AKUNTANSI PERPAJAKAN
Penyusun:
Akuntansi Perpajakan i
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
AKUNTANSI PERPAJAKAN
Penulis:
Adhitya Putri Pratiwi
Wahyu Nurul Hidayati
ISBN: 978-623-7833-36-9
Editor:
Wahyu Nurul Hidayati
Desain sampul
Putut Said Permana
Tata Letak:
Aden
Penerbit:
UNPAM PRESS
Redaksi:
Jl. Surya Kecana No. 1
Pamulang – Tangerang Selatan
Telp. 021-7412566
Fax. 021 74709855
Email: unpampress@unpam.ac.id
Akuntansi Perpajakan ii
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
ISBN. 978-623-7833-36-9
M091-14022020-01
MATA KULIAH
AKUNTANSI PERPAJAKAN
Akuntansi Perpajakan iv
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
KATA PENGANTAR
Pada saat ini dunia pendidikan di Indonesia semakin berkembang maju, hal ini
dapat terbukti dengan ditetapkannya kurikulum baru yang berlandaskan Kerangka
Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dimana KKNI sendiri merupakan kerangka kerja
untuk kualifikasi sumber daya manusia Indonesia yang menyandingkan, menyamakan,
dan mengintegrasikan sektor pendidikan dengan sektor pelatihan dan pengalaman kerja
dalam skema pengakuan kemampuan kerja yang disesuaikan dengan struktur di berbagai
sektor pekerjaan. Untuk mendukung kurikulum berbasis KKNI diperlukan banyak referensi
sebagai bekal mahasiswa untuk mengembangkan kemampuannya semaksimal mungkin
dan siap bertarung dalam dunia pekerjaan. Kenyataan yang terjadi di lapangan adalah
untuk mendapatkan referensi yang menyandingkan Akuntansi dengan Perpajakan yang
sesuai dengan kurikulum KKNI sangatlah sulit didapatkan. Berdasarkan kenyataan
tersebut dengan berlandaskan niat untuk membantu mahasiswa mendapatkan referensi
terkait materi Akuntansi Perpajakan maka kami menyusun Modul Akuntansi Perpajakan.
Materi yang termuat dalam modul ini disesuaikan dengan kurikulum KKNI. Modul ini juga
dilengkapi dengan bahan evaluasi guna mengukur tingkat pemahaman mahasiswa atas
materi yang disajikan
Demikianlah semoga dengan tersusunnya modul ini dapat memberikan manfaat yang luas
khususnya untuk mahasiswa dan masyarakat pada umumnya.
Akuntansi Perpajakan v
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
DAFTAR ISI
Akuntansi Perpajakan vi
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan ix
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
PERTEMUAN KE-1
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mahasiswa mempelajari materi pada pertemuan I, mahasiswa mampu
membedakan Akuntansi Komersial dengan Akuntansi Pajak dari aspek definisi dan
penggunanya
B. URAIAN MATERI
Akuntansi menyajikan semua informasi terkait keadaan yang terjadi pada suatu
periode tertentu bagi manajemen maupun bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam
rangka melihat kinerja perusahaan. Istilah akuntansi tidak ada didalam perpajakan,
perpajakan menggunakan istilah pembukuan/pencatatan. Dimana
pembukuan/pencatatan memiliki ruang lingkup yang lebih sempit jika dibandingkan
dengan Akuntansi.
Akuntansi pajak itu sendiri merupakan sebuah bagian dari akuntansi yang tercipta
karena adanya suatu prinsip dasar yang diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. Jika
dilihat dari segi tujuan dibentuknya laporan keuangan, perpajakan memiliki tujuan untuk
menentukkan besarnya pajak terutang dimana hal tersebut tidak dapat “dilakukan”
didalam Akuntansi.
Akuntansi pajak tidak memiliki standar dalam pembuatan laporan keuangan
seperti halnya Akuntansi yang memiliki pedoman penyusunan laporan keuangan yang
disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan dituangkan dalam Standar Akuntansi
Keuangan (SAK). Namun, pada praktiknya pembayaran pajak terutang membutuhkan
sebuah laporan yang menunjukkan posisi laba/rugi yang disusun berdasarkan prinsip
perpajakan, sehingga akuntansi komersial harus disesuaikan dengan ketentuan
perpajakan yang berlaku di Indonesia. Hal tersebutlah yang pada akhirnya
menimbulkan perbedaan-perbedaan yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.
