Anda di halaman 1dari 55

QBL 2

Perspektif Teori Penuaan dan Implikasinya

Di susun guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu : Ns. Nourmayansa Vidya Anggraini, M.Kep., Sp.Kep.Kom

Disusun oleh :

Dwi Arini 1710711034


Desiana Rachmawati 1710711038
Hillalia Nurseha 1710711046
Valery Oktavia 1710711051
Latifah Khusnul Khotimah 1710711056
Asa Alamanda 1710711062
Clara Septi Amanda 1710711066
Mastika Chusnul Khotimah 1710711067
Tsilmi Adhari 1710711069

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, kelompok dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik. Adapun judul makalah ini yaitu Perspektif
Teori Penuaan dan Implikasinya.

Dalam penyelesaian makalah ini, kelompok ingin mengucapkan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini, : Ns.
Nourmayansa Vidya Anggraini, M.Kep., Sp.Kep.Kom , selaku dosen mata kuliah
Keperawatan Gerontik.

Kelompok sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kami mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini
dan makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca,
khususnya bagi mahasiswa/i Jurusan Keperawatan.

Depok, April 2020

Kelompok 2
BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menua (menjadi tua) adalah suatu proses menghlangnya secara perlahan-lahan


kemapuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994 dalam Nugroho. W, 2000). Dengan
kata lain, proses menua merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai
dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres atau
pengaruh lingkungan, dimulai dari kemunduran secara fisik maupun psikis
(kejiwaan), atau yang lazim dikatakan adalah keuzuran.
Pada perkembangan sekarang ini, pendapat tersebut mulai tergeser dengan
suatu pengertian bahwa masa tua merupakan suatu hal yang wajar dan tetap dapat
menjalani sisa hidupnya dengan tenang, aman, sejahtera dan berguna bagi
lingkungannya. Secara global, bila ditinjau dari aspek peradaban umat manusia, maka
terdapat konsep transisi kependudukan yang oleh berbagai pakar, termasuk para pakar
gerontologi (Comfort 1964 dan Myers 1984) menggambarkan pertumbuhan jumlah
lansia akibat penurunan pada angka morbiditas (S. Tamher & Noorkasiani, 2011).
Berkenaan dengan hal tersebut, berbagai upaya telah dilaksanakan oleh instansi
pemerintah, para profesional kesehatan, serta bekerja sama dengan pihak swasta dan
masyarakat untuk mengurangi angka kesakitan (morbiditas) dan kematian
(mortalitas) lansia. Salah satu wujud upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas
pelayanan lansia adalah dengan disahkannya UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lansia (tambahan lembaran negara Nomor 3796) sebagai pengganti
UU No. 4 Tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan bagi Orang Jompo (R. Siti
Maryam, dkk., 2012).
Aging process (proses penuaan) dalam perjalanan hidup manusia merupakan
suatu hal yang wajar, dan ini akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai umur
panjang, hanya cepat dan lambatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing
individu. Secara teori perkembangan manusia yang dimulai dari masa bayi, anak,
remaja, dewasa, tua, dan akhirnya akan masuk pada fase usia lanjut dengan umur
diatas 60 tahun. Pada usia ini terjadilah proses penuaan secara alamiah. Perlu
persiapan untuk menyambutb hal tersebut agar nantinya tidak menimbulkan fisik,
mental, sosial, ekonomi bahkan psikologis. Menua (menjadi tua) adalah suatu proses
menghlangnya secara perlahan-lahan kemapuan jaringan untuk memperbaiki
diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constantinides, 1994
dalam Nugroho. W, 2000)
Sehingga dapat diartikan proses penuaan merupakan tahap dewasa yang dimana
tahap pertumbuhan manusia mencapai titik perkembangan yang maksimal, dengan
disertai mulai menyusutnya tubuh yang dikarenakan berkurangnya jumlah sel-sel
dalam tubuh. Sehingga fungsi tubuh juga akan mengalami penurunan secara
perlahan-lahan yang biasanya disertai masalah atau gangguan pada kesehatan.
Selain itu, proses menua juga merupakan proses yang terus-menerus
(berkelanjutan) secara alamiah yang dimulai sejak manusia lahir sampai udzhur/tua.
Pada usia lansia ini biasanya seseorang akan mengalami kehilangan jaringan otot,
susunan saraf, dan jaringan lain sehingga tubuh akan “mati” sedikit demi sedikit.
Secara individu, pengaruh proses menua dapat menimbulkan berbagai masalah sosial-
ekonomi, mental, maupun fisik-biologis. Dari aspek fisik-biologis terjadi perubahan
pada beberapa sistem, seperti sistem organ dalam, sistem muskuloskeletal, sistem
sirkulasi (jantung), sel jaringan dan sistem saraf yang tidak dapat diganti karena rusak
atau mati. Ditambahkan, terutama sel otak yang berkurang 10-20% dalam setiap
harinya dna sel ginjal yang tidak bisa membelah, sehingga tidak ada regenerasi sel.
Berkurangnya jumlah sel saraf (neuron) dan kematian sel secara terus-menerus
menyebabkan seseorang menjadi demensia (Khalid Mujahidullah, 2012)
World Health Organization (WHO) menyebutkan batasan-batasan usia lanjut
adalah, sebagai berikut:
1.      Usia pertengahan (midle age) kelompok usia 45-59 tahun,
2.      Usia lanjut (elderly) antara 60-70 tahun,
3.      Usia lanut tua (old) antara 75-90 tahun,
4.      Usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun.
BAB II
PEMBAHASAN

Teori Penuaan
Teori berfungsi membantu pemahaman tentang satu fenomena tertentu,
memberikan sudut pandang untuk melihat fakta, serta memberikan pijakan dan arah
untuk diskusi dan penelitian (Miller, 1999). Teori tentang penuaan masih berkembang
hingga sekarang karena teori yang ada sekarangpun dianggap belum mampu
menjawab pertanyaan tentang fenomena penuaan secara memuaskan. Teori yang
akan dibahas dalam makalah ini merupakan teori yang umum dan didukung oleh
banyak ilmuan, masih banyak teori lain yang juga berkontribusi terhadap pemahaman
tentang penuaan.
Berdasarkan perkembangan ilmu dan banyaknya teori-teori mengenai proses
penuaan yang salah satu contohnya berkembangnya ilmu keperawatan geiatrik atau
gerontik. Maka penting bagi manusia khususnya yang bergelut dalam bidang
keperawatan geriatik atau gerontik untuk menyumbangkan kontribusinya terhadap
masalah-masalah kesehatan yang dihadapi oleh mansyarakat. Hal tersebut dapat
dimulai dengan menggali pengetahuan mengenai teori-teori dari proses penuaan.
Berikut ini beberapa teori yang berkenaan dengan proses penuaan, yakni:

1. Teori Biologi
Teori biologis merupakan teori penuaan yang berkembang lebih awal dibanding
teori penuaan yang lain. Aristoteles, Galen dan Roger Bacon mengemukakan teori
penuaan dan menyusun daftar tentang umur terpanjang berbagai spesies. Elie
Metchnikoff (1908) mengajukan teori bahwa penuaan terjadi akibat absoprsi toksin
terus menerus oleh kuman usus (Hardywinoto, Setiabudhi, T, 1999).
Teori biologis konsern dengan jawaban terhadap pertanyaan mendasar tentang
proses fisiologis yang terjadi pada semua mahluk yang menua secara kronologis.
Perubahan akibat menua berjalan sendiri tanpa pengaruh faktor eksternal atau
penyakit. Pertanyan utama berkaitan dengan faktor yang memicu proses penuaan
yang aktual pada mahluk hidup. Teori ini secara umum melihat penuaan yang
terjadi pada titik pandang molekular, seluler, atau sistem tubuh (Lueckenotte, 2000).
Fokus teori biologis mencakup penjelasan tentang hal-hal berikut : 1) efek
deleterious menyebabkan penurunan fungsi pada mahluk hidup, 2) terjadi
perubahan terkait usia secara bertahap yang berkembang progresif dari waktu ke
waktu, 3) perubahan intrinsik dapat mempengaruhi setiap anggota suatu spesies
akibat usia kronologis (Lueckenotte, 2000).
Karakteristik proses penuaan yang terjadi pada hewan mamalia dan manusia
(Vincent J. Cristofalo (1990) adalah : 1)
Peningkatan kematian sejalan dengan peningkatan usia, 2) Terjadinya perubahan
kimiawi dalam sel dan jaringan tubuh mengakibatkan massa tubuh berkurang,
peningkatan lemak dan lipofuscin yang dikenal sebagai age pigment, serta
perubahan di serat kolagen yang dikenal sebagai cross-linking, 3) Terjadi perubahan
yang progresif dan merusak, 4) Menurunnya kemampuan untuk beradaptasi dengan
perubahan di lingkungannya, 5) meningkatnya kerentanan terhadap berbagai
penyakit tertentu (Hardywinoto, Setiabudhi, T, 1999)
Penuaan biologis didefinisikan sebagai kemunduran bertahap dan progresif dalam
fungsi yang mengawali kedewasaan dan berakhir dalam kematian hampir semua
spesies binatang (Austad, 2009). Semua teori biologis mencoba untuk menjelaskan
karakteristik perubahan yang berhubungan dengan usia, dan setiap teori di -tempts
untuk menjelaskan aspek tertentu dari penuaan dari perspektif particu-lar. Teori-
teori biologis utama dibahas dalam pasal ini, tetapi ini hanyalah sebagian dari
beragam sumpah yang telah dikemukakan dan yang terus berevolusi.Penuaan
biologis didefinisikan sebagai kemunduran bertahap dan progresif dalam fungsi
yang mengawali kedewasaan dan berakhir dalam kematian hampir semua spesies
binatang (Austad, 2009).
Semua teori biologis mencoba untuk menjelaskan karakteristik perubahan yang
berhubungan dengan usia, dan setiap teori di -tempts untuk menjelaskan aspek
tertentu dari penuaan dari perspektif particu-lar. Teori-teori biologis utama dibahas
dalam pasal ini, tetapi ini hanyalah sebagian dari beragam sumpah yang telah
dikemukakan dan yang terus berevolusi.
Teori biologis dalam proses menua mengacu pada asumsi bahwa proses menua
merupakan perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi tubuh selama masa
hidup (Zairt, 1980 dalam Khalid Mujahidullah, 2012). Teori ini lebih menekankan
pada perubahan kondisi tingkat struktural sel/organ tubuh, termasuk di dalamnya
adalah pengaruh agen patologis. Fokus dari teori ini adalah mencari determinan-
determinan yang menghambat proses penurunan fungsi organisme yang dalam
korteks sistemik dapat memengaruhi/memberikan dampak terhadap organ/sistem
tubuh lainnya dan berkembang sesuai dengan peningkatan usia kronologis
(Hayflick, 1977 dalam Khalid Mujahidullah, 2012).
Adapun beberapa teori menua yang termasuk dalam lingkup proses menua
biologia antara lain, sebagai berikut:

a. Wear and Tear Theories

Wear and Tear Theorist didasarkan pada upaya abad ke-19 untuk menjelaskan
perbedaan antara abadi “plasma nutfah” sel-mereka yang mampu mereproduksi-
dan fana “somatik” sel-mereka yang mati. Pada akhir 1880-an, Agustus
Weismann berteori bahwa sel-sel somatik normal terbatas dalam kemampuan
mereka untuk meniru fungsi dan kematian yang terjadi karena usang jaringan
tidak bisa selamanya memperbaharui diri. Menurut teori ini, tubuh dapat
disamakan dengan mesin yang diharapkan untuk berfungsi dengan baik selama
masa garansi, tetapi yang akan aus pada waktu cukup diprediksi. Seperti mesin,
umur panjang tubuh manusia akan terpengaruh oleh perawatan yang diterimanya
juga oleh komponen genetik. Tidak seperti mesin, Namun, tubuh manusia dapat
memperbaiki banyak bagian sendiri baik ke usia tua. Faktor stres yang berbahaya,
seperti merokok, pola makan yang buruk, dan penyalahgunaan alcohol.

