1. Hipofisis
Kelenjar hipofisis terletak pada dasar otak besar dan menghasilkan bermacam-
macam hormon yang mengatur kegiatan kelenjar lainnya. Oleh karena itu, kelenjar
hipofisis disebut kelenjar pengendali ( master of gland). Kelenjar hipofisis dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu bagian anterior, bagian tengah, dan bagian posterior.
Hormon yang dihasilkan kelenjar hipofisis bagian anterior dan fungsinya dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
a. Macam-Macam Fungsi Hormon yang Dihasilkan oleh Kelenjar Hipofisis Bagian
Anterior dan Fungsinya
Tiroid merupakan kelenjar yang berbentuk cuping kembar dan di antara keduanya
terdapat daerah yang tersusun berlapis seperti susunan genting pada atap rumah.
Kelenjar ini terdapat di bawah jakun di depan trakea. Kelenjar tiroid menghasilkan
hormon tiroksin yang memengaruhi metabolisme sel tubuh dan pengaturan suhu
tubuh. Tiroksin mengandung banyak yodium. Kekurangan yodium dalam makanan
dalam waktu panjang mengakibatkan pembesaran kelenjar gondok karena kelenjar
ini harus bekerja keras untuk membentuk tiroksin. Kekurangan tiroksin
menurunkan kecepatan metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan
menurun. Bila ini terjadi pada anak-anak mengakibatkan kretinisme, yaitu kelainan
sik dan mental yang menyebabkan anak tumbuh kerdil dan idiot. Kekurangan
yodium yang masih ringan dapat diperbaiki dengan menambahkan garam yodium di
dalam makanan. Produksi tiroksin yang berlebihan menyebabkan penyakit
eksoftalmik tiroid (Morbus Basedowi) dengan gejala sebagai berikut; kecepatan
metabolisme meningkat, denyut nadi bertambah, gelisah, gugup, dan merasa
demam. Gejala lain yang nampak adalah bola mata menonjol keluar (eksoftalmus)
dan kelenjar tiroid membesar.
Kelenjar ini berbentuk bola, menempel pada bagian atas ginjal. Pada setiap ginjal
terdapat satu kelenjar suprarenal yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian luar
(korteks) dan bagian tengah (medula). Kelenjar bagian korteks menghasilkan
hormon kortison yang terdiri atas mineralokortikoid yang membantu metabolisme
garam natrium dan kalium serta menjaga keseimbangan hormon seks; dan
glukokortikoid yang berfungsi membantu metabolisme karbohidrat. Kelenjar bagian
medula menghasilkan hormon adrenalin dan hormon noradrenalin. Hormon
adrenalin menyebabkan meningkatnya denyut jantung, kecepatan pernapasan, dan
tekanan darah (menyempitkan pembuluh darah). Hormon noradrenalin bekerja
secara antagonis terhadap adrenalin, yaitu berfungsi menurunkan tekanan darah
dan denyut jantung.
Kerusakan pada bagian korteks mengakibatkan penyakit Addison dengan gejala-
gejala: timbul kelelahan, nafsu makan berkurang, mual, muntah-muntah, terasa
sakit di dalam tubuh. Dalam keadaan ketakutan atau dalam keadaan bahaya,
produksi adrenalin meningkat sehingga denyut jantung meningkat dan memompa
darah lebih banyak. Gejala lainnya adalah melebarnya saluran bronkiolus,
melebarnya pupil mata, kelopak mata terbuka lebar, dan diikuti dengan rambut
berdiri.
5. Pankreas
Ada beberapa kelompok sel pada pankreas yang dikenal sebagai pulau Langerhans.
Bagian ini berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon insulin.
Hormon ini berfungsi mengatur konsentrasi glukosa dalam darah. Kelebihan
glukosa akan dibawa ke sel hati dan selanjutnya akan dirombak menjadi glikogen
untuk disimpan. Kekurangan hormon ini akan menyebabkan penyakit diabetes yang
ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Kelebihan glukosa
tersebut dikeluarkan bersama urine. Tanda-tanda diabetes melitus yaitu sering
mengeluarkan urine dalam jumlah banyak, sering merasa haus dan lapar, serta
badan terasa lemas.
