Anda di halaman 1dari 23

Sistem Endokrin

Macam-macam Kelenjar Endokrin Dan Hormon Yang dihasilkan

1. Hipofisis

Kelenjar hipofisis terletak pada dasar otak besar dan menghasilkan bermacam-
macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Oleh karena itu, kelenjar
hipofisis disebut kelenjar pengendali ( master of gland). Kelenjar hipofisis dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu bagian anterior, bagian tengah, dan bagian posterior.
Hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis bagian anterior dan fungsinya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
a. Macam-Macam Fungsi Hormon yang Dihasilkan oleh Kelenjar Hipofisis Bagian
Anterior dan Fungsinya

b. Hipofisis bagian tengah

Kelenjar ini menghasilkan hormon perangsang melanosit atau melanosit stimulating


hormone (MSH). Apabila hormon ini banyak dihasilkan maka menyebabkan kulit
menjadi hitam. Sekresi MSH juga dirangsang oleh faktor pengatur yang disebut
faktor perangsang pelepasan hormon melanosit dan dihambat oleh faktor inhibisi
hormon melanosit (MIF).

c. Hipofisis bagian posterior

Hipofisis bagian posterior menghasilkan oksitosin dan vasopresin. Oksitosin


berperan dalam merangsang otot polos yang terdapat di uterus, sedangkan
vasopresin disebut juga hormon antidiuretik (ADH) berpengaruh pada proses
reabsorpsi urine pada tubulus distal sehingga mencegah pengeluaran urine yang
terlalu banyak.

2. Tiroid (kelenjar gondok)

Tiroid merupakan kelenjar yang berbentuk cuping kembar dan di antara keduanya
terdapat daerah yang tersusun berlapis seperti susunan genting pada atap rumah.
Kelenjar ini terdapat di bawah jakun di depan trakea. Kelenjar tiroid menghasilkan
hormon tiroksin yang memengaruhi metabolisme sel tubuh dan pengaturan suhu
tubuh. Tiroksin mengandung banyak yodium. Kekurangan yodium dalam makanan
dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar
ini harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin
menurunkan kecepatan metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan
menurun. Bila ini terjadi pada anak-anak mengakibatkan kretinisme, yaitu kelainan
sik dan mental yang menyebabkan anak tumbuh kerdil dan idiot. Kekurangan
yodium yang masih ringan dapat diperbaiki dengan menambahkan garam yodium di
dalam makanan. Produksi tiroksin yang berlebihan menyebabkan penyakit
eksoftalmik tiroid (Morbus Basedowi) dengan gejala sebagai berikut; kecepatan
metabolisme meningkat, denyut nadi bertambah, gelisah, gugup, dan merasa
demam. Gejala lain yang nampak adalah bola mata menonjol keluar (eksoftalmus)
dan kelenjar tiroid membesar.

3. Paratiroid/kelenjar anak gondok

Paratiroid menempel pada kelenjar tiroid. Kelenjar ini menghasilkan parathormon


yang berfungsi mengatur kandungan fosfor dan kalsium dalam darah. Kekurangan
hormon ini menyebabkan tetani dengan gejala: kadar kapur dalam darah menurun,
kejang di tangan dan kaki, jari-jari tangan membengkok ke arah pangkal, gelisah,
sukar tidur, dan kesemutan.
Tumor paratiroid menyebabkan kadar parathormon terlalu banyak di dalam darah.
Hal ini mengakibatkan terambilnya fosfor dan kalsium dalam tulang, sehingga urine
banyak mengandung kapur dan fosfor. Pada orang yang terserang penyakit ini
tulang mudah sekali patah. Penyakit ini disebut von Recklinghousen.

4. Kelenjar adrenal/suprarenal/anak ginjal

Kelenjar ini berbentuk bola, menempel pada bagian atas ginjal. Pada setiap ginjal
terdapat satu kelenjar suprarenal yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian luar
(korteks) dan bagian tengah (medula). Kelenjar bagian korteks menghasilkan
hormon kortison yang terdiri atas mineralokortikoid yang membantu metabolisme
garam natrium dan kalium serta menjaga keseimbangan hormon seks; dan
glukokortikoid yang berfungsi membantu metabolisme karbohidrat. Kelenjar bagian
medula menghasilkan hormon adrenalin dan hormon noradrenalin. Hormon
adrenalin menyebabkan meningkatnya denyut jantung, kecepatan pernapasan, dan
tekanan darah (menyempitkan pembuluh darah). Hormon noradrenalin bekerja
secara antagonis terhadap adrenalin, yaitu berfungsi menurunkan tekanan darah
dan denyut jantung.
Kerusakan pada bagian korteks mengakibatkan penyakit Addison dengan gejala-
gejala: timbul kelelahan, nafsu makan berkurang, mual, muntah-muntah, terasa
sakit di dalam tubuh. Dalam keadaan ketakutan atau dalam keadaan bahaya,
produksi adrenalin meningkat sehingga denyut jantung meningkat dan memompa
darah lebih banyak. Gejala lainnya adalah melebarnya saluran bronkiolus,
melebarnya pupil mata, kelopak mata terbuka lebar, dan diikuti dengan rambut
berdiri.

