Anda di halaman 1dari 35

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Penyayang dengan selesainya penyusunan Modul Investigasi Lokasi Rawan
Kecelakaan dan Penanggulangannya. Modul ini disusun untuk memenuhi
kebutuhan peserta pendidikan dan pelatihan di bidang jalan yang berasal dari
kalangan pegawai pemerintah daerah dan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Modul Investigasi Lokasi Rawan Kecelakaan dan Penanggulangannya ini disusun


dalam 3 (tiga) bab yang terdiri dari Pendahuluan dan Kegiatan Belajar.
Penyusunan modul yang sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta
pelatihan dalam memahami segala kebutuhan terkait jalan berkeselamatan.
Penekanan orientasi pembelajaran pada modul ini diisi oleh adanya pergeseran
aktivitas peserta latih dan pelatih yakni dengan menonjolkan peran serta aktif
peserta latih.

Akhirya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada tim
penyusun atas tenaga dan pikiran yang dicurahkan untuk mewujudkan modul ini.
Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Harapan kami tidak lain modul ini dapat
memberikan manfaat.

Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Jalan, Perumahan,


Permukiman, dan Pengembangan Infrastruktur Wilayah

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA i


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ..............................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. iv
DAFTAR TABEL ........................................................................................................v
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ....................................................................... vi
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 2
1.2. Deskripsi Singkat ................................................................................... 2
1.3. Standar Kompetensi .............................................................................. 2
1.4. Kompetensi Dasar ................................................................................. 2
1.5. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok .................................................... 3
1.6. Estimasi Waktu ...................................................................................... 3
BAB 2 INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN................................................ 4
2.1. Latar Belakang ....................................................................................... 5
2.2. Definisi Titik atau Lokasi Rawan Kecelakaan ......................................... 6
2.3. Menyusun Daftar Lokasi Rawan Kecelakaan ......................................... 6
2.4. Langkah-Langkah Investigasi Lokasi Rawan Kecelakaan ....................... 7
2.5. Rangkuman.......................................................................................... 11
2.6. Latihan ................................................................................................. 12
BAB 3 PENANGGULANGAN LOKASI RAWAN KECELAKAAN ................................. 13
3.1. Menyusun Desain Penanggulangan .................................................... 14
3.2. Menghitung Biaya dan Manfaat .......................................................... 15
3.3. Rangkuman.......................................................................................... 18
3.4. Latihan ................................................................................................. 18

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA ii


DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 19
GLOSARIUM......................................................................................................... 20

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA iii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Data Kecelakaan di Provinsi Jawa Timur pada Tahun 2013-2014 ........ 7
Gambar 2 Langkah-Langkah dalam Investigasi Lokasi Rawan Kecelakaan ........... 8
Gambar 3 Diagram Tabrakan menunjukkan Lokasi Banyak Kecelakaan di Sudut
Sebelah Kanan yang Terjadi di Persimpangan Jalan ........................... 9

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA iv


DAFTAR TABEL

Tabel 1 Matriks Faktor Kecelakaan ..................................................................... 10


Tabel 2 Contoh Usulan Penanganan ................................................................... 15
Tabel 3 Ukuran Rambu Berdasarkan Kecepatan ................................................. 17

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA v


PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Petunjuk penggunaan modul Diklat Jalan Berkeselamatan ini digunakan untuk


mempermudah peserta dalam memahami materi Investigasi Lokasi Rawan
Kecelakaan dan Program Penanggulangannya. Adapun teknik penggunaannya
adalah sebagai berikut:
1. Peserta Diklat Jalan Berkeselamatan membaca dengan seksama setiap
bab dan coba dibandingkan dengan pedoman dari peraturan yang ada
dan ketentuan terkait, kemudian disesuaikan dengan pengalaman
peserta yang telah dialami di lapangan.
2. Jawablah pertanyaan dan latihan, apabila masih belum dapat menjawab
dengan sempurna, hendaknya peserta Diklat Jalan Berkeselamatan
latihan mengulang kembali materi yang belum dikuasai
3. Selanjutnya buatlah rangkuman, kemudian buatlah latihan dan diskusi
dengan sesama peserta Diklat Jalan Berkeselamatan untuk
memperdalam materi.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA vi


BAB 1
PENDAHULUAN

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 1


1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang


Di dalam memasuki era globalisasi sangat diperlukan peningkatan kualitas
sumber daya manusia agar mampu berkompetisi dalam persaingan global. Hal ini
mengisyaratkan bahwa peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
perilaku aparatur harus menjadi prioritas utama. Salah satu upaya yang dianggap
strategis dalam peningkatan profesionalisme Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah
melalui Pendidikan dan Pelatihan Jalan Berkeselamatan.
Dengan demikian para ASN Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan
Rakyat yang selanjutnya disebut Kementerian PUPR umumnya dan khususnya
ASN Direktorat Jenderal Bina Marga (Ditjen Bina Marga) diharapkan mampu
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat melalui prinsip jalan
berkeselamatan.

1.2. Deskripsi Singkat


Mata Diklat ini membekali peserta dengan pengetahuan tentang investigasi
lokasi rawan kecelakaan dan program penanggulangannya, yang meliputi
Investigasi Lokasi terdiri dari definisi lokasi rawan kecelakaan, menyusun daftar
lokasi, dan langkah-langkah melaksanakan investigasi lokasi rawan kecelakaan,
serta Program Penanggulangannya yang terdiri dari menyusun desain dan
menghitung biaya dan manfaat penanggulangan. Disajikan dengan menggunakan
metoda pelatihan orang dewasa (andragogi) yang meliputi ceramah, tanya
jawab, pemaparan dan diskusi.

1.3. Standar Kompetensi


Setelah mengikuti pembelajaran ini para peserta diharapkan mampu
menjelaskan investigasi lokasi rawan kecelakaan dan program
penanggulangannya.

