.

Akhir kata penulis berharap penulisan skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat kepada pembaca dan memberikan kontribusi khususnya di

bidang ilmu komunikasi.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, Agustus 2015

Ulfa Karina
6

UCAPAN TERIMA KASIH


Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah

memberikan segala rahmat dan juga ridha-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir penyusunan skripsi yang berjudul “Perbedaan

Pola Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak di Media Online dan

Pada Saat Offline (Etnografi Komunikasi Pada Pengguna Facebook)”.

Penulis sadar bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan

dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan yang penulis miliki.

Dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Untuk Keluarga tercinta, Ayahanda Herry Sobari, dan Ibunda

Rahayu Anggraeni, juga para Adik-adik Elfa Syafira dan Alfamya

Riztriamanda dan Om Tio yang telah memberikan dukungan dan

dengan rela direpotkan baik secara materiil dan moril dalam

pembuatan skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof.Dr.Moestopo

(Beragama), Dr. H. Hanafi Murtani, Drs, MM

3. Ketua Jurusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas

Prof.Dr.Moestopo (Beragama) Dr. Hendri Prasetya, S. Sos, M.Si

4. Dr. Hendri Prasetya, S Sos, M.Si selaku pembimbing I yang

dengan murah hati memberikan ilmu dan waktunya untuk

pengarahan penulisan skripsi ini terima kasih atas kepercayaan

dan dukungannya.
7

5. Yos Horta Meliala, S.Sos, M.Si selaku pembimbing II yang dengan

sabar bersedia memberikan bimbingan, saran juga pengarahan

dan semangat dalam penulisan skripsi ini terima kasih atas

kepercayaan dan dukungannya.

6. Untuk Ibu Dwi Ajeng Widarini, S.Sos. M.IKom, selaku ketua

jurusan konsentrasi Jurnalistik, yang dengan sabar selalu

mendengarkan dan memberikan semangat juga berbagi pendapat

dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Komunikasi UPDM (B) yang telah

mendidik saya selama menuntut ilmu disini, seluruh karyawan

Universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama) dan para penjaga

perpustakaan yang bersedia memberikan bantuan dan juga

fasilitas.

8. Kepada Fiqry Fachlevy, sebagai partner yang selalu setia

begadang bersama hingga dini hari dalam membantu dan

memberikan semangat dalam penulisan skripsi ini.

9. Kepada sahabat-sahabat terbaikku, Rifka Oktavia, Anis

Alviany,Elsa Oktavia, Putik Delima, Ratu Emira, Ida Farida dan

Vikra Rahmalia, dan terima kasih untuk sepupu terbesar di Parung

Listianto Legowo yang dengan ikhlas memberikan semangat dan

saran dalam penulisan skripsi ini.

10. Kepada seluruh Anggota Taman Mexico Kelas B 2011 UPDM(B)

yang dengan murah hati mau menerima penulis sebagai sahabat


8

selama kuliah, Rendy,Banu, Ardy, Alija, Rella,Sheila,Felly,Faris,

Berry,Rafli,Tasor,Dipo,Ahmed,Bella,Abel,Kissy,Rheno,Arie,Naufal,

Arga,Ridho,Renaldi, Akbar dan Arzhea yang selalu membuat hari-

hari perkuliahan menjadi lebih seru.

11. Kepada Kelas B 2011 yang sudah bersama-sama menjalani hari-

hari perkuliahan dengan tawa dan canda. Ara, Beatrice, Imeidia,

Uty, Nina, Rury, Hawa dan lain-lain terima kasih..terima kasih

12. Kepada seluruh informan dan pihak yang tidak bisa disebutkan

satu persatu yang telah mendukung dan membantu penulis untuk

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan

mengharapkan semoga skripsi ini bisa bermanfaat dan berguna

bagi pembaca dan khususnya bagi penulis itu sendiri.

Jakarta, Agustus 2015

Ulfa Karina
9

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………… i

UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………………… ……… ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………….. v

DAFTAR GAMBAR dan DAFTAR TABEL…………………………………………… vii

ABSTRAK………………………………………………………………………… ……….ix

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian…………………………………………………….. 1

1.2 Fokus Penelitian………………………………………………………………… 11

1.3 Pertanyaan Penelitian………………………………………………………….. 12

1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………………………….. 14

1.5 Signifikansi Penelitian………………………………………………………….. 15

BAB II : KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP & TEORI

2.1 Kajian Pustaka – Penelitian Sejenis………………………………………….. 16

2.2 Kerangka Konsep-Konsep Penelitian dan Teori…………………………….. 25

2.2.1 Komunikasi Interpersonal……………………………………………………. 25

2.2.2 Konsep Diri……………………………………………………………………. 29

2.2.3 Pola komunikasi dalam keluarga…………………………………………… 32

2.2.4 Komunikasi Melalui Media Sosial…………………………………………… 34

2 .2.4.1 Computer Mediated Comunication (CMC)………………………… 34

2.2.4.2 Komunikasi Virtual dan Komunitas Virtual……………………........ 39

2.2.4.3 Teori Identitas dan Konstruksi Diri…………………………………… 41

2.2.4.4 Online Identity………………………………………………………….. 42

2.2.5 Media Sosial Facebook…………………………………………………. 44

2.2.6 Interaksionisme Simbolik……………………………………………….. 47

2.3 Bagan Alur Pikir…………………………………………………………………. 49


10

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian…………………………………………………………… 50

3.2 Pendekatan Penelitian………………………………………………………….. 52

3.3 Metode Penelitian………………………………………………………………. 55

3.4 Objek dan Subjek Penelitian…………………………………………………… 58

3.5 Teknik Pengumpulan Data…………………………………………………….. 59

3.6 Teknik Keabsahan Data………………………………………………………. 63

3.7 Teknik Analisis Data……………………………………………………………. 65

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Obyek………………………………………………………………… 67

4.1.1 Facebook………………………………………………………………........... 76

4.1.2 Komunikasi antara Orang Tua dan Anak……………………………………. 76

4.1.3 Orang Tua dan Anak Pengguna Facebook sebagai Masyarakat Tutur
Etnografi Komunikasi………………………………………………………………..78

4.2 Deskripsi Subyek Penelitian…………………………………………………… 81

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian……………………………………………………… 87

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian………………………………………………….119

BAB V : SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan………………………………………………………………………… 195

5.2 Saran…………………………………………………………...........................201

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP
11

DAFTAR GAMBAR dan TABEL

Halaman
Gambar 1.1 : Media sosial yang sering diakses di indonesia…………………. 4
Gambar 1.2 : Media sosial yang sering diakses di Indonesia tahun 2015…. 5
Tabel 2.1 : Perbandingan Penelitian Sejenis……………………………… 22
Tabel 2.2 : Perbedaan Karakteristik CMC dan Face to Face………………. 38
Tabel 3.1 : Tiga Paradigma Penelitian Ilmu Sosial………………………….. 50
Gambar 4.1.1 : Fitur Status Update di Facebook……………………………….. 70
Gambar 4.1.2 : Fitur Timeline Pada Facebook…………………………………. 71
Gambar 4.1.3 : Fitur Friends di Facebook………………………………………. 72
Gambar 4.1.4 : Fitur Like di Facebook…………………………………………… 72
Gambar 4.1.5 : Fitur Message and Inbox di facebook…………………………. 73
Gambar 4.1.6 : Fitur Privacy and Security di Facebook……………………….. 74
Gambar 4.1.7: Fitur Notification di Facebook………………………………….. 74
Gambar 4.1.8: Fitur News feed di Facebook…………………………………… 75
Gambar 4.1.9 : Fitur Networks, Groups and Pages di Facebook……………… 76
Gambar 4.3.1 : Potongan gambar dari facebook Sumiyati dan Lilih Nurjanah yang
berinteraksi dengan menggunakan bahasa sunda……….. 114
Gambar 4.3.2 : Potongan gambar facebook Adhel dengan gaya bahasa di status
updatenya……………………………………………………… 114
Gambar 4.3.3 : Status update yang dibuat oleh Khairina di Facebooknya…. 117
Gambar 4.3.4 : Status update yang dibuat Lilih Nurjanah di Facebooknya…. 118
Gambar 4.3.5 : Potongan Facebook Adhel………………………………………. 118
Gambar 4.4.1 :Potongan gambar facebook Lilih Nurjanah dan Ardiany dan Sumiyati
yang menceritakan anaknya di facebook……………………….. 133
12

Gambar 4.4.2 :Postingan dari keluarga Suhanda tentang foto keluarga di


facebooknya dan potongan facebook Khairina yang mengunggah
aktivitas bersama anaknya…………………………………………….134
Gambar 4.4.3 :Salah satu bentuk komentar Ny Ardiany di facebook anak yang tidak
dibalas oleh anaknya………………………………………………. 136
Gambar4.4.5:Komentar Lilih Nurjanah yang tidak dibalas oleh Adhel di
Facebooknya……………………………………………………….. 137
Gambar4.4.6:PotonganFacebook Hafizh yang tidak membalas komentar
ibunya……………………………………………………………. 138
Gambar 4.4.7: Potongan gambar dari facebook Sumiyati dan Lilih Nurjanah yang
berinteraksi dengan menggunakan bahasa sunda di
facebooknya…………………………………………………………. 146
Gambar 4.4.8:Potongan gambar facebook Adhel dengan gaya bahasa di status
updatenya…………………………………………………………... 149
Gambar 4.4.9:Gaya Bahasa pada informan anak yang diungkapkan di
facebooknya………………………………………………………. 150
Gambar 4.4.10:Perbedaan Gaya Bahasa yang digunakan di facebook Syifa… 151
Gambar 4.4.11:Potongan facebook Sumiyati yang mengupload liburannya bersama
keluarga………………………………………………………………. 167
Gambar 4.4.12:Ungkapan perasaan di facebook Syifa yang ditujukkan ke
ibunya…………………………………………………………….. 169
Gambar 4.4.13:Foto yang diunggah Ardiany bersama Syifa di facebook
pribadinya…………………………………………………............ 169
Gambar 4.4.14:Status update yang dibuat oleh Khairina di Facebooknya……. 178
Gambar 4.4.15:Status update yang dibuat Lilih Nurjanah di Facebooknya…….178
Gambar 4.4.16: Potongan Facebook Adhel………………………………………….179
Gambar 4.4.17:Potongan gambar facebook syifa yang berisi status update
ungkapan emosinya……………………………………………… 180
Tabel 4.1 : Matriks tipikasi pola komunikasi online dan offline orang tua dan
anak pengguna media sosial facebook…………………………….187
Tabel 4.2 :Pola Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak Pengguna
Facebook saat Online dan Offline…………………………………..188
Tabel 4.3 :Pengelolaan Identitas dan Hambatan Komunikasi Orang tua dan
Anak Pengguna Facebook…………………………………………..191
13

ABSTRAK

PERBEDAAN POLA KOMUNIKASI INTERPERSONAL ORANG TUA DAN ANAK DI


MEDIA ONLINE DAN PADA SAAT OFFLINE (ETNOGRAFI KOMUNIKASI PADA
PENGGUNA FACEBOOK)

V Bab + 202 Halaman + Lampiran + 20 Buku +website dan artikel + 6 tabel + 32


Gambar

Komunikasi di dalam keluarga merupakan awal dari semuanya. Hadirnya


media sosial meberikan sesuatu yang baru pada proses komunikasi yang terjadi di
dalam komunikasi orang tua dan anak, salah satunya Facebook. Pengkategorian
orang tua sebagai digital immigrant dan anak sebagai digital native serta perbedaan
pola komunikasi yang berbeda di tiap keluarga mendasari penelitian berjudul
Perbedaan Pola Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak di Media Online
dan Pada Saat Offline (Etnografi Komunikasi Pada Pengguna Facebook).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian


etnografi komunikasi, dan paradigma konstruktivis. Teori dan konsep yang
menunjang penelitian ini adalah Computer Mediated Communication (CMC),
Interaksionisme Simbolik, Teori Identitas, Konsep Diri, Komunikasi interpersonal
dan Pola Komunikasi keluarga.

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik wawancara mendalam,


observasi partisipan dan observasi non partisipan. Tujuan penelitian ini untuk 1).
Menemukan perbedaan pola komunikasi interpersonal antara orang tua dan
anak remaja ketika online dan offline menggunakan media sosial Facebook. 2)
Mengetahui proses komunikasi tatap muka yang terjadi antara anak dan orang tua
yang menggunakan Facebook. 3) Mengetahui hambatan pola komunikasi yang
terjadi antara orang tua dan anak yang menggunakan Facebook.

Hasil penelitian menunjukkan, Pola komunikasi yang digunakan oleh orang


tua dan anak di media online dan pada saat offline pengguna facebook terdiri dari
Pola Konsensual, Pola Pluralistik, dan Pola Protektif. Dengan proses komunikasi
tatap muka yang berbeda-beda tiap keluarga. Dan hambatan berkomunikasi
menggunakan media sosial yang terbatas ruang dan waktu, membuat proses
komunikasi secara langsung masih lebih unggul daripada berkomunikasi melalui
media sosial facebook bagi orang tua dan anak.

Keywords : Komunikasi Antar Pribadi, Etnografi Komunikasi, Media


Sosial Facebook, Komunikasi keluarga, Computer mediated communication
(CMC).
14

ABSTRACT

THE DIFFERENCE OF INTERPERSONAL COMMUNICATION PATTERN


BETWEEN PARENTS AND CHILDREN IN ONLINE MEDIA AND WHEN OFFLINE.
(ETHNOGRAPHIC COMMUNICATION IN FACEBOOK USER)

V Chapters+ 195 pages+ Attachments +20 books+ websites and articles+


6 tables + 32 pictures

Communication in a family is the beginning of everything. The presence of


social media give something new in communication process which happens in
comunication between parents and children, one of them is facebook. Categorizing
a parents as a Digital Immigrant and Children as Digital Native. Also the difference
of communication pattern in every family are the basis for this research titled The
Difference Of Interpersonal Communication Pattern Between Parents and Children
in online media and when offline. (Ethnographic communication in facebook user)

This research use a qualitative approach with ethnographic communication.


And constructivist paradigm. The theories and concepts which support this research
are computer mediated communication, Symbolic Interaction Theori, Identity Theori
and self concept, interpersonal communication and family communication pattern.

The techniques that are used in collecting the data are in depth-interview,
participant observation, and non-participant observation. The purpose of this
research are for 1) Finding the difference of interpersonal communication pattern
between parents and teenager when they are online and offline in using social
media facebook. 2) knowing the face to face communication process that happens
between children and parents who use facebook. 3) knowing the obstacles of
communication pattern that happens between children and parents who use
facebook.

The result of the study shows that communication pattern is used by parents
and children in online media and when they offline, facebook users are consisted of
Consensual Pattern, Pluralistic Pattern, and Protective Pattern. With different face to
face communication process in every family, and the obstacle in communication that
is limited by space and time, make direct communication process more superior
than communicate through social media facebook for parents and children.

Keywords: Interpersonal Communication, Ethnographic


Communication, Social Media Facebook, Family Communication, Computer
Mediated Communication (CMC).
15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Keluarga adalah tempat paling awal bagi setiap orang untuk memulai

kehidupannya. Komunikasi di dalam keluarga ibarat akar yang menjadi

landasan kokoh atau tidaknya sebuah kelurga bisa bertahan. Komunikasi

dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan

dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik hal yang menyenangkan juga

siap menyelesaikan, masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan

yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan (Ahira,2013).

Komunikasi yang terjalin dalam keluarga antara lain adalah komunikasi

antar pribadi baik antara anak atau istri dan suami, dan sesama anggota

anak. Dalam definisi berdasarkan hubungan, “Kita mendefinisikan

komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung di antara dua

orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas.”

Devito,(1997:231)

Tradisi seperti makan bersama, atau pergi rekreasi tiap minggu mampu

meningkatkan komunikasi antar tiap anggota. Tetapi, seiring dengan

kemajuan teknologi dan juga kesibukan masing-masing, membuat interaksi

antara anggota keluarga menjadi berkurang. Hal itu terlihat dari semakin

banyak keluarga yang menanggalkan tradisi berbicara sambil bertatap muka

sejak adanya sosial media. Anggota keluarga lebih senang mencurahkan isi
16

hatinya lewat media Facebook atau Twitter.1Perilaku seperti menuliskan

status pribadi di jejaring sosial sering dilakukan oleh anak dengan usia

remaja yang memiliki akun jejaring sosial terutama Facebook. Hal yang

disampaikan pun beragam, baik keluh kesah, ataupun harapan-harapan dan

juga rekapan kegiatan sehari-hari. Menurut Willis dalam bukunya Remaja

dan Masalahnya (2010:111) Sebagian remaja beranggapan bahwa orang tua

dan guru terlalu ketat sehingga tidak memberi kebebasan baginya. Hal ini

yang mendorong mereka merasa lebih nyaman untuk membagikan isi

pikirannya di jejaring sosial ketimbang berkomunikasi secara langsung

dengan orang tua atau anggota keluarga lainnya.

Semakin banyak orang tua masa kini yang tak membicarakan hal penting

dengan anak-anak mereka. Jejaring sosial telah dijadikan salah satu media

komunikasi yang 'biasa' untuk menggantikan obrolan hangat mereka di meja

makan. Terlebih jaman sekarang gadget makin canggih, dengan adanya

gadget dan aktivitas di media sosial 7 dari 10 orang tua memilih untuk

menyapa anaknya di media sosial ketimbang secara langsung.2

Seperti yang kita tahu dunia digital adalah dunia baru bagi orang tua

dan lebih dikuasai oleh anak. Hal ini terlihat dari penjelasan bahwa kaum

1
Vemale.com “Social Media Menggantikan Keakraban Orang Tua Dengan Anaknya?”
(Diakses di http://www.vemale.com/relationship/keluarga/24019-social-media-
menggantikan-keakraban-orang-tua-dengan-anaknya.htmltgl 12/3/2015 pkl 07:03 )
2
Socialmedia.org “Orang Tua Wajib Mengawasi Media Sosial
Anak (Diakses di http://socialmediaweek.org/jakarta/2015/02/24/orang-tua-wajib-
mengawasi-media-sosial-anak/Tgl 12/3/2015 pkl 06:22)
17

orang tua diasosiasikan sebagai digital immigrant atau penduduk pendatang

yang masih berusaha beradaptasi dengan dunia digital. Sedangkan anak-

anak sebagai digital native kalangan serupa penduduk asli di dunia digital

saat ini. Mereka lahir dan tumbuh di era digital yang menjadikan mereka

memiliki cara berpikir, berbicara, dan bertindak berbeda dengan generasi

sebelumnya yang diibaratkan sebagai digital immigrant.3

Pentingnya orang tua untuk mengetahui media sosial anaknya dan

memiliki akun media sosial juga sebagai pengganti komunikasi tatap muka

yang sudah jarang dilakukan. Seiring tumbuh kembang usia anak komunikasi

antara orang tua dan anak pun menjadi berbeda polanya. Riset membuktikan

bahwa 96% remaja didunia menggunakan media sosial dalam

kesehariannya dan hanya 15% dari orang tua mengetahui media sosial

mereka.4

Indonesia memang masih berada di peringkat ketiga negara dengan

jumlah pengguna Facebook terbanyak di dunia, di belakang Amerika Serikat

dan India. Namun, negara kepulauan ini memiliki penetrasi pengguna

Facebook via mobile phone tertinggi di dunia, yakni mencapai 88,1 persen di

tahun 2014 dan akan naik menjadi 92,4 persen di tahun ini. 5 Seperti dilansir

oleh KompasTekno, pengguna Facebook masih didominasi oleh anak remaja

3
KOMPAS “Predator Incar Anak Kita” edisi Senin 8/2/2010 (Diakses di
http://bayuimantoro.blogspot.com/2010/02/waspada-predator-incar-anak-kita.htmltgl 12/3/2015 pkl 10:51)
4
Socialmedia.org. “Orang Tua Wajib Mengawasi Media Sosial Anak” (Diakses di
http://socialmediaweek.org/jakarta/2015/02/24/orang-tua-wajib-mengawasi-media-sosial-anak/ tgl 12/3/2015 pkl
06:22)
5
id.techinasia.com“63 juta orang Indonesia akses Facebook melalui handphone di tahun 2015, penetrasi tertinggi di dunia”
(Diakses di http://id.techinasia.com/jumlah-pengguna-facebook-mobile-indonesia-tertinggi-dunia/ tgl 20/5/2015 pkl
11:00am)
18

dengan umur 13 sampai 17 tahun.6 Sementara pengguna Facebook sendiri

memiliki tiga karakteristik diantaranya mereka yang lahir pada era 1990,

1980 dan era 1960.

Berikut adalah diagram pengguna Facebook di Indonesia yang dilansir

oleh droidindonesia.com berdasarkan data dari wearesocial.sg:

Gambar 1.1 media sosial yang sering diakses di indonesia

SUMBER : wearesocial.sg

6
Kompas.com “Facebook Masih Didominasi Remaja, Bukan Orang Tua” (Diakses tgl 20/5/2015 pkl
11:10am)
19

GAMBAR 2.2 Media sosial yang sering diakses di Indonesia tahun 2015

Sumber : wearesocial.sg

Gambar 1 di atas menerangkan persentase orang indonesia yang

memiliki akun Facebook, sebanyak 96%. Gambar 2 di atas menerangkan

bahwa akses Facebook di Indonesia masih tinggi ketimbang media sosial

lainnya. Data terakhir yang diperoleh dari MarkPlus pada tahun 2012

menyebutkan bahwa 40%pengguna internet di Indonesia (24,2 juta orang)

mengakses internet lebih dari 3 jam setiap harinya dan mayoritas pengguna

internet di indonesia di rentang usia 15-35 tahun. Berdasarkan pengamatan

terhadap remaja, mayoritas remaja selalu mengakses Facebook dalam

berinteraksi melalui internet setiap harinya (Budiargo, 2015:37) dan

Facebook menempati urutan pertama sebagai media sosial yang dipilih

remaja dalam berinternet.


20

Bukan hanya anak remaja, ternyata orang tua pun juga mengalami yang

namanya „demam Facebook‟ data yang diperoleh Menurut penelitian Pew

Research center, 56 persen pengguna internet yang berumur 65 tahun ke

atas telah bergabung ke dalam jejaring sosial ini. Menariknya, 31 persen dari

mereka adalah para orang tua yang berada di Amerika Serikat.7

Tak lagi dipungkiri, anak akan terus tumbuh kembang baik fisik ataupun

rohani dan pikiran mereka, begitu juga dengan emosi. Semakin jarangnya

intensitas berbicara antara orang tua dan anak dikarenakan anak mengalami

perubahan emosi, menurut teori James dan Lange “Emosi itu timbul karena

pengaruh perubahan jasmaniah atau kegiatan individu.”(Yusuf, Psikologi

Perkembangan Anak dan Remaja, 2009:118). Anak merasa lebih nyaman

berbicara mengenai isi hatinya di media sosial ketimbang bercerita dengan

orang tuanya karena hal yang diceritakan terkadang akan bertentangan

dengan isi pikiran orang tua.

Melihat kejadian di atas betapa pentingnya interaksi dan komunikasi di

dalam keluarga. Kehidupan dalam keluarga yang harmonis perlu dibangun

atas dasar sistem interaksi yang kondusif. Ada beberapa bentuk interaksi

dalam keluarga, yaitu interaksi antara suami dan istri, interaksi antara ayah,

7
Teknologi.metrotvnews.com “Riset : Facebook Kini Didominasi Oleh Orang Tua” Diunggah tgl 12/1/15.
Diakses di http://teknologi.metrotvnews.com/read/2015/01/12/343828/riset-facebook-kini-didominasi-
orang-tua tgl 20/5/15 pkl 11:12am
21

ibu dan anak, interaksi antara ayah dan anak, interaksi antara ibu dan anak

dan interaksi antara anak dan anak.8

Setiap keluarga memiliki pola komunikasi yang berbeda-beda, pola ini

yang menentukan bagaimana ke-eratan komunikasi tiap anggotanya, dan

juga sebagai penentu mengapa banyak anak yang “melarikan diri” untuk

mencurahkan isi hati di media sosial Facebook ketimbang berbicara

langsung dengan orang tuanya.Pola interaksi dalan keluarga menurut

Don Jackson9 ada empat kategori, yaitu:

 Relasi seimbang dan memuaskan

 Tidak seimbang dan memuaskan

 Tidak seimbang dan tidak memuaskan

 Seimbang dan tidak memuaskan

Adanya perbedaan pola komunikasi di dalam keluarga inilah yang

membuat penulis ingin mengetahui bagaimana pola komunikasi yang

diterapkan tiap keluarga yang anaknya juga orang tuanya memiliki akun

media sosial Facebook .

Perbedaan usia antara anak dan orang tua menjadi salah satu tolak

ukur sering terjadinya komunikasi yang tidak harmonis. Perbedaan cara

berpikir orang tua terhadap permasalahan yang dihadapi oleh anak

membuat anak merasa kurang nyaman untuk berkomunikasi secara

8
Wahidah Nur, dalam Jurnal “ Pola Komunikasi Dalam Keluarga” Diunduh di
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=185725&val=6439&title=pola%20ko
munikasi%20dalam%20keluarga tgl 12/3/2015 pkl 6:25am
9
File.upi.edu. dalam Jurnal “ Komunikasi Keluarga” Diunduh di
http://file.upi.edu/direktori/fptk/jur._pend._kesejahteraan_keluarga/sunarsih/komunik__k
eluarga.pdf t gl 12/3/2015 pkl 06:23am
22

langsung dan memilih untuk mencurahkan isi hatinya di media sosial

pribadinya.

Dalam berkomunikasi, orangtua tidak bisa menggiring cara berpikir

anak ke dalam cara berpikir orangtua karena anak belum mampu untuk

melakukannya. Melainkan, orang tua harus bisa menyelami pemikiran

jiwa anaknya agar mengerti setiap permasalahan yang dialami anak dan

mengkomunikasikan tiap masalah juga tiap persoalan yang dihadapi.

Seiring dengan berkembangnya teknologi, muncullah istilah seperti

Digital Natives dan Digital Immigrants. Istilah tersebut di kemukakan oleh

Marc Prensky, seorang pemerhati dunia pendidikan pada artikel yang di

tulisnya tahun 2001. Prensky, menjelaskan bahwa:

Digital Native adalah generasi yang lahir dan hidup di era


yang serba digital, sedangkan Digital Immigrant adalah
mereka yang lahir pada masa sebelum era digital dan
mencoba untuk hijrah ke era digital dengan beradaptasi
dengan kondisi yang ada sekarang.

Prensky mengkategorikan Digital Native sebagai anak-anak dari

bangku TK hingga perguruan tinggi pada jaman sekarang. Sedangkan

Digital Immigrant adalah para orang tua dan guru mereka.

Prensky (2001:2) dalam tulisannya Digital Native and Digital


Immigrant menjelaskan ciri Digital Native sebagai :

―Digital Natives are used to receiving information really fast. They


like to parallel process and multi-task. They prefer their graphics
before their text rather than the opposite. They prefer random access
(like hypertext). They function best when networked. They thrive on
instant gratification and frequent rewards. They prefer games to
―serious‖ work.‖
Dan Digital Immigrant sebagai ―Digital Immigrants typically have
very little appreciation for these new skills that the Natives have
acquired and perfected through years of interaction and practice. These
23

skills are almost totally foreign to the Immigrants, who themselves


learned – and so choose to teach – slowly, step-by-step, one thing at a
time, individually, and above all, seriously.‖10
Yang berarti Digital Native terbiasa untuk menerima informasi secara

cepat, mereka terbiasa bekerja dengan metode multi tasking atau banyak

fungsi, mereka memilih bersinggungan atau bersentuhan dengan gambar

ketimbang berkutat denga tulisan, mereka mengincar penghargaan dalam

setiap kerja mereka dan mereka bekerja dalam sistem acak dan tidak

berstruktur atau tidak kaku.

Sedangkan Digital Immigrant menurut Prensky adalah mereka yang

sama sekali tidak memiliki kemampuan seperti Digital Native, generasi ini

terbiasa dengan melakukan latihan-latihan secara terus menerus, dan

mereka terbiasa dengan melakukan pekerjaan proses demi proses baik

dalam satu pekerjaan ataupun semua hal.

Media sosial memang selalu di identikan dengan dunia anak

terutama remaja, terlebih dengan penjelasan mengenai anak sebagai

digital native dan orang tua sebagai digital immigrant. Namun hal tersebut

jangan dijadikan alasan orang tua tidak ingin mengetahui tentang media

sosial.

Penelitian yang melibatkan 500 keluarga, dilakukan oleh Sarah Coyne

dan Laura Padilla Walker. Profesor dari Brigham Young University itu

menemukan bahwa remaja yang berteman dengan orang tua mereka di

jejaring media sosial memiliki hubungan yang lebih kuat.

10
Prensky,Marc (2001), Journal Digital Natives, Digital Immigrants, On the Horizon (NCB University
Press, Vol. 9 No. 5. Diunggah oleh www.marcprensky.com diakses tgl 25/5/2015 pkl 02:51pm
24

Penelitian ini menjelaskan bagaimana orang tua memanfaatkan media

sosial sebagai sarana pemberian semangat, dan juga menunjukkan rasa

bangga, dan rasa kasih sayang mereka kepada anaknya. Seperti

memberikan komentar, mengunggah foto. Penelitian ini juga menemukan

bahwa media sosial juga bisa sebagai alat pengontrol keseharian orang tua

dan anak, dan juga memberikan orang tua pengetahuan tentang

penggunaan media sosial yang bijak agar anak tak kecanduan media sosial.

Penelitian ini menyebutkan setengah dari remaja berteman dengan

orang tua mereka dan 16%11 diantaranya berinteraksi dengan orang tua

mereka di media sosial tiap harinya. Hal ini juga yang menjadi perhatian

penulis untuk mengetahui pola komunikasi online dan offline orang tua dan

anak pengguna media sosial facebook.

11
Artikel news.byu.edu“Social parenting: Teens feel closer to parents when they connect on social
media” diunggah oleh news.by.edu tgl 15/8/2013. Diaksesdi http://news.byu.edu/archive13-jul-
social%20parenting.aspx tgl 31/5/2015 pkl 09:26am
25

1.2 Fokus Penelitian

Pada penelitian ini penulis akan memfokuskan masalah pada

bagaimana perbedaan pola komunikasi interpersonal orang tua dan anak

ketika online dan offline yang menggunakan media sosial Facebook.

Komunikasi dalam keluarga merupakan hal paling penting, namun seiring

berkembangnnya teknologi dan sosial media bermunculan, kebiasaan

komunikasi tatap muka antara orang tua dan anak menjadi jarang terjadi

dan cenderung dilakukan di media sosial berupa status dan sebagainya.

Peneliti mencoba menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode

penelitian etnografi komunikasi, untuk melihat fenomena komunikasi

dibalik pemanfaatan media sosial facebook antara orang tua dan anak.

Sehingga peneliti akan melihat secara langsung berdasarkan

pengalaman peneliti dan akan mengkaji ulang apa yang dilihat dan

dialami oleh peneliti ketika melihat fenomena yang terjadi di lapangan

saat penelitian.

Lalu mengkaji kembali bagaimana pola komunikasi yang digunakan

antara anak dan orang tua ketika online dan offline menggunakan media

sosial Facebook.
26

1.3 Pertanyaan penelitian

Dari hasil penjabaran mengenai fenomena yang terjadi, juga teori

yang mendukung dan jurnal penelitian sejenis yang telah dijelaskan di

bagian latar belakang, penulis akan mengangkat permasalahan yang

akan dijelaskan sebagai berikut:

1. “Bagaimana perbedaan pola komunikasi interpersonal antara


orang tua dan anak pengguna Facebook ketika online dan
offline?”
2. “Bagaimana proses komunikasi tatap muka antara orang tua
dan anak pengguna Facebook?”
3. “Apakah ada pengelolaan identitas dan hambatan komunikasi
yang terjadi antara orang tua dan anak pengguna Facebook?

Pembatasan materi

Peneliti membatasi materi penelitian tentang pola komunikasi, khususnya

pola komunikasi keluarga, dengan media jejaring sosial facebook antara

orang tua dan anak.

Pada dasarnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola

diartikansebagai ‚bentuk (struktur) yang tetap sedangkan komunikasi

merupakanproses penyampaian dan penerima lambang-lambang yang

mengandung arti,baik yang berujud informasi-informasi, pemikiran-pemikiran

danpengetahuan. Dengan demikian, pola komunikasi disini dapat

dipahamisebagai pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam

pengiriman danpenerimaan pesan dengan cara yang tepat sehingga pesan

yang dimaksuddapat dipahami.Komunikasi dalam keluarga dapat

berlangsung secara timbal balik dan silih berganti; dari orang tua ke anak
27

atau dari anak ke orang tua, atau dari anak ke anak12. Pola komunikasi

dalam keluarga yang digunakan adalah hal yang akan diteliti oleh penulis.

Dalam bukunya , Budiargo menjelaskan Facebook adalah website

yang relatif baru sebagai media komunikasi yang memudahkan orang

membuat informasi tentang dirinya, berkolaborasi dengan yang lain, dan

membangun komunitas dan ini akan menjadi alat untuk organisasi diri

mereka sendiri (Tapscotts, 2009:18 dalam Budiargo,2015:29)

“Facebook adalah akses jaringan sosial, yang penggunaanya


tidak dipungut biaya apa pun, yang di organisasikan oleh
perusahaan Facebook. Situs jaringan sosial yang awalnya
diprakarsai oleh Mark Zuckerberg, Dustin Moskovitz, dan Chris
Hughes yang oenah menjadi Mahasiswa Universitas Harvard
pada tahun 2004 ini, sangat mudah diterima oleh masyarakat.”
(Budiargo,2009:38-41)
Interaksi antara orang tua dan anak ketika online dan offline

menggunakan facebook dan orang tua sebagai Digital Immigrant, dan anak

sebagai Digital Nattive, adalah hal yang akan dibahas oleh peneliti.

Orang tua sebagai digital immigrant atau penduduk pendatang yang

masih berusaha beradaptasi dengan dunia digital. Sedangkan anak-anak

sebagai digital native kalangan serupa penduduk asli di dunia digital saat ini.

Mereka lahir dan tumbuh di era digital yang menjadikan mereka memiliki

cara berpikir, berbicara, dan bertindak berbeda dengan generasi sebelumnya

yang diibaratkan sebagai digital immigrant.13

12
Wahidah Nur, dalam jurnal Komunikasi diunggah di http://download.portalgaruda.com
12/3/2015.
13
KOMPAS “Predator Incar Anak Kita” edisi Senin 8/2/2010 (Diakses di
http://bayuimantoro.blogspot.com/2010/02/waspada-predator-incar-anak-
kita.htmltgl 12/3/2015 pkl 10:51)
28

1.4 Tujuan Penelitian

Peneliti mencoba menggali hal yang sudah dijadikan fokus penelitian

sehingga akan menemukan jawaban dari rumusan masalah dan benar-

benar memahami Perbedaan Pola Komunikasi Interpersonal Online dan

Ofline antara Orang tua dan Anak Remaja Pengguna Media Sosial

Facebook sebagai berikut:

1. Menemukan perbedaan pola komunikasi interpersonal antara orang


tua dan anak pengguna Facebook Ketika online dan offline?
2. Mengetahui proses komunikasi tatap muka yang terjadi antara anak
dan orang tua pengguna Facebook.
3. Mengetahui pengelolaan identitas dan hambatan pola komunikasi
yang terjadi antara orang tua dan anak pengguna Facebook.

Sehingga peneliti mencoba mengkaji pola komunikasi online dan

offline antara keluarga khususnya orang tua dan anak remaja yang

memiliki akun media sosial Facebook khususnya di daerah Jakarta dan

sekitarnya. Guna mengetahui bagaimana pola komunikasi yang terbentuk

antara orang tua dengan anak remaja di era informasi digital saat ini

khususnya yang menggunakan media sosial Facebook.


29

1.5 Signifikansi Penelitian

1.5.1 Signifikansi Teoritis

Penelitian ini dibuat sebagai penambah referensi dalam ilmu

komunikasi di bidang jurnalistik khususnya mengenai pemanfaatan

media sosial yang membahas tentang komunikasi antar pribadi dalam

komunikasi keluarga.

1.5.2 Signifikansi Praktis

Memberikan masukan atau kontribusi untuk bidang jurnalistik

mengenai pemanfaatan media sosial sebagai media komunikasi,

khususnya untuk orang tua dan anak remaja yang memilki akun

Facebook.
30

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEP & TEORI

2.1 Kajian Pustaka-Penelitian Sejenis

Penelitian ini pernah dilakukan sebelumnya oleh Laila Syafitri Lubis

dengan judul Peran Komunikasi Antar Pribadi Orang Tua Terhadap Anak

Dalam Membentuk Perilaku Positif(Studi Kasus Peran Komunikasi Orang

Tua Terhadap Anak dalam Membentuk Perilaku Positif di Kelurahan Karang

Berombak, Medan Barat) pada tahun 2010. Yang berasal dari Departemen

Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera

Utara Medan penelitian ini memiliki tujuan untuk

1. Untuk mengetahui proses komunikasi orang tua pada anak

dalam membentuk perilaku positif

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat

mendukung orang tua dalam membentuk perilaku positif

pada anak-anak.

3. Untuk mengetahui peran komunikasi antar pribadi yang

dilakukan orang tua dalam membentuk perilaku positif pada

anak
31

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

studi kasus. Menggunakan Teori Perilaku, Perilaku Positif dan Sosial

Kognitif.

Dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa komunikasi antara

orang tua dan anaknya di Kelurahan Karang Berombak sangat berperan

dalam hal membentuk perilaku positif sejak dini kepada sang anak.

Komunikasi yang senantiasa dilakukan orang tua baik itu verbal dan

nonverbal dapat membuat anak untuk berperilaku positif terutama perilaku

mandiri, percaya diri, dan keterbukaan. Kemandirian ini ditandai dengan

mampunya anak untuk mengerjakan sesuatu hal sendiri yang berhubungan

dengan kegiatannya sehari-hari. Percaya diri sudah dapat ditunjukkan

dengan perilaku sang anak yang mampu berbaur dengan lingkungannya

secara baik, dan keterbukaan yang paling menonjol ditandai dengan perilaku

anak yang gemar bercerita tentang kegiatannya dan apa yang dialaminya

seharian kepada orang tuanya. Orang tua menggunakan cara mereka

masing-masing untuk mendidik dan mengasuh anak mereka. Untuk dapat

menanamkan perilaku positif pada diri sang anak dibutuhkan komunikasi

antar pribadi yang efektif dan berlangsung dua arah artinya anak mengerti

apa yang diinginkan oleh orang tua dan sebaliknya orang tua berusaha untuk

memahami anak mereka agar terjalin komunikasi yang baik dan sesuai

dengan yang diharapkan.

Lalu penelitian ini juga pernah dilakukan oleh Niken Olivia

Kusumadewi dengan judul Pengalaman Komunikasi Orangtua dan Remaja


32

dalam Memahami Dampak Penggunaan Situs Jejaring Sosial Facebook

pada tahun 2010 di Jurusan Ilmu KomunikasiFakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu

Politik Universitas DiponegoroSemarang.

Penelitian ini memiliki tujuan penelitian untuk mengetahui dan

mendeskripsikan bagaimanakah:

1. pengalaman komunikasi orangtua dan anak

remaja dalam memberikan pemahaman

mengenai dampak penggunaan situs jejaring

sosial facebook, dan

2. cara pengawasan yang dilakukan oleh orangtua

terhadap kegiatan anak dalam menggunakan

facebook.

Metode penelitian yang digunakan adalah tipe kualitatif. Dengan

Tradisi yang dipakai adalah tradisi fenomenologi. Teori yang digunakan

adalah Teori Etika Dialogis guna menjelaskan proses komunikasi

antarpribadi orangtua dan remajamelalui dialog kemudian Teori Peran guna

menjelaskan cara pengawasan orangtua terhadapremaja.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa orangtua dan remaja memiliki

pengalaman yang berbeda dalam menggunakan facebook, faktor

keterbatasan pengetahuan orangtua menjadi alasanutama dalam proses

sulitnya memberikan pemahaman mengenai dampak pengunaan

facebookkepada remaja. Selain itu cara pengawasan yang dilakukan orang


33

tua dilakukan dalam tiga tahap,yaitu pengawasan langsung, dialog dalam

memberikan pemahaman mengenai dampakpenggunaan facebook dan

pemberian kepercayaan ketika orangtua dan remaja telah tercipta

kesepahaman.

Melalui penelitian di atas, penulis mengambil penelitian dengan judul

Perbedaan Pola Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak di Media

Online dan Pada Saat Offline (Etnografi Komunikasi Pada Pengguna

Facebook)yang ditulis pada tahun 2015 di Fakultas Ilmu Komunikasi

Universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama) di Jakarta. Penelitian ini memiliki

tujuan

1. Menemukan perbedaan pola komunikasi interpersonal

antara orang tua dan anak remaja ketika online dan offline

menggunakan media sosial Facebook.

2. Mengetahui proses komunikasi tatap muka yang terjadi

antara anak dan orang tua yang menggunakan Facebook.

3. Mengetahui pengelolaan identitas dan hambatan pola

komunikasi yang terjadi antara orang tua dan anak yang

menggunakan Facebook.

Pendekatan yang digunakan oleh penulis adalah Penelitian Kualitatif

dengan metode Penelitian Etnografi Komunikasi dengan teori dan konsep

yang digunakan adalah Konsep Diri,Pola Komunikasi Keluarga,Computer


34

Mediated Communication (CMC), Teori Identitas dan Interaksionisme

Simbolik.

Ketiga penelitian ini memiliki benang merah yang sejenis yaitu sama-

sama meneliti tentang orang tua dan anak terutama di bidang komunikasi,

baik menggunakan media sosial dan komunikasi antarpribadi itu sendiri.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan penelitian 1 dan 2

terletak pada teori dan tujuan, penelitian yang digunakan.

Pada penelitian 1 tujuannya secara garis besar mengetahui proses

komunikasi antara orang tua dan anak dalam membentuk perilaku positif,

teori yang dipakai adalah teori perilaku, perilaku Positif dan sosial kognitif.

Dengan metode penelitian studi kasus.

Pada penelitian 2 tujuannya secara garis besar untuk mengetahui

pengalaman komunikasi orang tua dan anak dalam penggunaan jejaring

sosial facebook, dengan teori etika dialogis dan teori peran guna, metode

yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi

Penelitian yang dilakukan peneliti secara garis besar untuk

menemukan pola komunikasi interpersonal orang tua dan anak ketika online

dan offline menggunakan media sosial facebook. Teori yang digunakan

adalah CMC Computer Mediated Communication, Interaksionisme Simbolik,

konsep diri, dan komunikasi antarpribadi. Pendekatan kualitatif dengan

metode etnografi komunikasi.


35

Ketiga penelitian ini sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif

dengan metode studi kasus, pendekatan fenomenologis, dan etnografi

komunikasi. Ketiganya sama-sama membahas tentang permasalahan

komunikasi antara orang tua dan anak, baik menggunakan media atau tidak.

Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti dari yang

sebelumnya terletak dari masalah yang ingin ditemukan yaitu pola

komunikasi interpersonal ketika online dan offline antara orang tua dan anak

menggunakan media sosial facebook , yang pada penelitian 1 hanya sebatas

peran komunikasi orang tua dan anak, dan pada penelitian 2 pengalaman

komunikasi orang tua dan anak menggunanakan facebook tetapi dalam

memahami dampak jejaring sosial.


