KATA PENGANTAR
Penulis
NO ALAT FUNGSI
1 Centrifuge alat untuk memutar sampel pada
kecepatan tinggi, memaksa partikel
yang lebih berat terkumpul ke dasar
tabung centrifuge
1) Cermin
Cermin merupakan salah satu bagian utama dari mikroskop yang berguna
sebagai penerima dan pemantul cahaya untuk seterusnya diarahkan ke objek
dengan bantuan kondensor.
2) Lensa Okuler
Dalam mikroskop, lensa okuler berguna untuk memperbesar bayangan.
Bayangan yang dihasilkan berasal dari lensa objektif. Lensa okuler dapat
memperbesar bayangan dengan ukuran 4 – 25 kali. Lensa ini terletak pada ujung
atas tabung mikroskop.
3) Lensa Objektif
Lensa objektif terletak paling dekat dengan preparat dan berfungsi untuk
membentuk bayangan pertama. Lensa ini dapat memperbesar objek dengan
ukuran 10x, 40x, dan 100x sehingga menentukan struktur dan bagian renik yang
terlihat pada bayangan akhir. Agar memperoleh bayangan benda yang jelas,
pengamat disarankan mengoles minyak emersi terlebih dulu pada lensa objektif
sebelum digunakan. Daya pisah spesimen pada lensa objektif diukur dengan nilai
apertura (NA).
4) Kaki
Layaknya kaki pada manusia, kaki mikroskop berguna untuk menyangga dan
memperkuat kedudukan mikroskop. Terdapat lengan dan sejenis engsel yang
melekat erat pada kaki mikroskop.
5) Diafragma
Sama seperti pupil pada mata (baca juga: cara kerja mata), bagian ini berfungsi
untuk mengatur jumlah cahaya yang masuk dan mengenai preparat (objek
benda).
6) Lengan
Lengan pada mikroskop digunakan pengamat sebagai pegangan pada saat ingin
mengangkat atau memindahkan mikroskop.
7) Tabung Mikroskop
Tabung mikroskop ini berguna sebagai penghubung antara lensa objektif dan
lensa okuler pada mikroskop.
8) Revolver
Mengatur perbesaran lensa objektif merupakan bagian fungsi dari bagian ini.
9) Mikrometer
Kondensor terdiri atas lensa gabungan yang dapat diputar untuk mengumpulkan
cahaya yang dipusatkan ke objek akibat dipantulkan dari cermin.
12) Meja Preparat
Seperti namanya, meja ini berfungsi untuk meletakkan objek benda yang akan
diamati atau yang disebut dengan preparat. Preparat diletakkan di meja dengan
bantuan penjepit. Pada beberapa jenis mikroskop, kedudukan meja preparat ini
dapat diatur ketinggiannya.
14) Putar revolver pada lensa objektif ke keadaan semula yaitu perbesaran paling
kecil setelah Anda selesai melakuka pengamatan.
15) Turunkan meja preparat dan naikkan tabung mikroskop.
Pendahuluan
Kolom winogradsky merupakan sebuah model sederhana yang berupa
miniatur ekosistem buatan yang berisi tanah atau sedimen untuk membiakkan
mikroba yang menyerupai kondisi ekologis yang sebenarnya. Lingkungan
merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan mikroba tanah.
Contoh tanah yang digunakan dalam kolom winogradsky dibuat menjadi
lumpur. Tanah yang mengandung banyak bahan organik dan selulosa sangat
mendukung aktivitas mikroba tanah.
Pembuatan kolom winogradsky dilakukan dengan memasukkan sampel
tanah pada kolom atau tabung transparan yang kemudian diinkubasikan.
Tanah yang digunakan adalah tanah sawah. Pada kolom yang telah
diinkubasikan, akan terbentuk endapan-endapan yang mewakili jenis mikroba
yang hidup. Pertumbuhan mikroba diamati melalui adanya zona-zona
berwarna pada sepanjang kolom.
Prinsip
Kolom bagian atas dan bagian bawah memiliki kondisi yang berbeda.
