subuh
2. Panglima Perang
3. Qadhi
4. Mufti
6. Mursyid Tarekat
Islam
10. Ketua Baitulmal Walisongo
Ilmi)
gram)/hari
2. Panembahan Kudus
6. Panembahan Kadhi
7. Panembahan Karimun
8. Panembahan Jaka
9. Ratu Pajaka
Sunan Muria)
Sunan Kudus adalah salah satu penyebar agama Islam di Indonesia yang tergabung
dalam walisongo, yang lahir pada 9 September 1400M/ 808 Hijriah. Nama lengkapnya adalah nama
Sayyid Ja'far Shadiq Azmatkhan. Ia adalah putra dari pasangan Sunan Ngudung.
Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. Bapaknya
yaitu Sunan Ngudung adalah putra Sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha
(Raja Pandita/Raden Santri) yang berhijrah fi sabilillah hingga ke Jawa dan sampailah di Kesultanan
Islam Demak dan diangkat menjadi Panglima Perang.
Jati diri Sunan Kudus[sunting | sunting sumber]
Nama Ja'far Shadiq diambil dari nama datuknya yang bernama Ja'far ash-Shadiq bin Muhammad al-
Baqir bin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib yang beristerikan Fatimah az-Zahra binti Muhammad.
Sunan Kudus sejatinya bukanlah asli penduduk Kudus, ia berasal dan lahir di Al-Quds negara
Palestina. Kemudian bersama kakek, ayah dan kerabatnya berhijrah ke Tanah Jawa.
Sunan Muria
Sunan Muria merupakan putera dari Sunan Kalijaga melalui pernikahannya
bersama Dewi Saroh, yang merupakan puteri dari Syekh Maulana Ishak,
seorang ulama terkenal di Samudra Pasai Aceh. Dengan demikian maka
Sunan Muria masih merupakan keponakan dari Sunan Giri. Saat masih kecil,
Sunan Muria memiliki nama Raden Prawoto. Selain itu, beliau juga sering
dipanggil dengan Raden Umar Said atau Raden Umar Syahid.
Menginjak dewasa, Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah yang
merupakan puteri dari Sunan Ngudung (Raden Usman Haji). Sunan Ngudung
merupakan salah satu putera dari sultan di Mesir yang melakukan perjananan
hingga ke tanah Jawa. Sementara itu, Sunan Ngudung sendiri juga
merupakan ayah dari Sunan Kudus. Dari pernikahannya dengan Dewi
Sujinah, Sunan Muria dikaruniai putera bernama Pangen Santri atau Sunan
Ngadilangu.
Menurut beberapa kisah, selain menikah dengan Dewi Sujinah, Sunan Muria
juga mempersunting Dewi Roroyono yang terkenal dengan kecantikannya.
Dewi Roroyono merupakan puteri dari Sunan Ngerang, seorang ulama
terkenal di Juwana yang memiliki ilmu atau kesaktian yang tinggi, serta
merupakan guru dari Sunan Muria dan Sunan Kudus. Kecantikan Dewi
Roroyono banyak memicu pertumpahan darah yang juga membuktikan
kesaktian dari Sunan Muria.
Wilayah Dakwah Sunan Muria
Sunan Muria
Dalam berdakwah, Sunan Muria banyak mengadopsi metode ayahnya.
Namun, beliau lebih memusatkan pada daerah terpencil dan jauh dari pusat
kota. Tempat tinggal beliau terletak di salah satu puncak gunung Muria yaitu
desa Colo. Dan dari nama gunung tersebutlah maka muncul sebutan Sunan
Muria. Selain berdakwah, disana beliau juga berkumpul dengan rakyat jelata
untuk mengajarkan keterampilan bercocok tanam, melaut, dan berdagang.
Sementara itu, selain mengajarkan Islam di sekitar gunung dan lereng Muria,
Raden Umar Said atau Sunan Muria juga memperluas dakwahnya di wilayah
Tayu, Kudus, dan Juwana. Jadi beliau beserta keluarga dan para muridnya
terkenal dengan fisiknya yang sangat kuat. Bayangkan jika beliau dan para
pengikutnya harus naik turun gunung yang tingginya sekitar 750 meter, untuk
bisa berdakwah di wilayah-wilayah tersebut.
