Tempat Kerja adalah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak
atau tetap, di mana Tenaga Kerja bekerja atau yang sering dimasuki Tenaga Kerja
untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber
bahaya termasuk semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang
merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan Tempat Kerja tersebut
(PERMENAKER NO.5 TAHUN 2018).
Bahaya juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang memiliki potensi
mengakibatkan terjadinya kerusakan atau cedera. Sumber bahaya (hazard) yang
teridentifikasi, harus dikendalikan ke tingkat yang memadai agar tercipta suatu
kondisi aman (safe). Pengendalian tersebut dilakukan dengan cara, mengukur
kemungkinan kerugian yang akan timbul jika sumber bahaya terjadi, atau
disebut juga resiko (Heriyanto, 2008).
Jeynes (2000) menjelaskan bahwa identifikasi keadaan yang tidak aman pada
industri atau usaha kecil dan menengah dapat dilakukan dengan
mempertimbangkan beberapa bahaya dan resiko terhadap kesehatan
yang
signifikan. Bahaya dan resiko tersebut adalah :
Penanganan bahan
Tingkat kebisingan
Tingkat pencahayaan
Suhu
Kualitas udara
Penggunaan komputer dan unit visual lain
Mikroorganisme dan kontaminan pada udara
Radiasi
Penggunaan bahan kimia dan unsur lain
Penggunaan material dan serat
Merokok
Organisasi kerja
Tujuan dari adanya SMK3 ini yaitu guna untuk mengurangi atau
menurunkan resiko kecelakaan kerja yang kerap terjadi pada sebuah
industri dan menurunkan angka kecelakaan kerja. Berbagai upaya-
upaya yang dilakukan untuk pencegahan bahaya yang mungkin terjadi
antara lain:
a) Upaya pencegahan terhadap bahaya listrik
- Setiap instalasi dan alat listrik diamankan dengan pemutus
arus listrik atau sekering otomatis;
- Perkabelan listrik harus dipasang sebaik mungkin sehingga
mudah diperbaiki jika terjadi kerusakan;
- Adanya apapn peringatan pada daerah dengan tegangan tinggi
- Kabel yang terletak didekat alat yang beroperasi dengan suhu
tinggi harus dipasang dengan tingkat keamanan dan isolasi
yang baik;
- Pemasangan penangkal petir pada bangunan dan alat yang
menjulang tinggi.
b) Upaya pencegahan terhadap kebakaran
Kebakaran dapat disebabkan dari beberapa hal salah satunya
adalah terjadinya hubunga arus pendek atau konsleting listri yang
dapat memicu kebakaran dan beberapa proses lainnya yang
menggunakan panas dapat memicu terjadinya kebakaran pada
suatu pabrik salah satunya adalah unit penghasil uap ( boiler)
dimana menggunakan bahan bakar yang dapat memicu kebakaran
apabila terjadi pengendalian yang tidak sesuai. Dari beberapa
kemungkinan diatas maka dalam suatu pabrik perlu dilakukannya
upaya pencegahan dan penanggulangan pada bahaya kebakaran
dengan car:
- Pemasangan alarm kebakaran pada unit proses atau
laboratorium;
- Menyediakan mobil pemadam kebakaran yang ditempatkan di
pos yang siap siaga;
- Bahan-bahan yang dapat memicu kebakaran disimpan pada
tempat yang dikontrol secara teratur
- Penyediaan APAR disetiap bangunan
- Penyediaan detektor kebakaran seperti smoke detector, gas
detector dan alaram kebakaran (Peraturan Ketenagakerjaan No.
Per/02/Men/1983)
- Panel indikator kebakaran yang dapat mengendalikan kerja
sistem yang terletak pada ruang operator (Peraturan
Ketenagakerjaan No. Per/02/Men/1983)
Proses pembentukan bioetanol dari bahan baku jagung dimulai dari persiapan
bahan baku yaitu untuk memperkecil ukuran dari biji jagung dengan
menggunakan crusher dan screening. Setelah proses pengecilan ukuran maka
dilanjutkan dengan proses pencampuran tepung jagung dan air hangat pada
mixing tank dengan penmabhan sedikit enzim alfa amylase dan asam untuk
menjaga Ph agar tetap pada kondisi optimum. Setelah proses mixing yang
menghasilkan slurry maka dilanjutkan dengan proses pemasakan slurry dimana
pada proses ini menggunakan cooker dengan suhu 100 0C dan dari proses ini
menghasilkan mash. Setelah proses cooker maka mash diturunkan suhu nya
dengan menggunakan cooler hingga mencapai suhu 850C.
Setelah proses pendinginan maka mash akan diumpankan kedalam liquifikasi tank
untuk mengubah pati menjadi dekstrin yang lebih sederhana. Pada proses ini
menggunakan suhu 850C dengan tekanan 1 atm dan proses terjadi selama 45
menit. Pada proses ini ditambahkan enzim alfa amylase untuk mengkonversi pati
menjadi dextrin dengan persentase 95%. Setelah proses liquifikasi yang
mengubah pati menjadi dekstrin yang masih dalam bentuk gula kompleks maka
disederhanakan lagi dalam proses sakarifikasi desngan menggunakan enzim gluco
amylase yang memutus rantai cabang untuk mengubah dekstrin menjadi glukosa
agar pada proses fermentasi lebih mudah untuk dikonversi menjadi etanol. Pada
proses sakarifikasi menggunakan suhu operasi yaitu 60 0 C dengan tekanan 1 atm
dan waktu 60 menit.
