Anda di halaman 1dari 18

CRITICAL JOURNAL RIVIEW

MK. MEDIA & BAHAN AJAR


IPA
PRODI S1 PGSD FIP
Skor Nilai :

INVESTIGATION OF PRIMARY STUDENTS’ MOTIVATION LEVELS TOWARDS


SCIENCE LEARNING

Nama Mahasiswa : Rati Ramalia Napitupulu

Nim : 1192411012

Kelas : PGSD Reg B 2019

Dosen Pengampu : Septian Wijaya ,S.Pd., M. Pd

Mata Kuliah : Media & Bahan Ajar IPA

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

Maret 2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur patut penulis ucapkan atas hikmat dan kemampuan serta berkat yang
melimpah yang di berikan Tuhan Yang Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan Critical
Journal Review ini dengan baik. Selain itu rasa terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Bapak Septian Wijaya, S.Pd., M.Pd selaku pembimbing mata kuliah Media & Bahan Ajar IPA
yang sudah membimbing penulis dalam mengerjakan Critical Journal Review ini.
Selain itu juga penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang mengambil
peran serta dalam penulisan Critical Journal Review dari awal hingga dapat terselesaikan dengan
baik sehingga Critical Journal Review yang berjudul “Investigation of primary students’
motivation levels towards science learning” dapat terselesaikan. Critical Journal Review ini
penulis sampaikan kepada dosen mata kuliah Media & Bahan Ajar IPA sebagai salah satu tugas
mata kuliah tersebut.
Penulis sangat menyadari bahwa Critical Journal Review ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan dan masih sangat banyak kesalahan yang perlu diperbaiki. Penulis sangat
mengharapkan pengertian pembaca apabila terdapat banyak kekurangan dalam penulisan Critical
Journal Review ini. Penulis sadar bahwa masih perlu banyak belajar untuk dapat menulis Critical
Journal Review ini dengan lebih baik lagi. Dan sekira-kiranya makalah ini dapat berguna bagi
kita semua.

Medan, 23 Maret 2021


Penulis,

Rati Ramalia Napitupulu

1192411012

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI......................................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................... 1
1.1 Rasionalisasi Pentingnya CJR ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan CJR ........................................................................................................... 1
1.3 Manfaat CJR .......................................................................................................................... 1
1.4 Identitas CJR ......................................................................................................................... 1
BAB II ISI .............................................................................................................................................. 3
2.1 Pengantar ............................................................................................................................... 3
2.2 Metodologi .............................................................................................................................. 6
2.3 Analisis Data........................................................................................................................... 7
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................................................... 13
3.1 Kelebihan.............................................................................................................................. 13
3.2 Kelemahan ............................................................................................................................ 13
BAB IV PENUTUP.............................................................................................................................. 14
4.1 Kesimpulan........................................................................................................................... 14
4.2 Saran..................................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTKA ............................................................................................................................. 15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Rasionalisasi Pentingnya CJR


Mengkritik suatu jurnal (Critical Journal Report) merupakan suatu kegiatan mengulas atau
mengrkritik suatu jurnal dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami apa yang telah di
sajikan dalam journal tersebut. Mengkritik jurnal sangatlah baik untuk kita karena kita karena
kita dapat melatih kemampuan kita dalam menganalisis dan mengevaluasi pembahasan yang ada
di dalam jural tersebut. Critical Journal Review yang berbentuk makalah ini berisi tentang
“Pendidikan IPA di SD Kelas Tinggi”. Semoga hasil dari pekerjaan saya dapat bermafaat.

1.2 Tujuan Penulisan CJR


Mengkritik suatu jurnal (critical journal) dibuat dengan tujuan sebagai salah satu referensi
ilmu yang bermanfaat untuk menambah wawasan penulis maupun pembaca dalam mengetahui
kelebihan dan kekurangan suatu jurnal, menjadi bahan pertimbangan, dan juga menyelesaikan
salah satu tugas individu mata kuliah Pendidikan IPA di SD Kelas Tinggi di Universitas Negeri
Medan.

1.3 Manfaat CJR


Manfaat yang di dapat dari Critical Journal ini adalah sebagai berikut:
1. Membantu pembaca mengetahui gambaran dan penilaian umum dan sebuah jumal atau
hasil karya tulis ilmiah lainnya secara ringkas,
2. Dapat menambah wawasan yang luas khususnya tentang materi keterampilan berbahasa
indonesia.
3. Mengetahui latar belakang dan alasan jurnal tersebut dibuat.