Metode Dakwah Sunan Muria
Sunan Muria
1. Menitik beratkan pada rakyat jelata
Dalam menyebarkan agama Islam, Sunan Muria lebih toleran dengan
memusatkan pada rakyat jelata dan bukan kaum bangsawan. Beliau lebih
senang mengasingkan diri bersama rakyat jelata dibandingkan tinggal di
pusat kerajaan Demak. Metode dakwah beliau sering disebut dengan Topo
Ngeli, yang berarti menghanyutkan diri di dalam masyarakat. Dengan begitu,
maka Sunan Muria lebih mudah dalam mengajak masyarakat untuk masuk
agama Islam.
Sementara itu, agar bisa berbaur dengan masyarakat sekitar pegunungan
tersebut, maka beliau kerap sekali memberikan kursus atau keterampilan
untuk para pelaut, nelayan, pedagang, dan rakyat jelata. Dengan demikian
maka beliau bisa mengumpulkan mereka yang notabennya adalah pekerja
yang sangat sulit untuk meluangkan waktu belajar agama. Jadi dengan
adanya kursus maka Sunan Muria dapat dengan mudah menyampaikan
ajaran Islam kepada mereka.
2. Dakwah bil hikmah dengan akulturasi budaya
Meskipun Sunan Muria diterima dengan baik oleh masyarakat, namun bukan
berarti proses dakwah beliau berjalan dengan lancar. Kebanyakan penduduk
yang berada di kawasan gunung Muria masih menganut kepercayaan turun
temurun yang sangat kental dan sulit untuk dirubah. Oleh karenanya beliau
sama seperti para wali yang lainnya yaitu lebih kepada metode dakwah bil
hikmah, atau dengan cara-cara bijak yang tidak memaksa.
Dalam menyikapi kebiasaan masyarakat yang sering melakukan adat
kenduren, maka Sunan Muria meniru gaya moderat ayahnya, yang tidak
mengharamkan tradisi peringatan telung dino hingga sewu dino. Tradisi yang
dilakukan untuk memperingati hari-hari tertentu kematian anggota keluarga ini
tidak dilarang, kecuali adat untuk membakar kemenyan atau memberikan
sesajen di tempat tertentu, yang kemudian diganti dengan sholawat dan do’a
untuk ahli kubur.
3. Mempertahankan kesenian gamelan dan wayang
Sama seperti para wali yang lain, Sunan Muria juga tetap mempertahankan
alat musik daerah seperti gamelan dan kesenian tradisional wayang untuk
media dakwahnya. Beliau tidak mengubah budaya yang ada, namun
memasukkan ajaran-ajaran Islam di dalamnya. Beberapa lakon pewayangan
dirubah karakternya dengan membawa pesan-pesan Islam, seperti kisah
Dewa Ruci, Petruk dadi Ratu, Jimat Kalimasada, Mustakaweni, Semar
ambarang Jantur, dan lain sebagainya.
4. Menciptakan beberapa tembang Jawa
Selain mempertahankan kesenian daerah seperti gamelan dan wayang,
Sunan Muria juga menciptakan beberapa tembang Jawa macapat yang berisi
tentang ajaran Islam. Beberapa karyanya yang terkenal hingga saat ini yaitu
tembang Sinom dan Kinanthi. Dengan menggunakan tembang atau lagu
maka masyarakat akan dengan mudah menerimanya, dan mampu mengingat
nilai-nilai serta ajaran Islam yang terkandung di dalamnya untuk bisa
diterapkan dalam kehidupan.
Sifat Teladan Yang Dimiliki Sunan Muria
Sunan Muria
Mengasingkan diri di tengah masyarakat jelata membuat kepribadian Sunan
Muria lebih peka dan lebih toleran terhadap berbagai masalah. Bahkan beliau
kerap sekali memberikan solusi untuk berbagai masalah yang rumit. Seperti
saat konflik internal di Kesultanan Demak tahun 1518-1530 M. Beliau mampu
menjadi penengah dan memberikan solusi terbaik yang bisa diterima oleh
berbagai pihak dan membuatnya sangat dihormati di berbagai kalangan.
