Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia diciptakan oleh Allah untuk menjadi khalifah di muka bumi ini, hal
ini tentunya sesuai dengan surat Al Baqarah ayat 30 yang artinya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”.
Dari penjelasan tersebut di atas tentunya Allah SWT menciptakan manusia di
muka bumi agar manusia tersebut dapat menjadi kalifah di muka bumi ini. Yang
dimaksud dengan khalifah ialah bahwa manusia diciptakan untuk menjadi
penguasa/pemimipin yang mengatur apa-apa yang ada di bumi.
Manusia juga merupakan makhluk sosial yang mempunyai kebutuhan antara
satu sama lain untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini mengharuskan manusia harus
selalu berinteraksi dan saling bergantung antara satu sama lain untuk mencapai tujuan
yang mereka inginkan. Dari hubungan (interaksi) tersebut
tentunya akan lahir sebuah pengukuhan, baik secara resmi (dalam hal ini kelembagaan
formal) maupun secara kekerabatan/kemasyarakatan yang didalamnya terbangun
saling keterkaitan dan membutuhkan antara satu sama lainnya sehingga secara
sederhana kita dapat mendefinisikan hal itu dengan sebutan berorganisasi. Menurut
Aristoteles Manusia sebagai insan politik atau dalam istilah yang lebihpopuler
manusia sebagai zoon politicon, mengandung makna bahwa manusia
memiliki kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain
dalam suatu organisasi yang teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas.
(dikutip dari makalah Galang Dea Alfarisi : 2014)
Organisasi merupakan bagian yang tidak bisa terpisahkan dengan kehidupan
manusia. Manusia dapat dikatakan sebagai makhluk organisasional karena sejak lahir
manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Organisasi dibentuk
untuk kepentingan manusia sehingga manusia harus bisa memanfaatkan organisasi
untuk mencapai kepentingannya.
Dalam hal ini ada beberapa macam organisasi, diantaranya ada organisasi
formal yang berarti organisasi yang secara sengaja dibentuk oleh seseorang atau
sekelompok orang dan mempunyai aturan-aturan yang terturis dan tidak tertulis dalam
aktivitasnya, dan organisasi nonformal yaitu organisasi yang tidak direncanakan dan
biasanya berlangsung tanpa adanya kesengajaan atau hal-hal yang bersifat
formal. Organisasi formal adalah suatu satuan kerja yang dibentuk atau disusun secara
resmi (Ernie Tisnawati Sule, 2005:282). Dengan kata lain
“organisasi formal adalah suatu satuan kerja untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan atau ditentukan oleh pihak yang berwenang (Mahjosumidjo, 2002:134).
Organisasi dapat kita ibaratkan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Untuk
mencapai tujuan dalam organisasi tersebut tentunya dibutuhkan seorang pemimpin
yang memiliki tugas dan peran dalam membawa organisasi tersebut (formal maupun
nonformal) menuju tujuan yang diharapkan. Pemimpin adalah inti dari
manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada
pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin.
Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin,
mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok
orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang
aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan
memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama (Panji Anogara, 23)
Dari penjelasan di atas maka dalam makalah ini penulis akan mencoba
membahas tentang apa itu kepemimpinan formal dan kepemimpinan nonformal.
Meskipun belum mengupas secara lengkap, namun semoga apa yang penulis berikan
dapat memberikan pengetahuan baru dan manfaat bagi pembaca.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalahnya
adalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan?
2. Apa yang dimaksud dengan pemimpin formal?
3. Apa yang dimaksud dengan pemimpin informal?
4. Bagaimanakah peran masing-masing dari pemimpin formal dan informal?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penulisan makalah ini
adalah :
1. Untuk mengetahui arti kepemimpinan
2. Untuk mengetahui arti dari pemimpin formal.
3. Untuk mengetahui arti dari pemimpin informal.
4. Untuk mengetahui peran masing-masing dari pemimpin formal dan informal.

D. Kerangka Teoritis
Tinjauan umum tentang kepemimpinan

1. Pengertian Kepemimpinan

Syaiful Sagala (2009: 114) menyatakan bahwa kepemimpinan berasal dari kata
pemimpin, maksudnya adalah orang yang dikenal oleh dan berusaha mempengaruhi
para pengikutnya untuk merealisir visinya.
Kartini Kartono (2006: 2) menjelaskan bahwa kepemimpinan merupakan cabang dari
kelompok ilmu administrasi, khususnya ilmu administrasi negara. Dalam
kepemimpinan itu terdapat hubungan antara manusia yaitu, hubungan mempengaruhi
dari pemimpin dan hubungan kepatuhan-ketaatan para pengikut karena dipengaruhi
oleh kewibawaan pemimpin. Para pengikut terkena pengaruh kekuatan dari
pemimpinnya, dan bangkitlah secara spontan rasa ketaatan pada pemimpin.