36

Tabel 2.1

Perbandingan Penelitian Sejenis

PENELITIAN SEBELUMNYA PENELITIAN SENDIRI

Penelitian 1 Penelitian 2

Nama Laila Syafitri Lubis Niken Olivia Ulfa Karina


Peneliti Kusumadewi

Judul
Penelitian Peran Komunikasi Antar Pengalaman Perbedaan Pola
Pribadi Komunikasi Orangtua Komunikasi
Orang Tua Terhadap Anak dan Remaja dalam Interpersonal Orang Tua
Dalam Membentuk Perilaku Memahami Dampak dan Anak di Media
Positif Penggunaan Situs Online dan Pada Saat
(Studi Kasus Peran Jejaring Sosial Offline
Komunikasi Orang Tua Facebook (Etnografi Komunikasi
Terhadap Anak dalam Pada Pengguna
Membentuk Perilaku Positif di Facebook)
Kelurahan Karang Berombak,
Medan Barat)

Tahun 2010 2010 2015


Penelitian
Departemen Ilmu Komunikasi Jurusan Ilmu Fakultas Ilmu
Dan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Komunikasi Komunikasi Konsentrasi
Universitas Politik Jurnalistik
Universitas Sumatera Utara Fakultas Ilmu Sosial
Medan Dan Ilmu Politik Universitas
Universitas Diponegoro Prof.DR.Moestopo
(Beragama)
Semarang.

Tujuan 1.Untuk mengetahui proses Tujuan penelitian ini 1. Menemukan


Penelitian adalah untuk perbedaan pola
komunikasi orang tua pada
mengetahui dan komunikasi interpersonal
anak dalam membentuk mendeskripsikan antara orang tua dan
bagaimanakah: anak remaja ketika
perilaku positif
online dan offline
2.Untuk mengetahuifaktor- 1. Pengalaman menggunakan media
komunikasi sosial Facebook, agar
faktor apa saja yang dapat orang tua dan meningkatkan
mendukung orang tua dalam anak remaja keharmonisan hubungan
dalam komunikasi orang tua
membentuk perilaku positif memberikan dan anak.
pada anak-anak. pemahaman 2. Mengetahui
mengenai proses
3.Untuk mengetahui peran dampak komunikasi tatap
komunikasi antarpribadi yang penggunaan muka yang
situs jejaring terjadi antara
dilakukan orang tua dalam social anak dan orang
37

membentuk perilaku positif facebook, dan tua yang


2. Cara menggunakan
pada anak
pengawasan Facebook.
yang dilakukan 3. Mengetahui
oleh orangtua hambatan pola
terhadap komunikasi yang
kegiatan anak terjadi antara
dalam orang tua dan
menggunakan anak yang
facebook. menggunakan
Facebook.

Metodologi
penelitian
Metode penelitian yang Metode yang Pendekatan Penelitian
digunakan dalam penelitian ini digunakan adalah tipe Kualitatif dengan metode
adalah metode studi kasus. kualitatif. Penelitian Etnografi
Komunikasi
Tradisi yang dipakai
dalam penelitian ini
adalah tradisi
fenomenologi

Teori

Teori Perilaku, Perilaku Positif Teori Etika Dialogis Konsep Diri


dan Sosial Kognitif. guna menjelaskan Pola Komunikasi
proses komunikasi Keluarga
antar pribadi orang tua Computer Mediated
dan remaja melalui Communication
dialog kemudian Teori (CMC)
Peran guna Interaksionisme
menjelaskan cara Simbolik
pengawasan orang tua Teori identitas dan
terhadap remaja. Konstruksi Diri

Hasil Hasil penelitian menunjukkan Hasil penelitian ini


Penelitian bahwa komunikasi antara menemukan bahwa
orang tua dan anaknya di orangtua dan remaja
Kelurahan Karang Berombak memiliki pengalaman
sangat berperandalam hal yang
membentuk perilaku positif
sejak dini kepada sang anak. berbeda dalam
Komunikasi yang senantiasa menggunakan
dilakukan orang tua baikitu facebook, faktor
verbal dan nonverbal dapat keterbatasan
membuat anak untuk pengetahuan orangtua
berperilaku positif terutama menjadi alasan
perilaku mandiri, percayadiri,
dan keterbukaan. Kemandirian utama dalam proses
ini ditandai dengan mampunya sulitnya memberikan
anak untuk mengerjakan pemahaman mengenai
sesuatu hal sendiri yang dampak pengunaan
berhubungan dengan facebook
kegiatannya sehari-hari.
38

Percaya diri sudah dapat kepada remaja. Selain


ditunjukkan dengan perilaku itu cara pengawasan
sang anak yang mampu yang dilakukan
berbaur dengan lingkunganny orangtua dilakukan
asecarabaik, dan keterbukaan dalam tiga tahap,
yang paling menonjol ditanda
idengan perilaku anak yang yaitu pengawasan
gemar bercerita tentang langsung, dialog dalam
kegiatannya dan apa yang memberikan
dialaminya seharian kepada pemahamanmengenai
orang tuanya. Orang tua dampak
menggunakan cara mereka
masing-masing untuk mendidik penggunaan facebook
dan mengasuh anak mereka. dan pemberian
Untuk dapat menanamkan kepercayaan ketika
perilaku positif pada diri sang orangtua dan remaja
anak dibutuhkan komunikasi telah tercipta
antarpribadi yang efektif dan kesepahaman.
berlangsung dua arah artinya
anak mengerti apa yang
diinginkan oleh orang tua dan
sebaliknya orang tua berusaha
untuk memahami anak mereka
agar terjalin komunikasi yang
baik dan sesuai dengan yang
diharapkan.
39

2.2 Kerangka Konsep-konsep Penelitian dan Teori

2.2.1 Komunikasi Interpersonal

Komunikasi yang terjadi di dalam keluarga adalah bentuk komunikasi

interpersonal ataukomunikasi antar pribadi penting bagi kita untuk

mengetahui dan memahami arti dari komunikasi interpersonal untuk

membangun komunikasi yang harmonis antara orang tua dan anak

khususnya di dalam keluarga.

Komunikasi interpesonal adalah komunikasi yang terjalin lebih dari

satu orang. Bisa diartikan bahwa komunikasi interpersonal berlangsung

antara dua orang atau lebih yang dilakukan secara tatap muka. Komunikasi

Interpersonal adalah “interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang,

dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima

pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula

(Hardjana,2003:85).

Komunikasi interpersonal sering juga disebut dengan komunikasi

antarpribadi. Dalam bukunya Komunikasi Antarpribadi Yosal Riantara

menjelaskan definisi dari komunikasi antar pribadi adalah “proses pertukaran

pesan antara komunikator dan komunikan untuk mengembangkan sistem

ekspetasi bersama, pola-pola keterikatan secara emosional, dan cara-cara

penyesuaian sosial.” Di bukunya ia juga menjelaskan bahwa di dalam

komunikasi interpersonal terdapat adanya relasi yang sifatnya pribadi

diantara pihak-pihak yang berkomunikasi. Apabila di antara pihak-pihak yang


40

terlibat saling mengenal secara pribadi maka komunikasinya makin bersifat

personal (mempribadi). Apabila sebaliknya yang terjadi maka komunikasi

yang berlangsung akan bersifat tidak mempribadi (impersonal).

Roloff (dalam Berger & Chaffe, 1987:490) menyebut komunikasi

antarpribadi sebagai produksi, transmisi, dan interpretasi simbol-simbol oleh

mitra-mitra yang berelasi. Sedangkan Baskin dan Aronoff (1980:4) menyebut

komunikasi antarpribadi sebagai “pertukaran pesan di antara pribadi-pribadi

yang bertujuan membangun kesamaan makna” definisi Baskin dan Aronoff

ini agak dekat dengan definisi Griffin (2003:52) yang menyatakan komunikasi

antarpribadi sebagai “proses menciptakan makna bersama yang

unik.”antarpribadi sebagai “proses menciptakan makna bersama yang unik”

Rubin dan Rubin ( Rubin dan Rubin 2001, dalam Riantara, 2007:1-7)

dengan tegas menyebutkan komunikasi antarpribadi itu merupakan perilaku

yang diarahkan tujuan (goal-directed). Tujuan di sini muncul mengikuti motif

yang menjadi dasar tindakan. Motiflah yang mendorong seseorang

berperilaku untuk mencapai tujuannya. Sebenarnya, baik Baskin dan Aronoff

maupun Griffin menyebutnya “ menciptakan makna bersama yang unik”.

Dalam pandangan Rubin dan Rubin, orang menggunakan komunikasi

sebagai perangkat untuk membentuk konsep dirinya (sebagai kebutuhan

ego) dan untuk memenuhi kebutuhan psiko-sosial pihak lain.

Ada juga yang menyatakan bahwa komunikasi antarpribadi

merupakan suatu bentuk komunikasi yang khusus yang terjadi manakala dua
41

orang atau lebih berinteraksi secara simultan satu sama lain dan sama-sama

saling mempengaruhi satu sama lain. Di sini yang ditekankan adalah adanya

interaksi yang simultan dan saling mempengaruhi. Interaksi dan saling

mempengaruhi tersebut tidak hanya dilakukan melalui kata-kata, tetapi juga

lewat pesan nonverbal, seperti kontak-mata, senyum atau mimik wajah yang

meyertai percakapan yang akrab di antara orang-orang yang terlibat di dalam

komunikasi antarpribadi itu.

Tujuan yang disebutkan Rubin dan Rubin (2001, dalam Riantara,

2007:1.8) itu didasarkan pada kebutuhan. Keduanya menyebutkan tiga

kebutuhan antarpribadi yang primer, yakni inklusi, afeksi, dan kontrol. Inklusi

berkaitan dengan kebutuhan untuk menjadi bagian dari suatu kelompok,

berafiliasi dengan orang lain, memiliki sahabat atau mengajak orang lain ke

dalam kelompok tertentu. Afeksi merupakan kebutuhan untuk mencintai atau

dicintai orang lain. Sedangkan kontrol berkatian dengan kebutuhan untuk

menjalankan ekuasaan pada orang lain.

Kebutuhan-kebutuhan ini berkembang dari kebutuhan primer tersebut

oleh Rubin dan Rubin (Riantara,2007:1.9) disebut juga motif utama, ada juga

motif yang disebutnya sebagai motif yang kuat yang mendorong manusia

melakukan tindakan komunikasi antarpribadi. Ada tiga kategori untuk motif

yang kuat ini, yakni kesenangan, relaksasi, dan pelarian. Kesenangan

mencerminkan kebutuhan untuk dihibur, bersenang-senang atau

mendapatkan kesenangan. Relaksasi mencerminkan kebutuhan untuk

santai, beristirahat atau merasa nyaman. Sedangkan pelarian mencerminkan


42

kebutuhan untuk menghindar dari kegiatan-kegiatan dan kecemasan lewat

berkomunikasi dengan orang lain.

Rubin dan Rubin (dalam Riantara, 2007:1.9) juga menunjukkan dalam

mengkaji komunikasi antarpribadi setidaknya ada 5 pertanyaan yang harus

dijawab. Pertanyaan-pertanyaan itu mencakup: mengapa kita berbicara,

pada siapa kita berbicara, apa yang kita bicaraan, bagaimana kita bicara,

dan apa dampak (outcome) pembicaraan itu. Pertanyaan-pertanyaan

tersebut menunjukkan bahwa dalam komunikasi antarpribadi ada 5 hal yang

harus diperhatikan, yakni motif komunikator, sosok komunikan, isi pesan

yang disampaikan, cara komunikator menyampaikan isi pesan pada

komunikan, dan dampak dari komunikasi tersebut yang pada dasarnya

merupakan tujuan komunikasi

Dengan demikian bisa dinyatakan bahwa komunikasi antarpribadi itu

merupakan komunikasi yang bertujuan yang berlangsung di antara dua

orang atau lebih dalam suasana yang akrab dan masing-masing pihak yang

berkomunikasi saling mempengaruhi. Suasana akrab dan saling

mempengaruhi di antara orang-orang yang terlibat itu merupakan kekhasan

komunikasi antarpribadi. (Riantara, 2007:1.7-1.9)

Peneliti memilih komunikasi interpersonal atau antarpribadi sebagai

dasar untuk mengetahui pola komunikasi yang terjadi ketika orang tua dan

anak berkomunikasi, baik saat online dan ketika offline menggunakan media
43

sosial facebook. Dengan komunikasi interpersonal, penulis akan mengetahui

bagaimana relasi yang terbangun antara orang tua dan anak.

2.2.2 Konsep diri

Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada pemikiran diri kita

itulah konsep diri. (William D Brooks,1974:40 Rakhmat, 2005) mendefinisikan

konsep diri sebagai “those physical,social,and psychological perceptions of

ourselves that we had derived from experiences and our interaction with

others” Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri kita.

Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga

penilaiananda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda

pikirkan dan apa yang anda rasakan tentang diri anda seperti menurut Anita

Taylor (1977:98 dalam Jalaludin Rakhmat , 2005:100) konsep diri adalah

“all you think and feel about you, the entire complex of beliefs
and attitudes you hold about yourself”
Ada dua kompinen konsep diri : komponen kognitif, dan komponen

afektif. Dalam psikologi sosial, komponen kognitif disebut dengan citra-diri

(self image), dan komponen afektif disebut harga diri (self-esteem).

Keduanya menurut William D. Brooks dan Philip Emmert (1976:45 dalam

Rakhmat, 2005:100), berpengaruh besar pada pola komunikasi interpersonal

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut Jalaludin

Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi adalah orang lain, dan

kelompok rujukan.
44

“Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam


komuniikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku
sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Sukses komunikasi
interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri.(Rakhmat,
2005:104-105)”
Ada empat tanda orang yang memiliki konsep diri negatif menurut

William D. Brooks dan Philip Emmert (1976:42-43 dalam Rakhmat,

2005:105):

1. Peka terhadap kritik


2. Responsif terhadap pujian
3. Bersikap hiperkritis terhadap orang lain
4. Cenderung merasa tidak disenangi orang lain
5. Bersikap pesimis terhadap kompetisi

Sedangkan ciri orang yang memiliki konsep diri positif ditandai

dengan 5 hal :

1. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah


2. Ia merasa setara dengan orang lain
3. Ia menerima pujian tanpa rasa malu
4. Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,
keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat
5. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha
mengubahnya. (Rakhmat, 2010:99-105)

Pengaruh konsep diri pada komunikasi interpersonal menurut

Jalaludin Rakhmat (2005:104-110) adalah :

- Nubuat yang dipenuhi sendiri, yakni kecenderungan untuk bertingkah


laku sesuai dengan konsep diri.
- Membuka diri, akan meningkatkan komunikasi dan pada saat yang
sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan
tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih
dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman
kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman
45

dan gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif dan


lebih cermat memandang diri kita dan orang lain.
- Percaya diri (self confidence) kurangnya percaya diri menyebabkan
communication apprehension yaitu orang yang akan menarik diri dari
pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi, dan hanya akan
berbicara apabila terdesak saja. Peraya diri adalah faktor yang
menentukan dalam komunnikasi, untuk meningkatkan percaya diri,
menumbuhkan konsep percaya diri yang sehat menjadi perlu (Maltz,
1970:55 dalam Rakhmat, 2005:109).
- Selektivitas, konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi karena
konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa Anda bersiap membuka
diri, bagaimana kita mempersepsi pesan itu, dan apa yang kita ingat
(Anita Taylor,1977:112) dengan singkat, konsep diri menyebabkan
terpaan selektif, persepsi selektif, dan ingatan selektif.

Konsep diri yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya

akan membantu dalam proses perkembangannya, penanaman

konsep diri perlu diketahui agar menjadi pribadi yang lebih baik dalam

menghadapi segala suatu hal di dalam kehidupan.

Peneliti memasukan konsep diri untuk mengetahui bagaimana

konsep diri yang ditanamkan oleh orang tua terhadap anaknya

terutama dalam penggunaan media sosial facebook sebagai media

berkomunikasi.
46

2.2.3 Pola komunikasi dalam keluarga

a) Komunikasi keluarga dengan pola laissez-faire, ditandai dengan

rendahnya komunikasi yang berorientasi konsep, artinya anak tidak

diarahkan untuk mengembangkan diri secara mandiri, dan juga

rendah dalam komunikasi yang berorientasi sosial. Artinya anak tidak

membina keharmonisan hubungan dalam bentuk interaksi dengan

orangtua. Anak maupun orangtua kurang atau tidak memahami obyek

komunikasi, sehingga dapat menimbulkan komunikasi yang salah.

b) Komunikasi keluarga dengan pola protektif, ditandai dengan

rendahnya komunikasi dalam orientasi konsep, tetapi tinggi

komunikasinya dalam orientasi sosial. Kepatuhan dan keselarasan

sangat dipentingkan. Anak-anak yang berasal dari keluarga yang

menggunakan pola protektif dalam berkomunikasi mudah dibujuk,

karena mereka tidak belajar bagaimana membela atau

mempertahankan pendapat sendiri.

c) Komunikasi keluarga dengan pola pluralistik merupakan bentuk

komunikasi keluarga yang menjalankan model komunikasi yang

terbuka dalam membahas ide-ide dengan semua anggota keluarga,

menghormati minat anggota lain dan saling mendukung.

d) Komunikasi keluarga dengan pola konsensual, ditandai dengan

adanya musyawarah mufakat. Bentuk komunikasi keluarga ini

menekankan komunikasi berorientasi sosial maupun yang berorientasi

konsep. Pola ini mendorong dan memberikan kesempatan untuk tiap


47

anggota keluarga mengemukakan ide dari berbagai sudut pandang,

tanpa mengganggu struktur kekuatan keluarga. 14

Dengan bermacam pola komunikasi yang ada di dalam keluarga,

peneliti mencoba untuk mengetahui pola komunikasi yang dipakai oleh

orang tua dan anak remaja saat online dan offline menggunakan media

sosial facebook.

14
W, Anna, 2010 Jurnal Komunikasi “Komunikasi Dalam Keluarga (Orang tua dengan Anak Mereka)
(Diunduh tgl 12/3/15 pkl 6:25)
48

2.2.4 Komunikasi Melalui Media Sosial

Computer Mediated Communication (CMC)

Seiring dengan berkembangnya teknologi juga memberikan dampak

pada cara orang-orang untuk berkomunikasi, diantaranya muncul yang

namanya Computer Mediated Communication atau CMC. Dalam bukunya

Berkomunikasi ala Net Generation Budiargo menjelaskan, CMC dapat

secara sederhana diartikan sebagai komunikasi yang terjadi antara orang

dengan menggunakan media komputer atau melalui komputer (Herring,1996)

dan penggunaan teknologi dalam CMC memfasilitasi pertukaran isi semantik

melalui jaringan telekomunikasi, yang diproses lewat satu atau lebih

komputer antar individu dan antar kelompok (Rice,1984).

Penelitian tentang CMC sendiri dimulai sejak tahun 1970an,


―Research into CMC began in the 1970s, as networked computer systems
were being installed in large organizational contexts and as maverick
computer enthusiats were creating interactive dial-in bulletin board systems
(New Media,2006:35) .
Penelitian tentang CMC bermula sebagai sistem jaringan komputer

yang dipasang dalam jumlah yang besar dengan isi yang terorganisir dan

yang digunakan oleh para penggemar komputer sebagai sistem media

buletin interaktif.

Media massa mengikuti pola one to many yaitu satu sumber

mengirimkan pesan ke banyak audiens melalui berbagai sumber seperti

televisi, radio, majalah, koran. Sedangkan CMC sering digunakan sebagai

bentuk komunikasi one to many dan many to one (Budiargo, 2015:24-25).


49

Model many to one merupakan gabungan dari komunikasi interpersonal dan

komunikasi massa.

CMC berada pada batasan model komunikasi interpersonal (one to

one), komunikasi massa (one to many), dan komputerisasi (many to one).

Budiargo juga menjelaskan,

“ Perkembangan teknologi, khususnya teknologi komunikasi CMC,


dalam hal ini pengguna internet telah mengubah interaksi manusia secara
evolutif, yang dulunya memerlukan pertemuan secara fisik dan psikis,
menjadi pertemuan secara tidak nyata atau virtual.”
Peneliti memilih CMC yang mendasari komunikasi di dalam dunia

maya atau komunikasi menggunakan komputer dan internet, juga secara

online untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi online orang tua dan

anak pengguna facebook.

Interaksi melalui Computer Mediated Communication memilliki

karakteristik yang membedakan dengan bentukan interaksi lainnya, yaitu

tidak hadirnya feedback secara regular, lemahnya aspek dramaturgikal,

tanda-tanda sosial (Sosial Cues) dan munculnya anonimitas sosial. Tidak

seperti pada komunikasi tatap muka, petunjuk fisik tidak hadir dalam proses

komunikasinya, sehingga aspek non verbal hilang.

Pengguna CMC berinteraksi melalui teks (very rough graphical

representation) dalam perkembangannya pengguna CMC mengembangkan

pula pola-pola penyampaian tanda-tanda sosial yanng dikemas melalui


50

susunan beberapa tanda baca yang memiliki makna ekspresi. Ini disebut

dengan emoticon.15

Ada empat keterampilan yang dibutuhkan dalam penggunaan CMC

menurut Morealle et, al (2007:407-9 dalam Prasetya, 2012:49) :

1. Attentiveness. Is the ability to show interest in, concern for and

attention to others when communicating. Mengingat pengguna

lebih banyak berinteraksi melalui teks, maka dibutuhkan

keterampilan penyampaian pesan tertulis melalui penyusunan

kata, istilah, gaya bahasa dan tanda baca.

2. Composure. Is the ability to display comfort with , control of an

confidence in communication. Hal ini terkait dengan penguasaan

penggunanya pada media komputer dan fitur yang dapat

digunakan dalam berinteraksi. Mereka akan berani mencoba

berbagai kemudahan atau layanan yang dapat diperoleh melalui

aplikasi CMC. Composure dapat dilihat dari kadar keyakinan

pengguna dalam menggunakan layanan yang ada. Hal ini dapat

tertangkap dari gaya bahasa pada isi pesan yang disampaikan dan

penggunaan layanan yang tepat untuk jenis pesan yang tepat.

Perbedaan konteks pembicaraan dan kepada siapa pesan tersebut

disampaikan akan mempengaruhi penggunaan media atau fasilitas

yang tersedia.

15
Prasetya Hendri, 2012 dalam Ringkasan Desertasi Konstruksi Komunikasi dan Pengelolaan Identitas
Diri Pada Pengguna Situs Jejaring Sosial-Facebook (Studi Etnografi Komunikasi Pada Penggunaan Computer
Mediated Communicaton) Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran,Bandung, hal 48-51.
51

3. Coordination. Coordination in the computer mediated


environment is the management of time and relevance, senders
who are managing their time send and respond to message when
they should and send message that are neither too long dense to
process.
Koordinasi berkaitan dengan bagaimana individu mengelola

pesan yang disampaikan untuk mendapatkan respon dalam frame

waktu yang diinginkan, berbeda fasilitas yang digunakan akan

membedakan koordinasi waktu yang ada.

4. Expressiveness. Is the vividness of message, viveness describes

how alive and how animated a message is. Berkaitan dengan

kejelasan dan ekspresivitas yang digunaan dalam menyampaikan

pesan dan bentuk tertulis. Ekspresi dalam tulisan ini

dikembangkan dalam bentuk tertulis. Ekspresi dalam tulisan ini

dikembangkan dalam bentuk emoticon-

“icon that frame the emotion underlying a verbal, and


acroyms and abbreviations to make message more
efficient, as well as help frame the meaning”.
52

Perbedaan karakteristik interaksi melalui CMC dan secara tatap

muka (Devito, 2008:12 dalam Prasetya, 2012:50-51)

Tabel 2.2

Perbedaan Karakteristik CMC dan Face to Face

Elemen Komunikasi Face to Face CMC

Sumber : - Secara visual - Menunjukkan diri


dengan kita sebagaimana
Presentasi diri dan karakteristik yang diinginkan
ekspresi. personal - Berada pada
- Sifatnya langsung kekuasaan kita,
dan dapat kemampuan kita
Umpan Balik diinterupsi mau atau berhenti

Penerima :

Jumlah - Satu atau - Satu atau


beberapa yang beberapa hingga
berada di sekitar banyak dengan
saja cakupan yang luas
- Tidak terbatas.
Kepentingan - Terbatas pada Beragam
apa maksud
kepentingannya

Konteks:

Fisik - Bersama dalam - Berada pada


satu ruang / tempat yang
tempat berbeda
- Bersama dalam - Kebebasan dalam
Waktu
satu waktu dan kerangka waktu
kondisi

Medium - Audio Visual - Visual dalam teks


Proxemics - Sifatnya segera
- Sebagai sarana dam dapat ditunda
berinteraksi yang
sifatnya langsung
dan segera
53

Pesan: - Kata-kata yang - Kata-kata yang


diucapkan ditulis berdasarkan
Verbal dan Non Verbal disertai secara pada teks
permanen langsung oleh - Menggunakan
non verbal ( banyak singkatan
gerak tangan, - Sifatnya permanen
mata, dsb) kecuali dihapus
- Disampaikan
secara penuh
- Sifatnya temporal
kecuali direkam
Etikadan - Kemungkinan - Sangat mudah
Kebohongan kecil berpura- berbohong
pura (identitas palsu)

Komunikasi Virtual dan Komunitas Virtual

Semakin berkembangnya interaksi di dunia maya maka terjadi

perubahan cara berkomunikasi baik secara virtual atau secara nyata. Hal ini

juga merangsang terjadinya komunitas virtual, ada empat faktor yang muncul

sebagai karakter komunitas virtual (Budiargo,2015:117), yaitu :

- Konteksnya eksternal

- Struktur yang tidak tetap

- Tujuan kelompok atau minat yang sama

- Karakteristik partisipannya

Jika keempat karakteristik itu terpenuhi dan ada dalam interaksi

mereka dan berlangsung terus-menerus, maka komunitas yang

bersifat virtual pun akan terwujud.

James Carey (Dikutip Jones 1995) mengatakan,


54

“saat ini komunitas baru sudah tercipta dengan bentuk baru


berupa komunitas virtual, tempat sosial yang tidak „tatap
muka‟, tetapi di bawah deifinisi yang baru dari „bertemu‟ dan
„wajah‟.”
Jadi, komunitas virtual berupa kebersamaan kepercayaan dan

kegiatan yang mempersatukan orang dalam bentuk nonfisik, yang artinya

tidak menyertakan fisik. Jadi, hubungan sosial dalam dunia maya melalui

kontak yang berukang-ulang dan minat yang spesifik (Budiargo, 2015:116).

Sebagaimana diungkapkan oleh Rheingold (Budiargo, 2015:123)


“Bahwa komunitas virtual adalah kesatuan sosial yang
muncul dari net ketika orang membawanya dalam diskusi
publik dan saling berhubungan pada ruang cyber.”

Berkurangnya tanda-tanda nonverbal seharusnya membuat interaksi

melalui komputer dan dunia maya menjadi lebih formal, namun pada

kenyataannya media ini lebih banyak digunakan untuk wacana yang tidak

serius. Danet (1997 dalam Lievrow, 2006:40) menyatakan,

“ Computer medium is inherently playful because of its


„emphemerality, speed, interactivity, and freedom from the
tyranny of materials‟.”
Media komputer sangat menyenangkan atau playful karena sifatnya

sesaat, cepat, interaktif dan bebas dari kekuasaan. Hal ini yang

menyebabkan berkomunikasi secara online dan virtual terasa lebih

menyenangkan dari berkomunikasi secara nyata.

Komunikasi virtual dan komunitas virtual adalah bentuk-bentuk yang

terjadi ketika berkomunikasi secara online dimana pelakunya saling tak

bertatap muka namun berinteraksi selayaknya ada di dunia nyata


55

Teori Identitas dan Konstruksi Diri

Karakteristik kehidupan sosial manusia yang kompleks dengan

beragam interaksi, komunikasi dan hubungan sosial sehingga

memungkinkan terbentuk identitas yang beragam dengan perubahan yang

simultan (Prasetya,2012 :17).

Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga


mengubah nekanisme (Littlejohn,2009:131). Hecht menguraikan

“ Identitas melebihi pengertian sederhana akan dimensi diri dan


dimensi yang digambarkan. Kedua dimensi tersebut berinteraksi
dalam rangkaian empat tingkatan atau lapisan.”
Tingkatan pertama adalah personal Layer, yang terdiri dari rasa akan

keberadaan diri anda dalam situasi sosial. Dalam situasi tertentu seperti

ketika menghadiri gereja, bermain dengan teman, mendekati professor

tentang nilai atau berpergian bersama keluarga. Identitas tersebut terdiri dari

berbagai perasaan serta ide tentang diri sendiri, siapa dan seperti apa diri

anda sebenarnya.

Tingkatan kedua adalah enacment layer atau pengetahuan orang lain

tentang diri Anda berdsarkan pada apa yang anda lakukan, apa yang anda

miliki dan bagaimana anda bertindak. Penampilan adalah simbol-simbol

aspek yang lebih mendalam tentang identitas anda serta orang lain akan

medefinisikan dan memahami anda melalui penampilan tersebut.

Tingkatan yang ketiga dalam identitas adalah relational atau siapa diri

anda dalam kaitannya dengan individu lain. Identitas dibentuk dalam


56

interaksi anda dengan mereka. Identitas yang berlaku pada suatu bentuk

hubungan tertentu oleh dan melalui bentuk hubungan tersebut.

Sedangkan tingkatan keempat dalam identitas adalah tingkatan

communal yang diikat pada kelompok atau budaya yang lebih besar.

Identitas komunal lebih dimiliki oleh kelompok bukan secara individual

meskipun dalam prosesnya akan mengalami penetrasi (Prasetya,2012:18)

Online identity

Ada beberapa pengertian mengenai online identity yaitu identitas yang

diberikan ketika mengisi form untuk mendaftar di sebuah situs atau forum.

Data yang berisi e-mail, nama lengkap, nomor telepon, juga alamat dan juga

pengaturan kata sandi atau password yang secara otomatis akan disimpan

oleh situs tersebut dan menjadi anggota.

Pengertian lainnya adalah online identity menurut jurnal yang ditulis

pada tahun 2013 oleh Danny Miller dari University College London pertama

kali muncul dari ungkapan kartun Amerika terkenal sekitar tahun 1990an

“`On the internet, nobody knows you're a dog.” yang berarti “di
internet tak ada seorang pun yang tahu kau adalah anjing”
dengan ilustrasi dua anjing yang sedang berdialog di depan layar
komputer.
Yang memiliki makna ketika memasuki dunia internet atau secara

online orang-orang tidak akan tahu identitas seseorang yang sebenarnya

dibalik layar. Dengan nama panggilan yang berbeda, dan informasi yang

dibuat sedemikian rupa sebagai tampilan personal di dunia online


57

memungkinkan tiap informasi atau identitas seseorang di dunia maya

berbeda dengan di dunia nyata.

Online Identity menurut Michelle New, PhD yang dilansir

kidshealth.org adalah,

“If you use a smartphone, tablet, or computer to play games and chat
with friends, you also have an online identity. That means you have an
identity that's related to how you look, what you do, and what you say
when you're using the computer.”
online identity yang berarti adalah identitas yang berhubungan

dengan penampilan seseorang, seperti apa yang dilakukan, dan apa yang

dikatakan ketika seseorang menggunakan komputer khususnya ketika

menggunakan internet.

Ada hubungan antara online identity dengan penelitian yang

dilakukan oleh peneliti, bagaimana identitas orang tua dan anak ketika

online di media sosial facebook dan identitas ketika sedang offline di

media sosial facebook.


58

2.2.5 Media Sosial Facebook

Facebook adalah media sosial yang cukup populer di kalangan

masyarakat dunia. Facebook adalah akses jaringan sosial, yang

penggunaanya tidak dipungut biaya apa pun, yang di organisasikan oleh

perusahaan Facebook. (Budiargo, 2015: 38-41).

Situs jaringan sosial yang awalnya diprakarsai oleh Mark Zuckerberg,

Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes yang oenah menjadi Mahasiswa

Universitas Harvard pada tahun 2004 ini, sangat mudah diterima oleh

masyarakat. Kisah munculnya Facebook ini bisa juga ditonton dalam film

“The Social Network”.

Dalam bukunya pula Budiargo (2015:29) menjelaskan Facebook

adalah website yang relatif baru sebagai media komunikasi yang

memudahkan orang membuat informasi tentang dirinya, berkolaborasi

dengan yang lain, dan membangun komunitas dan ini akan menjadi alat

untuk organisasi diri mereka sendiri (Tapscotts, 2009:18)

Untuk menjadi anggota dari media sosial ini cukup dengan

mengakses domain www.facebook.com lalu mengisi data diri, gratis dan

tidak dipungut biaya. Facebook memiliki bergbagai fasilitas atau fitur

(Feature), di antaranya wall, suatu fitur di mana profil pengguna yang ingin

ditampilkan dapat dilihat. Perbedaan masing-masing wall dapat dilihat pada

news feed individu. Wall diperuntukan pengguna facebook untuk menuliskan

catatan- catatan yang singkat dan bersifat sementara. Apabila ingin bertukar
59

pesan secara pribadi bisa menggunakan inbox personal. News Feed di

Facebook bersifat customizable pengguna bisa merancang sesuai

keinginannya sendiri. News Feed berisi informasi mengenai perubahan

profil, kejadian-kejadian atau kegiatan yang dilakukan, dan juga percakapan

yang muncul di wall.

Selain itu ada juga fitur Photos, notes, dan chat. Fitur chat ini

memberi kemudahan kepada pengguna facebook untuk berkomunikasi

secara langsung dengan teman yang sedang online. Melalui chat kita bisa

berkomunikasi secara langsung.

Facebook menempati posisi sebagai situs jejaring sosial paling

populer menurut rating Alexa.com. Fcebook merupakan situs jejaring sosial

populer di dunia setelah Google. (Junaedi , 2011:144)

Facebook bukanlah situs jejaring sosial pertama di indonesia,

sebelumnya ada friendster, situs jejaring sosial pertama di dunia yang

populer di dindonesia di tahun 2008.

Ada beberapa alasan yang dijelaskan Junaedi dalam bukunya

Komunikasi 2.0 Teoritisasi dan Implikasi yaitu pola interaksi di facebook

dirasa lebih menarik dan juga lebih mudah ketimbang di friendster. Facebook

mengembangkan fitur terdahulu yang dimiliki friendster dengan

menambahkan fitur chatting, photos, notes (blogging), wall, comment,

games, info (profil pengguna), links, event, applications, messages (untuk

email), friend requests, notifications, dan privacy setting yang bisa


60

disesuaikan dengan keinginan pengguna. Selain itu ada fitur yang

memugkinkan facebook untuk membagikan video dan juga link berita secara

online. Facebook mencoba merambah ke segala bentuk interaksi manusia

merupakan salah satu kunci dari kesuksesannya menarik minat pengguna

internet.
61

2.2.6 Interaksionisme Simbolik

George Herbert Mead dalam Jalaludin Rahmat menjelaskan

(2007:103-104) Interaksionisme Simbolik adalah bagaimana memandang diri

kita seperti orang lain memandangnya, kemudian mencoba menempatkan

diri kita sebagai orang lain.

Orang tergerak untuk bertindak berdasarkan makna

diberikannya pada orang, benda dan peristiwa. Makna-makna ini diciptakan

dalam bahasa yang digunakan orang baik untuk berkomunikasi dengan

orang lain maupun dengan dirinya dan untuk berinteraksi dengan orang lain

dalam sebuah komunitas West(2008:98 dalam Hardiyanti,2014:23)

Hal ini sama seperti yang dijelaskan oleh Blumer (Poloma,

Marget,2000:258) ia mengansumsikan tiga premis interaksionisme simbolik:

1. Manusia bertindak terhadap sesuatu berdasarkan makna-

makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka

2. Makna berasal dari interaksi sosial seseorang dengan orang

lain

3. Makna-makna tersebut disempurnakan di saat proses interaksi

sosial berlangsung.

Interaksionisme simbolik menjelaskan proses dimana diri sendiri di

kembangkan. Interaksionisme simbolik, sebuah pergerakan dalam sosiologi,

berfokus pada cara-cara manusia membentuk makna dan susunan dalam


62

masyarakat melalui percakapan. (Littlejohn, 2009:231) Barbara Ballis Lal

meringkaskan dasar-dasar pemikiran gagasan ini:

 Manusia membuat keputusan dan bertindak sesuai pemahaman

subjektif mereka terhadap situasi ketika mereka menemukan diri

mereka.

 Kehidupan sosial terdiri dari proses-proses interaksi daripada

susunan, sehingga terus berubah.

 Manusia memahami pengalaman mereka melalui makna-makna yang

ditemukan dalam simbol-simbol dari kelompok utama mereka dan

bahasa merupakan bagian penting dalam kehidupan sosial.

 Dunia terbentuk dari objek-objek sosial yang memiliki nama dan

makna yang ditemukan secara sosial.

 Tindakan manusia didasarkan pada penafsiran mereka, di mana objek

dan tindakan yang berhubungan dalam situasi yang dipertimbangkan

dan diartikan.

 Diri seseorang merupakan sebuah objek yang dignifikan dan layaknya

semua objek sosial, dikenalkan melalui interaksi sosial dengan orang

lain.

Interaksionisme simbolik dikaitkan dengan penelitian untuk

melihat bagaimana interaksi yang dilakukan oleh orang tua dan anak

saat online dan saat offline menggunakan media sosial facebook.


63

2.3 Bagan Alur Pikir

Paradigma
konstruktivis

- Konsep diri

- Pola komunikasi
- Pendekatan keluarga
kualitatif Pemanfaatan media
sosial Facebook - CMC
- metode sebagai tempat
etnografi - Interaksionisme
interaksi antara
komunikasi simbolik
orang tua dengan
anak - Teori Identitas dan
Konstruksi diri

Pola Komunikasi online Pola Komunikasi offline


orang tua dengan anak orang tua dengan anak
menggunakan menggunakan facebook
Facebook

Pola komunikasi, proses komunikasi


Konstruksi komunikasi tatap muka, pengelolaan identitas
antara orang tua dan dan hambatan-hambatan yang
anak saat online dan terjadi dalam pola komunikasi online
dan offline antara orang tua dan
offline menggunakan
anak menggunakan facebook
facebook

KESIMPULAN
DAN

SARAN
64

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian

Secara umum paradigma dapat diartikan sebagai seperangkat kepercayaan

atau keyakinan dasar yang menuntun seseorang dalam bertindak dalam

kehidupan sehari-hari. Pengertian ini dianut juga oleh Guba, yang mengamini

konsepsi Thomas Khun tentang paradigma sebagai seperangkat keyakinan

mendasar yang memamdu tindakan, baik tindakan keseharian maupun dalam

penyelidikan ilmiah (Guba, 1990 dalam Agus Salim, 2006 : 63)

Tabel 3.1 Tiga Paradigma Penelitian Ilmu Sosial

Positivisme & Post- Konstruktivisme Teori


Positivisme (interpretif) Kritis
Menempatkan ilmu Memandang ilmu Mentafsirkan ilmu
sosial seperti ilmu ilmu sosial sebagai analisis sosial sebagai proses
alam, yaitu metode sistematis atas “sicially kritis mengungkap “the
terorganisir untuk meaningful action” real structure” di balik
mengkombinasikan melalui pengamatan ilusi dan kebutuhan
“deductive logic” melalui langsung terhadap palsu yang ditampakan
mengamatan empiris, aktor sosial dalam dunia materi, guna
agar mendapatkan setting yang alamiah, mengembangkan
konfirmasi tentang agar dapat memahami kesadaran sosial untuk
hukum kausalitas yang dan menafsirkan memperbaiki kondisi
dapat digunakan bagaimana aktor sosial kehidupan subjek
memprediksi pola umum menciptakan dan penelitian.
gejala sosial hukum. memelihara dunia
sosial.
65

Contoh Teori Contoh Teori Contoh Teori

Ekonomi Politik Liberal Konstruktivisme Strukturalisme


Ekonomi Politik Ekonomi Politik
Teori Modemisasi, teori (Golding & Murdock) (Schudson)
pembangunan negara
berkembang Fenomenologi, Instrumentalisme
Etnometodologi Ekonomi Politik
Interaksionisme (Chomsky, Gramsi dan
Simbolik (lowa school) Interaksi simbolik Adomo)
(Chicago School)
Adenga setting, Teori Teori Tindakan
Fungsi Media Konstruktivisme Komunikasi (Jurgen
(Social construction of Habermas)
reality Peter L. Berger)

(Dedy N. Hidayat, dalam Salim 2006:72)

Penulis menggunakan paradigma konstruktitvis dimana menurut Agus

Salim dalam bukunya yang berjudul Teori dan Paradigma Penelitian Sosial:

Buku Sumber Untuk Penelitian

“Paradigma ini hampir merupakan antitesis terhadap paham

yang menempatkan pentingnya pengamatan dan objektivitas dalam

menemukan suatu realitas atas ilmu pengetahuan.”

Secara ontologis, aliran ini menyatakan bahwa realitas itu ada dalam

beragam bentuk konstruksi mental yang didasarkan pada pengalaman

sosial, bersifat lokal dan spesifik, serta tergantung pada pihak yang

melakukannya (Salim, 2006:71-72)


66

Paradigma ini menyatakan bahwa hubungan antara pengamat dan

objek merupakan suatu kesatuan, subjektif dan merupakan hasil perpaduan

interaksi di antara keduanya.

Penulis menggunakan paradigma ini untuk mengetahui adanya pesan

yang sudah dikonstruksi antara orang tua dan anak remaja pengguna media

sosial facebook ketika berkomunikasi saat online dan offline. Sehingga

peneliti melibatkan dirinya dengan objek penelitian untuk mengetahui pola

komunikasi yang terbentuk dari orang tua dan anak remaja pengguna

facebook saat online dan offline.

3.2 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dibagi menjadi dua (Sugiono, 2013: 10-13),

yaitu :

1. Pendekatan Kuantitatif

Pendekatan kuantitatif dapat diartikan sebagai metode

penelitian yang berdasarkan pada filsafat positivisme, digunakan

untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data

menggukan instrumen peneltian, analisis data bersifat kuantitatif atau

statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

Penelitian ini pada umumnya dilakukan pada populasi atau sampel

tertentu yang representatif. Proses penelitian bersifat deduktif, di

mana untuk menjawab rumusan masalah menggunakan konsep atau

teori sehingga dapat dirumuskan hipotesis. Dalam hal ini pendekatan


67

kuantitatif dapat dibagi menjadi dua, yaitu metode eksperimen dan

metode survei.

2. Pendekatan Kualitatif

Pendekatan kualitatif sering disebut metode penelitian

naturalistik kerena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah

(natural setting) disebut juga sebagai metode etnografi, karena pada

awalnya metode ini lebih banyak digunakan untuk penelitian bidang

antropologi budaya disebut metode kualitatif kerena data yang

terkumpul dan analisisnya lebuh bersifat kualitatif. Penelitian dilakukan

pada obyek yang alamiah. Obyek alamiah adalah obyek yang

berkembang apa adanya, tidak dimanipulasi oleh peneliti dan

kehadiran peneliti tidak mempengaruhi dinamika pada obyek tersebut.

Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human

instrument, yaitu peneliti itu sendiri.

Penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif yang menurut

Afrizal di bukunya Metode Penelitian Kualitatif : Sebuah Upaya Mendukung

Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai Disiplin Ilmu didefinisikan

sebagai

Metode penelitian ilmu-ilmu sosial yang mengumpulkan dan


menganalisis data berupa kata-kata (lisan maupun tulisan) dan
perbuatan-perbuatan manusia serta peneliti tidak berusaha
menghitung atau mengkuantifikasikan data kualitatif yang telah
diperoleh, dengan demikian tidak menganalisis angka-angka.
68

Konsep pengertian kualitatif sebenarnya menekankan pada proses. Ini

berarti, tatkala menghadapi fenomena yang memang dapat diukur.

Fenomena tersebut diteliti atau diukur tidak secaraketat, sebagaimana dilihat

dari kualitas, jumlah, intensitas atau frekuensi yang menyertainya. Periset

kualitatif lebih menekankan sifat realitas yang dibangun secara sosial,

hubungan intim antara periset dan yang dipelajari, seta kendala situasional

yang membentuk. Periset kualitatif menegaskan bahwa suatu penelitian

bersifat penuh dengan nilai (value-laden). Mereka berusaha menjawab

pertanyaan tentang bagaimana pengalaman sosial diciptakan dan diberi arti.

Sebaliknya, periset kuantitatif lebih menekankan pada pengukuran pada

pengukuran dan analisis hubungan kasualitas antar variabel, dan bukan

melihat prosesnya. (Agus. 2006:40)

Menurut Lodico, Spaulding, dan Voegetle (2006) di dalam buku Emzir

yang berjudul Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data

“penelitian kualitatif, yang juga disebut penelitian interpretif atau


penelitian lapangan adalah suatu metodologi yang dipinjam dari disiplin ilmu
sosiologi dan antropologi dan diadaptasi ke dalam seting pendidikan. Peneliti
kualitatif menggunakan metode penalaran induktif dan sangat percaya
bahwa terdapat banyak perspektif yang akan dapat diungkapkan. Penelitian
kualitatif berfokus pada fenomena sosial dan pada pemberian suara pada
perasaan dan persepsi dari partisipan di bawah studi.”
69

3.3 Metode Penelitian

Penulis menggunakan metode penelitian etnografi komunikasi . Studi

etnografi komunikasi adalah pengembangan dari antropologi linguistik yang

dipahami dalam konteks komunikasi. Studi ini diperkenalkan pertama kali

oleh Dell Hymes pada tahun 1962, sebagai kritik terhadap ilmu linguistik

yang terlalu memfokuskan pada fisik bahasa saja.

Definisi etnografi komunikasi itu sendiri adalah pengkajian peranan

bahasa dalam perilaku komunikatif suatu masyarakat, yaitu cara-cara

bagaimana bahasa dipergunakan dalam masyarakat yang berbeda-beda

kebudayaannya. (Kuswarno. 2008:11)

Etnografi memulainya dengan melihat interaksi antar individu dalam

setting alamiahnya, kemudian melanjutkannya dengan menjelaskan pola-

pola perilaku yang khas, atau dengan penjelasan perilaku berdasarkan tema

budaya atau nilai-nilai yang hidup di masyarakat atau komunitas tersebut.

Etnografi komunikasi berusaha memberikan gambaran global mengenai

pandangan dan nilai-nilai masyarakat atau kelompok sebagai cara untuk

menjelaskan sikap dan perilaku komunikasi anggota-anggotanya.

(Prasetya,2012:103-14)

Etnografi komunikasi memperluas pemahaman tentang sistem budaya

dengan bahasa serta mengkaitkannya dengan aspek lain seperti organisasi

sosial, hubungan peran nilai, kepercayaan dan pengetahuan bersama yang

dimiliki bersama Seville dan Troike (Dalam Prasetya,2012:104)


70

3.3.1 Ruang Lingkup dan Fokus Kajian Etnografi Komunikasi

Hymes menjelaskan ruang lingkup kajian etnografi komunikasi

menurut sebagai berikut ini (dalam Kuswarno, Metode Penelitian Komunikasi

Etnografi Komunikasi 2008:11-14) :

1. Pola dan fungsi komunikasi (patterns and functions of


communication)
2. Hakikat dan definisi masyarakat tutur (nature and definition of
speech community)
3. Cara-cara berkomunikasi (means of communicating)
4. Komponen-komponen kompetensi komunikatif (components of
comunicative competence)
5. Hubungan bahasa dengan pandangan dunia dan organisasi sosial
(relationship of language to world view and social organization)
6. Semesta dan ketidaksamaan linguistik dan sosial (linguistik and
social universals and inqualities)
Fokus kajian etnografi adalah pola bahasa, yaitu cara komunikasi

dimana didalamnya pola bahasa disusun dan diatur baik secara linguistic

ataupun sosilogis. Kaidah interaksi yang berlaku serta kaidah-kaidah

kebudayaan yang menkadi dasar isi dan konteks peristiwa komunikasi

Seville dan Troike (1982, dalam Prasetya,2012:104) menyebutnya sebagai

kompetensi komunikasi-communication competence.

3.3.2 Etnografi Komunikasi Virtual (Virtual Ethnography)

Etnografi virtual dipahami sebagai perluasan dari metode etnografi

konvensional yang lebih menekankan pada keberadaan kelompok individu

dengan keterikatan lokasi georafis secara fisik (physical sites). Namun

sebaliknya etnografi virtual khususnya pada jejaring sosial (social networks

sites) tidak melihat pada keterikatan secara geografis, konteks tempat


71

(place) tergantikan oleh konsep ruang (space). Ruang inilah yang terbangun

melalui mediasi internet, karenanya etnografi virtual tidak fokus pada

keberadaan individu di suatu tempat namun lebih kepada keberadaan

individu dalam sebuah sistem interaksi yang berjaringan. (Prasetya,

2012:43).

Ciri khas penelitian lapangan etnografi adalah bersifat holistik,

integratif, thick description, dan analisis kualitatif untuk mendapatkan native‟s

point of view. Sehingga teknik pengumpulan data yang utama adalah

observasi-partisipasi dan wawancara terbuka serta mendalam, dalam jangka

waktu yang relatif lama dan akan sangat berbeda dengan penelitian survei

(Kuswarno, 2008:33).

Menurut Creswell (Dalam Kuswarno, 2008:34), elemen-elemen inti

dalam penelitian etnografi :

1. Menggunakan penjelasan yang detil


2. Gaya laporannya seperti bercerita (story telling)
3. Menggali tema-tema kultural, terutama tema-tema yang
berhubungan dengan peran (roles) dan perilaku dalam masyarakat
tertentu.
4. Menjelaskan “everyday of life persons”, bukan peristiwa-peristiwa
khusus yang sudah sering menjadi pusat perhatian.
5. Format laporan keseluruhannya merupakan gabungan antara
deskriptif, analitis dan interpretatif.
6. Hasil penjelasannya bukan pada apa yang menjadi agen
perubahan tetapi bagaimana sesuatu itu menjadi pelopor untuk
berubah karena sifatnya yang memaksa.
72

3.4 Objek dan Subjek Penelitian

Obyek penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini adalah para

pengguna media sosial facebook, terutama orang tua dan anak remaja

pengguna facebook.

Subyek penelitian yang berkaitan adalah orang tua baik yang bekerja,

atau tidak bekerja yang menggunakan media sosial facebook, dan berteman

dengan anak remajanya di media sosial facebook. Anak remaja yang berusia

15-18 tahun. Dalam penelitian ini subjek penelitian bisa jadi hanya satu

orang tua atau kedua orang tua yang berteman dengan anak remajanya di

media sosial facebook. Dengan syarat utama orang tua dan anak remajanya

berteman di media sosial facebook.


73

3.5 Teknik Pengumpulan Data

3.5.1 Wawancara Mendalam

Dalam melakukan penelitian, penulis akan melakukan wawancara

mendalam atau in-deepth interview. Wawancara mendalam secara umum

adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara

tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan

atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman

(guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam

kehidupan sosial yang realtif lama. Dengan demikian, kekhasan wawancara

mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan indorman.

Pewawancara adalah orang yang menggunakan metode wawancara

sekaligus dia bertindak sebagai “pemimpin” dalam proses wawancara

tersebut. Sedangkan informan adalah orang yang diwawancarai oleh

pewawancara. Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan

memahami data, informasi atau fakta dari suatu objek penelitian.

Metode wawancara mendalam in-depth interview adalah sama seperti

metode wawancara lainnya, hanya peran pewancara, tujuan wawancara,

peran informan, dan cara melakukan wawancara yang berbeda dengan

wawancara pada umumnya. Sesuatu yang amat berbeda dengan metode

wawanncara lainnnya adalah bahwa wawancara mendalam dilakukan

berkali-kali dan membutuhkan waktu yang lama bersama informan di lokasi


74

penelitian, hal mana kondisi ini tidak pernah terjadi pada wawancara pada

umumnya. (Bungin, 2007:208)

Wawancara etnografi komunikasi yang paling umum dan baik, adalah

wawancara yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang tidak memiliki

alternatif respon yang di tentukan sebelumnya. Atau yang lebih dikenal

sebagai wawancara tidak berstruktur atau juga wawancara mendalam. Jenis

wawancara ini akan mendorong subjek penelitian untuk mendifinisikan

dirinya sendiri dan lingkungannya, unutk menggunakan istilah-istilah mereka

sendiri mengenai objek penelitian. Wawancara etnografi komunikasi dapat

berlangsung selama peneliti melakukan observasi partisipan. Namun,

seringkali perlu juga wawancara khusus dengan beberapa responden. Itu

semua bergantung kepada kebutuhan peneliti akan data lapangan yang jelas

wawancara etnografi komunikasi yang terbaik adalah dalam setting

observasi partisipan, dengan level spontanitas yang tinggi.

(Kuswarno,2008:54)

3.5.2 Observasi Partisipan dan Observasi non Partisipan

Penulis menggunakan juga observasi dalam mengumpulkan

data untuk penelitian. Obsevasi yang digunakan adalah observasi partisipan

yakni ketika penulis berada di lokasi penelitian bersama dengan subjek

penelitian dan observasi non partisipan yaitu dengan melihat media sosial

facebook masing-masing informan.


75

Obesrvasi partisipan adalah metode tradisional yang digunakan dalam

antropologi dan merupakan sarana untuk peneliti masuk ke dalam

masyarakat yang ditelitinya. Peneliti berusaha untuk menemukan peran

untuk dimainkan sebagai anggota masyarakat tersebut, dan mencoba untuk

memperoleh perasaan dekat dengan nilai-nilai kelompok dan pola-pola

masyarakat. (Kuswarno, 2008:49)

Pada penelitian etnografi menurut Engkus Kuswarno dalam Metode

Penelitian Etnografi Komunikasi (2008) Pada penelitan etnografi komunikasi,

etnografer (peneliti) tidak melulu mengambil perspektif outsider tetapi

gabungan antara insider dan outsider. Dengan mengkombinasikan observasi

dan pengetahuan-pengetahuan sendiri, etnografer bisa menjangkau

kedalaman dan mengkaji keterkaitan makna secara lembut, dalam cara-cara

yang tidak mungkin dicapai melalui perspektif outsider. Tetapi dengan posisi

outsider, peneliti menjadi lebih mudah untuk melakukan intropeksi dan

koreksi. Sehingga, apabila etnografer mampu berfungsi sebagai informan

sekaligus observer, maka sebagian masalah verifikasi bisa teratasi, dan

koreksi terhadap spekulasi bisa diberikan. Observasi partisipan juga

merupakan cara yang efektif untuk mengubah status peneliti dari outsider

menjadi insider.

Penulis juga menggunakan observasi non partisipan yang akan

digunakan untuk melihat halaman, wall, dan postingan media sosial facebook

subjek penelitian.
76

Observasi non partisipan digunakan untuk mengamati perilaku-

perilaku atau kegiatan yang tidak memungkinkan peneliti atau etnografer

untuk terlihat di dalamnya. Metode ini juga baik digunakan apabila peneliti

belum atau tidak diterima sebagai bagian masyarakat yang ditelitinya.

(Kuswarno, 2008:58)

3.5.3 Studi Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film dari record yang

tidak dipersiapkan karena adanya permintaan dari seorang penyidik Guba

dan Lincolin (1981, dalam Moeleong, 2002:161)

Dokumentasi dalam penelitian dapat membantu peneliti untuk

menelaah sumber-sumber sekunder lainnya, karena situasi yang dikaji

memiliki sejarah dan dokumen-dokumen tersebut dapat menjelaskan aspek

tersebut (Mulyana.2011:196). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan

dua teknik pengumpulan dokumen, yaitu:

a. Data primer

Dengan data primer, setelah peneliti melakukan wawancara dan

observasi langsung ke rumah informan. Peneliti meneliti akun

facebook masing-masing informan dan men-capture halaman

facebook informan di www.facebook.com dengan nama facebook

masing-masing informan.
77

b. Data sekunder

Guna memenuhi informasi dalam penelitian ini peneliti juga

melakukan pencarian data melalui sumber-sumber tertulis untuk

memperoleh informasi objek penelitian, dalam buku, jurnal penelitian,

dan mengakses web terkait dengan penelitian.

3.6 Teknik Keabsahan Data

Pada etnografi komunikasi, intropeksi juga berfungsi sebagai tahap

akhir metode observasi partisipan. Selain intropeksi sebagai teknik etnografi

komunikasi untuk pemeriksaan keabsahan data, triangulasi juga digunakan

sebagai teknik keabsahan data sebagai ciri khas penelitian kualitatif.

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagi sumber dengan berbagai cara, dan berbagai

waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik

pengumpulan data dan waktu. (Sugiyono, 2011:273-274)

Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Adapun caranya,

antara lain dengan pengecekan data melalui sumber yang lain. Sehingga

penting bagi seseorang etnografer untuk selalu mencek silang atau tulang

data yang telah diperolehnya. Informasi bisa berasal dari sumber atau

informan lain, atau pengecekan ke dalam data tertulis. (Kuswarno, 2008:65)


78

Penulis menggunakan triangulasi sumber yang dijelaskan oleh Sugiyono

dalam bukunya Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D,sebagai

berikut :

Triangulasi sumber adalah Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas

data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui

beberapa sumber. Sebagai contoh, untuk mengkaji kredibilitas data tentang

gaya kepemimpinan seseorang, maka pengumpulan dan pengujian data

yang telaj diperoleh dilakukan ke bawaha yang dipimpin, ke atasan yang

menugasi, dan ke teman kerja yang merupakan kelompok kerjasama. Dari

tiga sumber tersebut, tidak bisa dirata-ratakan seperti dalam penelitian

kuantitatif, tetapi di deskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan yang

sama, yang berbeda, dan mana spesifik dari tiga sumber tersebut. Data yang

telah dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu kesimpulan

selanjutnya dimintakan kesepakatan (member check) dengan tiga sumber

data tersebut.

Dalam penelitian ini penulis akan membandingkan hasil penelitian

dengan salah satu ahli komunikasi atau ahli psikologi keluarga, terutama

para ahli yang menguasai tentang media sosial dan media baru.
79

3.8 Teknik Analisis Data

Pada dasarnya proses analisis data dalam etnografi berjalan

bersamaan dengan pengumpulan data. Ketika peneliti melengkapi catatan

lapangan setelah melakukan oservasi, pada saat itu sesungguhnya ia telah

melakukan analisis data. Sehingga dalam etnografi, peneliti bisa kembali lagi

ke lapangan untuk mengumpulkan data, sekaligus melengkapi analisisnya

dan data yang mendukung cukup.

Peneliti akan menggunakan teknik analisa Deskrispsi, Analisis, dan

interpretasi. Menurut Creswell dalam Kuswarno (2008) teknik analisis data

dalam penelitan etnografi adalah :

1. Deskripsi

Pada tahap pertama ini peneliti akan mempresentasikan hasil

penelitiannya dengan menggambarkan secara detil objek

penelitiannya. Gaya penyampaiannya kronologis dan seperti

narator. Diantaranya menjelaskan day In the life secara kronologis

atau berurutan dari seseorang atau kelompok masyarakat dengan

membangun alur cerita dan karakter. Dengan membuat deskripsi

peneliti mengemukakan latar belakang dari masalah yang diteliti

dan tanpa disadari merupakan persiapan awal menjawab

pertanyaan penelitian.
80

2. Analisis

Pada tahap ini beberapa data akurat mengenai objek penelitian,

biasanya melalui tabel, grafik, diagram, model yang

menggambarkan objek penelitian. Penjelasan pola-pola atau

regularitas dari perilaku yang diamati. Pada tahap ini peneliti dapat

mengemukakan kritik atau kekurangan terhadap peneltian yang

telah dilakukan, dan menyarankan desain penelitian yang baru,

apabila ada yang akan melanjutkan penelitian atau akan meneliti

hal yang sama.

3. Interpretasi

Interpretasi adalah tahap akhir analisis data dalam penelitian

etnografi. Pada tahap ini peneliti akan mengambil kesimpulan dari

penelitian yang telah dilakukan, dalam tahap ini peneliti

menggunakan kata orang pertama dalam penjelasannya, untuk

menegaskan bahwa apa yang ia kemukakan adalah murni hasil

interpretasinya.
81

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Obyek

4.1.1 Facebook

Facebook adalah media sosial yang cukup populer di kalangan

masyarakat dunia. Menurut Budiargo dalam bukunya Berkomunikasi Ala Net

Generation, (2015: 38-41). “Facebook adalah akses jaringan sosial, yang

penggunaanya tidak dipungut biaya apa pun, yang di organisasikan oleh

perusahaan Facebook. “

Situs jaringan sosial yang awalnya diprakarsai oleh Mark Zuckerberg,

Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes yang oenah menjadi Mahasiswa

Universitas Harvard pada tahun 2004 ini, sangat mudah diterima oleh

masyarakat. Kisah munculnya Facebook ini bisa juga ditonton dalam film

“The Social Network”.

Dalam bukunya pula Budiargo (2015:29) menjelaskan Facebook

adalah website yang relatif baru sebagai media komunikasi yang

memudahkan orang membuat informasi tentang dirinya, berkolaborasi

dengan yang lain, dan membangun komunitas dan ini akan menjadi alat

untuk organisasi diri mereka sendiri (Tapscotts, 2009:18)


82

Facebook awal berdiri pada tahun 2004 dengan nama awal The

Facebook, jejaring sosial ini diprakarsai oleh Mark Zuckerberg. Dustin

Moskovitxz, dan Chris Hughes. Pada awalnya Zuckerberg hanya membuat

Facebook untuk kalangan mahasiswa di Harvard. Dan tidak lebih dari

sebulan sudah setengah anggota yang lulus bergabung ke Facebook.

Hingga pada enam bulan setelahnya Facebook menjadi sangat populer dan

Zuckerberg membuka pintu untuk Universitas Yale, setelah setahun

kemunculan Facebook sudah lebih dari 2000 anggota kampus dan 25 ribu

sekolah bergabung dengan media sosial ini, akhir 2004 hingga 2005 adalah

awal kejayaan media sosial Facebook ini 16

Untuk menjadi anggota dari media sosial ini cukup dengan

mengakses domain www.facebook.com lalu mengisi data diri, gratis dan

tidak dipungut biaya. Facebook memiliki bergbagai fasilitas atau fitur

(Feature), di antaranya wall, suatu fitur di mana profil pengguna yang ingin

ditampilkan dapat dilihat. Perbedaan masing-masing wall dapat dilihat pada

news feed individu. Wall diperuntukan pengguna facebook untuk menuliskan

catatan- catatan yang singkat dan bersifat sementara. Apabila ingin bertukar

pesan secara pribadi bisa menggunakan inbox personal. News Feed di

Facebook bersifat customizable pengguna bisa merancang sesuai

keinginannya sendiri. News Feed berisi informasi mengenai perubahan

profil, kejadian-kejadian atau kegiatan yang dilakukan, dan juga percakapan

yang muncul di wall.


16
Dikutip dari http://www.peoplehope.com/chat/mark-zuckerberg-s-facebook-story 26/7/2015 pkl
08:46AM
83

Selain itu ada juga fitur Photos, notes, dan chat. Fitur chat ini

memberi kemudahan kepada pengguna facebook untuk berkomunikasi

secara langsung dengan teman yang sedang online. Melalui chat kita bisa

berkomunikasi secara langsung.

Facebook menempati posisi sebagai situs jejaring sosial paling

populer menurut rating Alexa.com. Fcebook merupakan situs jejaring sosial

populer di dunia setelah Google. Junaedi (2011:144)

Facebook bukanlah situs jejaring sosial pertama di Indonesia,

sebelumnya ada friendster, situs jejaring sosial pertama di dunia yang

populer di dindonesia di tahun 2008. Ada beberapa alasan yang dijelaskan

Junaedi dalam bukunya Komunikasi 2.0 Teoritisasi dan Implikasi yaitu pola

interaksi di facebook dirasa lebih menarik dan juga lebih mudah ketimbang di

friendster. Facebook mengembangkan fitur terdahulu yang dimiliki friendster

dengan menambahkan fitur chatting, photos, notes (blogging), wall,

comment, games, info (profil pengguna), links, event, applications, messages

(untuk email), friend requests, notifications, dan privacy setting yang bisa

disesuaikan dengan keinginan pengguna. Selain itu ada fitur yang

memugkinkan facebook untuk membagikan video dan juga link berita secara

online. Facebook mencoba merambah ke segala bentuk interaksi manusia

merupakan salah satu kunci dari kesuksesannya menarik minat pengguna

internet.
84

Facebook memperbaharui fiturnya per-tahun 2013 kemarin

berdasarkan penjelasan dari peoplehope.com17 yaitu:

A. Status Update

Fitur yang paling dasar dan sering di gunaan oleh user, untuk

melakukan posting pesan berupa teks, gambar, link, video. Status update

nantinya dapat dilihat oleh teman-teman di facebook. Temnan-teman yang

melihat status facebook dapat memberikan komentar atau „like‟ pada

postingan kita tersebut. Update status terbaru akan muncul paling atas di

timeline dan juga tercatat dalam bagian “recently Updated” pada daftarteman

user tersebut.

Gambar 4.1.1 Fitur Status Update di Facebook

B. Timeline

Fitur pembaharuan dari profil dan wall facebook yang diberlakukan

sejak tanggal 15 Desember 2011. Disini semua konten postingan user akan

di atur dan di tampilkan pada orang lain, khusus nya temen-temen yang ada

17
Peoplehope.com dalam “Fitur-Fitur Dasar Facebook dan Beberapa Update Fitur Terbaru Facebook
2013” diakses 27/7/15 pkl: 15:00 di http://www.peoplehope.com/chat/fitur-fitur-dasar-
facebook-dan-beberapa-update-fitur-terbaru-facebook-2013
85

di facebook. Di timeline ini foto, video dan posting yang ada akan di

katagorikan dan diurutkan berdasarkan waktu upload nya (penayangan)

sehingga sepintas seperti catatan harian yang mengisahkan perjalanan user

tersebut sejak bergabung dengan facebook.

Gambar 4.1.2 Fitur Timeline Pada Facebook

C. Friends

Fitur ini digunakan oleh facebookers untuk mencari dan mendapatkan

teman, dengan cara mengetikkan kata percarian (nama orang, group,

berdasarkan lokasi, nama sekolah dan sebagainya) kemudian mengirimkan

permintaan untuk menjadi teman (send friend request). Kedua facebookers

dapat menjadi teman jika pihak yang mendapat request menyetujuinya

(accept friend request). User dapat menolak permintaan tersebut atau

menyembunyikannya dengan menggunakan tombol “not now”.


86

Gambar 4.1.3 Fitur Friends di Facebook

D. Like

Fitur ini di buat facebook sebagai mekanisme atau cara untuk

menyampaikan pesan “positive feedback” dan menghubungkan hal-hal apa

saja yang diminati oleh facebookers tersebut. User dapat memberikan

feedback “like” ini pada status teman, komentar, foto-foto yang di publish

atau link yang dikirimkan oleh teman, halaman fanpage di facebook, iklan-

iklan yang dimunculkan di facebook cukup dengan menekan tombol “like”

yang ada di bawah konten tersebut.

Gambar 4.1.4 Fitur Like di Facebook


87

E. Message and Inbox

Fitur ini digunakan untuk mengirimkan pesan kepada user lain secara

private (private message). User dapat mengirimkan pesan kepada banyak

teman sekaligus. Sejak akhir tahun 2010, facebook meluncurkan “facebook

messages”. Setiap facebookers di beri alamat semacam email dengan

@facebook.com, namun bukanlah sekedar email saja tapi merupakan

gabungan antara SMS (teks messaging), pesan chat (instant messaging),

email, dan private message.

Gambar 4.1.5 Fitur Message and Inbox di facebook

F. Privacy and Security

Sejak Mei 2011, facebook meluncurkan Fitur keamanan dan privasi

baru yang di rancang untuk memberikan tingkat keamanan dan kenyamanan

bagi para facebookers dari serangan malware maupun pembajak akun

facebook nya. Facebook telah menerapkan mekanisme autentikasi dengan

menggunakan dua lapisan “log in approval” dimana jika Fitur ini diaktifkan,

user harus memasukan kode yang dikirimkan lewat SMS ke handphone


88

pemilik account pada saat user melakukan log in dari perangkat baru atau

perangkat yang tidak dikenali.

Gambar 4.1.6 Fitur Privacy and Security di Facebook

G. Notification

Fitur ini merupakan semacam Fitur yang memberikan informasi

berupa tanda pemberitahuan yang mencul pada bagian toolbar atas,

biasanya berupa pop-up berwarna merah. Notification ini beripa

pemberitahuan adanya request firend, pesan yang masuk ke inbox atau

pesan yang dibagikan di wall teman, ada komentar baru pada gambar user

tersebut, atau gambar dimana user tersebut pernah memberikan komentar.

Gambar 4.1.7 Fitur Notification di Facebook


89

H. News Feed

Pada dasarnya merupakan tempat aktifitas user dan teman-temannya

tertampil secara berkala. News feed memberikan highlight informasi seperti

penggantian profil, event-event, update status dan update info lainnya. News

feed sering kali tidak terorganisir dengan baik sehingga kesannnya banyak

oinformasi yang tidak diinginkan oleh user dan beberapa berpendapat bahwa

informasi tersebut memudahkan untuk melakukan pelacakan aktifitas

facebookers, seperti status hubungan, kejadian, dan percakapan dengan

user lain sehingga privasi user menjadi terganggu dan terlalu terekspos.

Pada Maret 2012, facebook telah meluncurkan desain terbaru dari news feed

yang dikatakan sangat berbeda dari sebelumnya.

Gambar 4.1.8 Fitur News feed di Facebook

I. Networks, Groups, and Pages

Selain ditujukan untuk pengguna secara personal (pribadi), facebook

juga terbuka bagi kelompok, organisasi, lembaga, atau perusahaan

untukbergabung dalam jejaring sosial ini. Hal ini hampir sama dengan

membuat blog di facebook dan menjadi administratornya. Banyak


90

perusahaan atau public figure yang menggunakan Fitur ini dengan membuat

halaman khusus yang disebut “fanpage”. Bahkan Fitur ini menjadi salah satu

faktor kesuksesan kampanye presiden Amerika, Barrack Obama di tahun

2008 yang lalu.

Gambar 4.1.9 Fitur Networks, Groups and Pages di Facebook

4.1.2 Komunikasi antara Orang Tua dan Anak

Keluarga merupakan awalan dari semuanya, komunikasi yang terjalin

di dalam keluarga terdiri dari komunikasi antara suami dan istri, ayah dan

anak, ibu dan anak, dan komunikasi antara anak. Komunikasi antara orang

tua dan anak adalah hal yang paling dasar terjadi dalam sebuah keluarga.

Akan tetapi komunikasi antara orang tua dan anak terjadi sedikit

perubahan semenjak munculnya era informasi yang sangat cepat melalui

internet. Ada pengelompokan antara orang tua dan anak. Orang tua sering

disebut sebagai Digital Immigrant, dan anak sebagai Digital Nattive. Istilah ini

pertama kali dibahas oleh Marc Prensky (2001).


91

Prensky menjelaskan bahwaDigital Immigrant adalah mereka yang

lahir pada masa sebelum era digital dan mencoba untuk hijrah ke era digital

dengan beradaptasi dengan kondisi yang ada sekarang.Digital Native

adalah generasi yang lahir dan hidup di era yang serba digital

Prensky mengkategorikan Digital Native sebagai anak-anak dari

bangku TK hingga perguruan tinggi pada jaman sekarang. Sedangkan Digital

Immigrant adalah para orang tua dan guru mereka.


18
Seperti yang dilansir oleh female.kompas.com Anna Surti Ariani, Psi,

mengungkapkan bahwa idealnya komunikasi dalam keluarga ini berjalan dua

arah, dari orangtua ke anak dan dari anak ke orangtua. Namun, banyak

keluarga yang hanya menerapkan komunikasi satu arah, yaitu dari orangtua

ke anak. Anna Juga menjelaskan tentang cara berkomunikasi dengan anak

secara efektif ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya :

- Bersedia mendengarkan
- Beri pertanyaan yang tepat
- Lihat kondisi ketika mengobrol
- Selingi dengan camilan
- Perhatikan posisi tubuh ketika berbicara

Dengan memperhatikan faktor-faktor diatas keefektifan komunikasi

antara orang tua dan anak bisa terjalin. Komunikasi anak dan orang

tua sering kurang berhasil karena ketidakpahaman akan hal kecil

yang bisa mempengaruhi keefektifan komunikasi antara orang tua dan

anak.

18
Agar Komunikasi Orangtua-Anak Lebih Efektif Diakses dari
www.female.kompas.comhttp://female.kompas.com/read/2013/05/17/21024071/Agar.Komunikasi.
OrangtuaAnak.Lebih.Efektif pada tanggal 30/7/15 pkl 20:00
92

4.1.3 Orang tua dan Anak Pengguna Facebook sebagai Masyarakat

tutur Etnografi Komunikasi

Semakin berkembangnya interaksi di dunia maya maka terjadi perubahan

cara berkomunikasi baik secara virtual atau secara nyata. Hal ini juga

merangsang terjadinya komunitas virtual, ada empat faktor yang muncul

sebagai karakter komunitas virtual (Budiargo,2015:117), yaitu :

- Konteksnya eksternal
- Struktur yang tidak tetap
- Tujuan kelompok atau minat yang sama
- Karakteristik partisipannya
Jika keempat karakteristik itu terpenuhi dan ada dalam interaksi

mereka dan berlangsung terus-menerus, maka komunitas yang

bersifat virtual pun akan terwujud.

James Carey (Dikutip Jones 1995) mengatakan,

“saat ini komunitas baru sudah tercipta dengan bentuk baru


berupa komunitas virtual, tempat sosial yang tidak „tatap
muka‟, tetapi di bawah deifinisi yang baru dari „bertemu‟ dan
„wajah‟.”
Jadi, komunitas virtual berupa kebersamaan kepercayaan dan

kegiatan yang mempersatukan orang dalam bentuk nonfisik, yang

artinya tidak menyertakan fisik. Jadi, hubungan sosial dalam dunia

maya melalui kontak yang berulang-ulang dan minat yang spesifik

(Budiargo, 2015:116).
93

Sebagaimana diungkapkan oleh Rheingold (Budiargo, 2015:123)


“Bahwa komunitas virtual adalah kesatuan sosial yang
muncul dari net ketika orang membawanya dalam diskusi
publik dan saling berhubungan pada ruang cyber.”
Etnografi virtual dipahami sebagai perluasan dari metode

etnografi konvensional yang lebih menekankan pada keberadaan

kelompok individu dengan keterikatan lokasi georafis secara fisik

(physical sites). Namun sebaliknya etnografi virtual khususnya pada

jejaring sosial (social networks sites) tidak melihat pada keterikatan

secara geografis, konteks tempat (place) tergantikan oleh konsep

ruang (space). Ruang inilah yang terbangun melalui mediasi

internet, karenanya etnografi virtual tidak fokus pada keberadaan

individu di suatu tempat namun lebih kepada keberadaan individu

dalam sebuah sistem interaksi yang berjaringan. (Prasetya,

2012:43).

Komunitas Virtual dalam penelitian ini adalah orang tua dan

anak yang bertemu di dalam media sosial facebook. Pengkategorian

orang tua sebagai Digital Immigrant dan anak sebagai Digital Native,

bertemu dalam wadah media sosial facebook kemudian berinteraksi.

Hal ini yang menjadikan para orang tua di dalamnya sebagai

masyarakat tutur di dalam objek penelitian etnografi komunikasi, di

mana di dalamnya terdapat pola komunikasi, aktivitas berkomunikasi

dan gaya bahasa yang terjadi antara orang tua dan anak pengguna

facebook.
94

Semua anggota masyarakat tutur tidak saja sama-sama memiliki

kaidah untuk berbicara, tetapi juga satu variasi linguistik (Hymes,

dalam Koeswarno,2008:40).Sedangkan menurut Seville-troike

(Koeswarno,2008:41) level analisis di mana masyarakat tutur tidak

harus memiliki satu bahasa, tetapi memiliki kaidah yang sama dalam

berbicara. Kesamaan kaidah berkomunikasi para orang tua dan anak

pengguna facebook menjadikannya sebagai masyarakat tutur

etnografi komunikasi dalam penelitian ini.


95

4.2 Deskripsi Subyek Penelitian

Sumiyati berusia 52 tahun, memiliki pekerjaan sebagai Pegawai

Negeri Sipil di salah satu kantor kementrian di Indonesia menggunakan

facebook sejak tahun 2008. Ia memiliki 3 anak yang bernama Umar Ibnu

Abdul Aziz, Azizah dan Umar Ibnu Abdul Hafizh, keseharian perempuan

yang mencintai batik ini lebih sering dihabiskan di kantor, walaupun sibuk

bekerja, Sumyati tetap memperhatikan keseharian anaknya dengan

mengajak mereka ngobrol sehabis bekerja. Sehari-hari Sumiyati

menggunakan jasa KRL untuk berangkat ke kantornya yang sekarang

berlokasi di daerah Bogor, walau sempat merasa sedih karena kantornya

harus di pindah, Sumiyati merasa beruntung karena memang tinggal di lokasi

yang dekat dengan stasiun kereta api. Sumiyati memiliki anak laki-laki yang

masih remaja yang sekarang duduk di bangku kelas 11 SMA, di SMA 47

jakarta, namanya Umar Ibnu Abdul Hafizh, Hafizh memiliki kemiripan

dengan wajah ibunya ketimbang kakak-kakaknya, si pemalu yang suka

bermain game online ini, senang menghabiskan waktunya untuk berbicara

dengan ibunya sehabis pulang kantor. Kedekatan mereka juga terlihat ketika

penulis mengunjungi rumahnya, walau suasana rumah relatif kosong saat itu,

namun kedekatan antara Sumiyati dan anaknya terlihat sangat hangat.

Lilih Nurjanah adalah seorang karyawati berumur 41 tahun,

menggunakan facebook sejak 2009 sempat vakum dan kembali aktif pada

2011. Penggemar berat Ahmad Dhani dan Dewa 19 ini memiliki dua anak

yang masih berusia remaja, pribadi yang sangat ramah dan juga supel
96

terlihat ketika ia menjelaskan dia menyukai berteman dengan siapa saja dan

selalu berusaha menjadi orang yang open minded walau dirinya tidak pernah

merasakan bangku kuliah, Lilih merupakan pendengar setia radio Lite FM. Ia

bergabung dengan komunitasnya dan juga menjadi anggota yang intens

mengikuti perkembangan radio, walau tidak merasakan kuliah, Lilih ingin

membentuk pribadi anak-anaknya menjadi orang yang memiliki karakter,

dan juga menjadi anak-anak yang bertingkah laku baik, sehingga ia menjalin

kedekatan dengan anak-anaknya tidak hanya sebagai orang tua dan anak,

namun ia ingin selalu menjadi teman dari anak-anaknya, baginya,

memberikan kebebasan penting namun untuk mengetahui dunia anaknya

jauh lebih penting Lilih selalu mengajarkan anaknya untuk tetap sopan, dan

meminta maaf sekecil atau sebesar apapun masalahya ia tidak mau anaknya

tumbuh menjadi anak-anak yang tidak tahu diri, dan Lilih selalu mengajarkan

untuk jadi seseorang yang memiliki karakter.

Adhelya Nurussyafa adalah anak pertama dari Lilih Nurjanah, yang

baru memasuki SMA tahun ini, bersekolah di SMA 1 Tangerang Selatan, Ia

menggunakan facebook sejak dibangku kelas 6 SD sekitar tahun 2011.

Adhel terlihat lebih dewasa secara perilaku dan tutur kata ketimbang anak

seusianya, ia tahu bagaimana berkomunikasi yang sopan dengan orang

yang lebih tua, termasuk kepada peneliti. Adhel baru memasuki ulang

tahunnya yang ke 15 tahun pada tanggal 8 Juli kemarin, sebuah syukuran

diadakan di rumahnya untuk merayakan hari jadinya, kedekatan orang tua

dan anak ini terlihat dari sangat cairnya komunikasi antara keduanya,
97

suasana rumah yang hangat, dan ramai juga sederhana namun nyaman

membuat atmosfer keluarga ini semakin terasa menyenangkan. Apalagi Llih

Nurjanah merupakan orang yang sangat humoris dan baik hati.

Suhanda adalah pensiunan dari PT. Sucofindo, ia memasuki usia

yang ke 57 tanggal 19 Februari tahun ini menggunakan facebook sejak tahun

2099. Ia memiliki tiga orang anak yang bernama Teiza Adamas Gratha,

Mirza Tariszata, dan Khansa Nibraszati Bayani, sebagai seorang pensiunan

Suhanda sekarang menekuni hobinya soal batu cincin dan juga kendaraan

antik, Suhanda adalah pribadi yang tegas dan memiliki planning panjang

untuk ketiga anaknya ini, memang cukup ketat dalam menentukan peraturan

di rumahnya, semua terlihat dari ketiga anaknya yang memang disiplin. Baik

dalam beragama, ataupun masalah pendidikan, anaknya yang masih berusia

15 tahun bernama Khansa sekarang bersekolah di salah satu SMA Negeri di

Jakarta. Suhanda merupakan orang ekonomi yang terbiasa berpikir bahwa

sesuatu yang dilakukan haruslah memiliki tujuan yang jelas, dan setiap

keputusan yang diterapkan pasti akan ada resiko dibelakangnya, kondisi

keluarga yang cukup disiplin namun Suhanda tak melupakan tugasnya

sebagai ayah yang harus tetap perhatian, ia mencoba mendalami dunia

anak-anaknya dengan tidak malu untuk membuka topik pembicaraan yang

berbau masa kini, semua Ia lakukan semata untuk membuat hubungan

dengan anaknya yang dulu jarang bertemu karena sibuk bekerja kembali

terjadi keharmonisannya ketika sekarang Ia telah pensiun dan

menhghabiskan waktu bersama keluarga.


98

Ardiany adalah karyawan swasta yang juga merangkap sebagai

mahasiswa di Universitas Pamulang, sebagai tulang punggung keluarga,

Ardhiany yang berusia 44 tahun ini harus bisa membagi waktunya sebagai

ibu, istri dan juga mahasiswa. Ardiany menggunakan facebook sejak tahun

2008. Selama seminggu ia menghabiskan waktunya 5 hari bekerja dan

kuliah ketika sabtu minggu, baginya pendidikan tetap yang terpenting, walau

usia tidak muda lagi, demi mendapatkan pekerjaan yang lebih baik ibu dua

anak ini rela menghabiskan jatah weekendnya untuk belajar dengan teman-

temannya yang usianya jauh lebih muda ketimbang dia. Ardiany adalah

orang yang selalu tertawa dan berusaha untuk melihat semua masalah dari

sisi baiknya, hubungan dengan anak-anaknya memang tak selalu harmonis,

tapi baginya anak adalah alasan ia untuk tetap semangat menjalani hidup,

Ardiany menjalani operasi jantungnya tahun 2015 ini, baginya walaupun

dirinya sakit, namun itu semua tidak boleh diambil pusing. Justru ketika ia

sakit ini, ia merasa menjadi dekat dengan anak-anaknya terutama dengan

anaknya yang pertama.

Ghina Amany Syarifah adalah anak pertama dari Ardiany

menggunakan facebook sejak tahun 2008 , berusia 17 tahun, Ghina memiliki

panggilan akrab “Acip” atau “Syifa” kini bersekolah di SMA 74 Jakarta.

Remaja yang cadel huruf R ini memiliki satu adik bernama Danish Zulfan

Alfatan, kedekatan antara Ardiany dengan anak-anaknya terlihat dari cara

mereka yang bercerita seperti layaknya teman, walau kadang seling

berselisih paham, Ardiany pun masih tidur dengan anak-anaknya di kamar


99

mereka demi untuk menjalin hubungan yang lebih akrab, walau dulu ketika

Ghina masih SMP, keduanya sering bertengkar, semua berubah ketika

Ardiany sakit dan Ghina yang mulai beranjak dewasa.

Khairina akrab dipanggil yhe-yhen. Wanita berusia 44 tahun ini sedikit

nyentrik dengan potongan rambut bondol, Khairina menggunakan facebook

sejak tahun 2009. ibu dari Hafidz, Hafiza, Hana, dan Hamid ini memiliki cara

berbicara yang apa adanya, logat orang medan masih terdengar dengan

sangat kental ketika ia berbicara, Khairina menikah dengan suaminya yang

orang medan juga namun keturunan pakistan, jadi kalau dilihat ke empat

anaknya wajah mereka campuran antara medan, cina dan pakistan. Di

rumah mereka memiliki 3 anjing yang cukup lincah, alasan Khairina

memperbolehkan ada anjing di rumahnya juga sebagai alasan agar anggota

keluarganya bisa lebih saling akrab lagi satu sama lain. Khairina adalah ibu

rumah tangga yang sehari-harinya membuat masakan, kegemarannya

dengan masakan indonesia membuat dia kadang bereksperiman untuk

menyatukan makanan dari satu daerah dengan daerah lain di indonesia,

Khairina menerima pesanan makanan baik dari tetangga atau teman-

temannya, ibu yang kelihatannya cuek ini sebenarnya adalah orang yang

peduli dengan anak-anaknya, dengan ikut-ikutan gaul dan uptodate

membuat Khairina jadi lebih gampang mengetahui dunia anak-anaknya,

bicaranya agak sedikit kencang karena memang tipikal orang medan, tapi ia

adalah orang yang blak-blakan. Khairina juga tak sungkan membagikan

pengalaman masa mudanya kepada anak-anaknya, sebagai referensi dan


100

bahan perbandingan dunia anak jaman dirinya dan sekarang. Khairina juga

selalu menanmkan nilai kejujuran dan apa adanya pada setiap anak-

anaknya. Abdul Hamid Affandi, si Bungsu yang sangat pemalu ini memang

paling diam diantara kakak-kakaknya, ia lebih suka menyendiri di kamar atau

bermain ke luar, walau pendiam, dia sangat manja ke ibunya, Hamid akan

berusia 15 tahun pada tanggal 13 Oktober tahun ini, ia sekarang baru

memasuki dunia SMA. Hamid menggunakan facebook dari tahun 2011

Hamid suka menghabiskan waktu untuk bermain game online, dan dia

adalah satu-satunya orang yang protes karena ada anjing yang dipelihara di

rumahnya, meski begitu ia tidak menyiksa binatangnya. Namun lebih

mengingatkan kepada orang-orang rumah di sekitarnya. Hubungan antara

Khairina dengan anak-anaknya bisa dibilang dekat tetapi dengan sisi

cueknya Khairina membuat hubungannya dengan anak terjalin dengan

casual, karena kesibukan masing-masing anggota keluarga, Khairina hanya

bertanya kepada anak-anaknya ketika ada waktu senggang dan ketika

makan bersama tiap harinya.


