Aging Dan Acute Exercise
Aging Dan Acute Exercise
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Ilmu Kesehatan Masyarakat
yang dibina oleh Dr. Sugiharto, Drs, MS.
Oleh:
DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
DAFTAR PUSTAKA 10
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang bersifat reaktif tersebut mencari pasangan elektron sehingga disebut reactive
oxygen species (ROS) (Raymond, 2011).
Proses penuaan adalah proses fisiologis yang akan terjadi pada semua
makhluk hidup. Proses penuaan ini meliputi seluruh organ tubuh yang mengalami
proses penuaan (Cunnningham, Yaar & Gilchrest dalam USU, 2010). Penuaan
dapat diartikan sebagai penumpukan kerusakan, maupun penurunan fungsi
biologis dan kemampuan organisme untuk beradaptasi terhadap stres metabolik
(Raymond, 2011). Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang menjadi
tua melalui proses penuaan yang dapat dikelompokkan menjadi faktor internal
dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon
yang berkurang, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan yang
menurun, dan gen. Faktor eksternal yang utama adalah gaya hidup tidak sehat,
kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan (Pangkahila dalam
UNUD, 2010). Oleh karena itu, penulis membahas masalah tentang hubungan
latihan sesaat (acute exercise) dengan proses penuaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang menyebabkan
proses penuaan antara lain tidak adanya keseimbangan hormon di dalam tubuh,
radikal bebas, glikosilasi, metilasi, apoptosis, sistem kekebalan tubuh, kerusakan
DNA dan gen. Sedangkan faktor eksternal meliputi pola hidup dan makan
yang tidak sehat, kebiasaan buruk, polusi udara, stress. Faktor-faktor penuaan
ini kemudian berinteraksi antar satu dan lainnya dan kemudian menghasilkan
proses penuaan yang dimulai dari fase sub-klinis (usia 23-35), fase transisi (usia
34-45) dan fase klinis (usia lebih daripada 45 tahun) (Siswanto & Pangkahila,
2014).
4
yang merupakan manifestasi dari proses penuaan. Kondisi ini diperparah dengan
sistem penawar, yaitu antioksidan yang semakin minim akibat gaya hhidup yang
cenderung tidak sehat. Konsumsi antioksidan dalam jumlah yang memadai akan
sangat berarti dalam menangkal radikal bebas. Sumber antioksidan yang biasa
dikenal adalah vitamin E, beta karoten dan vitamin C (Wirakusumah dalam
Widiyanto, 2010).
Manusia setelah tua, kulit menjadi keriput, kemudian badan lemah dan
meninggal dunia. Sebenarnya yang terjadi dalam sel-sel tubuh manusia sama
dengan apa yang terjadi pada sebuah karet gelang yang direnggangkan. Ada dua
buah karet gelang, karet pertama direnggangkan antara dua buah paku yang
sudah ditancapkan pada jarak 20 cm. Karet yang lain dibiarkan tergeletak di
suatu tempat. Setelah beberapa hari karet yang direnggangkan akan mudah patah
karena elastisitasnya berkurang, sementara karet yang lain tetap kuat. Itulah
yang terjadi pada tubuh manusia yang terdiri dari jutaan sel-sel. Ketika manusia
masih merupakan pencampuran sel telur dan sperma dalam rahim wanita. Sel
melakukan peregangan sehingga membesar kemudian sel terbelah, terus
menerus dari hari ke hari hingga suatu saat sel mencapai batas keelastisan
sehingga tidak dapat meregang lagi karena tidak dapat meregang lagi jumlah sel
pun menjadi tetap. Malahan sel ini sudah lemah dan lama kelamaan menjadi
tidak berguna lagi dan satu per satu sel akan mati.