Lansia
Lansia Yang tergolong aktif (mereka yang kondisi fisiknya masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain, sedemikian aktivitas sehari-hari masih
tergolong mandiri)

• Aspek perawatan diri

• Aspek kebersihan lingkungan

• Aspek gizi

• Pencegahan kecelakaan atau keselamatan, pemenuhan kebutuhan istirahat

Lansia pasif (memerlukan bantuan orang lain karena penyakit atau


kelumpuhan)

• Aspek perawatan diri

• Kebersihan lingkungan tenpat tidur dan ruangan

Keluarga (dalam meningkatkan keselamatan dan keamanan lanjut usia)

• Biarkan lansia menggunakan alat bantu untuk meningkatkan keselamatan

• Latih lansia untuk pindah dari tempat tidur ke kursi

• Biasakan pengaman tempat tidur, jika tidur

• Bila mengalami masalah fisik, misalnya reumatik, latih klien menggunakan


alat bantu berjalan

• Bantu lansia ke kamar mandi terutama untuk lansia yang menggunakan obat
penenang /diuretika

• Usahakan ada yang menemani jika berpergian


Lingkungan

• Gunakan tempat tidur yang tidak terlalu tinggi

• Letakkan meja kecil dekat tempat tidur agar lansia menempatkan alat-alat
yang selalu digunakan

• Upayakan lantai bersih,rata, tidak licin dan basah

b. Cross Linkage Theories

Cross Linkage Theory mengusulkan bahwa struktur molekul yang biasanya


dipisahkan mungkin terikat bersama melalui reaksi kimia. Menurut teori ini, agen
cross-linking menempel pada untai tunggal dari molekul DNA dan kerusakan
yang untai. Mekanisme pertahanan alami biasanya memperbaiki kerusakan, tetapi
meningkatkan usia melemahkan pertahanan ini mekanisme, yang memungkinkan
proses cross-linkage untuk melanjutkan sampai kerusakan dapat diperbaiki
terjadi. Hasilnya adalah akumulasi senyawa silang yang menyebabkan mutasi
pada sel dan menjadikan itu tidak dapat menghilangkan limbah dan ion
transportasi. Kerusakan permanen ini untuk sel-sel yang membentuk zat collagen
type akhirnya mengarah ke jaringan dan organ kegagalan karena sistem protein
menjadi tidak elastis dan tidak efektif.

Lansia

Menerapkan pola hidup sehat :

• mengonsumsi makanan yang kaya vitamin B 12, seperti hati ayam, susu dan
produknya, telur, ikan sarden, daging sapi, ikan tuna

• Olahraga jalan santai atau yoga selama 30 menit perhari


Keluarga

• Menganjurkan mengonsumsi makanan yang kay nutrisi

• Menganjurkan minum obat pereda nyeri

• Membantu lansia mengomprsbagian nyeri menggunakan air dingin

• Otot kram dan nyeri, Membantu lansia kompres air hangat sebelum
melakukan aktivitas fisik

Lingkungan

• Mengaktifkan kelompok lansia untuk meningkatkan gaya hidup yang sehat

• Lingkungan yang nyaman untuk lansia melakukan jalan santai dan yoga

c. Free Radical Theory (Teori Radikal Bebas)\

Teori ini dikemukakan oleh Christiansen dan Grzybowsky (1993), yang


menyatakan bahwa penuaan disebabkan akumulasi kerusakan ireversibel akibat
senyawa pengoksidaan. Radikal bebas adalah produk metabolisme seluler yang
merupakan bagian molekul yang sangat reaktif. Karena mereka begitu sangat
reaktif, radikal bebas cepat berinteraksi dengan dan komponen kerusakan sel
seperti lipid, protein, dan asam nukleat. Untungnya, tubuh manusia memiliki
mekanisme pelindung yang dapat mengganggu aktivitas oksidasi dan menghapus
serta memperbaiki sel-sel yang rusak, termasuk beta-karoten dan vitamin C dan E,
Proses metabolisme oksigen menurut Hayflick (1987), diperkirakan menjadi
sumber radikal terbesar (secara spesifik, oksidasi lemak, protein, dan karbohidrat
dalam tubuh menyebabkan formasi radikal bebas.
Terori radikal bebas mengasumsikan bahwa proses menua terjadi akibat
kekurangan efektifan fungsi kerja tubuh dan hal ini dipengaruhi oleh adanya
berbagai radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas yang relatif mampu merusak
sel, termasuk mitokondria, yang akhirnya mampu menyebabkan cepatnya
kematian (appoptosis) sel dan menghambat proses reproduksi sel. Teori radikal
bebas mengatakan bahwa meskipun sebagian besar organisme memiliki beberapa
mekanisme pertahanan antioksidan, kerusakan sel-sel tidak dapat dihindari dan
meningkat dengan usia. Pertahanan dan perbaikan mekanisme menjadi kurang
efektif dengan usia karena peningkatan beban oksidatif atau perbaikan terhambat /
penghapusan sistem (Shringarpure & Davies, 2009).

Berdasarkan teori tersebut yang sebaiknya dilakukan oleh :

1. Lansia
- Makan makanan bergizi atau suplementasi zat antioksidan seperti
vitamian C dan E
- Tidak merokok dan meminum minuman berakohol
- Mengurangi lemak seperti makan makanan yang di gorong
- Pola hidup sehat seperti olahraga ringan pada lansia bisa melakukan
berjalan, senam lansia
- Mengurangi paparan radiasi sinar matahari yang tinggi
- Tidur dan istirahat yang cukup
2. Keluarga
- Mengolah makanan dan penyimpanan makanan yang sehat seperti tidak
memanaskan makanan terlalu lama, megurangi memasak makanan yang
digoreng diganti dengan direbus atau kukus, tidak memasak santan
3. Masyarakat
- Mengadakan posyandu lansia yang di gerakkan oleh masyarakat agar
lansia mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai
- Mengajak lansia untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat seperti
cocok tanam,
4. Lingkungan
- Lingkungan yang hijau, asri dan bersih jauh dari polusi udara
- Lingkungan yang aman, nyaman jauh dari kebisingan

d. Neuroendoctrine and Immunity Theories

Beberapa teori biologis penuaan fokus pada peran utama dari sistem tubuh
sebagai penyebab penuaan. Misalnya, teori neuroendokrin didasarkan pada
pemahaman bahwa sistem neuroendokrin mengintegrasikan fungsi tubuh dan
memfasilitasi adaptasi terhadap perubahan baik dalam lingkungan internal dan
eksternal. Teori ini mendalilkan bahwa banyak perubahan dari sistem endokrin
adalah penyebab yang mendasari perubahan yang berkaitan dengan usia fungsi
organ.
Pada kasus selanjutnya para ahli telah memikirkan bahwa penuaan terjadi oleh
karena adanya suatu perlambatan dalam sekresi hormon tertentu yang mempunyai
suatu dampak pada reaksi yang diatur oleh sistem saraf. Hal ini lebih jelas
ditunjukkan dalam kelenjar hipofisis, tiroid, adrenal, dan reproduksi.
Salah satu area neurologis yang mengalami gangguan secara universal akibat
penuaan adalah waktu reaksi yang diperlukan untuk menerima, memproses, dan
bereaksi terhadap perintah. Dikenal sebagai perlambatan tingkah laku, respon ini
kadang-kadang diinterpretasikan sebagai tindakan melawan, ketulian, atau
kurangnya pengetahuan. Pada umumnya, sebenarnya yang terjadi bukan satupun
dari hal-hal tersebut, tetapi orang lanjut usia sering dibuat untuk merasa seolah-
olah mereka tidak kooperatif atau tidak patuh. Perawat dapat memfasilitasi proses
pemberian perawatan dengan cara memperlambat instruksi dan menunggu respon
mereka.
Teori kekebalan (Immunity), yang pertama kali diusulkan pada 1960-an,
fokus pada immunosenescence, yang merupakan semakin bertambahnya usia,
maka semakin menurun pula sistem kekebalan tubuhnya sehingga meningkatnya
kerentanan penyakit pada orang tua.
Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang
berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka
terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan
untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. Seiring dengan
berkurangnya fungsi sistem imun, terjadilah peningkatan dalam respons autoimun
tubuh. Ketika orang mengalami penuaan, mereka mungkin mengalami penyakit
autoimun seperti artritis reumaoid dan alergi terhadap makanan dan faktor
lingkungan yang lain. Penganjur teori ini sering memusatkan pada peran kelenjar
timus. Berat dan ukuran kelenjar timus menurun seiring dengan bertambahnya
umur, seperti halnya kemampuan tubuh untuk diferensiasi sel T. karena hilangnya
diferensiasi sel T, tubuh salah mengenali sel yang tua dan tidak beraturan sebagai
benda asing dan menyerangnya. Pentingnya pendekatan pemeliharaan kesehatan,
pencegahan penyakit, dan promosi kesehatan terhadap npelayanan kesehatan,
terutama pada saat penuaan terjadi tidak dapat diabaikan. Walaupun semua orang
memerlukan pemeriksaan rutin untuk memastikan deteksi dini dan perawatan
seawal mungkin, tetapi pada orang lanjut usia kegagalan melindungi sistem imun
yang telah mengalami penuaan melalui pemeriksaan kesehatan ini dapat
mendorong ke arah kematian awal dan tidak terduga. Selain itu, program
imunisasi secara nasional untuk mencegah kejadian dan penyebaran epidemi
penyaki, seperti pneumonia dan influenza diantara orang lanjut usia juga
mendukung dasar teoritis praktik keperawatan.
Berdasarkan teori tersebut yang sebaiknya dilakukan oleh :

1. Lansia
- Istirahat dan tidur yang cukup
- Menghindari stress dengan mengobrol atau bermain dengan cucu dan
keluarga
- Melakukan aktifitas fisik seperti berjalan kaki
- Makan makanan bergizi, minum air putih 8 gelas perhari
- Tidak merokok dan minum minuman berakohol
2. Keluarga
- Memberi dukungan dan motivasi pada lansia agar menghindari lansia
mengalami stress dengan perubahan yang terjadi
- Meningkatkan imunitasnya dengan melakukan kegiatan-kegiatan positif
bersama lansia, membuat lansia merasa nyaman dan produktif
- Memperhatikan asupan gizi dan makanan untuk meningkatkan imunitas
pada lansia
3. Masyarakat
- Mengadakan senam lansia
- Mengadakan sosialisasi yang melibatkan partisipasi lansia untuk dapat
produktif di masyarakat
- Mengadakan medical check up bagi lansia secara gratis
- Pelayanan kesehatan “jemput bola” kepada lansia

4. Lingkungan
- Ciptakan kamar tidur yang nyaman
- Ventilasi rumah yang cukup/memadai, udara yang bersih
- Lingkungan yang hijau, asri dan bersih
- Lingkungan yang sejuk, nyaman, jauh dari kebisingan dan polusi

e. Genetic Theory

Teori genetik, yang menekankan peran gen dalam pengembangan perubahan


yang berkaitan dengan usia, adalah salah satu jenis yang paling kompleks teori
biologis. Mereka juga berada di antara jenis yang paling intens dipelajari dan
berkembang pesat dari teori-teori di abad ke-21.

Teori program penuaan, diusulkan oleh Hayflick pada tahun 1960. Teori ini
menyatakan bahwa masa hidup hewan yang telah ditentukan oleh program
genetik, disebut jam biologis, yang memungkinkan untuk maksimum sekitar 110
tahun pada manusia (Hayflick, 1965). Hayflick (1974) memperkirakan bahwa sel-
sel manusia normal membagi 50 kali di nomor ini dari tahun dan berpendapat
bahwa sel-sel secara genetik diprogram untuk berhenti membelah setelah
mencapai 50 pembelahan sel, pada saat itu mereka mulai memburuk. Jumlah
pembagian kali sel berlangsung berbeda untuk setiap spesies binatang, dan
semakin lama harapan hidup suatu spesies, pembelahan sel lebih bahwa hewan
memiliki program genetik. sel-sel abnormal, namun, tidak tunduk pada program
yang diprediksi ini dan dapat berkembang biak jumlah yang tak terbatas sekali.

Tahun 2000 melihat banyak kemajuan dalam penelitian genetik sebagai


ilmuwan yang terlibat dengan Proyek Genom Manusia berhasil mengidentifikasi
lokasi masing-masing gen manusia, memfasilitasi identifikasi gen-gen tertentu
yang mempengaruhi kedua penuaan biologis dan penyakit yang berkaitan dengan
usia. perkembangan yang sedang berlangsung dari Human Genome Project yang
akan memberikan kontribusi signifikan terhadap muncul teori biologis penuaan,
terutama yang berkaitan dengan interaksi yang kompleks antara proses penuaan
dan penyakit. Sebagai contoh, para peneliti mengidentifikasi variasi genetik yang
mengubah risiko seseorang dari gangguan akhir-hidup seperti kanker prostat,
degenerasi makula, dan diabetes tipe 2 (Martin, 2009).