1.4. Kompetensi Dasar


Kompetensi dasar yang akan dicapai dari pembelajaran ini antara lain:

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 2


1. Peserta mampu memahami langkah-langkah investigasi lokasi rawan
kecelakaan
2. Peserta mampu memahami cara-cara penanggulangan lokasi rawan
kecelakaan serta menghitung biaya manfaatnya.

1.5. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


Dalam modul Investigasi Lokasi Rawan Kecelakaan dan Program
Penanggulangannya ada 2 (dua) materi yang akan dibahas, yaitu:
1. Investigasi Lokasi Rawan Kecelakaan, meliputi:
a. Definisi Titik atau Lokasi Rawan Kecelakaan
b. Menyusun Daftar Prioritas Lokasi Rawan Kecelakaan
c. Langkah-Langkah Melakukan Investigasi Rawan Kecelakaan
2. Penanggulangan Lokasi Rawan Kecelakaan, meliputi:
a. Menyusun Desain Penanggulangan Lokasi Rawan Kecelakaan
b. Menghitung Biaya dan Manfaat Penanggulangan

1.6. Estimasi Waktu


Alokasi waktu yang diberikan untuk pelaksanaan kegiatan belajar mengajar untuk
mata diklat “Investigasi Lokasi Rawan Kecelakaan dan Program
Penanggulangannya” pada peserta diklat teknis ini adalah 4 (empat) jam
pelajaran.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 3


BAB 2
INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 4


2. Investigasi Lokasi Rawan Kecelakaan

Indikator keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat


diharapkan mampu menjelaskan cara-cara menginvestigasi
lokasi rawan kecelakaan.

2.1. Latar Belakang


Terdapat perbedaan mendasar antara penyelidikan titik rawan kecelakaan dan
audit keselamatan jalan. Penyelidikan titik rawan kecelakaan (proses reaktif)
menggunakan data tabrakan untuk mencari pola tabrakan di suatu titik rawan
kecelakaan. Penyelidikan ini kemudian mengembangkan tindakan terpadu yang
biayanya murah untuk mengurangi keparahan tabrakan pada masa mendatang.
Audit keselamatan jalan menerapkan keahlian dan pertimbangan teknis yang
sama, namun dalam tahap perancangan proyek pembangunan jalan (proses
proaktif) untuk mencegah tabrakan ketika jalan sudah dibangun.
Banyak lokasi jalan di Indonesia menjadi tempat sejumlah tabrakan. Jalan itu
dapat berupa jalan raya atau jalan kampung, dan lokasinya dapat berupa
persimpangan ataupun tikungan, atau potongan blok tengah. Terkadang Polisi
memiliki data tabrakan yang layak dari tabrakan yang pernah terjadi di “titik
rawan kecelakaan” ini, adakalanya tidak ada data sama sekali.
Salah satu tugas ahli rekayasa keselamatan jalan yang paling berguna dan
produktif adalah menyelidiki dan memperbaiki sebuah titik rawan kecelakaan.
Perbaikan yang biayanya murah pada titik rawan kecelakaan dapat menghasilkan
reduksi tabrakan yang sangat menguntungkan.
Proses penyelidikan titik rawan kecelakaan bertujuan untuk mengembangkan
tindakan pencegahan terpadu yang biayanya murah, namun manfaatnya banyak,
yang dapat diterapkan di lokasi sehingga dapat mengurangi jumlah dan
keparahan tabrakan pada masa datang.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 5


2.2. Definisi Titik atau Lokasi Rawan Kecelakaan
Terminologi “titik rawan kecelakaan” berkembang bertahun-tahun yang lalu
ketika Polisi menggunakan pin berwarna hitam untuk menandai lokasi tabrakan
di jalan yang berakibat fatal di sebuah peta gantung. Lambat laun, lokasi tabrakan
paling parah begitu banyak sehingga warna hitam mendominasi peta. Maka,
lahirlah istilah “blackspot”. Kini istilah itu tetap digunakan untuk menggambarkan
lokasi tempat paling banyak terjadi tabrakan fatal atau tabrakan dengan korban
cedera terbanyak. Definisi tentang berapa banyak tabrakan terjadi di suatu lokasi
agar menjadi titik rawan kecelakaan berbeda dari satu negara ke yang lain. Awal
dari program titik rawan kecelakaan adalah mendefinisi sebuah titik rawan
kecelakaan. Untuk memulainya, lokasi titik rawan kecelakaan dapat berupa
persimpangan, potongan blok tengah, atau potongan di jalan. Semua lokasi
memiliki sejarah tabrakan–beberapa dilaporkan, lainnya tidak dilaporkan.
 Membuat daftar semua “lokasi jalan yang bermasalah keselamatan”
yang diketahui.
 Menghitung semua tabrakan fatal yang diketahui di setiap lokasi selama
2-3 tahun terakhir dan memberi masing-masing nilai 10.
 Menghitung semua tabrakan yang berakibat parah di setiap lokasi selama
2-3 tahun terakhir dan memberi masing-masing nilai 5.
 Menghitung semua tabrakan lain yang diketahui di titik rawan
kecelakaan selama 2-3 tahun terakhir dan memberi masing-masing nilai
1.
 Menjumlahkan semua nilai.
 Mengulangi langkah ini untuk semua titik rawan kecelakaan yang
diketahui di seluruh wilayah, misalnya dalam satu provinsi.
 Sebagai patokan awal, diambil kesepakatan nilai 30 telah dapat
dikategorikan sebagai Lokasi Rawan Kecelakaan, dengan segmen jalan
berkisar 300-500 meter.

2.3. Menyusun Daftar Lokasi Rawan Kecelakaan


Apabila telah selesai mendata 30, 40, atau 50 titik, urutkan semua lokasi dalam
sebuah tabel mulai jumlah nilai tertinggi hingga yang terendah. Dengan cara
demikian, diperoleh daftar semua lokasi di suatu provinsi, dimulai dari yang
bernilai tertinggi sampai yang terendah. Daftar lokasi tabrakan tersebut

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 6


digunakan untuk mengarahkan ke lokasi yang paling berpotensi memperoleh
manfaat dari tindakan pencegahan titik rawan kecelakaan. Gambar 1 di bawah
ini adalah lokasi tabrakan di seluruh Jawa Timur yang sudah diplot di peta yang
dikerluarkan oleh Ditjen. Bina Marga. Pada gambar ini terlihat jenis kecelakaan
fatal, luka berat dan luka ringan pada jalan nasional, provinsi atau jalan lainnya.