Akuntansi Perpajakan 1
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 2
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 3
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
6) Lengkap, laporan keuangan fiskal harus lengkap dalam arti tidak ada data
yang disembunyikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Akuntansi Perpajakan 4
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Gambar 1.1
Siklus Akuntansi
Akuntansi Perpajakan 5
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 6
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 7
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 8
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
uang tunai diterima (untuk pendapatan) atau uang tunai (untuk biaya). Jika
dasar dari catatan akuntansi yang digunakan adalah basis akrual, pendapatan
dan pengeluaran yang dilaporkan dalam laporan laba rugi adalah periode di
mana pendapatan dan pendapatan terjadi, terlepas dari apakah uang telah
diterima atau dibayar.
d. Objectivity Principle, manfaat laporan keuangan akan tergantung pada tingkat
kepercayaan pemakai terhadap prosedur pengukuran yang digunakan. Untuk
memberikan keyakinan ini, objectivity principle sesungguhnya merupakan
realitas yang dikemukakan oleh pihak luar yang independen. Objectivity
dianggap sebagai ukuran yang dapat diverifikasi kebenarannya berdasarkan
pada bukti yang ada
e. Consistency Principle, transaksi dan peristiwa ekonomi yang sejenis harus
dicatat dan dilaporkan dengan cara yang sama dari satu periode ke periode
berikutnya agar laporan keuangan dapat dibandingkan.
f. Disclosure Principle, seluruh informasi dalam laporan keuangan harus disajikan
dengan cara yang netral, mudah dipahami dan tepat waktu.
g. Conservatism Principle, yaitu konsep kehati-hatian. Misalnya untuk metode
penyisihan yang digunakan untuk mencatat piutang tak tertagih, dimana piutang
usaha dilaporkan dalam neraca sebesar jumlah yang lebih realistis (dan lebih
rendah) sehingga mencerminkan dengan baik jumlah piutang yang
sesungguhnya dapat tertagih.
h. Uniformity dan Comparability Principle, sesungguhnya hakekat dari
comparability adalah bahwa informasi akan menjadi lebih berguna ketika
informasi tersebut dapat dikaitkan dengan standar. Perbandingan dapat
dilakukan dengan informasi serupa dengan perusahaan lain dalam industr yang
sama atau dikaitkan dengan data industri (sebagai patokan) pada periode waktu
yang sama (memerlukan keseragaman metode) dengan informasi serupa dari
perusahaan yang sama tetapi untuk periode waktu yang berbeda.
Akuntansi Perpajakan 9
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
biaya diakui dan dilakukan pencatatan. Perusahaan yang bergerak dibidang bisnis
akan melakukan penyusunan dua laporan keuangan, yaitu laporan keuangan
komersial dengan laporan keuangan yang dijadikan dasar dalam penghitungan
pajak terutang dan laporan keuangan ini disampaikan ke Direktorat Jendral Pajak.
Perbedaan utama keduanya adalah dari segi tujuan dan dasar hukumnya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, penyusunan laporan keuangan fiskal
didasarkan pada standar akuntansi keuangan yang disesuaikan dengan hal-hal
yang ada di dalam Undang-undang perpajakan. Konsep dasar dalam menyusun
laporan keuangan fiskal adalah laporan laba rugi yang didasarkan pada
perhitungan menurut prinsip-prinsip yang berlaku umum, sedangkan untuk
menghitung besarnya pajak yang harus dibayar, didasarkan pada Penghasilan
Kena Pajak yang diperoleh dari perhitungan menurut peraturan perundang-
undangan perpajakan.
Akuntansi Perpajakan 10
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 11
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
C. LATIHAN SOAL
1. Jelaskan perbedaan paling mendasar antara penyusunan laporan keuangan
secara komersial dengan laporan keuangan fiskal?