Kolom bagian atas behubungan langsung dengan udara sehingga bersifat
aerob. Semakin ke bawah maka oksigen semakin berkurang, sehingga pada
bagian dasar kolom memiliki keadaan anaerob.
Prosedur :
1. Setiap kelompok, membuat 2 perlakuan yaitu : (I) Kontrol, (II) Tanah +
perlakuan (urea/pupuk kandang/bokashi/kapur/dsb). Buat campuran tanah
atau lumpur dengan satu sendok CaSO4 atau satu sendok CaCO3 serta
sobekkan kecil-kecil kertas saring.
2. Campuran bahan tersebut dimasukkan ke dasar kolom sampai mencapai
ketinggian 2,5 – 3 cm. Jika campuran tanah kurang basah bisa ditambahi
air supaya diperoleh konsistensi seperti bubur.
3. Bubur tanah ditambahkan secara hati-hati, tiap kali diaduk untuk
menghindari adanya gelembung udara yang tersekap di dalam lumpur.
Penambahan bubur tanah tersebut dilakukan sampai ketinggian 15 – 20
cm. Kolom tanah makin tinggi makin baik supaya keadaan di dasar kolom
menjadi anaerob.
4. Diatas lapisan lumpur, ditambahkan air hingga 0,6 cm dan membiarkan
semalam. Apabila terdapat kelebihan air setelah dibiarkan semalam, maka
kelebihan air tersebut dibuang. Kolom dibiarkan terbuka dan dijaga jangan
sampai kering.
5. Inkubasi.
Kolom diinkubasi pada suhu kamar dengan penyinaran sinar matahari
secara tidak langsung. Kenampakan – kenampakan spesifik dapat dilihat
dalam waktu 6 minggu.
6. Pengamatan
Setelah diinkubasi, amati adanya zona – zona pertumbuhan sepanjang
kolom. Cairan pada lapisan atas diambil dan dibuat preparat mikroskopis,
amati adanya mikrobia : Bakteri, ganggang, protozoa, fungi dan metazoa.
Kolom plastik dipotong bagian atas dan bawah untuk diambil bagian tengah
yang menunjukkan adanya pertumbuhan mikrobia. Mikrobia pada bagian
tersebut selanjutnya diisolasi.
DAFTAR PUSTAKA
Ernst, W. G. 2000. Earth Systems Processes and Issues. Cambridge:
Cambridge University Press.
ACARA 3. BIOFISIK TANAH
Tanah, dengan kandungan C-organik terbesar di alam, yakni 1,2 – 1,6 x 1015
kg C (Wagner & Wolf, 1997), menyokong kehidupan berbagai jenis mikroba dari
beragam tipe morfologi dan fisiologi, baik yang menguntungkan maupun yang
merugikan. Banyak diantaranya yang sudah dikomersialkan seperti mikroba
penambat N2 dari udara, pelarut P, pemacu tumbuh tanaman, dan pengendali
patogen. Berbagai atribut mikroba seperti keragaman jenis, kepadatan populasi, dan
laju respirasi menjadi indikator yang potensial untuk menilai kualitas dan kesehatan
tanah. Di dalam tanah, keberadaan mikroba sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik,
kimia, dan biologi tanah. Ungkapan Beijerinck (the Father of Microbial Ecology)
“Every-thing is everywhere and the milieu selects” menjelaskan besarnya peran
faktor lingkungan dalam seleksi mikroba; lingkunganlah yang memilih, jenis mikroba
mana saja yang dapat hidup dan berkembang- biak dalam suatu ekosistem tanah
tertentu. Perbedaan berbagai atribut mikroba pada berbagai kondisi tanah
disebabkan antara lain oleh perbedaan jenis dan kandungan bahan organik, kadar
air, jenis penggunaan tanah dan cara pengelolaannya. Dengan memperhatikan
keberagaman ini, teknik pengambilan contoh tanah yang tepat perlu dipahami agar
waktu, tenaga, dan biaya yang dicurahkan untuk pengambilan contoh tanah menjadi
lebih efisien. Jumlah contoh yang terlalu banyak merupakan pemborosan, namun
apabila jumlah contoh terlalu sedikit interpretasi data bisa keliru sehingga informasi
yang diperoleh bisa menjadi kurang bermanfaat.
Prinsip
Pada prinsipnya pengambilan contoh tanah adalah suatu aktivitas
pengumpulan sebagian volume tanah yang mewakili suatu wilayah tertentu secara
tepat untuk menghasilkan suatu data atau nilai yang bisa memberi gambaran kondisi
tanah di wilayah tersebut secara keseluruhan. Pengambilan contoh harus didahului
dengan perencanaan sesuai dengan tujuan pengambilan contoh dan tingkat
ketelitian data yang diinginkan. Untuk mendapatkan data tentang suatu atribut
mikroba, misalnya kepadatan populasi bakteri Gram negatif pada tanah lapisan atas
atau laju
respirasi tanah yang dipupuk dengan pupuk hijau (sisa-sisa tanaman segar), maka
perlu dirancang cara atau strategi pengambilan contoh tanah, jumlah contoh yang
diperlukan, kedalaman pengambilan contoh, dan ukuran contoh yang diperlukan.
Strategi pengambilan contoh tanah Pengambilan contoh tanah dapat
dilakukan dengan cara: (i) sistematis; (ii) random/acak; (iii) komposit; dan (iv) bebas,
tergantung pada tujuan dan sasaran yang ingin dicapai (Wollum, 1994). Beberapa
cara lain yang tidak dibahas di sini biasanya dilakukan untuk tujuan khusus seperti
evaluasi tingkat pencemaran dengan cara polar sampling atau algorithmorientated
sampling oleh Totsche (1995). Pengambilan contoh tanah cara sistematis ataupun
cara radom/acak ditujukan untuk mendapatkan nilai maksimum, minimum, dan rata-
rata berbagai atribut mikroba pada suatu areal tertentu berdasarkan analisis statistik.
Areal dibagi secara proporsional ke dalam beberapa areal kecil untuk pengambilan
contoh individu (sampling unit) dimana tiap contoh individu memberikan data sendiri-
sendiri. Pada pengambilan contoh cara sistematis, contoh tanah individu diambil di
tiap areal kecil, sedangkan pada cara random hanya dilakukan di beberapa areal
kecil yang dipilih secara acak (Gambar 1). Cara random lebih menghemat waktu dan
biaya asalkan banyaknya contoh individu yang diambil memperhatikan heterogenitas
areal lahan (lihat uraian perhitungan jumlah contoh).
Cara kerja
• Catat keadaan umum fisik lingkungan di lokasi pengambilan contoh, antara
lain: jenis penggunaan tanah, vegetasi atau tanaman yang diusahakan,
riwayat penggunaan tanah (bila tersedia), lereng, ketinggian tempat, dan
keadaan permukaan tanah (berbatu, dan lain-lain).
• Khusus contoh tanah untuk trapping mikroba simbiosis seperti rhizobia, catat
tanaman inang (legum) yang tumbuh di lokasi pengambilan contoh dan ambil
contohnya untuk diidentifikasi. 1) Pengambilan contoh tanah non-rizosfir -
Tanah non-rizosfir merupakan bagian tanah tanpa akar dan tanah yang
melekat pada akar. Gambar 3 menyajikan pengambilan contoh tanah komposit
non-rhizosfir.
• Bersihkan permukaan tanah di lokasi/titik pengambilan contoh dari tanaman
dan serasah (litter). Kemudian tetapkan volume penggalian 25 x 25 x25 cm
(panjang, lebar dan kedalaman), ukuran volume pengambilan contoh ini
konsisten di tiap titik pengambilan contoh.
• Gali tanah dengan sendok tanah atau spatula (kape). Gunakan bor tanah
untuk pengambilan contoh tanah pada kedalaman tertentu.
• Bersihkan tanah galian dari sisa tanaman dan potongan akar.
• Dengan sendok tanah, masukkan sejumlah tanah dengan volume atau berat
tertentu (sesuai kebutuhan) ke dalam kantong plastik dan diberi label.
Gunakan botol selai bertutup atau yang sejenis untuk contoh tanah anaerobik.
Untuk contoh komposit, contoh tanah ini dimasukkan ke dalam ember atau
baskom plastik untuk digabung dengan anak contoh tanah lain. Setelah diaduk
rata dengan sendok tanah, sejumlah tanah dengan volume atau berat tertentu
(sesuai kebutuhan) dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label.
• Masukkan segera contoh tanah ke dalam kotak es agar terhindar dari suhu
tinggi. Pemberian es batu dalam kotak es dilakukan bila perjalanan contoh
tanah ke laborato-rium memerlukan waktu lama.
• Untuk penggambilan contoh tanah di tempat lain, cuci semua peralatan
dengan air dan sterilkan seperti dijelaskan pada bagian Alat dan Bahan di
atas.
Pengambilan contoh tanah rizosfir/rizoplan
• Rizosfir merupakan porsi tanah yang langsung dipengaruhi oleh akar
tanaman, sedangkan rizoplan adalah permukaan akar dengan tanah yang
melekat kuat pada permukaannya. Batas rizosfir dimulai dari permukaan akar
sampai ke batas dimana akar tidak lagi berpengaruh langsung terhadap
kehidupan mikroba (bisa mencapai 5 mm).
• Tetapkan tanaman yang akan digali dan bersihkan permukaan tanah di bawah
tajuk dari daun atau serasah.
• Gali tanah di bawah tajuk di sekitar perakaran secara perlahanlahan dengan
sendok tanah atau spatula. Kemudian pisahkan akar dari bongkahan tanah
besar dan membiarkan sebanyak mungkin tanah yang melekat pada akar.
• Potong bagian tajuk tanaman di dekat pangkal akar (Gambar 4), kemudian
masukkan akar beserta tanah yang melekat ke dalam plastik, beri label, dan
selanjutnya masukkan ke dalam kotak es.
• Pengambilan contoh rizosfir/rizoplan kedua dari jenis tanaman yang berbeda
dilakukan setelah semua peralatan bersih dan steril dengan cara seperti
dijelaskan pada bagian alat dan bahan di atas.
DAFTAR PUSTAKA
Foster, J.C. 1995. Soil sampling and storage. p 49-51. In K. Alef & P. Nannipieri
(Eds.) Methods in Applied Soil Microbiology and Biochemistry. Academic
Press. London.
Totsche, K. 1995. Quality – project – design –spatial sampling. p 5-24. In K. Alef & P.
Nannipieri (Eds.) Methods in Applied Soil Microbiology and Biochemistry.
Academic Press. London.
Wagner, G. H. & D.C. Wolf. 1997. Carbon transformation and soil organic matter
formation. p 218-258. In D.M. Silvia, J.J. Fuhrmann, P.G. Hartel, & D.A
Zuberer (Eds.) Principles and Applications of Soil Microbiology. Prentice Hall.
New Jersey.
Wollum, A.G. 1994. Soil sampling for microbial analysis. p 1-14. In R.W. Weaver, S.
Angle, P. Bottomley, D. Bezdicek, S. Smith, A. Tabatabai, & A. Wollum (Eds.)
Methods of Soil Analysis (Microbiological and Biochemical Properties). SSSA.
Wisconsin, USA.
Utomo, D. H. (2016). Morfologi Profil Tanah Vertisol Di Kecamatan Kraton, Kabupaten
Pasuruan. Jurnal Pendidikan Geografi, 21(2), 120–130.