Gambar 1 Data Kecelakaan di Provinsi Jawa Timur pada Tahun 2013-2014

2.4. Langkah-Langkah Investigasi Lokasi Rawan Kecelakaan


Ahli teknik yang menyelidiki titik rawan kecelakaan mencari pola tabrakan di titik
tersebut. Untuk menemukan pola itu dan menyusun tindakan pencegahan yang
hemat sehingga layak didanai, harus bekerja cermat dalam proses yang
sederhana, langkah demi langkah. Tindakan penanggulangan yang biayanya
murah, manfaatnya banyak, harus diutamakan. Siapa pun dapat
mengembangkan tindakan penanggulangan terpadu yang mahal, atau yang
manfaat keselamatannya dipertanyakan.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 7


Gambar 2 Langkah-Langkah dalam Investigasi Lokasi Rawan Kecelakaan

Mulai dari lokasi dengan skor tertinggi, kemudian turun ke daftar di bawahnya–
satu per satu–menyelidiki setiap lokasi secara rinci (menggunakan proses yang
digambarkan di atas pada Gambar 2).
Dapatkan informasi sebanyak mungkin tentang lokasi pertama dalam daftar.
Caranya, pertama berdiskusi dengan Polantas setempat untuk minta catatan
berbagai tabrakan di titik rawan kecelakaan–setidaknya selama 2-3 tahun
terakhir (jika mungkin lebih lama). Polantas berperan penting dalam mencatat
informasi tentang tabrakan. Hal ini penting karena ahli rekayasa keselamatan
jalan tanpa data tabrakan yang andal, sulit untuk merencanakan tindakan
pencegahan hemat biaya, di titik rawan kecelakaan.
Baca data tabrakan milik Polisi dengan teliti dan olahlah data demikian rupa
sehingga dapat membantu untuk langkah selanjutnya, yaitu mendiagnosis
tabrakan.
Mengumpulkan Semua Data pada Suatu Lokasi Tertentu
Apabila beberapa titik rawan kecelakaan tidak memiliki catatan tabrakan yang
cukup di Polisi (atau di beberapa kasus mungkin tidak ada data tercatat),
selanjutnya harus berbicara dengan penduduk setempat yang tinggal atau

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 8


bekerja di sekitar titik rawan kecelakaan agar dapat mengembangkan gambaran
mengenai pola tabrakan di lokasi itu. Penduduk setempat sering kali tahu banyak
perihal tabrakan di lokasi itu meskipun kadang-kadang melebih-lebihkan (atau
melupakan) beberapa rincian. Bagaimanapun, sering kali dapat memberikan
sebuah ide bagus mengenai kemungkinan tabrakan terjadi pada pagi hari, siang
hari, sore hari, atau malam hari. Tidak masalah dari mana data tentang tabrakan
itu berasal, semua merupakan data dan dapat digunakan untuk membantu
mendiagnosis masalah tabrakan. Mungkin tidak sempurna, dan tentunya harus
berhati-hati terhadap beberapa informasi dari penduduk setempat. Namun
dengan waktu dan pemikiran, sangat mungkin untuk membentuk seperangkat
data yang masuk akal mengenai terjadinya tabrakan di titik rawan kecelakaan.
Membuat diagram dan matriks faktor tabrakan
Sebuah diagram tabrakan merupakan sketsa titik rawan kecelakaan yang
memperlihatkan arah pergerakan kendaraan atau pejalan kaki pada saat
tabrakan. Diagram tabrakan digunakan untuk mencari pola tabrakan.

Gambar 3 Diagram Tabrakan menunjukkan Lokasi Banyak Kecelakaan di Sudut


Sebelah Kanan yang Terjadi di Persimpangan Jalan

Sebuah diagram tabrakan tidak memberi petunjuk apa pun tentang pola lain,
seperti waktu terjadinya tabrakan, kondisi cuaca, orang yang terlibat di dalam
tabrakan, atau pola lain. Untuk menemukan pola lain itu, gunakan sebuah matrik
faktor tabrakan.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 9


Tabel 1 Matriks Faktor Kecelakaan

Jumlah
Kecelakaan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Tanggal/Bulan 13/7 04/9 19/12 08/6 03/7 07/11 30/12 27/2 03/5 24/7 18/4 21/5 14/6 20/8
Hari sab rab kam min kam jum sel jum min jum min jum sen jum
Waktu
1700 1855 1530 1900 1345 2145 1900 1220 1800 2000 1845 1610 1735 1855
Tingkat 3 3 2 3 2 1 3 3 1 2 3 2 2 3
Keparahan

Kondisi Caha
ya Basah Basah Kering Kering Basah Kering Kering Kering Kering Kering Kering Kering Basah Kering mobil
Kondisi Jalan
s/m mobil mobil mobil mobil mobil mobil mobil s/m mobil mobil van mobil
Kendaraan 1
s/m mobil truk s/m mobil mobil mobil truk mobil s/m mobil mobil s/m mobil
Kendaraan 2
mobil mobil mobil
Kendaraan 3
U S U S U S S S S S U S U S
Arah 1
T B T B B, T B T B,U T B B,T B B W
Arah 2 (&3)
pengemudi kecepatan hujan lebat
tanpa SIM tinggi
Lain-lain