Selain menghasilkan insulin, pankreas juga menghasilkan hormon glukagon yang
bekerja antagonis dengan hormon insulin.
a) Ovarium
b) Estrogen
Hormon ini dihasilkan oleh Folikel de Graaf. Pembentukan estrogen dirangsang oleh
FSH. Fungsi estrogen adalah menimbulkan dan mempertahankan tanda-tanda
kelamin sekunder pada wanita. Tanda-tanda kelamin sekunder adalah ciri-ciri yang
dapat membedakan wanita dengan pria tanpa melihat kelaminnya. Contohnya,
perkembangan pinggul, payudara, dan kulit menjadi bertambah halus.
c) Progesteron
Hormon ini dihasilkan oleh korpus luteum. Pembentukannya dirangsang oleh LH.
Progesteron berfungsi menyiapkan dinding uterus agar dapat menerima telur yang
sudah dibuahi.
d) Testis
Seperti halnya ovarium, testis adalah organ reproduksi khusus pada pria. Selain
menghasilkan sperma, testis berfungsi sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan
hormon androgen, yaitu testosteron. Testosteron berfungsi menimbulkan dan
memelihara kelangsungan tanda-tanda kelamin sekunder. Misalnya suara yang
membesar, mempunyai kumis, dan jakun.
1. Kelenjar Tiroid
Kelenjar yang terletak di bawah leher bagian depan ini menghasilkan hormon tiroid yang mengatur
metabolisme tubuh. Hormon tiroid juga berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tulang
otak dan sistem saraf pada anak-anak. Selain itu, hormon tiroid juga membantu menjaga tekanan
darah, detak jantung, dan fungsi reproduksi.
2. Kelenjar Paratiroid
Kelenjar paratiroid adalah dua pasang kelenjar kecil yang tertanam di setiap sisi permukaan kelenjar
tiroid. Kelenjar kecil ini melepaskan hormon paratiroid yang berfungsi untuk mengatur kadar kalsium
dalam darah dan metabolisme tulang.
3. Hipotalamus
Hipotalamus mengeluarkan hormon yang merangsang dan menekan pelepasan hormon yang
disekresikan menuju kelenjar hipofisis melalui arteri. Hipotalamus juga mengeluarkan hormon
somatostatin yang menyebabkan kelenjar pituitari menghentikan pelepasan hormon pertumbuhan.
Selain itu, letaknya yang berada di tengah bagian bawah otak memiliki peran penting dalam
pengaturan rasa kenyang, metabolisme, dan suhu tubuh.
4. Kelenjar Hipofisis
Kelenjar hipofisis atau kelenjar pituitari letaknya berada di dalam otak, tepatnya di bawah
hipotalamus. Setelah mendapatkan rangsangan dari hipotalamus, kelenjar hipofisis akan
memproduksi hormon yang membantu mengatur pertumbuhan, produksi dan pembakaran energi,
menjaga tekanan darah, serta berbagai fungsi pada organ tubuh lainnya.
5. Kelenjar Adrenal
Kelenjar berbentuk segitiga yang berada di atas setiap ginjal ini terdiri dari dua bagian. Pertama,
bagian luar atau biasa disebut dengan korteks adrenal dan bagian keduanya adalah medula adrenal
yang terletak di bagian dalam. Bagian luar menghasilkan hormon yang disebut kortikosteroid, yang
mengatur metabolisme, fungsi seksual, sistem kekebalan, serta keseimbangan garam dan air dalam
tubuh. Sementara, bagian dalam atau medula adrenal menghasilkan hormon yang disebut
katekolamin yang berfungsi untuk membantu tubuh mengatasi tekanan fisik dan emosional dengan
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah.
6. Kelenjar Reproduksi
Pria dan wanita memiliki kelenjar reproduksi yang berbeda. Pada pria terdapat di testis yang
mengeluarkan hormon androgen yang memengaruhi banyak karakteristik pria seperti perkembangan
seksual, pertumbuhan rambut wajah, dan produksi sperma. Sementara pada wanita terletak di
ovarium yang menghasilkan estrogen dan progesteron serta telur. Hormon-hormon ini mengontrol
perkembangan karakteristik wanita seperti pertumbuhan payudara, menstruasi, dan kehamilan.
7. Pankreas
Pankreas adalah organ memanjang yang terletak di perut bagian belakang. Pankreas memiliki fungsi
pencernaan dan hormonal misalnya pankreas eksokrin yang mengeluarkan enzim pencernaan.
Selain itu, terdapat pankreas endokrin yang mengeluarkan hormon insulin serta glukagon yang
mengatur kadar gula dalam darah.
3. Mekanisme kerja hormon
Adanya rangsangan dari luar maupun dari dalam endokrin memproduksi dan mengeluarkan
hormon ke dalam plasma darah menyebabkan kelenjar --- Setelah sampai pada sel yang
menjadi tujuan, hormon bergabung dengan reseptor dan meningkatkan akvifitas adenil siklase
yang terdapat pada membran Aktivitas adenesil siklase yg meningkat ini menyebabkan
peningkatan pembentukan AMP siklik yg terdapat dalam plasma sel yg dapat mengubah proses
di dalam sel tsb (ex: aktivitas enzim, permeabilitas membran dsb) Keseluruhan proses yg
berubah ini dpt terwujud dlm tindakan sbg jawaban fisiologik atau usaha yg dilakukan oleh
manusia. Proses yg bersifat hormonal ini tdd 2 tahap : 1. pembentukan hormon sampai tiba pd
dd. Sel atau plasma 2. peningkatan jml AMP siklik hingga terjadinya pertumbuhan atau proses
dalam sel
Mekanisme kerja hormon : Adanya rangsangan dari luar maupun dari dalam endokrin
memproduksi dan mengeluarkan hormon ke dalam plasma darah menyebabkan kelenjar ---
Setelah sampai pada sel yang menjadi tujuan, hormon bergabung dengan reseptor dan
meningkatkan akvifitas adenil siklase yang terdapat pada membran Aktivitas adenesil siklase yg
meningkat ini menyebabkan peningkatan pembentukan AMP siklik yg terdapat dalam plasma
sel yg dapat mengubah proses di dalam sel tsb (ex: aktivitas enzim, permeabilitas membran
dsb) Keseluruhan proses yg berubah ini dpt terwujud dlm tindakan sbg jawaban fisiologik atau
usaha yg dilakukan oleh manusia. Proses yg bersifat hormonal ini tdd 2 tahap : 1. pembentukan
hormon sampai tiba pd dd. Sel atau plasma 2. peningkatan jml AMP siklik hingga terjadinya
pertumbuhan atau proses dalam sel.
Sistem Persyarafan
1. Pengertian sistem saraf
Sistem saraf adalah sistem kompleks yang berperan dalam mengatur dan
mengoordinasikan seluruh aktivitas tubuh. Sistem ini memungkinkan Anda untuk
melakukan berbagai kegiatan, seperti berjalan, berbicara, menelan, bernapas, serta
semua aktivitas mental, termasuk berpikir, belajar, dan mengingat. Ini juga membantu
Anda mengontrol bagaimana tubuh bereaksi dalam keadaan darurat.
Sistem saraf pada manusia terdiri dari otak, sumsum tulang belakang, organ-organ
sensorik (mata, telinga, dan organ lainnya), dan semua saraf yang menghubungkan
organ-organ tersebut dengan seluruh tubuh. Sistem ini bekerja dengan mengambil
informasi melalui bagian tubuh atau indera tertentu, memproses informasi tersebut,
serta memicu reaksi, seperti membuat otot Anda bergerak, merasakan sakit, atau
bernapas.
Dalam menjalankan kerjanya tersebut, sistem saraf terbagi menjadi dua struktur atau
susunan, yaitu sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat terdiri dari
otak dan sumsum tulang belakang, sedangkan saraf tepi terdiri dari saraf yang
menghubungkan saraf pusat ke seluruh tubuh Anda. Adapun saraf tepi terbagi ke
dalam dua susunan besar, yaitu saraf somatik dan otonom.
Secara garis besar, fungsi saraf tepi adalah menghubungkan respon sistem saraf pusat ke organ
tubuh dan bagian lainnya di tubuh Anda. Saraf ini meluas dari saraf pusat ke area terluar tubuh
sebagai jalur penerimaan dan pengiriman rangsangan dari dan ke otak.
Masing-masing susunan saraf tepi, yaitu somatik dan otonom, memiliki fungsi yang berbeda.