Selain itu, keteladanan sifat Sunan Muria juga bisa tergambar dengan
caranya yang lebih memilih untuk berbaur dengan rakyat kecil dan
meninggalkan keramaian di dalam kerajaan Demak. Sikap yang demikian
patut dicontoh dalam kehidupan bermasyarakat. Yang mana dalam
memsosialisasikan kebijakan umum maka pemerintah sudah selayaknya bisa
menjangkau seluruh elemen masyarakat dan tidak berhenti pada orang-orang
tertentu saja.
Kisah Dewi Roroyono dan Bukti Kesaktian
Sunan Muria
Sunan Muria
Bukti kesaktian Sunan Muria diceritakah dalam kisah pertarungan beliau
untuk mendapatkan Dewi Roroyono. Alkisah, Dewi Roroyono yang
merupakan puteri dari Sunan Ngerang yang sangat disegani di desa Juwana,
tengah berulang tahun yang ke-20. Saat itu Sunan Ngerang mengadakan
syukuran dengan mengundang para tetangga, saudara, serta para muridnya
seperti Sunan Muria, Sunan Kudus, Kapa dan adiknya Gentiri, serta Adipati
Pathak Warak.
1. Terbius dengan kecantikan Dewi Roroyono
Ketika semua tamu berkumpul, Dewi Roroyono dan adiknya Dewi Roro
Pujiwati keluar untuk menghidangkan makanan dan minuman. Keduanya
merupakan wanita yang sangat cantik, terutama Dewi Roroyono yang sudah
menginjak 20 tahun. Bagi mereka yang tidak bisa menjaga pandangan
matanya seperti Adipati Pathak Warak akhirnya terseret oleh godaan setan. Ia
memandangi paras cantik Dewi Roroyono sampai matanya tidak berkedip
sama sekali.
Adipati kemudian menggoda Dewi Roroyono dengan ucapan yang tidak
pantas dan tindakan yang kurang ajar sehingga membuatnya merasa malu
dan marah. Dewi Roroyono akhirnya menumpahkan nampan berisi minuman
ke pakaian sang Adipati yang membuatnya marah dan menyumpahi Dewi
Roroyono. Bahkan ia juga hampir menampar Dewi Roroyono. Seketika Dewi
pun masuk dalam kamar dan menangis karena dipermalukan oleh Adipati
Pathak Warak.
2. Usaha penculikan Dewi Roroyono
Ketika malam hari, syukuran yang digelar telah selesai dan semua tamu
pulang kecuali yang datang dari jauh, termasuk Pathak Warak. Namun ia
tidak bisa tidur karena masih terngiang dengan wajah ayu Dewi Roroyono. Ia
pun akhirnya mengendap-endap ke kamar Dewi dan membiusnya dengan
ilmu sirep. Pathak Warak kemudian masuk melewati genteng dan membawa
Dewi keluar lewat jendela menuju Mandalika, Kediri.
Sunan Ngerang yang mengetahui putrinya diculik kemudian membuat
sayembara. Ia akan menjadikan saudara bagi anaknya jika yang
menyelamatkan Dewi adalah perempuan, dan menjodohkannya dengan Dewi
jika ia laki-laki. Namun tak seorang pun berani untuk menghadapi kesaktian
Pathak Warak, kecuali Sunan Muria. Di tengah perjalanannya mengejar Dewi,
Sunan Muria bertemu dengan adik seperguruannya Kapa dan juga Gentiri
yang lebih dahulu pulang.
3. Penyelamatan Dewi Roroyono
Sunan Muria menceritakan kejadian tersebut kepada Kapa dan adiknya
Gentiri. Keduanya yang sangat menghormati Sunan Muria kemudian
memutuskan untuk membantu beliau dan menyuruhnya agar kembali ke
padepokan untuk bertemu para murid yang lebih membutuhkan. Mereka juga
berjanji akan memberikan Dewi pada Sunan Muria jika berhasil. Sunan Muria
yang tidak ingin berdebat dan menolak permintaan adik seperguruannya
akhirnya mengabulkan permintaan tersebut.