101

4.3 Deskripsi Hasil Penelitian

Pada Tahap ini peneliti akan mendeskripsikan hasil wawancara yang

telah dilakukan peneliti dengan cara berkunjung ke rumah 5 keluarga yang

yaitu keluarga Ny Sumiyati, Ny Lilih Nurjanah, Tn Suhanda, Ny Ardiany, dan

Ny Khairina. Peneliti menemukan berbagai jawaban mengenai perbedaan

pola komunikasi online dan offline antara orang tua dan anak remaja

pengguna Facebook.

Ketika melakukan wawancara, peneliti ikut terjun langsung dan

observasi ke rumah para informan, berkunjung dua sampai tiga kali sekedar

untuk berbicara santai dan juga melengkapi dokumen penelitian. Selain

observasi langsung, peneliti juga melakukan observasi non partisipan

dengan mengakses halaman facebook para informaan dan melihat interaksi

yang dilakukan di masing-masing facebook para informan, secara garis

besar dan juga interaksi antara orang tua dan anak di facebook.

Dari 5 keluarga yang terdiri dari 5 orang tua dan 4 anak, peneliti

menemukan jawaban yang beragam mengenai jejaring media sosial

facebook dan komunikasi interpersonal orang tua dan anak.


102

4.3.1 Pemaknaan Media Sosial Jejaring Facebook

Untuk pemaknaan facebook menurut para informan dari sisi orang tua

ada yang melihat facebook sebagai sarana untuk bersilaturahmi baik dengan

kawan lama dan juga dengan sanak saudara yang sudah lama tidak

berjumpa, ada juga yang memaknai facebook sebagai lahan untuk mencari

informasi berita, dan juga untuk sarana berbisnis.

LLH: “Saya jadi punya banyak teman baru, yang kopi darat udah banyak
Kedua, saya ketemu saudara-saudara yang udah lama gak ketemu, yang di
padang..yang di mana gitu ya kan. Ya ketemu sama saudara di kampung yang
udah puluhan tahun ga ketemu, tiba tiba..hah? saya anaknya ini..anaknya
ini…saya cucunya ini..gitu kan oh,, bibi (saya kan orang sunda) tuh anaknya
ini ya.. ohh terus pas ke kampung tuh, eee..akhirnya kopi darat bener-
benernya tuh di kampung.
SMY : “Kalau sekarang, mungkin lebih ke bisnis yah..karena dipake untuk
jualan, kalau awal-awal kan buat silaturahmi kan banyak juga tuh orang
dengan facebook terus ketemu lagi dengan teman lama…itu kan yang jadi
pionir kaya gitu kan lewat facebook gitu.”
SHD: “Sebenarnya sih ya sebagai ini aja sebagai sarana informasi yang
mudah, yang kapanpun kita bisa dapet, beda kan sama jaman dahulu kita
Cuma denger radio, kita harus cari radio. Kalau sekarang, kan bisa dari
handphone dari komputer, nah sarana-sarana itu lah yang memudahkan kita
mendapatkan berita ya diluar news-news itu lah ya. Kaya berita internasional,
berita-berita komunitas, dan paling kalau untuk anak, kita tahu perkembangan
anak dia aktivitasnya apa, kadang kan di status kan juga dia mengatakan
kondisi dia, apa dia galau, dia senang,. “
ARD: “Oooh facebook..itu sebenernya sih menjadi tempat silaturahmi sama
temen2 yang ga pernah ketemu lagi, ketemunya di facebook, lebih ke temen
ya sih, maksudnya kalau saudara kan masih suka sering ketemu, tapi kalau
kaya temen-temen sd,smp,sma temen eeee masih kecil itu juga..juga bisa
ketemu disitu..”
KHR : “Ya banyaklah..temen yang udah lama gak ketemu, jadi ketemu udah
berpuluh tahun tiga puluh tahun ga sekolah, ketemu..terus dah gitu yang
lainnya, dapet resep..dapat pelajaran lainnya..dapat ilmu kesehatan semua,
dan informasi…”
103

Berbeda dengan para orang tua, ketika melakukan wawancara

dengan informan anak yang rata-rata berusia 15 hingga 17 tahun, jawaban

mereka mengenai pemaknaan facebook jauh lebih sederhana seperti yang

diungkapkan oleh beberapa informan anak tentang pemaknaan mereka soal

jejaring media sosial facebook. Para anak menggunakan facebook hanya

sekedar untuk berinteraksi dengan teman sebaya dan meng upload foto

bersama teman.

HFZ : “Paling buat liat foto terus ya paling ngecek orang jauh, orang jauh
apa maksudnya? Yang di luar gitu jadi bisa liat keadaanya lewat facebook..”
ADL : “Ya…gimana ya..buat komunikasi sama temen, terus buat sharing-
sharing aja gitu..”
HMD: “Hmm chattingan sama temen, kalau gak main game. Udah gitu-gitu
aja..”
Dilihat dari seberapa sering mengakses media jejaring sosial

facebook, para orang tua lebih sering ketimbang para anak. Beberapa orang

tua mengaku mengakses facebook merupakan kegiatan rutin yang harus

dilakukan pada saat waktu senggang mereka walau ada orang tua yang kini

sudah pindah ke jejaring media sosial lainnya seperti twitter, path dan

instagram.

SMY: “Uhm ya..waktu senggang terus kalau pas lagi di kantor pas waktu
senggang, kalau gak ada pekerjaan yang mendesak suka buka..”
LLH : “Ya ampun..hahaha setiap istirahat, terus jam pulang kantor itu udah
pasti bahkan saya bisa online sampai malem. Biasanya pas senggang? Oh
iya pasti pas senggang lah..kalau kerja, atau makan, kadang saya
matiin..enggak matiin sih karena di android kan ya jadi ribet gitu kalau di log
out jadi keluar dari aplikasinya aja sih.. takut juga kan dikomentarin kok
malah online sih, takutnyakan kita lagi meeting, atau apa gitu…”
SHD: Kalau sehari sih bisa dua kali gitu, kaya waktu masih kerja dulu
biasanya pagi, karena om kalau dateng kerja pagi jam 6 udah di kantor
padahal masuk kantor kan jam 8 nah untuk ngisi itu om buka facebook. Nah
kalau di kantor biasanya buka ya itu pagi, sama setelah ga ada kerjaan lah
sekitar jam 11an kita buka lagi sampai makan siang.. kadang-kadang juga
buka di hape pas menuju tempat makan kita tetep online gitu hahaha..nah
104

habis itu sore, ya kira-kira mau solat Ashar masih ada waktu luang itu kita
Cuma lihat-lihat aja gitu. Berarti cukup sering ya? Ya kalau di rata-rata
frekuensinya ya sehari 2 kali lah..
ARD:“Wah kalau awal dulu sering yah..tapi makin kesini, agak jarang gak
sesering dulu deh, karena udah ada yang lain kaya path gitu..”
KHR: “udah gak ada kerjaan, nyantai..”
Jawaban informan anak lebih bervariasi, dikarenakan sudah semakin

banyaknya media sosial yang lain. Rata-rata para informan anak hanya

membuka facebook sekedarnya saja berbeda dengan orang tua mereka.

HMD: “Dulu doang sering, sekarang udah jarang. Dulu bisa seharian.”
SYF: “Dari awal facebook keluar..cuman sampe tahun 2012 deh sekarang
udah ga begitu aktif. Dulu sering banget, main main sering.
ADL : “Ehm enggak kalau sekarang, jarang. Hehehe kalau mau upload foto
doang aku mah sekarang..”
HFZ : “Kalau dulu sering banget, Cuma sekarang udah agak jarang paling
sekarang kalau buka itu Cuma ngeliat foto-foto lama gitu di facebook. Dulu
seseringnya berapa kali? Sehari bisa 3 sampe 4 kali dari pc…”
Peneliti menanyakan ke informan orang tua mengenai penggunaan

media sosial facebook sebagai media pengontrol keseharian anak di jaman

sekarang, dalam pertanyaan ini ada orang tua yang menggunakan facebook

sebagai acuan atau pengontrol anak-anaknya dan ada juga yang tidak

menggunakan facebook sebagai sarana pengontrol keseharian anak.

Dari 5 informan orang tua Ny Sumiyati, Ny Khairina dan Ny Lilih tidak

menggunakan facebook sebagai sarana pengontrol anak, dengan berbagai

alasan seperti kebebasan, dan ketidak inginan mereka untuk terlalu ikut

campur di media sosial anak.


105

SMY : “Ehmm enggak, soalnya kalau tante tuh orangnya lebih suka
ngasih kepercayaan gitu. Jadi, gak dipake buat pengontrol juga. Tapi,
kalau orang-orang sih tante denger katanya iya sih dipake kaya gitu,
Cuma kalau tante enggak sih orangnya. Jadi ngebebasin aja..”
LLH : “Enggak…kalau saya sih ngontrolnya lewat BBM”
KHR : “kalau tante sih enggak.. kalau misalkan anak-anak buat
postingan gitu tante suka komen? Enggak ya, jarang paling ee..sepintas
aja liat, terus kalau masuk ke berandanya baru, liat aja gitu abis tu, jarang
komen..Tapi ga pernah yang ngontrol anak gitu? Enggak kok,
bebas..terserah anaknya aja.
Berbeda dengan 3 orang tua di atas, Tn Suhanda dan Ny Ardiany

memiliki kecenderungan untuk menggunakan facebook sebagai media sosial

pengontrol keseharian anak dengan berbagai alasan, seperti untuk

mengetahui kegiatan si anak, dan juga facebook dianggap sebagai pembuka

obrolan antara orang tua dan anak hingga topik pembicaraan tidak monoton

ARD: “Eee iyah..buat ngontrol contohnya kaya apa misalkan?


Ehmm,,,, kalau anak-anak lagi galau..kalau anak-anak lagi marah-
marah itu bisa keliatan, terus misalkan dia lagi ada di
mana..aktivitasnya apa aja, itu biasanya..”
SHD : “Hmm ada unsur ke sananya…cuman secara apa ya..kadang
kalau anak saya yang posting kegalauan, om gak langsung komen,
atau interaksi di facebook. Yang penting om tahu nih kondisi anak di
facebook sedang kaya gimana. Nanti kalau udah di rumah pas
ketemu baru nanya “kenapa kamu?” ya gini-gini…nah gitu aja sih.

Peneliti juga menanyakan tentang pembatasan dan

pengarahan yang di lakukan oleh para orang tua ke anaknya mengenai

media sosial facebook. Alasan mereka memberikan pengarahan melihat dari

banyaknya kasus penculikan yang berawal dari media sosial, sehingga para

orang tua memberi pengarahan kepada anaknya untuk berhati-hati

menggunakan media sosial terutama facebook.


106

LLH : “Oh iya iya pasti, dan dia juga udah ngerti kan kalau di facebook
tuh hati-hati berteman, pokoknya kalau dia mau pergi ketemuan siapa gitu
saya tekankan “jangan terima permen, jangan terima air, atau apa..bawa
sendiri.” Terus dia nanya kenapa gitu, saya bilang gaboleh karena ga ada
yang bisa dipercaya di dunia ini kecuali mamah. Ngeri lah walaupun itu
temen deket juga mana ada yang tahu kan wallahualam yah..namanya juga
orang ga ada yang tahu isi pikirannya, apalagi dia kan anak-anak labil kaya
gitu. Sampai pas kemarin dia minta ikut sahur on the road sama anak
komplek, saya minta ikut, buat tau aja itu bener apa gak buat amal-amal
bagi makanan gitu. Kalau misalnya positif ya saya bolehin lagi tahun
depan gitu. Toh dia juga punya dunianya sendiri kan….”
SHD : “Ehmm enggak ya, untuk batasan sih..cuman om sama tante tuh
selalu ini ingetin kalau misalnya ada kejadian-kejadian gitu, yang diawali
penyebabnya dari hubungan di media sosial, misalnya ada yang diculik,
ada yang diperkosa dan ada yang apa nah, pada saat ngobrolin gitu kita
ngejelasin ke anak khususnya Khansa ya karena dia perempuan dan masih
sekolah juga, kalau yang Teiza dan Mirza karena mereka laki ya terus
terang kita Cuma bilang hati-hati karena udah ada undang-undang ITE
kalau salah posting nanti kamu bisa kena pidana dari pasal ITE itu. Nah
kalau yang perempuan nih kita wanti-wanti nih, si Khansanya kita kasih
tau “nah itu kalau kamu berhubungan di media tanpa kamu hati-hati nanti
akibatnya seperti itu..jadi, kamu dengan siapapun jangan langsung percaya
begitu aja..kamu mesti saring pertemanan-pertemanan gitu” apalagi kita
ya, tinggal di metropolitan kaya gini, aktivitas kita itu..macem-macem.
Kejahatan segala macem ada di sekeliling kita, kita cuman ngebatasin
disitu aja gak kaya “kamu gaboleh buka ini, gaboleh buka itu,” gak gitu
sih…lebih memberikan pengarahan aja,karena kalau kita larang anak pasti
akan penasaran terus dan pasti tetep aja ngelakuin..dan kita kan juga gak
24 jam ngawasin mereka terus…”
ARD: “Eee..kalau mau posting ya posting yang baik-baik, jangan marah-
marah, jangan menjelek-jelekkan orang..jangan ee berbuat yang merugikan
orang. Iya hati-hati juga apalagi kaya di invite sama orang yang gak
dikenal gitu, banyak kan sekarang gitu kaya di tv tuh baru kenal berapa
lama tau2nya diajak ketemu, ketemu tau2nya dijahatin itu sering diingetin
biar jangan kaya gitu di wanti-wanti. Bu Dian termasuk orang yang
membatasi anak bermain facebook? Enggak pernah ya, lagipula
kadang-kadang kita tahu, kecuali kalau pas dia buka terus konek ke kita
gitu baru deh kelihatan…”
KHR : “Ehmm tante ngebebasin aja, Cuma kalau ke anak tante kasih tau
jangan ngomong yang gitu-gitu di facebook,tapi kalau facebook orang mah
tante ga pernah. Misalnya masukin foto yang bener takutnya nanti diambil
orang terus disalahgunakan ada..ada tante kasih pengarahan..kalau gakenal
jangan diterima, kalau dikenal boleh..kadang orang kan suka lain tuh
107

namanya ini mukanya ini tapi maksudnya beda, gajelas itu tante terang-
terangin dengan yang si dua kecil ini..”
Berbeda dengan 4 orang lainnya, Ny Sumiyati lebih memberi

kebebasan ke anak-anaknya dan cenderung tidak memberikan pengarahan

di media sosial facebook, alasannya karena rasa kepercayaan kepada anak-

anaknya dan ia ingin memberikan kebebasan kepada anaknya untuk

berekspresi.

SMY : “Enggak hehehehehe jadi, ya itu tante kembalikan lagi sama anak-
anaknya…terus juga tante sekarang facebook untuk jualan, tapi ya kalau
dulu buat ketemu temen lama, sama anak-anak sih ya paling ngepost foto
aja sama komen gitu aja. Karena lebih enak langsung yah
komunikasinya…”

4.3.2 Pemahaman Komunikasi Keluarga

Peneliti menanyakan kepada informan orang tua dan anak mengenai

komunikasi keluarga, baik intensitas bertemu, dan topik apa saja yang di

bicarakan pada saat bertemu langsung.

SMY: “Iya, tante lebih sering langsung ngobrol di rumah daripada


lewat media sosial.Biasanya ngomongin apa aja sih misalnya kalau
lagi ngobrol bareng gitu tan? Kalau santai…biasanya ngobrolin
tentang….apa sih, barang baru gitu misalnya, kaya handphone… terus
tentang perkembangan studi kali yah…nanya di sekolah kaya gimana,
terus di kampus kaya gimana…kalau keseringannya gitu.”
LLH : “O iya kalau di rumah sering, tapi kalau di facebook enggak sih
ya… biasanya kalau lagi ngobrol langsung santai kaya gini apa sih
tan yang dibicarain sama Adhel? Ehmm..ngobrolin sekolah, belajar,
ngaji, main…apalah ya sama gaul terutama, sekarang masalah gaulnya
dia. Saya ngobrolin kalau gaul gini-gini pasti beda kan jaman saya dulu,
sama jamannya dia sekarang kan. Hati-hati begini- begini saya paling
galak kalau kontrol Adhel tuh apa, Maaf-maaf ya sampai saya tanyain
dia udah mens apa belum tiap bulannya. Ketakutan banget! Sebagai
orang tua ya.. apalagi Adhel perempuan dan anak pertama yah.
108

Seberapa lama sih biasanya tante menghabiskan waktu ngobrol


sama Adhel secara langsung? Kalau ngobrol sih gak lama, Cuma kita
kan sering jalan…nonton, terus paling kalau lagi ngobrol gitu sambil
kita nyari uban..atau apa hahaha..”
SHD: “nah iya itu, soal waktu lamanya sih ga terlalu lama ya, tapi
sekarang justru malah lebih sering karena kita kan jarang ketemu,
begitu kita ketemu pasti kita jadi ngobrol, bahkan walaupun ga ditanya
om lebih cerita duluan..jadi ya secara frekuensi lebih berkuang, tapi
secara intensitas dan kualitas lebih dalam…”
ARD: Ehmm apa ya palingan masalah sekolah, temen deket, ee apa sih
pelajarannya udah itu aja…”
KHR: “Kalau ngobrol langsung..macem lah..misalnya sekolah,
temen2nya udah gitu kalau mislanya ada apa-apa di sekolah diomongin,
jangan didiemin masalah sekolah sih kalau si Hana sama Hamid.Yaa
sebentar lah, karena tante suka masak.. waktunya paling.. kapan ada
waktu lowong misalnya kaya abis buka ngobrol, ini buka pakai apa
udah gitu doang ngobrol gitu…kalau hari-hari juga pada sekolah pada
kuliah, kek mana..kuliahnya sekolahnya…”
Jawaban dari informan anak mengenai hal apa saja yang sering di

bicarakan dengan orang tua mereka secara langsung dan berapa lama

menghabiskan waktu untuk berbicara secara langsung.

ADL : “Kalau mau pergi-pergi sih, sama mama lagi kesel hahaha gitu-gitu
deh..jadi suka cerita-cerita..”
SYF : “Sama ibu…seberapa sering? Setiap malem..soalnya kan tidurnya
bareng hahaha jadi ngobrolnya setiap hari deh hahahaha..Apa aja sih yang
biasa kamu omongin sama ibu? Gatau kadang-kadang, ngomongin
temennya ibu..temen-temen SMA ibu, terus guru di sekolah, ngomongin
cowok..yagitudeh..”
HFZ: “Setiap mama pulang kantor sih, soalnya kan mama kerja. Apa aja
sih yanng biasa kamu obrolin sama mama? Paling apa ya, ngobrol
keseharian aja, kaya minta uang terus nanya-nanya. Terus suka curhat
gak sama mama? Lumayan.. tentang apa? Cewek atau sekolah? Hmm
enggak juga hahaha kebanyakan sekolah…”
109

Ada satu informan anak yang mengaku lebih suka berbicara lewat

media chat atau media sosial ketimban berbicara langsung. Karena malu, ia

enggan menceritakan kenapa dia lebih suka berbicara dengan orang tua

lewat chatting daripada berbicara langsung, faktor usia yang masih sangat

muda yaitu 15 tahun, membuat Hamid lebih suka berbicara secara tidak

langsung kepada orang tuanya.

HMD: “Eh..lebih suka chat‟an aja gitu, gatau gapapa.. kenapa lebih suka
chat2an? Enggak apa, enak aja gitu lewat chat..soalnya ya gapapa males
aja ngomong langsung. Hahaha..

Peneliti menemukan jawaban yang hampir sama dari tiap informan

baik informan orang tua ataupun informan anak ketika mereka ditanyai lebih

nyaman berbicara langsung atau berbicara melalui media facebook. Dari 5

keluarga, semuanya menyebutkan bahwa lebih baik berbicara secara

langsung ketimbang berbicara di media sosial facebook, mulai dari alasan

respon yang lebih cepat, hingga bisa melihat reaksi lawan bicara secara

langsung dan pencarian solusi.

SMY : “Lebih enak langsung, karena kalau di facebook kan orang


suka baca gitu ya…jadi ga enak aja kecuali kalau di message bisa
lebih pribadi…Kalau tante langsung sih ya, karena kalau langsung kan
bisa…anak bisa langsung perasaan kita gitu, kita juga bisa melihat
reaksi mereka gitu kalau lewat facebook mungkin kan ada yang
diumpetin gitu, walau terus terang kalau pun ngobrol langsung tante
juga gabisa tau yang dalem-dalemnya gimana kan..tapi lebih ke
komunikasi langsung terus kan lebih bisa melihat nada
bicaranya…..kalau lewat facebook kan bisa aja ada yang
disembunyiin gitu.”
KHR: “Enggak sih.. ee tante sih langsung, langsung ke anak-
anak..karena kan kita lihat-lihatan, dia kalau ngomong salah kan
kelihatan tuh kalau dia bohong, kalau lewat facebook kan mana
keliatan orang Cuma tinggal ketik-ketik doang..”
110

ARD: “Ya lebih seru ngobrol langsung lah..Enakan secara langsung,


karena kan kalau di facebook kan ga keliatan gimana-gimananya
ya..kalau di facebook dia kan pasti sambil aktivitas lain dan anaknya
juga gak akan langusng jawab gitu.. dan feedbacknya juga kalau
ngobrol langsung lebih cepet diterima, dan inti permasalahannya juga
lebih jelas.”
SHD: ya kalau-kalau di facebook, kita apa ya ga terlalu bebas gitu
disamping keterbatasan karakter yang harus kita pake, juga bahasa
kita gabisa enak gitu kalau seru sih ya…ketemu langsung.
LLH: “Oh iya secara langsung dong, karena kita bisa lihat
ekspresinya…manyunya dia, senengnya dia kan bisa kelihatan kan ya,
untungnya saya dari awal selalu menekankan sama anak-anak itu
kejujuran ya…apapun ya mau keadaan, suasana hati harus selalu
berbicara apa adanya. Jadi, anak tuh udah gak kaget lagi orang tua
begini, anaknya begini…Adhel pun jadi bisa kontrol saya, kaya „Ih,
Mamah jangan kaya gitu.., ngapain sih di Facebook kaya gitu…‟
Jawaban dari informan anak tentang lebih nyaman berbicara langsung

atau berbicara lewat facebook beragam. Dari 4 orang informan anak, yang

mengaku lebih senang berbicara secara langsung hanya 3 orang sedangkan

1 orang lagi kurang suka untuk berbicara langsung dengan orang tuanya.

ADL: Ngobrol bareng sih,,, Kenapa? Ya biar bisa langsung aja sih,
soalnya kalau ngetik kan suka capek jadi kalau langsung kayaknya
enak aja gitu..
SYF: “langsung sama ibu atau orang yang bersangkutan. Kenapa?
Kenapa ya..biar lebih tau gitu letak permasalahannya di mana-mana
gitu..gimana cara nyelesainnya.
HFZ: Enakan langsung sih,lebih tau masalahnya apa, gak bertele-tele
kaya media sosial gitu,soalnya kita kaya terhambat gitu kalau lewat
facebook, karena juga ga setiap saat kita buka, jadi kita bisa langsung
tau gitu kalau langsung.
Dijelaskan sebelumnya, ada satu orang informan anak yang lebih

merasa nyaman ketika berbicara dengan orang tua nya tidak secara

langsung, Hamid lebih merasa nyaman bebricara lewat media seperti


111

chatting, ketika dimintai keterangan oleh peneliti, Ia menolak untuk

menjelaskan lebih jauh karena malu menjawab pertanyaan peneliti.

HMD: kamu lebih suka ngobrol langsung atau di facebook? Di


facabeook palingan, soalnya ya gapapa males aja ngomong langsung.
Hahaha.. jadi Hamid orangnya lebih suka ngomong di facebook
ketimbang langsung? Iyah..hehehehe..

Peneliti juga menanyakan kepada seluruh informan tentang seberapa

pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak. Informan orang tua

menjawab dengan berbagai alasan betapa pentingnya komunikasi yang

harus terjalin antara orang tua dan anak. Dari jawaban para orang tua,

menganggap masih penting untuk berkomunikasi dengan anaknya baik

masalah yang mendasar, ataupun hal-hal yang lebih dalam.

LLH: “Oh ya penting lah, kaya ini tadi lewat media, aduh..kita mah
gabisa lihat ekspresinya dia, kita tidak bisa menyentuh dia, kan beda
ya sentuhan mah, gimanapun semarah-marahnya orang kalau disentuh
pasti kan berbeda responnya. Bisa langsung cooling down, jadi
menurut saya penting sekali berkomunikasi secara langsung,
ketimbang menggunakan facebook. Makanya, pasti setiap saya pulang
kantor terus dia udah tidur, pasti saya cium dia gitu,,tapi kalau dia lagi
ngelayap kemana, pasti saya hubungin bilang cepetan pulang
blablabla gitu…dan dia yang ke kamar saya nyamperin gitu. Lumayan
deket sih hubungan saya secara interpersonal sama Adhel. Boleh
dibilang sangat dekat lah, gak mau ketinggalan lah sama
mamahnya…”
SHD: “ Ya sangat penting ya..kalau masalah komunikasi sama anak,
karena gini..kadang kan, anak terhadap orang tua sendiri banyak hal-
hal yang sebetulnya itu disembunyikan..nah kalau om sih ngeliat kalau
anak menyelesaikan masalah sendiri, ya kalau memang
penyelesaiannya bagus ya, tapi kan…lebih banyak karena anak hanya
memakai emosinya aja, gitu loh…nah dengan komunikasi, artinya..
kita membantu dia sebenarnya membuka, untuk mencari jalan
penyelesaian masalah itu gitu loh…….kedua ya meringankan beban
lah katakanlah. Sebagai pengalaman om juga, terus terang aja dulu
ama ayah om secara komunikasi kan beda kondisinya dengan kondisi
sekarang, kalau sekarang kan sudah ada facebook, dan media lain
112

lah…kalau dulu mah belum ada sama sekali hahaha dulu kita ketemu
ayah nunggu beliau pulang kantor, udah gitu sudah ya kaku..dulu kita
ngerasa susah sekali kalau ada masalah untuk mau ngomong sama
orang tua tuh takut,nah dengan adanya si facebook ini sekarang kita
sebagai orang tua jadi lebih mudah mengetahui, si anak nih juga lebih
mudah juga membuka diri untuk membicarakan masalahnya..gitu ke
orang tua, jadi ya penting sekali…untuk kita berkomunikasi.”
ARD: “ya penting sekali apalagi komunikasi secara langsung kaya
tadi, emosi terlihat jelas..feedbacknya langsung, apa yang dia mau dan
apa yang kita mau bisa cepet ini ya ketahuan..”
KHR : “Penting banget..kenapa tan? Ya supaya kita deket sama anak,
tau perkembangannya sekolahnya, kuliahnya, gitu aja..”
Temuan peneliti dari informan anak tentang seberapa penting

komunikasi orang tua dan anak beragam, jawaban memang lebih singkat

dan sederhana, semua menganggap bahwa komunikasi antara orang tua

dan anak penting walau pun waktu yang sedikit dan bahan yang dibicarakan

berbeda.

ADL: “Oh iya pasti..pasti harus ngobrol kak..”


HFZ: “Setiap mama pulang kantor sih, soalnya kan mama kerja…
Terus suka curhat gak sama mama? Lumayan.. tentang apa?
Cewek atau sekolah? Hmm enggak juga hahaha kebanyakan sekolah.

Peneliti juga menanyakan tentang masalah miskomunikasi yang

terjadi antara orang tua dan anak, juga cara mengatasi miskomunikasi yang

sering terjadi, ada keluarga yang menyatakan ketika ada miskomunikasi

lebih baik di diamkan terlebih dahulu dan tidak langsung di bicarakan,

SHD: “eeee.. kita diamkan aja lebih dahulu, Cuma pas akhir dari
pembicaraan kita bilang nanti konsekuensinya yang kamu mau
jalankan ya seperti ini..seperti ini…kalau kamu mau tetap jalankan
juga ya ada resiko..yaudah kita biarkan aja dulu, tapi pada akhirnya
nanti mungkin mereka berubah pikiran baru mereka inikan lagi kekita
diskusikan lagi ke kita…”
113

Pada keluarga Suhanda ini miskomunikasi yang sering

terjadi adalah masalah berbeda sudut pandang tentang karir dan pendidikan

sehingga Suhanda merasa untuk menenangkan masalah terlebih dahulu

ketika ada miskomunikasi dengan anak-anaknya.

SHD: “Om suka miskomunikasi sama anak-anak di facebook


atau pas ngobrol langsung? Ehm enggak kalau di facebook, tapi
kalau langsung ya seringan langsung ya kalau miskomunikasi
sama anak. Biasanya masalah apa yang “menyebabkan
miskomunikasi sama anak? Ya masalah gini, biasanya dia
punya sesuatu rencana, katakanlah kemarin si Teiza anak om
yang besar sudah tes di suatu perusahaan sudah diterima..nah
menurut om, itu bagus tapi menurut dia ya itu enggak..jadi ya itu
sama yang Mirza dan Khansa juga gitu, lebih banyak masalah
perbedaan keinginan..karena kalau om kan ngeliatnya lebih ke
pengalaman orang tua ya, kalau anak-anak kan ngelihatnya lebih
ke passion mereka. Kalau kita kan sebagai orang tua kan
ngelihatnya global ya..jangka panjang, masalah kesejahteraan
masalah jaminan dan lebih ke masa depannya lah..lebih disitu sih
berbeda disudut pandang aja….

Pada keluarga Ardiany dan Syifa, miskomunikasi lebih sering terjadi

ketika sang Ibu menanyakan keadaan pendidikan ke anaknya namun sang

anak salah pengertian dan menyangka ibunya memarahi masalah

akademiknya.

ARD: “Suka miskomunikasi sama anak-anak?sering hahaha


kalau sama yang gede sering hahaha biasanya soal apa? Itu apa
namanya..tentang les misalnya, pendidikan gitu seringm kita
nanya minta informasi tapi dianggapnya itu disalahin gitu nyuruh-
nyuruh”
Ardiany menyatakan langsung membicarakan jika ada miskomunikasi

dengan anak, walau hasilnya terkadang sang anak merasa tetap disalahkan

dan menjadi lebih marah ketika dibahas.

ARD: “Ehmm diomongin aja gitu.. ini diomonginnya baik-baik


tapi kadang anaknya yang lebih marah, gimana ya jadi serba
salah..”
114

Pengakuan Syifa selaku anak dari Ardiany mengatakan bahwa

miskomunikasi terjadi antara dirinya dengan ibunya dikarenakan ibunya yang

sering menuduh dirinya berbohong ketika sedang tidak di rumah atau sedang

pergi.

SYF: “Ya itu gara-gara salah paham, atau lagi di mana terus di „ah
kamu bohong ya..gini-gini gini..‟ udah cuma gitu doang
paling,,Cara kamu menanggapi miskomunikasi sama ibu
gimana? Oh kalau lagi di tempat itu biasanya, ya kadang-kadang
di foto tuh “tuh lagi disini tuh gak bohong..” biar percaya
gitu..udah gitu aja sih paling..”

Pada keluarga Sumiyati dan Abdul Hafizh jarang ada miskomunikasi

yang terjadi, karena sang Ibu Sumiyati adalah orang yang tidak terlalu

menerapkan aturan yang membebankan anaknya, cenderung memberikan

kebebasan kepada anak-anaknya dan kepercayaan penuh, sehingga ketika

ada miskomunikasi hanyalah masalah yang sangat biasa.

SMY : “Eeeee.. apa yah..hahahahaha..apa yah, kayaknya tante mah


gak terlalu ini ya gak terlalu ribet, misalnya ke anak-anak yah… oh
paling ini aja Fa, ini kan yang cowok-cowok suka begadang melulu
nih, gak ada yang terlalu diribetkan he‟eh kalau tante mah..”

Pengakuan dari Hafizh juga serupa, ia dan ibunya jarang sekali

meributkan masalah yang sangat krusial karena ia merasa ibunya bukan

orang yang terlalu ketat dalam menerapkan aturan-aturan di hidupnya.

HFZ: “Kamu pernah miskomunikasi sama mama gak secara


langsung? Secara langsung sih gak..kalu bete-betean sama
mama pernah? Ya paling diem.. terus udah abis itu ngobrol lagi,
ga pernah seharian gitu…Kalau biasanya lagi ada masalah sama
mama biasanya kamu ngapain? Ngomong langsung ke mama sih
palingan, terus respon mama gimana? Ya palingan mama juga
langsung ngejelasin kenapa gini-gini gitu..”
115

Pada keluarga Lilih Nurjanah dan anaknya Adhelya, miskomunikasi

yang terjadi dengan anaknya tak pernah berlarut-larut, Lilih yang

membangun hubungan dengan anaknya seperti pertemanan membiasakan

dirinya dan Adhel untuk selalu membicarakan hal selayaknya teman

sehingga lebih luwes dan juga membangun hubungan lebih nyaman antara

orang tua dan anak.

LLH: Ya sukalah, itu kan biasa kaya gitu misalnya disuruh apa dia
malah ngapain, terutama kalau pagi, gitu saya suka minta dia anter
ke depan, terus suka bete-bete gitu. Tapi abis itu ntar minta maaf,
Adhel tuh orangnya keras tapi perasa, kalau saya kan orangnya
perasa, kalau dia keras, tapi perasa. Suka ngirim bbm gitu “maafin
aku ya mah..bla..bla” tapi udah ntar mah pas ketemu biasa aja lagi
gitu. Ya kaya anak yang lain aja gitu, pas ketemu ga ada bahasa2
manis kaya pas di message tadi hahahaha….. gak ada tuh di raut
mukanya dia ya lempeng lagi aja…”

Cara Lilih menangani miskomunikasi dengan anaknya dengan

menanamkan nilai-nilai minta maaf, Lilih mengajarkan bahwa ketika berbuat

salah tetap harus meminta maaf, sekecil apapun salahnya, baik Lilih ataupun

Adel yang berbuat salah tetap harus meminta maaf.

LLH: “Kalau saya lebih sering meminta maaf, saya juga


mengajarkan dia untuk meminta maaf..apapun itu, mau salah kecil
mau salah gede, jadi harus minta maaf. Saya pun demikian ke
Adhel, saya minta maaf kalau ada salah…”
Hal itu yang membuat hubungan antara Lilih dengan Adhel seperti

tidak ada jarak, dengan menanamkan nilai-nilai kehidupan, Lilih dan Adhel

tidak sungkan untuk bertukar cerita dalam hal apapun.

LLH: “Dan itu juga yang membuat dia jadi tidak ragu untuk
menceritakan apa yang dia rasakan kepada saya. Jadi dia lebih
enak bilang “mah aku ini, aku itu…” ya biarin aja dunia dia kan,
jadi saya lebih suka kaya gitu, ketimbang saya nerka-nerka “duh
dia lagi ngapain yah...?” seperti itu, jadi kan lebih terbuka kaya
misal, “mah aku naksir si ini, si anu…boleh gak mah?” terus
116

saya respon “coba mamah liat, hmmph, ga ada yang lebih bagus
lagi?” ya saya paling gitu kan hahahaha…kalah deh sama
mamah, ya saya suka ngecengin dia kaya gitu kan hahaha..
Kondisi yang dibangun oleh Lilih dengan Adhel yang lebih

menekankan keterbukaan dan hubungan seperti teman, dibenarkan

oleh pernyataan Adhel yang mengakui jarang miskomunikasi dengan

Mamanya, kalaupun ada juga tak berlangsung lama.

ADL : “Pernah miskomunikasi sama mama gak di


facebook? Ehm jarang sih…kalau langsung? Enggak..enggak
pernah..gak pernah berantem sama mama? Enggak gak
pernah, paling kaya kemarin nih aku mau ikut sotr gitu, terus
mama kaya udah kamu naik mobil aja jangan naik motor
gitu..kalau naik motor cewek malem-malem…ya cuman gitu
doang sih, ga ampe panjang gitu..”

Adhel juga menyatakan bahwa Ia merasa nyaman membicarakan

masalah yang ada dengan Mamanya, dengan penjelasan yang selalu

dilakukan ketika ada kesalahpahaman membuat Adhel merasa nyaman

untuk mengungkapkan apa yang dirasakan terhadap sang Mama.

ADH : “Biasanya kalau ada permasalahan lebih enak


ngomong langsung apa gimana nyelesainnya? Kadang-
kadang mama sih yang ngajakin aku ngomong langsung..akunya
sih diem aja..tapi suka nangis gitu kalau misalnya lagi berantem
sama mama..tapi nyaman ngobrol langsung sama mama?
Nyaman…lebih kaya temenan? Iya aku sama mama lebih kaya
temenan…”
Pada keluarga Khairina dan Hamid miskomunikasi yang peneliti

temukan juga tak terlalu besar, Khairina yang cuek namun selalu

mempedulikan anak-anaknya. Ia mengatakan bahwa tak pernah ada

miskomunikasi yang membuat dirinya dengan anaknya bertengkar hebat.

KHR: “Hmm berantem..ya paling bukan berantem maksudnya ditegur,


masalah sekolah…terus temennya ini..kalau bisa jangan main terus,
117

belajar, gitu doang.. Terus respon anak bagaimana kalau ditegur


sama tante? Ya paling “iya mah” udah gitu doang paling diem udah gitu
terus mulutnya manyun.. Kalau menyelesaikan masalah sama anak
gimana biasanya tan? Masalah sama anak alhamdulillah gak pernah ya
Ulfa..tapi kalau adapun tante harus ngomong langsung.

Pernyataan yang sama juga dilontarkan oleh sang anak Hamid, si

bungsu mengaku bahwa jarang bertengkar dengan sang Mama atau terjadi

salah paham, ia menyatakan bahwa miskomunikasi yang terjadi antara

dirinya dengan Mamanya sebatas dengan persoalan sehari-hari yang biasa.

HMD: “Pernah berantem sama mama karena facebok? Enggak


sih kak..sama mama suka ada salah paham gak? Gak ada sih,
bener..pernah kalau ngambek mah biasanya gaboleh main palingan.
Terus kamu responnya gimana? Ya aku diem aja hahahaha..”

4.3.3 Kaidah-Kaidah Komunikasi

Pada bagian ini, peneliti menjelaskan tentang kaidah-kaidah

komunikasi yang ditemukan di lapangan dari orang tua dan anak pengguna

facebook. Peneliti akan mendeskripsikan aktivitas apa saja yang dilakukan

masing-masing informan di dalam media sosialnya dan bagaimana interaksi

yang terjadi ketika online dan offline serta gaya bahasa yang digunakan oleh

orang tua dan anak pengguna facebook.

Peneliti menanyakan tentang aktivitas para orang tua yang suka

menceritakan soal anaknya di media sosial facebook. Jawaban dari

beberapa orang tua mengatakan mereka memang senang menceritakan

tentang anak di facebook mereka.

LLH : “Oh iyah..he‟eh tapi gak terlalu sering, ya kaya gini aja Adhel
lagi ulang tahun, saya upload foto Adhel, oh iya Adhel”
118

ARD: “Suka..suka banget sering hahaha. Biasanya tentang apa?


Tentang..mislanya nilainya dia bagus, pas ulang tahun, sama kelakuan
lucunya aja.”
Berbeda dengan 2 orang tua di atas. Ny Khairina dan Tn Suhanda

tidak suka menceritakan anak di facebook. Ny Khairina lebih suka

mengupload foto dirinya bersama dengan anak-anak ketimbang

menceritakan tentang anak di facebook.

KHR: “Suka cerita tentang anak? Enggak.. Suka upload foto bareng anak
di facebook? Suka..bangga aja tuh punya anak apalagi segede apis
hahaha..biasanya sih pas ulang tahun, lebaran..lagi ngumpul-ngumpul ramai-
ramai ada..”
SHD: “Om termasuk orang yang suka nanyain tentang isi facebook anak gak
kalau lagi ngobrol langsung? Enggak pernah…enggak pernah. Ehm, terus suka
upload foto bareng anak, atau menceritakan anak di facebook? Kalau
om..jarang ya, upload-upload foto, tapi anak-anak justru yang sering upload foto
kita-kita.”

Aktivitas seperti like dan komen di facebook yang dilakukan oleh para

informan juga memiliki arti tersendiri. Baik dari informan orang tua maupun

informan anak.

SMY: “eee ya suka komen, tapi..sekarang mereka juga


udah jarang sih ya pake facebook jadi paling udah jarang
sih tapi kalau sama saudara-saudara sih iya masih suka,
sama ponakan gitu misalnya. Kalau waktu awal-awal sih
iya sering. Misalkan contohnya apa tan? Misalkan
posting ponakan yang kecil, terus pada komen gitu.”
LLH: “Pernah kok… terus responnya Adhel gimana
kalau tante komen gitu? “yah mamah…” hahahaha tapi
dibales kan tan? Eee jarang-jarang sih, jarang
maksudnya, malu komen ke status Adhel hehehehe..”
119

Aktivitas komen jarang dilakukan oleh nyonya Khairina dengan alasan

tidak ingin terlihat terlalu mengganggu di halaman facebook anak-anaknya.

KHR: ”Enggak ya, jarang paling ee..sepintas aja liat, terus


kalau masuk ke berandanya baru, liat aja gitu abis tu,
jarang komen..”

Sementara jawaban dari Ny Ardiany dan Tn Suhanda mengatakan

mereka suka komen di facebook anaknya dan jarang mendapatkan respon

balasan dari anaknya di facebook.

ARD: “Ehmm aku tidak terlalu sering sih, abisannya


dicuekin sama anaknya hahahaha……..nah ngomongin
kaya gitu,respon anak-anak kalau Bu Dian komen
dibales gak? Ehmm jarang! Hahaha..”
SHD: “Hmm secara respon sih ya…itu sekali aja
dibales..tapi kalau om udah nanya lebih banyak lagi
biasanya ga dibales hahaha..nanti paling dialnjutinnya
kalau kita ketemu…
Peneliti menemukan jawaban mengenai aktivitas komen yang

dilakukan oleh para orang tua di facebook anaknya. Alasan sang anak

beragam tidak ingin membalas facebook karena merasa komen yang

diberikan orang tua mereka megganggu mereka dan ada beberapa anak

yang dengan sengaja mengabaikan komen dari orang tua mereka di

facebook.