Teori genetik merupakan teori intristik yang menjelaskan bahwa didalam


tubuh terdapat jam biologis yang mengatur gen dan menentukan jalannya proses
penuaan. Teori genetik memfokuskan mekanisme penuaan yang terjadi pada
nukleus sel. Penjelasan teori yang berdasarkan genetik di antaranya :

Teori Hayflick. Penuaan di sebabkan oleh berbagai faktor, antara lain


perubahan fungsi sel, efek kumulatif dari tidak normalnya sel, dan kemunduran
sel dalam organ dan jaringan.

Teori kesalahan. Dalam teori ini dinyatakan bahwa kesalahan dalam proses
atau mekanisme pembuatan protein akan mengakibatkan beberapa efek.
Penurunan ketepatan sintesis protein secara spesifik telah di hipotesiskan
penyebabnya, yaitu ketidaktepatan dalam penyiapan pasangan kodon mRNA dan
antikodon tRNA. Namun, penelitian terakhir ternyata bertentangan dengan teori
kesalahan, yang menerangkan bahwa tidak semua penuaan sel menghimpun
molekul non – spesifik dan penuaan itu tidak selamanya di percepat ketika
molekul non – spesifik di temukan.

Teori DNA lewah (kelebihan DNA). Mengemukakan teori yang berhubungan


dengan teori kesalahan. perubahan usia biologis merupakan hasil akumulasi
kesalahan dalam memfungsikan gen (plasma pembawa sifat). Perbedaan usia
makhluk hidup mungkin merupakan suatu fungsi dari tingkat urutan genetik
berulang (repeated genetic sequences). Jika kesalahan muncul dalam urutan
genetik tidak berulang (nonrepeated genetic sequences), kesempatan untuk
menjaga hasil akhir produksi gen selama evolusi atau selama hidup akan
berkurang.

Teori rekaman. Rekaman (transcription) adalah tahap awal dalam pemindahan


informasi dari DNA ke sintesis protein. Teori yang mengacu kepada teori
Hayflick itu menyatakan empat kondisi berikut :

(1) Dengan peningkatan usia terjadi perubahan yang sifatnya merusak


metabolisme posmitotic cells yang berbeda.
(2) Perubahan merupakan hasil dari kejadian primer yang terjadi pada inti
kromatin.
(3) Perubahan itu terjadi dalam inti kromatin kompleks, merupakan suatu
mekanisme kontrol yang bertanggung jawab terhadap penampilan dan urutan
penuaan primer.
(4) Mekanisme kontrol itu meliputi regulasi transkripsi meskipun regulasi
lain dapat terjadi.

Implikasi dan tindakan :


Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul-molekul DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi, sebagai contoh yang khas dalah mutasi dari sel-sel kelamin (terjadi
penurunan kemampuan fungsi sel)
Terjadi penggumpalan pigmen atau lemak dalam tubuh yang disebut
teori akumulasi dari produk sisa, sebagai contoh adalah adanya pigmen
lipofusin di sel otot jantung dan sel susunan saraf pusat pada lanjut usia yang
mengakibatkan terganggunya fungsi sel itu sendiri (Siti, Mia, Rosidawati,
Jubaedi, Batubara, 2012).
Berdasarkan teori genetik, hal-hal yang sebaiknya lansia lakukan, yaitu :
1. Lakukan aktivitas fisik
Olahraga yang dimaksud disini adalah olahraga ringan, yaitu dengan
berjalan santai sesuai dengan kemampuan fisik dalam mengatur
langkah dan jarak, agar daya tahan tubuh bisa menjadi stabil dan tak
lupa juga mengonsumsi susu dan vitamin D untuk menjaga kesehatan
tulang.
2. Istirahat yang cukup
Untuk menjaga tubuh agar tetap sehat di usia lanjut perbiasakan
istirahat yang cukup. Istirahat dalam sehari setidaknya 7-8 jam.
Istirahat yang cukup dapat memperbaiki sel-sel tubuh, menjaga daya
tahan tubuh agar tetap stabil dan terhindar dari stress.
3. Jaga pola makan
Konsumsi menu yang kaya serat, rendah lemak, dan bebas kolesterol.
Frekuensi makan 4x sehari dengan porsi kecil dan menjaga pola
makan dapat mencegah obesitas dan diabetes. Jangan lupa juga untuk
hindari konsumsi makanan siap saji, dan alkohol serta merokok.
4. Lakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala
Seiring bertambahnya usia, setiap orang pun akan semakin banyak
mengalami masalah pada tubuhnya, salah satunya menumpuknya
plak di pembuluh darah. Pemeriksaan yang dilakukan seperti cek
gula darah, kolesterol, dan sebagainya. Sebaiknya pemeriksaan
kesehatan dilakukan 2x setahun.
Dukungan dari keluarga kepada lansia, antara lain :
1. Berkomunikasi dengan lansia menggunakan kalimat yang
singkat dan mudah dimengerti.
2. Mendampingi dalam melakukan perawatan diri seperti mandi,
BAB, dan BAK.
3. Membuat agenda atau kalender sebagai alat bantu untuk lansia
melakukan aktivitas.
4. Memberikan makanan yang sehat dan bernutrisi bagi lansia
5. Membuat perencanaan pengobatan selanjutnya bersama lansia
untuk menentukan pengobatan apa yang harus dijalaninya.
Keterlibatan lansia di masyarakat, yaitu : bersosialisasi dengan
melakukan senam lansia di suatu komunitas, pertemuan rutin dengan
pendampingan perawat lansia, terapi untuk mengajarkan lansia cara
melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman sesuai kondisinya.
Dari segi lingkungan : Lingkungan yg nyaman, kondusif, asri dan
segar, jauh dari polusi udara

f. Apoptosis Theory

Beberapa teori biologis penuaan didasarkan pada hubungan antara apoptosis


dan penuaan dan pertama kali diusulkan pada 1970-an. Menurut teori ini,
apoptosis adalah gen-driven, proses peradangan, normal perkembangan yang
terjadi terus menerus sepanjang hidup. Proses ini ditandai dengan penyusutan dan
pemeliharaan integritas membran dan berbeda sel dari respon inflamasi terhadap
trauma, yang ditandai dengan pembengkakan sel dan hilangnya integritas
membran. Ketika apoptosis benar diatur, itu bermanfaat karena membantu
menjaga keseimbangan antara sel-sel yang harus dipertahankan dan yang harus
dihilangkan.
Kematian sel terprogram (apoptosis) memiliki peranan yang sangat penting
dalam pertumbuhan organisme multiseluler. Pada manusia normal, pertumbuhan
diregulasi secara ketat melalui keseimbangan antara proliferasi dan apoptosis.
Keseimbangan apoptosis dan proliferasi sel masive ini bertanggung jawab atas
keseimbangan sel dan jaringan (interior milliue atau homeostasis). Pada orang
dewasa, diperkirakan sekitar 50-70 milyard sel mengalami apoptosis, termasuk
5x1011 sel darah dimusnahkan melalui proses apoptosis ini (Cooper and
Hausman, 2009; Malik, 2010).

Implikasi dan tindakan :

Apoptosis adalah kematian sel terprogram yang terjadi akibat kondisi di


dalam sel itu sendiri, misalnya setelah kerusakan DNA, atau akibat rangsang dari
luar. Apoptosis adalah kondisi normal dari berbagai proses fisiologi untuk
menjaga homeostasis. Dengan kata lain, apoptosis digunakan organisme untuk
membuang sel yang sudah tidak diperlukan lagi oleh tubuh. Kegagalan dalam
mengontrol apoptosis mengakibatkan berbagai jenis penyakit, termasuk kanker.
Berdasarkan teori apoptosis, hal-hal yang sebaiknya lansia lakukan, yaitu :

1. Rajin konsumsi vitamin


Lansia harus rutin mengkonsumsi vitamin terutama vitamin B12 yang
berguna bagi kesehatan saraf tubuh. Dengan asupan vitamin yang
mencukupi, maka saraf dan otak dapat bekerja dengan maksimal dan baik.
2. Rajin olahraga
Lansia dapat dibiasakan dengan rajin melakukan olahraga ringan. Jika
olahraga dilakukan dengan teratur maka fungsi saraf dan otak akan lebih
optimal.
3. Kurangi aktivitas berat

Mengurangi aktivitas berat dapat mencegah otot lansia mengalami


kelelahan. Oleh sebab itu selalu batasi aktivitas fisik terlebih pada lansia.
4. Penuhi asupan nutrisi

Jaga pola makan dengan asupan yang tinggi kandungan protein serta
mineral seperti zat besi dan kalsium.

5. Aktivitas membaca

Mengapa membaca ini penting dalam menjaga kesehatan lansia, karena


dengan membaca dapat mengurangi resiko terhadap penyakit penurunan
daya ingat seperti alzheimer atau demensia.

Dukungan dari keluarga kepada lansia, antara lain :

1. Membuatkan jadwal harian untuk lansia


2. Membantu dalam perawatan kebersihan diri lansia
3. Perhatikan asupan makanan bagi lansia
4. Berikan pakaian yang nyaman dan mudah dikenakan oleh lansia

Keterlibatan lansia di masyarakat, yaitu :

Melakukan kegiatan bersama dengan lansia lain seperti bersosialisasi dan


sharing, bimbingan mental, fisik dan sosial, juga pemeliharaan kesehatan

Dari segi lingkungan : lingkungan yang nyaman, jauh dari kebisingan, hindari
asap kendaraan dan polusi udara akibat aktivitas industri
g. Caloric Restriction Theories

Teori ini mengajukan bahwa setiap organisme mempunyai satu jumlah waktu
hidup metabolik dan organisme yang mempunyai laju metabolisme yang lebih
tinggi mempunyai rentang masa hidup yanng lebih pendek. Bukti untuk teori ini
berasal dari penelitian yang menunjukkan bahwa ikan tertentu, pada saat
temperatur air rendah, hidup lebih lama dibanding sesamanya dengan air yang
hangat. Percobaan yang luas pada efek pembatasan kalori pada hewan pengerat
menunjukkan bahwa pembatasan kalori meningkatkan rentang hidup dan
menunda terjadinya penyakit yang berkaitan dengan penuaan (Hayflick, 1996;
Schneider, 1992 dikutip dari Lueckenotte, 2000).

Caloric Restriction Theories didasarkan pada berbagai penelitian hewan yang


telah menemukan bahwa mengurangi asupan kalori antara 30% dan 40% adalah
salah satu intervensi yang secara dramatis meningkatkan rentang hidup. Ada
banyak bukti ilmiah bahwa pembatasan kalori parah tanpa kekurangan gizi
memiliki banyak efek menguntungkan pada hewan, termasuk kemampuan
ditingkatkan untuk melindungi sel-sel, meningkatkan ketahanan terhadap stres,
dan secara keseluruhan lebih lama dan harapan hidup sehat (Barzilai & Bartke,
2009). Namun, sampai saat ini, penelitian ini belum diterapkan pada manusia.

Teori ini menyebutkan bahwa pengurangan metabolisme dapat


memperpanjang usia. Ini didasarkan pada penelitian pada rodentia muda yang
hasilnya didapatkan bahwa pada rodentia yang diberi perlakuan dengan intake
kalori yang lebih rendah umurnya lebih lama. Menurut teori ini, intake kalori
yang rendah menyebabkan metabolisme menurun yang pada akhirnya memicu
penurunan hormon yang merangsang proliferasi sel.
Penelitian tentang manfaat puasa sudah banyak dilakukan dan menunjukan
hasil yang positif. Salah satu dari manfaat puasa yang sering diteliti adalah dilihat
dari caloric restriction, alternate day fasting dan dietary restriction (Trepanowski,
2010). Penurunan jumlah makanan yang masuk baik melalui puasa, pembatasan
asupan kalori dan diet telah terbukti membawa dampak yang baik bagi kesehatan,
salah satu diantaranya adalah dapat memperlambat suatu proses kejadian
penyakit, seperti penyakit autoimmun, aterosklerosis, kardiomiopati, kanker,
diabetes, penyakit ginjal, peyakit neurodegeneratif dan penyakit pernafasan.