2. Siapa sajakah pengguna laporan keuangan komersial dan fiskal ? Jelaskan !
3. Menurut pendapat saudara, mengapa diperlukan pemahaman mengenai
Akuntansi Pajak ?
4. Menurut pendapat saudara, apakah pembukuan/pencatatan penting didalam
perpajakan ?
D. REFERENSI
Akuntansi Perpajakan 12
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
PERTEMUAN KE-2
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 3 mengenai kewajiban menyelenggarakan
pembukuan dan pencatatan, mahasiswa diharapkan mampu mengklasifikasikan wajib
pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan dan wajib pajak yang
diperbolehkan menyelenggarakan pencatatan
B. URAIAN MATERI
1. Definisi Pencatatan
Menurut Pasal 28 ayat 9 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 mengenai
Ketentuan Umum Cara Perpajakan, pencatatan merupakan : “Pengumpulan data
secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penghasilan bruto sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan
objek pajak dan/atau yang dikenakan pajak bersifat final.
Sedangkan yang wajib melakukan pencatatan sesuai dengan Undang-
Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 28 ayat (12) jo. PMK-
197/PMK.03/2007 adalah : “yang wajib melakukan pencatatan adalah wajib pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, untuk
menghitung penghasilan neto menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto (dengan peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari 4,8 miliar”
Bentuk dan tata cara pencatatan juga diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan nomor 197/PMK03/2007, pasal 1 yang menyatakan:
“wajib pajak yang dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan
tetapi wajib menyelenggarakan pencatatan adalah :
a. Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan dapat menghitung
penghasilan netto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
Akuntansi Perpajakan 13
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
b. Wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2017,
syarat-syarat pencatatan diantaranya adalah :
a. Pencatatan harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya
b. Pencatatan harus diselenggarakan dengan menggunakan huruf latin, angka
arab, satuan Mata Uang Rupiah dan disusun dalam Bahasa Indonesia
c. Pencatatan dalam satu tahun harus diselenggarakan secara kronologis
d. Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah
pajak terutang , termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan yang
dikenakan pajak bersifat final
e. Selain kewajiban menyelenggarakan pencatatan sebagaimana dimaksud pada
hurf (d), wajib pajak orang pribadi yang melakukan usaha atau pekerjaan
bebas juga harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban
f. Buku, catatan dan dokumen yang menjadi dasar serta dokumen lain wajib
disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu tempat kegiatan atau tempat
tinggal wajib pajak yang bersangkutan
2. Definisi Pembukuan
Menurut Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
pasal 1 angka 29, Pembukuan adalah : “suatu proses pencatatam yang dilakuakn
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi
harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang/jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut”
Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha/pekerjaan bebas dan
wajib pajak badan di Indonesia dikenakan kewajiban menyelenggarakan
pembukuan dengan tujuan agar wajib pajak dapat menghitung besarnya yang
terutang serta pajak lainnya.
Akuntansi Perpajakan 14
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 15
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
itu, stelsel kas yang d zinkan dalam ketentuan pajak adalah stelsel kas campuran.
Yang dimaksud dengan stelsel kas campuran di sini adalah bahwa meskipun
stelsel kas campuran digunakan, tetapi:
a. Perhitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus mencakup seluruh
penjualan, baik tunai maupun kredit. Saat menghitung harga pokok penjualan
seluruh pembelian dan persediaan harus diperhitungkan;
b. Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat
diamortisasi, biaya‐biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat
dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi;
c. Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten). Dengan
demikian, penyelenggaraan pembukuan menurut ketentuan perpajakan boleh
menggunakan stelsel akrual atau stelsel kas campuran.
Akuntansi Perpajakan 16
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
tahun buku dimulai atau bagi wajib pajak baru terhitung sejak tanggal
pendirian
b. Mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan dengan melampirkan :
1) Fotokopi SPT Tahunan Pajak Penghasilan Badan tahun terakhir (untuk
wajib pajak yang telah berdiri lebih dari satu tahun)
2) Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan fotokopi akta pendirian
atau dokumen lain yang serupa
Akuntansi Perpajakan 17
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 18
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
28 Tahun 2007, yang berbunyi “Tahun Pajak adalah sama dengan tahun
kalender kecuali wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender”
f. Konsep Taat Asas
Dalam konsep ini, penggunaan metode akuntansi dari satu periode ke periode
lainnya haruslah sama atau konsisten. Misalnya jika tahun 2017 menggunakan
metode penyusutan garis lurus, maka pada tahun 2018 dan seterusnya juga
harus menggunakan metode penyusutan garis lurus. Konsep inipun diatur
dalam ketentuan perpajakan dalam pasal 28 ayat (5) Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2007 yang berbunyi “pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat
asas”
g. Konsep Materialitas
Pengertian material menurut Akuntansi akan dijelaskan pada ilustrasi berikut ini
: menurut standar akuntansi, aktiva tetap kecuali tanah harus disusutkan. Pada
kenyataannya, aktiva tetap sejenis kalkulator yang dapat digunakan lebih dari
satu tahun dan tergolong dalam aktiva tetap tidak disusutkan karena ga
perolehannya yang tidak material. Ketentuan perpajakan pasal 9 ayat 2
Undang-Undang No 36 Tahun 2008 mendukung konsep ini, dimana pasal
tersebut berbunyi “pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun tidak
diperbolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan harus dibebankan
melalui penyusutan atau amortisasi”
h. Konsep Konservatisme
Dalam konsep ini, penghasilan hanya dapat diakui melalui pertukaran.
Sebaliknya kerugian sudah dapat diakui walaupun belum terjadi. Dalam
ketententuan perpajakan Pasal 9 ayat (1) huruf C Undang-Undang No 36 Tahun
2008 menyatakan “untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi
wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan
pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang tak
tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa
guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen dan
perusahaan anjak piutang”
Akuntansi Perpajakan 19
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
i. Konsep Realisasi
Dalam konsep ini, jika telah terjadi penjualan maka penghasilan baru boleh
dilaporkan atau dicatat. Penghasilan yang masih dalam bentuk potensi tidak
boleh diakui terlebih dahulu. Hal ini didukung pula oleh ketentuan perpajakan
dalam pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No 36 Tahun 2008, yang berbunyi
“yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima (cash basis) dan diperoleh (akrual basis)
wajib pajak, baik penghasilan yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia , yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun”
4. Sanksi Administrasi
Sanksi administratif terkait dengan tidak dipenuhinya kewajiban
menyelenggarakan pembukuan diatur dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (3)
Undang-Undang tentang KUP yang menyatakan :
“apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (ketentuan mengenai
pembukuan) atau pasal 29 (ketentuan mengenai pemeriksaan) tidak dipenuhi
sehingga tidak diketahui besarnya pajak terutang, maka atas kekurangan
pembayaran pajak tersebut ditagih melalui Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
diatambah sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar :
a. 50% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun
pajak
b. 100% dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau
kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi
tidak atau kurang disetor, dan
c. 100% dari Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah yang
tidak atau kurang dibayar”
Akuntansi Perpajakan 20
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
5. Sanksi Pidana
Sanksi pidana berkaitan dengan tidak dipenuhinya kewajiban
menyelenggarakan pembukuan diatur dalam Pasal 39 ayat (1) huruf, huruf g dan
huruf h Undang-Undang KUP, yang berbunyi :
“Setiap orang yang dengan sengaja :
a. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau
dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang
sebenarnya;
b. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
c. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan
data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan
secara program aplikasi on-line di Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11) sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara
paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit
dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak
empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar”
Akuntansi Perpajakan 21
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 22
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
C. LATIHAN SOAL
Pilih dan berikan penjelasannya !
1. Dari wajib pajak dibawah ini, yang diperbolehkankan untuk memilih
menyelenggarakan pencatatan adalah :
a. Yayasan Yatim Piatu
b. Koperas Unit Desa Makmur
c. Tuan Sembodo, seorang peternak ikan dengan peredaran usaha Rp
3.000.000.000 per tahun
d. CV Ogah Rugi
2. Dari wajib pajak dibawah ini, yang memiliki kewajiban menyelenggarakan
pembukuan adalah :
a. H. Muhyidin, seorang pemilik restoran Enak dengan peredaran bruto Rp
6.000.000.000,- per tahun
b. Dino, seorang karyawan bengkel otomotif
c. Joko pinter, direktur utama CV Suka Makmur
Akuntansi Perpajakan 23
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
D. REFERENSI
Akuntansi Perpajakan 24
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
PERTEMUAN KE-4
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 4 mengenai Penghasilan menurut Pajak
dan Akuntansi, mahasiswa mampu membedakan pendapatan menurut Akuntansi
dan Perpajakan dari aspek definisi dan pengakuan sehingga dapat melakukan
rekonsiliasi laporan keuangan dengan benar sesuai dengan Peraturan Perundang-
undangan Perpajakan
B. URAIAN MATERI
Akuntansi Perpajakan 25
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
b) Penyediaan Jasa
Pelaksanaan tugas yang telah disepakati ruang lingkup dan bentuk
penyerahannya oleh kedua belah piahk selama suatu periode waktu kerja.
Penjualan jasa dapat di estimasi secara handaljika memenuhi kriteria
sebagai berikut :
1) Jumlah pendapatan dapat diukur secara handal.
2) Manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi penjualan jasa
kemungkinan besar akan mengalir ke entitas. Tetapi jika ketidakpastian
timbul atas kolektibilitas piutang maka jumlah tidak tertagih atau jumlah
pemulihan yang kemungkinannya tidak lagi besar diakui sebagai beban
piutang tak tertagih sebagai penyesuaian terhadap pendapatan dari
penjualan.
3) Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada akhir pelaporan dapat
diukur secara handal.
4) Biaya yang timbul untuk transaksi dan biaya untuk menyelesaikan
transaksi tersebut dapat diukur secara handal.
c) Kontrak Kontruksi
Pendapatan kontrak dan biaya kontrak sehubungan dengan kontrak
konstruksi harus diakui oleh perusahaan sebagai pendapatan dan beban
seusai dengan tingkat penyelesaian aktivitas kontrak tersebut pada akhir
pelaporan dengan menggunakan metode persentase penyelesaian.
Akuntansi Perpajakan 26
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 27
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun”
Untuk menentukan kapan penghasilan diterima/diperoleh, undang-undang
perpajakan mengacu pada metode pembukuan yang disusun oleh Wajib Pajak,
berdasarkan akrual atau kas basis. Akrual basis atau pendekatan akrual
mengakui penghasilan pada saat penghasilan tersebut diperoleh, sedangkan
cash basis atau pendekatan kas mengakui penghasilan ketika penghasilan
tersebut diterima. Kedua pendekatan tersebut akan menimbulkan perbedaan.
Berikut adalah apa saja yang termasuk dalam objek pajak menurut pasal
4 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008 :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,
bonus, gratifikasi, uang pensiun atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali
ditentukan lain dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan
c. Laba usaha
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk;
e. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal
f. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya
karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota
g. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan atau pengambilalihan usaha Keuntungan karena pengalihan
harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan
keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil.
h. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya
i. Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang
Akuntansi Perpajakan 28
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
j. Dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi
k. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak
l. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
m. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
n. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah
o. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
p. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
q. Premi asuransi
r. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari WP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
s. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
t. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
u. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Akuntansi Perpajakan 29
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 30
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 31
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 32
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
rumah susun sederhana yang dilakukan wajib pajak yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenaka Pajak
Penghasilan sebesar 1% dari jumlah nilai pengalihan”
j. Berdasarkan PP No 5 Tahun 2002 jo.KMK-120/KMK.03/2002 jo. KEP-
227/PJ/2008: “Penghasilan dari transaksi persewaan tanah dan/atau
bangunan”
k. Berdasarkan PP No 19 Tahun 2009 jo. SE-01/PJ.03/2009 : “Penghasilan dari
transaksi deviden yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi
dalam negeri, dikenakan Pajak Penghasilan final sebesar 10%”
Akuntansi Perpajakan 33
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 34
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 35
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
C. LATIHAN SOAL
1. Jelaskan perbedaan pengakuan pendapatan secara Akuntansi dan Perpajakan !
2. Jelaskan pengukuran pendapatan secara Akuntansi dan Perpajakan !
3. Menurut pendapat saudara, jelaskan kemungkinan penyimpangan pengakuan
pendapatan yang mungkin terjadi dari sisi perpajakan !
4. Jelaskan perlakuan pengenaan Pajak Penghasilan atas pengalihan hak atas
tanah dan bangunan
5. Jelaskan perlakuan pengenaan Pajak Penghasilan atas jasa usaha kosntruksi
6. Dalam penghasilan lain-lain, terdapat jenis transaksi sebagai berikut :
a. Menerima bunga deposito senilai Rp 20.000.000 dan jasa giro senilai Rp
25.000.000, jumlah tersebut merupakan jumlah netto setelah dipotong pajak
oleh Bank
b. Menerima penghasilan bunga senilai Rp 5.000.000 dari CV Maju Tak Gentar
atas pemberian pinjaman uang untuk kebutuhan operasional perusahaan.
Penghasilan ini dilaporkan sebelum dipotong Pajak Penghasilan
c. Menjual investasi saham yang dimilikinya, yaitu PT ABC, Tbk senilai Rp
70.000.000
d. Menerima penghasilan berupa deviden senilai Rp 6.000.000 yang berasal
dari penyertaan sebesar 30%
D. REFERENSI
Akuntansi Perpajakan 36
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
PERTEMUAN KE-5
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 5 mengenai biaya menurut Pajak dan Akuntansi,
mahasiswa diharapkan mampu membedakan biaya menurut Akuntansi dan Perpajakan
dari segi definisi dan pengakuan sehingga dapat melakukan rekonsiliasi terhadap
laporan keuangan dengan benar sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
Perpajakan.
B. URAIAN MATERI
Dalam transaksi terkait pendapatan, permasalahan yang muncul adalah kapan
pendapatan tersebut diakui. Pengakuan tersebut perlu dilakukan pada saat yang tepat
ketika suatu transaksi menghasilkan pendapatan. Jika perusahaan keliru dalam
menentukanpendapatan makaakan mengakibatkan salah dalam pengambilan
keputusan. Seperti diketahui bersama bahwa alat ukur kinerja Perusahaan salah
satunya dengan melihat instrumen-instrumen dalam Laporan Keuangan. Dengan
melihat pos–pos dalam neraca atau Laba Rugi. Dalam Laba Rugi perlu disusun secara
benar dan tepat dengan menandingkan antara Pendapatan dan Biaya dalam satu
periode Laporan. Karena sistem yang kita gunakan adalah Accrual Basis. Untuk itu kita
harus benar–benar melihat unsur pembentuk dalam Laba Rugi dimana, unsur
pembentuk terdiri dari Pendapatan dan Biaya.
Akuntansi Perpajakan 37
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Contoh Kasus :
1 Juni 2017, PT. Ogah Rugi membayar uang sewa untuk menyewa gedung
kantor senilai Rp. 1.000.000 untuk 5 bulan. Pengeluaran (cost) tersebut
merupakan suatu “aktiva” dalam bentuk “hak untuk menempati kantor selama
5 bulan”. Setiap hari berlalu dalam bulan tersebut sebagian dari masa pakai
harta tadi telah terpakai dan menjadi beban (expense). Pada tanggal 30 Juni
2017 biaya yang telah terpakai untuk sewa adalah sebesar Rp. 200.000 dan
harus diperlakukan sebagai beban.