Soerjono Soekanto (2001: 318) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah


kemampuan pemimpin atau leader untuk mempengaruhi orang yang dipimpin atau
pengikut-pengikutnya. Sehingga orang lain tersebut bertingkah laku sebagaimana
dikehendaki oleh pemimpin tersebut. Kadangkala dibedakan antara kepemimpinan
sebagai kedudukan dan kepemimpinan sebagai suatu proses sosial. Sebagai kedudukan,
kepemimpinan merupakan suatu kompleks dari hak-hak dan kewajiban- kewajiban
yang dapat dimiliki oleh seseorang atau suatu badan. Sebagai suatu proses sosial,
kepemimpinan meliputi segala tindakan yang dilakukan seseorang atau suatu badan
yang menyebabkan gerak dari warga masyarakat.

Ashar Sunyoto Munandar (2001: 166) menjelaskan bahwa kepemimpinan


merupakan sesuatu yang penting bagi manajer. Para manajer merupakan pemimpin
dalam organisasi, sebaliknya pemimpin tidak perlu menjadi manajer.
Sudarwan Danim (2004: 10) menyatakan bahwa kepemimpinan adalah setiap
tindakan yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk mengkoordinasi dan
memberi arahan kepada individu atau kelompok lainnya yang tergabung dalam wadah
tertentu untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan sebelumnya.

Wahyudi (2009: 120) mengungkapkan bahwa kepemimpinan diartikan sebagai


kemampuan seseorang dalam menggerakkan, mengarahkan, sekaligus mempengaruhi
pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja terutama
dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan.

Dari pengertian para ahli di atas dapat ditarik suatu kesimpulan, kepemimpinan
adalah kemampuan mempengaruhi seseorang atau kelompok sehingga sasaran yang
dicita-citakan dapat tercapai.

2. Syarat-syarat Kepemimpinan

Kartini Kartono (2006: 36) mengungkapkan bahwa konsepsi mengenai


persyaratan kepemimpinan itu harus selalu dikaitkan dengan tiga hal penting, yaitu
sebagai berikut.
a. Kekuasaan ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang
kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat
sesuatu.
b. Kewibawaan ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan, sehingga orang mampu
“Mbawani” atau mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin,

dan bersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.


c. Kemampuan ialah segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau
keterampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihi dari kemampuan anggota
biasa.

Dari pengertian diatas kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara


lain:
a. Kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi
tempat pemimpin dan anggotanya berinteraksi.
b. Dalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses mempengaruhi
bawahan oleh pemimpin.
c. Adanya tujuan bersama yang harus dicapai.

Asta Brata (Soerjono Soekanto, 2001: 322) menyatakan kepemimpinan yang


akan berhasil, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
a. Indra-brata, yang memberikan kesenangan jasmani.
b. Yama-brata, yang menunjukkan pada keahlian dalam kepastian hukum.
c. Surya-brata, yang menggerakkan bawahan dengan mengajak mereka untuk
bekerja persuasion.
d. Caci-brata, yang memberikan kesenangan rohaniah.
e. Bayu-brata, yang menunjukkan keteguhan pendidikan dan rasa tidak segan-segan
untuk turut merasakan kesukaran-kesukaran pengikut-pengikutnya.
f. Dhana-brata, menunjukkan pada suatu sikap yang patut dihormati.
g. Paca-brata, yang menunjukkan kelebihan di dalam ilmu pengetahuan, kepandaian
dan keterampilan.
h. Agni-brata, yaitu sifat memberikan semangat kepada anak buah.

3. Sifat-sifat Kepemimpinan
Ngalim Purwanto (2005: 55) mengemukakan bahwa ada 6 sifat yang diperlukan
dalam kepemimpinan pendidikan adalah sebagai berikut.

a. Rendah Hati dan Sederhana


Seorang pemimpin pendidikan hendaknya jangan mempunyai sikap sombong atau
merasa lebih mengetahui daripada yang lain. Hendaknya lebih banyak mendengarkan
dan bertanya daripada berkata dan menyuruh. Kelebihan pengetahuan dan kelebihan
kesanggupan yang dimiliki hendaknya dipergunakan untuk membantu yang lain atau
anak buah, bukan untuk dipamerkan dan dijadikan kebanggaan.

b. Bersifat Suka Menolong


Pemimpin hendaknya selalu siap sedia untuk membantu anggota-anggotanya tanpa
diminta bantuannya. Akan tetapi, bantuan yang diberikan jangan sampai dirasakan
sebagai paksaan sehingga orang yang memerlukan bantuan itu justru menolaknya
meskipun sangat memerlukannya. Demikian pula seseorang pemimpin hendaknya
selalu bersedia untuk mendengarkan kesulitan-kesulitan yang disampaikan oleh
anggota-anggotanya meskipun mungkin tidak akan dapat menolongnya. Hal ini sangat
penting untuk mempertebal kepercayaan anggota- anggotanya bahwa benar-benar
tempat perlindungan dan pembimbing mereka.