ADL: “pengen-pengen enggak-enggak gitu hahaha.. kenapa? Suka


males aja gitu, soalnya kan temen-temen yang lainnya juga ikut
komen jadi akunya kaya malu gitu hahahaha…Mama suka komen
di facebook kamu?Hahaha sering banget, sering…nah respon
kamu gimana tuh dengan mama komen di facebook kamu?
Kan kalau sekarang udah agak jarang buka facebook jadi ya diliat
aja hahaha..gak aku respon gitu..Terus kamu kalau mama komen
gitu suka bete gak? Bete banget kak hahaha..emang kenapa?
Soalnya tuh mama kaya kepo banget gitu sama facebook aku
120

hahaha..sering-sering ngeliat gitu…jadinya ya gitu deh kesel-kesel


gimanaa gitu..”
SYF: “Ibu suka ngekomen-komen gitu gak di facebook kamu?
Iya sih, gak cuman di facebook di semua media sosial aku hahaha
Terus kamu merasa risih gak Syif? Enggak sih biasa aja, cuman
kaya yaudalah biarin aja namanya juga ibu-ibu hahaha.. terus
kamu balas gak? Kalau di yang lainnya dibales. Kalau di
facebook jarang. Kenapa? He‟eh Males hahaha..”
HFZ: “mama atau papa suka komen di facebook kamu gak?
Mama doang paling, biasanya komennya ngapain? Misal ee..naro
foto terus mama komen, terus macem-macem lah…terus kamu
suka risih gak? Paling aku kalau risih delete hahaha.. biasanya
kalau kamu risih gitu emang mama komen apa? Apa
ya..pokoknya yang malu-maluin lah.. Hmm misalnya “ah
bohong..ini mah..” udah paling gitu-gitu doang. Terus kamu agak
risih gak kalau mama kaya gitu di facebook? Iya lumayan sih,
terus respon kamu gimana? Ya kalau ga delete, di diemin.
HMD: “Kalau mama suka komen di facebook kamu bales gak?
Gak, gak pengen..kenapa? malu…

Peneliti menanyakan ke informan anak tentang alasan kenapa para

orang tua suka melakukan aktivitas komen di facebook mereka, ada yang

menjawab bahwa para orang tua ingin mengetahui gaya hidup anaknya

seperti apa sekarang, ada yang menjawab bahwa orang tua tidak ingn

ketinggalan jaman.

HFZ: “Ehmm paling pengen lebih update dari anaknya, hahaha..”


SYF: “Ya mungkin khawatir, atau apa, terus pengen tahu..kenapa sih
ini anaknya..gitu..”
ADL: “Ya,,,mungkin mama pengen tahu kehidupan aku kaya gimana
gitu…gimana aku di sosial media kali ya..jadinya ya gitu deh
hehehehe..”
121

Peneliti menanyakan tentang aktivitas orang di facebook bersama

anak, ada orang tua yang senang melakukan kegiatan interaksi di facebook

ada juga yang hanya sekedarnya saja.

SHD: “ehmm sekali-kali intinya kalau lagi kondisi ceria ya,, suka
lucu-lucuan kemudian lagi ada kabar apa yang anak tahu, jadi kita
inbox ke dia, atau statusnya dia kita komentarin.”
KHR: “Enggak ya, jarang paling ee..sepintas aja liat, terus kalau
masuk ke berandanya baru, liat aja gitu abis tu, jarang komen..
Aktivitas like yang dilakukan oleh para orang tua dan anak di facebook

mereka memiliki jawaban yang beragam.

SMY: “Ehm kalau untuk anak iya. Tapi, kalau untuk yang lain kalau
sekarang kan kebanyakan ya banyak banget tuh postingan yang aneh
gitu, tapi karena anak-anak udah jarang update trus respon mereka ke
kita juga jarang kalau di facebook jadi ya udah jarang sih like gitu aja
palingan. Tapi ya sekarang biasa aja sih, kalau ga terlalu gimana gitu
postingannya ya biasa aja.”
LLH : “Ehm, kalau di postingan orang 50:50 ya ga semua di like juga,
apalagi yang rasis, terus gambar-gambar aneh, sama kata-kata kasar
itu enggaklah ya, dan saya juga ga peduli sama berapa orang yang
akan like status atau gambar saya, tapi alhamdulillah ya seratusan ada
hahahahaha..”
ARD:” Bener suka lah..iya bener suka hahahaha..engak iseng.”
KHR: “Emm gak ada..kalau lagi masuk ke berandanya aja lagi bagus,
misal Hana foto-foto bagus ya udah like doang..udah gitu doang. Ga
ada maksud lain..”
Peneliti menanyakan ke masing-masing informan orang tua mengenai

seberapa ingin tahu mereka tentang isi facebook anak, beberapa orang tua

menjawab ada yang ingin tahu lebih jauh namun sang anak tidak

memberikan kesempatan itu, dan ada juga yang lebih memilih untuk tidak

tahu karena sebatas menghargai privasi anak, ada yang merasa tidak terlalu
122

penting ada yang merasa lebih baik tidak mengetahui lebih jauh karena

karakter anak yang berbeda-beda.

SMY : “Ehm, pernah sih tapi gak lah biarin aja..ya pernah pengen
tau tapi ya gak terlalu, tante lebih suka gini misalnya kalau lagi
ada…yang perlu ditanya, lebih suka ngajak langsung aja gitu
ditanya. Kaya si Azizah tuh anak tante yang cewek pas pertama kali
punya pacar hehehehe, atau si akang tuh anak tante yang gede
tentang temennya, tapi dia mah tertutup kalau anak tante yang gede
hehehehe.. tapi tetep, tante tanya tapi hanya sebatas itu aja…”
LLH: “Jujur aja sih enggak, hmm bukan..bukan gak kepo (ingin
tahu) yah, ya Cuma suka lupa kalau dia ada Facebook hahaha, kaya
tadi pas di angkot saya mau buka facebook Adhel,tapi keburu lupa
gitu hahahaha. Padahal pengen tahu gitu ada apa aja sih di timeline
dia eh di wall dia gitu tapi kelupaan keburu sampai rumah
hahaha..tapi Adhel gak aneh-aneh sih kalau di facebook, Cuma foto-
foto aja yang gayanya aneh…”
SHD : “Ehm…enggak karena karakter anak-anak om itu kalau om
lebih kepo (ingin tahu lebih jauh) mereka biasanya pada gak suka
hahaha; haha intinya…”
ARD: “Iyalah! Tapi.,..gak bisa hahahaha kenapa? Tau tuh kenapa,
tapi suka-suka kepo gitu, pengen tau ngapain aja, terus temennya siapa
aja gituh……..”
KHR: Enggak..sih, kenapa? Ya urusan maisng-masing aja lah karena
kan udah gede, udah pandai mana tau yang benar dan yang salah..

Saat peneliti menanyakan tentang apakah adanya perbedaan yang

dirasakan ketika berinteraksi lewat media sosial facebook dan berbicara

langsung dengan anak, jawaban dari informan orang tua sangat beragam, ada

yang mengatakan facebook tidak memberikan perubahan interaksi antara orang

tua dan anak, ada yang menjawab facebook bisa menjadi awalan pembuka

obrolan dengan anak, ada yang menjawab ada dengan tidak adanya facebook

interaksi dan komunikasi dengan anak harus tetap terjalin.


123

SMY : “Ehm gak ada pengaruh, maksudnya..kalau tante ya


facebook itu dianggap gak terlalu serius gitu yah Kalau untuk
bisnis sih iya, tapi kalau untuk komunikasi dengan anak tante
rasa sih sekarang mah biasa aja yah, ga terlalu..tapi dulu
memang iya. Kalau sekarang ga terlalu berpengaruh banget
kok. Karena sekarang kontak bisa lewat sms atau
whatsapp..atau bbm dan line.”
LLH : “Ya itu tadi, kalau langsung kan saya bisa lebih meluk
dia..kalau di facebook terus jauh Cuma pake emoticon
yah,,gitu doang ga berasa.. Ehmmm kalau saya dan Adhel
enggak terlalu ya jujurnya. Ya karena tadi, yang main
facebook duluan kan itu Adhel saya kan follower dia,
istilahnya saya lebih belakangan, jadi pas dia udah bosen
saya baru on kan gitu…jadi, ketika dia udah beralih ke bb,
saya baru on di facebook. Jadi bener-bener kalau liat wall nya
Adhel, ya kaya lihat wall nya saya, karena banyak tag‟an dari
saya gitu.”
KHR: Enggak sih sama aja.. malahan ya ada facebook ga ada
facebook kita tetep komunikasi juga..
SHD : “Ya kalau om gini, kalau secara kedekatan ga ada
yang berpengaruh ya Cuma kalau dari segi manfaat om untuk
facebook bisa sebagai pembuka aja. Artinya pembuka, bahan
apa yang bisa om tanyakan atau om diskusikan nih sama
anak. Kalau dulu sebelum pakai facebook kan om selalu
nanya itu..itu aja terus, nah tapi begitu kita buka facebook
terus statusnya dia bagaimana ya ya kan kita bisa tanyain
akhirnya dia kenapa, dan bisa jadi bahan om untuk sebagai
bahan diskusi sama dia… Apakah ada perbedaan yang
dirasain sama om pas berinteraksi online di facebook
sama pas berinteraksi langsung sama anak? Pasti berbeda.
Pasti, dari segi keterbukaan ya lebih terbuka kalau kita
berbicara secara langsung sama anak-anak. Kalau di
facebook, kita menemukan keterbatasan kaya waktu, kalau
berinteraksi langsung kan bisa lebih banyak waktu dalam
keadaan apapun dan kapanpun. Ya lebih deket kita interaksi
langsung lah..tapi, di facebook secara keterbukaan kita juga
cukup terbuka ya, tapi dalam hal-hal yang biasa dan sifatnya
ringan,.”
Menurut Suhanda dengan adanya facebook juga bisa mencairkan

komunikasi yang dulu terkesan kaku, facebook dianggap oleh Suhanda bisa
124

menjadi awal pembicaraan dengan anak mengenai topik-topik yang lebih

baru dan lebih luwes.

SHD:” Ya itu..jadi gini sebelum kita…eeee..apa itu


namanya..kalau kita masuk ke facebook, apa itu log in atau
online di facebook, itu kan eee formal-formal aja tuh,
ketemunya juga kaku-kaku ya dulu sebelum ada facebook,
nah ini kan alanya begitu kita terhubung lewat facebook
awalnya walau Cuma komen “lagi ngapain uda?” “kok
ini..begini nih..kok serem banget sih gambarnya apa sih itu?”
gitu aja nanya-nanya aja sekalian, awalnya sih ga ada komen
dari dia, tapi lama kelamaan mulai dibales komennya.. nah
itu, membuka kedekatan kita sebetulnya sama anak, lebih
pengen deket lagi gitu… karena adanya facebook ini…”

Menurut Ardiany, dengan adanya Facebook memberikan perubahan

interaksi dirinya dengan anaknya, terutama dalam hal memberi nasihat

apabila ada postingan dari sang anak yang tidak sesuai atau tidak pantas

untuk di plubikasikan di media sosial facebook.

ARD: “Ada lah.. jadigini, kalau di facebook dia galau terus


kita tanya apakah pertanyaan itu ee..dia terima dengan senang
atau tidak kan enggak tahu kitanya, gabisa keliatan gitu ya..
kalau ketemu langsung kan emosinya bisa kelihatan jelas, itu
aja………Dengan adanya facebook membawa perubahan
interaksi sama anak tidak? Ehm..oh eee..ada-ada.
Contohnya? Kaya, misalnya dia ini yah galau kita kan kasih
tahu yah, jangan apa gitu maksudnya adalah sedikit
perubahan apa yang dia lakukan atau dia marah-marah ya
jangan marah di facebook, lebih baik marah langsung dan
saya tegur, abis itu dia bilang “iya bu,” langsung ngerti aja
gitu.
Jawaban dari pihak informan anak, Adhel mengatakan bahwa tak ada

yang membuat interaksi dan Mamanya berubah karena facebook, Adhel

lebih merasa bahwa untuk komunikasi secara langsung dengan ibunya


125

masih lebih efektif, dan Facebook tidak memberikan pengaruh yang terlalu

berarti untuk interaksinya dengan sang Mama.

ADH : “Gak, lebih enak ngobrol sih ya.. di facebook juga ya


sama aja gitu kaya di rumah kak..cuman enakan ngobrol
langsung. Kenapa? Soalnya biar lebih bisa leluasa aja gitu
ngobrolnya, kan kalau lagi di facebook itu kan males aja
ngetik terus kadang mamah juga sibuk kan pasti ga mungkin
buka facebook terus..”

Postingan anak di Facebook sering mengundang pertanyaan para orang

tua, ternyata setelah di lapangan temuan peneliti tak semua orang tua

menanyakan maksud dari postingan anaknya di facebook, termasuk juga

tidak semuanya mengomentari dan meminta kejelasan dari postingan yang

dibuat oleh anak mereka ada yang menanyakan ada juga yang membiarkan.

Kegalauan dan segala aktivitas yang dilakukan anak di media sosial

facebook menjadi bahan perbincangan antara orang tua dan anak ketika

bertemu langsung. Beberapa orang tua menanyakan maksud dari postingan

anaknya, beberapa orang tua lainnya tidak menghiraukan postingan anaknya

di facebook karena dianggap bukan hal yang terlalu serius.

SMY : “Enggak lah, karena ya itu…kalau ada masalah tante


lebih suka ngobrol aja gitu langsung. Terus maunya apa gitu,
jadi langsung ketahuan gitu apa namanya..ehm maunya anak
seperti ini, maunya tante seperti ini. Dicari solusinya…”
LLH : “Kalau Adhel anaknya gapernah posting aneh ya, paling
ponakan malah yang lebih aneh gitu postingannya, terus suka
saya marahin..itu menjatuhkan harga diri kamu hahaha kaya
gitu, kalau Adhel tapi ga pernah sih ya. Cuma saya lebih banyak
dapet laporan dari tantenya malah, misalnya dia status di
bbmnya gitu, atau misalnya tantenya ngasih tau “teh, kok itu si
adel ngeposting gituan” baru saya cek… judulnya saya gak pay
attention ke akunya Adhel hahaha.. apa karena tante
126

menghargai privasinya Adhel? Hahaha bukan, tapi karena


kelupaan aja..”
SHD :” Ehmm..selama ini ya, selama ini anak-anak om ga
pernah posting ya katakanlah foto-foto yang negatif gitu, yang
agak vulgar gitu..itu gak pernah, ada bebera foto paling yang di
share foto yang lucu-lucuan..dan agak ngeri-ngeri gitu, ya
kadang kalau lucu om suka ikut komen aja gitu… Om
termasuk orang yang suka nanyain tentang isi facebook
anak gak kalau lagi ngobrol langsung? Enggak
pernah…enggak pernah.”
ARD : “Ya sukalah..misalnya nanyanya gimana? Hmm
misalnya “itu lagi kenapa sih?” “kok yang seperti itu di
posting?” kalau sebenernya yang gak penting-penting
maksudnya yang galau-galau atau marah-marah itu lebih baik
jangan…jangan di facebook gitu..”
KHR :” Ee iya paling kalau yang aneh aja, kalau yang ga aneh
mah enggak.. misalnya yang aneh gimana tan? Apa
ya..tentang fotonya gimana..entah sama temannya lagi apa
gitu..udah itu aja..”
Jawaban dari informan anak juga mengatakan bahwa ada beberapa orang

tua yang menanyakan postingan mereka di facebook. Sebatas hanya ingin

tahu dan tidak membahasnya lebih dalam.

HFZ : “Gak, ga pernah soalnya gapernah ngepost yang aneh-aneh juga


sih..”

SYF : “Enggak sih..paling Cuma nanya “Kenapa kak?” udah paling gitu
doang…”

ADH: “enggak sih paling mamah juga nanyanya langsung komen, gak
langsung..he‟eh.. jadi ga ada ngobrol langsung karena postingan?
Enggak adah he‟eh biasa ajah…”

Gaya Bahasa di facebook sering kali berubah ketimbang di dunia nyata,

ada beberapa orang yang lebih senang menggunakan bahasa sehari-harinya

di facebook, ada juga yang menggunakan bahasa yang lain ketika

berinteraksi di facebook. Dari informan orang tua Ny Sumiyati, dan Ny Lilih


127

Nurjanah cenderung menggunakan bahasa sunda untuk media sosial

facebooknya.

Sedangkan Tn Suhanda, Ny Khairina dan Ny Ardiany menggunakan

bahasa indonesia, hal ini juga dijelaskan bahwa ada beberapa orang tua

yang menggunakan facebook untuk berinteraksi dengan teman-teman dan

sanak saudara yang juga berbahasa lain di facebooknya. Untuk gaya bahasa

yang ditunjukkan ke anak ketika di media sosial facebook dan ketika

berbicara langsung, para informan orang tua menjawab bahwa tak ada

perbedaan atas bahasa yang digunakan ketika berinteraksi di media sosial

facebook dan di kehidupan langsung.

SMY : “Enggak juga kok..enggak ada sama aja.”


LLH : “Ehm bahasa sunda..90% bahasa sunda, temen-temen
facebook itu kan kebanyakan orang sunda, jadi seakan-akan
dunia facebook itu jawa barat hahaha..Kalau gaya bahasa
sehari-hari saya dengan Adhel kan lebih ke bahasa indonesia,
kalau di kantor kan lebih formil, tapi kalau di facebook, ya
saya kan lebih banyak bahasa indonesia kalau status, Cuma
karena kadang yang nyamber orang sunda, jadi ya…coba cek
akun saya aja entar bagaimana hahaha..”
SHD : “ya kalau-kalau di facebook, kita apa ya ga terlalu bebas
gitu disamping keterbatasan karakter yang harus kita pake,
juga bahasa kita gabisa enak gitu kalau seru sih ya…ketemu
langsung…”
ARD : “Enggak sih, sama aja yang simpel-simpel
aja..gayanya…”
LLH : “Ya enggak kalau tante update status kaya gitu ya, udah
kaya gitu aja..”
128

Gambar 4.3.1 Potongan gambar dari facebook Sumiyati dan Lilih Nurjanah yang berinteraksi dengan
menggunakan bahasa sunda

Terlihat keduanya yang merupakan keturunan orang Sunda lebih

banyak menggunakan bahasa Sunda untuk berkomunikasi di facebook.

Untuk informan anak, gaya bahasa yang digunakan tidak jauh

berbeda dengan bahasa sehari-hari, salah satu informan anak Adhel lebih

suka mengungkapkan perasaan di facebook dengan bahasa indonesia yang

biasa dipakai oleh para remaja, berisi keluhan dan juga ejaan bahasa gaul

yang sering dipakai anak remaja

Gambar 4.3.2 Potongan gambar facebook Adhel dengan gaya bahasa di status updatenya
129

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di lapangan Adhel

mengatakan tak ada perbedaan bahasa yang dipakai olehnya di facebook

dengan ketika berbicara langsung, bedanya saja ia akan lebih sopan ketika

berbicara dengan orang tuanya dan berbeda ketika berbicara dengan teman

sebaya, ketika peneliti berkunjung ke rumahnya Adhel merupakan sosok yang

sangat sopan, cara berkomunikasi ke orang yang baru dikenal juga sangat

sopan dan banyak membantu. Cara berbicara yang terkesan dewasa

membuat suasana wawancara dengan Adhel berjalan dengan sangat nyaman

dan santai.

Para informan anak cenderung menggunakan bahasa yang kekinian

atau mengikuti perkembangan jaman, tak ditemukan menggunakan bahasa

daerah seperti yang terdapat pada facebook orang tua.

4.3.4 Pengelolaan identitas dan Hambatan Komunikasi

Identitas seseorang bisa berbeda di dunia nyata dan dunia maya, ada

yang berusaha membangun image di media sosial mereka demi

mendapatkan kesan yang lebih baik, ada juga yang membiarkan identitas

mereka secara gamblang apa adanya sama dengan pribadi asli.

Peneliti menanyakan kepada informan anak dan orang tua tentang

pengolaan identitas mereka di media sosial facebooknya masing-masing.

Kebanyakan dari para orang tua menjawab bukan tipe yang suka merubah

image mereka di media sosial facebook, dan para anak juga mengatakan

tidak merubah image mereka atau mencoba membangun pencitraan di


130

media sosial facebooknya, pada tahap ini peneliti akan mendeskripsikan

bagaimana hasil wawancara dan juga temuan di media sosial facebook para

informan tentang pengelolaan identitas mereka, Peneliti juga akan

mendeskripsikan hambatan apa saja yang dirasakan oleh para informan

ketika berkomunikasi secara online dan offline.

Peneliti menanyakan kepada informan orang tua tentang perubahan

image mereka di media sosial Facebook miliknya. Hampir semua

mengatakan bahwa mereka tidak membangun image yang berbeda di media

sosial facebooknya.

SMY : “tante kan orangnya eee…apa sih eee… extrovert jadi orang
bisa melihat apa karakter tante, terus terbukalah gitu tapi kalau di
facebook tante tidak…orang tidak tau apa yang dipikirkan oleh tante,
karena gak tidak untuk dipublikasikan. Enggak..enggak..ya jadi
dipisah itu kalau eeeee bener-bener apalagi sekarang kalau hanya
untuk jualan aja gitu facebooknya, maksudnya eee ya misal
komunikasi sama temen-temen kantor aja gitu, misalnya kemarin tante
lagi rapor sama kantor di balikpapan, ternyata kantor tante tuh harus
pindah, pindah gedung, ke bogor gitu..nah itu eee apa namanya, baru
disitu terlibat, gitu…di facebook eee tante komen, tante ini,
menumpahkan perasaan di facebook di situ gitu. Bahwa kita mau
pindah gitu, kan namanya pindah ke bogor terus lokasi awal di jakarta
kan galau juga ya gitu…… tapi, kalau untuk hal lainnya enggak
walaupun itu media sosial dan orang bebas gitu mau ngapain aja, tapi
kalau buat tante eeee gaklah kalau misalkannya kita benci ke orang
gitu, kan ada mislanya orang gitu benci sama orang lain terus pasang
status gitu yah, kalau tante sih enggak, mungkin orang gak mengerti
tante itu seperti apa aslinya orangnya kalau di facebook..”

LLH : “Oh enggak, saya bener-bener saya, tapi kadang pengen deh
ganti nama akun, dengan nama lain, karena itu kan ktp banget ya biasa
banget gitu, tapi karena pas buat belum tau kalau itu bisa dipalsu-
palsuin, jadi yaudah karena saya orangnya juga apa adanya jadi
yaudalah apa adanya aja..”

ARD: “Enggak pernah, seada-adanya aku aja..”


131

KHR : “Tante termasuk orang yang suka merubah image gak


kalau di facebook? Maksudnya? Ohh,,enggak kok apa adanya…”

Peneliti menemukan status update di facebook Khairina dengan

kalimat yang lebih bijaksana dan berisi pesan moral dalam tiap status

updatenya. Ini menjelaskan walaupun Khairina tidak merubah imagenya ada

unsur untuk terlihat lebih bijak dalam setiap status-status yang dibuatnya.

Saat peneliti berada di rumah Ny Khairina, Ia adalah pribadi yang sangat

supel dengan logat batak yang cenderung memiliki intonasi keras ketika

berbicara dan lebih blak-blak‟an tetapi saat peneliti melihat halaman

facebooknya, Khairina menggunakan bahasa yang lebih halus terutama

dengan status update facebooknya.

Gambar 4.3.3.Status update yang dibuat oleh Khairina di Facebooknya

Peneliti menemukan status yang dibuat oleh Ny Lilih di facebooknya,

ia benar tidak merubah imagenya, ketika peneliti berkunjung ke rumahnya

Lilih adalah seorang ibu yang sangat ramah dan tidak malu untuk

mengungkapkan apa yang dirasakannya, sekalipun dengan orang yang baru,

ia tidak canggung. Itu juga terlihat dari ungkapan status updatenya di media

sosial facebook akan perasaan yang dirasakannya.


132

Gambar 4.3.4 status update yang dibuat Lilih Nurjanah di Facebooknya.

Jawaban dari informan anak tentang image yang diciptakan di media

sosial tidak terlalu berbeda jauh dengan jawaban dari para informan orang

tua. Mereka cenderung lebih apa adanya dan tidak menutup-nutupi.

ADH : “kamu termasuk anak yang suka bikin image


yang beda gak kalau di facebook Dhel? Enggak sih,
sama aja aku mah kayaknya hahaha….”

Gambar 4.3.5 Potongan Facebook Adhel

Ketika peneliti berkunjung ke rumah Adhel pribadinya memang sangat

santai, anak remaja yang cenderung agak tomboy namun memiliki sifat

penurut ke orang tua nya, sama seperti ibunya Adhel tipe anak yang dengan

apa adanya menceritakan apa yang dia rasa tanpa ada yang ditutup-tutupi.
133

Itulah deskripsi hasil penelitian yang peneliti temukan dari hasil

wawancara langsung mendalam bersama para informan dan dengan mengamati

kegiatan para informan secara langsung dan mengamati halaman facebook milik

masing-masing informan

4.4 Pembahasan Hasil Penelitian

Pada tahap Ini Peneliti akan membuat kategori berdasarkan hasil

penelitian yang sudah didapatkan dari wawancara mendalam dengan

informan, observasi langsung ke rumah informan dan juga observasi non

partisipan dengan mengakses dan menelaah isi media sosial facebook para

informan. Peneliti akan membuat 4 kategori yaitu, Pemaknaan jejaring

sosial facebook oleh orang tua dan anak, Proses komunikasi online dan

offline orang tua dan anak pengguna facebook, Pola komunikasi yang

digunakan oleh orang tua dan anak pengguna facebook, dan

Pengelolaan identitas dan hambatan komunikasi yang terjadi antara

orang tua dan anak pengguna facebook.Dan diakhiri dengan membuat

matriks tipikasi berdasarkan hasil pembahasan penelitian

4.4.1 Pemaknaan Jejaring Sosial Facebook oleh orang tua dan anak.

A. Pemaknaan jejaring sosial facebook oleh orang tua

Dari hasil penelitian yang ditemukan peneliti, para orang tua memillki

jawaban yang sangat beragam. Facebook dijadikan media untuk berbisnis,

dan bersilaturahmi baik dengan anggota keluarga atau dengan teman yang
134

sudah lama tidak bertemu, selain itu ada orang tua yang memandang bahwa

facebook sebagai tempat mencari informasi-informasi baru yang lebih mudah

ketimbang dengan media informasi lainnya.

Seperti yang diungkapkan oleh Ny Sumiyati, sebagai seorang

Pegawai Negeri Sipil, ia menggeluti usahanya dengan menjual batik

dagangannya di facebook. Pada awalnya ia membuat facebook untuk

bersilaturahmi, namun makin kesini facebook digunakan olehnya untuk

memasarkan barang dagangannya.

SMY : “Kalau sekarang, mungkin lebih ke bisnis yah..karena dipake


untuk jualan, kalau awal-awal kan buat silaturahmi kan banyak juga tuh
orang dengan facebook terus ketemu lagi dengan teman lama…itu kan yang
jadi pionir kaya gitu kan lewat facebook gitu.”
Pemaknaan jejaring sosial facebook untuk bersilaturahmi dibenarkan

oleh Ny Lilih dan Ny. Ardhiany dan Ny Khairina. Ketiganya menyatakan

bahwa facebook dipergunakan untuk menjalin tali silaturahmi dengan

saudara dan teman lama.

ARD: “Oooh facebook..itu sebenernya sih menjadi tempat silaturahmi


sama temen2 yang ga pernah ketemu lagi, ketemunya di facebook, lebih ke
temen ya sih, maksudnya kalau saudara kan masih suka sering ketemu, tapi
kalau kaya temen-temen sd,smp,sma temen eeee masih kecil itu juga..juga
bisa ketemu disitu..”

Ny. Lilih memaknai Facebook selain sebagai tempat untuk

bersilaturahmi, ia melihat facebook sebagai sarana untuk memperbanyak

teman dan sebagai langkah awal untuk bertemu dengan orang-orang yang

sudah lama tak ditemuinya.


135

LLH: “Saya jadi punya banyak teman baru, yang kopi darat udah
banyak Kedua, saya ketemu saudara-saudara yang udah lama gak ketemu,
yang di padang..yang di mana gitu ya kan. Ya ketemu sama saudara di
kampung yang udah puluhan tahun ga ketemu, tiba tiba..hah? saya anaknya
ini..anaknya ini…saya cucunya ini..gitu kan oh,, bibi (saya kan orang sunda)
tuh anaknya ini ya.. ohh terus pas ke kampung tuh, eee..akhirnya kopi darat
bener-benernya tuh di kampung.

Pemaknaan facebook oleh Ny. Khairina selain untuk bertemu dan

bersilaturahmi dengan teman lama, ia menggunakannya sebagai referensi

pencari bahan masakan, karena ia seorang pembuat makanan Ny Khairina

memaknai facebook selain sebagai tempat bersilaturahmi juga untuk

memperkaya wawasannya tentang dunia kuliner dan informasi lainnya.

KHR : “Ya banyaklah..temen yang udah lama gak ketemu, jadi


ketemu udah berpuluh tahun tiga puluh tahun ga sekolah, ketemu..terus dah
gitu yang lainnya, dapet resep..dapat pelajaran lainnya..dapat ilmu kesehatan
semua, dan informasi…”
Berbeda dengan para Ibu, sebagai seorang ayah dari 3 orang anak

Suhanda memandang facebook sebagai media untuk mendapatkan

informasi yang ia sukai, baik dari komunitas, ataupun berita-berita yang

sedang terjadi, ia mengungkapkan bahwa ia jauh lebih mudah mendapatkan

informasi melalui facebook, dan juga membuatnya lebih tahu tentang info

komunitas yang digemarinya.

SHD: “Sebenarnya sih ya sebagai ini aja sebagai sarana informasi


yang mudah, yang kapanpun kita bisa dapet, beda kan sama jaman dahulu
kita Cuma denger radio, kita harus cari radio. Kalau sekarang, kan bisa dari
handphone dari komputer, nah sarana-sarana itu lah yang memudahkan kita
mendapatkan berita ya diluar news-news itu lah ya. Kaya berita internasional,
berita-berita komunitas, dan paling kalau untuk anak, kita tahu perkembangan
anak dia aktivitasnya apa, kadang kan di status kan juga dia mengatakan
kondisi dia, apa dia galau, dia senang,. “
136

Suhanda juga mengatakan, pemaknaan facebook untuk dia dan anak

juga sekaligus bisa melihat bagaimana perasaan sang anak di media

sosialnya.

B. Pemaknaan Jejaring Sosial Facebook oleh Anak

Peneliti menanyakan hal yang sama tentang pemaknaan facebook

terhadap informan anak-anak, jawabannya jauh lebih simpel, hal ini

disebabkan aktivitas yang dieksplor oleh anak di facebook hanya sebatas

tentang dirinya dan juga teman-temannya.pemaknaan facebook oleh anak

hanya sebagai media untuk berbagi dengan teman-temannya. Penggunaan

facebook lebih lanjut untuk media informasi dan berjualan tidak dilakukan.

HFZ : “Paling buat liat foto terus ya paling ngecek orang jauh, orang
jauh apa maksudnya? Yang di luar gitu jadi bisa liat keadaanya lewat
facebook..”
ADL : “Ya…gimana ya..buat komunikasi sama temen, terus buat sharing-
sharing aja gitu..”
HMD: “Hmm chattingan sama temen, kalau gak main game. Udah gitu-gitu
aja..”

Pemaknaan yang berbeda antara orang tua dan anak mengenai

penggunaan media sosial facebook merujuk pada perbedaan kondisi orang

tua yang sebagai digital immigrant dan anak sebagai digital native.

Menurut Marc Prensky, seorang pemerhati dunia pendidikan pada

artikel yang di tulisnya tahun 2001. Prensky, menjelaskan bahwa Digital

Native adalah generasi yang lahir dan hidup di era yang serba digital,

sedangkan Digital Immigrant adalah mereka yang lahir pada masa sebelum
137

era digital dan mencoba untuk hijrah ke era digital dengan beradaptasi

dengan kondisi yang ada sekarang.

Orang tua sebagai digital immigrant memandang facebook sebagai

sebuah media baru untuk ajang mencari teman-teman dan saudaranya yang

sudah lama tak bertemu. Bagi para orang tua hal semacam media sosial

adalah hal baru, sehingga para orang tua memanfaatkan facebook secara

total untuk mengeksplor dirinya dan juga lingkungannya, facebook menjadi

hal baru yang sebelumnya tidak pernah ada pada saat mereka seusia anak-

anaknya dimana media untuk berkomunikasi hanya sebatas Radio, Televisi

dan Pesawat Telepon.

Berbeda dengan anak sebagai Digital Native anak merupakan

penuduk asli dari era media sosial, mereka tumbuh dan mengenal media

sosial sedari awal seiring dengan pertumbuhan mereka, sehingga

pemaknaan jejaring sosial seperti facebook hanya sebatas sebagai media

agar mereka tak ketinggalan jaman dengan lingkungan sekitarnya, anak

akan berpindah ke media sosial lainnya seperti Twitter, Path, Instagram,

seiring dengan kondisi lingkungan pertemanannya.

Hal ini dianggap wajar karena bagi anak media sosial bukannlah

sesuatu hal yang baru dan dulu tidak ada. Mereka tumbuh di era media

sosial sudah mulai banyak bermunculan sehingga untuk pemaknaannya

lebih sederhana jika ada jenis media sosial yang baru anak akan lebih cepat

berpindah dan mencobanya ketimbang para orang tua.


138

C.Pemanfaatan Jejaring Sosial Facebook oleh Orang Tua Sebagai


pengontrol anak.
Sebagai media keterhubungan, facebook tidak hanya menjadi

perpanjangan eksistensi diri penggunanya, namun juga memberikan fungsi

pengawasan pada lingkungan (surveillance), up-dating informasi yang terjadi

diantara mereka saling berhubungan. (Prasetya, 2012:185)

Kurangnya waktu bertemu, kesibukan masing-masing dan juga faktor

usia dan perubahan cara berkomunikasi membuat adanya suatu

penggunaan lain dari jejaring sosial facebook, Peneliti menanyakan kepada

para informan orang tua mengenai penggunaan facebook sebagai media

untuk pengontrol keseharian anak. Jawabannya beragam. Dari 5 subjek

informan orang tua, 2 diantaranya mengakui menggunakan media sosial

facebook untuk sarana pengontrol media anak. Yaitu Tn Suhanda dan Ny.

Ardiany.

SHD : “Hmm ada unsur ke sananya…cuman secara apa


ya..kadang kalau anak saya yang posting kegalauan, om gak
langsung komen, atau interaksi di facebook. Yang penting om tahu
nih kondisi anak di facebook sedang kaya gimana. Nanti kalau udah
di rumah pas ketemu baru nanya “kenapa kamu?” ya gini-gini…nah
gitu aja sih.
Suhanda menggunakan facebook sebagai sarana untuk melihat anak-

anaknya ketika di dunia maya. Ia beranggapan, bahwa sangat penting untuk

mengikuti perkembangan zaman terlebih dengan hal media sosial, ia merasa

dengan melihat facebook anaknya bisa mengetahui isi perasaan yang

ditumpahkan oleh para anaknya dan membuatnya bisa menanyakan hal

yang dirasakan anaknya melalui akun facebooknya. Facebook untuk media


139

pengontrol keseharian anak juga dilakukan oleh Ny Ardiany terhadap

anaknya.

ARD: “Eee iyah..buat ngontrol contohnya kaya apa misalkan?


Ehmm,,,, kalau anak-anak lagi galau..kalau anak-anak lagi marah-
marah itu bisa keliatan, terus misalkan dia lagi ada di
mana..aktivitasnya apa aja, itu biasanya..”
Ardiany menggunakan facebook untuk mengetahui aktivitas sang

anak baik ketika di dunia maya, atau ketika sang anak berada di luar rumah,

ia menggunakan facebook untuk mengetahui keberadaan sang anak, dan

aktivitas apa saja juga perasaan apa yang sedang dirasakan oleh anaknya.

Ternyata, tak semua orang tua meggunakan facebook sebagai sarana

pengontrol anak. Ny Sumiyati, Ny Lilih, dan Ny. Khairina memandang

facebook hanya sebagai jejaring sosial biasa dan tidak menggunakannya

untuk mengontrol keseharian anak. Alasannya pun beragam, mulai dari tidak

terlalu menaruh perhatian dengan media sosial anak, memberi kebebasan

anak, menggunakan media lain untuk mengontrol anak, memberi

kepecayaan pada anak, dan tidak ingin terlalu jauh mencampuri isi facebook

anak.

SMY : “Ehmm enggak, soalnya kalau tante tuh orangnya lebih suka
ngasih kepercayaan gitu. Jadi, gak dipake buat pengontrol juga. Tapi,
kalau orang-orang sih tante denger katanya iya sih dipake kaya gitu,
Cuma kalau tante enggak sih orangnya. Jadi ngebebasin aja..”
LLH : “Enggak…kalau saya sih ngontrolnya lewat BBM”
KHR : “kalau tante sih enggak.. kalau misalkan anak-anak buat
postingan gitu tante suka komen? Enggak ya, jarang paling ee..sepintas
aja liat, terus kalau masuk ke berandanya baru, liat aja gitu abis tu, jarang
komen..Tapi ga pernah yang ngontrol anak gitu? Enggak kok,
bebas..terserah anaknya aja.
140

Ada bentuk kekhawatiran yang berbeda bagi para orang tua mengenai

anak-anaknya sekarang. Para orang tua tidak lagi terlalu khawatir tentang

dengan siapa anak itu bergaul atau berinteraksi, tetapi ada bentuk

kekhawatiran baru seperti foto-foto apa saja yang diunggah secara online

oleh anaknya dan interaksi apa saja yang dilakukan oleh anaknya ketika

online di media sosial.

―Social media has introduced a new dimension to the well-worn


fights over private space and personal expression. Teens do not want their
parents to view their online profiles or look over their shoulder when
they‘re chatting with friends. Parents are no longer simply worried about
what their children wear out of the house but what they photograph
themselves wearing in their bedroom to post online.‖ (Boyd,2014:54)

Seperti yang dijelaskan oleh Boyd (2014:54), media sosial telah

membuat mengenalkan kita pada bentuk kekhawatiran yang baru dimana

privasi dan ekspresivitas secara interpersonal menjadi lebih rumit, para anak

remaja cenderung tidak ingin orang tuanya tahu dengan siapa mereka

chatting, dan para orang tua tak lagi mengkhawatirkan gaya berpakaian anak

mereka melainkan mengkhawatirkan aktivitas anak-anaknya di media sosial.

Hal ini yang membuat beberapa sebagian orang tua ingin mengetahui lebih

jauh aktivitas anak-anaknya di media sosialnya. Ini juga yang menjadi salah

satu alasan para orang tua menggunakan Facebook sebagai sarana

pengontrol kegiatan anak-anaknya.


141

D. Pengarahan Penggunaan Facebook oleh Orang Tua kepada Anak

Facebook adalah ruangan terbuka dimana siapa saja bisa

mengaksesnya dan informasi yang diberikannya tidak selalu benar.

Facebook menjadi tempat berinteraksi yang menyenangkan sekaligus

menyeramkan, tercatat sudah ada lebih dari 27 anak hilang karena kasus

bertemu dengan orang aisng di facebook data tersebut disebutkan oleh Arits

Merdeka Sirait yang dilansir oleh www.voaindonesia .com. kekhawatiran

orang tua bukan tanpa alasan. Facebook seperti sebuah lingkungan dimana

orang bisa menjadi siapa saja.

Peneliti menanyakan tentang bagaimana pengarahan yang diberikan

oleh orang tua kepada anak mengenai penggunaan media sosial yang bijak.

Dari ke 5 informan anak, semuanya memberikan pengarahan terhadap anak

ketika berinteraksi di facebook.

LLH : “Oh iya iya pasti, dan dia juga udah ngerti kan kalau di
facebook tuh hati-hati berteman, pokoknya kalau dia mau pergi ketemuan
siapa gitu saya tekankan “jangan terima permen, jangan terima air, atau
apa..bawa sendiri.” Terus dia nanya kenapa gitu, saya bilang gaboleh
karena ga ada yang bisa dipercaya di dunia ini kecuali mamah. Ngeri lah
walaupun itu temen deket juga mana ada yang tahu kan wallahualam
yah..namanya juga orang ga ada yang tahu isi pikirannya, apalagi dia kan
anak-anak labil kaya gitu. Sampai pas kemarin dia minta ikut sahur on the
road sama anak komplek, saya minta ikut, buat tau aja itu bener apa gak
buat amal-amal bagi makanan gitu. Kalau misalnya positif ya saya bolehin
lagi tahun depan gitu. Toh dia juga punya dunianya sendiri kan….”
SHD : “Ehmm enggak ya, untuk batasan sih..cuman om sama tante tuh
selalu ini ingetin kalau misalnya ada kejadian-kejadian gitu, yang diawali
penyebabnya dari hubungan di media sosial, misalnya ada yang diculik,
ada yang diperkosa dan ada yang apa nah, pada saat ngobrolin gitu kita
ngejelasin ke anak khususnya Khansa ya karena dia perempuan dan masih
sekolah juga, kalau yang Teiza dan Mirza karena mereka laki ya terus
terang kita Cuma bilang hati-hati karena udah ada undang-undang ITE
kalau salah posting nanti kamu bisa kena pidana dari pasal ITE itu. Nah
142

kalau yang perempuan nih kita wanti-wanti nih, si Khansanya kita kasih
tau “nah itu kalau kamu berhubungan di media tanpa kamu hati-hati nanti
akibatnya seperti itu..jadi, kamu dengan siapapun jangan langsung percaya
begitu aja..kamu mesti saring pertemanan-pertemanan gitu” apalagi kita
ya, tinggal di metropolitan kaya gini, aktivitas kita itu..macem-macem.
Kejahatan segala macem ada di sekeliling kita, kita cuman ngebatasin
disitu aja gak kaya “kamu gaboleh buka ini, gaboleh buka itu,” gak gitu
sih…lebih memberikan pengarahan aja,karena kalau kita larang anak pasti
akan penasaran terus dan pasti tetep aja ngelakuin..dan kita kan juga gak
24 jam ngawasin mereka terus…”
ARD: “Eee..kalau mau posting ya posting yang baik-baik, jangan marah-
marah, jangan menjelek-jelekkan orang..jangan ee berbuat yang merugikan
orang. Iya hati-hati juga apalagi kaya di invite sama orang yang gak
dikenal gitu, banyak kan sekarang gitu kaya di tv tuh baru kenal berapa
lama tau2nya diajak ketemu, ketemu tau2nya dijahatin itu sering diingetin
biar jangan kaya gitu di wanti-wanti. Bu Dian termasuk orang yang
membatasi anak bermain facebook? Enggak pernah ya, lagipula
kadang-kadang kita tahu, kecuali kalau pas dia buka terus konek ke kita
gitu baru deh kelihatan…”
KHR : “Ehmm tante ngebebasin aja, Cuma kalau ke anak tante kasih tau
jangan ngomong yang gitu-gitu di facebook,tapi kalau facebook orang mah
tante ga pernah. Misalnya masukin foto yang bener takutnya nanti diambil
orang terus disalahgunakan ada..ada tante kasih pengarahan..kalau gakenal
jangan diterima, kalau dikenal boleh..kadang orang kan suka lain tuh
namanya ini mukanya ini tapi maksudnya beda, gajelas itu tante terang-
terangin dengan yang si dua kecil ini..”

Penerapan nilai dan juga pengarahan yang dilakukan oleh orang tua

kepada anaknya untuk berinteraksi di facebook merupakan upaya untuk

pembentukan konsep diri sang anak. Konsep diri merupakan faktor yang

sangat menentukan dalam komuniikasi interpersonal, karena setiap orang

bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Sukses

komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep

diri.(Rakhmat, 2005:104-105).

Konsep diri yang ditekankan disini adalah dengan para orang tua

memberikan pengarahan dan penjelasan bagaimana dunia maya


143

sebenarnya dapat membuat anak menjadi lebih berhati-hati dan tidak mudah

terjerumus dari penyalahgunaan media sosial, terutama facebook. Nilai-nilai

dan pelajaran yang diberikan oleh orang tua dapat membentuk anak memiliki

konsep diri yang lebih baik.

Sedangkan ciri orang yang memiliki konsep diri positif (Rakhmat,

2010:99-105)ditandai dengan 5 hal :

6. Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah

7. Ia merasa setara dengan orang lain

8. Ia menerima pujian tanpa rasa malu

9. Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan,

keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat

10. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan

aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha

mengubahnya.