ACARA 2. SOIL FAUNA
PENGAMBILAN CONTOH UNTUK PENELITIAN FAUNA TANAH
Ea Kosman Anwar
Tanah kaya akan berbagai jenis fauna tanah dengan berbagai ukuran dan
bentuk kehidupan. Komponen biotik di dalam tanah memberi sumbangan terhadap
proses aliran energi dari ekosistem tanah. Kelompok biotik ini melakukan penguraian
sisa-sisa tumbuhan dan hewan yang telah mati (dekomposisi). Adanya perbedaan
keadaan lingkungan biotop (satuan geografi terkecil habitat yang dicirikan oleh
biotanya) mengakibatkan perbedaan struktur maupun sifat fauna tanah dari biotop
tersebut. Fauna tanah merupakan salah satu komponen dalam ekosistem tanah,
berperan dalam memperbaiki struktur tanah melalui penurunan berat jenis (bulk
density), peningkatan ruang pori, aerasi, drainase, kapasitas penyimpanan air,
dekomposisi sisa organik, pencampuran partikel tanah dan penyebaran mikroba
(Anwar et al., 2006; Hanafiah et al., 2003). Fauna tanah dapat dibedakan atas
makrofauna (contoh: cacing tanah), mesofauna (contoh: nematoda) dan mikrofauna
(contoh: protozoa) Kelompok fauna tanah paling penting adalah protozoa, nematoda,
annelida, dan arthropoda. Dalam hubungan timbal balik dengan mikroba, peranan
utama fauna tanah adalah mengoyak, memasukkan, dan melakukan pertukaran
secara kimia hasil proses dekomposisi serasah tanaman. Klasifikasi menurut cara
hidup fauna tanah didasarkan pada morfologi dan fisiologi tergantung pada
kedalaman tanah. Fauna fitotrofik memakan tanaman hidup, fauna zootrofik
memakan materi binatang, fauna mikrotrofik hidup dalam mikroorganisme, dan fauna
saprofitik menggunakan materi organik yang telah mati. Melalui proses mineralisasi
materi yang telah mati akan menghasilkan garam-garam mineral yang akan
digunakan oleh tumbuh-tumbuhan (Thomas & Mitchell, 1951). Secara umum fauna
tanah dapat dipandang sebagai pengatur terjadinya proses dalam tanah. Dengan
perkataan lain fauna tanah berperan dalam menentukan kesuburan tanah bahkan
beberapa jenis fauna tanah dapat digunakan sebagai indikator tingkat kesehatan
tanah di suatu daerah pertanian (Adianto, 1983).
Prinsip
Pengambilan contoh fauna tanah dimulai dengan pengambilan contoh tanah di
lapangan. Pada prinsipnya pengambilan contoh tanah adalah mengambil tanah
dengan suatu alat pada luas areal dan kedalaman tertentu. Pengambilan contoh
tanah dapat dilakukan dengan metode kuadrat (persegi) atau dengan bor tanah.
Pengambilan contoh tanah dengan metode kuadrat dilakukan dengan cara membuat
kuadrat di atas tanah dengan luas tertentu dengan ukuran 25 cm x 25 cm sesuai
dengan jenis fauna tanah yang akan dikoleksi, kemudian tanah tersebut digali
dengan sekop sesuai kedalaman yang diperlukan. Pengambilan contoh tanah
dengan bor tanah prinsipnya sama hanya pengambilan contoh tanah dengan bor
tanah ukuran luas contoh tanah telah disesuaikan dengan diameter bor yang
digunakan. Kedalaman contoh yang diambil sangat tergantung pada hewan yang
akan diteliti (Suin, 2003). Untuk makrofauna yang hidup dalam tanah dan dalam
serasah di permukaan tanah umumnya menggunakan metode standar dari Tropical
Soil Biology and Fertility Program (TSBF), Hand Book Method (Anderson & Ingram,
1993), dengan metode pengambilan contoh tanahnya menggunakan metode kuadrat
(persegi), dengan langkah-langkah sebagai berikut: - Penetapan titik-titik
pengambilan contoh - Pengambilan contoh tanah - Pemisahan fauna tanah dan
pengelompokannya (koleksi)
Prosedur
2. Tetapkan lokasi titik pengambilan sampel tanah (jenis tanah, ketinggian,
koordinat)
3. Tetapkan posisi blok dengan dengan ukuran 25×25 cm
4. Letakkan kayu/bambu yang berbentuk persegi dengan ukuran 25×25 cm ke
posisi blok yang sudah ditentukan
5. Cangkul sisi-sisi blok hingga kedalaman 20-30 cm
6. Ambil tanah blok
7. Letakkan tanah sampel ke kain yang sudah disediakan
8. Amati fauna tanah yang ada di tanah tersebut
9. Setelah selesai mengamati makrofauna, sampel tanah dikembalikan ke
tempat semula.