Berikut adalah penjelasan mengenai fungsi dari bagian-bagian sistem saraf tepi:
Sistem saraf somatik bekerja dengan mengontrol semua hal yang Anda sadari dan secara sadar
memengaruhi respon tubuh, seperti menggerakkan lengan, kaki, dan bagian tubuh
lainnya. Fungsi saraf ini menyampaikan informasi sensorik dari kulit, organ indera, atau otot ke
sistem saraf pusat. Selain itu, saraf somatik juga membawa respons keluar dari otak untuk
menghasilkan respon berupa gerakan.
Misalnya, saat menyentuh termos panas, saraf sensorik membawa informasi ke otak bahwa ini
adalah sensasi panas. Setelah itu, saraf motorik membawa informasi dari otak ke tangan untuk
segera menghindar dengan menggerakkan, melepas, atau menarik tangan dari termos panas
tersebut. Keseluruhan proses ini terjadi kurang lebih dalam waktu satu detik.
Sebaliknya, sistem saraf otonom mengontrol aktivitas yang Anda lakukan secara tak sadar atau
tanpa perlu memikirkannya. Sistem ini terus menerus aktif untuk mengatur berbagai aktivitas,
seperti bernapas, detak jantung, dan proses metabolisme tubuh.
1. Sistem simpatik
Sistem ini mengatur respons perlawanan dari dalam tubuh ketika ada ancaman pada diri Anda.
Sistem ini juga mempersiapkan tubuh untuk mengeluarkan energi dan menghadapi potensi
ancaman di lingkungan.
Misalnya, ketika Anda sedang cemas atau takut, saraf simpatik akan memicu respons dengan
mempercepat detak jantung, meningkatkan laju pernapasan, meningkatkan aliran darah ke otot,
mengaktifkan kelenjar produksi keringat, dan melebarkan pupil mata. Ini dapat membuat tubuh
merespon dengan cepat dalam situasi gawat darurat.
2. Sistem parasimpatik
Sistem ini gunanya menjaga fungsi tubuh normal setelah ada sesuatu yang mengancam diri
Anda. Setelah ancaman berlalu, sistem ini akan memperlambat detak jantung, memperlambat
pernapasan, mengurangi aliran darah ke otot, dan menyempitkan pupil mata. Ini memungkinkan
kita untuk mengembalikan tubuh ke kondisi rileks yang normal.
Sebaliknya, sistem saraf otonom mengontrol aktivitas yang Anda lakukan secara tak
sadar atau tanpa perlu memikirkannya. Sistem ini terus menerus aktif untuk mengatur
berbagai aktivitas, seperti bernapas, detak jantung, dan proses metabolisme tubuh.
1. Sistem simpatik
Sistem ini mengatur respons perlawanan dari dalam tubuh ketika ada ancaman pada
diri Anda. Sistem ini juga mempersiapkan tubuh untuk mengeluarkan energi dan
menghadapi potensi ancaman di lingkungan.
Misalnya, ketika Anda sedang cemas atau takut, saraf simpatik akan memicu respons
dengan mempercepat detak jantung, meningkatkan laju pernapasan, meningkatkan
aliran darah ke otot, mengaktifkan kelenjar produksi keringat, dan melebarkan pupil
mata. Ini dapat membuat tubuh merespon dengan cepat dalam situasi gawat darurat.
2. Sistem parasimpatik
Sistem ini gunanya menjaga fungsi tubuh normal setelah ada sesuatu yang
mengancam diri Anda. Setelah ancaman berlalu, sistem ini akan memperlambat detak
jantung, memperlambat pernapasan, mengurangi aliran darah ke otot, dan
menyempitkan pupil mata. Ini memungkinkan kita untuk mengembalikan tubuh ke
kondisi rileks yang normal.
Saat bagian bawah lutut Anda dipukul, kaki secara otomatis akan
berayun ke depan.
Saat lutut dipukul pelan, pukulan tersebut akan diserap oleh reseptor
sebagai stimuli yang perlu diproses.
Reseptor kemudian akan meneruskan pesan ini ke neuron sensori.
Di dalam neuron sensori, seperti biasa, pesan ini akan melalui
pengolahan melalui tiga bagian neuron, yaitu dendrit, akson, dan ujung
saraf.
Lalu, setelah dari neuron sensori, pesan ini langsung melompat ke
neuron motorik.
Dari neuoron motorik, pesan ini langsung diteruskan ke otot. Itulah
sebabnya, kaki Anda berayun ke depan.
Satu kali lompatan dari neuron sensorik ke neuron motorik inilah yang
dinamakan monosinaptik.