Dengan memberikan pengarahan dan ikut mencoba menyelami

dunia anak melalui facebook, diharapkan orang tua bisa membentuk

konsep diri anak yang lebih baik, dan dengan bimbingan yang

diberikan dapat membuat anak memiliki konsep diri yang positif.


144

4.4.2 Proses Komunikasi online dan offline orang tua dan anak
pengguna facebook (Telaah Etnografi Komunikasi)
A. Proses komunikasi Online orang tua dan anak pengguna
Facebook : Keingintahuan Orang tua untuk mengetahui isi Jejaring
Facebook anak lebih jauh

Perkembangan media sosial yang semakin banyak, juga menambah

kosa kata penggunanya, istilah seperti kata “Kepo” yang memiliki arti dari

akronim “Knowing Every Particular Object” adalah sebutan untuk orang

serba tahu detail dari sesuatu apapun yang lewat dihadapannya selama itu

terlihat oleh matanya. Orang kepo adalah irang yang serba ingin tahu, bisa

jadi seperti kecanduan untuk tahu hal yang sepele (Prasetya, 2012: 275).

Berangkat dari istilah keinginan tahu tersebut,peneliti akhirnya menanyakan

tingkat „ke-kepoan‟ para orang tua tentang isi facebook anak-anaknya.

Peneliti menanyakan ke masing-masing informan orang tua mengenai

seberapa ingin tahu mereka tentang isi facebook anak, beberapa orang tua

menjawab ada yang ingin tahu lebih jauh, namun sang anak tidak

memberikan kesempatan itu, dan ada juga yang lebih memilih untuk tidak

ingin tahu terlalu jauh karena sebatas menghargai privasi anak, ada yang

merasa tidak terlalu penting ada yang merasa lebih baik tidak ingin

mengetahui lebih jauh karena karakter anak yang berbeda-beda.

SMY : “Ehm, pernah sih tapi gak lah biarin aja..ya pernah pengen
tau tapi ya gak terlalu, tante lebih suka gini misalnya kalau lagi
ada…yang perlu ditanya, lebih suka ngajak langsung aja gitu
ditanya. Kaya si Azizah tuh anak tante yang cewek pas pertama kali
punya pacar hehehehe, atau si akang tuh anak tante yang gede
tentang temennya, tapi dia mah tertutup kalau anak tante yang gede
hehehehe.. tapi tetep, tante tanya tapi hanya sebatas itu aja…”
LLH: “Jujur aja sih enggak, hmm bukan..bukan gak kepo (ingin
tahu) yah, ya Cuma suka lupa kalau dia ada Facebook hahaha, kaya
145

tadi pas di angkot saya mau buka facebook Adhel,tapi keburu lupa
gitu hahahaha. Padahal pengen tahu gitu ada apa aja sih di timeline
dia eh di wall dia gitu tapi kelupaan keburu sampai rumah
hahaha..tapi Adhel gak aneh-aneh sih kalau di facebook, Cuma foto-
foto aja yang gayanya aneh…”
SHD : “Ehm…enggak karena karakter anak-anak om itu kalau om
lebih kepo (ingin tahu lebih jauh) mereka biasanya pada gak suka
hahaha; haha intinya…”
ARD: “Iyalah! Tapi.,..gak bisa hahahaha kenapa? Tau tuh kenapa,
tapi suka-suka kepo gitu, pengen tau ngapain aja, terus temennya siapa
aja gituh……..”
KHR: Enggak..sih, kenapa? Ya urusan maisng-masing aja lah karena
kan udah gede, udah pandai mana tau yang benar dan yang salah..

Perbedaan rasa keingintahuan para orang tua dengan jejaring sosial

facebook anaknya, memiliki beberapa alasan, ada yang menganggap

facebook hanya sebatas media sosial biasa yang hanya untuk seru-seruan,

faktor anak sudah jarang membuka facebooknya juga menjadi alasan

kenapa orang tua kini tak lagi menelusuri isi facebook anak lebih jauh, ada

orang tua yang beranggapan untuk terus tahu isi facebook anak, karena

interaksi di rumah yang kadang kurang dan usaha orang tua untuk terus

mengetahui perkembangan anaknya. Orang tua juga ada yang tidak ingin

menanyakan isi facebook anaknya lebih jauh karena dianggap anaknya

sudah besar dan rasa kepercayaan terhadap anak yang membuat orang tua

yakin bahwa anak tidak akan berbuat yang di luar batas.

Ruth Gavison describes privacy as a measure of the access others have to


you through information, attention, and physical proximity.(Boyd,2014:59)

Perbedaan keingintahuan para orang tua mengenai isi facebook anak

beragam, ada yang ingin mengetahui lebih jauh ada yang tidak karena

menghargai privasi anak. Privasi menurut Ruth Gavisom dalam


146

Boyd(2014:59) adalah kedalaman untuk mengakses informasi tentang

seseorang, perhatian dan kedekatan secara psikologis. Beberapa orang tua

tidak ingin terlalu dalam mengetahui isi facebook untuk menghargai privasi

dan kepercayaan anaknya. Ada juga orang tua yang ingin mengetahui dan

membahas isi postingan anaknya di facebook sebagai rasa ingin tahu dan

kepedulian tentang apa yang dirasakan anak-anaknya sehingga para anak

mempostingnya di akun facebook mereka.

1. Aktivitas di facebook : Menceritakan Anak di facebook

Parents are funny — especially on Facebook! And we love them for it.

Bagi orang tua, mengekspresikan diri di facebook miliknya merupakan

hal yang wajar dan lumrah, dan menceritakan tentang anak di media sosial

facebook seakan menjadi suatu kegiatan rutin yang dilakukan para orang

tua, baik sebagai ungkapan perasaan bangga, perasaan senang dan juga

ungkapan kasih sayang. Dengan menceritakan anak di facebook, orang tua

merasa lebih bebas untuk berekspresi tentang perasaannya di facebook.

Peneliti menanyakan tentang aktivitas para orang tua yang suka

menceritakan soal anaknya di media sosial facebook. Jawaban dari

beberapa orang tua mengatakan mereka memang senang menceritakan

tentang anak di facebook mereka.

LLH : “Oh iyah..he‟eh tapi gak terlalu sering, ya kaya gini aja Adhel
lagi ulang tahun, saya upload foto Adhel, oh iya Adhel”
ARD: “Suka..suka banget sering hahaha. Biasanya tentang apa?
Tentang..mislanya nilainya dia bagus, pas ulang tahun, sama kelakuan
lucunya aja.”
147

Gambar 4.4.1 potongan gambar facebook Lilih Nurjanah dan Ardiany dan Sumiyati yang
menceritakan anaknya di facebook.

Berbeda dengan 2 orang tua di atas. Ny Khairina dan Tn Suhanda

tidak suka menceritakan anak di facebook. Ny Khairina lebih suka

mengupload foto dirinya bersama dengan anak-anak ketimbang

menceritakan tentang anak di facebook.

KHR: “Suka cerita tentang anak? Enggak.. Suka upload foto bareng anak
di facebook? Suka..bangga aja tuh punya anak apalagi segede apis
hahaha..biasanya sih pas ulang tahun, lebaran..lagi ngumpul-ngumpul ramai-
ramai ada..”
SHD: “Om termasuk orang yang suka nanyain tentang isi facebook anak gak
kalau lagi ngobrol langsung? Enggak pernah…enggak pernah. Ehm, terus suka
148

upload foto bareng anak, atau menceritakan anak di facebook? Kalau


om..jarang ya, upload-upload foto, tapi anak-anak justru yang sering upload foto
kita-kita.”

Gambar 4.4.2 postingan dari keluarga Suhanda tentang foto keluarga di facebooknya dan potongan facebook

Khairina yang mengunggah aktivitas bersama anaknya

Berbagai macam pernyataan dari para informan yang menceritakan

tentang keluarga dapat disimpulkan ini adalah bentuk ekspresivitas yang

dilakukan oleh para orang tua, dan dikatikan dengan salah satu

elemeninteraksionisme simbolik yang dikemukakan oleh Jerome Manis dan

Bernard Meltzer dalam (Littlejohn, 2006:159-160). “Berbagai makna dipelajari

melalui interaksi di antara orang-orang. Makna muncul dari adanya

pertukaran simbol-simbol dalam kelompok-kelompok sosial.”

Makna yang terkandung dari aktivitas menceritakan anak di facebook

adalah sebagai bentuk interaksi para pengguna facebook, khususnya orang

tua yang menggunakan facebook. Kebiasaan-kebiasaan menceritakan

tentang anak terjadi di lingkungan para orang tua yang menggunakan

facebook. Hal ini menjadikan sebuah interaksi antara para orang tua di

facebook, yakni dengan menceritakan satu-sama lain kegiatan bersama

anak atau kegiatan yang dilakukan anak.


149

2. Aktivitas di Facebook : Like, dan Comment di jejaring sosial


Facebook

Di dalam dunia jejaring sosial membalas komen seseorang apalagi

yang kita kenal menjadi sebuah “ritual kesopanan” sebagai bentuk phatic

communication. Sebagaimana pada konteks komunikasi tatap muka atau

face to face, tanggapan atas respon seseorang dalam sebuah percakapan

menjadi rangkaian proses itu sendiri (Prasetya,2012:265).

Aktivitas komen dan like yang dilakukan oleh para orang tua dan anak

bisa disebut juga sebagai interaksi, namun kenyataannya tindakan komen

dan like oleh orang tua dan anak di facebook, tidak seperti pada para

pengguna facebook saat bersama dengan teman-temannya.

Aktivitas seperti memberikan like dan komen di facebook yang

dilakukan oleh para informan juga memiliki arti tersendiri. Baik dari informan

orang tua maupun informan anak.

SMY: “eee ya suka komen, tapi..sekarang mereka juga


udah jarang sih ya pake facebook jadi paling udah jarang
sih tapi kalau sama saudara-saudara sih iya masih suka,
sama ponakan gitu misalnya. Kalau waktu awal-awal sih
iya sering. Misalkan contohnya apa tan? Misalkan
posting ponakan yang kecil, terus pada komen gitu.”
LLH: “Pernah kok… terus responnya Adhel gimana
kalau tante komen gitu? “yah mamah…” hahahaha tapi
dibales kan tan? Eee jarang-jarang sih, jarang
maksudnya, malu komen ke status Adhel hehehehe..”
Aktivitas komen jarang dilakukan oleh nyonya Khairina dengan alasan

tidak ingin terlihat terlalu mengganggu di halaman facebook anak-anaknya.

KHR: ”Enggak ya, jarang paling ee..sepintas aja liat, terus


kalau masuk ke berandanya baru, liat aja gitu abis tu,
jarang komen
150

Sementara jawaban dari Ny Ardiany dan Tn Suhanda

mengatakan mereka suka komen di facebook anaknya dan jarang

mendapatkan respon balasan dari anaknya di facebook.

ARD: “Ehmm aku tidak terlalu sering sih, abisannya


dicuekin sama anaknya hahahaha……..nah ngomongin
kaya gitu,respon anak-anak kalau Bu Dian komen
dibales gak? Ehmm jarang! Hahaha..”

Gambar 4.4.3 salah satu bentuk komentar Ny Ardiany di facebook anak yang
tidak dibalas oleh anaknya.

SHD: “Hmm secara respon sih ya…itu sekali aja


dibales..tapi kalau om udah nanya lebih banyak lagi
biasanya ga dibales hahaha..nanti paling dialnjutinnya
kalau kita ketemu…”
―Dad Joined facebook. Kid‘s Updates : Dad on Fb wtf!‖
Dad commented, ―What‘s wtf?‖
Kid Replied to him, ―Welcome to facebook..‖
Aktivitas komen dan like oleh orang tua di facebook sering kali

dianggap sebagai sesuatu hal yang menganggu oleh anaknya. Dan

sebaliknya, para orang tua menganggap bahwa setiap postingan anak di

facebook yang mengundang perhatian akan selalu dikomentari, sebagai

bentuk orang tua juga ingin melakukan interaksi yang sama dengan anaknya

di jejaring sosial facebook.


151

―When I‘m talking to somebody online, I don‘t like when they stand over my
shoulder, and I‘ll be like, ‗Mom, can you not read over my shoulder?‘

Peneliti menemukan jawaban mengenai aktivitas komen yang

dilakukan oleh para orang tua di facebook anaknya. Alasan sang anak

beragam tidak ingin membalas facebook karena merasa komen yang

diberikan orang tua mereka mengganggu mereka dan ada beberapa anak

yang dengan sengaja mengabaikan komen dari orang tua mereka di

facebook.

Gambar 4.4.5 Komentar Lilih Nurjanah yang tidak dibalas oleh Adhel di Facebooknya

ADL: “pengen-pengen enggak-enggak gitu hahaha.. kenapa? Suka


males aja gitu, soalnya kan temen-temen yang lainnya juga ikut
komen jadi akunya kaya malu gitu hahahaha…Mama suka komen
di facebook kamu?Hahaha sering banget, sering…nah respon
kamu gimana tuh dengan mama komen di facebook kamu?
Kan kalau sekarang udah agak jarang buka facebook jadi ya diliat
aja hahaha..gak aku respon gitu..Terus kamu kalau mama komen
gitu suka bete gak? Bete banget kak hahaha..emang kenapa?
Soalnya tuh mama kaya kepo banget gitu sama facebook aku
hahaha..sering-sering ngeliat gitu…jadinya ya gitu deh kesel-kesel
gimanaa gitu..”
SYF: “Ibu suka ngekomen-komen gitu gak di facebook kamu?
Iya sih, gak cuman di facebook di semua media sosial aku hahaha
Terus kamu merasa risih gak Syif? Enggak sih biasa aja, cuman
kaya yaudalah biarin aja namanya juga ibu-ibu hahaha.. terus
kamu balas gak? Kalau di yang lainnya dibales. Kalau di
facebook jarang. Kenapa? He‟eh Males hahaha..”
152

Gambar 4.4.6 potonganFacebook Hafizh yang tidak membalas komentar ibunya

Komentar Ny Sumiyati Sobir di akun facebook anaknya Hafizh

yang tidak dibalas, Hafizh memiliki alasan sendiri kenapa ia jarang

membalas komen dari ibunya, diantaranya karena sang ibu suka

berkomentar yang aneh-aneh membuatnya malu.

HFZ: “mama atau papa suka komen di facebook kamu gak?


Mama doang paling, biasanya komennya ngapain? Misal ee..naro
foto terus mama komen, terus macem-macem lah…terus kamu
suka risih gak? Paling aku kalau risih delete hahaha.. biasanya
kalau kamu risih gitu emang mama komen apa? Apa
ya..pokoknya yang malu-maluin lah.. Hmm misalnya “ah
bohong..ini mah..” udah paling gitu-gitu doang. Terus kamu agak
risih gak kalau mama kaya gitu di facebook? Iya lumayan sih,
terus respon kamu gimana? Ya kalau ga delete, di diemin.
HMD: “Kalau mama suka komen di facebook kamu bales gak?
Gak, gak pengen..kenapa? malu…
Peneliti menanyakan ke informan anak tentang alasan kenapa para

orang tua suka melakukan aktivitas komen di facebook mereka, ada yang

menjawab bahwa para orang tua ingin mengetahui gaya hidup anaknya

seperti apa sekarang, ada yang menjawab bahwa orang tua tidak ingn

ketinggalan jaman.
153

HFZ: “Ehmm paling pengen lebih update dari anaknya, hahaha..”


SYF: “Ya mungkin khawatir, atau apa, terus pengen tahu..kenapa sih
ini anaknya..gitu..”
ADL: “Ya,,,mungkin mama pengen tahu kehidupan aku kaya gimana
gitu…gimana aku di sosial media kali ya..jadinya ya gitu deh
hehehehe..”
Peneliti menanyakan tentang aktivitas orang di facebook bersama

anak, ada orang tua yang senang melakukan kegiatan interaksi di facebook

ada juga yang hanya sekedarnya saja.

SHD: “ehmm sekali-kali intinya kalau lagi kondisi ceria ya,, suka
lucu-lucuan kemudian lagi ada kabar apa yang anak tahu, jadi kita
inbox ke dia, atau statusnya dia kita komentarin.”
KHR: “Enggak ya, jarang paling ee..sepintas aja liat, terus kalau
masuk ke berandanya baru, liat aja gitu abis tu, jarang komen..
Aktivitas memberikan tanda like yang dilakukan oleh para orang tua

dan anak di facebook mereka memiliki jawaban yang beragam.

SMY: “Ehm kalau untuk anak iya. Tapi, kalau untuk yang lain kalau
sekarang kan kebanyakan ya banyak banget tuh postingan yang aneh
gitu, tapi karena anak-anak udah jarang update trus respon mereka ke
kita juga jarang kalau di facebook jadi ya udah jarang sih like gitu aja
palingan. Tapi ya sekarang biasa aja sih, kalau ga terlalu gimana gitu
postingannya ya biasa aja.”
LLH : “Ehm, kalau di postingan orang 50:50 ya ga semua di like juga,
apalagi yang rasis, terus gambar-gambar aneh, sama kata-kata kasar
itu enggaklah ya, dan saya juga ga peduli sama berapa orang yang
akan like status atau gambar saya, tapi alhamdulillah ya seratusan ada
hahahahaha..”
ARD:” Bener suka lah..iya bener suka hahahaha..engak iseng.”
KHR: “Emm gak ada..kalau lagi masuk ke berandanya aja lagi bagus,
misal Hana foto-foto bagus ya udah like doang..udah gitu doang. Ga
ada maksud lain..”
154

Dalam persepektif sibernetika, feedback menjadi informasi bagi

pengirim pesan atas apa yang disampaikannya “Feedback has one main

function. It helps communicator adjust his message tp the needs of response

of the receiver” (Fiske 1982 dalam Prasetya,2012:262).

Membalas komen, dan memberikan like di jejaring sosial juga

menunjukkan bahwa adanya interaksi yang timbal balik antara pengguna

facebook, tetapi hasil yang peneliti temukan, masih ada informan anak yang

enggan mmembalas aktivitas komen, like dan wall dari para orang tuanya.

Alasannya beragam, mulai dari malu karena komentar yang diberikan

membuatnya jadi bahan candaan teman-temannya di facebook, mulai dari

enggan membalas karena dianggap tidak terlalu penting, dan ada yang

langsung menghapusnya karena merasa tidak nyaman.

Hal ini disebabkan facebook adalah sarana untuk berekspresi dan

memberikan penggunanya untuk melakukan hal yang mewakili perasaanya.

Para informan anak tak membalas aktivitas komen dan like yang diberikan

orang tua mereka karena keterlibatan orang-orang terdekat seperti orang

tua dan kerabat atau keluarga besar bisa menghambat diri mereka untuk

berekspresi sehingga para informan anak cenderung mengabaikan aktivitas

orang tua mereka di facebook karena merasa canggung dan tidak bebas

lagi.
155

3. Aktivitas di Facebook : Interaksi orang tua dan anak di jejaring


sosial facebook
Interaksi melalui Computer mediated Comunication Memiliki

karakteristik yang membedakannya dengan bentukan interaksi lainnya, yaitu

dengan tidak hadirnya feedback secara regular, lemahnya aspek

dramaturgical, minimnya tanda-tanda sosial (social cues) dan munculnya

anomity social. Tidak seperti pada komunikasi tatap muka, petunjuk fisik

tidak hadir dalam proses komunikasinya sehingga aspek non verbal hilang

(Prasetya, 2012:127)

Berinteraksi dengan anak ketika online dan offline sangat

dirasakan berbeda. Keberadaan facebook sebagai sarana untuk meluapkan

ekspresi bagi penggunanya, membuat para pengguna mengangap bahwa

akun facebook adalah wadah untuk mereka berinteraksi dan mengeksplor

dirinya dengan leluasa. Tetapi dari beberapa pengguna merasakan adanya

perbedaan interaksi ketika berinteraksi dengan anak secara online dan

ketika offline. Seperti keterbatasan ruang dan waktu, juga feedback yang

dilancarkan, para orang tua dan anak masih menganggap bahwa interaksi

secara langsung dengan anak masih jauh lebih baik ketimbang interaksi

secara online di jejaring sosial facebook.

Saat peneliti menanyakan tentang apakah adanya

perbedaan yang dirasakan ketika berinteraksi lewat media sosial facebook

dan berbicara langsung dengan anak, jawaban dari informan orang tua

sangat beragam. Ada yang mengatakan facebook tidak memberikan

perubahan interaksi antara orang tua dan anak, ada yang menjawab
156

facebook bisa menjadi awalan pembuka obrolan dengan anak, ada yang

menjawab ada dengan tidak adanya facebook interaksi dan komunikasi

dengan anak harus tetap terjalin.

SMY : “Ehm gak ada pengaruh, maksudnya..kalau tante ya


facebook itu dianggap gak terlalu serius gitu yah Kalau untuk
bisnis sih iya, tapi kalau untuk komunikasi dengan anak tante
rasa sih sekarang mah biasa aja yah, ga terlalu..tapi dulu
memang iya. Kalau sekarang ga terlalu berpengaruh banget
kok. Karena sekarang kontak bisa lewat sms atau
whatsapp..atau bbm dan line.”
LLH : “Ya itu tadi, kalau langsung kan saya bisa lebih meluk
dia..kalau di facebook terus jauh Cuma pake emoticon
yah,,gitu doang ga berasa.. Ehmmm kalau saya dan Adhel
enggak terlalu ya jujurnya. Ya karena tadi, yang main
facebook duluan kan itu Adhel saya kan follower dia,
istilahnya saya lebih belakangan, jadi pas dia udah bosen
saya baru on kan gitu…jadi, ketika dia udah beralih ke bb,
saya baru on di facebook. Jadi bener-bener kalau liat wall nya
Adhel, ya kaya lihat wall nya saya, karena banyak tag‟an dari
saya gitu.”
KHR: Enggak sih sama aja.. malahan ya ada facebook ga ada
facebook kita tetep komunikasi juga..
SHD : “Ya kalau om gini, kalau secara kedekatan ga ada
yang berpengaruh ya Cuma kalau dari segi manfaat om untuk
facebook bisa sebagai pembuka aja. Artinya pembuka, bahan
apa yang bisa om tanyakan atau om diskusikan nih sama
anak. Kalau dulu sebelum pakai facebook kan om selalu
nanya itu..itu aja terus, nah tapi begitu kita buka facebook
terus statusnya dia bagaimana ya ya kan kita bisa tanyain
akhirnya dia kenapa, dan bisa jadi bahan om untuk sebagai
bahan diskusi sama dia… Apakah ada perbedaan yang
dirasain sama om pas berinteraksi online di facebook
sama pas berinteraksi langsung sama anak? Pasti berbeda.
Pasti, dari segi keterbukaan ya lebih terbuka kalau kita
berbicara secara langsung sama anak-anak. Kalau di
facebook, kita menemukan keterbatasan kaya waktu, kalau
berinteraksi langsung kan bisa lebih banyak waktu dalam
keadaan apapun dan kapanpun. Ya lebih deket kita interaksi
langsung lah..tapi, di facebook secara keterbukaan kita juga
157

cukup terbuka ya, tapi dalam hal-hal yang biasa dan sifatnya
ringan,.”
Menurut Suhanda dengan adanya facebook juga bisa

mencairkan komunikasi yang dulu terkesan kaku, facebook dianggap oleh

Suhanda bisa menjadi awal pembicaraan dengan anak mengenai topik-

topik yang lebih baru dan lebih luwes.

SHD:” Ya itu..jadi gini sebelum kita…eeee..apa itu


namanya..kalau kita masuk ke facebook, apa itu log in atau
online di facebook, itu kan eee formal-formal aja tuh,
ketemunya juga kaku-kaku ya dulu sebelum ada facebook,
nah ini kan alanya begitu kita terhubung lewat facebook
awalnya walau Cuma komen “lagi ngapain uda?” “kok
ini..begini nih..kok serem banget sih gambarnya apa sih itu?”
gitu aja nanya-nanya aja sekalian, awalnya sih ga ada komen
dari dia, tapi lama kelamaan mulai dibales komennya.. nah
itu, membuka kedekatan kita sebetulnya sama anak, lebih
pengen deket lagi gitu… karena adanya facebook ini…”
Menurut Ardiany, dengan adanya Facebook memberikan

perubahan interaksi dirinya dengan anaknya, terutama dalam hal memberi

nasihat apabila ada postingan dari sang anak yang tidak sesuai atau tidak

pantas untuk di plubikasikan di media sosial facebook.

ARD: “Ada lah.. jadigini, kalau di facebook dia galau terus


kita tanya apakah pertanyaan itu ee..dia terima dengan senang
atau tidak kan enggak tahu kitanya, gabisa keliatan gitu ya..
kalau ketemu langsung kan emosinya bisa kelihatan jelas, itu
aja………Dengan adanya facebook membawa perubahan
interaksi sama anak tidak? Ehm..oh eee..ada-ada.
Contohnya? Kaya, misalnya dia ini yah galau kita kan kasih
tahu yah, jangan apa gitu maksudnya adalah sedikit
perubahan apa yang dia lakukan atau dia marah-marah ya
jangan marah di facebook, lebih baik marah langsung dan
saya tegur, abis itu dia bilang “iya bu,” langsung ngerti aja
gitu.
158

Jawaban dari pihak informan anak, Adhel mengatakan

bahwa tak ada yang membuat interaksi dan Mamanya berubah karena

facebook, Adhel lebih merasa bahwa untuk komunikasi secara langsung

dengan ibunya masih lebih efektif, dan Facebook tidak memberikan

pengaruh yang terlalu berarti untuk interaksinya dengan sang Mama.

ADH : “Gak, lebih enak ngobrol sih ya.. di facebook juga ya


sama aja gitu kaya di rumah kak..cuman enakan ngobrol
langsung. Kenapa? Soalnya biar lebih bisa leluasa aja gitu
ngobrolnya, kan kalau lagi di facebook itu kan males aja
ngetik terus kadang mamah juga sibuk kan pasti ga mungkin
buka facebook terus..”
Facebook membangun lngkungan sosial dimana individu

hadir membangun realitas di atas interaksi mereka dengan sesama

penggunanya

“Cyberspace a world where new cultural forms are being created daily by
technological mediation and extention, and created in a way which is
immediate and active in people‟s lives” (Holmes, 1997:3 dalam Prasetya
2012:181)
Secara tidak langsung, facebook walau dirasa oleh

penggunanya yakni orang tua dan anak tidak memberikan perubahan

interaksi yang secara signifikan, namun facebook dianggap sebagai sesuatu

yang baru yang bisa memberi pengaruh interaksi antara orang tua dan anak.

Facebook menjadi suatu awalan bagi orang tua dan anak untuk menemukan

topik baru yang akan diceritakan, mencairkan suasana baru. Walau

mayoritas orang tua dan anak pengguna facebook merasa tak ada

perubahan yang terlalu signifikan karena adanya facebook dan interaksi

secara langsung masih lebih dominan.


159

Barbara lalis dalam (Littlejohn,2009:231) menjelaskan salah

satu poin dari interaksionisme simbolik adalah “Kehidupan sosial terdiri dari

proses-proses interaksi daripada susunan, sehingga terus berubah.

Dengan adanya facebook ini secara perlahan akhirnya

terjadi proses-proses interaksi di dalamnya, yang tidak disadari sehingga

membuat sebuah proses komunikasi berubah baik ketika online dan offline

antara orang tua dan anak pengguna facebook.

4. Aktivitas di Facebook : Gaya bahasa yang digunakan di jejaring sosial


facebook

Bahasa dan perlakuan bahasa seringkali berbeda-beda diantara

konteks komunikasi yang berlangsung. Bahasa dan permainan kata dalam

sebuah konteks interaksi menjadi bagian dari nilai-nilai yang dipahami

bersama dan digunakan bersama sebagai bentuk pemeliharaanya

(Prasetya, 2012:316).

Gaya Bahasa di facebook sering kali berubah ketimbang di dunia nyata,

ada beberapa orang yang lebih senang menggunakan bahasa sehari-

harinya di facebook, ada juga yang menggunakan bahasa yang lain ketika

berinteraksi di facebook. Dari informan orang tua Ny Sumiyati, dan Ny Lilih

Nurjanah cenderung menggunakan bahasa sunda untuk media sosial

facebooknya. Sedangkan Tn Suhanda, Ny Khairina dan Ny Ardiany

menggunakan bahasa indonesia, hal ini juga dijelaskan bahwa ada

beberapa orang tua yang menggunakan facebook untuk berinteraksi

dengan teman-teman dan sanak saudara yang juga berbahasa lain di

facebooknya. Untuk gaya bahasa yang ditunjukkan ke anak ketika di media


160

sosial facebook dan ketika berbicara langsung, para informan orang tua

menjawab bahwa tak ada perbedaan atas bahasa yang digunakan ketika

berinteraksi di media sosial facebook dan di kehidupan langsung.

SMY : “Enggak juga kok..enggak ada sama aja.”


LLH : “Ehm bahasa sunda..90% bahasa sunda, temen-temen
facebook itu kan kebanyakan orang sunda, jadi seakan-akan
dunia facebook itu jawa barat hahaha..Kalau gaya bahasa
sehari-hari saya dengan Adhel kan lebih ke bahasa indonesia,
kalau di kantor kan lebih formil, tapi kalau di facebook, ya
saya kan lebih banyak bahasa indonesia kalau status, Cuma
karena kadang yang nyamber orang sunda, jadi ya…coba cek
akun saya aja entar bagaimana hahaha..”
SHD : “ya kalau-kalau di facebook, kita apa ya ga terlalu bebas
gitu disamping keterbatasan karakter yang harus kita pake,
juga bahasa kita gabisa enak gitu kalau seru sih ya…ketemu
langsung…”
ARD : “Enggak sih, sama aja yang simpel-simpel
aja..gayanya…”
LLH : “Ya enggak kalau tante update status kaya gitu ya, udah
kaya gitu aja..”

Gambar 4.4.7 Potongan gambar dari facebook Sumiyati dan Lilih Nurjanah yang berinteraksi dengan
menggunakan bahasa sunda di facebooknya.
161

Potongan gambar dari facebook Sumiyati dan Lilih Nurjanah yang

berinteraksi dengan menggunakan bahasa sunda. Terlihat keduanya yang

merupakan keturunan orang Sunda lebih banyak menggunakan bahasa

Sunda untuk berkomunikasi di facebook.

Pengguna kerap menggunakan bahasa yang spesifik (particular

language style) digunakan dalam kelompok atau komunitas sebagai bagian

dari pengembangan perasaan dan kepemilikan dan keterlibatan pada

komunitasnya tersebut (Prasetya, 2012:334)

Orang tua menggunakan facebook untuk berinteraksi dengan teman

dan keluarganya, dan bagi para orang tua menggunakan bahasa daerah dan

bahasa „ibu‟ mereka bukanlah hal yang memalukan, bahkan menjadi salah

satu cara interaksi yang lebih luwes dan lebih santai ketika menggunakan

bahasa daerah dengan teman-teman dan saudaranya di facebook. Walau

kenyataanya, pengakuan yang peneliti temukan di lapangan, Ny Sumiyati

dan Ny Lilih tidak terlalu banyak menggunakan bahasa sunda atau bahasa

daerah ketika berkomunikasi dengan penghuni rumah.

―..by making the language form and content pervormative and playful,
participants in CMC enchance the appeal of the discourse, build online
identities and foster fun relationships (Bauman, 1975 in Livingstone,2006:41)‖
Ada kecenderungan para orang tua menggunakan bahasa daerah

ketika mereka berinteraksi dengan teman-temannya di facebook. Menurut

Bauman dengan membuat bahasa dan isi yang menarik perhatian, lucu dan

ada unsur yang khas membuat para pengguna Computer Mediated

Comunication membangun sebuah identitas dan hubungan yang


162

menyenangkan dengan orang-orang yang diajak berinteraksi secara online.

Bahasa yang digunakan para orang tua di facebook mengandung unsur yang

menarik perhatian seperti menggunakan bahasa sunda seperti yang

dilakukan oleh Sumiyati dan Lilih untuk berinteraksi dengan teman-teman

dan anggota facebooknya membuat gaya bahasanya menjadi salah satu

pusat perhatian dan mengundang para pengguna facebook untuk memberi

tanggapan dan komentar. Inilah yang membuat facebook orang tua terlihat

lebih unik karena penggunaan gaya bahasa yang tidak seperti anak-anak

remaja gunakan di akun facebooknya.

Gaya bahasa yang digunakan oleh anak di facebook juga terlihat

berbeda dengan gaya bahasa yang digunakannya sehari-hari, ketika peneliti

terjun langsung ke rumah masing-masing informan, gaya bahasa yang

digunakan para anak ketika berbicara dengan penghuni rumah lebih

menggunakan bahasa yang sopan, dan tidak mengandung perkataan yang

ada unsur emosi di dalamnya.

Temuan peneliti berbeda ketika menelusuri halaman facebook anak.

Beberapa diantaranya menggunakan bahasa gaul, dan bahasa yang

mengandung unsur emosi, para anak juga lebih gamblang menggambarkan

apa yang dirasakannya melalui tulisan “status update” mereka di

facebooknya.

“The ability to understand and define social context is important.


When teens are talking to their friends, they interact differently than
when they‟re talking to their family or to their teachers. (Boyd,
2014:36)”
163

Seperti yang dikutip oleh Donah Boyd dalam bukunnya It‟s Complicated,

kemampuan untuk membagi dan mengerti isi media sosial sangatlah penting,

ketika para remaja berbicara dan berinteraksi dengan temannya, perbedaan itu

terjadi. Cara remaja berinteraksi dengan temannya berbeda dengan cara mereka

berbicara dan berinteraksi dengan orang tua mereka dan guru mereka.

Ada perbedaan gaya bahasa para anak ketika mereka berada

menuliskannya di facebook dengan cara mereka berbicara sehari-hari. Dari hasil

penelitian ketika peneliti mewawancarai informan anak, semua menyatakan

bahwa mereka menggunakan bahasa sehari-hari yang digunakan. Namun ketika

peneliti menelusuri halaman facebook para informan anak. Para anak cenderung

menggunakan dan mengungkapkan perasaan mereka dengan kalimat yang jauh

lebih berani dan menggunakan kata yang terkadang memiliki unsur emosi di

dalamnya.

Gambar 4.4.8 Potongan gambar facebook Adhel dengan gaya bahasa di status updatenya
164

Berdasarkan hasil wawancara yang peneliti lakukan di lapangan Adhel

mengatakan tak ada perbedaan bahasa yang dipakai olehnya di facebook

dengan ketika berbicara langsung, bedanya saja ia akan lebih sopan ketika

berbicara dengan orang tuanya dan berbeda ketika berbicara dengan teman

sebaya, ketika peneliti berkunjung ke rumahnya Adhel merupakan sosok yang

sangat sopan, cara berkomunikasi ke orang yang baru dikenal juga sangat

sopan dan banyak membantu cara berbicara yang terkesan dewasa membuat

suasana wawancara dengan Adhel berjalan dengan sangat nyaman dan

santai. Namun setelah peneliti menelusuri halaman facebooknya, postingan

Adhel menggunakan kata-kata yang menunjukkan unsur emosinya dan jauh

dari kesan kata yang sopan.

Gaya bahasa yang digunakan oleh informan anak juga berbeda,

terlebih jika ada keluarga atau orang dekat yang menanggapi interaksi mereka

di facebook, mereka cenderung mengabaikan, dan membalasnya sekedarnya.

Gambar 4.4.9 Gaya Bahasa pada informan anak yang diungkapkan di facebooknya.
165

Pada halaman facebook Hafizh terlihat ketika ia mengungkapkan apa

yang dirasakannya ia tuliskan dengan status update di facebooknya, dan

dikomentari oleh sang Ibu, Sumiyati. Namun Hafizh tidak membalas komentar

sang ibu. Adhel juga cenderung tidak membalas komentar yang diberikan oleh

ibunya di status update facebooknya.

Pengguna facebook dari kalangan anak cenderung menghindari dan

merasa dirinya tidak leluasa lagi ketika orang-orang terdekatnya

mengomentari aktivitas mereka di facebook.

Gaya bahasa yang mengandung emosi juga diutarakan oleh informan

anak Syifa. Ia mengungkapkan perasaan kekesalannya di jejaring sosial

facebooknya, dan ketika salah seorang kerabat dan keluarganya

mengomentari aktivitasnya, gaya bahasa yang digunakan untuk membalas

komentarnya pun berbeda dengan ketika ia menuliskan status updatenya.

Gambar 4.4.10 Perbedaan Gaya Bahasa yang digunakan di facebook Syifa


166

Perbedaan gaya bahasa orang tua dan anak pengguna facebook

terletak dari jenis bahasa yang digunakan, yakni para orang tua cenderung

menggunakan bahasa daerah untuk berinteraksi dengan teman dan

saudaranya di facebook, dan anak menggunakan bahasa yang lebih casual

dan santai tak jarang menggunakan bahasa yang mencerminkan emosinya

dan cenderung mengabaikan aktivitas keluarga terdekatnya pada postingan

mereka, atau membalas dengan sekedarnya.

B. Proses komunikasi secara Offlineorang tua dan anak Pengguna


Facebook

1. Aktivitas Tatap Muka : Menanyakan Postingan anak di


Facebook saat berkomunikasi tatap muka.
Postingan anak di Facebook sering mengundang

pertanyaan para orang tua, ternyata setelah di lapangan temuan peneliti tak

semua orang tua menanyakan maksud dari postingan anaknya di facebook,

termasuk juga tidak semuanya mengomentari dan meminta kejelasan dari

postingan yang dibuat oleh anak mereka ada yang menanyakan ada juga

yang membiarkan.

Kegalauan dan segala aktivitas yang dilakukan anak di

media sosial facebook menjadi bahan perbincangan antara orang tua dan

anak ketika bertemu langsung. Beberapa orang tua menanyakan maksud

dari postingan anaknya, beberapa orang tua lainnya tidak menghiraukan

postingan anaknya di facebook karena dianggap bukan hal yang terlalu

serius.
167

SMY : “Enggak lah, karena ya itu…kalau ada masalah tante lebih suka
ngobrol aja gitu langsung. Terus maunya apa gitu, jadi langsung ketahuan
gitu apa namanya..ehm maunya anak seperti ini, maunya tante seperti ini.
Dicari solusinya…”
LLH : “Kalau Adhel anaknya gapernah posting aneh ya, paling ponakan
malah yang lebih aneh gitu postingannya, terus suka saya marahin..itu
menjatuhkan harga diri kamu hahaha kaya gitu, kalau Adhel tapi ga pernah
sih ya. Cuma saya lebih banyak dapet laporan dari tantenya malah, misalnya
dia status di bbmnya gitu, atau misalnya tantenya ngasih tau “teh, kok itu si
adel ngeposting gituan” baru saya cek… judulnya saya gak pay attention ke
akunya Adhel hahaha.. apa karena tante menghargai privasinya Adhel?
Hahaha bukan, tapi karena kelupaan aja..”
SHD :” Ehmm..selama ini ya, selama ini anak-anak om ga pernah posting ya
katakanlah foto-foto yang negatif gitu, yang agak vulgar gitu..itu gak pernah,
ada bebera foto paling yang di share foto yang lucu-lucuan..dan agak ngeri-
ngeri gitu, ya kadang kalau lucu om suka ikut komen aja gitu… Om
termasuk orang yang suka nanyain tentang isi facebook anak gak kalau
lagi ngobrol langsung? Enggak pernah…enggak pernah.”
ARD : “Ya sukalah..misalnya nanyanya gimana? Hmm misalnya “itu lagi
kenapa sih?” “kok yang seperti itu di posting?” kalau sebenernya yang gak
penting-penting maksudnya yang galau-galau atau marah-marah itu lebih baik
jangan…jangan di facebook gitu..”
KHR :” Ee iya paling kalau yang aneh aja, kalau yang ga aneh mah enggak..
misalnya yang aneh gimana tan? Apa ya..tentang fotonya gimana..entah
sama temannya lagi apa gitu..udah itu aja..”
Jawaban dari informan anak juga mengatakan bahwa ada

beberapa orang tua yang menanyakan postingan mereka di facebook.

Sebatas hanya ingin tahu dan tidak membahasnya lebih dalam.

HFZ : “Gak, ga pernah soalnya gapernah ngepost yang aneh-aneh juga sih..”

SYF : “Enggak sih..paling Cuma nanya “Kenapa kak?” udah paling gitu doang…”

ADH: “enggak sih paling mamah juga nanyanya langsung komen, gak
langsung..he‟eh.. jadi ga ada ngobrol langsung karena postingan? Enggak adah
he‟eh biasa ajah…”

“Many adults believe that they have a sense of what‟s “good” for teens—
school, homework, focus, attention, and early bedtime—and many teens are
acutely aware of how much society values such adult-oriented pursuits. But
many adults are unaware of how social their everyday experiences are and
168

how desperate teens are to have access to a social world like that which
adults take for granted. (Boyd,2012:83-84) ”

Beberapa orang dewasa percaya bahwa mereka memiliki penglihatan yang

“baik” untuk kegiatan para anak remajanya seperti tentang sekolah, masalah

focus, dan perhatian, juga tentang pengaturan waktu tidur mereka. Beberapa

remaja pun sadar bagaimana lingkungan para orang dewasa mempengaruhi

hidup mereka.Tetapi, beberapa orang dewasa dalam hal ini tidak menyadari

betapa para remaja menderita karena pengalamannya dan mereka tersiksa

karena para orang dewasa dalam hal ini orang tua mereka tidak peduli.

(Boyd,2012:83-84)

Hal ini yang mendasariketikaadapostingan anak di facebook yang

aneh beberapa orang tua ada yang menanyakan ketika proses komunikasi

tatap muka berlangsung. Ada juga yang tidak menanyakan. Karena sebagian

orang tua ada yang peduli tentang keseharian anaknya baik di media social

facebook, atau ketika mereka beraktivitas sehari-hari dalam dunia nyata.

Seringkali masih ada orang tua yang kurang memperhatikan keseharian

anaknya dan tidak menaruh perhatian lebih baik di media social anaknya

atau kegiatan keseharian anaknya.Inilah alasan ada orang tua yang

menanyakan postingan anak di facebook, dan ada yang tidak

menanyakannya.
169

2. Aktivitas Tatap Muka : Hal yang dibicarkan ketika berkomunikasi


secara tatap muka
Sebuah ungkapan psikologi menyatakan, “apabila ada keterbukaan,

anak akan mau menceritakan masalah kepada orang tuanya sehingga dapat

menghindari anak menjadi stress dan depresi” peneliti juga menanyakan

bagaimana proses komunikasi orang tua dan anak pengguna facebook

ketika mereka berbicara secara tatap muka. Seperti hal apa saja yang

dibicarakan ketika berkomunikasi secara langsung.

Peneliti menanyakan kepada informan orang tua dan anak mengenai

komunikasi keluarga, baik intensitas bertemu, dan topik apa saja yang di

bicarakan pada saat bertemu langsung.