Pembatasan intake kalori juga berpengaruh pada kesehatan kardiovaskuler,


seperti dapat menurunkan tekanan darah dan menaikkan heart rate. Pembatasan
kalori juga membuktikan bahwa terdapat penurunan kadar gula darah pada
penderita diabetes dan meningkatkan sensitivitas insulin serta menurunkan
presentase lemak tubuh (Trepanowski, 2010).

Menurut Depkes (2005), beberapa penelitian menunjukkan bahwa puasa


sangat baik dilakukan pada seseorang dengan konsentrasi kolesterol dalam darah
tinggi. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa berpuasa dapat meningkatkan
kadar HDL (High Density Lipoprotein) sebanyak 25 mg/dL dan menurunkan
kadar trigelserid sebanyak 20 mg/dL. Selain itu, berpuasa juga dapat mengurangi
produksi radikal bebas. Radikal bebas merupakan senyawa yang ada di dalam
tubuh yang dapat mengganggu aktivitas kerja enzim

Sehingga dapat disimpulkan teori ini menyatakan bahwa lansia pengurangan


“intake” kalori pada rodentia muda akan menghambat pertumbuhan dan
memperpanjang umur. Perpanjangan umur karena jumlah kalori tersebut antara
lain disebabkan karena menurunnya salah satu atau beberapa proses
metabolisme. Terjadi penurunan pengeluaran hormon yang merangsang pruferasi
sel misalnya insulin dan hormon pertumbuhan.

Implikasi Teori :
b. Lansia sebaiknya melakukan puasa karena dengan puasa dapat memacu
perbaikan dan pertumbuhan sel-sel yang baru serta penghancuran sel-sel
yang rusak/menua sehingga tubuh bisa lebih awet muda dan berfungsi
dengan optimal. Melakukan aktivitas fisik sesuai dengan kondisi lansia
misalnya dengan olahraga duduk atau beridri
c. Keluarga lansia juga berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan dasar
lansia terutama makan. Menyusun menu untuk lansia dalam pemberiannya
sebaiknya terbagi atas 7-8 kali pemberian, yang terdiri dari 3 kali makanan
utama (pagi, siang dan malam) serta 4-5 kali makanan selingan. Sebagai
contoh pukul 05.00 minum susu atau jus, pukul 07.00 makanan utama,
pukul 09.30 makan minum selingan, pukul 12.00 makanan utama, pukul
15.00 makan minum selingan, pukul 18.30 makanan utama dan sebelum
tidur makan minum selingan (Maryam, 2008). Mendapat dukungan
darikeluarga akan membuat lansia merasa lebih sejahtera
d. Lingkungan masyarakat terjadi perubahan lingkungan sosial seperti
perubahan kondisi ekonomi karena pensiun dan kehilangan pasangan hidup
dapat membuat lansia merasa terisolasi dari kehidupan sosial dan
mengalami depresi. Akibatnya, lansia kehilangan nafsu makan yang
berdampak pada penurunan status gizi lansia (Fatmah, 2010). Faktor
lingkungan mempengaruhi seseorang dalam menikmati makanan serta
kemampuan untuk memperoleh makanannya.
Dari segi sosial, lansia mengalami penurunan interaksi antara diri lansia
dengan lingkungan. Hal tersebut bisa terjadi karena lansia mulai menarik
diri dari kehidupan sosial, status kesehatannya menurun, penghasila
berkurang, dan terbatasnya program untuk memberi kesempatan lansia
untuk tetap berinteraksi dan beraktifitas. Hal tersebut berpengaruh kepada
kepercayaan diri motivasi, perasaan beraktifitas. Menurunnya keinginan
beraktifitas dengan lingkungan berpengaruh terhadap keinginan
mengkonsumsi makanan/pola makan, karena kebutuhan 21 kalori yang
terbatas. Apabila dibiarkan berlanjut tentunya akan mempengaruhi keadaan
status gizi lansia. Oleh karena itu peran kelompok lansia sangat penting
untuk meningkatkan semangat lansia.

Implikasi bagi Keperawatan

Saat berinteraksi dengan populasi lansia, penting untuk menghubungkan


konsep kunci pada teori biologis dengan asuhan keperawatan yang diberikan.
Meskipun teori ini tidak memberikan jawabannya, teori ini akan memberikan
penjelasan tentang beberapa perubahan yang terlihat pada individu lansia.
Penuaan dan penyakit tidak secara pasti berjalan “bergandengan tangan“, dan
perawat lanjut usia perlu mempunyai pemahaman yang jelas perbedaan antara
perubahan terkait penuaan dan perubahan yang sebenarnya patologis. Perawat
harus ingat bahwa para ilmuan masih dalam proses penemuan apa itu penuaan
yang normal (Lueckenotte, 2000).

Saat membahas tentang teori biologis penuaan, dua konsep yang telah
memperoleh penerimaan yang luas adalah : 1) Ada kemungkinan kapasitas
replikasi terbatas untuk sel tertentu yang menyebabkan ekspresi berlebihan gen
yang rusak serta kerusakan oksidatif pada sel, dan 2) Radikal dapat menyebabkan
kerusakan pada sel dari waktu ke waktu. Berdasarkan konsep ini, perawat
gerontologi dapat meningkatkan kesehatan klien lansia dengan sejumlah cara.
Pemberian bantuan untuk berhenti merokok merupakan salah satu contoh promosi
kesehatan. Merokok sigaret meningkatkan pergantian sel di dalam rongga mulut,
cabang bronkus dan alveoli. Merokok juga memasukkan karsinogen ke dalam
tubuh yang dapat menyebabkan peningkatan laju kerusakan sel yang dapat
memicu kanker (Lueckenotte, 2000).

Menggunakan prinsip yang sama, aktivitas promosi kesehatan yang dapat


perawat kembangkan berupa pendidikan terkait paparan sinar matahari. Paparan
terhadap sinar ultraviolet yang berlebihan adalah contoh lain zat yang dapat
menyebabkan pergantian sel yang cepat, yang dapat menyebabkan mutasi, dan
akhirnya keganasan. Dalam upaya mengurangi kerusakan akibat radikal bebas,
perawat juga dapat menganjurkan klien untuk mengkonsumsi diit makanan yang
bervariasi menggunakan piramida makanan sebagai petunjuk, dan menganjurkan
suplementasi antioksidan seperti vitamian C dan E (Goldstein, 1993 dikutip dari
Lueckenotte, 2000).

Aktivitas yang berlanjut memainkan peran penting dalam kehidupan lansia,


rutinitas harian diperlukan untuk menggabungkan kesempatan yang menghimpun
kemampuan yang masih ada, memperkuat otot, dan mencegah atropi otot lebih
lanjut berkaitan dengan keadaan tidak dipakai (disuse). Mendorong lansia untuk
berpartisipasi di dalam aktivitas dapat memberikan tantangan pada perawat yang
berinteraksi dengan klien seperti ini (Lueckenotte, 2000).

Kemampuan melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL) memerlukan


penggunaan ekstremitas secara fungsional. Aktivitas harian yang meningkatkan
kekuatan lengan atas dan ketrampilan tangan berkontribusi pada kemampuan
lansia untuk dengan sukses melakukan aktivitas ganti baju dan merawat
(merapikan) diri. Bahkan aktivitas di tempat duduk seperti nafas dalam,
meningkatkan aliran oksigen ke dalam otak, sehingga meningkatkan mental
kognisi yang jelas, meminimalkan sakit kepala/ pusing, dan meningkatkan
stamina dengan aktivitas.mendorong lansia untuk berpartisipasi dalam jalan-jalan
harian, meskipun dengan dasar yang terbatas, memfasilitasi sirkulasi perifer dan
meningkatkan perkembangan sirkulasi kolateral. Jalan-jalan juga membantu
dalam pengendalian berat badan, yang sering menjadi masalah pada lansia.
Keuntungan tambahan jalan-jalan meliputi : 1) Penggantian lemak dengan
jaringan otot, 2) Pencegahan atropi otot, 3) Peningkatan perasaan sehat sejahtera
secara umum (Lueckenotte, 2000).

Sistem pelayanan kesehatan mulai berubah fokus ke arah promosi kesehatan


dan prevensi penyakit. Lansia harus dimasukkan dalam fokus ini. Pandangan
stereotip yang menganggap lansia “terlalu tua untuk belajar hal baru” harus
digantikan oleh pengetahuan faktual tentang kemampuan kognitif lansia. Perlu
bagi pembelajaran klien untuk menekankan konsep bahwa kondisi atau penyakit
tertentu tidak tak terelakkan hanya karena bertambahnya tahun. Tingkat
kesejahteraan/ kesehatan yang tinggi diperlukan untuk meminimalkan potensi
kerusakan akibat penyakit pada masa lansia. Meskipun penuaan secara normal
membawa serta penurunan fungsi sistem imun, lansia tidak harus mengalami
infeksi dan/ atau penyakit yang tidak perlu. Mendorong langkah preventif seperti
vaksin influenza tahunan atau penanaman sekali waktu vaksin pneumokokus
adalah penting untuk memberikan pengalaman hidup yang berkualitas bagi
populasi lanjut usia (Lueckenotte, 2000).

Aplikasi teori biologis yang lain adalah pemahaman bahwa stres hidup, baik
fisik maupun psikis, mempunyai dampak pada proses penuaan. Dalam
merencanakan intervensi, perhatian harus diberikan pada pada faktor stres yang
beragam pada kehidupan lansia. Aktivitas untuk meminimalkan stres dan
meningkatkan koping mekanisme yang sehat harus dimasukkan ke dalam rencana
pendidikan klien lansia.

Pendidikan tentang teknik dasar relaksasi, guided imagery, visualisasi,


distraksi, dan terapi musik dapat menfasilitasi rasa pengendalian terhadap
potensial stres akibat situasi. Penerapan lain yang melibatkan panas atau dingin,
sentuhan terapetik, dan terapi masssase dapat dikembangkan. Memahami
kecenderungan budaya individu dan membaginya dengan professional kesehatan
lain lebih lanjut akan membantu meningkatkan interaksi yang positif dengan
lansia diberbagai tatanan (Lueckenotte, 2000).

2. Teori Sosiokultural
Teori sosial menjelaskan bahwa kehidupan sosial pada masa lansia tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan sosial sebelumnya, pola interaksi sosial pada masa
sebelumnya akan mempengaruhi bagaimana lansia berinteraksi sosial.
Teori sosiologis berfokus pada perubahan peran dan hubungan. Dalam
beberapa hal, teori sosiologis berkaitan dengan beberapa adaptasi sosial dalam
kehidupan lansia. Salah satu cara yang paling mudah untuk melihat teori
sosiologis adalah melihat lansia dalam konteks nilai-nilai sosial pada waktu di
mana teori berkembang. Penelitian terdahulu juga meneliti lansia yang ada di
lembaga dan menderita sakit, sesuai informasi yang didapat. Penelitian sekarang
dilakukan dalam ragam lingkungan yang lebih alamiah, mencerminkan secara
lebih akurat keragaman populasi lansia (Lueckenotte, 2000).
Selama 1960-an, sosiolog berfokus pada kehilangan lansia dan pola dimana
seseorang menyesuaikan diri dengan kehilangan dalam konteks peran dan
kelompok rujukan mereka. Satu dekade kemudian, masyarakat mulai mempunyai
pandangan yan lebih luas tentang penuaan seperti tercermin pda teori penuaan
yang diajukan pada periode ini. Teori ini lebih berfokus pada faktor yang
mempengaruhi kehidupan seorang lansia secara lebih global, memasyarakat, dan
struktural. Tahun1980-an dan 1990-an membawa lagi perubahan dalam fokus
oleh masyarakat. Pada titik ini sosiolog mulai mengembangkan Saling
berhubungan-nya, khususnya antara lansia dengan milieu fisik, politik,
lingkungan, dan bahkan sosioekonomi dimana lansia hidup (Lueckenotte, 2000)

a. Disengagement Theory

Pada tahun 1961, Cumming dan Henry menerbitkan teori sosiologis pertama
penuaan dalam buku mereka, Tumbuh Old: Proses Pelepasan ( Cumming &
Henry, 1961). Menurut Teori pelepasan, masyarakat dan lebih tua orang terlibat
dalam proses yang saling menguntungkan penarikan timbal balik untuk menjaga
keseimbangan sosial. Proses ini terjadi secara sistematis dan mau tidak mau dan
diatur oleh kebutuhan masyarakat, yang individu menimpa kebutuhan. Selain itu,
orang tua menginginkan penarikan ini dan senang ketika itu terjadi. Karena
jumlah, sifat, dan keragaman kontak sosial orang tua ini berkurang, pelepasan
menjadi proses melingkar yang batas lanjut kesempatan untuk berinteraksi.