Matriks faktor tabrakan adalah tabel yang merangkum fakta setiap tabrakan.
Setiap kolom di dalam matriks (di bawah ini) menampilkan satu tabrakan. Baris
menampilkan berbagai faktor seperti waktu dalam sehari, hari dalam seminggu,
cuaca, jenis kendaraan, jenis tabrakan. Isi matriks dibatasi oleh jumlah data
tabrakan yang tersedia.
Dianogsis Masalah Tabrakan
Di sini tim penyelidik titik rawan kecelakaan perlu menjadi “dokter” untuk
memanfaatkan serangkaian peralatan yang tersedia dan untuk menyelidiki pola
tabrakan di titik rawan kecelakaan (“pasien”). Sebuah titik rawan kecelakaan
dapat dianggap sebagai lokasi yang “sakit” dalam jaringan jalan, paling tidak
dalam pengertian keselamatan jalan. Seorang ahli rekayasa keselamatan jalan
melakukan tindakan yang sama terhadap lokasi (titik rawan kecelakaan) yang
“sakit” dalam jaringan jalan. Pertama, ahli teknik harus menemukan masalahnya.
Ini merupakan tantangan karena berlainan dengan pasien manusia, titik rawan
kecelakaan tidak dapat bicara! Namun, dengan memeriksa lokasi, dengan
mempelajari data tabrakan, dan dengan memeriksa kondisi lokasi, seorang ahli
rekayasa keselamatan jalan dapat membuat sebuah keputusan yang jelas
mengenai sumber masalah tabrakan. Artinya, menilai peran yang dimainkan
lingkungan jalan dalam pola tabrakan di titik rawan kecelakaan.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 10


Menginspeksi Lokasi
Berbekal informasi yang diperoleh dari diagram tabrakan dan matriks faktor
tabrakan, tim penyelidik kemudian mengunjungi lokasi dan memeriksanya saat
tabrakan telah terjadi. Jika pola utama tabrakan merupakan pola malam hari,
sebaiknya juga memeriksa lokasi itu pada malam hari. Jika masalah tabrakan
merupakan masalah akhir pekan, periksa lokasi pada akhir pekan.
Memang tidak mungkin menyaksikan tabrakan itu. Namun, dapat melihat jenis
kendaraan, pemakai jalan, dan kecepatan lalu lintas. Juga akan dapat mengamati
beberapa konflik lalu lintas utama di titik rawan kecelakaan itu. Harus melihat
lingkungan jalan dengan mata segar. Mengajukan pertanyaan, apakah ada
sesuatu yang dapat menyesatkan beberapa pemakai jalan di lokasi ini? Apakah
bus menghalangi visibilitas di persimpangan? Apakah pejalan kaki memiliki
tempat menunggu yang aman? Apakah persimpangan itu tampak jelas bagi
semua pemakai jalan? Apakah tikungan itu didelineasi dengan baik, atau apakah
beberapa pengemudi/pengendara akan terkejut dengan ketajamannya.

2.5. Rangkuman
1. Terdapat perbedaan mendasar antara penyelidikan titik rawan
kecelakaan dan audit keselamatan jalan. Penyelidikan titik rawan
kecelakaan (proses reaktif) menggunakan data tabrakan untuk mencari
pola tabrakan di suatu titik rawan kecelakaan. Penyelidikan ini
kemudian mengembangkan tindakan terpadu yang biayanya murah
untuk mengurangi keparahan tabrakan pada masa mendatang. Audit
keselamatan jalan menerapkan keahlian dan pertimbangan teknis yang
sama, namun dalam tahap perancangan proyek pembangunan jalan (
proses proaktif) untuk mencegah tabrakan ketika jalan sudah
dibangun.
2. Istilah lokasi rawan kecelakaan atau “blackspot” digunakan untuk
menggambarkan lokasi tempat paling banyak terjadi tabrakan fatal
atau tabrakan dengan korban cedera terbanyak yang dikuantitaskan
dalam angka.
3. Terdapat 8 langkah dalam menginvestigasi lokasi rawan kecelakaan.
4. Dalam mendiagnosis masalah tabrakan, dapat dibantu dengan diagram
tabrakan dan matriks faktor kecelakaan.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 11


2.6. Latihan
1. Apa perbedaan antara investigasi lokasi rawan kecelakaan dan audit
keselamatan jalan?
2. Sebutkan definisi lokasi rawan kecelakaan/blackspot!
3. Uraikan langkah-langkah dalam menginvestigasi lokasi rawan
kecelakaan!
4. Jelaskan diagram tabrakan!
5. Jelaskan matriks faktor kecelakaan!

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 12


BAB 3
PENANGGULANGAN LOKASI RAWAN
KECELAKAAN

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 13


3. Penanggulangan Lokasi Rawan Kecelakaan

Indikator Keberhasilan

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diklat


diharapkan mampu:

- menjelaskan cara penyusunan desain penanggulangan


lokasi rawan kecelakaan

- menjelaskan perhitungan biaya dan manfaat


penanggulangan lokasi rawan kecelakaan

3.1. Menyusun Desain Penanggulangan


Jika memungkinkan, perlu memahami pola tabrakan yang dominan,
menggunakan tindakan penanggulangan/penanganan termurah yang efektif. Di
sinilah keahlian seorang ahli rekayasa keselamatan jalan paling sering digunakan.
Pertimbangan, pemikiran yang logis dan jelas, merupakan keahlian penting yang
harus diterapkan saat ini. Usahakan untuk menghindari tindakan penanganan
yang mahal dan rumit.
Pemilihan teknik penanganan harus sedemikian agar teknis tersebut memiliki
pengaruh signifikan dalam mengurangi kecelakaan dan juga fatalitas. Sedapat
mungkin tidak mengakibatkan timbulnya tipe kecelakaan lain dan tidak
mengakibatkan dampak terhadap kinerja jalan, seperti kemacetan. Berkaitan
dengan hal-hal tersebut, maka perlu diperhatikan:
 teknik penanganan dipilih berdasarkan tingkat pengurangan kecelakaan
yang optimal terhadap faktor-faktor penyebab kecelakaan yang
teridentifikasi.
 pemilihan teknik penanganan sangat bergantung pada tipe kecelakaan
dan penyebabnya, yang dinilai lebih mendominasi tipe lainnya.
 pada umumnya, desain penanggulangan merupakan satu paket
penanganan yang terdiri dari beberapa kegiatan.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 14


 satu paket penanganan yang optimal merupakan serangkaian teknik
penanganan yang terintegrasi satu sama lain yang dapat menghasilkan
tingkat pengurangan kecelakaan (lihat tabel 3 faktor reduksi tabrakan)
yang lebih maksimal.
Sebagai contoh teknik penanganan, lihat tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Contoh Usulan Penanganan

Berdasarkan rekomendasi penanggulangan yang dikembangkan oleh tim


rekayasa keselamatan jalan, menyusun draf usulan paket penanganan. Pastikan
bahwa desain tidak menyimpang dari rekomendasi paket penanganan yang
dimaksudkan, yang telah disusun oleh tim penyelidik tabrakan.