1.4 Identitas CJR


Judul Artikel : Investigation of primary students’ motivation levels towards
science learning

1
Nama Journal : Science Education International
Edisi Terbit : 2011
Pengarang : Betül Sevinç, Haluk Özmen, Nevzat Yiğit
Penerbit : Universitas Teknis Karadeniz
Kota Terbit : Turki
ISSN : Vol.22, No.3, September 2011,218-232
Alamat Situs : https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ941695.pdf

2
BAB II

ISI

2.1 Pengantar
Motivasi adalah konsep psikologis kompleks yang berusaha menjelaskan perilaku dan upaya
di berbagai kegiatan (Cavaş, 2011; Watters & Ginns, 2000). Diketahui motivasi itu terkait
dengan berbagai properti seperti keingintahuan, ketekunan, pembelajaran dan kinerja (Barlia &
Beeth, 1999; Vallerand, Pelletier, Blais, Briere, Senecal & Vallieres, 1992). Dalam sastra,
banyak definisi yang digunakan untuk menjelaskan konsep motivasi. Misalnya menurut Brophy
(2004), motivasi adalah konsep teoritis yang digunakan untuk menjelaskan awal, arah, kekuatan
dan desakan perilaku yang berorientasi pada tujuan. Ainley (2004) membuat definisi terkait
dengan motivasi adalah tentang “energi, arahan, alasan perilaku kita dan apa yang kita lakukan
dan mengapa ”(hlm. 2). Başdaş (2007) menggunakan motivasi dalam arti memobilisasi usaha
dan berusaha keras. Dari perspektif pendidikan, Palmer (2005) menyatakan bahwa motivasi bisa
jadi diterapkan pada proses apa pun yang mengaktifkan dan mempertahankan perilaku belajar.
Selain itu, Barlia (1999) menyatakan bahwa motivasi adalah variabel pendidikan penting
yang mempromosikan pembelajaran baru dan kinerja keterampilan, strategi dan perilaku yang
dipelajari sebelumnya. Secara umum, motivasi adalah sebuah faktor efektif yang mengarahkan
organisme manusia untuk berperilaku dan menentukan desakan dan energi perilaku manusia
(Azizoğlu & Çetin, 2009; Yılmaz & Çavaş, 2007). Motivasi bisa jadi didefinisikan sebagai faktor
yang menyebabkan perilaku dimulai dan menentukan arah, gaya dan desakan itu. Jika
pembelajaran diekspresikan sebagai perubahan perilaku, maka dapat dikatakan demikian
perubahan perilaku membutuhkan motivasi. Di sisi lain, Mamlok-Naaman (2011) menyatakan
bahwa cara siswa memandang dan mengevaluasi kenalan mereka dengan segala jenis
pengetahuan sangat penting dalam proses belajar mereka.
Menurut teori penentuan nasib sendiri, ketika orang termotivasi, mereka berniat untuk
berprestasi sesuatu dan melakukan perilaku yang berorientasi pada tujuan untuk melakukannya.
Perilaku diungkapkan dengan termotivasi orang mungkin bisa menentukan nasib sendiri atau
dikendalikan (Brophy, 2004; Deci, Vallerand, Pelletier & Ryan, 1991). Sejauh perilaku
ditentukan sendiri, mereka dialami sebagai dipilih secara bebas dan berasal dari diri sendiri. Pada
bagian pertama dari teori penentuan nasib sendiri, motivasi intrinsik mengacu pada melakukan

3
suatu aktivitas untuk dirinya sendiri dan untuk kesenangan dan kepuasan berasal dari partisipasi
(Cokley, Bernard, Cunningham & Motoike, 2001; Karsenti & Thibert, 1996; Vallerand, Pelletier,
Blais, Briere, Senecal & Vallieres, 1992). Di detik bagian dari teori penentuan nasib sendiri,
motivasi ekstrinsik berfokus pada penghargaan eksternal seperti keinginan untuk mendapatkan
nilai tinggi dan menyelesaikan program (Watters & Ginns, 2000).
Namun Miserandino (1996) mendefinisikan motivasi ekstrinsik sebagai perilaku yang dibuat
untuk menerima hadiah atau untuk menghindari hukuman. Di bagian ketiga dari teori penentuan
nasib sendiri, sindrom amotivational terjadi ketika individu menganggap perilaku mereka tidak
mengakibatkan a hasil tertentu (Cokley et al., 2001). Ketika individu tidak termotivasi, mereka
percaya itu perilaku mereka adalah hasil dari kekuatan di luar kendali mereka (Vallerand et al.,
1992).
Dalam literatur, ada banyak penelitian yang mengeksplorasi pengaruh motivasi siswa belajar
dan mengajar dan ini menunjukkan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi motivasi
(Ames, 1992; Hanrahan, 1998; Palmer, 2005). Persepsi diri tentang kemampuan, usaha, nilai
tugas, kemanjuran diri, kecemasan ujian, pembelajaran mandiri, orientasi tugas dan strategi
pembelajaran adalah beberapa dari mereka (Brophy, 1998; Cavaş, 2011; Garcia 1995, Garcia &
Pintrich, 1995; Nolen & Haladyna, 1989; Pintrich & Schunk, 1996). Selain studi yang
mengeksplorasi efek motivasi dalam pendidikan umum, beberapa peneliti (Yılmaz & Cavas,
2007; Cavas, 2011) percaya bahwa sangat penting untuk fokus pada efek komponen afektif
dalam penelitian pendidikan sains.
Motivasi belajar sains "Motivasi menuju pembelajaran sains" dapat didefinisikan sebagai
keinginan belajar sains (Bolat, 2007). Konsep ini sangat penting karena motivasi siswa berperan
sangat penting pembelajaran sains, seperti proses perubahan konseptual, proses berpikir kritis
dan keterampilan proses ilmiah (Lee & Brophy, 1996). Menurut Cavas (2011), motivasi untuk
belajar sains mempromosikan konstruksi siswa atas pemahaman konseptual mereka tentang
sains. Di literatur, telah melaporkan banyak faktor yang mempengaruhi motivasi siswa menuju
pembelajaran sains.
Selain itu, Akbas dan Kaan (2007) meneliti motivasi dan kecemasan siswa SMA untuk kimia
dan menemukan motivasi itu dan kecemasan efektif pada prestasi kimia. Güvercin, Tekkaya dan
Sungur (2010) menyelidiki pengaruh tingkat kelas dan jenis kelamin pada motivasi siswa
sekolah dasar menuju pembelajaran sains. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi siswa