Teori pelepasan dirangsang banyak kontroversi dengan menantang


kepercayaan tradisional tentang hubungan antara seseorang dan masyarakat.
Misalnya, ada kontroversi mengenai apakah proses pelepasan ini, pada
kenyataannya, universal, tak terelakkan, dan bermanfaat bagi orang tersebut.

Sedangkan menurut Ma’rifatul (2011) teori ini menyatakan bahwa dengan


bertambahnya usia, seseorang secara pelan tetapi pasti mulai melepaskan diri dari
kehidupan sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya (Azizah dan Lilik
M, 2011). Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple
loss), yakni :

a) Kehilangan peran
b) Hambatan kontak sosial
c) Berkurangnya kontak komitmen

Dalam hampir semua kasus, kelompok yang berusia 75 tahun dan lebih tua
melaporkan proporsi yang lebih tinggi dari tanggapan yang terlepas; mereka
khususnya kurang diinvestasikan daripada rekan-rekan mereka yang lebih muda
dalam mengikuti hobi, membuat rencana untuk masa depan, membuat dan
menciptakan sesuatu, dan merawat orang lain. Rapkin dan Fischer (1992)
menemukan bahwa kerugian demografis dan transisi terkait usia berkaitan dengan
keinginan yang lebih besar untuk melepaskan diri, mendukung, dan stabilitas.
Penatua yang sudah menikah dan sehat lebih mungkin melaporkan keinginan
untuk gaya hidup yang energik. Namun, pendapat Cumming dan Henry tentang
kecocokan yang diperlukan antara kebutuhan masyarakat dan aktivitas orang
dewasa yang lebih tua didukung (Back, 1980; Birren & Schroots, 2001; Riley,
Johnson, & Foner, 1972).

Sampai baru-baru ini, undang-undang Jaminan Sosial menempatkan hambatan


ekonomi terhadap pensiun sebelum pertengahan 60-an, tetapi seiring
meningkatnya usia harapan hidup yang sehat, masyarakat membingkai ulang
gagasannya tentang kemampuan orang dewasa yang lebih tua untuk memberikan
kontribusi yang berharga (Uhlenberg, 1992). Banyak orang dewasa bekerja
melewati usia pensiun atau mulai bekerja paruh waktu di bidang baru. Yang lain
secara aktif terlibat dalam berbagai proyek sukarela yang mungkin secara
substansial bermanfaat bagi komunitas mereka. Banyak contoh dari apa yang
sekarang disebut "penuaan yang berhasil" menantang asosiasi umum dari penuaan
dengan penyakit.

Pada teori ini, lansia dikatakan menarik diri dari aktivitas sosial. Maka dari
itu, lansia sebaiknya tetap aktif dan tetap terlibat dalam kegiatan sosial seperti
sukarelawan, kegiatan posbindu dan perkumpulan lainnya tanpa memandang
rendah diri sendiri dan tidak membatasi aktivitas sosial karena batasan umur.
Keluarga juga tetap harus melibatkan lansia dalam sebuah keputusan, tidak
mengasikan lansia dan tetap mengajak lansia untuk bersosialisasi, tidak
meninggalkan lansia begitu saja hanya karena batasan umur. Keluarga merupakan
sistem pendukung pertama seorang lansia, maka dari itu keluarga merupakan
tempat pertama bagi lansia untuk merasakan bahwa mereka tetap bisa
bersosialisasi seperti biasa tanpa kehilangan hak apa pun dikarenakan umur
mereka.

Bagi masyarakat dan lingkungan, lansia bisa membentuk sebuah aktivitas


sosial yang bisa mereka ikuti, tidak mengasingkan lansia dan mengajak lansia
untuk tetap aktif dalam kegiatan sosial. Keluarga dan masyarakat harus membuang
pemikiran tentang lansia cenderung menarik diri dari masyarakat, sehingga tidak
terjadi penurunan interaksi sosial dengan orang lain yang dilakukan lansia secara
sukarela dan tidak adanya pemikiran bahwa mereka tidak diterima oleh
masyarakat. Lingkungan dan masyarakat sekitar juga bisa memberikan wadah
untuk mereka agar tetap melakukan interaksi sosial secara aktif dan tidak menarik
diri.

Selain itu, pemberi layanan kesehatan juga dapat mengkaji masa lalu dan
menyadari kejadian yang siginifikan atau bahkan kepercayaan tentang aktivitas
sosial dan penarikan diri, pemberi pelayanan kesehatan dapat mengembangkan
pemahaman yang lebih dalam mengapa lansia tertentu bertindak terhadap
penarikan diri dalam kehidupan sosial. Selain itu, pemberi pelayanan kesehatan
dapat membantu lansia menyesuaikan diri dengan batasan, sementara menekankan
pada sifat yang positif. Adaptasi ini dapat mendorong lansia untuk tetap berada di
dalam komunitas, mungkin bahkan di dalam rumah keluarga, tidak sebaliknya
masuk lembaga (panti) secara prematur. Lanjut usia berlanjut merasa dinilai dan
dilihat sebagai anggota masyarakat yang aktif apabila dimungkinkan untuk
mempertahankan rasa pengendalian terhadap lingkungan hidup.

b. Activity Theory

Selama awal 1970-an, gerontologists sosial dibangun di atas karya Havighurst


dan Albrecht (1953), yang menekankan hubungan antara penuaan sukses dan tetap
aktif, dan mengusulkan Kegiatan teori. Teori aktivitas mendalilkan bahwa orang
tua tetap secara sosial dan fit secara psikologis jika mereka tetap aktif terlibat
dalam kehidupan. Misalnya, seseorang konsep diri ditegaskan melalui kegiatan
yang berhubungan dengan berbagai peran, dan hilangnya peran dalam usia tua
negatif mempengaruhi kepuasan hidup.

Para peneliti menemukan bahwa kegiatan produktif, seperti kerja penuh waktu
dan tingkat rendah sukarela, memiliki efek positif pada kesehatan mental hampir
8000 subyek yang berusia 55-66 tahun (Hao, 2008).
Meskipun studi mendukung teori ini, kritik mengklaim bahwa ia mengabaikan
faktor-faktor seperti kesehatan dan kesenjangan ekonomi yang mengganggu
peluang bagi beberapa orang dewasa yang lebih tua untuk terlibat dalam kegiatan
(Achenbaum, 2009).

Teori aktivitas didasarkan pada keyakinan bahwa tetap seaktif mungkin di


usia paruh baya adalah cita-cita di masa depan. Teori aktivitas mungkin masuk
akal ketika individu hidup dalam masyarakat yang stabil, memiliki akses ke
pengaruh positif dan signifikan lainnya, dan memiliki peluang untuk berpartisipasi
secara bermakna dalam masyarakat yang lebih luas jika mereka terus ingin
melakukannya.

Sedangkan menurut Ma’rifatul (2011) teori menyatakan seseorang yang


dimasa mudanya aktif dan terus memelihara keaktifannya setelah menua. Sense of
integrity yang dibangun dimasa mudanya tetap terpelihara sampai tua. Lansia
mengalami penurunan jumlah kegiatan yang dapat dilakukannya. Teori ini
menyatakan bahwa pada lansia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
banyak dalam kegiatan sosial (Azizah dan Ma’rifatul, L., 2011).

Dari sebuah penelitian, disimpulkan bahwa masyarakat mengharapkan orang


dewasa yang sudah pensiun untuk tetap menjadi kontributor aktif. Havighurst dan
Albrecht mengaitkan aktivitas dengan kesehatan psikososial dan menyarankan
aktivitas sebagai cara untuk memperpanjang usia paruh baya dan menunda efek
negatif dari usia tua. Asumsi dari teori ini adalah bahwa tidak aktif berdampak
negatif terhadap konsep diri seseorang dan kualitas hidup yang dirasakan serta
mempercepat penuaan. Argumen terhadap sudut pandang ini adalah bahwa ia
gagal untuk mempertimbangkan bahwa pilihan kegiatan sering dibatasi oleh
sumber daya fisik, ekonomi, dan sosial. Selanjutnya, peran yang diasumsikan oleh
orang dewasa yang lebih tua sangat dipengaruhi oleh harapan masyarakat (Birren
& Schroots, 2001).
Namun, Maddox (1963) mengemukakan bahwa waktu senggang
menghadirkan peluang baru untuk kegiatan dan peran seperti pengabdian
masyarakat yang mungkin lebih konsisten dengan batasan-batasan ini. Lemon dan
rekannya menemukan hubungan langsung antara keterlibatan peran dan aktivitas
dan kepuasan hidup di antara orang dewasa yang lebih tua (Lemon, Bengston, &
Peterson, 1972). Para penulis juga mengamati bahwa kualitas kegiatan, seperti
yang dirasakan oleh orang dewasa yang lebih tua, lebih penting daripada
kuantitasnya. Peneliti lain menambahkan bahwa kegiatan informal seperti bertemu
teman untuk makan siang atau mengejar hobi melalui kegiatan kelompok lebih
cenderung meningkatkan kepuasan hidup daripada kegiatan formal atau soliter
(Longino & Kart, 1982).

Teori ini berdasar pada tiga asumsi: 1) lebih baik aktif daripada tidak aktif, 2)
lebih baik bahagia daripada tidak bahagia, 3) seorang individu lansia adalah hakim
terbaik terhadap kesuksesan mereka sendiri dalam mencapai/ meraih asumsi
pertama (Havighurst, 1972). Di dalam konteks teori ini, aktivitas dapat dilihat
secara luas sebagai aktivitas fisik maupun intelektual. Karena itu, bahkan dengan
penyakit atau bertambahnya usia, seorang lansia dapat tetap aktif dan mencapai
rasa kepuasan hidup (Havighurst, Neugarten, Tobin, 1963 dikutip dari
Lueckenotte, 2000).

Berdasarkan pada teori ini, seseorang lansia harus aktif dalam melakukan
kegiatan secara fisik maupun intelektual bahkan lansia yang mempunyai penyakit
tetap aktif untuk merasakan kepuasan hidup. Maka dari itu, lansia bisa menyusun
rencana aktivitas apa yang ingin dilakukannya dan menghapuskan pemikiran takut
gagal karena batasan usia yang sudah lanjut. Pemberi layanan kesehatan dapat juga
mendapatkan wawasan/ pengertian ke dalam bagaimana kelompok lansia tertentu
berespon terhadap penyakit dan memandang penuaan yang sehat. Pengetahuan dan
wawasan ini dapat dengan tepat membantu menolong merencanakan tidak hanya
aktivitas tetapi juga pendidikan klien yang bermakna. Selain itu juga, pemberi
layanan kesehatan dapat membantu lansia dalam mempertahankan kemandirian
dan dapat mempertahankan kualitas hidup yang tinggi selama masa lansia.

Keluarga dapat mendukung keputusan lansia yang menginginkan tetap aktif


dalam aktivitas fisik maupun intelektual. Seringkali keluarga melarang lansia
untuk melakukan kegiatan yang disenanginya dikarenakan takut kesehatan lansia
menurun atau terjadi yang tidak diinginkan terhadap lansia. Selain itu, keluarga
tidak seharusnya mengesampingkan ataupun mengucilkan, melupakan lansia
dalam beraktivitas. Tetap mengajak lansia dalam melakukan aktivitas merupakan
salah satu cara agar lansia tidak merasakan terlupakan dan kehilangan perannya.
Keluarga merupakan sistem pendukung pertama seorang lansia, maka dari itu
keluarga harus tetap memandang positif seorang lansia yang ingin tetap melakukan
aktivitas dan mendukung lansia.