5. Pankreas

Ada beberapa kelompok sel pada pankreas yang dikenal sebagai pulau Langerhans.
Bagian ini berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin.
Hormon ini berfungsi mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Kelebihan
glukosa akan dibawa ke sel hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen
untuk disimpan. Kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit diabetes yang
ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa
tersebut dikeluarkan bersama urine. Tanda-tanda diabetes melitus yaitu sering
mengeluarkan urine dalam jumlah banyak, sering merasa haus dan lapar, serta
badan terasa lemas.
Selain menghasilkan insulin, pankreas juga menghasilkan hormon glukagon yang
bekerja antagonis dengan hormon insulin.

6. Hormon yang dihasilkan kelenjar gonad


Pada manusia, gonad atau kelenjar seks berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Pada laki-laki disebut testis, sedangkan pada perempuan disebut ovarium. Testis
dan ovarium mensekresikan hormon seks yang berperan dalam produksi sel-sel
kelamin.

a) Ovarium

Ovarium merupakan organ reproduksi wanita. Selain menghasilkan sel telur,


ovarium juga menghasilkan hormon. Ada dua macam hormon yang dihasilkan
ovarium yaitu:

b) Estrogen

Hormon ini dihasilkan oleh Folikel de Graaf. Pembentukan estrogen dirangsang oleh
FSH. Fungsi estrogen adalah menimbulkan dan mempertahankan tanda-tanda
kelamin sekunder pada wanita. Tanda-tanda kelamin sekunder adalah ciri-ciri yang
dapat membedakan wanita dengan pria tanpa melihat kelaminnya. Contohnya,
perkembangan pinggul, payudara, dan kulit menjadi bertambah halus.

c) Progesteron

Hormon ini dihasilkan oleh korpus luteum. Pembentukannya dirangsang oleh LH.
Progesteron berfungsi menyiapkan dinding uterus agar dapat menerima telur yang
sudah dibuahi.

d) Testis

Seperti halnya ovarium, testis adalah organ reproduksi khusus pada pria. Selain
menghasilkan sperma, testis berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan
hormon androgen, yaitu testosteron. Testosteron berfungsi menimbulkan dan
memelihara kelangsungan tanda-tanda kelamin sekunder. Misalnya suara yang
membesar, mempunyai kumis, dan jakun.

Berikut macam kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan:

1. Kelenjar Hipofisis, terdiri dari : Hipofisis anterior menghasilkan hormon


adrenokortikotropik, hormon tiroid, hormon somatotrof, hormon gonadotropin
(FSH dan LH). Hipofisis intermediat hanya terdapat pada bayi. Hipofisis posterior
menghasilkan hormon antidiuretik (ADH) dan oksitosin.

2. Kelenjar tiroid (kelenjar gondok), menghasilkan hormon tiroksin, triodotironin,


dan kalsitonin

3. Kelenjar paratiroid (kelenjar anak gondok), menghasilkan hormon parathormon

4. Kelenjar epifisis, belum diketahui hormon yang dihasilkan

5. Kelenjar timus, berfungsi menimbun hormon somatotrof

6. Kelenjar adrenal bagian korteks, menghasilkan mineralokortikoid, glukokortikoid,


dan androgen Kelenjar adrenal bagian medulla, menghasilkan hormon adrenalin
dan noradrenalin

7. Kelenjar testis menghasilkan hormon testosteron. Kelenjar ovarium menghasilkan


hormon estrogen dan progesterone

8. Kelenjar pankreas, menghasilkan hormon insulin dan glucagon


2. Fungsi Sistem Endokrin

Fungsi Sistem Endokrin


Secara umum sistem endokrin bertanggung jawab untuk mengatur berbagai fungsi tubuh melalui
pelepasan hormon seperti metabolisme, tumbuh kembang, fungsi dan reproduksi seksual, tekanan
darah, nafsu makan, dan siklus tidur. Namun, setiap hormon yang dihasilkan dalam sistem endokrin
mempunyai fungsi yang berbeda tergantung dari kelenjar mana hormon tersebut dihasilkan. Yuk,
simak setiap manfaatnya dari masing-masing kelenjar.

1. Kelenjar Tiroid

Kelenjar yang terletak di bawah leher bagian depan ini menghasilkan hormon tiroid yang mengatur
metabolisme tubuh. Hormon tiroid juga berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tulang
otak dan sistem saraf pada anak-anak. Selain itu, hormon tiroid juga membantu menjaga tekanan
darah, detak jantung, dan fungsi reproduksi.

2. Kelenjar Paratiroid

Kelenjar paratiroid adalah dua pasang kelenjar kecil yang tertanam di setiap sisi permukaan kelenjar
tiroid. Kelenjar kecil ini melepaskan hormon paratiroid yang berfungsi untuk mengatur kadar kalsium
dalam darah dan metabolisme tulang.

Baca lagi: Ketahui Gejala Gangguan Sistem Endokrin

3. Hipotalamus

Hipotalamus mengeluarkan hormon yang merangsang dan menekan pelepasan hormon yang
disekresikan menuju kelenjar hipofisis melalui arteri. Hipotalamus juga mengeluarkan hormon
somatostatin yang menyebabkan kelenjar pituitari menghentikan pelepasan hormon pertumbuhan.
Selain itu, letaknya yang berada di tengah bagian bawah otak memiliki peran penting dalam
pengaturan rasa kenyang, metabolisme, dan suhu tubuh.