4
terhadap pembelajaran IPA menurun saat tingkat kelas meningkat dan anak perempuan memiliki
motivasi yang lebih tinggi terhadap sains belajar dari pada anak laki-laki. Demikian pula, Cavas
(2011) menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi siswa sekolah dasar Turki untuk
pembelajaran sains dan menemukan bahwa siswa sekolah dasar Turki ' motivasi sains berbeda
secara signifikan dalam hal jenis kelamin dan tingkat kelas mereka. Mahasiswa tingkat motivasi
ditemukan memiliki dampak yang cukup besar pada sikap dan ilmu pengetahuan mereka prestasi
dalam sains. Karaarslan dan Sungur (2011) menyelidiki diri siswa SD keyakinan khasiat dalam
sains berdasarkan tingkat kelas, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi.
Hasil dari studi tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara
tingkat kelas dan jenis kelamin, hubungan positif ditemukan antara jumlah buku di rumah,
frekuensi pembelian a surat kabar harian, dan pendapatan sebagai indikator SES dan selfefficacy.
Mamlok-Naaman (2011) bertujuan untuk mengetahui apa alasan siswa sekolah menengah untuk
tidak memilih jurusan apapun disiplin ilmu, dan bagaimana mungkin memotivasi mereka untuk
mempelajari sains. Berdasarkan data, (s) ia mencoba untuk menggunakan pendekatan historis
untuk pengajaran sains, dengan keyakinan bahwa itu akan meningkatkan sikap dan minat siswa
yang tidak berorientasi sains (mereka yang tidak memilih untuk mengambil jurusan salah satu
disiplin ilmu) menuju studi sains dan sains.
Pendekatan motivasi dan kurikulum yang diadopsi dalam pendidikan sains saat ini tidak
dapat dilakukan dipertimbangkan secara terpisah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semua
faktor yang dapat mempengaruhi motivasi dapat mempengaruhi pendidikan sains di lingkungan
belajar. Di Turki, kurikulum sains adalah disiapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional
(MNE, 2005) dengan sifat konstruktivis dan mulai diterapkan pada tahun ajaran 2005-2006.
Tujuan utama dari kurikulum konstruktivis di Turki dapat disusun; (1) untuk memberikan
permanen dan diinginkan belajar, (2) untuk menghilangkan kekurangan pendidikan bagi individu
dan (3) untuk meningkatkan kinerja akademik dan sosial individu. Partisipasi aktif siswa dalam
pelajaran bermain peran penting dalam pendekatan konstruktivis. Tuan, Chin & Sheh (2005)
melaporkan enam penting faktor motivasi dalam motivasi belajar IPA dengan mengintegrasikan
pembelajaran konstruktivis dan teori motivasi. Yaitu: efikasi diri, strategi pembelajaran aktif,
pembelajaran sains nilai, tujuan kinerja, tujuan pencapaian, dan stimulasi lingkungan belajar.
Seperti yang kita ketahui bahwa motivasi belajar siswa membuat pembelajaran menjadi
efektif (Sarıbıyık, Altunçekiç & Yaman, 2004), penting untuk menentukan tingkat motivasi