3. SK III (Okulomotorius): M, Pergerakan bola mata elevasi alis, konstriksi pupil dan
memfokuskan lensa
5. SK V (Trigeminus) :
V1(Syaraf optalmik): S, input dari kornea, rongga hidung bagian atas, kulit
kepala bagian frontal, dahi, bagian atas alis, konjungtiva kelenjar air mata.
V2 (Syaraf maksilari): S, input dari dagu, bibir atas, gigi atas, mukosa rongga
hidung, palatum, faring
V3 (Syaraf Mandibular): S,M, input dari lidah (bukan pengecapan), gigi bawah,
kulit di bawah dagu, mengunyah
7. SK VII (Fasialis): S,M, Pengecapan, Salivasi, lakrimasi, pergerakan otot wajah
9. SK IX(Glossofaringeus): S,M Pengecapan, sensasi lain dari lidah, salivasi dan
menelan
10. SK X (vagus): S,M, menelan, monitor kadar oksigen dan karbondioksida darah,
tekanan darah, kegiatan organ visceral lain
11. SK XI(Aksesorius): M, produksi suara di laring, Pergerakan kepala dan bahu, muscle
sense
Saraf kranial :
Fungsi penciuman
Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya
mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya.
Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran,
ulangi untuk satunya.
Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang
hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek
tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut,
ulangi mata kedua.
Test N III (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil
mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan
keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
Test N IV, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata,
gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
Test N VI, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok.
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan
bawah.
Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien
tertutup.
Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada
otot temporal dan masseter.
Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk : tersenyum,
mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya
Fungsi sensoris :
Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu
telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri.
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di
test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi
M. Salivarius inferior.
N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi
pharynx, tonsil dan palatum lunak.
Test : inspeksi gerakan ovula (saat klien menguapkan “ah”) apakah simetris dan tertarik
keatas.
Refleks menelan : dengan cara menekan posterior dinding pharynx dengan tong spatel,
akan terlihat klien seperti menelan.
Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan —- test otot trapezius.
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk
menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
Fungsi sensorik :
1. Jarum yang ujungnya tajam dan tumpul (jarum bundel atau jarum pada
perlengkapan refleks hammer), untuk rasa nyeri superfisial.
3. Botol berisi air hangat / panas dan air dingin, untuk rasa suhu.
Bila leher ditekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat menempel
pada dada —- kaku kuduk positif (+).
Tanda Brudzinski II positif (+) bila fleksi tungkai klien pada sendi panggul secara pasif
akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi panggul dan lutut.
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai bawah pada sendi lutut.
Normal, bila tungkai bawah membentuk sudut 1350 terhadap tungkai atas. Kernig +
bila ekstensi lutut pasif akan menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan nyeri sepanjang m.
ischiadicus.
6. Pengujian Refleks
Teknik pemeriksaan refleks fisiologis dapat dilakukan kurang lebih dengan pemeriksaan fisik
lainnya yaitu diawali dengan melakukan anamnesis, dan dilanjutkan dengan melakukan
pemeriksaan fisik termasuk didalamnya pemeriksaan saraf, apabila dicurigai adanya gangguan
pada sistem saraf. Pemeriksaan refleks fisiologis rutin dilakukan pada pasien yang dicurigai
menderita gangguan pada sistem saraf, terutama untuk menentukan tingkat kerusakan pada
sistem saraf.[9] Pemeriksaan ini juga sering dilakukan bersama dengan pemeriksaan neurologi
lainnya seperti pemeriksaan saraf kranial dan refleks patologis.
Prosedural
Pada saat melakukan pemeriksaan refleks dalam, pemeriksa perlu memastikan posisi dan teknik
pengetukan palu refleks benar dan diketuk pada tendon yang tepat.
1. Palu refleks tidak boleh dipegang secara keras, pemeriksa dapat memegang gagang palu
refleks dengan ibu jari dan jari telunjuk dan ayunkan secara terarah ke tendon atau periosteum
2. Gerakan pengetukan berpangkal pada sendi pergelangan tangan pemeriksa dan bukan
pada lengan pemeriksa, sehingga dapat bergerak secara leluasa
5. Metode perkusi indirek ini dilakukan apabila tendon yang bersangkutan tidak berlandasan
pada bangunan yang cukup keras sehingga menyebabkan respon refleks menjadi lemah atau
kurang nyata. Metode tersebut dapat dilakukan untuk membangkitkan refleks tendon bisep
brachialis dan bisep femoris[10]
Berikut adalah beberapa pemeriksaan refleks dalam yang lazim diperiksa pada pemeriksaan
rutin:
Refleks Glabela:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan pukulan singkat pada glabela atau sekitar daerah
supraorbitalis, yang akan mengakibatkan kontraksi singkat kedua m. orbicularis oculi. Pusat
refleks ini terletak di pons.