Kedua bersaudara tersebut akhirnya berhasil merebut Dewi Roroyono dengan
bantuan datuk Wiku Lodhang dari pulau Sprapat yang dikenal sakti dan tidak
tertandingi. Mereka pun akhirnya mengembalikan Dewi ke Sunan Ngerang. Di
hari berikutnya, Sunan Muria hendak pergi memastikan usaha Kapa dan
Gentiri. Namun di tengah perjalanan beliau bertemu dengan Pathak Warak
yang sedang menunggangi kuda. Sunan muria pun akhirnya
menghadangnya.
4. Tumbangnya Pathak Warak oleh Sunan Muria
Beliau menanyakan keberadaan Dewi, namun Pathak Warak mengucapkan
jika Dewi telah dibawa oleh Kapa dan Gentiri, sedangkan ia berusaha untuk
merebutnya kembali. Sunan Muria kemudian memasang kuda-kuda sembari
mengucapkan jika Pathak Warak ingin merebut Dewi maka ia harus
melangkahi mayatnya. Pathak Warak kemudian turun dan menyerang Sunan
Muria dengan jurus cakar harimau. Namun ia kalah dengan hanya beberapa
gebrakan saja.
5. Hadiah Sayembara
Seluruh kesaktian Pathak Warak hilang seketika, bahkan ia juga tidak mampu
untuk berdiri dan juga berjalan. Sementara itu, Sunan Muria melajutkan
perjalanannya ke Juwana. Beliau disambut gembira oleh Sunan Ngerang
yang sudah diceritakan perjalanannya oleh Kapa dan Gentiri. Beliau
kemudian dijodohkan dengan Dewi Roroyono. Sementara Kapa dan Gentiri
mendapatkan hadiah tanah di daerah Buntar, yang menjadikan keduanya
kaya dan berkecukupan.
6. Rasa Sesal Kapa dan Gentiri
Sementara Sunan Muria dan istrinya berbahagia di padepokan Muria, Kapa
dan Gentiri yang membawa Dewi Roroyono kembali saat itu tampaknya telah
terpesona dengan kecantikannya. Mereka tidak bisa tidur dengan nyenyak
dan menyesali tawaran baik mereka kepada Sunan Muria kala itu. Mereka
selalu menghujam betapa enaknya Sunan Muria bisa mendapatkan Dewi
tanpa perjuangan, yang akhirnya menyulut dendam di hati mereka berdua.
7. Kematian Gentiri
Mereka yang dirasuki iblis akhirnya bertekad untuk merebut Dewi Roroyono
dari kakak seperguruannya, dan sepakat menjadikan Dewi sebagai istri
mereka secara bergiliran. Namun niat jahat mereka berakhir buruk, Gentiri
yang beraksi terlebih dahulu ke Muria, akhirnya kepergok oleh para murid
Sunan Muria dan menyebabkan pertempuran hebat diantara mereka. Hingga
akhirnya Gentiri menghadapi Sunan Muria dan menemui ajalnya di gunung
tersebut.
8. Penculikan Dewi Roroyono oleh Kapa
Berita kematian Gentiri tersebar dengan cepat ke berbagai daerah, namun tak
menyurutkan niat Kapa. Ia mendatangi gunung Muria secara diam-diam pada
malam hari dan tak ada yang mengetahuinya. Kebetulan saat itu, Sunan
Muria dan beberapa muridnya juga sedang berada di Demak Bintoro. Kapa
membius para murid Sunan Muria yang menjaga Dewi dan berhasil
membawanya ke pulau Sprapat dengan amat mudah.
9. Kejadian di pulau Sprapat
Sepulangnya dari Demak Bintoro, Sunan Muria juga bermaksud untuk
mendatangi datuk Wiku Lodhang yang ada di pulau Sprapat. Meskipun sang
Wiku Lodhang memeluk agama lain, namun beliau tetap bersahabat
dengannya. Terlebih lagi sang Wiku Lodhang juga telah membantu merebut
Dewi Roroyono dari Pathak Warak sebelumnya. Sementara itu, kedatangan
Kapa dengan membawa Dewi Roroyono tidak disambut baik oleh sang Wiku
Lodhang.