5
siswa dan faktor yang mempengaruhi motivasi siswa dalam sains. Semua literatur juga
menunjukkan hal itu kepada kita motivasi merupakan faktor yang sangat penting untuk
pembelajaran sains. Ada yang sudah digunakan sedikit skala motivasi menuju pembelajaran
sains (Glynn, Taasoobshirazi & Brickman, 2009; Tuan, Chin & Shieh, 2005; Yılmaz & Cavas,
2007). Tetapi tidak ada penelitian yang cukup secara khusus tentang motivasi menuju
pembelajaran sains di Turki.
Dalam konteks ini, studi mencoba menentukan bagaimana tingkat motivasi siswa sekolah
dasar terhadap perubahan pembelajaran IPA menurut a) jenis kelamin, b) tingkat pendidikan
orang tua, c) keberhasilan akademis, d) partisipasi kegiatan laboratorium, dan e) mengikuti
kursus privat. Gender, tingkat pendidikan orang tua dan Keberhasilan akademis telah umum
dipelajari dalam literatur. Kami percaya bahwa berpartisipasi Kegiatan laboratorium memotivasi
siswa secara positif karena siswa memiliki kesempatan untuk berkarya sesuatu secara individual
dan bebas. Jadi, kami ingin menyelidiki efeknya. Tambahan, mengambil kursus privat (baik
secara individu maupun dalam lingkungan pendidikan swasta) sangatlah penting umum di Turki
dan siswa memiliki kesempatan untuk mencurahkan lebih banyak waktu untuk konsep sains.
Untuk Oleh karena itu, menurut kami mengikuti kursus privat merupakan variabel penting untuk
diteliti.

2.2 Metodologi
Desain dan sampel penelitian
Survei digunakan untuk mengumpulkan data. Sampel penelitian terdiri dari siswa sekolah
dasar terdaftar di kelas 6, 7 dan 8 di tiga sekolah berbeda yang terletak di tengah Trabzon,
yang merupakan kota di kawasan Laut Hitam Turki. Tingkat sosial ekonomi dari sekolah
serupa. Alasan pemilihan sekolah ini adalah untuk mengurangi perbedaan statistik
berdasarkan tingkat sosial ekonomi. Sekolah dalam studi ini diberi kode sebagai A, B dan C.
Siswa di sampel dipilih secara acak. Sebanyak 518 siswa berpartisipasi dalam penelitian ini.
Rata-rata usia siswa lakilaki dan perempuan adalah 13 dan 12 tahun.
Jika dilihat tingkat pendidikan orang tua, bisa dikatakan ibu sudah SD tingkat pendidikan
dan ayah memiliki tingkat pendidikan menengah. Sedangkan jumlah ibu tamat universitas
68, jumlah ayah yang tamat universitas 149. Instrumen Dalam penelitian ini, skala “Motivasi
Siswa terhadap Pembelajaran Sains” (SMTSL) tipe likert dikembangkan oleh Tuan, Chin &
Shieh (2005) digunakan untuk mengumpulkan data.

6
Bahasa asli skalanya adalah bahasa Inggris dan terdiri dari enam faktor termasuk 35 item
(26 positif, 9 negatif). Skala ini diterjemahkan ke dalam bahasa Turki oleh Yılmaz & Çavaş
(2007) dan validitas dan reliabilitas dari itu sudah dihitung. Bentuk skala Turki terdiri dari
enam faktor yang sama dengan bentuk aslinya, tetapi mencakup 33 item (25 positif, 8
negatif). Satu negatif satu positif item diekstraksi dari skala karena tidak sesuai untuk
penelitian. Enam faktor yang digunakan dalam skala adalah; Kemanjuran diri, strategi
pembelajaran aktif, nilai pembelajaran sains, tujuan kinerja, tujuan pencapaian dan stimulasi
lingkungan belajar. Faktor 'Selfefficacy' terdiri dari keyakinan yang dipegang siswa tentang
kompetensi individu mereka menyelesaikan tugas yang berhubungan dengan sains. Ini terkait
dengan motivasi intrinsik.
Faktor 'Strategi pembelajaran aktif' berkaitan dengan perasaan motivasi intrinsik ketika
mengambil peran aktif dalam menggunakan berbagai strategi untuk membangun
pengetahuan baru siswa berdasarkan mereka pemahaman sebelumnya. Faktor 'nilai belajar
IPA' berhubungan dengan perolehan siswa kompetensi pemecahan masalah, mengalami
aktivitas inkuiri, merangsang pemikiran mereka sendiri, dan temukan relevansi sains dengan
kehidupan seharihari. Ini terkait dengan motivasi intrinsik. Itu Faktor 'tujuan kinerja'
menyatakan bahwa tujuan siswa dalam pembelajaran sains dikhususkan bersaing dengan
siswa lain dan menarik perhatian guru. Itu terkait dengan motivasi ekstrinsik. Faktor 'Tujuan
pencapaian' berhubungan dengan tujuan khusus siswa yang harus mereka miliki untuk
meningkatkan keterampilan dan keberhasilan mereka dalam proses pembelajaran sains.
Juga berkaitan dengan motivasi ekstrinsik. Faktor 'Stimulasi lingkungan belajar' adalah
terkait dengan pengaruh komponen lingkungan belajar seperti kurikulum, pengajaran guru
metode dan interaksi siswa pada motivasi. Juga berkaitan dengan motivasi ekstrinsik. Enam
faktor menjelaskan 56,49% dari total varian. Koefisien reliabilitas alpha Cronbach dari
SMTSL skala termasuk 33 item dihitung 0,87. Nilai ini bagus untuk skala yang akan
digunakan. Itu Seluruh skala yang digunakan dalam penelitian ini disediakan di lampiran.