Pada lesi perifer n. facialis, refleks ini akan menurun ataupun negatif, sedangkan pada sindrom
parkinson refleks ini meningkat.[10]
Refleks Rahang Bawah (Jaw Reflex):
Pemeriksa dapat mengarahkan pasien untuk membuka mulut sedikit dan posisikan jari telunjuk
pemeriksa melintang di dagu lalu ketuk dengan palu refleks pada jari telunjuk pemeriksa, yang
akan memberikan respon berupa berkontraksinya m.masseter sehingga mulut merapat. Pusat
refleks ini terletak di pons.[10]
Refleks Tendon Biceps Brachialis:
Posisikan lengan pasien pada posisi semi fleksi sambil menempatkan ibu jari pemeriksa di atas
tendon otot biseps lalu ketukkan palu refleks pada ibu jari pemeriksa, yang akan memberikan
respon berupa fleksi lengan siku. Pusat refleks ini terletak pada C5-C6, yang dipersarafi
oleh n.musculocutaneus.[4,10]
Refleks Triseps:
Posisikan lengan bawah pasien di sendi siku pada posisi semi fleksi dan sedikit pronasi.
Pemeriksa dapat mengetuk pada tendon insersio m.triceps yang berada sedikit di atas olekranon,
yang akan memberikan respons berupa gerakan ekstensi lengan bawah di sendi siku. Pusat
refleks ini terletak pada C6-C8, yang dipersarafi oleh n.radialis.[4,10]
Refleks Brakhioradialis:
Posisikan lengan bawah pasien fleksi serta sedikit dipronasikan lalu pemeriksa mengetuk pada
tendon brachioradialis, yang berada di dasar dari processus styloideus radii. Hal ini akan
memberikan respon berupa lengan bawah fleksi dan supinasi. Pusat refleks ini terletak pada C5-
C6, dengan lengkung refleks ini melalui n.radialis.[4,8]
Refleks Ulna:
Posisikan lengan bawah pasien semifleksi dan semi pronasi lalu ketukkan palu refleks
pada periosteum prosesus styloideus. Hal ini akan memberikan respon berupa pronasi tangan
karena adanya kontraksi m.pronator quadratus. Pusat refleks ini terletak pada C8, T1, yang
dipersarafi oleh n.ulnaris.[10]
Refleks Fleksor Jari-Jari:
Posisikan tangan pasien pada posisi supinasi dan ditumpukan pada alas yang keras. Posisikan jari
telunjuk pemeriksa menyilang pada permukaan volar falang jari-jari pasien kemudian ketuk jari
telunjuk pemeriksa menggunakan palu refleks.
Pada kondisi normal, jari-jari pasien akan berfleksi pada bagian terminal falang, demikian juga
pada falang akhir ibu jari.
Apabila terdapat lesi piramidal, hasil menunjukan fleksi jari-jari lebih kuat. Pusat refleks ini
terletak pada C6-T1, dengan lengkung refleks ini melalui n.medianus.[3,4]
Refleks Patella (Refleks Tendon Lutut):
Pemeriksaan ini disebut juga kniepeesreflex (KPR) yang berasal dari bahasa Belanda, yang
artinya refleks tendon lutut.
Pada pemeriksaan refleks ini, posisi pasien dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu pasien duduk
dengan kedua kaki digantung, pasien duduk dengan kedua kaki menapak pada lantai, dan posisi
pasien berbaring terlentang dengan tungkai difleksikan pada sendi lutut.
Posisikan pasien berbaring terlentang dengan kedua lengan lurus di samping tubuh. Pemeriksa
meletakkan jari atau kayu penekan lidah pada dinding perut dan mengetuk menggunakan palu
refleks diatasnya. Hal ini akan mengakibatkan otot dinding perut yang bersangkutan
berkontraksi. Pusat refleks ini terletak pada T6-T12.