Lingkungan dan masyarakat bisa membuat sebuah grup ataupun wadah yang
mendukung aktivitas lansia. Seperti posbindu yang melakukan berbagai macam
aktivitas fisik, senam dan jalan santai. Lingkungan dan masyarakat juga harus
mendukung lansia yang ingin beraktivitas dan tidak memandang sebelah mata
kepada lansia. Masyarakat juga bisa membantu lansia untuk merencakan aktivitas
yang bisa dilakukan lansia.

c. Subculture and Age Stratification Theories

i. Teori subcultural
Pada tahun 1960-an, teori ini menyatakan bahwa orang-orang tua,
sebagai kelompok, memiliki mereka norma-norma sendiri, harapan, keyakinan,
dan kebiasaan; Oleh karena itu, mereka memiliki subkultur sendiri (Rose,
1965). Teori ini juga menyatakan bahwa orang tua terintegrasi kurang baik ke
dalam masyarakat yang lebih besar dan berinteraksi lebih di antara mereka
sendiri, dibandingkan dengan orang-orang dari kelompok usia lainnya. Selain
itu, teori ini menyatakan bahwa pembentukan subkultur berusia terutama
respon terhadap hilangnya status yang dihasilkan dari usia tua, yang begitu
negatif didefinisikan di Amerika Serikat bahwa orang tidak ingin dipandang
sebagai tua. Dalam subkultur berusia, status individu didasarkan pada
kesehatan dan mobilitas, bukan pada prestasi kerja, pendidikan, atau ekonomi
yang sebelumnya penting.
Karena subkultur berusia memiliki jutaan anggota di negara ini, itu
merupakan kelompok minoritas yang dapat mengatur dan membuat tuntutan
publik. Sebuah kelompok seperti AARP, yang keanggotaannya melebihi 34
juta orang, adalah bukti pentingnya sosial dari subkelompok usia. Ketika
dipertimbangkan bersama dengan teori aktivitas, teori subkultur mendukung
perspektif bahwa ada hubungan yang kuat antara partisipasi kelompok sebaya
dan proses penyesuaian penuaan. Salah satu hasil dari subkultur usia akan
menjadi pengembangan “kesadaran kelompok umur” yang akan berfungsi
untuk meningkatkan citra diri orang tua dan mengubah definisi budaya negatif
dari penuaan

ii. Teori Stratifikasi Usia

Pertama kali diusulkan oleh Riley, Johnson, dan Foner (1972),


membahas saling ketergantungan antara umur sebagai unsur struktur sosial
dan penuaan orang dan kohort sebagai proses sosial. Wiley (1971), menyusun
stratifikasi lansia berdasarkan usia kronologis yang menggambarkan serta
membentuk adanya perbedaan kapasitas peran, kewajiban, serta hak mereka
berdasarkan usia. Dua elemen penting dari model stratifikasi usia tersebut
adalah struktur dan prosesnya. Pokok-pokok dari teori stratifikasi adalah arti
usia dan posisi kelompok usia bagi masyarakat, adanya transisi yang dialami
oleh kelompok, dan adanya mekanisme pengalokasian peran diantara
penduduk.

Keunggulan teori stratifikasi usia adalah bahwa pendekatan yang


dilakukan bersifat deterministik dan dapat dipergunakan untuk mempelajari
sifat lansia secara kelompok dan bersifat makro. Setiap kelompok dapat
ditinjau dari sudut pandang demografi dan keterkaitannya dengan kelompok
usia lainnya. Kelemahannya adalah teori ini tidak dapat dipergunakan untuk
menilai lansia secara perorangan, mengingat bahwa stratifikasi sangat
kompleks dan dinamis serta terkait dengan klasifikasi kelas dan kelompok
etnik.

d. Person- Environment Fit Theory

Lawton (dalam Carol A. Miller, 2012: 40) menjelaskan bahwa Person


Evirontmental Fit Theory merupakan hubungan timbal balik antara kompetensi
pribadi dan lingkungan. Menurut teori ini, kompetensi pribadi melibatkan faktor-
faktor berikut, yang secara kolektif berkontribusi kemampuan fungsional
seseorang: kekuatan ego, keterampilan motorik, kesehatan biologis, kapasitas
kognitif, dan kapasitas indra-persepsi. Lingkungan dilihat dalam hal potensi
untuk memunculkan respon perilaku dari orang tersebut. Lawton menegaskan
bahwa untuk tingkat masing-masing orang kompetensi, ada tingkat permintaan
lingkungan, atau tekan lingkungan, yang paling menguntungkan untuk fungsi
orang itu.
Orang-orang yang berfungsi pada tingkat yang relatif rendah kompetensi
dapat mentolerir hanya tingkat rendah pers lingkungan, sedangkan orang-orang
yang berfungsi pada tingkat yang lebih tinggi kompetensi dapat mentolerir
peningkatan tuntutan lingkungan. Berkorelasi sering dikutip adalah bahwa
semakin terganggu orang, semakin besar dampak lingkungan. Teori ini sering
digunakan dalam perencanaan lingkungan yang sesuai untuk orang dewasa yang
lebih tua penyandang cacat.
Scheidt & Windley (dalam Carol A. Miller, 2012: 40) mengungkapkan bahwa
Person Evirontmental Fit Theory telah merangsang penelitian lebih lanjut dan
pengembangan teori di bidang gerontology lingkungan, yang merupakan studi
interdisipliner implikasi perilaku dan psikologis dari hubungan anatara orang
dewasa yang lebih tua dan lingkungan mereka. Informasi yang diperoleh dari
teori-teori ini sangat relevan untuk merancang lingkungan yang tidak mendukung
fungsi optimal untuk orang dewasa yang lebih tua.
Membantu lansia menyesuaikan diri dengan batasan dan menekankan pada
sifat yang positif, dapat membantu lansia dalam mempertahankan kemandirian
dan dapat mempertahankan kualitas hidup yang tinggi selama masa lansia.
Lansia tidak bisa dikelompokkan sebagai hanya satu segmen populasi. Terdapat
keragaman pada lansia dalam aspek budaya, pengalaman hidup, gender, serta
status kesehatan dan status keluarga.
Respon lansia dalam menghadapi stress dan tantangan pun beragam
berdasarkan pengalaman hidup, nilai, dan harapan hidup masa lalu mereka.
Perawat bertanggungjawab dalam mengidentifikasi respon yang maladaptif dan
memberikan intervensi untuk mempertahankan integritas mereka. Dengan
mengkaji masa lalu dan menyadari kejadian yang siginifikan atau kepercayaan
tentang sehat dan sakit, perawat dapat mengembangkan pemahaman yang lebih
dalam mengapa lansia tertentu bertindak.
Penerapan teori ini dapat dilakukan perawat dengan membuat perencanaan
aktivitas yang realistis untuk kelompok lansia tertentu untuk meningkat interaksi
kelompok lansia. Perawat dapat mengelompokkan lansia berdasarkan kompetensi
lansia tersebut baik dari perilaku maupun psikologis.
Selanjutnya, penerapan pada individu lansia itu sendiri dapat dilakukan
dengan melakukan interaksi social bersama dengan individu dengan tingkat
kompetensi yang sama atau dengan tingkat dibawahnya. Hal ini dilakukan agar
interaksi terhadap lansia tersebut dapat berjalan dengan baik yang menimbulkan
reaksi timbal balik ke dalam lingkungannya. Lain halnya penerapan pada
keluarga yang memiliki lansia, penerapan pada keluarga dapat dilakukan dengan
menyesuaikan tingkat kompetensi lansia tersebut. Tingkat kompetensi ini dapat
berupa kemampuan fungsional seseorang seperti kekuatan ego, keterampilan
motoric, kapasitas kognitif, dan lain-lain. Keluarga juga dapat mendukung proses
sosialisasi lansia dengan membiarkan lansia berinteraksi bersama lingkungan nya
yang memiliki kompetensi yang sama dengan lansia tersebut
Implikasi Keperawatan
Sangat penting untuk diingat bahwa semua lansia tidak bisa
dikelompokkan secara kolektif sebagai hanya satu segmen populasi. Lansia muda
(umur 65-74), lansia pertengahan (75-84), lansia tua (lebih dari 85), dan orang tua
elit (lebih dari 100) adalah 4 kelompok kohort yang berbeda, dan individu dalam
setiap kelompok ini mempunyai sejarah mereka sendiri. Terdapat keragaman
bahkan dalam satu kelompok kohort dalam aspek budaya, pengalaman hidup,
gender, serta status kesehatan dan status keluarga. Perawat harus menyadari fakta
bahwa apapun persamaan yang ada diantara individu dalam kelompok kohort,
mereka adalah individual adanya. Lansia bukan kelompok sosial yang homogen,
dan perawatan yang perlu dilakukan tidak untuk merawat mereka sebagaimana
adanya mereka secara kelompok (Lueckenotte, 2000).
Lansia berespon terhadap pengalaman sekarang berdasarkan pengalaman
hidup, nilai, dan harapan hidup masa lalu mereka. Jika respon tipikal mereka
terhadap stres, tantangan, dan ketakutan adalah menarik diri, maka pada saat
lansia menunjukkan dinamika yang sama. Klien lansia adalah individual,
sehingga perawat harus menghormati respon individual mereka. Perawat
bertanggungjawab dalam mengidentifikasi respon yang maladaptif dan
memberikan intervensi untuk mempertahankan integritas mereka (Lueckenotte,
2000).
Penarikan diri oleh lansia dapat berupa manifestasi masalah yang lebih
dalam, seperti depresi. Dengan penggunaan ketrampilan pengkajian dan alat yang
spesifik, perawat dapat menginvestigasi lebih lanjut dan merencanakan intervensi
yang tepat untuk membantu menyelesaikan potensi situasi yang merugikan.
Lansia dapat menolak untuk terlibat dalam aktivitas tertentu karena “takut untuk
gagal” atau frustrasi tidak dapat melakukan aktivitas. Perencanaan aktivitas yang
realistis untuk kelompok klien tertentu penting untuk interaksi kelompok yang
berhasil. Penyelesaian yang berhasil dari aktivitas kelompok memberikan
kesempatan untuk meningkatkan kepercayaan diri lansia sedangkan frustrasi
dalam melaksanakan tugas yang tidak mungkin lebih lanjut meningkatkan
perasaan ketidakadekuatan dan rasa tidak berguna (Lueckenotte, 2000).
Dengan mengkaji masa lalu dan menyadari kejadian yang siginifikan atau
bahkan kepercayaan tentang sehat dan sakit, pemberi pelayanan kesehatan dapat
mengembangkan pemahaman yang lebih dalam mengapa lansia tertentu bertindak
atau percaya seperti adanya mereka (Lueckenotte, 2000).
Pemberi layanan kesehatan dapat juga mendapatkan wawasan/ pengertian
ke dalam bagaimana kelompok lansia tertentu berespon terhadap penyakit dan
memandang penuaan yang sehat. Pengetahuan dan wawasan ini dapat dengan
tepat membantu menolong merencanakan tidak hanya aktivitas tetapi juga
pendidikan klien yang bermakna (Lueckenotte, 2000).
Penerapan lain dari teori sosial berkaitan dengan membantu lansia untuk
beradaptasi denngan berbagai batasan dan menjamin pengaturan hidup yang tepat.
Di AS setelah ada UU tentang Keterbatasan tahun 1990 (1990 Americans with
Disabilities Act), kebanyakan gedung di AS dapat diakses dengan mudah oleh
individu dengan kebutuhan khusus. Kebutuhan khusus ini mencakup pintu yang
cukup luas untuk kursi roda, pegangan di sepanjang tangga, pegangan tangan di
gang-gang, dan elevator. Sementara perubahan ini membantu anggota masyarakat
yang lebih muda dengan kemampuan fisik yang terbatas, ini juga menguntungkan
lansia. Sebagai tambahan, lansia dapat mempertimbangkan pemasngan alat
peringatan medis, telpon yang telah terprogram, dan bahkan sistem keamanan
khusus (Lueckenotte, 2000). Di Indonesia sendiri UU tentang perlindungan orang
dengan keterbatasan (penyandang cacat) sebenarnya sudah ada aturannya yang
tercakup dalam UU No 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat dan secara
operasional terkait aksesibilitas bagi semua orang lebih lanjut tertuang dalam
keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468 Tahun 1998, tetapi implementasi
dari perturan tersebut masih belum terlaksana dengan baik. Dapat dilihat misalnya
banyak fasilitas umum bahkan instansi pemerintah yang masih susah diakses oleh
orang-orang dengan keterbatasan, hal ini tentu tidak menguntungkan bagi orang
dengan keterbatasan seperti ibu hamil, orang cacat dan lansia.
Membantu lansia menyesuaikan diri dengan batasan, sementara
menekankan pada sifat yang positif, dapat membantu lansia dalam
mempertahankan kemandirian dan dapat mempertahankan kualitas hidup yang
tinggi selama masa lansia. Adaptasi ini dapat mendorong lansia untuk tetap
berada di dalam komunitas, mungkin bahkan di dalam rumah keluarga, tidak
sebaliknya masuk lembaga (panti) secara prematur. Lanjut usia berlanjut merasa
dinilai dan dilihat sebagai anggota masyarakat yang aktif apabila dimungkinkan
untuk mempertahankan rasa pengendalian terhadap lingkungan hidup
(Lueckenotte, 2000).