SMY: “Iya, tante lebih sering langsung ngobrol di rumah daripada


lewat media sosial.Biasanya ngomongin apa aja sih misalnya kalau
lagi ngobrol bareng gitu tan? Kalau santai…biasanya ngobrolin
tentang….apa sih, barang baru gitu misalnya, kaya handphone… terus
tentang perkembangan studi kali yah…nanya di sekolah kaya gimana,
terus di kampus kaya gimana…kalau keseringannya gitu.”
LLH : “O iya kalau di rumah sering, tapi kalau di facebook enggak sih
ya… biasanya kalau lagi ngobrol langsung santai kaya gini apa sih
tan yang dibicarain sama Adhel? Ehmm..ngobrolin sekolah, belajar,
ngaji, main…apalah ya sama gaul terutama, sekarang masalah gaulnya
dia. Saya ngobrolin kalau gaul gini-gini pasti beda kan jaman saya dulu,
sama jamannya dia sekarang kan. Hati-hati begini- begini saya paling
galak kalau kontrol Adhel tuh apa, Maaf-maaf ya sampai saya tanyain
dia udah mens apa belum tiap bulannya. Ketakutan banget! Sebagai
orang tua ya.. apalagi Adhel perempuan dan anak pertama yah.
Seberapa lama sih biasanya tante menghabiskan waktu ngobrol
sama Adhel secara langsung? Kalau ngobrol sih gak lama, Cuma kita
kan sering jalan…nonton, terus paling kalau lagi ngobrol gitu sambil
kita nyari uban..atau apa hahaha..”
SHD: “nah iya itu, soal waktu lamanya sih ga terlalu lama ya, tapi
sekarang justru malah lebih sering karena kita kan jarang ketemu,
begitu kita ketemu pasti kita jadi ngobrol, bahkan walaupun ga ditanya
170

om lebih cerita duluan..jadi ya secara frekuensi lebih berkuang, tapi


secara intensitas dan kualitas lebih dalam…”
ARD: Ehmm apa ya palingan masalah sekolah, temen deket, ee apa sih
pelajarannya udah itu aja…”
KHR: “Kalau ngobrol langsung..macem lah..misalnya sekolah,
temen2nya udah gitu kalau mislanya ada apa-apa di sekolah diomongin,
jangan didiemin masalah sekolah sih kalau si Hana sama Hamid.Yaa
sebentar lah, karena tante suka masak.. waktunya paling.. kapan ada
waktu lowong misalnya kaya abis buka ngobrol, ini buka pakai apa
udah gitu doang ngobrol gitu…kalau hari-hari juga pada sekolah pada
kuliah, kek mana..kuliahnya sekolahnya…”
Jawaban dari informan anak mengenai hal apa saja yang sering di

bicarakan dengan orang tua mereka secara langsung dan berapa lama

menghabiskan waktu untuk berbicara secara langsung.

ADL : “Kalau mau pergi-pergi sih, sama mama lagi kesel hahaha gitu-gitu
deh..jadi suka cerita-cerita..”
SYF : “Sama ibu…seberapa sering? Setiap malem..soalnya kan tidurnya
bareng hahaha jadi ngobrolnya setiap hari deh hahahaha..Apa aja sih yang
biasa kamu omongin sama ibu? Gatau kadang-kadang, ngomongin
temennya ibu..temen-temen SMA ibu, terus guru di sekolah, ngomongin
cowok..yagitudeh..”
HFZ: “Setiap mama pulang kantor sih, soalnya kan mama kerja. Apa aja
sih yanng biasa kamu obrolin sama mama? Paling apa ya, ngobrol
keseharian aja, kaya minta uang terus nanya-nanya. Terus suka curhat
gak sama mama? Lumayan.. tentang apa? Cewek atau sekolah? Hmm
enggak juga hahaha kebanyakan sekolah…”
Proses pertukaran pesan antara komunikator dan komunikan untuk

mengembangkan sistem ekspetasi bersama, pola-pola keterikatan secara

emosional, dan cara-cara penyesuaian sosial.” Di bukunya ia juga

menjelaskan bahwa di dalam komunikasi interpersonal terdapat adanya

relasi yang sifatnya pribadi diantara pihak-pihak yang berkomunikasi.

(Riantara, 2007:1.7). dengan melibatkan emosi masing-masing dari orang


171

tua dan anak dalam melakukan kegiatan komunikasi interpersonal dan tatap

langsung, mampu membuat hubungan keduanya menjadi lebih dekat.

Dari temuan yang peneliti dapatkan beberapa orang tua memang ada

yang tidak ingin untuk tahu lebih jauh isi media sosial anak karena dirasa itu

hal yang kurang penting dan ada juga yang ingin mengetahui isi postingan

anak untuk mengetahui isi hati dan keberadaan anak.

Dari semua informan baik orang tua ataupun anak, mereka lebih

senang berbicara secara tatap muka, baik hal-hal mendasar seperti

pendidikan, dan juga rencana-rencana masa depan, obrolan malam sebelum

tidur, meluangkan waktu untuk pergi dan menghabiskan waktu sama anak,

menimbulkan komunikasi yang lebih efektif dan membangun hubungan

orang tua dan anak lebih dekat, ketimbang hanya dengan melihat postingan

dan aktivitas media sosial mereka.

C. Perbandingan berkomunikasi secara online dan offline orang tua dan


anak pengguna facebook
Komunikasi antarpribadi itu merupakan komunikasi yang bertujuan

yang berlangsung di antara dua orang atau lebih dalam suasana yang akrab

dan masing-masing pihak yang berkomunikasi saling mempengaruhi.

Suasana akrab dan saling mempengaruhi di antara orang-orang yang terlibat

itu merupakan kekhasan komunikasi antarpribadi. (Riantara, 2007:1.7-1.9)

Peneliti menemukan jawaban yang hampir sama dari tiap informan

baik informan orang tua ataupun informan anak ketika mereka ditanyai lebih

nyaman berbicara langsung atau berbicara melalui media facebook. Dari 5


172

keluarga, semuanya menyebutkan bahwa lebih baik berbicara secara

langsung ketimbang berbicara di media sosial facebook, mulai dari alasan

respon yang lebih cepat, hingga bisa melihat reaksi lawan bicara secara

langsung dan pencarian solusi.

SMY : “Lebih enak langsung, karena kalau di facebook kan orang


suka baca gitu ya…jadi ga enak aja kecuali kalau di message bisa
lebih pribadi…Kalau tante langsung sih ya, karena kalau langsung kan
bisa…anak bisa langsung perasaan kita gitu, kita juga bisa melihat
reaksi mereka gitu kalau lewat facebook mungkin kan ada yang
diumpetin gitu, walau terus terang kalau pun ngobrol langsung tante
juga gabisa tau yang dalem-dalemnya gimana kan..tapi lebih ke
komunikasi langsung terus kan lebih bisa melihat nada
bicaranya…..kalau lewat facebook kan bisa aja ada yang
disembunyiin gitu.”
KHR: “Enggak sih.. ee tante sih langsung, langsung ke anak-
anak..karena kan kita lihat-lihatan, dia kalau ngomong salah kan
kelihatan tuh kalau dia bohong, kalau lewat facebook kan mana
keliatan orang Cuma tinggal ketik-ketik doang..”
ARD: “Ya lebih seru ngobrol langsung lah..Enakan secara langsung,
karena kan kalau di facebook kan ga keliatan gimana-gimananya
ya..kalau di facebook dia kan pasti sambil aktivitas lain dan anaknya
juga gak akan langusng jawab gitu.. dan feedbacknya juga kalau
ngobrol langsung lebih cepet diterima, dan inti permasalahannya juga
lebih jelas.”
SHD: ya kalau-kalau di facebook, kita apa ya ga terlalu bebas gitu
disamping keterbatasan karakter yang harus kita pake, juga bahasa
kita gabisa enak gitu kalau seru sih ya…ketemu langsung.
LLH: “Oh iya secara langsung dong, karena kita bisa lihat
ekspresinya…manyunya dia, senengnya dia kan bisa kelihatan kan ya,
untungnya saya dari awal selalu menekankan sama anak-anak itu
kejujuran ya…apapun ya mau keadaan, suasana hati harus selalu
berbicara apa adanya. Jadi, anak tuh udah gak kaget lagi orang tua
begini, anaknya begini…Adhel pun jadi bisa kontrol saya, kaya „Ih,
Mamah jangan kaya gitu.., ngapain sih di Facebook kaya gitu…‟

Jawaban dari informan anak tentang lebih nyaman berbicara langsung

atau berbicara lewat facebook beragam. Dari 4 orang informan anak, yang
173

mengaku lebih senang berbicara secara langsung hanya 3 orang sedangkan

1 orang lagi kurang suka untuk berbicara langsung dengan orang tuanya.

ADL: Ngobrol bareng sih,,, Kenapa? Ya biar bisa langsung aja sih,
soalnya kalau ngetik kan suka capek jadi kalau langsung kayaknya
enak aja gitu..
SYF: “langsung sama ibu atau orang yang bersangkutan. Kenapa?
Kenapa ya..biar lebih tau gitu letak permasalahannya di mana-mana
gitu..gimana cara nyelesainnya.
HFZ: Enakan langsung sih,lebih tau masalahnya apa, gak bertele-tele
kaya media sosial gitu,soalnya kita kaya terhambat gitu kalau lewat
facebook, karena juga ga setiap saat kita buka, jadi kita bisa langsung
tau gitu kalau langsung.
Dijelaskan sebelumnya ada satu orang informan anak yang lebih

merasa nyaman ketika berbicara dengan orang tua nya tidak secara

langsung, Hamid lebih merasa nyaman bebricara lewat media seperti

chatting, ketika dimintai keterangan oleh peneliti, Ia menolak untuk

menjelaskan lebih jauh karena malu menjawab pertanyaan peneliti.

HMD: kamu lebih suka ngobrol langsung atau di facebook? Di


facabeook palingan, soalnya ya gapapa males aja ngomong langsung.
Hahaha.. jadi Hamid orangnya lebih suka ngomong di facebook
ketimbang langsung? Iyah..hehehehe..
Perbandingan komunikasi face to face dengan CMC Computer

Mediated Communication. Ketika berkomunikasi secara langsung, secara

visual dan secara umpan balik bisa kita lihat langsung, dengan pesan yang

langsung dan pesan non verbal yang bisa terlihat dengan mata dapat

membuat komunikasi lebih terasaa cepat efeknya. Orang tua dan anak

menganggap komunikasi dengan anak secara langsung membuat mereka


174

lebih tau, respon, perasaan dan emosi anak yang terlihat ketimbang dengan

menggunakan facebook.

Anak juga lebih leluasa untuk membicarakan hal yang tak bisa

dibicarakan dengan orang tuanya di facebook karena akan dibaca oleh

banyak orang. Namun tidak semua menganggap komunikasi face to face

selalu menjawab semuanya, ada yang menganggap berkomunikasi melalui

jejaring sosial media lebih terbuka dan terkesan lebih santai, walaupun

secara fisik kita tidak bisa melihat secara langsung respon lawan bicara,

namun karakteristik CMC yang mengutamakan kalimat penulisan, membuat

beberapa orang merasa lebih nyaman mengungkapkan perasaanya dengan

tulisan melalui jejaring media sosial facebooknya, terutama anak.

Mereka lebih leluasa menuliskan isi hati, ketimbang berbicara langsung

dengan orang tuanya, faktor seperti malu, dan merasa tidak didengar dan

takut dimarahi juga mempengaruhi kenapa masih ada yang lebih nyaman

menggunakan CMC sebagai caranya berkomunikasi sehari-hari.


175

4.4.3 Pola komunikasi yang digunakan oleh orang tua dan anak
pengguna facebook dan Pentingnya berkomunikasi antara orang tua dan
anak

A. Pola komunikasi orang tua dan anak pengguna


Facebook
Pada bagian ini peneliti akan membahas tentang pola komunikasi apa

yang digunakan oleh tiap orang tua dan anak pengguna facebook. Mulai dari

hal-hal yang memicu terjadinya miskomunikasi antara orang tua dan anak,

juga cara penyelesaiannya. Kemudian dikaitkan dengan pola komunikasi apa

yang dipakai.

1. Ny. Lilih Nurjanah dengan Adhelya Nurussyafa

Pada keluarga Lilih Nurjanah dan anaknya Adhelya, miskomunikasi

yang terjadi dengan anaknya tak pernah berlarut-larut, Lilih yang

membangun hubungan dengan anaknya seperti pertemanan membiasakan

dirinya dan Adhel untuk selalu membicarakan hal selayaknya teman

sehingga lebih luwes dan juga membangun hubungan lebih nyaman antara

orang tua dan anak.

LLH: Ya sukalah, itu kan biasa kaya gitu misalnya disuruh apa dia
malah ngapain, terutama kalau pagi, gitu saya suka minta dia anter
ke depan, terus suka bete-bete gitu. Tapi abis itu ntar minta maaf,
Adhel tuh orangnya keras tapi perasa, kalau saya kan orangnya
perasa, kalau dia keras, tapi perasa. Suka ngirim bbm gitu “maafin
aku ya mah..bla..bla” tapi udah ntar mah pas ketemu biasa aja lagi
gitu. Ya kaya anak yang lain aja gitu, pas ketemu ga ada bahasa2
manis kaya pas di message tadi hahahaha….. gak ada tuh di raut
mukanya dia ya lempeng lagi aja…”
Cara Lilih menangani miskomunikasi dengan anaknya dengan

menanamkan nilai-nilai minta maaf, Lilih mengajarkan bahwa ketika berbuat


176

salah tetap harus meminta maaf, sekecil apapun salahnya, baik Lilih ataupun

Adel yang berbuat salah tetap harus meminta maaf.

LLH: “Kalau saya lebih sering meminta maaf, saya juga


mengajarkan dia untuk meminta maaf..apapun itu, mau salah kecil
mau salah gede, jadi harus minta maaf. Saya pun demikian ke
Adhel, saya minta maaf kalau ada salah…”

Hal itu yang membuat hubungan antara Lilih dengan Adhel seperti

tidak ada jarak, dengan menanamkan nilai-nilai kehidupan, Lilih dan Adhel

tidak sungkan untuk bertukar cerita dalam hal apapun.

LLH: “Dan itu juga yang membuat dia jadi tidak ragu untuk
menceritakan apa yang dia rasakan kepada saya. Jadi dia lebih
enak bilang “mah aku ini, aku itu…” ya biarin aja dunia dia kan,
jadi saya lebih suka kaya gitu, ketimbang saya nerka-nerka “duh
dia lagi ngapain yah...?” seperti itu, jadi kan lebih terbuka kaya
misal, “mah aku naksir si ini, si anu…boleh gak mah?” terus
saya respon “coba mamah liat, hmmph, ga ada yang lebih bagus
lagi?” ya saya paling gitu kan hahahaha…kalah deh sama
mamah, ya saya suka ngecengin dia kaya gitu kan hahaha..
Kondisi yang dibangun oleh Lilih dengan Adhel yang lebih

menekankan keterbukaan dan hubungan seperti teman, dibenarkan oleh

pernyataan Adhel yang mengakui jarang miskomunikasi dengan Mamanya,

kalaupun ada juga tak berlangsung lama.

ADL : “Pernah miskomunikasi sama mama gak di


facebook? Ehm jarang sih…kalau langsung? Enggak..enggak
pernah..gak pernah berantem sama mama? Enggak gak
pernah, paling kaya kemarin nih aku mau ikut sotr gitu, terus
mama kaya udah kamu naik mobil aja jangan naik motor
gitu..kalau naik motor cewek malem-malem…ya cuman gitu
doang sih, ga ampe panjang gitu..”

Adhel juga menyatakan bahwa Ia merasa nyaman membicarakan

masalah yang ada dengan Mamanya, dengan penjelasan yang selalu dilakukan
177

ketika ada kesalahpahaman membuat Adhel merasa nyaman untuk

mengungkapkan apa yang dirasakan terhadap sang Mama.

ADL : “Biasanya kalau ada permasalahan lebih enak


ngomong langsung apa gimana nyelesainnya? Kadang-
kadang mama sih yang ngajakin aku ngomong langsung..akunya
sih diem aja..tapi suka nangis gitu kalau misalnya lagi berantem
sama mama..tapi nyaman ngobrol langsung sama mama?
Nyaman…lebih kaya temenan? Iya aku sama mama lebih kaya
temenan…”

Melihat hasil temuan ketika peneliti berkunjung ke rumah keluarga

Lilih Nurjanah dengan anaknya Adhelya, keluarga ini menggunakan pola

komunikasi yang pluralistik. Komunikasi keluarga dengan pola pluralistik

merupakan bentuk komunikasi keluarga yang menjalankan model

komunikasi yang terbuka dalam membahas ide-ide dengan semua anggota

keluarga, menghormati minat anggota lain dan saling mendukung. Nilai-nilai

dan juga keterbukaan yang diberikan oleh Lilih kepada Adhel sangat

membantu terjalinnya hubungan mereka sebagai orang tua dan anak,

melancarkan proses komunikasi, terlihat dari cara mereka menyelesaikan

kesalahpahaman tidak ragu untuk sama-sama mengaku salah, tidak melihat

adanya jarak orang tua dan anak yang kaku.

2. Keluarga Khairina dan Hamid

Pada keluarga Khairina dan Hamid miskomunikasi yang peneliti

temukan juga tak terlalu besar, Khairina yang cuek namun selalu

mempedulikan anak-anaknya. Ia mengatakan bahwa tak pernah ada

miskomunikasi yang membuat dirinya dengan anaknya bertengkar hebat.


178

KHR: “Hmm berantem..ya paling bukan berantem maksudnya ditegur,


masalah sekolah…terus temennya ini..kalau bisa jangan main terus,
belajar, gitu doang.. Terus respon anak bagaimana kalau ditegur
sama tante? Ya paling “iya mah” udah gitu doang paling diem udah gitu
terus mulutnya manyun.. Kalau menyelesaikan masalah sama anak
gimana biasanya tan? Masalah sama anak alhamdulillah gak pernah ya
Ulfa..tapi kalau adapun tante harus ngomong langsung.

Pernyataan yang sama juga dilontarkan oleh sang anak Hamid, si

bungsu mengaku bahwa jarang bertengkar dengan sang Mama atau terjadi

salah paham, ia menyatakan bahwa miskomunikasi yang terjadi antara

dirinya dengan Mamanya sebatas dengan persoalan sehari-hari yang biasa.

HMD: “Pernah berantem sama mama karena facebok? Enggak


sih kak..sama mama suka ada salah paham gak? Gak ada sih,
bener..pernah kalau ngambek mah biasanya gaboleh main palingan.
Terus kamu responnya gimana? Ya aku diem aja hahahaha..”
Ada yang menarik ketika peneliti berkunjung ke keluarga Khairina dan

Hamid, gaya Khairina sebagai ibu yang cuek dan terkesan santai, ternyata

tidak mempengaruhi anak-anaknya, ketika peneliti berkunjung, interaksi

antara orang tua dan anaknya sangatlah luwes, si bungsu hamid memang

pemalu, dan dimanja oleh kakak-kakaknya, hal ini membuat pola komunikasi

antara ia dengan orang tuanya cukup santai, namun karena merasa masih

kecil dan dimanja, Hamid merupakan pribadi yang diam dan tak banyak

bicara. Dalam menyelesaikan masalah Khairina lebih suka

membicarakannya langsung, selain Khairina memang orangnya blak-blakan

ia lebih suka to the point dan apa adanya. Keluarga ini

menggunakanKomunikasi keluarga dengan pola konsensual, ditandai

dengan adanya musyawarah mufakat. Bentuk komunikasi keluarga ini

menekankan komunikasi berorientasi sosial maupun yang berorientasi


179

konsep. Pola ini mendorong dan memberikan kesempatan untuk tiap

anggota keluarga mengemukakan ide dari berbagai sudut pandang, tanpa

mengganggu struktur kekuatan keluarga.

3. Keluarga Sumiyati dan Umar Abdul Hafizh


Pada keluarga Sumiyati dan Abdul Hafizh jarang ada miskomunikasi

yang terjadi, karena sang Ibu Sumiyati adalah orang yang tidak terlalu

menerapkan aturan yang membebankan anaknya, cenderung memberikan

kebebasan kepada anak-anaknya dan kepercayaan penuh, sehingga ketika

ada miskomunikasi hanyalah masalah yang sangat biasa.

SMY : “Eeeee.. apa yah..hahahahaha..apa yah, kayaknya tante mah


gak terlalu ini ya gak terlalu ribet, misalnya ke anak-anak yah… oh
paling ini aja Fa, ini kan yang cowok-cowok suka begadang melulu
nih, gak ada yang terlalu diribetkan he‟eh kalau tante mah..”
Pengakuan dari Hafizh juga serupa, ia dan ibunya jarang sekali

meributkan masalah yang sangat krusial karena ia merasa ibunya bukan

orang yang terlalu ketat dalam menerapkan aturan-aturan di hidupnya.

HFZ: “Kamu pernah miskomunikasi sama mama gak secara


langsung? Secara langsung sih gak..kalu bete-betean sama
mama pernah? Ya paling diem.. terus udah abis itu ngobrol lagi,
ga pernah seharian gitu…Kalau biasanya lagi ada masalah sama
mama biasanya kamu ngapain? Ngomong langsung ke mama sih
palingan, terus respon mama gimana? Ya palingan mama juga
langsung ngejelasin kenapa gini-gini gitu..”

Sumiyati adalah seorang ibu yang sangat terbuka, dan memandan

nilai-nilai kepercayaan dan kebebasan anaknya berekspresi sangat penting,

ia juga menyatakan bahwa solusi dan keputusan yang harus diambil

haruslah berdasarkan kesepakatan tiap anggota keluarga, keluarga Sumiyati


180

dan Hafizh menerapkan pola komunikasi konsensual dimana seluruh

anggota keluarga diikukan dalam pengambilan keputusan, pola konsensual,

ditandai dengan adanya musyawarah mufakat. Bentuk komunikasi keluarga

ini menekankan komunikasi berorientasi sosial maupun yang berorientasi

konsep. Pola ini mendorong dan memberikan kesempatan untuk tiap

anggota keluarga mengemukakan ide dari berbagai sudut pandang, tanpa

mengganggu struktur kekuatan keluarga. Kebiasaan Sumiyati dan anak-

anaknya untuk membicarakan hal secara langsung ketika ada masalah

ataupun tidak, membuat hubungan dan cara berkomunikasi mereka lebih

luwes dan tidak ada jarak. Penjelasan yang diberikan Sumiyati atas

permasalahan juga membuat anak tak pernah ragu untuk membicarakan

keluh-kesahnya walaupun Sumiyati sibuk bekerja, namun masih ada waktu

yang selalu diluangkan olehnya untuk pergi, dan berkumpul bersama

keluarga. Hal ini juga terlihat dari aktivitas di facebooknya yang selalu

mempublikasikan kegiatannya bersama keluarga :


181

Gambar 4.4.11 potongan facebook Sumiyati yang mengupload liburannya bersama keluarga

4. Keluarga Ardiany dan Ghina Amany Syarifah

Pada keluarga Ardiany dan Syifa, miskomunikasi lebih sering terjadi

ketika sang Ibu menanyakan keadaan pendidikan ke anaknya namun sang

anak salah pengertian dan menyangka ibunya memarahi masalah

akademiknya.

ARD: “Suka miskomunikasi sama anak-anak?sering hahaha


kalau sama yang gede sering hahaha biasanya soal apa? Itu apa
namanya..tentang les misalnya, pendidikan gitu seringm kita
182

nanya minta informasi tapi dianggapnya itu disalahin gitu nyuruh-


nyuruh
Ardiany menyatakan langsung membicarakan jika ada miskomunikasi

dengan anak, walau hasilnya terkadang sang anak merasa tetap disalahkan

dan menjadi lebih marah ketika dibahas.

ARD: “Ehmm diomongin aja gitu.. ini diomonginnya baik-baik


tapi kadang anaknya yang lebih marah, gimana ya jadi serba
salah..”
Pengakuan Syifa selaku anak dari Ardiany mengatakan bahwa

miskomunikasi terjadi antara dirinya dengan ibunya dikarenakan ibunya yang

sering menuduh dirinya berbohong ketika sedang tidak di rumah atau sedang

pergi.

SYF: “Ya itu gara-gara salah paham, atau lagi di mana terus di „ah
kamu bohong ya..gini-gini gini..‟ udah cuma gitu doang
paling,,Cara kamu menanggapi miskomunikasi sama ibu
gimana? Oh kalau lagi di tempat itu biasanya, ya kadang-kadang
di foto tuh “tuh lagi disini tuh gak bohong..” biar percaya
gitu..udah gitu aja sih paling..”

Keluarga Ardiany dan Syifa sangat unik, sang ibu yang notabene

masih cukup memiliki jiwa muda, dan sangat dekat dengan anak-anaknya,

walaupun begitu, Ardiany dan Syifa sering terlibat cekcok baik karena hal

sepele ataupun karena tindakan Syifa yang dirasa Ardiany kurang tepat

namun dirasa Syifa reaksi ibunya berlebihan, dari pengamatan peneliti

selama bersama dengan keluarganya, Ardiany dan Syifa bisa sedekat

sahabat, dan berbicara sangat santai, sang ibu tak malu untuk mengikuti

perkembangan pergaulan anaknya, dan sang anak juga tak keberatan

mengajari sang ibu seperti pembuatan media sosial atau menjelaskan trend,

namun ada kalanya hubungan Ardiany dan Syifa seperti kucing dan anjing,
183

yang kadang cekcok karena masalah sepele, penyelesaian yang kadang

tertunda menunggu waktu yang tepat, membuat hubungan antara orang tua

dan anak ini menjadi campur aduk, kadang dekat seperti sahabat, namun tak

jarang bertengkar seperti musuh. Diatas semua konflik dan

kesalahpahaman, Ardiany dan Syifa memiliki kedekatan emosional yang

baik, mereka tak canggung mengungkapkan perasaan kasih sayang ibu dan

anak, di media sosial.

Gambar 4.4.12 ungkapan perasaan di facebook Syifa yang ditujukkan ke ibunya

Syifa mengirim foto bertuliskan “I love my mom” dan ungkapan betapa ia

menyayangi ibunya dan diunggah ke facebooknya.

Gambar 4.4.13 Foto yang diunggah Ardiany bersama Syifa di facebook pribadinya
184

Ardiany juga tidak malu mengungkapkan rasa kasih sayang anaknya di

media sosialnya, dengan mengunggah foto bersama anak, dan menceritakan

tingkah laku anaknya di media sosial (lihat pembahasan aktivitas facebook:

menceritakan anak di facebook).

Keluarga ini menggunakan kombinasi pola komunikasi antara pola

protektif dan pola pluralistik. pola protektif, ditandai dengan rendahnya

komunikasi dalam orientasi konsep, tetapi tinggi komunikasinya dalam

orientasi sosial. Kepatuhan dan keselarasan sangat dipentingkan. Dan pola

pluralistik merupakan bentuk komunikasi keluarga yang menjalankan model

komunikasi yang terbuka dalam membahas ide-ide dengan semua anggota

keluarga, menghormati minat anggota lain dan saling mendukung. Hubungan

komunikasi yang saling mendukung namun tetap menjunjung nilai kepatuhan

dan keselarahan antara orang tua dan anak.

5. Keluarga Suhanda
Pada keluarga Suhanda ini miskomunikasi yang sering terjadi adalah

masalah berbeda sudut pandang tentang karir dan pendidikan sehingga

Suhanda merasa untuk menenangkan masalah terlebih dahulu ketika ada

miskomunikasi dengan anak-anaknya.

SHD: “Om suka miskomunikasi sama anak-anak di facebook


atau pas ngobrol langsung? Ehm enggak kalau di facebook, tapi
kalau langsung ya seringan langsung ya kalau miskomunikasi
sama anak. Biasanya masalah apa yang “menyebabkan
miskomunikasi sama anak? Ya masalah gini, biasanya dia
punya sesuatu rencana, katakanlah kemarin si Teiza anak om
yang besar sudah tes di suatu perusahaan sudah diterima..nah
menurut om, itu bagus tapi menurut dia ya itu enggak..jadi ya itu
185

sama yang Mirza dan Khansa juga gitu, lebih banyak masalah
perbedaan keinginan..karena kalau om kan ngeliatnya lebih ke
pengalaman orang tua ya, kalau anak-anak kan ngelihatnya lebih
ke passion mereka. Kalau kita kan sebagai orang tua kan
ngelihatnya global ya..jangka panjang, masalah kesejahteraan
masalah jaminan dan lebih ke masa depannya lah..lebih disitu sih
berbeda disudut pandang aja….
Adapun cara Suhanda menyelesaikan miskomunikasinya dengan anak

yakni dengan cara mendiamkannya terlebih dahulu hingga anak akhirnya

berubah pikiran dan baru didiskusikan.

SHD: “eeee.. kita diamkan aja lebih dahulu, Cuma pas akhir dari
pembicaraan kita bilang nanti konsekuensinya yang kamu mau
jalankan ya seperti ini..seperti ini…kalau kamu mau tetap jalankan
juga ya ada resiko..yaudah kita biarkan aja dulu, tapi pada akhirnya
nanti mungkin mereka berubah pikiran baru mereka inikan lagi kekita
diskusikan lagi ke kita…”

Keluarga Suhanda adalah keluarga yang sangat disiplin, baik dari kedua

orag tuanya dan juga anak-anaknya, segala tindakan yang dilakukan harus

selalu berbasis sesuatu yang bermanfaat, keluarga Suhanda sangat

menerapkan nilai agama dalam setiap tindakannya, pendidikan yang baik

adalah salah satu tradisi yang harus dipegang oleh setiap anggota keluarga,

namun dari segala ketaatan dan kedisiplinannya, Suhanda bukan berarti

mengabaikan isi hati dan pikiran anak, ia tetap memberi pilihan dan

memusyawarakannya dengan anak dan tetap memberikan pengarahan juga

pilihan jalan keluar yang terbaik dalam setiap keputusan yang dilakukan

anaknya. Pola komunikasi keluarga yang digunakan oleh keluarga ini adalah

gabungan pola komunikasi protektif dan pola komunikasi konsensual. pola

protektif, ditandai dengan rendahnya komunikasi dalam orientasi konsep,

tetapi tinggi komunikasinya dalam orientasi sosial. Kepatuhan dan


186

keselarasan sangat dipentingkan. Dan pola konsensual, ditandai dengan

adanya musyawarah mufakat. Bentuk komunikasi keluarga ini menekankan

komunikasi berorientasi sosial maupun yang berorientasi konsep. Pola ini

mendorong dan memberikan kesempatan untuk tiap anggota keluarga

mengemukakan ide dari berbagai sudut pandang, tanpa mengganggu

struktur kekuatan keluarga. Walau Suhanda orang yang sangat disiplin

dalam mendidik anak, ia bukan tipe orang tua yang memaksakan kehendak,

caranya memang tegas tapi dilakukan dengan alasan yang baik untuk anak-

anaknya. Walau sering berbeda paham karena berbeda pandangan,

Suhanda dan anak tak pernah terlibat dalam kondisi cekcok yang berlarut-

larut.

B. Pentingnya berkomunikasi antara orang tua dan anak

Peneliti juga menanyakan kepada seluruh informan tentang seberapa

pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak. Informan orang tua

menjawab dengan berbagai alasan betapa pentingnya komunikasi yang

harus terjalin antara orang tua dan anak. Dari jawaban para orang tua,

menganggap masih penting untuk berkomunikasi dengan anaknya baik

masalah yang mendasar, ataupun hal-hal yang lebih dalam.

LLH: “Oh ya penting lah, kaya ini tadi lewat media, aduh..kita mah
gabisa lihat ekspresinya dia, kita tidak bisa menyentuh dia, kan beda
ya sentuhan mah, gimanapun semarah-marahnya orang kalau disentuh
pasti kan berbeda responnya. Bisa langsung cooling down, jadi
menurut saya penting sekali berkomunikasi secara langsung,
ketimbang menggunakan facebook. Makanya, pasti setiap saya pulang
kantor terus dia udah tidur, pasti saya cium dia gitu,,tapi kalau dia lagi
ngelayap kemana, pasti saya hubungin bilang cepetan pulang
187

blablabla gitu…dan dia yang ke kamar saya nyamperin gitu. Lumayan


deket sih hubungan saya secara interpersonal sama Adhel. Boleh
dibilang sangat dekat lah, gak mau ketinggalan lah sama
mamahnya…”
SHD: “ Ya sangat penting ya..kalau masalah komunikasi sama anak,
karena gini..kadang kan, anak terhadap orang tua sendiri banyak hal-
hal yang sebetulnya itu disembunyikan..nah kalau om sih ngeliat kalau
anak menyelesaikan masalah sendiri, ya kalau memang
penyelesaiannya bagus ya, tapi kan…lebih banyak karena anak hanya
memakai emosinya aja, gitu loh…nah dengan komunikasi, artinya..
kita membantu dia sebenarnya membuka, untuk mencari jalan
penyelesaian masalah itu gitu loh…….kedua ya meringankan beban
lah katakanlah. Sebagai pengalaman om juga, terus terang aja dulu
ama ayah om secara komunikasi kan beda kondisinya dengan kondisi
sekarang, kalau sekarang kan sudah ada facebook, dan media lain
lah…kalau dulu mah belum ada sama sekali hahaha dulu kita ketemu
ayah nunggu beliau pulang kantor, udah gitu sudah ya kaku..dulu kita
ngerasa susah sekali kalau ada masalah untuk mau ngomong sama
orang tua tuh takut,nah dengan adanya si facebook ini sekarang kita
sebagai orang tua jadi lebih mudah mengetahui, si anak nih juga lebih
mudah juga membuka diri untuk membicarakan masalahnya..gitu ke
orang tua, jadi ya penting sekali…untuk kita berkomunikasi.”
ARD: “ya penting sekali apalagi komunikasi secara langsung kaya
tadi, emosi terlihat jelas..feedbacknya langsung, apa yang dia mau dan
apa yang kita mau bisa cepet ini ya ketahuan..”
KHR : “Penting banget..kenapa tan? Ya supaya kita deket sama anak,
tau perkembangannya sekolahnya, kuliahnya, gitu aja..”
Temuan peneliti dari informan anak tentang seberapa penting

komunikasi orang tua dan anak beragam, jawaban memang lebih singkat

dan sederhana, semua menganggap bahwa komunikasi antara orang tua

dan anak penting walau pun waktu yang sedikit dan bahan yang dibicarakan

berbeda.

ADL: “Oh iya pasti..pasti harus ngobrol kak..”


HFZ: “Setiap mama pulang kantor sih, soalnya kan mama kerja…
Terus suka curhat gak sama mama? Lumayan.. tentang apa?
Cewek atau sekolah? Hmm enggak juga hahaha kebanyakan
sekolah.
188

Penanaman konsep diri yang baik pada anak dapat dilakukan dengan

meningkatkan komunikasi tatap muka antara orang tua dan anak, dengan

melakukan proses komunikasi antara orang tua dan anak, orang tua juga

bisa menanamkan nilai untuk konsep diri anak yang baik, baik pembicaraan

mengenai kegiatan sehari-hari dan juga pengarahan tentang dunia jejaring

sosial. Pengaruh konsep diri pada komunikasi interpersonal menurut

Jalaludin Rakhmat (2005:104-110) adalah :

- Nubuat yang dipenuhi sendiri, yakni kecenderungan untuk bertingkah

laku sesuai dengan konsep diri.

- Membuka diri, akan meningkatkan komunikasi dan pada saat yang

sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan

tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih

dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman

kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman

dan gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif dan

lebih cermat memandang diri kita dan orang lain.

- Percaya diri (self confidence) kurangnya percaya diri menyebabkan

communication apprehension yaitu orang yang akan menarik diri dari

pergaulan, berusaha sekecil mungkin berkomunikasi, dan hanya akan

berbicara apabila terdesak saja. Peraya diri adalah faktor yang

menentukan dalam komunnikasi, untuk meningkatkan percaya diri,

menumbuhkan konsep percaya diri yang sehat menjadi perlu (Maltz,

1970:55 dalam Rakhmat, 2005:109).


189

Seperti yang dijelaskan, konsep diri mempengaruhi komunikasi

interpersonal, hal ini juga berlaku bagi komunikasi interpersonal antara anak

dan orang tua. Dengan pembentukan konsep diri bagi orang tua ke anak

akan membuat anak memiliki pribadi yang lebih baik, konsep diri ditanamkan

melalui proses komunikasi langsung antara orang tua dan anak.

4.4.4 Pengelolaan identitas dan hambatan komunikasi yang terjadi


antara orang tua dan anak pengguna facebook.

Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga


mengubah mekanisme (Littlejohn,2009:131). Hecht menguraikan

“ Identitas melebihi pengertian sederhana akan dimensi diri dan


dimensi yang digambarkan. Kedua dimensi tersebut berinteraksi
dalam rangkaian empat tingkatan atau lapisan.”
online identity menurut jurnal yang ditulis pada tahun 2013 oleh Danny

Miller dari University College London pertama kali muncul dari ungkapan

kartun Amerika terkenal sekitar tahun 1990an

“`On the internet, nobody knows you're a dog.” yang berarti “di
internet tak ada seorang pun yang tahu kau adalah seekor anjing”
dengan ilustrasi dua anjing yang sedang berdialog di depan layar
komputer.
Yang memiliki makna ketika memasuki dunia internet atau secara

online orang-orang tidak akan tahu identitas seseorang yang sebenarnya

dibalik layar. Dengan nama panggilan yang berbeda, dan informasi yang

dibuat sedemikian rupa sebagai tampilan personal di dunia online

memungkinkan tiap informasi atau identitas seseorang di dunia maya

berbeda dengan di dunia nyata.


190

Pada tahap ini peneliti akan mendeskripsikan bagaimana hasil

wawancara dan juga temuan di media sosial facebook para informan tentang

pengelolaan identitas mereka, Peneliti juga akan mendeskripsikan hambatan

apa saja yang dirasakan oleh para informan ketika berkomunikasi secara

online dan offline.

A. Pengelolaan identitas yang dilakukan orang tua dan anak


pengguna facebook

Mark Zuckerberg, the founder of Facebook, is quoted as having said, ―Having two
identities for yourself is an example of a lack of integrity.‖

“On social network sites, a great deal of self disclosures goes on.

Devito (2009 dalam Prasetya, 2012:249).” Beberapa penelitian menunjukkan

perilaku keterbukaan diri menjadi lebih tinggi pada jaringan online

dibandingkan secara tatap muka (Livine,2000 dalam Prasetya 2012). Hal ini

yang membuat Identitas seseorang bisa berbeda di dunia nyata dan dunia

maya, ada yang berusaha membangun image di media sosial mereka demi

mendapatkan kesan yang lebih baik, ada juga yang membiarkan identitas

mereka secara gamblang apa adanya sama dengan pribadi asli.

Peneliti menanyakan kepada informan anak dan orang tua tentang

pengolaan identitas mereka di media sosial facebooknya masing-masing.

Kebanyakan dari para orang tua menjawab bukan tipe yang suka merubah

image mereka di media sosial facebook, dan para anak juga mengatakan

tidak merubah image mereka atau mencoba membangun pencitraan di

media sosial facebooknya.


191

Peneliti menanyakan kepada informan orang tua tentang perubahan

image mereka di media sosial Facebook miliknya. Hampir semua

mengatakan bahwa mereka tidak membangun image yang berbeda di media

sosial facebooknya.

SMY : “tante kan orangnya eee…apa sih eee… extrovert jadi orang
bisa melihat apa karakter tante, terus terbukalah gitu tapi kalau di
facebook tante tidak…orang tidak tau apa yang dipikirkan oleh tante,
karena gak tidak untuk dipublikasikan. Enggak..enggak..ya jadi
dipisah itu kalau eeeee bener-bener apalagi sekarang kalau hanya
untuk jualan aja gitu facebooknya, maksudnya eee ya misal
komunikasi sama temen-temen kantor aja gitu, misalnya kemarin tante
lagi rapor sama kantor di balikpapan, ternyata kantor tante tuh harus
pindah, pindah gedung, ke bogor gitu..nah itu eee apa namanya, baru
disitu terlibat, gitu…di facebook eee tante komen, tante ini,
menumpahkan perasaan di facebook di situ gitu. Bahwa kita mau
pindah gitu, kan namanya pindah ke bogor terus lokasi awal di jakarta
kan galau juga ya gitu…… tapi, kalau untuk hal lainnya enggak
walaupun itu media sosial dan orang bebas gitu mau ngapain aja, tapi
kalau buat tante eeee gaklah kalau misalkannya kita benci ke orang
gitu, kan ada mislanya orang gitu benci sama orang lain terus pasang
status gitu yah, kalau tante sih enggak, mungkin orang gak mengerti
tante itu seperti apa aslinya orangnya kalau di facebook..”
LLH : “Oh enggak, saya bener-bener saya, tapi kadang pengen deh
ganti nama akun, dengan nama lain, karena itu kan ktp banget ya biasa
banget gitu, tapi karena pas buat belum tau kalau itu bisa dipalsu-
palsuin, jadi yaudah karena saya orangnya juga apa adanya jadi
yaudalah apa adanya aja..”
ARD: “Enggak pernah, seada-adanya aku aja..”
KHR : “Tante termasuk orang yang suka merubah image gak
kalau di facebook? Maksudnya? Ohh,,enggak kok apa adanya…”
Peneliti menemukan status update di facebook Khairina dengan

kalimat yang lebih bijaksana dan berisi pesan moral dalam tiap status

updatenya. Ini menjelaskan Khairina sedikit merubah imagenya ada unsur

untuk terlihat lebih bijak dalam setiap stauts-status yang dibuatnya.


192

Saat peneliti berada di rumah Ny Khairina, Ia adalah pribadi yang

sangat supel dengan logat batak yang cenderung memiliki intonasi keras

ketika berbicara dan lebih blak-blak‟an tetapi saat peneliti melihat halaman

facebooknya, Khairina menggunakan bahasa yang lebih halus terutama

dengan status update facebooknya.

Gambar 4.4.14 Status update yang dibuat oleh Khairina di Facebooknya

Peneliti menemukan status yang dibuat oleh Ny Lilih di facebooknya,

ia benar tidak merubah imagenya, ketika peneliti berkunjung ke rumahnya

Lilih adalah seorang ibu yang sangat ramah dan tidak malu untuk

mengungkapkan apa yang dirasakannya sekalipun dengan orang yang baru

dikenal, ia tidak canggung. Itu juga terlihat dari ungkapan status updatenya di

media sosial facebook akan perasaan yang dirasakannya.

Gambar 4.4.15 status update yang dibuat Lilih Nurjanah di Facebooknya


193

Jawaban dari informan anak tentang image yang diciptakan di media

sosial tidak terlalu berbeda jauh dengan jawaban dari para informan orang

tua. Mereka cenderung lebih apa adanya dan tidak menutup-nutupi.

ADH : “kamu termasuk anak yang suka bikin image


yang beda gak kalau di facebook Dhel? Enggak sih,
sama aja aku mah kayaknya hahaha….”

Gambar 4.4.16 Potongan Facebook Adhel

Ketika peneliti berkunjung ke rumah Adhel pribadinya memang sangat

santai, anak remaja yang cenderung agak tomboy namun memiliki sifat

penurut ke orang tua nya, sama seperti ibunya Adhel tipe anak yang dengan

apa adanya menceritakan apa yang dia rasa tanpa ada yang ditutup-tutupi

maka identitas ia ketika di rumah dan di facebooknya tidak ada perbedaan

yang terlalu signifikan.

Ada temuan yang menarik ketika peneliti menelusuri halaman facebook

milik Syifa yakni berisi tentang ungkapan perasaanya yang meledak-ledak


194

dan terkesan emosian, padahal di dunia nyata Syifa adalah anak yang

sangat tenang dan cukup ramah tidak ada kesan yang memperlihatkan

bahwa ia adalah anak yang emosian. Perbedaan ini terlihat dari beberapa

status yang dibuatnya di facebook.

Gambar 4.4.17 potongan gambar facebook syifa yang berisi status update ungkapan emosinya

Komunikasi merupakan alat untuk membentuk identitas dan juga


mengubah mekanisme (Littlejohn,2009:131). Hecht menguraikan

“ Identitas melebihi pengertian sederhana akan dimensi diri dan


dimensi yang digambarkan. Kedua dimensi tersebut berinteraksi
dalam rangkaian empat tingkatan atau lapisan.”
Dari status update yang dibuat oleh Syifa ada perubahan identitas

yang peneliti temukan ketika berinteraksi dengan Syifa secara langsung dan

ketika menelusuri halaman facebooknya. Saat bertemu secara langsung

kepribadian Syifa adalah remaja 17 tahun yang sangat murah senyum dan

ramah tidak terlihat adanya tekanan yang dirasakan, dan Syifa secara
195

kehidupan nyata bukan orang yang mudah terpancing emosi. Tetapi,

perubahan terlihat dari penelusuran peneliti di halaman facebooknya, ia

menjadi anak yang tempramental terlihat dari status update yang ditulisnya,

ia menggunakan kata-kata kasar dan cenderung dengan sangat lantang

mengungkapkan apa yang dirasa.

Meskipun semua informan baik orang tua dan anak tidak secara eksplisit

menggambarkan bahwa mereka mencoba membangun kesan dan juga

identitas mereka yang berbeda ketika online dan offline, temuan peneliti dari

halaman facebook mereka, ada beberapa yang memang sesuai dengan

karakter mereka sehari-hari, ada juga yang mencoba merubah imagenya

sedikit berbeda. Ada yang terang-terangan membuat identitas berbeda ketika

mereka di kehidupan nyata, dan ketika mereka berada di dunia jejaring sosial

facebook.

Perubahan identitas para informan ketika online dan ketika offline tak

lepas dari karakteristik CMC yang menurut Budiargo (2015) CMC berada pada

batasan model komunikasi interpersonal (one to one), komunikasi massa

(one to many), dan komputerisasi (many to one). Budiargo juga menjelaskan,

“ Perkembangan teknologi, khususnya teknologi komunikasi CMC,


dalam hal ini pengguna internet telah mengubah interaksi manusia
secara evolutif, yang dulunya memerlukan pertemuan secara fisik dan
psikis, menjadi pertemuan secara tidak nyata atau virtual.”

Dengan tidak adanya pertemuan secara fisik membuat pengguna

facebook baik orang tua juga anak mencoba untuk mengelola identitasnya
196

dan menggunakan kesan yang berbeda baik ketika dirinya di jejaring sosial

facebook dan di dunia nyata.

B. Hambatan komunikasi yang terjadi antara orang tua dan anak


pengguna facebook.

Peneliti juga menanyakan tentang hambatan yang terjadi dari

berkomunikasi secara online dan offline antara orang tua dan anak pengguna

facebook. Dari semua informan, mereka menyatakan berkomunikasi lewat

facebook kurang leluasa, alasannya beragam mulai dari keterbatasan

karakter, keterbatasan melihat ekspresi dan juga feedback yang diharapkan,

juga waktu yang tak selalu bisa dilakukan untuk mengakses facebook terus

menerus. Baik informan orang tua ataupun informan anak, merasa komunikasi

secara langsung lebih efektif.

SMY : “kalau lewat facebook mungkin kan ada yang diumpetin gitu,
walau terus terang kalau pun ngobrol langsung tante juga gabisa tau
yang dalem-dalemnya gimana kan..tapi lebih ke komunikasi langsung
terus kan lebih bisa melihat nada bicaranya…..kalau lewat facebook
kan bisa aja ada yang disembunyiin gitu.”
LLH : “secara langsung dong, karena kita bisa lihat
ekspresinya…manyunya dia, senengnya dia kan bisa kelihatan kan ya,
Ya itu tadi, kalau langsung kan saya bisa lebih meluk dia..kalau di
facebook terus jauh Cuma pake emoticon yah,,gitu doang ga berasa..”
SHD : “kalau-kalau di facebook, kita apa ya ga terlalu bebas gitu
disamping keterbatasan karakter yang harus kita pake, juga bahasa kita
gabisa enak gitu kalau seru sih ya…ketemu langsung.. Kalau di
facebook, kita menemukan keterbatasan kaya waktu, kalau berinteraksi
langsung kan bisa lebih banyak waktu dalam keadaan apapun dan
kapanpun. Ya lebih deket kita interaksi langsung lah..tapi, di facebook
secara keterbukaan kita juga cukup terbuka ya, tapi dalam hal-hal yang
biasa dan sifatnya ringan..”
197

ARD : “karena kan kalau di facebook kan ga keliatan gimana-


gimananya ya..kalau di facebook dia kan pasti sambil aktivitas lain dan
anaknya juga gak akan langusng jawab gitu.. dan feedbacknya juga”
KHR : “kalau ngomong salah kan kelihatan tuh kalau dia bohong, kalau
lewat facebook kan mana keliatan orang Cuma tinggal ketik-ketik
doang.”

Jawaban dari informan anak mengenai hambatan juga

beragam mulai dari ia memahami kondisi orang tua yang bekerja jadi tak

mungkin terus-terusan berinteraksi lewat facebook, hingga jawaban

sederhana malas untuk mengetik.

ADH : “Ya biar bisa langsung aja sih, soalnya kalau ngetik kan suka
capek jadi kalau langsung kayaknya enak aja gitu..
SYF : “Kenapa ya..biar lebih tau gitu letak permasalahannya di
mana-mana gitu..gimana cara nyelesainnya…”
HFZ : “gak bertele-tele kaya media sosial gitu,soalnya kita kaya
terhambat gitu kalau lewat facebook, karena juga ga setiap saat kita
buka, jadi kita bisa langsung tau gitu kalau langsung…”

Hambatan yang terdapat dari komunikasi orang tua dan anak

pengguna facebook sebelumnya bisa kita lihat dulu perbedaan dari

komunikasi face to face dengan CMC.


198

Perbedaan karakteristik interaksi melalui CMC dan secara tatap muka

(Devito, 2008:12 dalam Prasetya, 2012:50-51)

Berdasarkan Tabel 2. 2 pada halaman 43 Perbedaan Karakteristik CMC dan

Face to Face

Elemen Komunikasi Face to Face CMC

Sumber : - Secara visual - Menunjukkan diri


dengan kita sebagaimana
Presentasi diri dan karakteristik yang diinginkan
ekspresi personal - Berada pada
- Sifatnya langsung kekuasaan kita,
Umpan Balik
dan dapat kemampuan kita mau
diinterupsi atau berhenti

Penerima :

Jumlah - Satu atau beberapa - Satu atau beberapa


yang berada di hingga banyak
sekitar saja dengan cakupan
yang luas
Kepentingan
- Terbatas pada apa - Tidak terbatas.
maksud Beragam
kepentingannya

Konteks:

Fisik - Bersama dalam - Berada pada tempat


satu ruang / tempat yang berbeda
- Bersama dalam - Kebebasan dalam
satu waktu dan kerangka waktu
kondisi
Waktu

Medium - Audio Visual - Visual dalam teks


Proxemics - Sifatnya segera dam
- Sebagai sarana dapat ditunda
berinteraksi yang
sifatnya langsung
dan segera
199

Pesan: - Kata-kata yang - Kata-kata yang


diucapkan disertai ditulis berdasarkan
Verbal dan Non Verbal secara langsung pada teks
permanen oleh non verbal ( - Menggunakan
gerak tangan, mata, banyak singkatan
dsb) - Sifatnya permanen
- Disampaikan kecuali dihapus
secara penuh
- Sifatnya temporal
kecuali direkam
Etika dan Kebohongan - Kemungkinan kecil - Sangat mudah
berpura-pura berbohong (identitas
palsu)

Hambatan ini terjadi karena CMC atau komunikasi melalui komputer

dibandingkan dengan komuikasi tatap muka terbatas dari ruang dan waktu

juga respon yang didapat dari masing-masing lawan bicara,hubungan

komunikasi antara orang tua dan anak jauh akan lebih tercapai secara efektif

ketika mereka tidak menggunakan media sosial facebook terlebih untuk

pembahasan hal yang bersifat pribadi.

Interaksi melalui Computer mediated Comunication Memiliki

karakteristik yang membedakannya dengan bentukan interaksi lainnya, yaitu

dengan tidak hadirnya feedback secara regular, lemahnya aspek

dramaturgical, minimnya tanda-tanda sosial (social cues) dan munculnya

anomity social. Tidak seperti pada komunikasi tatap muka, petunjuk fisik

tidak hadir dalam proses komunikasinya sehingga asoek non verbal hilang.

Pengguna CMC hanya berinteraksi melalui teks (very rough graphical

representation) dalam perkembangannya pengguna CMC mengembangkan

pola-pola penyampaian tanda-tanda sosial yang dikemas melalui susunan


200

beberapa tanda baca yang memiliki makna ekspresi dan disebut dengan

emoticon (Prasetya, 2012:127)

Hambatan yang peneliti temukan dari para informan dalam

berkomunikasi secara online dan offline adalah, ketika para informan

berinteraksi melalui facebook interaksi antara prang tua dan anak hanyalah

sebatas aktivitas like,komen dan aktivitas upload foto bukan terlibat

percakapan yang bisa melibatkan emosi dan kasih sayang. Hambatan yang

ditemukan ketika berkomunikasi secara tatap muka adalah kurang lamanya

waktu beberapa orang tua untuk menghabiskan waktu berkomunikasi

bersama anak tetapi dari segi penyelesaian masalah komunikasi secara

langsung lebih unggul dikarenakan feedback diterima cepat dan interaksi

secara verbal dan non verbal lebih terasa nyata.

Komunikasi orang tua dan anak di facebook hanya sebatas

komunikasi yang ringan dan juga sebagai penambah wawasan baru untuk

membangun hubungan komunikasi antara orang tua dan anak.

Keterbatasasn karakter penulisan dan feedback yang tidak langsung

membuat para orang tua dan anak lebih memilih berkomunikasi secara

langsung, dan minimnya interaksi sentuhan dan non verbal membuat orang

tua dan anak lebih nyaman berkomunikasi secara langsung.


201

Berdasarkan hasil temuan yang peneliti temukan dilapangan, peneliti


membuat tipikasi dari Pola Komunikasi yang digunakan orang tua dan anak
pengguna facebook dengan gaya bahasa, tipe hubungan, penyelesaian
masalah, pemaknaan dan pemanfaatan media sosial facebook.

TABEL 4.1 MATRIKS TIPIKASI POLA KOMUNIKASI ONLINE DAN


OFFLINE ORANG TUA DAN ANAK PENGGUNA MEDIA SOSIAL
FACEBOOK

POLA GAYA TIPE PENYELESAIAN PEMAKNAAN


KOMUNIKASI BAHASA HUBUNGAN MASALAH DAN
KELUARGA PEMANFAATAN
MEDIA SOSIAL
FACEBOOK
POLA Ketika offline: Hirarki orang Menerapkan Memaknai dan
KOMUNIKASI Gaya bahasa tua dan anak musyawarah seluruh memanfaatkan
KONSENSUAL mengayomi dan masih anggota keluarga facebook sebagai
sopan. terjaga, untuk penyelesaian media untuk
Ketika online: tetapi tidak masalah dan berbisnis dan
Gaya bahasa dalam penentuan solusi bersilaturahmi
tidak berbeda hubungan
dengan saat yang kaku.
offline, bahasa
yang dan apa
adanya.
POLA Ketika offlline: Hubungan Menerapkan dan Memaknai dan
KOMUNIKASI Gaya bahasa orang tua menampung ide dari memanfaatkan
PLURALISTIK yang ramah dan anak masing-masing facebook sebagai
bersahabat dan seperti anggota keluarga, media untuk
apa adanya. hubungan menyediakan waktu mencari
Ketika online: pertemanan. luang untuk pertemanan baru
Gaya bahasa mengkomunikasikan dan untuk
yang tidak masalah bersilaturahmi
dibuat-buat dan
apa aadanya
tidak berbeda
dengan saat
offline.
POLA Ketika offline: Hirarki antara Mengarahkan anak Memaknai dan
KOMUNIKASI Gaya bahasa orang tua untuk mengikuti memanfaatkan
PROTEKTIF cenderung dan anak keputusan orang tua. facebook sebagai
sopan dan yang Anak diberi sedikit media pengontrol
memperhatikan berjarak ruang untuk keseharian anak
tata bahasa. masih terasa. menyelesaikan
Ketika online: masalah
Gaya bahasa
lebih terbuka,
blak-blakan,
cenderung
penuh emosi.
202

Tabel 4.2 Pola Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Anak Pengguna
Facebook saat Online dan Offline

PASANGAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL POLA


INFORMAN SAAT ONLINE SAAT OFFLINE KOMUNIKASI
YANG
DIGUNAKAN
Keluarga Lilih Saat online di Lilih dan Adhel Pola Pluralistik
Nurjanah & facebook Lilih sering sering membicarakan
Adhelya mengunggah hal yang beragam,
aktivitasnya baik mulai dari akademik,
dengan Adhel atau pertemanan dan juga
pun tidak, ia juga soal asmara. Lilih
tidak malu dan Adhel sering
menceritakan tentang menghabiskan waktu
anaknya di media khusus berdua untuk
sosial. Lilih sering bercerita sambil jalan
mengomentari dan nonton film.
postingan anakanya Lilih menekankan
baik untuk sekedar nilai-nilai meminta
menanyakan keadaan maaf jika terjadi
atau ikut dalam topik miskomunikasi antara
yang dibicarakan. dirinya dengan
Anak membalas Adhel. Keduanya
komentar orang tua di membuat hubungan
facebook sekedarnya orang tua dan anak
saja dan terkadang sepertti hubungan
mengabaikan, gaya pertemanan sehingga
bahasa yang membuat mereka
digunakan oleh nyaman saat
keluarga ini juga berkomunikasi secara
tidak berbeda ketika tatap muka.
berkomunikasi
sehari-hari.
Keluarga Khairina Khairina jarang Khairina dan Hamid Pola Konsensual
& Hamid menceritakan tentang sering membicarakan
anak di facebook, hal yang cukup
namun ia suka beragam seperti
mengunggah foto masalah sekolah dan
kebersamaan dengan pergaulan, namun
anak dan keluarga di karena kesibukan
facebooknya. Khairina yang
Khairina juga jarang berdagang dan
mengomentari Hamid yang sekolah,
facebook Hamid. pembicaraan hanya
Gaya bahasa yang terjadi di waktu
digunakan oleh luang.
Khairina ketika Cara keduanya untuk
Online sedikit menyelesaikan
berbeda dengan gaya masalah
203

bahasa yang miskomunikasi


digunakan sehari- dengan berbicara
hari. langsung dan mencari
Hamid tidak terlalu solusinya secara
memperdulikan bersama-sama.
komentar atau
aktivitas di facebook
yang dilakukan orang
tuanya di postingan
facebooknya.
Keluarga Sumiyati Sang ibu sering Sumiyati selalu Pola Konsensual
& Umar Abdul menguunggah foto menyempatkan
Hafizh bersama anak, sering waktunya untuk
menceritakan anak di berkomunikasi
facebook, dan suka dengan anak-anaknya
mengomentari atau secara tatap muka
memberi like pada dan membicarakan
postingan anak fi hal-hal baru seperti
facebook. teknologi, jadwal
Anak tidak terlalu liburan, dan juga
sering membalas pendidikan dan
komentar orang asmara. Karena
tuanya di facebook, kesibukan Sumiyati
sekalipun membalas yang bekerja, waktu
hanya sekedarnya. pulang kerja dan
Gaya bahasa yang sebelum tidur selalu
digunakan oleh disempatkan untuk
keluarga ini di berkomunikasi
facebook tidak terlalu dengan Hafizh.
berbeda dengan gaya Cara keluarga ini
bahasa sehari-hari. menyelesaikan
masalah ketika terjadi
miskomunikasi
adalah dengan duduk
bersama secara
langsung dan
merembukkan jalan
keluarnya secara
bersama-sama.
Keluarga Ardiany Ardiany sangat Ardiany dan Ghina Pola Protektif dan
& Ghina Amany bangga menggunggah membicarakan hal- Pola Pluralistik
Syarifah foto anak-anaknya di hal diantaranya
facebooknya, ia juga masalah sekolah,
sering menceritakan pekerjaan dan juga
tentang anaknya di pertemanan, baik
facebook dan pertemanan ibunya
menggunakan atau dari Ghinanya
facebook untuk sendiri. Keduanyaa
mengetahui aktivitas- sangat dekat,
aktivitas anaknya. walaupun seringkali
204

Ardiany juga sering miskomunikasi yang


mengomentari terjadi diantaranya
postingan facebook karena
anaknya. kesalahpahaman soal
Ghina cenderung pergaulan dan
mengabaikan segala aktivitas yang
komentar yang dilakukan oleh Ghina
diberikan sang ibu di sering menyebabkan
postingan miskomunikasi antara
facebooknya. Gaya keduanya. Ardiany
bahasa Ghina berbeda memilih untuk
ketika online di menyelesaikan
facebook dengan miskomunikasi
gaya bahasa yang dengan anaknya
digunakannya sehari- dengan mengajaknya
hari. berbicara langsung
walau sang anak
seringkali menolak
dan cenderung
menghindar.
Keluarga Suhanda Suhanda tidak pernah Suhanda selalu Menggunakan Pola
menceritakan tentang mencoba untuk Protektif dan Pola
anak di facebooknya, mengetahui apa yang Konsensual
namun berusaha terjadi dengan anak-
untuk mengetahui anaknya. Ketika
halaman facebok berkomunikasi secara
anak-anaknya. tatap muka sudah
Suhanda menganggap semakin jarang antara
facebook menjadi ia dan anaknya,
suatu wadah untuk namun ketika terjadi
memulai topic baru komunikasi topic
dengan anaknya saat yang dibahas lebih
berkomunikasi tatap mendalam, seperti
muka nantinya. soal pengalaman, dan
soal pendidikan juga
masa depan.
Perbedaan pandangan
antara Suhanda dan
anak-anaknya
terkadang yang
menjadi masalah
yang menimbulkan
miskomunikasi.
Suhanda biasanya
membirakan terlebih
dahulu, baru
mengarahkan
anaknya dalam
mengambil
keputusan.
205

Tabel 4.3 Pengelolaan Identitas dan Hambatan Komunikasi Orang tua dan Anak Pengguna
Facebook

PASANGAN PENGELOLAAN IDENTITAS HAMBATAN KOMUNIKASI


INFORMAN SAAT ONLINE SAAT SAAT ONLINE SAAT
OFFLINE OFFLINE
Keluarga Lilih Pengelolaan identitas Pasangan Ketika berkomunikasi Ketika
Nurjanah & Adhelya dari pasangan keluarga ini menggunakan berkomuni
informan ini tidak merupakan facebook Lilih kasi secara
terlalu mencolok pasangan yang kesulitan tatap muka
terlihat dari gaya apa adanya, dan mengekspresikan rasa hambatan
berbahasa di facebook tidak malu untuk sayang dan yang
sama dengan ketika mengutarakan isi kepeduliannya ditemui
berkomunikasi secara hati ketika terhadap anaknya, Lilih dan
tatap muka, berkomunikasi karena hanya bisa Adhelya
menggunakan bahasa secara tatap dilakukan melalui hanya
yang halus dan tidak muka. Sehingga emoticon saja. sebatas
canggung tidak ada kesalah
mengutarakan isi hati. pengelolaan pahaman
identitas yang masalah
terlalu mencolok sehari-hari
dalam pasangan saja, dan
ini. tak pernah
berlarut-
larut.
Keluarga Khairina & Adanya Pasangan Berkomunikasi Khairina
Hamid kecenderungan keluarga ini, menggunakan kesulitan
keluarga ini untuk ketika facebook yang hanya menasehati
mengelola identitas berkomunikasi sebatas tulisan atau Hamid,
mereka ketika online secara tatap ―text only‖ karena
di facebook, Khairina muka, memberikan kesulitan faktor usia
sang ibu lebih senang menggunakan dalam memahami remaja
menggunakan kalimat bahasa yang maksud dan pesan yang masih
bijak untuk status lantang dan ketika berkomunikasi suka
update di facebook kental dengan antara Khairina dan membantah
logat Medan anaknya , namun
yang keras dan Khairina
cenderung blak- tidak
blak‟an atau pernah
terus terang. memperpan
jang
masalah,
begitu juga
dengan
Hamid
ketika
mereka
berkomuni
kasi secara
206
1

tatap muka.

Keluarga Sumiyati & Tidak ada pengelolaan Pasangan ini Berkurangnya unsur Kesibukan
Umar Abdul Hafizh identitas yang terlalu ketika non verbal ketika Sumiyati
mencolok dilakukan berkomunikasi berkomunikasi yang
oleh Sumiyati ketika tatap muka menggunakan media bekerja dan
online di facebook, menggunakan social facebook Hafizh
walau terkadang ia bahasa yang sehingga ia merasa yang
sering menggunakan santai namun kurang bisa sekolah
kalimat-kalimat bijak tetap sopan, mengetahui isi hati terkadang
ketika membuat status sehingga tidak anaknya ketika di membuat
update di facebook ada perbedaan facebook. komunikasi
identitas dalam tatap muka
keluarga ini. hanya
terjalin
ketika
keduanya
sedang
lenggang
dan
memiliki
waktu
luang.
Keluarga Ardiany & Ketika online di Ketika Feedback yang tidak Perbedaan
Ghina Amany Facebook ada berkomunikasi langsung membuat pendapat
Syarifah kecenderungan secara tatap komunikasi anatara yang terjadi
pengelolaan identitas muka, Syifa Ardiany dan Syifa antara
yang dilakukan oleh merupakan anak ketika menggunakan Ardiany
sang anak (Syifa) yang sangat facebook menjadi tidak dan Ghina
terlihat dari status ramah, dan maksimal. sering
update di facebook sopan tidak menghamb
yang cenderung menggunakan at
menggunakan bahasa kata-kata kasar komunikasi
inggris untuk dan penurut tatap muka
mengungkapkan tidak terlihat antara
kekesalan dan sering pribadinya yang keduanya.
mencurahkan isi emosian,
hatinya di Facebook. Ardiany sang Ibu
Sementara untuk juga merupakan
Orang Tua (Ardiany) orang yang
tidak ada upaya untuk cukup terbuka
mengelola dan apa adanya.
identitasnya di Pengelolaan
facebook identitas terlihat
hanya pada sang
anak saja dalam
keluarga ini.
Keluarga Suhanda Tidak ada pengelolaan Ketika Suhanda Adanya keterbatasan Perbedaaan
identitas yang berkomunikasi karakter yang dimiliki pandangan
207

dilakukan oleh tatap muka oleh Facebook dan juga


Suhanda di dengan anaknya membuat Suhanda pengalama
Facebooknya gaya menggunakan kesulitan untuk n membuat
berbahasa di facebook bahasa yang berlama-lama Suhanda
dan saat santai, sopan dan berkomunikasi terkadang
berkomunikasi tatap penuh wibawa menggunakan menemui
muka dengan anaknya tidak ada yang facebook dengan hambatan
sangat santai dan berbeda dengan anaknya. ketika
penuh wibawa Suhanda pada berkomuni
saat online di kasi secara
facebook tatap muka
dengan
anaknya
208

Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan dilapangan, peneliti pun

melakukan triangulasi hasil penelitian untuk keabsahan data dengan cara

triangulasi sumber. Peneliti mewawancari ahli psikologi anak dan remaja

untuk mengetahui bagaimana pola komunikasi orang tua dan anak yang

efektif, dan bagaimana media sosial facebook dalam hubungan orang tua

dan anak, juga mengenai hal pengelolaan identitas.

Peneliti mewawancari Tari Sandjodjo seorang psikolog anak, yang

sekarang menjadi pengurus sekolah Cikal. Menurutnya, media sosial dalam

hubungan orang tua dan anak bisa menguntungkan apabila keduanya

bersama-sama menikmati komunikasi melalui media sosial contohnya

facebook. Namun, untuk facebook sebagai sarana kontrol Tari menyatakan

bahwa media sosial tidak bisa total untuk dijadikan media pengontrol

keseharian anak, tetaplah yang terpenting bagaimana orang tua secara fisik

hadir dan meluangkan waktu untuk berkomunikasi dengan anak, karena

anak di usia remaja 15-18 tahun adalah usia dimana anak mulai mengalami

kebingungan dan peran orang tua tidak maksimal sehingga komunikasi

secara langsung tetap jalan yang terbaik.

Menurut Tari, menjalin komunikasi dengan saling percaya, dan selalu

meluangkan waktu untuk berkomunikasi dan bermain dengan anak dapat

menjalin hubungan komunikasi yang efektif. Para orang tua juga harus siap

mendengar apa yang diinginkan anak, dan tidak memaksakan ambisi kepada

anak karena dengan mendengarkan, tak memaksakan kehendak dan


209

meluangkan waktu, dapat membantu menanamkan konsep diri anak yang

kuat.

Mengenai identitas yang berbeda antara orang tua dan anak di media

sosial, adalah kemampuan seseorang untuk bisa menerima dirinya sendiri,

apabila penerimaan akan diri sendiri sudah baik, maka upaya untuk

membentuk pengelolaan identitas di dunia maya tak akan terjadi. Sebaliknya

orang yang sisi penerimaan dirinya masih kurang kuat maka akan cenderung

mengelola identitas mereka di dunia maya.

Dengan begitu, ada beberapa kesamaan poin antara peneliti dengan

narasumber triangulasi, di hasil penelitian para informan menyatakan, walau

facebbok bisa menjadi salah satu media untuk mengetahui kehidupan anak,

dan menjadi tempat interaksi yang baru antara orang tua dan anak, tetapi

komunikasi secara tatap muka dirasakan lebih dan masih sangat penting

bagi hubungan komunikasi interpersonal orang tua dan anak. kehadiran

facebook memang akan memberikan warna baru dalam pola komunikasi

interpersonal orang tua dan anak, namun tidak menggeser keutamaan dari

proses interpersonal antara orang tua dan anak itu sendiri.


210

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Pada pasangan pertama dengan karakteristik orang tua bekerja

dan anak berusia 15 tahun, komunikasi interpersonal saat

online dan offline tidak adanya perbedaan, terlihat dari

penggunaan bahasa saat online yakni ramah, bersahabat dan

apa adanya begitu juga gaya bahasa yang digunakan saat

offline tidak ada yang berbeda. Keluarga ini membangun

hubungan orang tua dan anak seperti pertemanan, keluarga ini

menggunakan pola komunikasi pluralistik.

Pada pasangan kedua dengan karakteristik orang tua tidak

bekerja namun memiliki usaha dan anak dengan usia 15

tahun, komunikasi interpersonal saat online dan offline tidak

terlalu terlihat adanya perbedaan. Terlihat dari gaya bahasa

saat online yakni menggunakan bahasa yang mengayomi dan

sopan begitu juga gaya bahasa yang digunakaan saat offline

tidak ada yang terlalu berbeda tidak dibuat-buat dan apa

adanya. Keluarga ini masih menjaga hirarki kesopanan orang

tua dan anak namun tidak dalam hubungan yang kaku.

Keluarga ini menggunakan pola komunikasi konsensual

Pada pasangan ketiga dengan karakterstik orang tua bekerja

dan anak berusia 17 tahun, komunikasi interpersonal saat


211

online dan offline tidak terlalu terlihat adanya perbedaan,

terlihat dari penggunaan gaya bahasa yang mengayomi dan

sopan saat online sama dengan gaya bahasa yang digunakan

saat offline, hirarki kesopanan orang tua dan anak ini masih

terjaga namun tidak dalam hubungan yang kaku. Keluarga ini

juga menggunakan pola komunikasi konsensual.

Pada keluarga keempat dengan karakteristik orang tua

bekerja dan usia anak 17 tahun, komunikasi interpersonal saat

online dan offline pada orang tua tidak terlalu terlihat adanya

perbedaan dilihat dari gaya bahasa yang digunakan saat

online yang apa adanya dan tidak dibuat-buat sama dengan

gaya bahasa yang digunakaan saat offline namun pada anak

terdapat penggunaan gaya bahasa yang cenderung blak-

blak‟an terbuka dan terkadang penuh emosi ketika online

namun pada saat offline gaya bahasa yang digunakan anak

tidak terlalu emosi bahkan cenderung biasa saja, pada

keluarga ini orang tua menggunakan facebook sebagai sarana

mengontrol kegiatan anak, walau kedekatan orang tua dan

anak terjalin layaknya pertemanan, namun kadang jarak

sebagai orang tua dan anak masih terlihat. Keluarga ini

menggunakan gabungan pola komunikasi pluralistik dan

pola komunikasi protektif.


212

Pada keluarga kelima dengan karakteristik orang tua yang

sudah pensiunan dan tidak lagi bekerja dengan anak usia 17

tahun, komunikasi interpersonal saat online dan offline tidak

terlihat adanya perbedaan dari gaya bahasa saat online dan

offline tidak adanya perbedaan yakni cenderung sopan dan

memperhatikan tata bahasa, namun ada unsur orang tua

menggnakan facebook sebagai pengontrol aktivitas anak.

Ketika offline peran orang tua di keluarga ini masih dominan

terutama dalam mengarahkan keputusan masalah antara

orang tua dan anak walau musyawarah dalam keluarga ini

tetap terjaga. keluarga ini menggunakan gabungan pola

komunikasi konsensual dan pola komunikasi protektif.

2. Pada keluarga pertama hal-hal yang biasa dibicarakan orang

tua dan anak pengguna facebook ketika proses komunikasi

tatap muka adalah semua hal, baik pendidikan, asmara juga

pergaulan. Cara penyelesaian miskommunikasi dalam keluarga

ini adalah dengan menanamkan nilai-nilai minta maaf ketika

berbuat kesalahan. Keluarga ini juga secara khusus memiliki

waktu orang tua dan anak untuk mendekatkan lagi hubungan

orang tua dan anak yang terjadi.

Pada keluarga kedua hal-hal yang biasa dibicarakan orang tua

dan anak pengguna facebook ketika proses komunikasi tatap

muka adalah mengenai masalah pendidikan, dan pergaulan.


213

Cara penyelesaian miskomunikasi dalam keluarga ini dengan

membicarakannya langsung dan mencari jalan keluarnya

bersama-sama.

Pada keluarga ketiga hal-hal yanng biasa dibicarakan orang tua

dan anak pengguna facebook ketika proses komunikasi tatap

muka adalah mengenai pengetahuan baru, seperti teknologi

terkini, gaya hidup juga kehidupan asmara dan masalah

pendidikan. Cara penyelesaian miskomunikasi dalam keluarga

ini dengan berbicara langsung dan mencari solusinya secara

bersama.

Pada keluarga keempat hal-hal yang biasa dibicarakan oleh

orang tua dan anak pengguna facebook adalah hal tentang

sekolah anak, pekerjaan orang tua juga pertemanan dan

pergaulan baik orang tua atau pergaulan anak. Cara

penyelesaian miskomunikasi dalam keluarga ini dengan

membicarakannya langsung, walau sang anak terkadang suka

menghindar namun orang tua sebisa mungkin mengajaknya

bebrbicara dan menyelesaikan masalah.

Pada keluarga keempat hal-hal yang biasa digunakan oleh

orang tua dan anak oengguna facebook mengenai

pengalaman, pendidikan dan cara hidup,orang tua selalu

mencari topik baru yang bisa dibahas dengan anaknya. Cara

penyelesaian miskomunikasi dalam keluarga ini dengan


214

mendiamkan terlebih dahulu lalu orang tua baru mengarahkan

anak untuk mengambil keputusan dalam penyelesaian

masalah.

3. Pada keluarga pertama pengelolaan identitas tidak terlalu

mencolok terlihat dari gaya bahasa orang tua dan anak ketika

online menggunakan facebook dan pada saat offline tidak ada

perbedaan. Hambatan komunikasi yang terjadi dalam keluarga

ini pada saat online adalah kesulitan mengekspresikan isi hati.

Hambatan komunikasi pada saat offline dalam keluarga ini

hanya sebatas kesalahpahaman hal sepele dalam kehidupan

sehari-hari.

Pada keluarga kedua ada kecenderungan pengelolaan identitas

yang dilakukan oleh orang tua saat online menggunakan

facebook terlihat dari penggunaan bahasa dengan kata-kata

bijak berbeda dengan saat offline yang menggunakan bahasa

apa adanya dengan logat khas Medan. Hambatan komunikasi

saat online pada keluarga ini adalah berkomunikasi saat online

di facebook yang hanya “text only” tidak bisa mengekspresikan

isi hati antara orang tua dan anak. hambatan komunikasi pada

saat offline dalam keluarga ini adalah kesulitan orang tua

memberi nasihat pada anak yang masih berusia remaja dan

cenderung tidak ingin dinasehati.


215

Pada keluarga ketiga tidak ada pengelolaan identitas yang

terlalu mencolok dari orang tua dan anak pada saat online dan

offline di keluarga ini. Hambatan komunikasi yang terjadi saat

online berkurang unsur non verbal mengurangi makna

berkomunikasi antara ornag tua dan anak. hambatan

komunikasi pada saat offline di keluarga ini kesibukan orang

tua yang bekerja dan anak yang sekolah membuat waktu yang

ada untuk berkomunikasi kadang tak terlalu sering.

Pada keluarga keempat pengelolaan identitas terjadi pada

sang anak ketika online, terlihat dari gaya bahasa yang

digunakan di facebooknya cenderung emosional, dan sangat

ekspresif padahal ketika offline kepribadian sang anak jauh

dari kata yang ekspresif dan emosional. Hambatan

komunikasi saat online antara orang tua dan anak ini adalah

feedback tak langsunng dari berkomunikasi saat online

menggunakan facebook mengurangi proses komunikasi

antara orang tua dan anak. hambatan komunikasi pada saat

offline di keluarga ini adalah perbedaan pendapat dalm hal

sehari-hari yang menyebabkan miskomunikasi antara orang

tua dan anak.

Pada keluarga kelima tidak ada pengelolaan identitas yang

dilakukan oleh keuarga ini. Hambatan komunikasi yang terjadi

pada saat online adalah keterbatasan karakter di facebook


216

yang mengurangi keluwesan berkomunikasi antara orang tua

dan anak. hambatan komunikasi pada saat offline di keluarga

ini biasa terjadi karena perbedaan cara pandang dan

pengalaman hidup antara orang tua dan anak.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyadari penelitian ini masih banyak

kekurangan untuk itu penulis memberikan saran sebagai berikut :

5.2.1 Saran Akademik :

1. Adanya penelitian yang khusus meneliti pola komunikasi yang terjadi

pada setiap anak remaja dan orang tua tanpa media sosial,

khususnya pola komunikasi di dalam keluarga.

2. Berdasarkan penelitian, peneliti menemukan adanya hal seperti

perubahan identitas yang dilakukan oleh orang tua dan anak di media

sosial hal ini bisa diteliti lebih dalam menggunaan teori identitas dan

online identity. Sehingga adanya penelitian mendalam kenapa adanya

perubahan identitas yang terjadi pada orang tua dan anak di media

sosial.

3. Media sosial jaman sekarang sudah menjadi bagian proses

komunikasi, sehingga peneliti menyarankan agar penelitian

komunikasi berdasarkan media-media sosial lebih beragam lagi dalam

penentuan topiknya sehingga memperkaya penelitian di bidang ilmu


217

komunikasi yang terus berubah seiring dengan kemajuan teknologi

komunikasi.

5.2.3 Saran Praktis

1. Facebook bisa digunakan oleh para orang tua dan anak bukan hanya

sebagai media sosial biasa, tapi untuk menjalin keakraban yang berbeda

di luar interaksi komunikasi secara tatap muka.

2. Semoga dengan adanya penelitian ini para orang tua jadi lebih

mengenal dengan baik anak-anaknya dengan menggunakan media sosial,

sebagai teman dan akhirnya bisa mengetahui keadaan anak-anaknya

secara tidak kaku dengan ikut membuat media sosial. Dan tidak hanya

menggunakan media sosial sebagai interaksi dengan teman saja tetapi

juga dengan anak dan anggota keluarga mereka.

3. Membuka pikiran baik orang tua dan anak tentang media sosial yang

selama ini dianggap memberikan dampak negatif bagi penggunanaya

khususnya untuk para remaja. Sehingga para pengguna media sosial juga

lebih tahu ada fungsi yang lebih bermanfaat dari media sosial terutama

facebook.
218

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :
Afrizal. (2014). Metode Penelitian Kualitatif Sebuah Upaya Mendukung
Penggunaan Penelitian Kualitatif Dalam Berbagai
Disiplin Ilmu. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Agus, Hardjana. (2003). Komunikasi Intrapersonal Dan Interpersonal,


Kanisius.

Arifin, Kusnul. (2012). Modul Kuliah Komunikasi Antar Personal.

Budiargo, Dian. (2015). Berkomunikasi Ala Net Generation. PT.Elex


Media Komputindo Kompas Gramedia.

Bungin, Burhan. (2007). Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi,


Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial. Prenada Media Group: Jakarta

Boyd, Donah. (2014). It‟s Complicated the social lives of networked teens.
Yale University Press books: United States

Devito, Joseph A. (1997). Komunikasi Antarmanusia. Professional


Books.

Emzir. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data,PT Raja


Grafindo Persada: Jakarta

Kuswarno Engkus. (2008). Etnografi Komunikasi. Widya Padjadjaran:


Bandung

Livingstone,Sonia,. Leah A. Lievrouw.(2006). Habdbook of New


Media:Social Shaping and Social Consequences of ITCS.
Updated Student Edition. Sage Publications: London
Marget, Poloma. (2000) . Sosiologi Kontemporer (terjemahan). Raja
Grafindo:Jakarta
219

Moleong, J Lexy. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Remaja


Rosdakarya: Bandung

Mulyana, Deddy. (2008). Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. PT Remaja


Rosdakarya: Jakarta

Junaedi, Fajar. (2011). Komunikasi 2.0: Teoritisasi dan Implikasi. Asosiasi


Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (ASPIKOM)

Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi Komunikasi. Edisi Revisi. PT.


Remaja Rosdakarya: Bandung

Salim, Agus. (2006). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: Buku


Sumber Untuk Penelitian Kualitatif. Edisi Kedua. Tiara Wacana:
Yogyakarta

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.

Willis, Sofyan. (2010). Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta.

Yusuf,Syamsu. (2009). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.


PT.Remaja Rosdakarya: Bandung.

JURNAL PENELITIAN :

Anggrahini, Sukma Ayuu. (2013). “Dinamika Komunikasi Keluarga


Penguna Gadget” (Diunduh tgl 12/3/2015 pkl 06:52)

File.upi.edu (2015) ,“Komunikasi Keluarga” (Diunduh tgl 12/3/2015 pkl


06:23)

Wahidah, Nur. “Pola Komunikasi Dalam Keluarga” (Diunduh tgl 12/3/2015


pkl 6:25)

W, Anna. (2012). Komunikasi Dalam Keluarga “Orang tua dengan anak


mereka” (Diunduh tgl 12/3/15 pkl 6:25)
220

Prensky,Marc (2001), Journal Digital Natives, Digital Immigrants, On the


Horizon (NCB University Press, Vol. 9 No. 5.) (Diunduh tgl 25/5/2015 pkl
14:51)

Hardiyanti, Siti. (2014). “Fenomena Bahasa Gaul Di Kalangan Remaja


Pengguna Twitter (Studi Interaksionisme Simbolik)
Universitas Multimedia Nusantara: Tangerang

Hartodinata, Idek. (2010). Peran Orang Tua dalam Penggunaan Jejaring


Sosial (Studi Deskriptif Tentang Peran Orang Tua Dalam
Penggunaan Jejaring Sosial Oleh Remaja Di Lingkungan VII
Kelurahan Tanjung Gusta Kecamatan Medan Helvetia).
Universitas Sumatera Utara: Medan

Kusumadewi, Niken O. (2010). “Pengalaman Komunikasi Orangtua dan


Remaja dalam Memahami Dampak Penggunaan Situs
Jejaring Sosial Facebook” Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro, Semarang
(Diunduh tgl 12/3/2015 pkl 06:13)

Prasetya,Hendri. (2012). Konstruksi Komunikasi dan Pengelolaan


Identitas Diri Pada Situs Jejaring sosial-Facebook (Studi
Etnografi Komunikasi Pada Penggunaan Computer-Mediated
Communication). Universitas Padjdjaran: Bandung.

ARTIKEL :

Female.kompas.com “Agar Komunikasi Orangtua-Anak Lebih Efektif”


http://female.kompas.com/read/2013/05/17/21024071/Agar.Komunikasi.O
rangtuaAnak.Lebih.Efektif pada tanggal 30/7/15 pkl 20:00
id.techinasia.com “63 juta orang Indonesia akses Facebook melalui
handphone di tahun 2015, penetrasi tertinggi di dunia” (Diakses tgl
20/5/2015 pkl 11:00) http://id.techinasia.com/jumlah-pengguna-
facebook-mobile-indonesia-tertinggi-dunia/
221

Kompas.com “Facebook Masih Didominasi Remaja, Bukan Orang Tua”


(Diakses tgl 20/5/2015 pkl 11:12)

KOMPAS. edisi Senin 8/2/2010, “Predator Incar Anak Kita” (Diakses tgl
12/3/2015 pkl 10:51) Diunduh di
http://bayuimantoro.blogspot.com/2010/02/waspada-predator-incar-anak-kita.html

Peoplehope.com dalam “Fitur-Fitur Dasar Facebook dan Beberapa


Update Fitur Terbaru Facebook 2013” diakses 27/7/15 pkl: 15:00 di
http://www.peoplehope.com/chat/fitur-fitur-dasar-facebook-dan-beberapa-
update-fitur-terbaru-facebook-2013

Socialmedia.org. edisi 24 Februari 2015, “Orang Tua Wajib Mengawasi


Media Sosial Anak”. (Diakses tgl 12/3/2015 pkl 06:22)
http://socialmediaweek.org/jakarta/2015/02/24/orang-tua-wajib-mengawasi-media-
sosial-anak/

Tekno.kompas.com Ibu Baru Lebih Sering Mengakses Facebook


http://tekno.kompas.com/read/2012/06/13/0939169/ibu.baru.lebih.sering.
mengakses.facebook

Teknologi.metrotvnews.com “Riset : Facebook Kini Didominasi Oleh


Orang Tua” (Diakses tgl 20/5/2015 pkl 10:50)
http://teknologi.metrotvnews.com/read/2015/01/12/343828/riset-facebook-kini-
didominasi-orang-tua

Vemale.com. edisi 1 Agustus 2013, “Social Media Menggantikan


Keakraban Orang Tua Dengan Anaknya?” (Diakses tgl 12/3/2015 pkl
07:03 ) http://www.vemale.com/relationship/keluarga/24019-social-media-
menggantikan-keakraban-orang-tua-dengan-anaknya.html
222

Foto-foto saat wawancara dengan beberapa informan :


223

BIODATA MAHASISWA

Nama : Ulfa Karina

NIM : 2011-41-142

Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 17 Juni 1993

Alamat : Vila Inti Persada Jl. Elang Jawa II Blok

D11/5 Pamulang Timur, Tangerang Selatan

15417

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Telepon : 081298817593

Email : Karinaulfa@gmail.com

Pendidikan Terakhir :
1997-1998 TK. Salman
1999-2005 SDN. Kp.Utan 2
2005-2008 SMP Negeri 3 Tangerang Selatan
2008-2011 SMA Negeri 4 Tangerang Selatan
2011-Sekarang Universitas Prof.Dr. Moestopo (Beragama)

Anda mungkin juga menyukai