4. Kelenjar Hipofisis

Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitari letaknya berada di dalam otak, tepatnya di bawah
hipotalamus. Setelah mendapatkan rangsangan dari hipotalamus, kelenjar hipofisis akan
memproduksi hormon yang membantu mengatur pertumbuhan, produksi dan pembakaran energi,
menjaga tekanan darah, serta berbagai fungsi pada organ tubuh lainnya.

Baca lagi: Cegah Gangguan Sistem Endokrin dengan 6 Cara Ini

5. Kelenjar Adrenal

Kelenjar berbentuk segitiga yang berada di atas setiap ginjal ini terdiri dari dua bagian. Pertama,
bagian luar atau biasa disebut dengan korteks adrenal dan bagian keduanya adalah medula adrenal
yang terletak di bagian dalam. Bagian luar menghasilkan hormon yang disebut kortikosteroid, yang
mengatur metabolisme, fungsi seksual, sistem kekebalan, serta keseimbangan garam dan air dalam
tubuh. Sementara, bagian dalam atau medula adrenal menghasilkan hormon yang disebut
katekolamin yang berfungsi untuk membantu tubuh mengatasi tekanan fisik dan emosional dengan
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.

6. Kelenjar Reproduksi

Pria dan wanita memiliki kelenjar reproduksi yang berbeda. Pada pria terdapat di testis yang
mengeluarkan hormon androgen yang memengaruhi banyak karakteristik pria seperti perkembangan
seksual, pertumbuhan rambut wajah, dan produksi sperma. Sementara pada wanita terletak di
ovarium yang menghasilkan estrogen dan progesteron serta telur. Hormon-hormon ini mengontrol
perkembangan karakteristik wanita seperti pertumbuhan payudara, menstruasi, dan kehamilan.

7. Pankreas

Pankreas adalah organ memanjang yang terletak di perut bagian belakang. Pankreas memiliki fungsi
pencernaan dan hormonal misalnya pankreas eksokrin yang mengeluarkan enzim pencernaan.
Selain itu, terdapat pankreas endokrin yang mengeluarkan hormon insulin serta glukagon yang
mengatur kadar gula dalam darah.
3. Mekanisme kerja hormon

Adanya rangsangan dari luar maupun dari dalam endokrin memproduksi dan mengeluarkan
hormon ke dalam plasma darah menyebabkan kelenjar --- Setelah sampai pada sel yang
menjadi tujuan, hormon bergabung dengan reseptor dan meningkatkan akvifitas adenil siklase
yang terdapat pada membran Aktivitas adenesil siklase yg meningkat ini menyebabkan
peningkatan pembentukan AMP siklik yg terdapat dalam plasma sel yg dapat mengubah proses
di dalam sel tsb (ex: aktivitas enzim, permeabilitas membran dsb) Keseluruhan proses yg
berubah ini dpt terwujud dlm tindakan sbg jawaban fisiologik atau usaha yg dilakukan oleh
manusia. Proses yg bersifat hormonal ini tdd 2 tahap : 1. pembentukan hormon sampai tiba pd
dd. Sel atau plasma 2. peningkatan jml AMP siklik hingga terjadinya pertumbuhan atau proses
dalam sel

4. Mekanisme Kerja Enzim

Pengertian dan Fungsi Enzim

Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang


mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimiaorganik.

Mekanisme kerja hormon : Adanya rangsangan dari luar maupun dari dalam endokrin
memproduksi dan mengeluarkan hormon ke dalam plasma darah menyebabkan kelenjar ---
Setelah sampai pada sel yang menjadi tujuan, hormon bergabung dengan reseptor dan
meningkatkan akvifitas adenil siklase yang terdapat pada membran Aktivitas adenesil siklase yg
meningkat ini menyebabkan peningkatan pembentukan AMP siklik yg terdapat dalam plasma
sel yg dapat mengubah proses di dalam sel tsb (ex: aktivitas enzim, permeabilitas membran
dsb) Keseluruhan proses yg berubah ini dpt terwujud dlm tindakan sbg jawaban fisiologik atau
usaha yg dilakukan oleh manusia. Proses yg bersifat hormonal ini tdd 2 tahap : 1. pembentukan
hormon sampai tiba pd dd. Sel atau plasma 2. peningkatan jml AMP siklik hingga terjadinya
pertumbuhan atau proses dalam sel.
Sistem Persyarafan
1. Pengertian sistem saraf

Sistem saraf adalah sistem kompleks yang berperan dalam mengatur dan
mengoordinasikan seluruh aktivitas tubuh. Sistem ini memungkinkan Anda untuk
melakukan berbagai kegiatan, seperti berjalan, berbicara, menelan, bernapas, serta
semua aktivitas mental, termasuk berpikir, belajar, dan mengingat. Ini juga membantu
Anda mengontrol bagaimana tubuh bereaksi dalam keadaan darurat.

Sistem saraf pada manusia terdiri dari otak, sumsum tulang belakang, organ-organ
sensorik (mata, telinga, dan organ lainnya), dan semua saraf yang menghubungkan
organ-organ tersebut dengan seluruh tubuh. Sistem ini bekerja dengan mengambil
informasi melalui bagian tubuh atau indera tertentu, memproses informasi tersebut,
serta memicu reaksi, seperti membuat otot Anda bergerak, merasakan sakit, atau
bernapas.