Setelah proses ini maka dilanjutkan dengan proses fermentasi untuk mengubah
glukosa menjadi etanol dengan bantuan mikroorganisme yaitu saccharomyces
cereviseae dengan suhu operasi yaitu 320C dengan lama 48 jam dan Ph dijaga
tetap asam dengan cara pemnambahan asam sulfat yang ditambahkan langsung
melalui tanki penampung dan tekanan 1 atm.
Setelah 48 jam pembentukan bioetanol pada tanki fermentor maka etanol yang
dihasilkan dimurnikan terlebih dahulu untuk dipisahkan dengan pengotornya
menggunakan proses distilasi. Pada proses ini suhu yang digunakan yaitu titik
didih dari etanol yaitu 80-820C dengan hasil bawah berupa slude (padatan) yang
disebut degan DDGS akan dioalh kembali untuK pakan ternak dan by product
yaitu CO2 yang akan diolah dan dijadikan CO2 cair.
Industri etanol merupakan salah satu industri yang dapat dikatakan meiliki tingkat
keamanan yang tinggi, meskipun terdapat beberapa masalah keamanan yang
masih terjadi pada industri tersebut maka perlu diambil langkah pertama yang
tepat untuk mencegah kecelakaan kerja yang kerap terjadi. Langkah awal yang
dapat diterapkan yaitu dengan mengembangkan keamanan manual internal.
Keamanan manual ini akan bertindak sebagai panduan penentapan program
keamanan efektif untuk meminimalisir cidera pekerja.
Rekomendasi keamanan yang dapat diterapkan pada industri etanol yaitu sebagai
berikut:
Bahaya lain yang harus diperhatikan pada industri bioetanol antara lain:
a) Kebisingan
Merupakan suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu
pendengaran termasuk suara yang tidak beraturan yang berasal dari
pengoperasian alat yang dapat mengganggu konsentrasi bahkan
membahayakan telinga. Kebisingan ini dapat diatasi dengan cara
mereduksi sumber suara maupun menggunakan ear plug pada penerima
suara. Kebisingan tingkat rendah dalam industri bioetanol yaitu berasal
dari pengoperasian kompresor, crusher, proses cooking, distilasi dan pipa
pembuangan steam (Farizi, 2006).
b) Penglihatan
Cahaya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penglihatan.
Dengan kurangnya cahaya pada area kerja dapat mengganggu penglihatan
pada sekitar area dan dapat menyebabkan kecelakaan. Cahaya yang cukup
sangat dibutuhkan pada saat melakukan pekerjaan yang memerlukan
persepsi secara visual, seperti membaca ukura pada alat. Pencahayaan
yang berlebihan pun tidak dinjurkan karena dapat menyebabkan
penglihatan menjadi silau dan penglihatan yang kurang jelas. Pencahayaan
yang terlalu berlebihan pun dapat menyebabkan kelelahan pada mata dan
tidak berefek baik.
c) Aroma
Bau-bauan yang bersifat polusi udara pada proses produksi bioetanol
banyak ditemukan pada fermentor, terutama pada saat pengeluaran
drain. Sirkulasi udara yang baik dapat mengatasi masalah polusi dan suhu
yang ada pada proses produksi. (Farizi, 2006)
d) Ketinggian
Bahaya yang sering terjadi pada suatu industri yaitu terjatuh dari
ketinggian. Beberapa kasus terjatuh karena tidak adanya pengaman yang
digunakan pada saat menaiki tangki seperti tangki fermentasi, pemasakan,
dan lain-lain.
Toxic
Irritant
Flamable
Corrosive
Radioactive
Oxidizing
Komponen Penanganan
Urea Penyimpanan dilakukan
pada tempat tertutup, jauh
dari sumber panas,
oksidator kuat, serta air.
Storage berbentuk silinder
untuk menampung gas
ammonia bertekanan
tinggi. Temperature
storage tidak melebihi
52°C
Penyimpanan tidak boleh
dilakukan dalam silo,
karena dapat menyebabkan
gypsum menempel ada
dinding silo. Sirkulasi
udara pada storage
diperlukan untuk menjaga
ambang batas debu pada
udara
Penyimpanan dilakukan
pada tempat tertutup,
kering, dan sirkulasi udara
yang cukup. Jauh dari
sumber panas, asam kuat,
basa kuat, dan senyawa
pengoksidasi.
Asam sulfat Penyimpanan dilakukan
pada tempat tertutup,
kering, dan sirkulasi udara
yang cukup. Jauh dari
sumber panas, material
mudah terbakar, senyawa
alkali, oksidator, amina,
dan basa.
Penyimpanan dilakukan
pada tempat tertutup,
kering, dan sirkulasi udara
yang cukup. Jauh dari
sumber panas dan senyawa
pengoksidasi
Penyimpanan dilakukan
pada tempat tertutup,
kering, dan sirkulasi udara
yang cukup. Jauh dari air,
asam, dan basa
H2O Penyimpanan dilakukan
pada tempat tertutup
dengan suhu standar, jauh
dari asam, dan basa.
https://jdih.kemnaker.go.id/data_puu/Permen_5_2018.pdf
Suwardi dan Daryanto. 2018. Pedoman Praktis K3LH. Gava Media. Yogyakarta
Rudi Suardi ( 2005 ) Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja Jakarta :
penerbit PPM