c. Sabar dan Memiliki Kestabilan Emosi


Seorang pemimpin pendidikan hendaklah memiliki sifat sabar. Jangan lekas
merasa kecewa dan memperlihatkan kekecewaannya dalam menghadapi kegagalan
atau kesukaran, dan sebaliknya, jangan lekas merasa bangga dan sombong jika
kelompoknya berhasil. Sifat ini akan memberikan perasaan aman kepada
anggota-anggotanya. Mereka tidak merasa dipaksa, ditekan, atau selalu dikejar-kejar
dalam menjalankan tugasnya. Mereka bebas membicarakan persoalan-persoalan di
antara mereka sendiri dan dengan pemimpinnya.
d. Percaya pada Diri Sendiri
Seorang pemimpin hendaknya menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada anggota-
anggota; percaya bahwa mereka akan dapat melaksakan tugasnya masing-masing
dengan sebaik-baiknya, yang dipimpin harus merasa pula bahwa mereka mendapat
kepercayaan sepenuhnya untuk melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepada
mereka. Kepercayaan pemimpin seperti itu hanya timbul atau ada pada diri seorang
pemimpin yang mempunyai kepercayaan sepenuhnya kepada diri seorang pemimpin
yang mempunyai kepercayaan sepenuhnya kepada diri sendiri; percaya pada
kesanggupan sendiri. Karena percaya kepada kemampuan dan kesanggupan sendiri,
tidak memerlukan pengawasan atas diri untuk melakukan apa yang telah diterima
sebagai tugas dan tidak merasa perlu untuk selalu mengawasi anggota-anggota
kelompok.

e. Jujur, Adil, dan Dapat Dipercaya


Sikap percaya kepada diri sendiri pada anggota-anggota kelompok dapat timbul
karena adanya kepercayaan mereka terhadap pemimpinnya. Karena mereka menaruh
kepercayaan kepada pemimpin, maka akan menjalankan semua kewajiban dengan rasa
patuh dan bertanggung jawab.
Untuk menimbulkan sikap patuh yang demikian, pemimpin harus patuh pula pada diri
sendiri; selalu menepati janji, tidak lekas mengubah haluan, hati-hati dalam
mengambil putusan dan teliti dalam melaksanakannya, berani mengakui kesalahan dan
kekurangan sendiri, dan sebagainya. Dengan kata lain pemimpin hendaknya jujur, adil,
dan dapat dipercaya. Pemimpin hendaklah konsekuen terhadap orang lain dan terhadap
diri sendiri selalu berusaha agar sikap dan tindakan tidak bertentangan dengan
perkataan, menjaga satu kata dengan perbuatan.

f. Keahlian dalam Jabatan


Untuk melaksanakan kepemimpinan, disamping sifat-sifat yang telah diuraikan
tadi, harus pula didasarkan atas keahlian, yakni keahlian dalam bidang pekerjaan yang
dipimpin. Bagaimanapun besarnya kesediaan untuk membantu kelompok dalam
kesulitan-kesulitan pekerjaan, tanpa mempunyai keahlian dalam bidang pekerjaan itu
tidak mungkin dapat memberi bantuan.

E. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif deskriptif.

Digunakannya penelitian kualitatif berguna bagi peneliti dalam memahami, menggali, dan

mengungkap fenomena tertentu dari objek penelitian.

Penelitian kualitatif memang bertujuan untuk mendapat suatu gambaran holistik dari sebuah

fenomena dari sudut pandang subjek (Tobing, 2017).

Kemudian penelitian jenis ini dinilai mampu mengejawantahkan data deskriptif dalam beragam

bentuk mulai dari sesuatu yang tertulis, ungkapan lisan sampai pada tindakan atau aktivitas orang

atau suatu kelompok yang diteliti.

Lalu teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara dan studi literatur.

Selanjutnya data ataupun informasi yang terkumpul diklasifikasi untuk diseleksi dan direduksi

sehingga dapat disajikan dan ditarik kesimpulan (Moleong, 2014) sebagai hasil telaah atas objek

studi yaitu membedah persoalan kontestasi kuasa pemimpin formal dengan pemimpin informal

dalam kebijakan publik dan politik keseharian di Desa Medasari, Rawajitu Selatan. Kontestasi

kuasa kepala adat dan kepala desa (meliputi aparatur desa) dalam penelitian ini mengemuka

sebagai wujud dari realitas politik untuk dimaknai sebagai aktor-aktor yang saling memengaruhi