Datuk Wiku Lodhang menghardik dan menistakan perbuatan muridnya
tersebut. Ia juga menyuruh Kapa untuk mengembalikan istri dari kakak
seperguruannya, namun Kapa menolaknya. Mereka berdua pun akhirnya
berdebat cukup lama sehingga tidak menyadari kedatangan Sunan Muria.
Sunan Muria terkejut melihat istrinya terikat pada tangan dan kaki, sementara
melihat Kapa dan gurunya tengah bertengkar.
Kematian Kapa
Disaat Wiku Lodhang berjalan untuk membebaskan Dewi dan selesai
melepaskan ikatannya, kemudian terdengar jeritan Kapa di saat yang
bersamaan. Ternyata Kapa yang saat itu mengetahui kedatangan Sunan
Muria kemudian mengeluarkan jurus aji pamungkasnya yang kemudian
berbalik menyerang dan membunuh dirinya sendiri. Itulah salah satu
kesaktian Sunan Muria yang mampu mengembalikan serangan lawan.
Sunan Muria yang agak menyesal kemudian meminta maaf pada Wiku
Lodhang karena telah membunuh muridnya. Namun sang Wiku Lodhang
membenarkan pembelaan Sunan Muria dan menyalahkan perbuatan
muridnya, karena tak sepantasnya orang berilmu melakukan kejahatan yang
demikian. Akhirnya dengan langkah gontai, sang Wiku Lodhang kemudian
mengangkat jenazah Kapa dan menguburkannya dengan layak. Sementara,
Sunan Muria dan Dewi Roroyono kembali ke padepokan.
Letak Makam Sunan Muria
Sunan Muria
Makam Sunan Muria terletak di puncak gunung Muria, sebelah utara kota
Kudus. Untuk mencapai makam maka Anda perlu menaiki sekitar 700 tangga
dari pintu gerbang. Letak makam Sunan Muria berada persis di belakang
masjid Sunan Muria. Yang membedakannya dari makam wali lainnya, yaitu
letak makam beliau yang menyendiri dan berada jauh dari para
punggawanya, sama seperti sifatnya yang suka menyendiri.
Benda Peninggalan Sunan Muria yang
Dianggap Keramat
Sunan Muria
1. Pelana kuda
Beberapa benda peninggalan Sunan Muria seperti pelana kuda sering
diigunakan oleh masyarakat sekitar untuk mendatangkan hujan. Ritual
tersebut dinamakan dengan guyang cekathak yang berati memandikan
pelana kuda, dan biasanya dilakukan pada hari Jumat Wage di saat musim
kemarau. Untuk mengawali ritual biasanya mereka membawa pelana kuda
dari Masjid Muria ke mata air Sendang Rejoso, dan mencucinya di mata air
tersebut.
Mereka mencuci pelana kuda di Sendang Rejoso dilanjutkan dengan
memercikkan air ke warga. Setelah selesai kemudian mereka membacakan
doa dan menunaikan sholat istisqa’ untuk meminta hujan. Lalu ritual tersebut
ditutup dengan acara makan bersama dengan lauk-pauk berupa opor ayam,
gulai kambing, dan sayuran-sayuran yang dipadu dengan parutan kelapa.
Ada juga makanan penutup yaitu dawet yang setiap butirannya
melambangkan rintik hujan.
2. Air gentong
Selain itu, ada juga gentong peninggalan Sunan Muria yang selalu menjadi
tujuan para peziarah. Menurut beberapa orang dan warga sekitar Gunung
Muria, air yang selalu mengalir dalam gentong tersebut mampu mencegah
dan menyembuhkan berbagai penyakit. Selain itu, air yang bersumber dari
pegunungan muria tersebut juga diyakini mampu untuk membersihkan jiwa
dan bermanfaat untuk kecerdasan.
Boleh copy paste, tapi jangan lupa cantumkan sumber. Terimakasih
Sunan Muria