Dalam menjalankan kerjanya tersebut, sistem saraf terbagi menjadi dua struktur atau
susunan, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari
otak dan sumsum tulang belakang, sedangkan saraf tepi terdiri dari saraf yang
menghubungkan saraf pusat ke seluruh tubuh Anda. Adapun saraf tepi terbagi ke
dalam dua susunan besar, yaitu saraf somatik dan otonom. 

2. Sistem Saraf Perifer

Sistem saraf tepi

Secara garis besar, fungsi saraf tepi adalah menghubungkan respon sistem saraf pusat ke organ
tubuh dan bagian lainnya di tubuh Anda. Saraf ini meluas dari saraf pusat ke area terluar tubuh
sebagai jalur penerimaan dan pengiriman rangsangan dari dan ke otak.

Masing-masing susunan saraf tepi, yaitu somatik dan otonom, memiliki fungsi yang berbeda.
Berikut adalah penjelasan mengenai fungsi dari bagian-bagian sistem saraf tepi:

Sistem saraf somatik

Sistem saraf somatik bekerja dengan mengontrol semua hal yang Anda sadari dan secara sadar
memengaruhi respon tubuh, seperti menggerakkan lengan, kaki, dan bagian tubuh
lainnya. Fungsi saraf ini menyampaikan informasi sensorik dari kulit, organ indera, atau otot ke
sistem saraf pusat. Selain itu, saraf somatik juga membawa respons keluar dari otak untuk
menghasilkan respon berupa gerakan. 
Misalnya, saat menyentuh termos panas, saraf sensorik membawa informasi ke otak bahwa ini
adalah sensasi panas. Setelah itu, saraf motorik membawa informasi dari otak ke tangan untuk
segera menghindar dengan menggerakkan, melepas, atau menarik tangan dari termos panas
tersebut. Keseluruhan proses ini terjadi kurang lebih dalam waktu satu detik.

 Sistem saraf otonom

Sebaliknya, sistem saraf otonom mengontrol aktivitas yang Anda lakukan secara tak sadar atau
tanpa perlu memikirkannya. Sistem ini terus menerus aktif untuk mengatur berbagai aktivitas,
seperti bernapas, detak jantung, dan proses metabolisme tubuh. 

Ada dua bagian dari saraf ini:

1. Sistem simpatik

Sistem ini mengatur respons perlawanan dari dalam tubuh ketika ada ancaman pada diri Anda.
Sistem ini juga mempersiapkan tubuh untuk mengeluarkan energi dan menghadapi potensi
ancaman di lingkungan.

Misalnya, ketika Anda sedang cemas atau takut, saraf simpatik akan memicu respons dengan
mempercepat detak jantung, meningkatkan laju pernapasan, meningkatkan aliran darah ke otot,
mengaktifkan kelenjar produksi keringat, dan melebarkan pupil mata. Ini dapat membuat tubuh
merespon dengan cepat dalam situasi gawat darurat.

2. Sistem parasimpatik

Sistem ini gunanya menjaga fungsi tubuh normal setelah ada sesuatu yang mengancam diri
Anda. Setelah ancaman berlalu, sistem ini akan memperlambat detak jantung, memperlambat
pernapasan, mengurangi aliran darah ke otot, dan menyempitkan pupil mata. Ini memungkinkan
kita untuk mengembalikan tubuh ke kondisi rileks yang normal.

3.Susunan Saraf Otonom

 Sistem saraf otonom

Sebaliknya, sistem saraf otonom mengontrol aktivitas yang Anda lakukan secara tak
sadar atau tanpa perlu memikirkannya. Sistem ini terus menerus aktif untuk mengatur
berbagai aktivitas, seperti bernapas, detak jantung, dan proses metabolisme tubuh. 

Ada dua bagian dari saraf ini:

1. Sistem simpatik

Sistem ini mengatur respons perlawanan dari dalam tubuh ketika ada ancaman pada
diri Anda. Sistem ini juga mempersiapkan tubuh untuk mengeluarkan energi dan
menghadapi potensi ancaman di lingkungan.
Misalnya, ketika Anda sedang cemas atau takut, saraf simpatik akan memicu respons
dengan mempercepat detak jantung, meningkatkan laju pernapasan, meningkatkan
aliran darah ke otot, mengaktifkan kelenjar produksi keringat, dan melebarkan pupil
mata. Ini dapat membuat tubuh merespon dengan cepat dalam situasi gawat darurat.

2. Sistem parasimpatik

Sistem ini gunanya menjaga fungsi tubuh normal setelah ada sesuatu yang
mengancam diri Anda. Setelah ancaman berlalu, sistem ini akan memperlambat detak
jantung, memperlambat pernapasan, mengurangi aliran darah ke otot, dan
menyempitkan pupil mata. Ini memungkinkan kita untuk mengembalikan tubuh ke
kondisi rileks yang normal.