kebijakan publik dan aktivitas keseharian di desa tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah sebuah objek kajian yang telah lama
menarik perhatian banyak orang. Istilah kepemimpinan sering digunakan
dalam mengkonotasikan sebuah citra individu yang kuat dan dinamis
bagi orang – orang yang berhasil memimpin di sebuah bidang, baik
bidang kemiliteran, perusahaan atau memimpin sebuah negara. Jika
kita meninjau perjalanan sejarah, Indonesia misalnya maka akan
banyak kita temui peran – peran pemimpin dalam perjalanan sejarahnya.
Baik itu peran sebagai orang yang dianggap berjasa, maupun
perannya sebagai orang yang dipersalahkan dalam sebuah peristiwa
penting. dalam sejarah. Ada banyak defenisi mengenai kepemimpinan
yang dikemukakan oleh para pakar kepemimpinan. Misalnya saja
Gardner (1990) mendefenisikan “leadership is the process of
persuasion or example by which an individual (or leadership team)
induces a group to pursue objectives held by the leader or shared
by the leader and his followers”. Dalam hal ini gardner menjadikan
proses persuasive dan keteladanan menjadi kunci dari sebuah
kepemimpinan. Sementara Gary Yukl (2010) mengemukakan defenisi
kepemimpinan sebagai berikut “ leadership is the process of
influencing others to understand and agree about what needs to be
done and how to do it, and the process of facilitating individual
and collective effortsto accomplish share objectives”
Sedangkan menurut Tannebaum dkk (1961) bahwa kepemimpinan
adalah pengaruh komunikasi langsung antar pribadi dalam situasi
tertentu untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu. Sedangkan
menurut Shared Goal dkk (1957) bahwa kepeminpinan adalah sikap
pribadi yang ditampilkan oleh seseorang dalam memimpin pelaksanaan
aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kepemimpinan
merupakan bentuk diri (sikap) yang memiliki pengaruh terhadap
aktivitas yang dilakukannya sehingga orang yang diaturnya (bawahan)
dapat memahami dalam kaitannya mencapai tujuan bersama.
Kepemimpinan tentunya berbeda dengan manajemen, menurut wikipedia
bahwa manajemen berasal dari bahasa Prancis Kuno menagement yang
artinya seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan kepemimpinan
adalah kemampuan mempengaruhi suatu kelompok ke arah pencapaian
tujuan. Dari pemahaman tersebut jelas bahwa manjemen
mengedepankan pada seni (taste) yang memungkinkan orang untuk
bertindak sedangkan kepemimpinan mengedepankan pada pengaruh yang
memotivasi orang untuk bertindak.
Dari beberapa penjelasan kepemimpinan di atas dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah sikap pribadi yang kuat,
dinamis dan memiliki pengaruh yang luas dalam aktivitasnya untuk
mencapai tujuan yang diharapkan.

B. Pemimpin Formal
Pemimpin formal ialah orang yang oleh organisasi/lembaga tertentu ditunjuk
sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku
suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang
berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran organisasi.
Pola kepemimpinan formal terlihat pada berbagai ketentuan yang mengatur
hirarki dalam suatu organisasi. Kepemimpinan formal tidak secara otomatis merupakan
jaminan akan diterima menjadi kepemimpinan yang “sebenarnya” oleh bawahan.
Penerimaan atas pimpinan formal masih harus diuji dalam praktek yang hasilnya akan
terlihat dalam kehidupan organisasi apakah kepemimpinan formal tersebut sekaligus
menjadi kepemimpinan nyata. Kepemimpinan formal sering juga disebut dengan istilah
headship.

Ciri-ciri pemimpin formal antara lain :


1) Berstatus sebagai pemimpin formal selama masa jabatan tertentu, atas dasar
legalitas formal oleh penunjukan pihak yang berwenang (ada legitimitas).
2) Sebelum pengangkatannya, dia harus memenuhi beberapa persyaratan formal
terlebih dahulu.
3) Ia diberi dukungan oleh organisasi formal untuk menjalankan tugas kewajibannya.
Karena itu dia selalu memiliki atasan/superiors.
4) Dia mendapatkan balas jasa materiil dan immaterial tertentu, serta emolument
(keuntungan ekstra, penghasilan sampingan) lainnya.
5) Dia bisa mencapai promosi atau kenaikan pangkat formal, dan dapat dimutasikan.
6) Apabila dia melakukan kesalahan-kesalahan, dia akan dikenai sanksi dan
hukuman.
Menurut Dr. Nanang Fattah (2006 : 88) bahwa pemimpin formal adalah
pemimpin yang bersandar pada wewenang formal. Wewenang tersebut berasal dari
lembaga/instansi yang memberikan kekuasaan secara legal dan diakui keberadaannya,
sehingga bawahan dalam hal ini menerima atau tidak menerima harus mengikutinya.
Selama menjabat kepemimpinan, dia diberi kekuasaan dan wewenang, antara
lain untuk: menentukan policy, memberikan motivasi kerja kepada bawahan,
menggariskan pedoman dan petunjuk, mengalokasikan jabatan dan penempatan
bawahannya; melakukan komunikasi, mengadakan supervisi dan control, menetapkan
sasaran organisasi, dan mengambil keputusan-keputusan penting lainnya. Contoh dari
pemimpin formal antara lain adalah : Kepala Dinas Pendidikan, Rektor, dan Kepala
Sekolah.
C. Pemimpin Informal
Pemimpin informal ialah, orang yang tidak mendapatkan pengangkatan formal
sebagai pemimpin, namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, dia mencapai
kedudukan sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan perilaku
suatu kelompok atau masyarakat.