2.3 Analisis Data


Data dianalisis dengan menggunakan program paket statistik. Pilihan jawaban dari skala item
adalah; “Sangat setuju, setuju, tidak ada pendapat, tidak setuju, dan sangat tidak setuju”. Dalam
analisisnya, 5 poin diberikan untuk opsi 'Sangat setuju' sementara 1 poin diberikan untuk 'Sangat
tidak setuju' pilihan untuk item positif. Di sisi lain, 1 poin diberikan untuk opsi 'sangat setuju'

7
sementara 5 poin diberikan untuk opsi 'sangat tidak setuju' untuk item negatif. Skor diperoleh
dari SMTSL skala berubah antara 33 dan 165 poin. ANOVA dua arah digunakan mencari
pengaruh konkuren variabel tingkat pendidikan orang tua pada motivasi. Mann Tes Whitney
digunakan untuk mengetahui bagaimana tingkat motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA
berubah sesuai gender, membuat kegiatan laboratorium, dan mengambil kursus privat. Juga, Tes
Kruskal Wallis digunakan untuk mengetahui signifikansi tingkat motivasi siswa menuju
pembelajaran sains sesuai dengan keberhasilan akademis. Hasil tes dievaluasi pada α = 0,05
tingkat signifikansi. hasil dan Diskusi Data yang diperoleh dari skala motivasi diberikan secara
terpisah dan dibahas di bawah ini. Hubungan tingkat motivasi terhadap pembelajaran IPA dan
gender Temuan tentang bagaimana tingkat motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA berubah
menurut jenis kelamin.
Jenis kelamin berpengaruh signifikan terhadap motivasi siswa menuju pembelajaran sains (p
<0,05). Ketika skor 'mean rank' diperiksa, hal itu diamati Tingkat motivasi siswa perempuan
terhadap pembelajaran IPA lebih tinggi daripada siswa laki-laki. Namun, tidak ada perbedaan
yang signifikan antara skor yang diperoleh dari "self-efficacy" (U = 32825,00, p = 0,716),
“strategi pembelajaran aktif” (U = 30248,00, p = 0,059), “sains nilai belajar ”(U = 30115,00, p =
0,05) dan“ stimulasi lingkungan belajar ”(U = 32852,50, p = 0,728) subfaktor dari skala SMTSL
menurut jenis kelamin (p> 0,05). Di samping itu, ada perbedaan yang signifikan antara skor yang
diperoleh dari "tujuan kinerja" (U = 27832,00, p = 0,001) dan "tujuan pencapaian" (U =
28418,00, p = 0,003) subfaktor dari Skala SMTSL menurut jenis kelamin, berpihak pada siswa
perempuan (p <.05).
Hal itu diamati Prestasi dan tujuan prestasi siswa perempuan lebih tinggi daripada siswa
lakilaki. Itu lingkungan tempat siswa dilahirkan, tumbuh, melakukan interaksi sosial dan
keluarga 'Persepsi tentang anak menurut jenis kelamin berbeda-beda. Persepsi keluarga tentang
anak perempuan dan laki-laki mereka bisa efektif dalam pembentukan motivasi perbedaan.
Yakni, keyakinan, sikap dan harapan keluarga ada yang negatif atau positif berpengaruh pada
motivasi siswa. Hasil ini didukung oleh Brady (2008). Dalam literatur, terdapat hasil yang
berbeda terkait siswa laki-laki dan perempuan. tingkat motivasi terhadap pembelajaran sains.
Misalnya, Yılmaz dan Çavaş (2007) ditentukan bahwa siswa perempuan memiliki tingkat
motivasi yang lebih tinggi daripada siswa laki-laki dalam pembelajaran aktif strategi "," tujuan
kinerja ", dan" tujuan pencapaian "subfaktor skala SMTSL.