4. Proses Terjadinya Refleks

Mekanisme gerak refleks di tubuh


Secara sederhana, gerak refleks di tubuh sebenarnya terjadi apabila ada
rangsang atau stimuli yang diterima oleh sel saraf atau neuron di tubuh kita.
Suhu panas atau tetesan air yang masuk ke mata adalah contoh stimuli.Stimuli
atau rangsang tersebut akan diterima oleh reseptor saraf sebagai “pesan” dan
pesan tersebut akan disampaikan ke neuron sensori. Lalu, neuron tersebut
akan memberikan informasi ke otot, bahwa rasa panas tersebut harus
dihindari dengan gerakan. Semua itu, terjadi hanya dalam waktu kurang dari
satu detik.Secara biologis, gerak refleks yang terjadi di tubuh manusia,
berkaitan erat dengan bagian-bagian neuron itu sendiri. Neuron memiliki tiga
bagian berbeda yang memungkinkan sinyal rangsangan diterima dan
dirasakan oleh tubuh, yaitu:

1. Gerakan refleks monosinaptik


Gerak refleks monosinaptik disebut juga sebagai gerak refleks sederhana.
Disebut monosinaptik, sebab informasi rangsang yang masuk ke neuron
sensori hanya melompati satu sinaptik, untuk bisa langsung sampai neuron
motorik yang kemudian akan meneruskan informasi ini ke otot.Contoh gerak
refleks yang paling sederhana adalah refleks lutut, dengan mekanisme gerak
refleks sebagai berikut:

 Saat bagian bawah lutut Anda dipukul, kaki secara otomatis akan
berayun ke depan.
 Saat lutut dipukul pelan, pukulan tersebut akan diserap oleh reseptor
sebagai stimuli yang perlu diproses.
 Reseptor kemudian akan meneruskan pesan ini ke neuron sensori.
 Di dalam neuron sensori, seperti biasa, pesan ini akan melalui
pengolahan melalui tiga bagian neuron, yaitu dendrit, akson, dan ujung
saraf.
 Lalu, setelah dari neuron sensori, pesan ini langsung melompat ke
neuron motorik.
 Dari neuoron motorik, pesan ini langsung diteruskan ke otot. Itulah
sebabnya, kaki Anda berayun ke depan.
Satu kali lompatan dari neuron sensorik ke neuron motorik inilah yang
dinamakan monosinaptik.

2. Gerakan refleks polisinaptik


Gerak refleks polisnaptik disebut juga sebagai gerak refleks kompleks. Jika
pada monosinaptik, pesan atau stimuli hanya melompat satu kali untuk
sampai ke neuron motorik, pada polisnaptik, neuron harus melompat lebih
dari satu kali.Sebab, dari neuron sensorik, pesan tidak langsung menuju ke
neuron motorik, tapi harus melalui interneuron terlebih dahulu, maupun
neuron-neuron lainnya.Sebagai contoh, saat kaki kanan Anda tidak sengaja
menginjak benda yang tajam, kaki tersebut otomatis akan terangkat. Namun,
kaki kiri pun otomatis akan diam, untuk menjaga keseimbangan tubuh. Sebab,
jika dua-duanya terangkat tentu Anda akan terjatuh.Untuk bisa
mengendalikan antara gerak refleks di kaki kiri dan kaki kanan, dibutuhkan
lebih dari satu sinaptik. Dalam dunia kedokteran, contoh gerakan refleks ini
disebut juga sebagai cross extensor reflex.
5. Pengujian Fungsi Saraf Kranial

Terdapat 12 pasang syaraf cranial yaitu:

1.      SK I (olfactorius): S, Penciuman

2.      SK II (Opticus): S, Penglihatan, input refleks fokusing dan konstriksi pupil di


limbic

3.      SK III (Okulomotorius): M, Pergerakan bola mata elevasi alis, konstriksi pupil dan
memfokuskan lensa

4.      SK IV (Trochlearis): M, Pergerakan bola mata ke bawah

5.      SK V (Trigeminus) :

 V1(Syaraf optalmik): S, input dari kornea, rongga hidung bagian atas, kulit
kepala bagian frontal, dahi, bagian atas alis, konjungtiva kelenjar air mata.
 V2 (Syaraf maksilari): S, input dari dagu, bibir atas, gigi atas, mukosa rongga
hidung, palatum, faring
 V3 (Syaraf Mandibular): S,M, input dari lidah (bukan pengecapan), gigi bawah,
kulit di bawah dagu, mengunyah

6.      SK VI (Abdusen): M, Pergerakan mata ke lateral

7.      SK VII (Fasialis): S,M, Pengecapan, Salivasi, lakrimasi, pergerakan otot wajah

8.      SK VIII(Vestibulocochlearis): Vestibular untuk keseimbangan, cochlearis untuk


pendengaran

9.      SK IX(Glossofaringeus): S,M Pengecapan, sensasi lain dari lidah, salivasi dan
menelan

10.  SK X (vagus): S,M, menelan, monitor kadar oksigen dan karbondioksida darah,
tekanan darah, kegiatan organ visceral lain

11.  SK XI(Aksesorius): M, produksi suara di laring, Pergerakan kepala dan bahu, muscle
sense

12.  SK XII(Hipoglosus): M, Pergerakan lidah saat bicara, mengunyah, muscle sens

Saraf kranial :

1.      Test nervus I (Olfactory) :

Fungsi penciuman
Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya
mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.

Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan.

2.      Test nervus II ( Optikus)

Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang

Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran,
ulangi untuk satunya.

Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang
hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek
tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut,
ulangi mata kedua.

3.      Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)

Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).

Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil
mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan
keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.

Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata,
gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.

Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.