Ciri-ciri pemimpin informal antara lain ialah:


1) Tidak memiliki penunjukan formal atau legitimitas sebagai pemimpin.
2) Kelompok rakyat atau masyarakat menunjuk dirinya, dan mengakuinya sebagai
pemimpin. Status kepemimpinannya berlangsung selama kelompok yang
bersangkutan masih mau mengakui dan menerima pribadinya.
3) Dia tidak mendapatkan dukungan dari suatu organisasi formal dalam menjalankan
tugas kepemimpinannya.
4) Biasanya tidak mendapatkan imbalan balas jasa, atau imbalan jasa itu diberikan
secara sukarela.
5) Tidak dapat dimutasikan, tidak pernah mencapai promosi, dan tidak memiliki
atasan. Dia tidak perlu memenuhi persyaratan formal tertentu.
6) Apabila dia melakukan kesalahan, dia tidak dapat dihukum; hanya saja respek
orang terhadap dirinya jadi berkurang, pribadinya tidak diakui, atau dia ditinggalkan
oleh massanya.
Pengaruh pemimpin-pemimpin informal ini mempunyai segi positif, namun
juga ada segi negatif sifatnya; demikian pula peranan sosialnya di tengah masyarakat.
Peranan sosialnya dalam memberikan pengaruh berupa sugesti, larangan, dan
dukungan kepada masyarakat luas untuk menggerakan atau berbuat sesuatu. Besarnya
peranan itu tergantung pada besar-kecilnya dampak sosial yang disebabkan oleh
kepemimpinannya, serta tinggi-rendahnya status sosial yang diperolehnya. Dan status
sosial ini pada umumnya dicapai karena beberapa faktor di bawah ini:
a) Keturunan; misalnya keturunan bangsawan (darah biru), pendeta “linuwih”,
keluarga kaya raya, rakyat jelata, dan lain-lain.
b) Karena ia memiliki kekayaan berlimpah-ruah yang dicapainya sendiri.
c) Taraf pendidikan yang lebih tinggi dibanding dengan orang lain.
d) Pengalaman hidup yang lebih banyak, sehingga dia memiliki kualitas dan
keterampilan teknis tertentu.
e) Memiliki sifat-sifat karismatik dan ciri-ciri herediter (menurun secara genetik)
unggul lainnya.
f) Jasa-jasa yang telah diberikan kepada masyarakat. Jadi ada partisipasi sosial yang
tinggi, dan fungsinya dapat mempengaruhi serta menggerakan massa rakyat (function
utility).

D. Perbedaan Pemimpin Formal dan Informal


Secara ringkas dapat dinyatakan bahwa baik pemimpin formal maupun yang
informal itu dapat menduduki jabatan kepemimpinannya disebabkan oleh
faktor-faktor di bawah ini:
1) Penunjukan dan penetapan dari atasan.
2) Karena warisan kedudukan yang berlangsung turun-temurun.
3) Karena dipilih oleh pengikut dan para pendukungnya.
4) Karena pengakuan tidak resmi dari bawahan.
5) Karena kelebihannya memiliki beberapa kualitas pribadi.
6) Karena tuntutan situasi – kondisi atau kebutuhan zaman.
Adapun perbedaan kualifikasi pemimpin formal dengan pemimpin nonformal
antara lain :
1. Pemimpin formal harus memiliki kemampuan manajerial untuk menjalankan
tugasnya sedang pemimpin nonformal tidak begitu dituntut untuk memiliki
kemampuan manajerial. Hal ini dikarenakan perbedaan wilayah kerja dan wewenang
masing-masing yang jelas berbeda.
2. Pemimpin formal dituntut untuk menyelesaikan pencapaian target
organisasi/lembaga yang mengangkatnya sehingga harus merencanakan, mengatur,
melaksanakan dan mengontrol kerja-kerja organisasi sedang pemimpin nonformal
tidak ada tuntutan untuk memenuhi target-taret tertentu karena ia tidak diangkat oleh
institusi tertentu.
3. Pemimpin formal disyaratkan memiliki kualifikasi pendidikan formal sampai
batas tertentu, misalnya untuk bisa menjadi kepala sekolah minimal berpendidikan S1,
untuk menjadi pimpinan parpol minimal berijasah SM4 dan seterusnya. Berbeda
dengan pemimpin nonformal yang tidak ada syarat akademik. Karena pemimpin
nonformal diangkat secara alamiah oleh masyarakat karena kepercayaan masyarakat
terhadapnya.
4. Pemimpin formal harus menguasai pengetahuan khusus ataupun keterampilan
teknis sesuai bidang yang dipimpinnya, sebagai contoh seorang kepala dinas pertanian
dia harus memiliki pengetahuan tentang pertanian, kepala sekolah harus memiliki
keterampilan membuat perangkat pembelajaran dan seterusnya. Sedangkan pemimpin
nonformal dia tidak ada tuntutan untuk menguasai pengetahuan khusus. Jika ia
memiliki itu bukan sebagai persyaratan sebelum menjadi pemimpin nonformal.
5. Pemimpin formal dituntut untuk berpenampilan baik, misalnya harus berdasi,
berseragam, dan memakai atribut tertentu. Hal ini sangat berlawanan dengan
pemimpin nonformal yang tidak mengutamakan penampilan. Tidak semua pemimpin
formal memiliki kewibawaan yang membuat segan anak buahnya karena pemimpin
formal diangkat berdasarkan kriteria organisasi/lembaga bukan karena wibawanya di
hadapan anggota. Hal inilah yang menyebabkan banyak pemimpin formal yang
diturunkan paksa oleh anggotanya bahkan dengan kekerasan. Hal serupa sangat jarang
terjadi pada pemimpin nonformal, karena keberadaan pemimpin nonformal adalah
muncul dari suara masyarakat yang menghendaki tampilnya sosok pemimpin yang
menjadi panutan mereka. Orang yang menjadi pemimpin nonformal biasanya
memiliki wibawa dan kharisma atau daya tarik yang tinggi di hadapan pengikutnya
Secara terperinci perbedaan pemimpin formal dan nonformal adalah sebagai
berikut :