8
Juga, Brady (2008) menyebutkan bahwa gender memainkan peran utama dalam motivasi dan
motivasi siswa prestasi, dan siswa perempuan memiliki tingkat motivasi yang lebih tinggi. Atas
dasar itu, ditemukannya penelitian ini mendukung Yılmaz dan Çavaş (2007) dan Brady (2008).
Di samping itu, Pintrich dan De Groot (1990) menetapkan bahwa siswa laki-laki memiliki
tingkat motivasi yang lebih tinggi daripada siswa perempuan di tingkat dasar dan mereka
mencoba menjelaskan hal ini dalam istilah kecemasan. Menurut mereka, siswa laki-laki yang
memiliki self-efficacy tinggi memiliki kecemasan yang rendah; Perempuan siswa yang memiliki
efikasi diri rendah memiliki kecemasan yang tinggi. Sebaliknya, beberapa penelitian dilakukan
dengan siswa sekolah dasar oleh Azizoğlu dan Çetin (2009), Bolat (2007), Liu (2005) dan Meece
dan Jones (1996) menentukan bahwa tingkat motivasi siswa terhadap pembelajaran sains tidak
berubah menurut gender. Hubungan tingkat motivasi terhadap pembelajaran IPA dan pendidikan
orang tua Tingkat Signifikansi tingkat motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA berubah
menurut Tingkat pendidikan ibu dan ayah ditentukan dengan ANOVA dua arah.
Tingkat pendidikan ibu dan ayah tidak memiliki pengaruh yang signifikan. berpengaruh
terhadap motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA (p> .05). Juga, signifikan perbedaan tidak
diamati antara skor yang diperoleh dari "self-efficacy" (F (4, 509) = 1.625, p> .05), "strategi
pembelajaran aktif" (F (4, 509) = 1.221, p> .05), "nilai pembelajaran sains" (F4,509) = 0.808, p>
.05), "tujuan kinerja" (F (4, 509) = 1.275, p> .05), "tujuan pencapaian" (F (4,509) = 0.832, p>
.05) dan "stimulasi lingkungan belajar" (F (4, 509) = 1.443, p> .05) subfaktor skala SMTSL
menurut tingkat pendidikan orang tua. Beberapa studi dari literatur mendukung hasil ini.
Misalnya, Bolat (2007) telah menentukan parental tersebut tingkat pendidikan mempengaruhi
tingkat motivasi siswa. Sebagai konsekuensi dari penelitian ini, ia memiliki telah ditentukan
bahwa tingkat motivasi siswa tentang kualifikasi guru, kelas organisasi, interaksi kelas dan iklim
kelas meningkat selama tingkat ibupendidikan meningkat. Dalam penelitian ini juga ditentukan
tingkat motivasi siswa tentang kualifikasi guru, organisasi kelas dan peningkatan interaksi kelas,
tetapi tingkat motivasi mereka terkait iklim kelas tidak berubah selama ayah ' tingkat pendidikan
meningkat. Dan juga, telah disebutkan bahwa ibu dan ayah dengan yang lebih tinggi tingkat
pendidikan menjadi lebih tertarik pada anak-anak mereka, mereka membantu anak-anak mereka
pelajaran dan dan dan mereka menjadi lebih sensitif dan sadar tentang mempersiapkan
lingkungan yang memberikan tingkat motivasi tinggi kepada mereka.

9
Dalam kurikulum sains sekarang, siswa harus melaksanakan proyek kinerja yang melibatkan
sesuatu proses. Dalam proyek kinerja ini, orang tua berada di atas sumber daya yang mana siswa
gunakan saat mereka meminta informasi. Namun, dengan pengaruh perkembangan teknologi,
siswa mulai mendapatkan manfaat lebih dari Internet di bidang sains. Hubungan antara tingkat
motivasi terhadap pembelajaran sains dan keberhasilan akademik Temuan tentang bagaimana
tingkat motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA berubah menurut keberhasilan akademis
diberikan pada Tabel 4. Seperti dapat dilihat dari Tabel 4, keberhasilan akademik berpengaruh
signifikan terhadap siswa.
Motivasi terhadap pembelajaran sains (p * <. 05). Dan juga, perbedaan yang signifikan telah
terjadi diamati antara skor yang diperoleh dari "self-efficacy" (χ2 (3) = 92.508, p = 0.000), "aktif
strategi pembelajaran ”(χ2 (3) = 17,496, p = 0,001),“ nilai belajar sains ”(χ2 (3) = 23,673, p =
0,000), “pencapaian tujuan” (χ2 (3) = 21,948, p = 0,000) dan “lingkungan belajar stimulasi ”(χ2
(3) = 8,897, p = 0,031) subfaktor skala SMTSL menurut sukses (p <.05). Di sisi lain, tidak ada
perbedaan yang signifikan antara skor yang diperoleh dari "tujuan kinerja" (χ2 (3) = 7.171, p =
0.067) subfaktor skala SMTSL menurut keberhasilan akademis (p> .05). Untuk seluruh skala dan
sebagian besar subfaktor, telah diamati bahwa tingkat motivasi siswa yang memiliki kesuksesan
“sempurna” lebih tinggi daripada motivasi tingkat keberhasilan siswa dalam pelajaran IPA
"baik" dan "sedang".
Hasil dari, Keberhasilan akademik siswa mempengaruhi tingkat motivasi mereka. Saat studi
yang meneliti hubungan antara keberhasilan akademik dan motivasi diperiksa, diamati bahwa
hasil penelitian ini mendukung temuan penelitian yang dilaporkan dalam makalah ini. Sebagai
contoh, Altun (2009) telah menyebutkan kekurangan siswa motivasi membawa kegagalan.
Menurut Bolat (2007), penurunan nilai akademik siswa keberhasilan mengungkapkan bahwa
ada kekurangan motivasi tentang diri mereka sendiri. Dan juga, para pelajar yang memiliki
keberhasilan akademik tinggi memiliki tingkat motivasi yang tinggi terhadap pembelajaran IPA.
Di Penelitian lain, Patrick, Kpangban & Chibueze (2007) memastikan bagaimana motivasi dalam
sains mempengaruhi keberhasilan akademik siswa dan mereka menentukan siswa yang memiliki
motivasi tinggi tingkat lebih berhasil daripada siswa yang memiliki tingkat motivasi rendah.
Begitu pula dengan Shih dan Gamon (2001) dan Singh, Granville dan Dike (2002) telah
menyebutkan bahwa siswa ' tingkat motivasi mempengaruhi keberhasilan akademis mereka
secara positif. Semua studi ini mengungkapkan hal itu Keberhasilan akademik siswa meningkat