4.      Test nervus V (Trigeminus)

Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan
bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.

Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral.

Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien
tertutup.

Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan.

Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada
otot temporal dan masseter.

5.      Test nervus VII (Facialis)


Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit.
Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh
menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat.

Otonom, lakrimasi dan salvias

Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk : tersenyum,
mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya

6.      Test nervus VIII (Acustikus)

Fungsi sensoris :

Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu
telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.

Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat


melakukan atau tidak.

7.      Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)

N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di
test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi
M. Salivarius inferior.

N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi
pharynx, tonsil dan palatum lunak.

Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan tertarik
keatas.

Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel,
akan terlihat klien seperti menelan.

8.      Test nervus XI (Accessorius)

Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus


dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya.

Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan —- test otot trapezius.

9.      Nervus XII (Hypoglosus)

Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan

Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)

Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk
menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
 

Fungsi sensorik :

Pemeriksaan sensorik adalah pemeriksaan yang paling sulit diantara pemeriksaan


sistem persarafan yang lain, karena sangat subyektif sekali. Oleh sebab itu sebaiknya
dilakukan paling akhir dan perlu diulang pada kesempatan yang lain (tetapi ada yang
menganjurkan dilakukan pada permulaan pemeriksaan karena pasien belum lelah dan
masih bisa konsentrasi dengan baik).
Gejala paresthesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan sebagai perasaan geli
(tingling), mati rasa (numbless), rasa terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness)
atau perasaan-perasaan abnormal yang lain. Bahkan tidak jarang keluhan motorik
(kelemahan otot, twitching / kedutan, miotonia, cramp dan sebagainya) disajikan oleh
klien sebagai keluhan sensorik. Bahan yang dipakai untuk pemeriksaan sensorik
meliputi:

1.      Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.

2.      Kapas untuk rasa raba.

3.      Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.

4.      Garpu tala, untuk rasa getar.

5.      Lain-lain (untuk pemeriksaan fungsi sensorik diskriminatif) seperti :

 Jangka, untuk 2 (two) point tactile dyscrimination.


 Benda-benda berbentuk (kunci, uang logam, botol, dan sebagainya), untuk
pemeriksaan stereognosis.
 Pen / pensil, untuk graphesthesia.

Pemeriksaan khusus sistem persarafan

Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis) dilakukan


pemeriksaan :

1.      Kaku kuduk

Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel
pada dada —- kaku kuduk positif (+).

2.      Tanda Brudzinski


ILetakkan satu tangan pemeriksa dibawah kepala klien dan tangan lain didada klien
untuk mencegah badan tidak terangkat. Kemudian kepala klien difleksikan kedada
secara pasif. Brudzinski I positif (+) bila kedua tungkai bawah akan fleksi pada sendi
panggul dan sendi lutut.

3.      Tanda Brudzinski II

Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif
akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.

4.      Tanda Kernig

Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut.
Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kernig +
bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.

5.      Test Laseque

Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m.
ischiadicus.

6. Pengujian Refleks

 Teknik pemeriksaan refleks fisiologis dapat dilakukan kurang lebih dengan pemeriksaan fisik
lainnya yaitu diawali dengan melakukan anamnesis, dan dilanjutkan dengan melakukan
pemeriksaan fisik termasuk didalamnya pemeriksaan saraf, apabila dicurigai adanya gangguan
pada sistem saraf. Pemeriksaan refleks fisiologis rutin dilakukan pada pasien yang dicurigai
menderita gangguan pada sistem saraf, terutama untuk menentukan tingkat kerusakan pada
sistem saraf.[9] Pemeriksaan ini juga sering dilakukan bersama dengan pemeriksaan neurologi
lainnya seperti pemeriksaan saraf kranial dan refleks patologis.

Prosedural
Pada saat melakukan pemeriksaan refleks dalam, pemeriksa perlu memastikan posisi dan teknik
pengetukan palu refleks benar dan diketuk pada tendon yang tepat.

1. Palu refleks tidak boleh dipegang secara keras, pemeriksa dapat memegang gagang palu
refleks dengan ibu jari dan jari telunjuk dan ayunkan secara terarah ke tendon atau periosteum

2. Gerakan pengetukan berpangkal pada sendi pergelangan tangan pemeriksa dan bukan
pada lengan pemeriksa, sehingga dapat bergerak secara leluasa

3. Pemeriksa juga harus memastikan letak anatomis pengetukan yaitu tendon


4. Pengetukan dilakukan secara tak langsung yaitu pengetukan dilakukan diatas tendon
pasien pada jari pemeriksa

5. Metode perkusi indirek ini dilakukan apabila tendon yang bersangkutan tidak berlandasan
pada bangunan yang cukup keras sehingga menyebabkan respon refleks menjadi lemah atau
kurang nyata. Metode tersebut dapat dilakukan untuk membangkitkan refleks tendon bisep
brachialis dan bisep femoris[10]

Pemeriksaan Refleks Dalam

Berikut adalah beberapa pemeriksaan refleks dalam yang lazim diperiksa pada pemeriksaan
rutin:

Refleks Glabela:

Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan pukulan singkat pada glabela atau sekitar daerah
supraorbitalis, yang akan mengakibatkan kontraksi singkat kedua m. orbicularis oculi. Pusat
refleks ini terletak di pons.
Pada lesi perifer n. facialis, refleks ini akan menurun ataupun negatif, sedangkan pada sindrom
parkinson refleks ini meningkat.[10]
Refleks Rahang Bawah (Jaw Reflex):
Pemeriksa dapat mengarahkan pasien untuk membuka mulut sedikit dan posisikan jari telunjuk
pemeriksa melintang di dagu lalu ketuk dengan palu refleks pada jari telunjuk pemeriksa, yang
akan memberikan respon berupa berkontraksinya m.masseter sehingga mulut merapat. Pusat
refleks ini terletak di pons.[10]
Refleks Tendon Biceps Brachialis:

Posisikan lengan pasien pada posisi semi fleksi sambil menempatkan ibu jari pemeriksa di atas
tendon otot biseps lalu ketukkan palu refleks pada ibu jari pemeriksa, yang akan memberikan
respon berupa fleksi lengan siku. Pusat refleks ini terletak pada C5-C6, yang dipersarafi
oleh n.musculocutaneus.[4,10]
Refleks Triseps:

Posisikan lengan bawah pasien di sendi siku pada posisi semi fleksi dan sedikit pronasi.
Pemeriksa dapat mengetuk pada tendon insersio m.triceps yang berada sedikit di atas olekranon,
yang akan memberikan respons berupa gerakan ekstensi lengan bawah di sendi siku. Pusat
refleks ini terletak pada C6-C8, yang dipersarafi oleh n.radialis.[4,10]
Refleks Brakhioradialis:
Posisikan lengan bawah pasien fleksi serta sedikit dipronasikan lalu pemeriksa mengetuk pada
tendon brachioradialis, yang berada di dasar dari processus styloideus radii. Hal ini akan
memberikan respon berupa lengan bawah fleksi dan supinasi. Pusat refleks ini terletak pada C5-
C6, dengan lengkung refleks ini melalui n.radialis.[4,8]
Refleks Ulna:

Posisikan lengan bawah pasien semifleksi dan semi pronasi lalu ketukkan palu refleks
pada periosteum prosesus styloideus. Hal ini akan memberikan respon berupa pronasi tangan
karena adanya kontraksi m.pronator quadratus. Pusat refleks ini terletak pada C8, T1, yang
dipersarafi oleh n.ulnaris.[10]
Refleks Fleksor Jari-Jari:

Posisikan tangan pasien pada posisi supinasi dan ditumpukan pada alas yang keras. Posisikan jari
telunjuk pemeriksa menyilang pada permukaan volar falang jari-jari pasien kemudian ketuk jari
telunjuk pemeriksa menggunakan palu refleks.

Pada kondisi normal, jari-jari pasien akan berfleksi pada bagian terminal falang, demikian juga
pada falang akhir ibu jari.

Apabila terdapat lesi piramidal, hasil menunjukan fleksi jari-jari lebih kuat. Pusat refleks ini
terletak pada C6-T1, dengan lengkung refleks ini melalui n.medianus.[3,4]
Refleks Patella (Refleks Tendon Lutut):

Pemeriksaan ini disebut juga kniepeesreflex (KPR) yang berasal dari bahasa Belanda, yang
artinya refleks tendon lutut.
Pada pemeriksaan refleks ini, posisi pasien dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu pasien duduk
dengan kedua kaki digantung, pasien duduk dengan kedua kaki menapak pada lantai, dan posisi
pasien berbaring terlentang dengan tungkai difleksikan pada sendi lutut.

Pemeriksa dapat melakukan stimulasi dengan mengetuk pada tendon m.quadriceps


femoris (tendon patella). Hal ini akan memberikan respon berupa kontraksi m.quadriceps
femoris dan menyebabkan ekstensi tungkai bawah. Pusat refleks ini terletak pada L2, L3, L.4,
dengan lengkung refleks ini melalui n.femoralis.[4,10]
Refleks Tendon Achilles (Refleks Triseps Sure):

Dalam bahasa Belanda pemeriksaan ini disebut sebagai achillespees reflex (APR). Pada


pemeriksaan ini pasien dapat diposisikan dengan tiga cara, yaitu pasien berbaring dengan tungkai
ditekuk pada sendi lutut dan kaki di dorsofleksikan, posisi pasien berlutut diatas tempat periksa
dengan ujung pergelangan kaki bebas di tepi tempat pemeriksaan, dan posisi terakhir yaitu
pasien duduk.
Pemeriksa dapat memberikan stimulus dengan mengetuk pada tendon achilles, yang akan
mengakibatkan berkontraksinya m. triceps surae dan memberikan gerak plantar fleksi pada kaki.
Pusat refleks ini terletak pada S1-2, dengan lengkung refleks ini melalui n.tibialis.[4,10]
Refleks Dalam Dinding Perut:

Posisikan pasien berbaring terlentang dengan kedua lengan lurus di samping tubuh. Pemeriksa
meletakkan jari atau kayu penekan lidah pada dinding perut dan mengetuk menggunakan palu
refleks diatasnya. Hal ini akan mengakibatkan otot dinding perut yang bersangkutan
berkontraksi. Pusat refleks ini terletak pada T6-T12.