3.2. Menghitung Biaya dan Manfaat


Rambu yang efektif harus memenuhi hal-hal berikut:
1. Memenuhi kebutuhan.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 15


2. Menarik perhatian dan mendapat respek pengguna jalan.
3. Memberikan pesan yang sederhana dan mudah dimengerti.
4. Menyediakan waktu cukup kepada pengguna jalan dalam memberikan
respon.
Ukuran rambu bergantung pada jarak keterbacaan legenda, dan waktu yang
diperlukan untuk membacanya.
Rambu harus terlihat dan terbaca dari suatu jarak berkendara, ekuivalen dengan
waktu membaca. Jarak maksimal keterbacaan rambu, dengan anggapan bahwa
tidak ada gangguan objek yang menghalangi, dapat diperhitungkan. Jarak
minimal keterbacaan rambu bergantung pada perpindahan sudut dari garis
pandang lurus-ke-depan pengemudi. Penelitian menunjukkan bahwa begitu
sebuah rambu berada di luar sudut pandang sejauh 10 derajat di sisi mana pun,
atau 5 derajat di atas garis pandang lurus- ke-depan pengemudi, rambu tidak lagi
terbaca dengan nyaman.
Waktu yang dibutuhkan saat berkendara pada kecepatan lalu lintas tertentu
harus cukup bagi pengemudi untuk membaca pesan rambu. Waktu baca yang
diterima secara umum adalah dari 0,3 detik per kata untuk kata pendek,
sederhana dan dikenali (seperti kata-kata pada rambu peringatan atau perintah)
sampai 0,7 detik untuk kata yang kurang dikenal, seperti nama pada rambu
petunjuk arah.
Sebagai aturan umum:
 sediakan 2 detik agar rambu terbaca.
 sediakan 2 detik perjalanan antar rambu yang berurutan.
 batasi maksimal 5 baris informasi di semua rambu.
 hanya gunakan huruf standar.
 selalu gunakan material yang reflektif untuk bagian muka rambu.
Rambu harus berukuran memadai dan ditempatkan dengan benar, supaya
pengemudi dapat membaca dan mengambil tindakan sesuai pesannya. Jeda
antara rambu yang berturut-turut harus diatur supaya pengemudi dapat
mengerti pesan rambu itu. Sebagai panduan dasar, rambu berturut-turut harus
diberi jeda sedikitnya 0.6 V meter, dimana V adalah 85 persentil kecepatan
kendaraan yang melalui rambu dalam satuan km/jam.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 16


Ukuran daun rambu perlu memperhatikan kecepatan sebagai berikut:

Tabel 3 Ukuran Rambu Berdasarkan Kecepatan

Satu tiang hanya dapat dipasang maksimum 2(dua) daun rambu.


Bangunan, utilitas, media informasi, iklan, pepohonan, atau benda-benda lain
dilarang menghalangi keberadaan rambu berakibat mengurangi atau
menghilangkan arti rambu.
Pertimbangan yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan pemasangan
rambu:
1. Keseragaman bentuk dan ukuran rambu
Keseragaman dalam alat kontrol lalu lintas memudahkan tugas
pengemudi untuk mengenal, memahami dan memberikan respon.
Konsistensi dalam penerapan bentuk dan ukuran rambu akan
menghasilkan konsistensi persepsi dan respon pengemudi.

2. Desain rambu
Warna, bentuk, ukuran, dan tingkat retrorefleksi yang memenuhi standar
akan menarik perhatian pengguna jalan, mudah dipahami dan
memberikan waktu yang cukup bagi pengemudi dalam memberikan
respon.

3. Lokasi rambu
Lokasi rambu berhubungan dengan pengemudi sehingga pengemudi
yang berjalan dengan kecepatan normal dapat memiliki waktu yang
cukup dalam memberikan respon.

4. Operasi rambu

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 17


Rambu yang benar pada lokasi yang tepat akan memenuhi kebutuhan
lalu lintas dan penggunaannya perlu konsisten.

5. Pemeliharaan rambu
Pemeliharaan rambu diperlukan agar rambu tetap berfungsi baik.
Pemeliharaan rambu jalan dilaksanakan untuk memastikan kebutuhan
penggantian rambu jika diperlukan.

Pemeliharaan fisik perlengkapan jalan dimaksudkan untuk mempertahankan


kinerja ‘keterbacaan’ dan ‘keterlihatan’, agar fungsi rambu dapat dipertahankan
Pemeliharaan rambu dilakukan secara berkala dan insidentil.
 Pemeliharaan berkala dilakukan paling sedikit setiap 6 bulan: yaitu
dengan menghilangkan benda-benda yang mengganggu fungsi rambu
dan membersihkan rambu.
 Pemeliharaan insidentil dilakukan bila ada kerusakan rambu.
 Umur teknis rambu paling lama 5 tahun

3.3. Rangkuman
1. Pemilihan teknik penanganan harus sedemikian agar teknis tersebut
memiliki pengaruh signifikan dalam mengurangi kecelakaan dan juga
fatalitas. Sedapat mungkin tidak mengakibatkan timbulnya tipe
kecelakaan lain dan tidak mengakibatkan dampak terhadap kinerja
jalan, seperti kemacetan.
2. Dalam menghitung biaya dan manfaat penanganan lokasi rawan
kecelakaan, perlu mengetahui biaya kecelakaan dan faktor reduksi
tabrakan untuk setiap jenis penanganan.