10
seperti ketika tingkat motivasi mereka meningkat. Hubungan tingkat motivasi terhadap
pembelajaran IPA dan pembuatan laboratorium Kegiatan Temuan tentang bagaimana tingkat
motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA berubah Sesuai dengan keikutsertaan dalam kegiatan
laboratorium.
Keikutsertaan dalam kegiatan laboratorium tidak memberikan pengaruh yang signifikan
motivasi siswa terhadap pembelajaran sains (p> .05). Juga, tidak ditentukan a perbedaan
signifikan antara skor yang diperoleh dari "self-efficacy" (U = 13605,50, p = 0,513), “Nilai
pembelajaran sains” (U = 13939,00, p = 0,722), “tujuan kinerja” (U = 13127,50, p = 0,276),
"tujuan pencapaian" (U = 13893.00, p = 0.689) dan "stimulasi lingkungan belajar" (U =
13386,50, p = 0,394) subfaktor skala SMTSL menurut keikutsertaan kegiatan laboratorium (p>
.05). Telah diamati bahwa hanya ada perbedaan yang signifikan antara skor yang diperoleh dari
"strategi pembelajaran aktif" (U = 12002,00, p = 0,036) subfaktor dari skala SMTSL (p <.05).
Terlihat mahasiswa yang berkiprah di laboratorium kegiatan memiliki tingkat motivasi yang
lebih tinggi terhadap pembelajaran sains daripada siswa yang tidak ikut serta dalam kegiatan
laboratorium dalam istilah "strategi pembelajaran aktif".
Dalam semua studi yang relevan disebutkan bahwa kegiatan laboratorium meningkatkan
tingkat motivasi. Misalnya dalam penelitian yang dilakukan oleh Ali (1980) untuk meneliti
pengaruh laboratorium terhadap motivasi siswa, Ali menilai kegiatan laboratorium sangat baik
memotivasi mahasiswa dan laboratorium memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
memecahkan dan menganalisis masalah praktis dan untuk membentuk hierarki pembelajaran
yang lebih tinggi. Begitu pula dalam studi dilakukan oleh Deci, Koestner dan Ryan (1999),
Gagne dan Deci (2005), dan Hofstein dan Lunetta (2003), telah menetapkan bahwa kegiatan
laboratorium meningkatkan motivasi siswa.
Menurut Hofstein dan Lunetta (2003), lingkungan di laboratorium sekolah kurang formal
daripada lingkungan kelas. Siswa lebih bebas berada jauh dari guru ' wewenang. Oleh karena itu,
laboratorium menawarkan kesempatan bagi siswa untuk menghasilkan dan berkolaborasi secara
interaktif dan meningkatkan motivasi siswa. Laboratorium adalah lingkungan tempat siswa
menyukai pembelajaran sains meningkat dan siswa juga memperoleh beberapa kompetensi
seperti mengubah perilaku, efektif kinerja, kemampuan mencari dan menemukan. Alasan
perbedaan signifikan pada tingkat motivasi siswa menurut subfaktor “strategi pembelajaran
aktif” mungkin keinginan siswa untuk belajar mandiri dan pembentukan jalur pembelajaran