KRITERIA PEMIMPIN FORMAL PEMIMPIN


NONFORMAL

Kemampuan manajerial Harus memiliki (mampu Menjalankan dalam batas


menjalankan fungsi tertentu
manajemen)

disyaratkan Tidak disyaratkan


Berpendidikan formal

Kemampuan Dituntut untuk memiliki Tidak harus memiliki


khusus/Ketrampilan teknis

Penampilan baik Dituntut untuk Tidak mengutamakan


berpenampilan baik penampilan

Senang bekerja sama Harus bisa bekerja sama Menjalankan fungsi


dengan tim kepemimpinan sendiri

Kharisma Memmiliki kharisma


Tidak semua memiliki
tinggi

Konsistensi Kondisional Kebanyakan konsisten


dengan prinsip-prinsip
yang diperjuangkan

Mengutamakan Situasional Memperjuangkan


kepentingan umum kepentingan umum

Berakhlak mulia Normatif Substantif


E. Peranan Pemimpin Formal dan Informal

Dalam setiap organisasi selalu terdapat hubungan yang akan menentukan corak
organisasi. Hubungan formal akan melahirkan organisasi formal, sementara hubungan
informal akan melahirkan organisasi informal. Kepemimpinan formal adalah
kepemimpinan yang resmi yang melalui mekanisme pengangkatan resmi untuk
menduduki jabatan kepemimpinan. Pola kepemimpinan tersebut terlihat pada berbagai
ketentuan yang mengatur hirarki dalam suatu organisasi. Namun kepemimpinan formal
tidak akan secara otomatis menjadi jaminan seorang pemimpin diterima sebagai
pemimpin yang “sebenarnya” oleh bawahan. Penerimaan atas pimpinan formal masih

harus diuji dalam praktek yang hasilnya akan terlihat dalam kehidupan organisasi.
Sementara kepemimpinan informal yang juga disebut headship merupakan tipe yang
tidak mendasarkan pada pengangkatan serta tidak terlihat pada struktur organisasi
resmi.
Namun efektifitas kepemimpinan informal terlihat pada pengakuan nyata dan
penerimaan bawahan dalam praktek kepemimpinannya.
Biasanya kepemimpinan informal didasarkan pada beberapa kriteria. Di antaranya
adalah kemampuan “ memikat ” hati orang lain, kemampuan dalam membina

hubungan yang serasi dengan orang lain dan memiliki keahlian tertentu yang tidak
dimiliki oleh orang lain.
Pemimpin timbul sebagai hasil dari persetujuan anggota organisasi yang secara
sukarela menjadi pengikut. Oleh karena itu kedua tipe pemimpin, baik pemimpin
formal maupun pemimpin informal mesti mencapai pengakuan dari pihak yang
dipimpin. Pemimpin sejati mencapai status mereka karena pengakuan sukarela dari
pihak yang dipimpin. Seorang pemimpin harus mencapai serta mampertahankan
kepercayaan orang lain. Dengan sebuah surat keputusan, maka seseorang dapat
diberikan kekuasaan besar tetapi hal tersebut tidak secara otomatis membuatnya
menjadi seorang pemimpin dalam arti yang sebenarnya.

F. Kerjasama antar pemimpin formal dan informal di desa Medasari Rawajitu


Selatan
Kepemimpinan informal dalam penelitian ini merupakan ciri kepribadian yang

menyebabkan timbulnya kewibawaan pribadi dan merupakan bakat/ sifat/ karismatik yang khas

terdapat dalam diri pemimpin yang dapat diwujudkan dalam perilaku kepemimpinan.

pemimpin merupakan seorang pribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya

kecakapan dan kelebihan disatu bidang,sehingga dia mampu mempengaruhi orang-orang lain untuk

bersama-sama melakukan aktivitas- aktivitas tertentu,demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.

Kartono:1994:33)

George R. Terry (yang dikutip dari Sutarto, 1998 : 17) Kepemimpinan adalah hubungan yang ada

dalam diri seseorang atau pemimpin, mempengaruhi orang lain untuk bekerja secara sadar dalam

hubungan tugas untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

Dilihat dari peran mempengaruhi pemimpin informal di desa Medasari belum maksimal dan belum

efektif. Belum efektif dan maksimalnya dilihat dari keikutsertaan masyarakat untuk memberi diri

dan ikut aktif dalam kegiatan-kegiatan pembangunan. Masyarakat yang ikut serta dalam kegiatan

pembangunan seperti pembuatan gorong- gorong/ got, jalan hanya sebagian masyrakat yang ikut.