Reaksi dinding perut ini memiliki nilai yang penting apabila dilakukan bersama dengan refleks
superfisial dinding perut. Apabila refleks dalam dinding perut meningkat, sementara refleks
superfisialis nya negatif maka hal ini menunjukan adanya lesi piramidal pada tempat yang lebih
atas dari T6.[4]
Refleks superfisial terjadi karena terangsangnya kulit atau mukosa sehingga mengakibatkan
berkontraksinya otot di bawahnya atau di sekitarnya.
Refleks Kornea:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menyentuh kornea mata pasien dengan sepotong kapas yang
ujungnya dibuat runcing, yang akan mengakibatkan dipejamkannya mata (m.orbicularis oculi).
Perlu dipastikan pasien tidak melihat arah datangnya kapas ke mata. Sensibilitas kornea
dipengaruhi oleh N.V sensorik cabang oftalmik.
Refleks kornea tampak berkurang atau justru tidak terjadi pada kondisi adanya gangguan pada
N.V sensorik, ataupun pada kondisi terjadinya kelumpuhan m.orbicularis oculi yang dipersarafi
oleh n.facialis (N.VII).[4]
Refleks Dinding Perut Superfisialis:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggores dinding perut menggunakan benda yang agak
runcing seperti kunci, maupun kayu pemeriksaan pada berbagai lapangan dinding perut yaitu di
epigastrium (otot yang berkontraksi diinervasi oleh T.6, T.7), perut bagian atas (T.7, T9), perut
bagian tengah (T.9, T.11), perut bagian bawah (T.11, T.12 dan lumbal atas), yang akan
memberikan respon berupa otot (m. rectus abdominis) berkontraksi dan pusar bergerak ke arah
otot yang berkontraksi.
Pada beberapa kondisi dimana dinding perut kendur seperti pada kondisi multipara, dan pada
lanjut usia, ataupun pada kondisi dinding perut terlalu tegang seperti pada kondisi hamil, asites,
“defense muscular”, maka otot dinding perut tidak menunjukan refleks berkontraksi. Refleks
dinding perut superfisialis umumnya akan menghilang setelah beberapa kali dilakukan. Pada lesi
piramidalis, refleks ini akan menghilang.[4,10]
Refleks Kremaster:
Pemeriksaan refleks ini dilakukan dengan menggores medial pangkal paha menggunakan benda
yang agak runcing seperti pensil atau ujung gagang palu refleks maupun ujung kunci, yang akan
memberikan refleks berupa kontraksinya skrotum. Lengkung refleks ini melalui L.1-2, dan akan
memberikan hasil negatif pada kondisi adanya lesi traktus piramidalis, dan juga pada orang
lanjut usia, penderita hidrokel, varikokel, orkitis, atau epididimitis.[4,10]
Pemeriksaan ini dilakukan dengan merangsang kulit di sekitar anus dengan menggunakan
tusukan ringan ataupun goresan, yang akan mengakibatkan otot sfingter eksternus berkontraksi.
Lengkung refleks ini melalui S.2-4, S.5.[4]
Pada kondisi adanya lesi di traktus piramidalis, akan memberi respon berupa dorsofleksi ibu jari
kaki dan gerakan mekar jari-jari kaki lainnya, yang disebut refleks Babinski (refleks patologis).
[4,10]
Follow Up
Setelah melakukan pemeriksaan refleks fisiologi bersamaan dengan pemeriksaan neurologi
lainnya hasil interpretasi akan menentukan lokasi gangguan saraf. Pemeriksaan lanjutan
membutuhkan alat bantu penunjang lainnya seperti radiologi maupun lumbal pungsi.
Setelah melakukan pemeriksaan refleks, pemeriksa dapat menentukan jawaban refleks yang
dibagi atas beberapa tingkat yaitu:
Perlu diketahui bahwa tidak ada batasan tegas antara tingkat refleks. Pada pasien dengan refleks
yang lemah, pemeriksa perlu melakukan palpasi otot pasien untuk mengetahui apakah ada
kontraksi.[4]
Hasil refleks yang meningkat tidak selalu berarti ada gangguan patologis namun apabila refleks
pada sisi kanan tubuh dan sisi kiri berbeda maka kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh
karena suatu kondisi patologis. Sehingga perlu diingat untuk selalu membandingkan hasil refleks
pada kedua sisi tubuh (kanan dan kiri).[4]