3. Teori Psikologi

Teori psikologis menjelaskan situasi dan kondisi psikologis pada masa lansia
merupakan cermin kondisi kejiwaan pada masa sebelumnya, mekanisme koping
dalam menghadapi masalah kehidupan dilatih dan dipraktikkan oleh manusia
berawal dari masa muda sampai masa lansia.
Asumsi dasar teori penuaan psikologis adalah bahwa perkembangan tidak
berhenti ketika seseorang mencapai usia dewasa, tetapi tetap sebuah proses yang
terjadi selama rentang kehidupan. Saat seseorang melewati dari peran usia
pertengahan ke kehidupan lansia, kemampuan, cara pandang, dan sistem
kepercayaan memasuki satu tahap transisi. Perawat, dengan memberikan
perawatan yang holistik, berupaya mencari cara bagaiman menerapkan strategi
untuk mengembangkan kualitas hidup klien (Hogstel, 1995). Teori penuaan
psikologis lingkupnya lebih luas dibanding teori biologis maupun sosiologis
karena teori psikologis dipengaruhi oleh keduanya. Dengan demikian penuaan
psikologis tidak dapat dipisahkan begitu saja dari pengaruh biologis dan
sosiologis (Lueckenotte, 2000).
Setelah seseorang menua, banyak perubahan adaptif yang terjadi yang
membantu seseorang untuk berkoping dengan atau menerima perubahan biologis.
Beberapa mekanisme adaptif termasuk memori, kapasitas belajar, perasaan,
fungsi intelektual, dan motivasi untuk melakukan atau tidak melakukan aktivitas
tertentu (Birren, Cunningham, 1985). Penuaan psikologis, dengan demikian
mencakup tidak hanya perubahan perilaku tetapi juga aspek perkembangan yang
berkaitan dengan kehidupan lansia, bagaimana perubahan perilaku berhubungan
dengan umur yang bertambah, serta apakah perubahan perilaku ini konsisten
polanya dari individu satu ke individu yang lain (Lueckenotte, 2000).

a. Humans Needs Theory


Hierarki Maslow kerangka kebutuhan membentuk dasar dari teori kebutuhan
manusia, salah satu teori psikologi yang menggunakan gerontologists untuk
mengatasi konsep motivasi dan kebutuhan manusia. Menurut teori Maslow
(1954), lima kategori kebutuhan dasar manusia, dipesan dari terendah ke
tertinggi, adalah kebutuhan kebutuhan fisiologis, keselamatan dan keamanan,
cinta dan rasa memiliki, harga diri, dan aktualisasi diri. Pencapaian kebutuhan
tingkat rendah mengambil prioritas di atas kebutuhan higherlevel; aktualisasi diri
hanya terjadi ketika lowerlevel kebutuhan terpenuhi untuk beberapa derajat.
Seseorang akan memenuhi kebutuhan tersebut dari mulai tingkat yang paling
rendah menuju ke tingkat yang paling tinggi. Menurut Maslow (dalam Sunaryo,
2015: 44), semakin tua usia individu maka individu tersebut akan mulai berusaha
mencapai aktualisasi dirinya. Jika individu telah mencapai aktualisasi diri maka
individu tersebut telah mencapai kedewasaan dan kematangan dengan semua
sifat yang ada di dalamnya, yaitu otonomi, kreatif, mandiri, dan hubungan
interpersonal yang positif
Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization), meliputi kebutuhan memenuhi
keberadaan diri (self fulfillment) dengan memaksimumkan penggunaan
kemampuan dan potensi diri. Kebutuhan aktualisasi diri pada lansia
menunjukkan bahwa seseorang telah mencapai potensi mereka secara optimal.
Lansia yang telah teraktualisasi dirinya, adalah orang yang telah menyelesaikan
tugas-tugas sebelumnya dengan baik, memiliki kepuasan atas prestasinya,
mampu menghadapi masalah secara realistis, walaupun juga mengalami
kegagalan/kekurangan sebelumnya. Aktualisasi diri lansia terjadi pada saat
terjadi keseimbangan antara kebutuhan dan tekanan, serta adanya kemampuan
untuk beradaptasi terhadap perubahan tubuh dan lingkungannya.
Penerapan teori ini dapat dilakukan pada lansia dengan mulai berusaha
mencapai aktualisasi dirinya. Keluarga dapat mendorong lansia untuk melibatkan
diri dalam proses life review; hal ini dapat dicapai dengan menggunakan
sejumlah teknik seperti mengenang (reminiscence), oral histories, dan tutur cerita
(story telling). Melihat kembali pencapaian atau kegagalan masa lalu penting
untuk membantu lansia memenuhi tugas perkembangan (misalnya dalam ego
integrity), untuk meningkatkan harga diri, dan untuk memahami bahwa
seseorang tidak hidup dalam kesia-siaan
Jika seorang lansia membicarakan tentang ruang kehidupan fisik,
mengkhawatirkan tentang pensiun, atau bahkan rencana pengaturan pemakaman,
semuanya merupakan bagian tugas perkembangan yang tepat bagi kelompok usia
ini. Hal tersebut merupakan hal yang wajar, perawat harus memahami bahwa
setiap tahap kehidupan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai.
Perawat tidak boleh menghambat pencapaian ini, perawat harus berupaya untuk
menfasilitasi pencapaian tugas perkembangan mereka.

b. Life-Course and Personality Development Theories

i.Life Course Theory

Teori life course (perjalanan hidup) memaknakan bahwa setiap


individu mempunyai perilaku tertentu sesuai dengan kategori-kategori usia
yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Contohnya di Indonesia, usia
sekolah dimulai sejak 6 tahun, punya pasangan hidup sudah bisa usia 18
tahun, pensiun di usia 60 tahun. Peran ini bisa berbeda antarbudaya dan
kehidupan sosial masyarakatnya.
Prinsip utama dari perjalanan hidup adalah bahwa kehidupan terjadi
dalam tahapan yang terstruktur sesuai dengan peran, hubungan, nilai-nilai
internal, dan tujuan seseorang. Individu dapat memilih tujuan mereka tetapi
dibatasi oleh kendala eksternal. Pencapaian tujuan adalah terkait dengan
kepuasan hidup (Bühler, 1933).

ii. Personality Development Theories (Teori Perkembangan Kepribadian

Menurut Erikson (1963), kepribadian berkembang dalam delapan


tahap berurutan yang memiliki tugas hidup yang sesuai yang dapat berhasil
dan dapat gagal diselesaikan. Kemajuan ke tahap kehidupan selanjutnya
mengharuskan tugas pada tahap sebelumnya diselesaikan dengan sukses.

Menurut Erikson, individu dengan usia lanjut mengalami tahap


perkembangan yang dikenal sebagai "Integritas VS keputusasaan." Erikson
menjelaskan bahwa fase perkembangan terakhir ini ditandai dengan
mengevaluasi kehidupan seseorang dan pencapaian makna, berjuang untuk
melepaskan, menerima perawatan dari orang lain, melepaskan diri dari
kehidupan, dan penurunan fisik dan mental.

Peck (1968) menambahkan tugas lansia dalam tahap integritas ego VS


keputusasaan (pada Teori Erikson ) menjadi tiga tantangan :

I. Ego differentiation VS work-role pre occupation (menemukan harga diri


VS obsesi dengan peran kerja lamanya)
II. Body transcendence VS body pre occupation (menghargai keterbatasan
fisik VS obsesi dengan tubuh yang lalu)
III. Ego transcendence VS ego pre occupation (menghadapi realita kematian
VS tidak dapat menerima realita kematian)

Neumann (2000) menggunakan kerangka teori Erikson ketika


meminta lansia untuk mendiskusikan persepsi mereka tentang makna hidup
mereka. Neumann menemukan bahwa kebanyakan lansia menyatakan tingkat
makna dan energi yang tinggi dalam menggambarkan rasa keterhubungan,
harga diri, cinta, dan rasa hormat

Sehingga dapat disimpulkan kedua teori ini menyatakan bahwa lansia


memiliki perilaku yang berbeda dan memiliki tugas perkembangannya sendiri
yaitu dapat menerima diri yang mengalami penuaan dari berbagai aspek. Agar
lansia mampu melewati tugas perkembangan yang mengarah kepada integritas
ego (dan bukan keputusasaan), lansia perlu melakukan beberapa hal yang
harus didukung oleh keluarga serta masyarakat.

Berikut implikasinya :

i. Lansia sebaiknya mulai mencari hobi lain atau keahlian lain (menjahit,
bercocok taman) agar persepsi tentang citra diri yang lemah bisa di
cover dengan hobi atau kemampuan yang dimiliki. Lansia juga
menghindari waktu sendirian karena hal itu hanya akan membuat
pikiran negatif muncul, lansia bisa mengikuti kelompok lansia di
masyarakat. Lansia juga dianjurkan untuk mengembangkan spiritualitas.
ii. Keluarga lansia juga perlu memberi dukungan emosional pada lansia.
Keluarga jangan sampai menganggap lansia itu sebagai beban, karena
akan memperparah persepsi buruk lansia tentang dirinya. Dan keluarga
sebisa mungkin sering mengajak lansia untuk berkomunikasi dan
berekreasi (sekedar ke taman daerah rumah) agar lansia tidak merasa
kese.pian dan merasa hidupnya tetap bisa produktif
iii. Lingkungan masyarakat dapat melakukan dorongan untuk mengaktifkan
kelompok lansia agar para lansia bisa saling mengunjungi, melakukan
kegiatan / hobi bersama dan bertukar tentang makna hidup.
c. Theory of Gerotranscedence

Teori gerotranscendence diusulkan pada awal 1990-an oleh Lars Tornstam

dan telah dikenal luas di Swedia dan negara-negara Skandinavia lainnya. Teori ini

menyatakan bahwa penuaan manusia merupakan proses yang rasional, Perubahan

dalam penuaan ini mencangkup aspek berikut:

1. Penurunan Egoisme

2. Kurang perhatian pada tubuh dan materi

3. Menurunnya rasa takut akan kematian

4. Penemuan aspek tersembunyi dari diri

5. Meningkatkan altruism ( mengutamakan kepentingan dan perhatian orang

lain)

6. Meningkatkan waktu yang dihabiskan dalam meditasi dan kesendirian

7. Penurunan minat dalam interaksi sosial yang berlebihan

8. Peningkatan pemahaman tentang moral

9. Peningkatan perasaan penyatuan jiwa dengan alam semesta

10.Redefinisi persepsi / pandangan yang berbeda tentang waktu, ruang dan objek

Agar lansia dapat memahami kalau penuaan merupakan hal yang rasional, dan

agar lansia dapat menerima perubahan – perubahan diatas, dibutuhkan implikasi

sebagai berikut.

i. Lansia sebaiknya mulai berpikir dan berbagi pendapat dengan lansia

lainnya saat memiliki masalah penerimaan perubahan penuaan. Atau

jika memiliki masalah bisa meningkatkan kegiatan spiritual.


ii. Keluarga lansia juga perlu mempelajari mengenai perubahan mood /

psikologi lansia, sehingga keluarga bisa mendukung persepsi positif dan

membantu meluruskan persesi yang negatif. Dan yang paling penting

keluarga harus memperlihatkan kesan bahwa keeluarga menerima

sepenuhnya setiap perubahan yang terjadi pada lansia.

iii. Lingkungan masyarakat khususnya tokoh agama bisa “merangkul” para

lansia yang kehilangan semangat hidup dan kehilangan rasa untuk

menerima diri. Organisasi yang menaungi kelompok lansia juga bisa

menyelenggarakan sharing antar lansia.

d. Theories About Gender and Aging

Pada teori psikologikal, menua dan gender menjadi kesatuan. Studi mengenai

perbedaan gender, seperti penggabungan variabel sosial dan psikologis yang

membuat pekerjaan sulit untuk dilaksanakan. Perbedaan dasar pada gender terletak

pada awal kehidupan pendidikan, perbedaan peran, gaya hidup tidak hanya

menggabungkan analisis tetapi mengalami perubahan yang besar selama

kehidupan. Perbedaan pada perilaku kognitif antara lansia laki-laki dan perempuan

sulit ditentukan. Perbedaan gender pada masa tua terjadi pada bagian kognitif,

emosi dan penglihatan. Contoh, lansia laki-laki dan perempuan berbeda dalam

menghadapi masalah atau kematiannya; perempuan lebih banyak memberi

masukan kepada orang yang usianya lebih muda darinya.