Karena mereka mengikut pemimpin mereka. Tidak semua pemimpin informal memberi diri dalam

pembangunan hal ini disebabkan adanya kekecewaan dari tokoh masyarakat karena mereka tidak

dilibatkan dalam hal pembuatan perencanaan desa.

Pemimpin tidak resmi atau informal leader selalu saja dapat ditemui pada setiap komunitas.

Meskipun tidak memiliki SK Pengangkatan sebagaimana lazimnya pemimpin formal pada lembaga

swasta maupun pemerintah, namun kepemimpinan informal leader sangat efektif dalam

menjalankan kepemimpinannya, yaitu kemampuannya untuk mempengaruhi (influence) orang lain


untuk bertindak atau melakukan sesuatu sesuai dengan keinginan si pemimpin itu sendiri. Kuatnya

pengaruh yang dimiliki pemimpin informal berkaitan dengan proses kemunculannya yang

didasarkan atas kemauan dari anggota kelompok atau orang-orang yang dipimpinnya, karena

memiliki kelebihan- kelebihan tertentu dan berorientasi pada kepentingan anggota kelompok.

Dengan demikian maka wajar apabila loyalitas anggota kelompok tidak diragukan lagi.

Dilihat dari peran pemimpin dalam memotivasi anggotanya atau masyarakat, dalam hal ini

memotivasi diartikan mendorong atau memberi semangat kepada anggota atau bawahannya.

Pemberian motivasi dari pemimpin informal kepada masyarakat berupa wejangan-wejangan supaya

ikut aktif dalam pembangunan desa karena disaat desa jadi bagus yang senang juga masyarakat.

Hal kecil lainnya yang menjadi pendorong masyarakat ikut serta karena pemimpin informal

seringkali memberi anggotanya makan sesudah kegiatan dan memberi rokok disaat kegiatan kerja

bakti atau pembangunan. Hal itu yang membuat masyarakat semangat berperan dalam kegiatan

pembangunan.

pemimpin informal dijadikan penghubung dalam mengkomunikasikan berbagai program

pembangunan pemerintah agar anggota komunitas yang bersangkutan dapat menerima. Namun

celakanya, tidak semua program pembangunan yang ditawarkan oleh pemerintah sesuai dengan

kebutuhan anggota komunitas yang bersangkutan. Di sinilah terjadi benturan kepentingan antara

berpihak kepada anggota kelompok yang telah memberikan kewenangan untuk memimpin atau

berpihak kepada kepentingan pemerintah (penguasa) yang terkadang mengesampingkan

kepentingan anggota kelompoknya. Tidak jarang pilihan jatuh pada pilihan yang ke dua karena

mendapat tekanan dari pemerintah dan dicurigai macam-macam karena dianggap

menghalang-halangi pembangunan/kemauan pemerintah atau bahkan tergiur oleh iming-iming

yang ditawarkan. Hal ini dapat terjadi karena meskipun telah diupayakan adanya

pembangunan/perencanaan pembangunan yang datangnya dari bawah (bottom up), namun dalam

kenyataannya hal demikian masih belum optimal, sehingga masih saja dijumpai pelaksanaan

pembangunan yang datangnya dari atas (top down) dari berbagai tingkatan

Dalam pelaksanaan pembangunan pedesaan, pemerintah haruslah mendasarkan pada pengakuan

akan peranan penting yang dimainkan oleh pedesaan sejak dahulu. Hal ini didasarkan pada asumsi

bahwa desa mempunyai makna yang strategis bagi setiap pertumbuhan. T.R. Battern (Soebroto,
1988) menegaskan pembangunan masyarakat desa merupakan suatu proses dimana orang-orang

yang ada di masyarakat tersebut pertama- tama mendiskusikan dan menetukan keinginan mereka

kemudian merencanakan dan mengerjakan bersama-sama memenuhi keinginan mereka. Jadi dalam

pembangunan masyarakat desa merupakan tindakan kolektif, dalam artian material dan spiritual.

Dalam pelaksanaan pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah; partisipasi masyarakat

merupakan hal yang sangat mempengaruhi keberhasilan proses pembangunan itu sendiri. Karena

masyarakatlah yang mengetahui secara obyektif kebutuhan mereka. Partisipasi masyarakat dalam

pembangunan(Soetrisno, 1995) memberikan dua macam definisi tentang, yaitu: pertama, partisipasi

rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan rakyat terhadap rencana/ proyek pembangunan yang

dirancang dan ditentukan tujuannya oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat

dalam definisi ini diukur dengan kemauan rakyat untuk ikut bertanggungjawab dalam pembiayaan

pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan proyek pembangunan

pemerintah. Kedua, partisipasi rakyat merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan rakyat,

dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang

telah dicapai. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi rakyat tidak hanya diukur dengan kemauan

rakyat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk

ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka.