Pada umur 10-20 tahun sel berlipat ganda dengan sangat cepat
dibandingkan pada umur lainnya. Itulah mengapa pada umur tersebut manusia
mempunyai nafsu makan yang sangat besar, tanpa makanan yang banyak sel
akan mengalami kesulitan dalam pembelahan, penggandaan diri. Sementara
pada puncak pembelahan sel, yaitu antara umur 25-40 tahun, sel sampai pada
batas kemampuan untuk berkembang. Oleh karena itulah kebutuhan sel akan zat
gizi yang digunakan untuk menggandakan diri mengalami penurunan. Konsumsi
makanan manusia ada umur tersebut mulai menurun dibandingkan sebelumnya.
Rambut mulai berubah warna dan volumenya, tekstur kulit berubah, keelastisan
berkurang, berubahnya kecepatan proses pemikiran, dan penerimaan informasi.
Semuanya terjadi karena sel-sel penyusun tubuh tidak sekuat dulu, sebagian
yang rusak tidak tergantikan sel baru atau proses pembentukan sel menjadi
5
lambat. Untuk memperlambat proses penuaan atau aging dapat dilakukan
dengan menyeleksi makanan yang dikonsumsi (Widiyanto, 2010).
6
hipoxanthine menjadi asam urat, tetapi oksigen sebagai akseptor elektron
berubah menjadi superoksida.
3. Kerusakan jaringan akibat latihan dapat mempengaruhi pengaktifan
inflamasi atau peradangan sel seperti neutropil dengan memproduksi
radikal bebas oleh NADPH oksida (Benviranli & Gokbel, 2010).
4. Konsentrasi catecholamine dalam tubuh meningkat selama latihan dan
menghasilkan ROS. Konsentrasi catecholamin otak juga meningkat selama
latihan berlangsung (Joyce et al, 2013).
5. Otot mitokondria mengalami peningkatan yang tak terkendali (Pauli et al,
2010) dan berubahnya oksigen menjadi superoksida dengan semakin
naiknya suhu. Oleh karena itu, latihan menyebabkan hyperthermia yang
dapat menyebabkan stress oksidatif.
6. Autooksida dari oksihemoglobin menjadi methemoglobin dan
menghasilkan superoksida dan tingkat pembentukan methemoglobin dapat
meningkat dengan latihan atau acute exercise. Latihan sesaat baik aerobik
ataupun anaerobik dapat meningkatkan derajat stress oksidatif (Benviranli
& Gokbel, 2010).
7
peradangan atau inflamasi pada neutrofil. Neutrofil tersebut menghasilkan ROS
seperti superoksida dan peroksida hidrogen yang merusak sel-sel yang berdekatan
dengannya atau bahkan neutrofil itu sendiri. Oh-Ishi et al dalam Belviranli &
Gokbel (2010) melaporkan bahwa produksi superoksida yang dihasilkan oleh
neutrofil akan meningkat setelah latihan sesaat atau tidak terlatih atau juga tidak
terprogram. Latihan sesaat atau acute exercise juga mempengaruhi penurunan
aktivitas sintesis glutamine dan sebaliknya untuk memperlambat kerja otot
(Benviranli & Gokbel, 2010). Semua dampak dari latihan sesaat atau biasa disebut
acute exercise berdampak juga pada cepatnya proses penuaan. Latihan sesaat
menimbulkan stress oksidatif yang berakibat pada terbentuknya ROS dan jenis
nitrogen dan oksidatif yang berbahaya bagi tubuh. Semua itu akan merusak sel
maupun jaringan yang berada di sekitar sel atau jaringan yang telah terkena
oksidan sehingga dengan adanya hal tersebut maka proses penuaan akan semakin
cepat. Proses penuaan ditandai dengan degradasi jaringan atau sel tubuh dan
penurunan energi seluler yang menurunkan kemampuan sel untuk memperbaiki
diri dari oksidan yang masuk ke dalam tubuh. Dari uraian di atas telah
membuktikan bahwa latihan sesaat atau acute exercise berpengaruh terhadap
proses penuaan individu.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aging sebagai proses menjadi tua atau menunjukkan tanda-tanda menjadi
tua. Aging adalah kelemahan dan kegagalan fisik-mental yang berhubungan
dengan aging normal disebabkan oleh disfungsi fisiologik, dalam banyak
kasus dapat diubah dengan intervensi kedokteran yang tepat. Proses penuaan
ditandai penurunan energi seluler yang menurunkan kemampuan sel untuk
memperbaiki diri.