3.4. Latihan
1. Sebutkan 2 contoh usulan penanganan, 1 di persimpangan dan 1 di
ruas jalan!
2. Bagaimana menghitung BCR?
3. Sebutkan contoh beberapa faktor reduksi tabrakan yang digunakan
untuk menghitung manfaat penanganan!

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 18


DAFTAR PUSTAKA

Undang Undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Jalan


Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006 Tentang Jalan
Instruksi Presiden Republik Indonesia No 4 Tahun 2013 Tentang Program decade
Aksi Keselamatan Jalan
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21 Tahun 2010 terkait dengan Tugas
dan Fungsi Audit Keselamatan Jalan
Instruksi Direktur Jenderal Bina Marga No. 02/in/db/2012 Tentang Panduan
Teknis Rekayasa Keselamatan Jalan
Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK)
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 13 Tahun 2014 tentang Rambu Lalu
Lintas
Direktorat Jenderal Bina Marga, 036/T/BM/1997, Manual Kapasitas Jalan
Indonesia, Departemen Pekerjaan Umum, 1997;
Direktorat Jenderal Bina Marga, No. 038/T/BM/1997, Perencanaan Geometrik
Jalan Antar Kota, Departemen Pekerjaan Umum, 1997;
Direktorat Jenderal Bina Marga, 032/T/BM/1999, Pedoman Perencanaan Jalur
Pejalan Kaki pada Jalan Umum, Departemen Pekerjaan Umum, 1999;
Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 19


GLOSARIUM

Abutmen/Kepala atau Pangkal Jembatan (Abutment): bangunan bawah


jembatan yang terletak pada kedua ujung jembatan, berfungsi sebagai
pemikul seluruh beban pada ujung bentang dan gaya-gaya lainnya yang
didistribusikan pada tanah pondasi.
Alat Pengendali Isyarat Lalu Lintas - APILL (Traffic Control Signal): perangkat
peralatan teknis yang menggunakan isyarat lampu untuk mengatur lalu lintas
orang dan/atau kendaraan di persimpangan atau pada ruas jalan.
APILL untuk pejalan kaki berupa:

 APILL yang Dioperasikan oleh Pejalan Kaki (Pedestrian Operated


Signals - Pos): APILL yang memiliki tiga aspek dan ditempatkan di
tengah blok antar simpang. APILL ini dilengkapi dengan tombol tekan
yang dipasang di tiang utamanya untuk memberi tahu kehadiran
pejalan kaki yang menunggu. Selain itu, ada tampilan isyarat penjalan
kaki menghadap ke seberang. Tampilan merah, kuning, dan hijau
untuk pengemudi/pengendara, sedangkan ikon manusia berdiri
berwarna merah atau manusia berjalan berwarna hijau untuk pejalan
kaki.
 Penyeberangan PELICAN (Pedestrian Light Controlled Crossing -
Pelican Crossing): tipe penyeberangan yang dioperasikan oleh pejalan
kaki, yang memiliki fase kuning berkedip yang ditampilkan sesaat
sebelum fase hijau bagi pengemudi.
 Penyeberangan PUFFIN (Pedestrian User Friendly Intelligent Crossing
- PUFFIN Crossing): penyeberangan ini beroperasi mirip APILL pejalan
kaki lainnya, namun memiliki detektor untuk menengarai kehadiran
pejalan kaki yang bergerak lambat (misal manula) sehingga mampu
menambah waktu jalan dan/atau waktu bebas APILL untuk
membantu mereka.
Alinyemen (Alignment): proyeksi garis sumbu jalan.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 20


 Alinyemen Horizontal (Horizontal Alignment): proyeksi garis sumbu
jalan pada bidang horizontal.
 Alinyemen Vertikal (Vertical Alignment): proyeksi garis sumbu jalan
pada bidang vertikal yang melalui sumbu jalan.
Area Bebas (Clear Zone): daerah di dekat lajur lalu lintas yang harus dijaga
terbebas dari hazard sisi jalan.
Audit Keselamatan Jalan (Road Safety Audit): suatu pemeriksaan formal
jalan atau proyek lalu lintas oleh tim ahli independen yang melaporkan
potensi kecelakaan dan kinerja keselamatan suatu ruas jalan (Austroads,
2009).
Bahu Jalan (Shoulder): bagian daerah manfaat jalan yang berdampingan
dengan jalur lalu lintas untuk menampung kendaraan yang berhenti,
keperluan darurat, dan untuk pendukung samping bagi lapis pondasi bawah,
dan lapis permukaan.
Bahaya Sisi Jalan: semua objek tetap yang terdapat di sisi jalan di dalam
daerah bebas yang dapat memperbesar tingkat keparahan kecelakaan.
Bundaran (Roundabout): persimpangan tempat kendaraan berjalan searah
mengelilingi pulau lalu lintas.
Caping (Crown): bentuk mahkota pada potongan melintang di dua lajur jalan
yang memiliki dua arah kemiringan melintang.
Efek Lapis Tipis Air (Aqua Planing): terjadi ketika ada lapis tipis air yang
menyelimuti roda sehingga kendaraan tergelincir tidak terkendali di jalan
yang basah.
Garis Pandang (Line of Sight): garis langsung pada pandangan tak terhalang
antara pengemudi dan sebuah objek dengan tinggi tertentu di atas jalan.
Jalan Terbagi (Divided Road): jalan dua arah yang dipisahkan dengan median,
pagar, atau objek fisik lain. Jalur Jalan (Carriageway): bagian jalan yang
diperuntukkan untuk lalu lintas kendaraan
Jarak Berhenti yang Berkeselamatan (Safe Stopping Distance - SSD): jarak
yang dibutuhkan oleh pengemudi kendaraan untuk menangkap hazard,
bereaksi, dan mengerem untuk berhenti. Untuk keperluan perancangan,
kondisi cuaca basah dan pengereman dengan roda terkunci diperhitungkan.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 21