Pelabelan
Pada saat pekerjaan di lapangan, beri label semua contoh yang diambil dan
simpan pada tempat-tempat khusus sesuai keperluan seperti kantung kain katun
untuk contoh tanah, botol-botol tempat menyimpan contoh sesuai tempat, waktu
pengambilan, kedalaman tanah, dan lain-lain. Setelah seluruh keperluan
pengambilan contoh telah siap, kemudian contoh dibawa ke laboratorium untuk
diidentifikasi. Siapkan buku catatan khusus untuk mencatat keadaan yang tidak
berhubungan langsung dengan pekerjaan pengambilan contoh tanah, namun
mendukung dan mempengaruhi secara langsung keberadaan fauna tanah di
lapangan, seperti suhu udara, cuaca, musim, tipe agrosistem, dll, yang perlu dicatat
secara khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Adianto.1983. Biologi Pertanian. Penerbit ALUMNI. Bandung.
Anderson, J.M. & J.S.I. Ingram. 1993. Tropical soil biology and fertility: A Handbook
of Methods, 2nd ed. CAB International. Wallingford. UK.
Anwar, E.K., P. Kabar, & Subowo. 2006. Pemanfaatan cacing tanah Pheretima
hupiensis untuk meningkatkan produksi tanaman jagung. Jurnal Penelitian
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara 25(1): 42-51.
Hanafiah, K.A., I. Anas, A. Napoleon, & N. Ghoffar. 2003. Biologi Tanah. Ekologi dan
Makrobiologi Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta
Hidayat, A. & A.K. Makarim 1992. Pengambilan dan Persiapan Contoh Tanah dan
Tanaman. Bulletin Teknik No.4. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Bogor.
Lembaga Penelitian Tanah. 1979. Penuntun Analisis Fisika Tanah. Departemen
Pertanian.
ACARA 5. RESPIRASI TANAH DAN KAPASITAS LAPANG
Sri Widati
Prosedur
• Masukkan 100 g contoh tanah pada kapasitas lapang ke dalam stoples, dan 1
botol plastik terbuka berisi 10 ml 0,2 N KOH (untuk mengikat gas CO2 yang
dilepaskan dari respirasi mikroba dalam contoh tanah), lalu stoples ditutup
rapat (kedap udara) selama inkubasi 7 hari. Cara yang sama dilakukan untuk
kontrol, yaitu stoples yang tidak diisi contoh tanah. Setelah 7 hari, ambil botol
plastik yang berisi KOH dan CO2 yang sudah terikat, lalu tambahkan 2 tetes
indikator fenoptalin dan titrasi dengan 0,2 N HCl sampai warna larutan
berubah dari merah muda (pink) menjadi bening.
• Selanjutnya tetesi KOH dengan 2 tetes metil orange sehingga larutan berubah
menjadi kuning. Titrasi kembali dengan HCl 0,2 N sampai warna kuning
berubah menjadi oranye. - Kadar CO2 pada masing-masing perlakuan
diperoleh setelah dikurangi kadar CO2 pada stoples tanpa tanah (blanko).
Kadar air tanah ditentukan setelah pengukuran CO 2 dan hasil dinyatakan
dalam berat kering oven 105˚C.
( )
Perhitungan r=
Keterangan:
r = jumlah CO2 yang dihasilkan
a = ml HCl untuk stoples dengan contoh tanah
b = ml HCl untuk stoples tanpa contoh tanah (blanko)
t = normalitas HCl (lihat perhitungan t di bawah)
n = jumlah hari inkubasi
100 = 100 g contoh tanah
2,4 = dari perhitungan sbb : 1 ml HCl 0,2 N = 1 x 0,2 = 0,2 me HCl 0,2 me
HCl setara 0,2 me CO2 0,2 x 44 mg CO2 = 8,8 mg CO2 (berat molekul CO2 = 44)
C / CO2 = (12 / 44) x 8,8 mg = 2,4 mg CO2-C
Penentuan normalitas :
• Masukkan 16,67 ml HCl 37% (12 N) ke dalam labu ukur 1 l, kemudian
encerkan dengan akuades sampai volume 1.000 ml.
• Masukkan 9,535 g boraks (Na2B4O7.H2O BM = 381,42) ke dalam labu ukur
250 ml dan encerkan dengan akuades sampai volume 250 ml.
• Masukkan 10 ml boraks dan 2 tetes indikator metil orange ke dalam labu
Erlenmeyer, lalu titrasi dengan HCl.
Perhitungan : t =
t = normalitas HCl
Catatan: Karena HCl yang distandarisasi 0,2 N maka larutan yang dipakai boraks
0,2 N
1. Mengambil contoh tanah dan pasir kering disekitar dan dimasukkan kedalam
botol/toples lalu ditimbang.
3. Menyirami permukaan tanah dengan cepat hingga kapasitas lapang.
4. Menutup media dengan dengan plastik diatasnya.
5. Membuka tutup plastik tersebut setelah 24 jam kemudian.
6. Mengambil contoh tanah pada empat titik yang mewakili petakan masing-masing
sebanyak satu sendok makan pada kedalaman 2 sampai 5 cm.
7. Meletakkan tanah pada wadah yang telah disediakan. Menimbang berat basah tanah
bersama wadahnya. Kemudian dicatat pada lembar data.
8. Memasukkan contoh tanah kedalam oven 24 jam pada suhu 105°C.
9. Memasukkan contoh tanah yang telah diovenkan kedalam desikator dan diamkan
selama beberapa jam. Timbang berat tanah kering dan catat pada lembar data.
10. Menghitung kadar air dengan rumus yang telah ditentukan
Rumus
b−c
KL ¿ x 100%
c−a
Keterangan
a = berat cawan
b = berat cawan + tanah
c = berat cawan + tanah setelah di oven
Daftar Pustaka
Alef, K. 1995. Estimation of soil respiration. p 464-467. In K. Alef & P. Nannipieri
(Eds.) Methods in Applied soil microbiology and Biochemistry. Academic Press.
London.
Alexander, M. 1971. Introduction to Soil Microbiology. John Wiley and Sons. New
York.
Anas, I. 1989. Petunjuk Laboratorium Biologi Tanah dan Praktek. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor
ACARA 6. PENETAPAN POPULASI MIKROORGANISME DALAM
TANAH
Pendahuluan
Prinsip
Teknik yang banyak digunakan untuk menghitung total mikroba tanah adalah metode
agar cawan. Metode agar cawan biasa disebut juga cawan pengenceran (dilution-
plate atau dilution – count ). Prinsip dasar metode cawan pengenceran adalah tiap
sel mikroba yang hidup dalam susupensi tanah aka berkembang dan membentuk
koloni dalam kondisi lingkungan yang sesuai. Asumsi utama dari metode agar cawan
ini adalah penyebaran contoh merata, medium tumbuh cocok dengan mikroba, dan
tidak ada interaksi antara mikroba pada medium. Hitungan total yang diperoleh
menunjukkan jumlah sel yang berkembang pada medium yang dipakai pada inkubasi
tertentu.
Untuk menumbuhkan mikroba hasil pengenceran di dalam cawan petri dapat
dilakukan metode sebar (spread plate count) atau metode tuang (pour plate count).
Metode tuang dilakukan dengan cara menuang 10 – 20 ml medium steril dengan
suhu 45 – 50oc. Diatas 1 ml inokulum yang sudah dimasukkan ke dalam cawan petri
steril. Selanjutnya cawan petri tersebut digoyang berputar dengan tangan diatas
permukaan meja lalu didinginkan biar agar menjadi beku.
Metode sebar dilakukan dengan cara menuang 10 ml – 20 ml medium steril
terlebih dahulu kedalam cawan petri dan dibiarkan dingin. Selanjutnya inokulum
diinokulasikan ditengah cawan petri dan disebar dengan batang penyebar yang
terlebih dahulu disterilkan dengan etanol dan dibakar.
Alat dan bahan :
• Erlenmeyer 250 ml
• Colonoy Counter Number
• Tabung Reaksi
• Media PCA (Plate Count
• Autoclave
Agar)
• Micropippete
• Larutan Fisiologis (8.5 gr/ liter)
• Bunsen
• Alkohol
• Cawan petri
• Spirtus
Kertas sampul
• Kapas steril
Prosedur :
-6 -7 -8
4) Pipet 1 ml dari pengenceran10 . 10 dan 10 ke dalam cawan petri steril
dan ulang sampai 3 kali setiap pengencaran tersebut.
5) Siapkan media PCA yang telah didinginkan dengan temperatur 40 – 45 oC,
kemudian tuangkan dalam petri tersebut + 15 ml lewat bunsen, putar 3 kali
agar media rata keseluruh cawan.
6) Setelah media benar – benar padat, inkubasikan pada temperatur yang
diinginkan letakkan cawan terbalik pada incubator agar uap air tidak
menempel pada cawan petri.
7) Inkubasikan 5 – 7 hari kemudian lakukan perhitungan. Jumlah koloni di dua
cawan petri yang berturut – turut pengencerannya dari contoh yang sama
harus merupakan kelipatan 10 yang sama dengan pengenceran.
8) Bila dari pengenceran yang paling tinggi jumlah koloni melebihi 300 koloni
percawan petri berarti bahwa pengenceran terlalu rendah, sebaliknya bila
pengenceran yang paling rendah jumlah koloni kurang dari 30 , ini berarti
bahwa pengenceran terlalu tinggi, jika semua cawan petri menghasilkan koloni
yang memuaskan, pilih cawan petri yang berisi 30 sampai 300 koloni
percawan petri. Untuk memudahkan perhitungan gunakan Colony Counter
Number.
9) Perhitungan dari hasil. Kalikan rata – rata jumlah koloni per cawan petri
dengan faktor pengenceran untuk mendapatkan jumlah mikroorganisme total
per gram contoh (tanah) kering udara. Hasil ini dikonversikan ke jumlah
mikroorganisme didalam 1 gram tanah kering mutlak dengan
memperhitungkan kadar air tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Skinner, F.A., P.C.T Jones, & J.E Molison. 1952. A Comparison of a direct and plate
counting technique for quantitative estimation of soil microorganisms. J. Gen.
Microbiol. 6: 261 – 271.
LEMBAR PENGAMBILAN CONTOH
TANAH UNTUK PRAKTIKUM
BIOLOGI TANAH
Laboratorium Biologi Tanah
Universitas Jember
2020
Tahapan Hasil
No Jenis Uji
1 2 3 4 5 6 7
1 pH 0,5 4 ml aduk 2tts Tunggu Bdkn
snd pH-1 pH-2 10’ Wrn
2 Fosfor 0,5 3 ml aduk Spat Kck 1’ Tunggu Bdkn
snd P-1 P-2 10’ wrn
3 Kalium 0,5 4ml Kck 2tts Kck 2ml Lht
snd K-1 tngg 5’ K-2 tngg 5’ K-3 endpn
4 C organik 0,5 1ml aduk 3tts aduk Tngg tnggi
snd C-1 C-2 10’ busa
(………………………..)
LEMBAR PENGAMBILAN CONTOH
TANAH UNTUK PRAKTIKUM
BIOLOGI TANAH
Laboratorium Biologi Tanah
Universitas Jember
2020
Tahapan 8
No Jenis Uji
1 2 3 4 5 6 7
1 pH 0,5 4 ml aduk 2tts Tunggu Bdkn
snd pH-1 pH-2 10’ Wrn
2 Nitrogen 0,5 2 ml Aduk 2ml Kck 3tts Kck Sdkt N-4
snd N-1 hmgn N-2 smp N-3 smp diamkan
rata rata 10’
3 Fosfor 0,5 3ml Aduk Sdkt Kck 1’ Tnggu Bdkn
snd P-1 P-2 10’ wrna
4 Kalium 0,5 2ml Aduk 1tts Kck 1tts Kck Diamkan
snd K-1 smp K-2 tggu K-3 smp 10’
rata 1’ rata
Jember, November 2020
Observer
(………………………..)
HASIL UJI PUTS PRAKTIKUM BIOLOGI TANAH
Nama :
NIM :
Tanggal :
Kelompok :
Lokasi :
Vegetasi :
a. Makro Fauna
No Gambar Jumlah Keterangan
.
b. Meso Fauna
No Gambar Jumlah Keterangan
.