Dilihat dari partisipasi masyarakat dalam hal dukungan terhadap rencana/ proyek pembangunan.

Dukungan masyarakat Medasari terhadap pembangunan sangat tinggi apabila ada himbauan dari

pemerintah apalagi untuk kemajuan dan kesejahteraan desa. Masyarakat akan memberi dukungan

baik tenaga dan moril dengan sukarela. Keterbatasan yang dimiliki oleh kepala desa tidak akan

menjangkau ke semua masyarakat disinilah peran dari pemimpin informal untuk membantu

pemerintah dalam hal menginformasikan dan mengajak masyarakat untuk turut serta dalam

kegiatan pembangunan. Tenaga dan dukungan yang akan diberikan oleh masyarakat dapat terwujud

apabila ada arahan, apalagi arahan itu disampaikan oleh orang yang berpengaruh didesa (leader

informal) dari orang orang yang mempunyai pengaruh di desa.

Dengan demikian penelitian ini dapat menunjukkan bahwa peranan pemimpin informal dalam

meningkatkan partisipasi masyarakat di desa Medasari belum begitu efektif disebabkan kurangnya
sinerginitas/ keterpaduan antara masing-masing pemimpin informal dengan pemimpin formal juga

dengan masyarakat dilihat dari beberapa indikator dalam penelitian ini.

Sebagaimana hasil wawancara partisipasi pembangunan masyarakat masih belum tinggi

disebabkan masih adanya pengkotakan kelompok-kelompok antara masing-masing pemimpin

informal sehingga masyarakat juga terpecah. Sehingga apabila salah seorang dari pemimpin

informal tersebut tidak suka dengan program yang ada maka anggotanya tidak akan turut serta

Hasil penelitian ini mengisyaratkan perlu adanya keterpaduan antara pemerintah kepala desa atau

pemimpin formal dengan pemimpin informal dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

pembangunan. Dalam penelitian ini pemimpin informal perlu untuk dapat merangkul para

pemimpin- pemimpin informal sehingga partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi

tinggi. Karena peran dari pemimpin informal itu sangat besar dalam mempengaruhi, memotivasi

dan menginformasikan kepada masyarakat dalam hal berpartisipasi dalam pembangunan.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pemimpin lebih mengarah
kepada orang, dimana orang tersebut mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi
dan memotivasi sekelompok orang untuk melakukan apa yang dia lakukan untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Sedangkan kepemimpinan lebih mengarah kepada
perilaku yang dimiliki seseorang untuk mempengaruhi dan memotivasi sekelompok
orang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Pemimpin formal ialah orang yang oleh organisasi/lembaga tertentu ditunjuk
sebagai pemimpin, berdasarkan keputusan dan pengangkatan resmi untuk memangku
suatu jabatan dalam struktur organisasi, dengan segala hak dan kewajiban yang
berkaitan dengannya, untuk mencapai sasaran organisasi.

Pemimpin nonformal ialah, orang yang tidak mendapatkan pengangkatan


formal sebagai pemimpin, namun karena ia memiliki sejumlah kualitas unggul, dia
mencapai kedudukan sebagai orang yang mampu mempengaruhi kondisi psikis dan
perilaku suatu kelompok atau masyarakat.

Megenai peran pemimpin informal dalam meningkatkan partisipasi masyarakat


dapat disimpulkan dalam beberapa hal sebagai berikut :
1. peran pemimpin informal dalam meningkatkan partisipasi masyarakat sangat
penting ditengah-tengah masyarakat tapi belum terlalu efektif dalam hal
menginformasikan dan mengajak kepada masyarakat untuk turut serta dalam kegiatan
pembangunan.
2. Untuk meningkatkan partisipasi pembangunan masyarakat perlu adanya
sinerginitas antara pemimpin formal dan informal.

SARAN
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa
saran-saran sebagai berikut :
1. Pemerintah perlu mengikutsertakan pemimpin informal dalam hal
pembuatan perencanaan pembangunan desa.
2. Kepala desa perlu merangkul para pemimpin informal untuk
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Mirriam S. 1986.Organisasi dan Manajemen. Jakarta : Karunia
Arikunto, Suhaimi. 2003.Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta
Darmaputera, E. 2004. Pemimpin Formal, Pemimpin Informal. Harian Umum Sore
Sinar Harapan, Sabtu, 03 Juli 2004.
Harahap, Sofyan, 2001. Sistem Pengawasan Manajemen. Jakarta: Penerbit Quantum,.
Kartono, Kartini. 2009. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta : Rajawali Pers
Moleong, Lexy J. 2007 Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja
Rosdakarya. Offset
Rohidi dan Mulyarto, 1992. Analisis Data Kualitatif : Buku Sumber tentang
Metode-Metode Baru.. Jakarta : UI
Soetrisno,Loekman, 1995, Menuju Masyarakat Partisipatif, Penerbit : Kanisius,
Yogyakarta
Soetomo., 2006, Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Sumber lain
Monografi Desa Medasari. Data Bulan Januari 2015

Anda mungkin juga menyukai