Jarak Mendahului (Overtaking Distance): jarak yang dibutuhkan sebuah
kendaraan untuk mendahului kedaraan lain.
Jarak Mengerem (Braking Distance): jarak yang dibutuhkan oleh rem
kendaraan untuk menghentikan kendaraan.
Jarak Pandang (Sight Distance): jarak di sepanjang tengah-tengah suatu jalur
dari mata pengemudi ke suatu titik dimuka pada garis yang sama yang dapat
dilihat oleh pengemudi [RSNI T-14-2004].
Jarak Pandang Berkeselamatan di Persimpangan (Safe Intersection Sight
Distance - ISD): jarak pandang yang diperlukan pengendara pada jalan major
untuk mengamati kendaraan pada jalan minor sehingga dapat mengurangi
kecepatannya, atau berhenti bila diperlukan.
Jarak Pandang Henti (Stopping Sight Distance): jarak pandangan pengemudi
ke depan untuk berhenti dengan aman dan waspada dalam keadaan biasa,
didefinisikan sebagai jarak pandangan minimum yang diperlukan oleh
seorang pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu
melihat adanya halangan di depannya. Jarak pandang henti diukur
berdasarkan anggapan bahwa tinggi mata pengemudi adalah 108 cm dan
tinggi halangan adalah 60 cm diukur dari permukaan jalan [RSNI T-14-2004].
Jarak Pandang Manuver (Maneuver Sight Distance): jarak pandang yang
dibutuhkan oleh pengemudi kendaraan yang waspada untuk menyadari objek
di atas jalan dan melakukan tindakan menghindar.
Jarak Pandang Masuk (Entering Sight Distance - ESD): jarak pandang yang
diperlukan pengendara pada jalan minor untuk memotong/masuk ke jalan
major, tanpa mengganggu arus di jalan major.
Jarak Pandang Mendahului (Overtaking Sight Distance): jarak pandang yang
dibutuhkan oleh pengemudi untuk memulai dan menyelesaikan dengan
selamat manuver mendahului.
Jarak Pandang Pendekat (Approach Sight Distance - ASD): jarak pandang
henti pada suatu persimpangan.
Kanalisasi: sistem pengendalian lalu lintas dengan menggunakan pulau lalu
lintas atau marka jalan.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 22


Kecepatan Operasional (Operating Speed): 85 persentil kecepatan
kendaraan pada suatu waktu saat kondisi lalu lintas lancar yang
memungkinkan kendaraan untuk bebas memilih kecepatan.
Kecepatan Operasional Truk (Operating Speed of Trucks): kecepatan 85
persentil truk yang diukur pada suatu waktu saat kondisi lalu lintas lancar yang
memungkinkan kendaraan untuk bebas memilih kecepatan.
Kecepatan Rencana (Design Speed): kecepatan maksimum kendaraan yang
aman yang dapat dipertahankan sepanjang bagian jalan tertentu bila kondisi
sedemikian baik sehingga ketentuan desain jalan merupakan faktor yang
menentukan.
Kelandaian (Grade): kelandaian memanjang jalan yang dinyatakan dalam
persen.
Kemiringan Balik (Adverse Crossfall): kemiringan perkerasan yang terbalik di
tikungan horizontal akan menimbulkan gaya sentrifugal pada kendaraan
sehingga tidak mampu bertahan di jalur tikungan dan menimbulkan risiko
“keluar jalan”.
Kemiringan Galian atau Timbunan (Batter): kemiringan sisi jalan, rasionya 1
unit Vertikal (V) X lebih dari 1 unit Horizontal (H). Kemiringan ini dapat berupa
kemiringan galian (memotong lahan berbukit) atau kemiringan timbunan (di
jalan yang dibangun di atas lahan sekitarnya). Rasio kemiringan timbunan 4H
: 1V atau kurang dianggap layak dilalui, namun dengan kemiringan 6H : 1V
lebih baik untuk keselamatan sisi jalan.
Kemiringan Melintang (Crossfall): kemiringan melintang jalan untuk drainase
permukaan.
Lajur Belok (Turning Lane): lajur khusus untuk lalu lintas berbelok.
Lajur Lalu Lintas (Traffic Lane): bagian dari jalur tempat lalu lintas bergerak,
untuk satu kendaraan.
Lajur Mendahului (Overtaking Lane): lajur khusus yang memungkinkan
kendaraan lebih lambat didahului. Lajur ini harus diberi marka garis agar
semua lalu lintas diarahkan dahulu ke lajur sebelah kiri karena lajur tengah
digunakan untuk mendahului.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 23


Lajur Pendakian (Climbing Lane): lajur khusus yang disediakan pada bagian
ruas jalan yang melampaui panjang kritis tanjakan untuk menampung
kendaraan berat saat menanjak.
Lajur Penyelamat dengan Bantalan Penahan (Arrester Bed): fasilitas
keselamatan yang digunakan untuk melambatkan dan menghentikan
kendaraan dengan mengkonversi energi kinetiknya melalui pergeseran
agregat dalam gundukan pasir atau tanah keras. Bantalan penahan
merupakan perangkat keselamatan yang berguna di sisi jalan menurun yang
sering menimbulkan tabrakan truk dengan rem blong.
Lajur Percepatan (Acceleration Lane): lajur khusus yang berfungsi untuk
menyesuaikan kecepatan kendaraan pada saat bergabung dengan lajur cepat.
Lajur Tambahan (Auxiliary Lane): lajur yang disediakan khusus untuk belok
kiri/kanan, perlambatan/percepatan, dan tanjakan.
Lalu Lintas (Traffic): gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan
(prasarana yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang,
dan/atau barang yang berupa jalan dan fasilitas pendukung).
Lengkung Peralihan (Transition Curve): lengkung yang disisipkan diantara
bagian jalan yang lurus dan bagian jalan yang melengkung berjari-jari tetap R
dimana bentuk lengkung peralihan merupakan clothoide.
Lengkung Vertikal (Vertical Curve): bagian jalan yang melengkung dalam
arah vertikal yang menghubungkan dua segmen jalan dengan kelandaian
berbeda.
Lokasi Rawan Kecelakaan (Blackspot): suatu lokasi dimana memiliki angka
kecelakaan yang tinggi, serta terjadi secara berulang dalam suatu rentang
waktu.
Manajemen Bahaya Sisi Jalan (Road Side Hazard Management): manajemen
sisi jalan yang bertujuan untuk menurunkan tingkat keparahan kecelakaan.
Median Jalan (Median): bagian dari jalan yang tidak dapat dilalui oleh
kendaraan dengan bentuk memanjang sejajar jalan, terletak di sumbu/
tengah jalan, dimaksudkan untuk memisahkan arus lalu lintas yang
berlawanan.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 24