Reaksi dinding perut ini memiliki nilai yang penting apabila dilakukan bersama dengan refleks
superfisial dinding perut. Apabila refleks dalam dinding perut meningkat, sementara refleks
superfisialis nya negatif maka hal ini menunjukan adanya lesi piramidal pada tempat yang lebih
atas dari T6.[4]

Pemeriksaan Refleks Superfisial

Refleks superfisial terjadi karena terangsangnya kulit atau mukosa sehingga mengakibatkan
berkontraksinya otot di bawahnya atau di sekitarnya.

Berikut adalah beberapa pemeriksaan refleks superfisial yang lazim dilakukan:

Refleks Kornea:

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menyentuh kornea mata pasien dengan sepotong kapas yang
ujungnya dibuat runcing, yang akan mengakibatkan dipejamkannya mata (m.orbicularis oculi).
Perlu dipastikan pasien tidak melihat arah datangnya kapas ke mata. Sensibilitas kornea
dipengaruhi oleh N.V sensorik cabang oftalmik.
Refleks kornea tampak berkurang atau justru tidak terjadi pada kondisi adanya gangguan pada
N.V sensorik, ataupun pada kondisi terjadinya kelumpuhan m.orbicularis oculi yang dipersarafi
oleh n.facialis (N.VII).[4]
Refleks Dinding Perut Superfisialis:

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggores dinding perut menggunakan benda yang agak
runcing seperti kunci, maupun kayu pemeriksaan pada berbagai lapangan dinding perut yaitu di
epigastrium (otot yang berkontraksi diinervasi oleh T.6, T.7), perut bagian atas (T.7, T9), perut
bagian tengah (T.9, T.11), perut bagian bawah (T.11, T.12 dan lumbal atas), yang akan
memberikan respon berupa otot (m. rectus abdominis)  berkontraksi dan pusar bergerak ke arah
otot yang berkontraksi.
Pada beberapa kondisi dimana dinding perut kendur seperti pada kondisi multipara, dan pada
lanjut usia, ataupun pada kondisi dinding perut terlalu tegang seperti pada kondisi hamil, asites,
“defense muscular”, maka otot dinding perut tidak menunjukan refleks berkontraksi. Refleks
dinding perut superfisialis umumnya akan menghilang setelah beberapa kali dilakukan. Pada lesi
piramidalis, refleks ini akan menghilang.[4,10]
Refleks Kremaster:

Pemeriksaan refleks ini dilakukan dengan menggores medial pangkal paha menggunakan benda
yang agak runcing seperti pensil atau ujung gagang palu refleks maupun ujung kunci, yang akan
memberikan refleks berupa kontraksinya skrotum. Lengkung refleks ini melalui L.1-2, dan akan
memberikan hasil negatif pada kondisi adanya lesi traktus piramidalis, dan juga pada orang
lanjut usia, penderita hidrokel, varikokel, orkitis, atau epididimitis.[4,10]

Refleks Anus Superfisial:

Pemeriksaan ini dilakukan dengan merangsang kulit di sekitar anus dengan menggunakan
tusukan ringan ataupun goresan, yang akan mengakibatkan otot sfingter eksternus berkontraksi.
Lengkung refleks ini melalui S.2-4, S.5.[4]

Refleks Telapak Kaki (Plantar Reflex):


Pemeriksa perlu menginformasikan pasien untuk melemaskan kaki, dan kemudian menggoreskan
telapak kaki dengan menggunakan benda yang agak runcing yang akan menimbulkan respon
berupa fleksi plantar kaki dan fleksi semua jari kaki.

Pada kondisi adanya lesi di traktus piramidalis, akan memberi respon berupa dorsofleksi ibu jari
kaki dan gerakan mekar jari-jari kaki lainnya, yang disebut refleks Babinski (refleks patologis).
[4,10]
Follow Up
Setelah melakukan pemeriksaan refleks fisiologi bersamaan dengan pemeriksaan neurologi
lainnya hasil interpretasi akan  menentukan lokasi gangguan saraf. Pemeriksaan lanjutan
membutuhkan alat bantu penunjang lainnya seperti radiologi maupun lumbal pungsi.

Pemeriksaan penunjang lainnya seperti CT scan dan MRI, pemeriksaan EEG untuk menilai


aktivitas elektrik di otak, pemeriksaan electromyography (EMG) untuk menilai aktivitas otot,
maupun pemeriksaan electroneurography (EnoG) untuk menilai konduktivitas saraf. Terkadang
pemeriksaan lumbal pungsi juga diperlukan untuk mengambil sampel cairan serebrospinal.[13]
Interpretasi Hasil

Setelah melakukan pemeriksaan refleks, pemeriksa dapat menentukan jawaban refleks yang
dibagi atas beberapa tingkat yaitu:

Negatif    : tidak ada refleks sama sekali.

+              : refleks lemah

+              : refleks normal

++            : refleks berlebihan atau meningkat[4]

Perlu diketahui bahwa tidak ada batasan tegas antara tingkat refleks. Pada pasien dengan refleks
yang lemah, pemeriksa perlu melakukan palpasi otot pasien untuk mengetahui apakah ada
kontraksi.[4]

Hasil refleks yang meningkat tidak selalu berarti ada gangguan patologis namun apabila refleks
pada sisi kanan tubuh dan sisi kiri berbeda maka kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh
karena suatu kondisi patologis. Sehingga perlu diingat untuk selalu membandingkan hasil refleks
pada kedua sisi tubuh (kanan dan kiri).[4]

Anda mungkin juga menyukai