11
mereka sendiri dengan belajar mandiri. Temuan ini didukung oleh karya / penelitian Hofstein
dan Lunetta (2003) tentang keinginan siswa tentang belajar mandiri dan pekerjaan / penelitian
Ali (1980) tentang formasi jalur pembelajaran siswa sendiri.
Hubungan tingkat motivasi terhadap pembelajaran IPA dan mengikuti kursus privat Temuan
tentang bagaimana tingkat motivasi siswa terhadap pembelajaran berubah menurut mengambil
kursus privat diberikan pada Tabel 6. Ketika Tabel 6 diteliti, terlihat bahwa mengambil kursus
privat memiliki pengaruh yang signifikan tentang motivasi siswa terhadap pembelajaran IPA (p *
<. 05). Tapi, itu tidak ditentukan a). perbedaan yang signifikan antara skor yang diperoleh dari
"nilai pembelajaran sains" (U = 20998,00, p = 0,082), “sasaran kinerja” (U = 21293,00, p =
0,126) dan “pembelajaran stimulasi lingkungan ”(U = 22031.00, p = 0,315) subfaktor skala
SMTSL menurut mengambil kursus privat (p> .05). Namun, terlihat ada yang signifikan
perbedaan antara skor yang diperoleh dari "self-efficacy" (U = 16382,50, p = 0,000), "Strategi
pembelajaran aktif" (U = 19995,50, p = 0,015) dan "tujuan pencapaian" (U = 20534,00, p =
0,037) subfaktor skala SMTSL menurut kursus privat (p <0,05).
Lingkungan sosial yang berbeda seperti kursus privat mempengaruhi keyakinan siswa
tentang sains belajar. Selain itu, siswa dapat mensistematisasikan informasi mereka tentang sains
karena sosial interaksi di lingkungan ini. Karena alasan ini, mungkin ada perbedaan yang
signifikan diamati pada tingkat motivasi siswa yang mengikuti kursus privat. Hasil ini
didukungm oleh karya / penelitian Ames (1990), Blumenfeld (1992), Bolat (2007), da n Talib,
Luan, Azhar & Abdullah (2009) yang mengungkapkan bahwa interaksi sosial dapat
mempengaruhi siswa tingkat motivasi. Ada sejumlah studi terbatas tentang topik ini dalam
literatur. Di salah satu studi tersebut, Bolat (2007) telah mempelajari siswa kelas 6 dan kelas 7.
Sebagai hasil dari penelitian, Bolat menemukan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
skor yang diperoleh dari “Kompetensi guru” merupakan subfaktor dari skala yang sesuai dengan
kondisi mengambil kursus privat dari tutor privat atau jenis lainnya. Menurutnya, perbedaan
muncul dari guru kualifikasi. Disebutkan juga bahwa tingkat motivasi siswa dapat meningkat
jika Guru bersemangat dan ramah, teladan yang baik bagi siswa, dan memiliki pendekatan yang
tegas.

12
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kelebihan
jurnal yang saya bahas merupakan jurnal yang membahas tentang motivasi terhadap
pembelajaran IPA di sekolah, Setiap penjelasan yang diuraikan oleh penulis di dalam junal
memiliki keterkaitan antar sub-sub penjelasannya. Teori-teori yang diuraikan oleh penulis di
dalam jurnal ini sangatlah bagus dan sumbernya juga banyak yang tertera dalam isi jurnal
sehingga jurnal ini tidak terkesan bersifat plagiat. Penulisan jurnal ini teratur dan sesuai dengan
kaidah pembuatan jurnal, Pemaparan materi jelas sehingga mudah untuk dimengerti. Sehingga
pembaca mudah untuk memahami isi dari jurnal tersebut.

3.2 Kelemahan
Jika kita mencari sebuah kekurangan pada sebuah jurnal mungkin saja sangat sulit untuk
mencarinya karena setiap penulis mempunyai kemampuan dan metode yang berbeda-beda.
Namun menurut saya kekurangan yang ada dalam jurnal ini yaitu didalam isi penelitian cukup
terlihat, pembaca dapat menangkap isi penelitian namun kelemahannya terletak pada
pembahasan yang memaparkan tentang analisis yang dilakukan yaitu pada saat pengambilan data
yang pembahasannya terlalu panjang yang membuat pembaca merasa sedikit jenuh untuk
membacanya.

13
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Bagi seorang pendidik atau guru memberikan motivasi kepada peserta didiknya merupakan
suatu kegiatan yang harus dilakukan, karena pengertian dari motivasi sendiri adalah suatu usaha
yang disadari untuk menggerakkan, menggarahkan dan menjaga tingkah laku seseorang agar ia
terdorong untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Pembelajaran IPA merupakan pembelajaran yang memerlukan ketekunan yang kuat untuk
mempelajarinya, dari motivasi yang telah diberikan diharapkan siswa dapat terdorong atau
terarahkan dengan baik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah di tetapkan, pemberian
motivasi ini agar peserta didik tidak merasa bosan dengan pembelajaran yang diberikan, dan
siswa akan bersemangat untuk melakukan kegiatan pembelajaran, karena jika peserta didik
merasa jenuh dengan yang dipelajarinya makana tujuan pembelajaran tidak akan tercapai dengan
baik.

4.2 Saran
Pekerjaan yang saya lakukan ini semoga dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat
menambah wawasan dan keilmuan bagi pembaca lainnya. Saya menyadari pekerjaan ini jauh
dari kata baik, saya mengharapkan saran yang bersifatnya membangun agar pekerjaan yang saya
lakukan dapat lebih baik lagi dari sebelumnya.

14
DAFTAR PUSTKA

https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ941695.pdf

15

Anda mungkin juga menyukai