Panjang Lengkung Peralihan (Transition Length for Alignment): panjang jalan
yang dibutuhkan untuk mencapai perubahan dari bagian lurus ke bagian
lingkaran dari tikungan.
Panjang Pencapaian Superelevasi (Transition Length for Superelevation):
panjang jalan yang dibutuhkan untuk mencapai kemiringan melintang dari
kemiringan normal sampai dengan kemiringan penuh superelevasi.
Pejalan Kaki (Pedestrians): pemakai jalan yang berjalan kaki, termasuk
mereka yang menarik gerobak, bekerja di jalan, berjalan di sepanjang, atau
menyeberangi jalan.
Persimpangan (Intersection): pertemuan jalan dari berbagai arah, yang dapat
merupakan simpang sebidang yaitu simpang 3, simpang 4 atau lebih dan/atau
berupa simpang tak sebidang.
Persimpangan dengan Kanalisasi (Channelised Intersection): persimpangan
yang menggunakan sistem kanalisasi.
Persimpangan Normal: persimpangan di sebuah jalur jalan yang
menunjukkan perincian dimensi, lokasi furnitur, dan fitur bangunan jalan
yang normal.
Persimpangan Tak Sebidang (Interchange): separasi gradasi dua atau lebih
jalan yang mempunyai setidaknya satu jalur jalan yang menghubungkan.
Artinya, paling tidak satu jalur jalan mengambil lalu lintas dari salah satu jalan
ke yang lain. Banyak tipe persimpangan tak sebidang.
Potongan Melintang (Cross Section): elemen transversal di elemen
memanjang jalan.
Potongan Memanjang (Longitudinal Section): potongan memanjang,
biasanya dengan skala vertikal yang lebih besar dibandingkan skala
horizontal, yang menunjukkan perubahan desain di sepanjang sebuah garis
memanjang sebuah jalan, atau garis lain yang ditentukan.
Potongan Normal Melintang Jalan (Normal Cross Section): potongan
melintang jalan yang tidak dipengaruhi oleh superelevasi ataupun pelebaran
jalan di tikungan.
Pulau Lalu Lintas (Traffic Island): bagian dari persimpangan yang ditinggikan
dengan kereb, yang dibangun sebagai pengarah arus lalu lintas serta

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 25


merupakan tempat lapak tunggu untuk pejalan kaki pada saat menunggu
kesempatan menyeberang.
Rambu Lalu Lintas (Traffic Sign): bagian dari perlengkapan jalan berupa
lambang, huruf, angka, kalimat dasar atau perpaduannya, diantaranya
berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai
jalan.
Segitiga Pandang (Sight Triangle): area antara dua jalur jalan yang
bersimpangan dimana kendaraan dari kedua jalur dapat terlihat oleh setiap
pengemudi.
Segmen Jalan Rawan Kecelakaan (Black Length): segmen jalan–biasanya
beberapa kilometer yang memiliki catatan sering terjadi kecelakaan dan
menimbulkan korban.
Simpang Tak Sebidang (Grade Separation): pemisahan pergerakan lalu lintas
yang berkonflik dengan penggunaan lintas atas atau lintas bawah.
Tambahan Pemotongan Bukit (Bench): tambahan potongan bukit di sebuah
sisi sempit jalan yang dibangun dalam kemiringan galian atau kemiringan
alami untuk meningkatkan jarak pandang horizontal di tikungan. Tambahan
ini juga dapat mengontrol erosi dengan lebih baik, menjadi drainase, dan
perlindungan dari tanah longsor.
Tikungan Balik (Reverse Curve): sebuah potongan alinyemen jalan yang
terdiri dari dua tikungan yang membelok ke arah berlawanan dan mempunyai
titik tangen bersama atau dihubungkan oleh tangen pendek.
Tikungan Bertolak Belakang (Broken Back Curve): dua tikungan horizontal di
arah yang sama, yang dipisahkan oleh potongan jalan lurus. Tikungan
bertolak belakang merupakan tipe khas tikungan mejemuk dan umumnya
dianggap lebih berisiko keselamatan daripada yang lain.
Tikungan Horizontal (Horizontal Curve): tikungan dalam tampak bidang
sebuah jalur jalan.
Tikungan Majemuk (Compound Curve): tikungan yang terdiri dari dua atau
lebih tikungan beradius berbeda di arah yang sama dan berbagi titik tangen
yang sama.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 26


Tikungan Substandar (Sub-Standard Curve): tikungan dengan radius
horizontal di bawah radius minimal yang diperlukan untuk kecepatan
operasional lalu lintas.
Titik Putar (Hinge Point): titik di potongan melintang sebuah jalan yang
perkerasan di sekitarnya dirotasi untuk membentuk superelevasi.

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 27


Tim Penyusun

Ir. Agus Nugroho, MM

Ir. Dwi Sapto Haryanto

Ir. Erwin Kusnandar, MT

Ir. Janny Agustin, M.Sc

Ir. Joulla Marsela, MM

Drs. Rozali Ahmad, M.Sc

MODUL 4 | INVESTIGASI LOKASI RAWAN KECELAKAAN DAN PENANGGULANGANNYA 28

Anda mungkin juga menyukai