Latihan sesaat (acute exercise) merupakan latihan dengan periode
pemberian beban kerja dalam satu sesi. Dengan kata lain, acute exercise dapat
diartikan sebagai exercise (Suharjana, 2010). Acute exercise menyebabkan stess
oksidatif. Latihan sesaat mempengaruhi pembentukan ROS dan jenis nitrogen dan
oksidatif yang berbahaya.
Latihan sesaat atau biasa disebut acute exercise berdampak pada cepatnya
proses penuaan. Latihan sesaat menimbulkan stress oksidatif yang berakibat pada
terbentuknya ROS dan jenis nitrogen dan oksidatif yang berbahaya bagi tubuh.
Semua itu akan merusak sel maupun jaringan yang berada di sekitar sel atau
jaringan yang telah terkena oksidan sehingga dengan adanya hal tersebut maka
proses penuaan akan semakin cepat.
3.2 Saran
Diharapkan bagi semua lapisan masyarakat agar menghindari acute exercise
karena hal tersebut dapat menimbulkan terbentuknya oksidan di dalam tubuh,
dengan terbentuknya oksidan maka sel-sel dalam tubuh akan mengalami
kerusakan sehingga hal tersebut akan mempercepat proses penuaan.
9
DAFTAR PUSTAKA
10
(http://gsite.univprovence.fr/gsite/Local/lpc/dir/user556/Joyce%20al
%20201,%20MSSE.pdf), diakses 13 April 2015.
Gatta Pa et al. 2010. Effect of Ageing and Exercise Training on Myokine
Expression Responses to Acute Exercise. ISEI. 10(1), (Online),
(http://digitalcommons.wku.edu/ijesab/vol10/iss1/9/), diakses 13 April 2015.
Bejma. 2015. Aging and acute exercise enhance free radical generation in rat
skeletal muscle. Journal of Applied Physiology. 87:465-470, (Online),
(http://jap.physiology.org/content/jap/87/1/465.full.pdf), diakses 20 April
2015.
Pauli et al. 2010. Acute Exercise Reverses Aged-Induced Impairments in Insulin
Signaling in Rodent Skeletal Muscle. Mechanisms of Aging and
Development. 131: 323-329, (Online),
(http://www.luzimarteixeira.com.br/wp-content/uploads/2010/06/2010_mech-
ageing-dev_acute-exercise-reverses-aged-induced-impairments-in-insulin-
signaling-in-rodent-skeletal-muscle.pdf), diakses 13 April 2015.
Christopher et al. 2011. Aging impairs contraction-induced human skeletal muscle
mTORC1 signaling and protein synthesis. Skeletal Muscle Journal. 1:1-11,
(Online), (http://www.skeletalmusclejournal.com/content/pdf/2044-5040-1-
11.pdf), diakses 13 April 2015.
Shubert, T.E. 2011. Evidence-Based Exercise Prescription for Balance and Falls
Prevention: A Current Review of the Literature. J Geriatr Phys Ther. 34:
100-108, (Online), (http://www.udel.edu/PT/PT%20Clinical
%20Services/journalclub/caserounds /1213/Oct/Shubert.202011.pdf), diakses
13 April 2015.
Hanna & Pennington. 2013. The Acute Effects of Exercise on Cognitive
Performances of Older Adults. Journal of the Arkansas Academy of Science,
67: 109-114, (Online),
(http://libinfo.uark.edu/aas/issues/2013v67/v67a17.pdf), diakses 13 April
2015.
11