Berbeda dengan gerotranscendence theory, teorigender and aging berfokus

pada hubungan antara jenis kelamin dan proses menua. Jenis kelamin (gender) dapat

dipahami sebagai pola yang kompleks dan berbeda dari peran, tanggung jawab,

norma, nilai-nilai, kebebasan, dan keterbatasan yang mendefinisikan "maskulin" dan

"feminin" sepanjang perjalanan hidup (WHO, n.d). Beberapa aspek psikologis terkait

jenis kelamin yang dipelajari dalam teori ini meliputi inteligensi, kepribadian,

perawatan, kemampuan diri, sikap tubuh, kemampuan verbal, ikatan sosial, kontrol

perasaan, dan pembuatan keputusan medis (Sinnott & Shifren, 2001 dalam Miller,

2012). Faktor sosial dan kesehatan seperti pendidikan dan kemiskinan, kurangnya

akses terhadap nutrisi yang baik, pelayanan kesehatan dan sosial, serta pekerjaan

umumnya menjadi kelemahan wanita dibandingkan dengan pria selama hidup

mereka.

Selain itu, teori ini juga memiliki keterkaitan dengan teori yang dibahas

sebelumnya yakni gerotransenden. Menurut Tornstam, pria dan wanita mengalami

perkembangan gerotransenden secara berbeda, yakni wanita akan lebih berkembang

setelah usia 75 tahun, sedangkan pria tidak (Melin-johansson, 2014). Beberapa studi

juga menemukan bahwa wanita memiliki pendekatan lebih kuat terhadap Tuhan

(Cicirelli, 2004 dalam Consedine & Fiori, 2009). Selain itu, wanita cenderung

memiliki sistem pendukung lebih banyak dibanding pria. Pria menerima dukungan

emosional terbesar dari seorang istri, sedangkan wanita mendapatkannya dari

anakanaknya, teman-temannya, dan keluarga besarnya (Gurug, Taylor, & Seeman,

2003 dalam Consedine & Fiori, 2009). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa wanita lebih mudah mendapatkan rasa damai saat menua dibandingkan dengan

pria.

Implikasi keperawatan

Dalam mengintegrasikan teori gender and aging dalam praktik keperawatan

tentu saja perawat harus lebih memperhatikan perbedaan dasar pada gender

contohnya seperti inteligensi, kepribadian,kemampuan diri, sikap tubuh, kemampuan

verbal, ikatan sosial, kontrol perasaan, dan sebagainya karena gender dipahami

sebagai pola yang kompleks dan berbeda dari peran, tanggung jawab, norma, nilai-

nilai, kebebasan, dan keterbatasan yang mendefinisikan "maskulin" dan "feminin"

sepanjang perjalanan hidup . Ada perbedaan yang signifikan antara pria dan wanita

dalam proses penuaan,perawat harus lebih menyesuaikan tindakan dalam melakukan

intervensi kepada lansia sesuai dengan gender mereka agar lansia mendapatkan hasil

yang efektif dari pengimplementasian intervensi yang sudah dibuat. Contohnya saja

dalam hal permasalahan peranan gender dalam kehidupan ekonomi lansia di masa

pensiun , wanita dan pria akan mendapatkan masalah yang berbeda, perempuan usia

65 tahun ke atas memiliki kemungkinan dua kali lebih besar daripada laki-laki untuk

memiliki status tidak kawin, janda, bercerai, berpisah atau tidak pernah kawin, dan

hidup sendirian. Selain itu, besar kemungkinan perempuan yang lebih tua akan berada

dalam keadaan hidup miskin daripada laki-laki yang lebih tua, sedangkan perempuan

yang tidak kawin dan hidup sendirian lebih dimungkinkan untuk hidup miskin di usia

tua mereka. Tingkat kemiskinan pada perempuan yang hidup sendirian mendekati

empat kali lebih besar daripada tingkat kemiskinan perempuan yang berstatus kawin.
Perempuan juga lebih kurang dimungkinkan daripada laki-laki untuk terlibat dalam

pekerjaan penuh waktu sepanjang tahun. Keterbatasan ekonomi pada lansia wanita

akan memperngaruhi perilaku pencarian pelayanan kesehatan.

Implikasi Keperawatan Teori Psikologi

Mengintegrasikan teori psikologis penuaan ke dalam praktek keperawatan

lansia menjadi makin penting setelah populasi berlanjut menua. Generasi sekarang

dan mendatang dapat belajar dari masa lalu. Lansia harus didorong untuk melibatkan

diri dalam proses life review; hal ini dapat dicapai dengan menggunakan sejumlah

teknik seperti mengenang (reminiscence), oral histories, dan tutur cerita (story

telling). Melihat kembali pencapaian atau kegagalan masa lalu penting untuk

membantu lansia memenuhi tugas perkembangan (misalnya dalam ego integrity),

untuk meningkatkan harga diri, dan untuk memahami bahwa seseorang tidak hidup

dalam kesia-siaan (Lueckenotte, 2000).

Setelah perawat menerapkan teori psikologis ke dalam perawatan lansia di

berbagai tatanan, perawat membantu menghilangkan banyak mitos tentang menjadi

tua. Jika seorang lansia membicarakan tentang pensiun, mengkhawatirkan tentang

ruang kehidupan fisik, atau bahkan rencana pengaturan pemakaman, semuanya

merupakan bagian tugas perkembangan yang tepat bagi kelompok usia ini. Perawat

tidak boleh mencoba untuk mengganti topik atau berusaha untuk membantu lansia

agar tidak terlalu ”tidak sehat/ waras”, perawat harus memahami bahwa setiap tahap

kehidupan mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai. Perawat tidak boleh
menghambat pencapaian ini, perawat harus berupaya untuk menfasilitasi pencapaian

tugas perkembangan mereka. Perawat juga harus meyakini bahwa fungsi intelektual

tetap berlanjut utuh pada kebanyakan lansia. Anak muda dapat memperoleh banyak

hal dengan melihat seorang lansia, mendengarkan bagaimana mereka berkoping

terhadap pengalaman hidup, dan mendiskusikan masa depan mereka dengan lansia

(Lueckenotte, 2000).

Sebagaimana psikolog humanis yang lain, Maslow berfokus pada potensi

manusia, yang menata satu pondasi yang efektif dan positif untuk interaksi

perawatklien. Teori Maslow juga menata prioritas unutk perawat terkait kebutuhan

klien. Menerapkan teori Maslow, perawat memahami bahwa elemen dasar seperti

makanan, air, oksigen, eliminasi, dan istirahat harus terpenuhi sebelum kebutuhan

aktulisasi diri. Perawat memahami sebagai contoh bahwa pendidikan klien akan lebih

berhasil jika kien sudah beristirahat dengan baik (Carson, Arnold, 1996 dikutip dari

Lueckenotte, 2000).

Dalam merencanakan aktivitas untuk lansia, perawat perlu mengingat bahwa

setiap individu menikmati perasaan dibutuhkan dan dihormati serta dipertimbangkan

sebagai anggota masyarakat yang berperan. Aktivitas seperti mengumpulkan satu oral

history, menciptakan sebuah lukisan dinding, atau menulis satu kejadian tertentu atau

bahkan masa hidup individual dapat membantu meningkatkan perasaan di atas.

Aktivitas ini tidak hanya dapat memberikan penghargaan bagi individu lansia, tetapi

hal ini juga akan tukar menukar informasi dari satu generasi ke generasi berikutnya;

ini adalah tugas penting yang sering terlupakan (Lueckenotte, 2000).


Program interaksi yang promotif antara lansia dengan orang muda terbukti

bermanfaat bagi semua pihak yang terlibat. Bagi beberapa lansia, merawat anak-anak

kecil mewakili satu masa bahagia dalam hidup mereka. Bergoyang-goyang,

mengasuh, dan bermain bersama anak dapat membawa kembali perasaan bermakna

dan dibutuhkan. Aspek sentuhan dari aktivitas ini juga penting dalam mengurangi

stress, banyak lansia tidak lama mengalami tipe kontak fisik tertentu yang berarti

dengan orang lain, padahal semua individu membutuhkan jenis kontak fisik tertentu

(Lueckenotte, 2000).

Setelah ketajaman penglihatan dan ketrampilan tangan berkurang, banyak

lansia menikmati waktu untuk memasak atau bekerja di kebun. Seringkali perasaan

kotor antar jari merelaksasi dan membawa kembali ingatan tentang bunga yang indah

dan sayuran (Lueckenotte, 2000). Demikian halnya dapat dilakukan aktivitas-

aktivitas lain yang masih bias dilakukan oleh lansia.

KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik tentang hubungan antara penuaan dan proses

penyakit mencakup:

i. Penuaan biologis mempengaruhi semua organisme hidup.

ii. Penuaan biologis adalah alami, tak terelakkan, tak dapat diubah, dan pro-

penyimpangan dengan waktu.

iii. Proses penuaan berbeda-beda pada setiap orang.

iv. Tingkat penuaan pada berbagai organ dan jaringan berbeda pada setiap

individu

v. Penuaan biologis merupakan proses intrinsik yang mengentaskan faktor-faktor

eksternal tetapi sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non-biologi.

vi. Proses penuaan biologis berbeda dengan proses patologis.

Terkena sinar ultraviolet adalah contoh lain dari zat penyebab raptuknya sel, yang

dapat menimbulkan mutasi dan kanker kanker. Untuk mengurangi kerusakan radikal

bebas, perawat juga dapat menyarankan para pasien untuk menyantap makanan

bervarias dan menggunakan piramida fod sebagai panduan dan menyarankan

suplemen dengan antloxidants seperti vitamin C dan E (Goldstein, 1993).

Kegiatan fisik terus memainkan peranan penting dalam kehidupan orang dewasa

yang lanjut usia. Rutinitas harian perlu te menggabungkan peluang besar untuk

kemampuan yang sudah ada, memperkuat otot, dan mencegah pemulihan otot lebih

lanjut dari tidak digunakan, mendorong dewasa dewasa ta untuk berpartisipasi dalam

kegiatan mungkin merupakan tantangan untuk meredam berinteraksi dengan para

pasien ini (Carter, 2003),.


Melakukan aktuasi kehidupan sehari-hari (ADLs) memerlukan penggunaan

ekstremitas, latihan harian yang meningkatkan kekuatan dan kecekatan tangan atas

berkontribusi pada kemampuan orang dewasa yang lebih tua untuk melakukan

kegiatan berpakaian dan merendahkan. Bahkan, berbagai aktivitas yang bersifat

fundamental seperti pernapasan yang dalam menambah aliran oksigen ke otak,

sehingga mereka dapat meningkatkan kesadaran mental yang jelas, meminimalkan

pusing, dan meningkatkan stamina dengan aktivitas.


DAFTAR PUSTAKA

Lueckenotte, A.G (2000). Gerontologic Nursing, 2nd Ed. St. Louis : Mosby

Maryam, R. Siti, dkk. 2012. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba


Medika.

Miller, Carol A. 2012. Nursing for Wellness in Older Adults 6th Edition. Philadelphia:
Lippincott williams & wilkins

Mubarak, Iqbal Wahit, dkk. 2012. Ilmu Keperawatan Komunitas: Konsep dan Aplikasi,
Buku 2. Jakarta: Salemba Medika.

Mujahidullah, Khalid. 2012. Keperawatan Gerontik: Merawat Lansia dengan Cinta dan


Kasih Sayang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Stanley, Mickey dan Patricia Gauntlett Beare. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik,
Edisi 2.  Jakarta: EGC.
Sunaryo, dkk. 2015. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Tamher, S., dan Noorkasiani. 2011. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai