Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH CRYTOGAMAE

MENGENAI

TAKSONOMI TUMBUHAN

Dosen Pengampuh :

Dr. Sukmarayu Gedoan, M.Si

Di Susun Oleh kelompok 2 :

Juliana Heldy Poli (18 507 001)

Vianey Indah Rorimpandey (19 507 034)

Hijria Mokoginta (19 507 052)

Apriska Pesik (19 507 030)

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan Berkat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan
salah satu tugas dari mata kuliah Cryptogamae. Di dalamnya makalah ini mengemukakan mengenai
materi .

Penulis mengucapkan banyak terima kasih pada dosen mata kuliah Evolusi, yang senantiasa
memberikan ilmu dan pengetahuan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini
walaupun makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu kitik dan saran sangat kami
harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita.
Sekian dan terimah kasih.

Tondano,19 September 2021

Penyusun kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Tata Cara Penamaan Tumbuhan

B. Pendekatan Molekuler dalam Taksonomi

C. Sumber-Sumber bukti Taksonomi

D. Preparasi Spesimen dan Pengelolaan Herbarium

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Alam semesta terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik(makhluk hidup)
jumlahya sangat banyak dan sangat beraneka ragam. Mulai dari laut,daratan rendah,sampai
dioegunungan, terdapat makhluk hidup yang jumlahnya banyak dan sangat beraneka ragam, maka
kita akan mengalami kesulitan dalam mengenali dan mempelajari makhluk hidup. Untuk
mempermudah dalam mengenali dan mempelajari makhluk hidup maka perlu cara. Utuk
mempermudah kita dalam mengenali dan mempelajari makhluk hidup disebut sistem klasifikasi
(penggolongan/pengelompokan).

Salah satu aspek yang diperlukan dalam mempelajari botani adalah pengetahuan tentang
nama botan(ilmiah/latin) jenis-jenis tumbuhan.sebab seseorang yang bekerha dengan suatu jenis
tumbuhan harus yakin bahwa materi yang ditangannya benar-benar sesuai dengan nama menurut
standar taksonomi tumbuhan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan tata cara penamaan tumbuhan?
2. Bagaimana pendekatan molekuler dalam taksonomi?
3. Apa saja sumber-sumber taksonomi?
4. Bagaimana Preparasi Spesimen dan Pengelolaan Herbarium

`1.3 Tujuan Penulisan


1. Menjelaskan tentang tata cara penamaan tumbuhan
2. Menjelaskan bagaimana pendekatan molekuler dalam taksonomi
3. Mengetahui apa saja sumber-sumber taksonomi
4. Mengetahui preparasi spesimen dan pengelolaan herbarium
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tata Cara Penamaan Tumbuhan

a. Sejarah Tata Nama Tumbuhan


Nama adalah sesuatu yang dipakai untuk menunjukkan suatu benda, atau sebagai cendra dari
suatu benda. Betapa anehnya dan kacau kehidupan, seandanya kita mengabaikan penggunaan nama.
Perolehan dan penyampaian informasi tidak mungkin berlangsung secara baik serta aktifitas
kehidupan akan terhenti tanpa menyebut nama.

Nama merupakan suatu yang mutlak diperlukan untuk menyebut apa yang dimaksud, termasuk
tumbuhan. Nama tumbuhan pertama-tama tidak muncul dalam buku atau tulisan, melainkan dalam
ingatan manusia. Pemberian nama tumbuhan pada mulanya sebagai suatu keharusan dalam usaha
memperthankan hidup. Selain itu tidak mungkin untuk saling berkomunikasi mengenai tumbuhan
yang diperlukan tanpa memberi dan mengenal nama-namanya. Nama awal yang diberikan untuk
tumbuhan adalah nama dari bahasa induk pemberi nama. Dengan demikian, satu jenis tumbuhan
yang sama dapat mempunyai nama yang berbeda berdasarkan bahasa dan daerah dimana tumbuhan
tersebut tumbuh.

Unsur utama yang menjadi ruang lingkup Taksonomi Tumbuhan adalah pengenalan
(identifikasi), pemberian nama dan penggolongan atau klasifikasi. Cara penamaan yang lebih
sistematik dalam tata nama tumbuhan, pertama kali diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus dalam
buku yang ditulisnya, yaitu Systema Naturae("Sistematika Alamiah").

b. Tata Nama Binomial


Tata nama binomial (binomial berarti'dua nama') merupakan aturan penamaan baku,bagi semua
organisme (makhluk hidup) yang terdiri dari dua kata dari sistem taksonomi (biologi), dengan
mengambil nama genus dan nama spesies. Nama yang dipakai adalah nama baku yang diberikan
dalam bahasa Latin atau bahasa lain yang dilatinkan. Aturan ini pada awalnya diterapkan untuk
fungi, tumbuhan dan hewanoleh penyusunnya (Carolus Linnaeus),namun kemudian segera
diterapkan untuk bakteri pula. Sebutan yang disepakati untuk nama ini adalah 'nama ilmiah'
(scientific name). Awam seringkali menyebutnya sebagai "nama latin" meskipun istilah ini tidak
tepat sepenuhnya, karena sebagian besar nama yang diberikan bukan istilah asli dalam bahasa latin
melainkan nama yang diberikan oleh orang yang pertama kali memberi pertelaan atau deskripsi
(disebut deskriptor) lalu dilatinkan.

Penamaan organisme pada saat ini diatur dalam Peraturan Internasional bagi Tata Nama Botani
(ICBN) bagi tumbuhan, beberapa alga, fungi, dan lumut kerak, serta fosil tumbuhan; Peraturan
Internasional bagi Tata Nama Zoologi (ICZN) bagi hewan dan fosil hewan; dan Peraturan
Internasional bagi Tata Nama Prokariota (ICNP). Aturan penamaan dalam biologi, khususnya
tumbuhan, tidak perlu dikacaukan dengan aturan lain yang berlaku bagi tanaman budidaya
(Peraturan Internasional bagi Tata Nama Tanaman Budidaya, ICNCP).

c. Aturan penulisan

 Aturan penulisan dalam tatanama binomial selalu menempatkan nama ("epitet" dari epithet)
genus diawal dan nama("epitet") spesies mengikutinya.
 Nama genus selalu diawali dengan huruf kapital (huruf besar, uppercase) dan nama spesies
selalu diawali dengan huruf biasa (huruf kecil,lowercase).
 Penulisan nama ini tidak mengikuti tipografi yang menyertainya (artinya, suatu teks yang
semuanya menggunakan huruf kapital/balok, misalnya pada judul suatu naskah,tidak
menjadikan penulisan nama ilmiah menjadi huruf kapital semua) kecuali untuk hal berikut:
 Penulisan nama ilmiah yang dicetak harus ditulis dengan huruf miring (huruf italik).
Contoh: Aspergilus wentii,Rhizopussp.
 Penulisan nama ilmiah yang ditulis dengan tangan harus diberi garis bawah yang
terpisah untuk nama genus dan nama spesies.Contoh Penicillium notatum.
 Nama lengkap (untuk hewan) atau singkatan (untuk tumbuhan) dari deskriptor boleh
diberikan dibelakang nama spesies,dan ditulis dengan huruf tegak (latin) atau tanpa garis
bawah (jika tulisan tangan). Jika suatu spesies digolongkan dalam genus yang berbeda dari
yang berlaku sekarang, nama deskriptor ditulis dalam tanda kurung. Contoh: Glycine max
Merr.,Passer domesticus (Linnaeus,1978)— yang terakhir semula dimasukkan dalam genus
Fringilla,sehingga diberi tanda kurung (parentesis).
 Pada penulisan teks yang menyertakan nama umum/trivial ,nama ilmiah biasanya menyusul
dan diletakkan dalam tanda kurung.

Contoh pada suatu judul: "PENGUJIAN DAYA TAHAN KEDELAI (Glycine max Merr.)
TERHADAP BEBERAPA TINGKAT SALINITAS". (Penjelasan: Merr. adalah singkatan dari
deskriptor (dalam contoh ini E.D. Merrill) yang hasil karyanya diakui untuk menggambarkan
Glycine max . Nama Glycine max diberikan dalam judul karena ada spesies lain, Glycine soja, yang
juga disebut kedelai.).

 Nama ilmiah ditulis lengkap apabila disebutkan pertama kali. Penyebutan selanjutnya cukup
dengan mengambil huruf awal nama genus dan diberi titik lalu nama spesies secara lengkap.
Contoh: Tumbuhan dengan bunga terbesar dapat ditemukan di hutan-hutan Bengkulu,yang
dikenal sebagai padma raksasa( Rafflesiaarnoldii ). DiPulau Jawa ditemukan pula
kerabatnya, yang dikenal sebagai R. patma, dengan ukuran bunga yang lebih kecil. Sebutan
E. coli atau T. rex berasal dari konvensi ini.
 Singkatan "sp." (zoologi) atau "spec." (botani) digunakan jika nama spesies tidak dapat atau
tidak perlu dijelaskan. Singkatan "spp." (zoologi dan botani) merupakan bentuk jamak.
Contoh: Canis sp., berarti satu jenis dari genus Canis; Adiantum spp., berarti jenis- jenis
Adiantum.
 Sering dikacaukan dengan singkatan sebelumnya adalah "ssp." (zoologi) atau "subsp."
(botani) yang menunjukkan subspesies yang belum diidentifikasi. Singkatan ini berarti
"subspesies", dan bentuk jamaknya "sspp." atau "subspp.
 Singkatan "cf." (dari confer) dipakai jika identifikasi Contoh: Corvuscf. splendens berarti
"sejenis burung mirip dengan gagak (Corvus splendens) tapi belum dipastikan sama dengan
spesies ini".
 Penamaan fungi mengikuti penamaantumbuhan.
 Tatanama binomial dikenal pula sebagai "Sistem Klasifikasi Binomial"

Penentuan nama baru dan tingkat-tingkat takson harus mengikuti aturan yang ada dalam
Kode Internasional Tata Nama Tumbuhan (international Code of Botanical Nomenclature)

1) Cara Menulis Nama Jenis

Ketentuan - ketentuan yang harus dipenuhi dalam menulis nama jenis dengan sistem tata nama
binomial adalah sebagai berikut :

 Huruf pertama dari kata yang menyebutkan marga (genus) ditulis dengan huruf besar,
edangkan untuk kata penunjuk spesies ditulis dengan huruf kecil semua . Contoh: Zea
mays; Zea = genus mays = spesies
 Bila nama jenis ditulis dengan tangan atau ketik, harus diberi garis bawah pada kedua
kata nama tersebut. Namun bila dicetak harus memakai huruf miring (tanpa garis
bawah). contoh: Zea mays bila dicetak; Zea mays bila diketik.
 Bila nama penunjuk jenis pada tumbuhan lebih dari dua kata , kedua kata tersebut
dirangkaikan dengan tanda penghubung. Contoh: Hibiscus rosa sinensis menjadi
Hibiscus rosa-sinensis.
2) Nama Marga (Genus)

Nama marga (genus) terdiri atas satu kata tunggal yang dapat diambil dari kata apa saja. Huruf
pertamanya ditulis dengan huruf besar. Contohnya : Solanum (terung - terungan).

3) Nama Suku (Famili)

Nama Famili diambil dari nama genus organisme yang bersangkutan ditambah akhiran acceae
bila itu tumbuhan. Contohnya : famili Solanaceae dari solanum + aceae (terung-terungan).

4) Nama Kelas Adalah nama genus + nae, contoh : Equisetum + nae, menjadi kelas
Equisetinae.
5) Nama Ordo Adalah nama genus + ales , contoh : Zingiber + ales, menjadi ordo
Zingiberales.
d. Tata Cara Pemberian Nama Ilmiah

1. Sistem Binomial Nomenclature

Pada pertengahan abad ke-18 (1707-1778) Carolus Linnaeus mengajukkan sistem penamaan
makhluk hidup dalam tulisannya “Systema nature” dengan istilah “Binomial nomenclatur” (bi= dua,
nomen=nama) yang artinya tata nama seluruh organisme ditandai dengan nama ilmiah yang terdiri
dari dua kata latin atau yang dilatinkan. Bahasa latin dipilih karena bahasa ini dimengerti semua
ilmuwan pada saat itu dan tidak ada perubahan tata bahasa atau kosa katanya.

Kata pertama pada sistem penamanaan makluk hidup menunjukkan genus, yang penulisannya
dimulai dengan hurup besar, sedangkan kata kedua merupakan “epitethon spesificum“ artinya
penunjukkan jenis (spesies) yang penulisannya dimulai dengan huruf kecil. Misalnya untuk nama
ilmiah jagung Zea mays. Zea menunjukkan genus, sedangkan mays merupakan ciri khususnya, yang
berarti sejenis hewan yang dipelihara di dalam rumah (domestik).

2. Aturan Pemberian Nama Ilmiah

Peraturan nama ilmiah memuat aturan sebagai berikut:

 Setiap organisme mempunyai nama ilmiah tertentu.


 Untuk nama ilmiah digunakan bahasa latin atau yang dilatinkan.
 Tidak ada dua organisme atau lebih yang mempunyai nama spesies yang sama atau hampir
sama.
 Nama genus harus terdiri dari satu kata dan penulisannya selalu dimulai dengan hurup besar
 Nama spesies terdiri dari dua kata. Kata pertama merupakan nama genus dan kata kedua
merupakan petunjuk spesies. Contoh nama ilmiah padi:

Oryza sativa
1 2
1 = nama genus
2 = nama petunjuk spesies
1+ 2 = nama spesies

 Penulisan nama spesies harus ditulis menggunakan huruf miring atau digaris bawahi. Garis
bawah kata pertama dan kedua harus terpisah. Selain itu juga dapat dicetak tebal. Contoh
nama ilmiah padi:

Oryza sativa (cetak miring)

Oryza sativa (cetak tebal)

Oryza sativa (digaris bawah)


 Nama penemu boleh dicantumkan dibelakang nama spesies, seperti: Oryza sativa L., Rosa
hybrida Hort, dsb. L dan Hort merupakan singkatan nama atau nama penemunya.
 Untuk pemberian nama suku (famili) terdiri dari satu kata majemuk dibentuk dari salah satu
nama genus yang dibawahinya ditambah akhiran –ceae untuk tumbuhan dan akhiran –idea
untuk hewan. Seperti:

Solanum + aceae = Solanaceae

Felis + idae = Felidae

B. Pendekatan Molekuler dalam Taksonomi


Kemajuan baru dalam teknik biologi molekuler menambah kelengkapan data tumbuhan yang
dapat dimanfaatkan oleh ahli sistematika dalam penggolongan tumbuhan. Suatu pendekatan dalam
menginterpretasikan kekerabatan antara organisme dengan menggunakan data molekuler yang
berupa data makromolekul telah menciptakan sistem klasifikasi berbasis molekuler. Penggunaan
data molekuler untuk sistematika tumbuhan sering dianggap lebih baik karena beberapa alasan,
antara lain:

1. Sekuen protein dan DNA umumnya berevolusi lebih teratur sehingga memudahkan
dalam membuat model matematika untuk pengolahan datanya;
2. Data molekuler lebih sesuai dengan perlakuan kuantitatif;
3. Karena sekuen DNA dan RNA terdiri dari empat macam nukleotida maka jumlah data
molekuler lebih melimpah;
4. Data molekuler merupakan data genetik yang lebih baik untuk analisa kekerabatan; dan
5. Data molekuler terbuka untuk berbagai macam organisme sehingga dapat digunakan
untuk membandingkan organisme pada tingkat kekerabatan jauh atau antara organisme
dengan karakter morfologi yang sangat berbeda. Selain itu, dengan teknik molekuler
memungkinkan dapat diperolehnya data rincian fosil sebagai pembanding karakter
tumbuhan yang masih hidup dengan tumbuhan fosil yang diduga sebagai nenek
moyangnya.

Sifat dari hasil kerja data molekuler dapat mendukung data lain seperti morfologi dan
anatomi, sehingga memungkinkan para ahli sistematika untuk memilih di antara hipotesis
kekerabatan yang sudah diajukan, dan memungkinkan menempatkan taksa yang masih menjadi
masalah. tetapi pemakaian data molekuler jarang menemukan hal baru. Tipe data yang banyak
digunakan dalam sistematika molekuler meliputi sekuen asam amino dalam protein dan sekuen
nukleotida dalam asam nukleat.

Di antara protein pertama yang dianalisa dalam studi taksonomi adalah sitokrom c, salah
satu molekul pembawa elektron dalam rantai transpor elektron. Molekul sitokrom c dari berbagai
macam organisme disekuen, dan ditentukan jumlah asam aminonya. Jumlah persamaan dan
perbedaan antara sekuen asam amino dari setiap organisme cenderung berbeda kemudian dievaluasi
hubungan evolusinya. Semakin kecil perbedaan, semakin dekat hubungan antara dua organisme.

Dari data protein yang dikumpulkan menunjukkan bahwa, walaupun struktur protein
merupakan parameter berguna tetapi hasilnya sulit untuk diinterpretasikan. Beberapa ahli biologi
berpendapat bahwa perubahan asam amino terjadi secara teratur dan acak, sebagai hasil mutasi dan
tidak mewakili hasil seleksi sehingga perbedaan asam amino dalam protein homolog dari setiap
organisme berbeda. Perbedaan yang dimaksud tidak mewakili perbedaan fungsional, melainkan
mewakili perbedaan dalam jumlah substitusi asam amino yang sudah terjadi dalam protein homolog
sejak mulai memisah dari common ancestor. Oleh karena itu, penggunaan protein homolog untuk
menduga hubungan evolusi sangat dihindari. Keragaman menginterpretasikan kekerabatan
tumbuhan dengan beberapa alasan, antara nukleat lebih banyak digunakan dalam asam lain:

1) Analisa sekuen asam nukleat menyediakan data kuat untuk pemahaman hubungan evolusi;
2) Banyak perbedaan gen, dengan variasi kecepatan perubahan, dapat digunakan untuk
mempelajari evolusi dalam garis evolusi berbeda; dan
3) Sekuen non-coding menyediakan marker netral yang merefleksikan kejadian evolusi di masa
lalu. Sekuen DNA merupakan data yang paling bagus untuk menginterpretasikan hubungan
kekerabatan tumbuhan. Data sekuen DNA menunjukkan urutan nukleotida dalam wilayah
DNA yang diteliti. Pembandingan wilayah homolog dari DNA antara organisme
menghasilkan karakter dan ciri yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan hubungan
kekerabatan.

Pada tumbuhan, ada 3 sumber data DNA yaitu inti (NDNA), kloroplas (cpDNA), dan
mitokondria (mtDNA). Pemakaian data sekuen DNA kloroplas terbukti sangat berguna untuk
melihat hubungan kekerabatan pada takson tingkat tinggi maupun rendah. Gen kloroplas yang sudah
disekuen secara umum adalah atpB, rbcL, matK, ndhF. Data sekuen DNA inti jarang digunakan
dalam sistematika tumbuhan. Beberapa gen inti seperti alkohol dehidrogenase (Adh) dahulu sering
digunakan melalui studi enzim, dan sekarang banyak digunakan melalui sekuennya. Satu tipe lagi
sekuen DNA inti yang banyak digunakan adalah wilayah internal transcribed spacer (ITS) yang
bagus untuk melihat hubungan kekerabatan pada takson tingkat rendah, seperti spesies yang
berkerabat dekat.

Contoh paling menonjol dalam penggunaan sekuen nukleotida adalah analisa sekuen subunit
kecil ribosom RNA (rRNA) menyediakan kejadian pertama bahwa makhluk hidup dikelompokkan
dalam tiga grup besar yaitu bakteria, eukarya, dan archaea. disekuen secara lengkap. Hasil dari
sekuen DNA mendukung lebih lanjut adanya tiga domain dalam kehidupan dan menunjukkan
bahwa archaea dan eukarya memiliki garis evolusi sama dan terlepas dari kelompok bakteria.
Contoh lain dalam mempelajari filogeni adalah studi yang lebih menyeluruh dari filogeni tumbuhan
berbiji didasarkan pada variasi dalam sekuen nukleotida dari gen rbcL (gen kloroplas). Gen rbcL
mengkode subunit besar dari enzim Rubisco dari siklus Calvin, khususnya sesuai untuk analisa
kelompok tumbuhan yang luas. Gen ini merupakan gen kopi tunggal, berevolusi lambat, tidak
memiliki intron, dan cukup besar untuk menyimpan karakter informatif secara filogeni. Data
molekuler sendiri mungkin tidak menyediakan hasil yang paling akurat tentang hubungan
kekerabatan. Oleh karena itu, beberapa ahli sistematika berpikir bahwa semua data yang tersedia,
baik dari molekul, morfologi, anatomi, dikombinasikan sebagai bahan pertimbangan dalam
menginterpretasikan filogeni antara organisme.

Dari data protein yang dikumpulkan menunjukkan bahwa, walaupun struktur protein merupakan
parameter berguna tetapi hasilnya sulit untuk diinterpretasikan. Beberapa ahli biologi berpendapat
bahwa perubahan asam amino terjadi secara teratur dan acak, sebagai hasil mutasi dan tidak
mewakili hasil seleksi sehingga perbedaan asam amino dalam protein homolog dari setiap
organisme berbeda. Perbedaan yang dimaksud tidak mewakili perbedaan fungsional, melainkan
mewakili perbedaan dalam jumlah substitusi asam amino yang sudah terjadi dalam protein homolog
sejak mulai memisah dari common ancestor. Oleh karena itu, penggunaan protein homolog untuk
menduga hubungan evolusi sangat dihindari.

Keragaman menginterpretasikan kekerabatan tumbuhan dengan beberapa alasan, antara nukleat


lebih banyak digunakan dalam asam lain:

1. Analisa sekuen asam nukleat menyediakan data kuat untuk pemahaman hubungan evolusi;
2. Banyak perbedaan gen, dengan variasi kecepatan perubahan, dapat digunakan untuk
mempelajari evolusi dalam garis evolusi berbeda; dan
3. Sekuen non-coding menyediakan marker netral yang merefleksikan kejadian evolusi di masa
lalu. Sekuen DNA merupakan data yang paling bagus untuk menginterpretasikan hubungan
kekerabatan tumbuhan. Data sekuen DNA menunjukkan urutan nukleotida dalam wilayah
DNA yang diteliti. Pembandingan wilayah homolog dari DNA antara organisme
menghasilkan karakter dan ciri yang dapat digunakan untuk menginterpretasikan hubungan
kekerabatan.

Pada tumbuhan, ada 3 sumber data DNA yaitu inti (NDNA), kloroplas (cpDNA), dan
mitokondria (mtDNA). Pemakaian data sekuen DNA kloroplas terbukti sangat berguna untuk
melihat hubungan kekerabatan pada takson tingkat tinggi maupun rendah. Gen kloroplas yang sudah
disekuen secara umum adalah atpB, rbcL, matK, ndhF. Data sekuen DNA inti jarang digunakan
dalam sistematika tumbuhan. Beberapa gen inti seperti alkohol dehidrogenase (Adh) dahulu sering
digunakan melalui studi enzim, dan sekarang banyak digunakan melalui sekuennya. Satu tipe lagi
sekuen DNA inti yang banyak digunakan adalah wilayah internal transcribed spacer (ITS) yang
bagus untuk melihat hubungan kekerabatan pada takson tingkat rendah, seperti spesies yang
berkerabat dekat.

Contoh paling menonjol dalam penggunaan sekuen nukleotida adalah analisa sekuen subunit
kecil ribosom RNA (rRNA) menyediakan kejadian pertama bahwa makhluk hidup dikelompokkan
dalam tiga grup besar yaitu bakteria, eukarya, dan archaea. disekuen secara lengkap. Hasil dari
sekuen DNA mendukung lebih lanjut adanya tiga domain dalam kehidupan dan menunjukkan
bahwa archaea dan eukarya memiliki garis evolusi sama dan terlepas dari kelompok bakteria.
Contoh lain dalam mempelajari filogeni adalah studi yang lebih menyeluruh dari filogeni tumbuhan
berbiji didasarkan pada variasi dalam sekuen nukleotida dari gen rbcL (gen kloroplas). Gen rbcL
mengkode subunit besar dari enzim Rubisco dari siklus Calvin, khususnya sesuai untuk analisa
kelompok tumbuhan yang luas. Gen ini merupakan gen kopi tunggal, berevolusi lambat, tidak
memiliki intron, dan cukup besar untuk menyimpan karakter informatif secara filogeni.

Data molekuler sendiri mungkin tidak menyediakan hasil yang paling akurat tentang hubungan
kekerabatan. Oleh karena itu, beberapa ahli sistematika berpikir bahwa semua data yang tersedia,
baik dari molekul, morfologi, anatomi, dikombinasikan sebagai bahan pertimbangan dalam
menginterpretasikan filogeni antara organisme.

C. Sumber-sumber Bukti Taksonomi


Sifat dan ciri taksonomi sangat penting sebagai sumber bukti taksonomi untuk memecahkan
berbagai permasalahan taksonomi. Sifat-sifat yang dipakai sebagai bukti taksonomi dalam
mendeterminasi, mencirikan dan menggolongkan jenis-jenis tumbuhan dapat berasal dari seluruh
bagian dan dari semua fase serta proses pertumbuhan tumbuhan itu.

Berikut ini akan diungkapkan beberapa cabang biologi yang dapat dijadikan sebagai sumber bukti
taksonomi:

 Morfologi

Data morfologi hingga sekarang masih tetap dipakai karena mudah diamati dan praktis
digunakan untuk kunci determinasi. Ciri morfologi mempunyai faedah yang besar , bahkan pada
pengamatan specimen-spesimen herbarium, cirri-ciri menunjukkan tingkat keberhasilan yang tinggi
untuk menyusun klasifikasi. Sifat yang mantap pada data morfologi adalah organ generatif→ bunga
dan buah. Data morfologi berupa organ vegetatif yang sering dipakai antara lain: habit, akar banir,
penyebaran bulu pada bagian-bagian tumbuhan. Data morfologi sering menunjukkan cara-cara
tumbuhan tersebut mengadaptasikan diri dengan lingkungannya dan evolusinya. Penggunaan:
Melastomataceae ditentukan berdasarkan bentuk morfologi daunnya Cucurbitaceae ditentukan
berdasarkan sulurnya.

 Beberapa ciri morfologi yang sering diabaikan, yaitu:


 Sulit dilihat , misal kelenjar madu, lodicula, tangkai benang sari
 Sulit dibuat koleksi , misal pangkal daun dari suku palmae
 Ciri-ciri Vegetatif Ciri yang memiliki nilai taksonomi, yaitu :
1) Perawakan (Habitus)

Perawakan berhubungan dengan ciri, seperti ukuran , percabangan, penyebaran, kerapatan,


bentuk, ukuran serta tekstur daun, sistem perakaran, cara perkembangbiakkan, serta kehidupan
dan periodisitas. Dalam taksonomi , dapat diartikan :

o Digunakan untuk menguraikan dan membandingkan bermacam-macam sifat perawakan


tumbuhan yang berbeda
o Untuk memperkirakan tingkat adaptasi dan penyesuaian ekologis terhadap habitat.
o Contoh bentuk pohon tergantung bentuk tajuknya (bulat dan rimbun, bulat memanjang, dan
bentuk panjang ).

2) Organ – organ dalam tanah

Organ dalam tanah memberikan ciri yang berharga untuk pemisahan taksonomi, misal
taksonomi marga Raninculus. Dalam marga Aristolochia bentuk akar (bulat, bulat telur, silindris,
bentuk tombak, bentuk napiformis) merupakan sifat yang konstan dan penting untuk menentukan
jenis.

3) Daun

Bentuk daun menunjukan variasi yang sangat luas mulai dari pangkal sampai ujung daun,
terutama tunas dari berbagai jenis pohon. Ptiksis adalah cara penggulungan atau pelipatan organ
yang berdiri sendiri seperti daun atau petela pada waktu kuncup. Sifat ini sebagai sumber bukti
Taksonomi pada takson tertentu misal marga primula suku Rosaceae.Bentuk pangkal daun ,
morfologi stipila , pertulangan daun dan sifat tertentu seperti epidermis daun dan jumlah stomata
penting sebagai bukti taksonomi untuk takson tertentu.

 Embriologi

Banyak macam data embriologi yang digunakan untuk memecahkan masalah taksonomi. Data
tersebut berasal dari beberapa sumber baik yang berkaitan dengan struktur maupun proses, seperti:
kepala sari, gametofit jantan, gametofit betina, bakal biji, pembuahan, endosperma, kulit biji,
apomiksis dan poliembrio. Pembagian utama Dikotil dan Monokotil didasarkan pada satu sifat
embrio (lembaga), tapi untuk taksa rendah masih jarang digunakan. Ada beberapa macam tipe bakal
biji, yaitu orthotropous bila mikropil terletak di bagian atas, sedangkan hilumnya di bagian bawah;
amphitropous, yaitu bakal biji yang tangkai bijinya membengkok sehingga ujung bakal biji dan
tangkai dasarnya berdekatan satu sama lain. Anatropous, yaitu bakal biji yang mempunyai mikropil
membengkok sekitar 180o, dan campylotropous, yaitu bakal biji yang membengkok 90o sehingga
tali pusar tampak melekat pada bagian samping bakal biji.
 Anatomi

Data anatomi antara lain dapat dipergunakan untuk tujuan praktis, misalnya identifikasi,
penggolongan atau mempelajari arah filogenetik dan tingkat kekerabatan. Peranan anatomi
perbandingan batang dalam taksonomi antara lain:

a) Mempunyai nilai untuk pengenalan dan untuk menentukan kekerabatan dan arah evolusi
spesialisasi
b) Sebagai ciri-ciri identifikasi, sifat-sifat anatomis mungkin dapat dipergunakan pada semua
tingkat taksonomi, tetapi pada tingkat jenis dan di atas tingkat suku dalam Angiospermae
cenderung kurang dapat dipercaya.
c) Di atas tingkat suku pada Angiospermae, heterogenitas struktur anatomis mengingatkan asal
“polyphyletic”
d) Kriteria endomorfik tidak mempunyai nilai yang sama pada seluruh taksa
e) Faktor-faktor lingkungan dapat menyebabkan variasi pada sifat-sifat anatomis.
f) Sistematik anatomi dalam pendekatan taksonomi melengkapi eksomorfologi

Dalam mendeterminasi, menunjukkan kecondongan evolusi atau kekerabatan secara filogeni.


Data anatomi ini banyak digunakan untuk mendeterminasi kayu-kayu ekonomis. Beberapa contoh
pemakaian data anatomi dalam taksonomi:

 Orang menyimpulkan keprimitifan suku-suku Ranales diperkuat dengan tidak adanya


pembuluh tapis; sifat ini juga dimiliki Gymnospermae dan Pteridophyta.
 Susunan sel pelindung stomata berbeda-beda dan mantap untuk marga atau di atasnya.
 Kerapatan stomata bisa membantu sampai jenis
 Anatomi bunga; adanya bekas-bekas ikatan pembuluh meski bunga tereduksi, sehingga
orang dapat membuktikan adanya bekas-bekas mahkota pada Fagaceae, sehingga
memperkuat dugaan bahwa suku tersebut dan sebangsanya mempunyai bunga yang tidak
primitif.

 Palinologi

Palinologi adalah studi tentang serbuk sari dan spora. Serbuk sari menjadi sumber taksonomi
yang penting. Variasi yang diperlihatkan serbuk sari antara lain adalah jumlah dan letak alur dan
lubang di permukaannya, bentuk ukiran eksin (lapisan luar serbuk sari) serta bentuk umum dan
ukurannya. Serbuk sari bisa khas untuk jenis, marga atau suku. Ciri-ciri utama butir polen yang
mempunyai nilai taksonomi adalah jumlah dan posisi alur, jumlah, posisi dan kekompleksan
apertura serta bentuk pahatan eksin. Tipe butir polen pada Angiospermae ada 2 tipe poko yaitu :

a) Monocolpate : butir polen yang dilengkapi suatu alur tunggal yang terdapat pada satu sisi
butir polen yang jauh dari titik hubungan setrad.
b) Trocolpate : butir polen dengan tiga alur meridional. Rangkaian spesialisasi diawali dari
monocolpate maupun tricolpate kemudian mencapai puncaknya pada acolpate (tanpa alur)
dan pancolpate (beralur banyak).

 Sitologi

Data sitologis umumnya berasal dari nukleus, jumlah dan morfologi kromosom, dan kelakuan
kromosom pada waktu meiosis. Sitotaksonomi adalah disiplin ilmu yang mempelajari variasi dan
menerangkan ketidaksinambungan variasional dan kekerabatan dalam batas-batas sitologi. Sitologi
adalah ilmu tentang seluk beluk sel. Meskipun istilah sitologi menyangkut semua aspek sel, namun
bila dikaitkan dengan taksonomi, pembahasan difokuskan pada kromosom dan berbagai atributnya.
Berbagai data kromosom yang digunakan untuk tujuan taksonomi, yaitu: jumlah, ukuran dan
bentuk, perilaku pada waktu meiosis: diambil kariotipe (keadaan kromosom pada tingkat metaphase
dalam proses mitosis), meliputi ukuran panjang kromosom, letak sentromer, ada tidaknya satelit.

 Ukuran kromosom mantap untuk jenis


 Jumlah kromosom semua individu yang tergolong satu jenis itu umumnya sama, kecuali
dalam beberapa jenis tertentu.

 Fisiologi

Data-data fisiologi tidak dipakai secara langsung untuk keperluan bukti-bukti taksonomi. Musim
berbunga, keperluan cahaya, pola perkawinan, penyebaran geografis penting untuk mempertegas
perbedaan jenis-jenis tumbuhan.

 Fitokimia

Cari kimiawi dapat mempunyai nilai taksonomi yang tinggi jika dapat menunjukkan konstan,
tidak menyebar pada seluruh takson secara sama, tidak mudah terpengaruh satu dengan yang
lainnya. Ciri kimiawi dapat digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu :

 Secara langsung dapat dilihat seperti butiran pati dan rafid


 Berupa hasil tumbuhan seperti alkaloid, flavonoid dan terpenoid
 Serologi dan elektroforesis protein

Substansi kimiawi yang secara langsung dapat dilihat :

1) Butiran-butiran pati

Butiran-butiran pati terdapat didalam plastisida-plastisida. Butiran-butiran dapat tunggal atau


majemuk, mereka bervariasi dalam bentuk dan sering menunjukkan lapisan. Bentuk butiran-butiran
pati bersama-sama dengan jumlah kromosom dan ciri lainnya telah digunakan untuk
mengklasifikasikan Gramineae Genera dalam tribus Hordeae mempunyai butiran-butiran tunggal
sedangkan Nardus, Lolium dan Parapholis mempunyai butiran-butiran majemuk.
2) Rafid

Yaitu tukalan-tukalan Kristal kalsium yang terkandung dalam sel-sel besar, dalam tumbuhan.
Tukalan-tukalan Kristal kalsium oksalat ini terbatas pada kelompok tumbuhan tertentu dan
mempunyai nilai sebagai bukti hubungan kekerabatan. Rafid terdapat dalam kira-kira 35 suku dari
Angiospermae. Baik pada Dicotyledoneae maupun Monocotyledoneae. Ada tidaknya rafid ini telah
digunakan oleh para ahli taksonomi sebagai tanda-tanda taksonomois yang sangat berharga. Adanya
rafid tadi sudah membantu penyusunan system klasifikasi yang lebih alamiah dalam suku
Rubiaceae, Liliaceae dan Compositae.

 Hasil Tumbuhan

Penelitian hasil tumbuhan alami telah banyak dilakukan oleh para ahli farmokologi untuk
kepentingan ekonomi. Jumlah subtansi kimiawi yang diteliti untuk sistematika dalam
Angiospermae masih sedikit. Substansi yang telah diketahui dengan baik adalah alkaloid2,
glikosida2, substansi fenol karbohidrat dan minyak-minyak esensial dan sebagainya. Ciri Kimiawi
dapat digunakan pada semua tingkat hirarki taksonomis. Tumbuhan yang tergolong dalam satu suku
dianggap mengandung substansi kimia serupa. Hal ini dapat digunakan sebagai keterkaitan jauh
dekatnya hubungan kekerabatan.

 Penyebaran Geografis

Memegang peranan penting dalam menentukan apakah suatu kelompok populasi perlu
diperlakukan sebagai jenis tersendiri atau cukup sebagai sub spesies, varietas atau forma. Erat
hubungannya dengan factor ekologi yang menentukan beberapa sifat biologi Mempelajari asal usul,
sejarah perkembangan dan evolusi takson Dengan peta penyebaran, setiap jenis dapat diselidiki
daerah paling banyak jumlah jenis dan paling besar variasi ciri-cirinya yang dianggap sebagai pusat
keanekaragaman dan sering dianggap tempat asal evolusi takson itu.

D. Preparasi Spesimen dan Pengelolaan Herbarium


a) Preparasi Sampel/Spesimen
 Pengertian Preparasi Sampel

Preparasi sampel adalah proses persiapan sampel agar layak untuk di uji di laboratorium.
Tujuan reparasi disini yaitu untuk menyiapkan suatu zat yang akan di analisis di laboratorium. Hal
ini karena dalam analisis kimia ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum sampel tersebut di
uji, antara lain ukuran sampel harus hanya ada mesh atau mikrometer. Jadi, sampel yang akan di
analisa harus memiliki ukuran yang sesuai dengan standar yang menjadi metode dalam analisa
tersebut, sehingga hasil analisa menjadi akurat dan presisi.
 Tujuan dilakukannya Preparasi Sampel

Teknik preparasi sampel dilakukan dengan tujuan khusus untuk memisahkan analit dari matriks
sampel yang sangat komplek, memekatkan analit sehingga diperoleh analit dengan konsentrasi yang
lebih tinggi dari semula, dan mengubah analit menjadi senyawa lain yang dapat dianalisis dengan
instrumentasi yang tersedia. Proses yang terakhir ini disebut derivatisasi. Pengubahan senyawa
menjadi senyawa lain untuk:

 Meningkatkan sensitifitas pengukuran, pengukuran secara spektrofotometri secara


spektrofotometri tentu menghasilkan hasil yang lebih ion besi diubah menjadi ion FeII dan
direaksikan dengan orto fenan ion besi (III) direaksikan dengan ion tiosianat. Hal ini
disebabkan reaksi antara ion besi dengan pengomplek tersebut akan menghasilkan senyawa
komplek baru yang berwarna.
 Menghasilkan senyawa yang lebih mudah menguap, misalnya asam lemak yang berantai
panjang tentunya lebih sulit dianalisis dengan kromatografi gas (GC) karena titik didihnya
relatif tinggi. Untuk menurunkan titik didihnya maka asam lemak tersebut direaksikan
dengan alkohol (metano atau etanol) sehingga terbentuk metil ester atau etil ester yang titik
didihnya lebih rendah.
 Menghasilkan senyawa yang lebih termo stabil, misalnya analisis senyawa dengan GC
memungkinkan terjadinya degradasi senyawa oleh pemanasan di injection port. Karena itu,
analit harus direaksikan dengan senyawa lain sehingga terbentuk senyawa baru yang termo
stabil.
 Preparasi Sampel

1. Perencanaan analisis

Sebelum melakukan analisis kuantitatif, maka perlu memperhati-kan dua hal berikut ini;

 Informasi analisis apa yang diperlukan

Dalam hal ini perlu diperhatikan tingkat ketepatan dan ketelitian hasil analisis yang diperlukandan
tipe sampel yang akan dianalisis

 Metode analisis yang harus digunakan

Untuk mendapatkan hasil analisis dengan tingkat ketepatan dan ketelitian tertentu
memerlukanmetode analisis tertentu. Selain itu untuk memilih metode analisis, diperlukan bahan
kimia dan peralatan tertentu

2. Tahap Pengambilan

Sampel Tahapan ini sangat penting dilakukan terutama sekali jika akan melakukan analisis dengan
metode kuantitatif. Sampel yang diambil dalam tahapan ini harus mewakili keseluruhan materi yang
nantinya akan dianalisis, Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah
titik pengambilan sampel, jarak antara titik pengambilan sampel, dan penghomogenan terhadap
sampel hasil sampling

3. Persiapan Sampel sebelum di Analisis

Sampel di ambil dari lokasi yang telah ditentukan sebelumnya. Misalnya pengambilan sampel daun
dapat dilakukan di hutan. Sampel yang di ambil jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan analisis.
Untuk pengambilan sampel daun bisa dilakukan dengan cara biasa yaitu menggunakan tas plastik
sebagai wadah. Teknik pengambilan sampel harus dilakukan dengan benar. Jika tidak tepat dalam
pengambilan sampel, hasil analisis kimia yang diperoleh tidak dapat menggambarkan kondisi yang
representatif atau dari bahan yang akan dianalisis. Untuk mencapai tujuan tersebut maka dalam
pengambilan sampel perlu diperhatikan beberapa parameter sebagai berikut :

I. Homogenitas Sampel

Efek ukuran dan berat partikel sangat berpengaruh terhadap homogenitas bahan, dimana bagian
yang berukuran dan berat lebih besar cenderung akan berpisah dengan bagian yang lebih kecil dan
ringan (segregasi). Oleh karena itu sebelum sampel diambil, bahan harus dicampur secara merata
atau sampel diambil secara acak dari beberapa bagian baik bagian dasar, tengah, atau bagian atas
sehingga diperoleh sampel yang representatif.

II. Cara Pengambilan Sampel

Sampel dari bahan dapat diambil secara non-selektif atau selektif. Non- selektif adalah
pengambilan sampel secara acak dari keseluruhan bahan tanpa memperhatikan atau memisahkan
bagian dari bahan tersebut. Misalnya dalam pengambilan sampel rumput gajah, sampel diambil dari
seluruh bagian rumput, baik daun maupun batang, kemudian dipotong- potong dan dicampur secara
merata agar diperoleh bahan yang homogen. Selektif artinya sampel diambil secara acak dari bagian
tertentu suatu bahan. Misalnya sampel rumput gajah tadi dipisahkan pengambilan sampel batang
dan daun.

III. Jumlah Sampel

Jumlah sampel yang diambil sangat berpengaruh terhadap tingkat representatif sampel yang
diambil. Jumlah sampel yang diambil tergantung dari kebutuhan untuk evaluasi dan jumlah bahan
yang diambil sampelnya. Sebagai pedoman jumlah sampel yang diambil adalah 10% dari jumlah
bahan.

IV. Penanganan Sampel

Sampel yang telah diambil harus segera diamankan agar tidak rusak atau berubah sehingga
mempunyai sifat yang berbeda. Misalnya terjadi penguapan air, pembusukan ataupun tumbuhnya
jamur. Sampel yang mempunyai kadar air rendah (< 15%) terjadinya kerusakan sampel
kemungkiannya sangat kecil. Sampel lalu dapat langsung dimasukkan ke kantong plastik dan
dibawa ke laboratorium. Sampel dengan kadar air tinggi seperti silase, maka kemungkinan
terjadinya penguapan air sangat besar, sehingga untuk mengontrol penguapan air, maka sampel
yang telah diambil harus segera ditimbang, dimasukkan ke dalam kantong plastik kedap udara,
dibawa ke laboratorium dan segera dianalisis kadar bahan keringnya. Jika tidak dianalisis segera
maka sampel yang telah diambil segera timbang, dikeringkan atau dijemur sampai beratnya konstan.
Kemudian baru dibawa ke laboratorium.

V. Prosesing Sampel

Untuk tujuan evaluasi terutama evaluasi secara mikroskopis, kimia dan biologis, semua sampel
harus digiling sehingga diperoleh sampel yang halus.

VI. Penentuan Kadar Air Sampel Segar

Sampel dapat berasal dari tumbuh-tumbuahan seperti rumput-rumputan, biji-bijian, buah-


buahan, hasil produksi pertanian dan pangan maupun yang berasal dari hewan. Sebelum dikeringkan
bahan segar dipotong- potong untuk mendapatkan partikel yang leih kecil agar cepat kering.

Contoh: Sejumlah sampel ditimbang sebanyak A gram kemudian dijemur hingga kering di
bawah sinar matahari atau dikeringkan dalam oven dengan temperature 50 - 60°C sekitar +24 jam.
Setelah kering, sampel tadi ditimbang dan diperoleh berat sebesar B gram. Sampel kemudian
digiling atau diperhalus lagi bentuknya untuk analisis lebih lanjut. Selisih antara bobot sampel
sebelum dan sesudah dikeringkan merupakan kadar air (KA) sampel segar dan selanjutnya dapat
ditentukan bahan kering (BK) udara sampel. Untuk mengetahui bahan kering sesungguhnya untuk
mengetahui bahan kering sesungguhnya, maka bahan kering udara dikali dengan bahan kering oven.

4. Tahap Preparasi

Preparasi sampel adalah pengukuran massa dan ukuran dari gross sampel sampai pada massa dan
ukuran yang cocok untuk analisa di laboratorium. Tahap-tahap preparasi adalah sebagai berikut :

 Pengeringan Udara (air drying)


 Pengecilan Ukuran Butir
 Pencampuran (mixing)
 Pembagian (dividing)
 Metode
 Pengabuan
 Penggerusan
 Pelarutan
 Pengenceran
 Penambahan Pereaksi
 Penyaringan
5. Pengukuran Sampel

Tahapan pengukuran merupakan tahapan yang paling penting dalam melakukan analisis kimia.
Konsep dasar yang harus dipahami dalam melakukan pengukuran adalah sifat dari suatu zat yang
akan dianalisis itu sendiri. Baik itu sifat kimia maupun sifat fisikanya. Pengukurannya dapat
dilakukan dengan metode analisis volumetri (volum) atau analisis gravimetri (berat). Selain itu
dapat juga dilakukan pengukuran dengan menggunakan instrumen laboratorium yang lebilh
canggih.

6. Perhitungan, Pelaporan, dan Evaluasi Hasil Analisis

Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui kadar analit yang terdapat dalam suatu sampel.
Apabila hasil perhiatungan sudah dapat dipertanggungjawabkan, maka harus dilakukan pelaporan
data. Biasanya data yang dilaporkan harus dibuat dalam bentuk tertulis dengan mencantumkan hasil
analisisnya.

b) Pengelolaan Herbarium

Bagi dunia ilmu pengetahuan, koleksi herbarium merupakan objek studi utama yang tidak
ternilai harganya. Sehingga gedung-gedung penyimpan koleksi itu merupakan bangunan yang
megah, dengan tokoh-tokoh kenamaan. Sesuai dengan ruang yang tersedia dalam gedung
herbarium, koleksi herbarium baik yang kering maupun yang basah dipisah-pisahkan dan ditata
diruang yang tersedia untuk masing-masing takson menurut klasifikasi yang dibuat para ahli dalam
lembaga tersebut. Ada ruangan untuk Cryptogamae, Phaneogamae, Algae, Bryophyta, pteridophyta,
dipisahkan pula antara Gymnospermae dan Angiospermae. Selanjutnya koleksi disusun lagi
berdasarkan takson yang lebih rendah dan ditata menurut abjad.

Dalam herbarium-herbarium tertentu, specimen herbarium yang disimpan dimasukkan dalam


map/sampul dengan yang berbeda-beda, yang warna masing-masing menunjukkan wilayah
geografis asal specimen-specimen tadi. Dengan demikian ini berarti bahwa dari jenis-jenis
tumbuhan yang specimen-specimennya tersimpan dalam herbarium itu, tersedia pula informasi
mengenai distribusi geografisnya.

Koleksi herbarium basah disimpan dalam ruang tersendiri yang terpisah dari ruang untuk
herbarium kering. Penataan dalam ruang diatur seperti dilakukan terhadap koleksi herbarium kering,
yaitu dipisah-pisah menurut takson kategori besar, selanjutnya dalam masing-masing takson
kategori di bawahnya disusun menurut abjad.

Bila herbarium basah itu merupakan sebagian specimen yang sebagian lainnya diproses sebagai
herbarium kering (misalnya, bunga, buah atau organ lain yang terlepas dan dianggap perlu untuk
tetap dipertahankan dalam koleksi dalam bentuk herbarium basah), baik nomor urut maupun
informasi-informasi yang harus dicantumkan dalam tabel selain yang langsung menyangkut sifat-
sifat bahan yang diawetkan secara basah itu sendiri (nama kolektor, data taksonomi, dan lain-lain)
harus disesuaikan dengan yang dimuat dalam label pada herbarium kering.

Pembuatan herbarium merupakan suatu aktifitas pengawetan tanaman untuk keperluan


penelitian lebih lanjut. Fungsi dari herbarium adalah membantu identifikasii tumbuhan lainnya yang
sekiranya memiliki persamaan ciri-ciri morfologinya. Dengan kata lain, herbarium merupakan
tumbuhan yang diawetkan yang nantinya dapat dijadikan perbandingan dengan tumbuhan yang akan
diidentifikasi . Pembuatan herbarium terdiri dari 4 tahap yaitu pengawetan, pengidentifikasian,
pembuatan kunci determinasi, serta pembuatan monograf dan deskripsi. Herbarium memiliki dua
jenis yang cukup dikenal yaitu herbarium basah dan herbarium kering. Herbarium basah merupakan
awetan dari suatu hasil eksplorasi yang sudah diidentifikasi dan ditanam bukan lagi di habitat
aslinya. Sedangkan herbarium kering adalah awetan yang dibuat dengan cara pengeeringan, namun
tetap terlihat ciri-ciri morfologinya sehingga masih bisa diamati dan dijadikan perbandingan pada
saat determinasi selanjutnya.
BAB III

PENUTUP

Tatanama (nomenklatur) merupakan terjemahan dari kata %omenclatureyang berasal dari


bahasa latin yaitu nomen (nama) dan clature (menyebut). Jadi penamaan berarti menyebut nama dan
memberi nama kepada semua organismedalam berbagai takson (tingkatan). Nama untuk makhluk
hidup sebetulnya telahdiberi semenjak dahulu kala. Nama yang diberikan itu adalah nama dalam
bahasainduk orang yang memberi nama, dengan demikian nama yang diberikan untuk satu jenis
organisme berbeda-beda sesuai dengan bahasa orang yangmemberikannya.Ketentuan dalam
pemberian nama#nama takson adalah menuruttingkatnya (kategori) spesies-genus-famili-ordo-
kelas-divisio.

Taksonomi atau pengelompokan dan penamaan spesies biota alam yang dilakukan berdasarkan
ciri-ciri fisik kini mulai ditinggalkan. Sebagai gantinya, di Indonesia saat ini mulai dirintis
penerapan metode taksonomi menggunakan teknik DNA lingkungan atau environmental DNA.

Sumber bukti taksonomi dapat berasal dari cabang-cabang biologi antara lain: Morfologi,
Embriologi, Anatomi, Palinologi, Sitologi, Fisiologi, dan Fitokimia. Sifat dan ciri taksonomi sangat
penting sebagai sumber bukti taksonomi untuk memecahkan berbagai permasalahan taksonomi.
Sifat-sifat yang dipakai sebagai bukti taksonomidalam mendeterminasi, mencirikan dan
menggolongkan jenis-jenis tumbuhan dapat berasal dari seluruh bagian dan dari semua fase serta
proses pertumbuhan tumbuhan itu.

Herbarium adalah suatu koleksi spesimen tumbuhan yang diawetkan dan data terkait yang
digunakan untuk penelitian ilmiah. Istilah ini dapat juga merujuk pada bangunan atau ruangan
dimana spesimen –spesimen tersebut disimpan, atau pada lembaga ilmiah yang tidak hanya
menyimpan namun menggunakannya untuk penelitian. Spesimen –spesimen tersebut bisa berupa
tumbuhan utuh atau bagian tumbuhan biasanya tumbuhan ini dalam bentuk kering yang dilekatkan
pada selembar kertas,namun tergantung pada bahannya, dapat juga disimpan dalam kotak atau
disimpan dalam alkohol atau bahan pengawet lainnya. Spesimen –spesimen dalam sebuah
herbarium sering digunakan sebagai bahan referensi dalam menjelaskan takson tumbuhan, beberapa
spesimen mungkin merupakan tipe untuk menjelaskan fungsi yang diawetkan.
DAFTAR PUSTAKA
Lumowa, sonja V.T. 2012 . bahan ajar botani tingkat tinggi. Universitas mulawarman:samarinda

Tjitrosoepomo, Gembong. 1993. Taksonomi Umum Dasar-Dasar Taksonomi Tumbuhan. Gadjah


Mada University Press ; Yogyakarta.

https://www.pustakamadani.com/2019/12/sumber-bukti-taksonomi.html? m=1

Anonim.2012. Teknik Preparasi Sampel. [Online]. https://ganden-fst.web.unair.ac.id/artikel detail-


67282-Ilmiah-Teknik%20preparasi%20sampel%20(bagian%201).html diakses pada 25 Februari
2019

Sugiarto, Djaja. 2017. Preparasi Sampel. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada

Suyitno, A.L.2004. Penyiapan Specimen Awetan Objek Biologi. Yogyakarta: Jurusan Biologi
FMIPA UNY.

http://heriawa.blogspot.com/2012/05/makalah-botani-tumbuhan-tingkattinggi.html?m=1

https://metaluwitasari.wordpress.com/ipa-1/klasifikasi-zat/pendahuluan/

Anda mungkin juga menyukai