Jurnal : Beban sewa Rp 200.000,-
Akuntansi Perpajakan 38
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
2. Pengukuran Biaya
Terdapat berbagai dasar dalam melakukan pengukuran biaya namun biaya
historis merupakan pengukuran biaya yang paling sering digunakan. Biaya pada
umumnya diakui bila memenuhi salah satu dari dua kriteria berikut:
a. Konsumsi Manfaat, biaya diakui ketika manfaat ekonomi yang dihasilkan dari
penggunaan biaya tersebut telah digunakan.
b. Lenyapnya atau berkurangnya manfaat masa datang atau tidak lagi
mempunyai manfaat ekonomi
Akuntansi Perpajakan 39
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
k. Iuran kepada dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan
l. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan
m. Kerugian selisih kurs mata uang asing.
n. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
o. Biaya beasiswa, magang,dan pelatihan.
p. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
3) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara atau adanya perjanjian
tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur
dan debitur yang bersangkutan
q. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan
piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)
huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
r. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
s. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
t. Biaya pembangunan infrastruktur social yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
u. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;dan
v. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Akuntansi Perpajakan 40
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Selain beban-beban diatas, jenis beban berikut ini merupakan beban yang
dapat dikurangkan untuk menghitung penghasilan bruto berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan :
a. Berdasarkan PMK-81/PMK.03/2009 yang berbunyi :
Pembentukan dana cadangan. Besarnya dana cadangan yang boleh
dikurangkan sebagai beban untuk :
1) Usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, SGU dengan
hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan anjak
piutang
2) Usaha asuransi
3) Lembaga Penjamin Simpanan
4) Biaya reklamasi usaha pertambangan
5) Biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan
6) Biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri
b. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura yang diatur dalam PMK-
83/PMK.03/2009 adalah sebagai berikut :
Akuntansi Perpajakan 41
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
yang pendiriannya telah disetujui oleh Pemerintah dan atas zakat tersebut
diberikanlah tanda terima pembayaran zakat, maka untuk badan amil zakat,
zakat tersebut bukan merupakan penghasilan sedangkan untuk PT Asmaul
Husna merupakan beban yang dapat dikurangkan
d. Biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler
yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena
jabatan atau pekerjaannya. Maka, biaya yang dapat dikurangkan oleh
perusahaan hanya sebesar 50%nya saja dalam tahun pajak yang bersangkutan
melalui penyusutan aset tetap kelompok 1 dan atas beban berlangganan dan
pengisian pulsa serta perbaikan telepon dapat dibebankan secara rutin oleh
perusahaan. Sebagai contoh : atas pembelian HP oleh PT Yudistira selama
Tahun 2017 telah dibayar langganan Kartu Telkomsel sebesar Rp 8.000.000,
maka biaya yang boleh dibebankan adalah senilai 50% x Rp 8.000.000 = Ro
4.000.000.
e. Biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan sedan atau yang sejenis,
termasuk pengeluaran rutin untuk pembelian bahan bakar yang dimiliki atau
digunakan perusahaan bagi karyawan tertentu karena jabatan atau
pekerjaannya, maka pembebanan biayanya hanya diperbolehkan sebesar 50%
dalam tahun pajak yang bersangkutan melalui penyusutan aset tetap kelompok
2 dan atas beban pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan tersebut dapat
dibebankan secara rutin.
f. Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan sepanjangn dapat dibuktikan
bahwa pajak masukan tersebut telah benar-benar dibayar dan berkenaan
dengan pengeluaran yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan.
Berbeda dengan Akuntansi komersial, dalam perpajakan tidak semua arus
kas keluar dapat dihitung sebagai beban untuk mengurangi penghasilan bruto.
Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan mengkategorikan jenis-jenis
biaya tersebut sebagai berikut :
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis atau
pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Akuntansi Perpajakan 42
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Penjelasan pasal : Deviden dan sisa hasil usaha koperasi pada prinsipnya
merupakan bagian laba dari perusahaan tersebut sehingga bukan merupakan
biaya untuk mendapatkan penghasilan.
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu atau anggota
Penjelasan pasal : sebagai contoh perjalanan dinas yang dikeluarkan oleh
perusahaan selama tahun 2017 senilai Rp 700.000.000, dimana terdapat
perjalanan pemegang saham serta anggota keluarganya dalam rangka liburan
ke Singapura senilai Rp 100.000.000. Maka, atas dasar hal tersebut beban
perjalanan yang dapat dikurangkan dalam menghitung penghasilan bruto hanya
sebesar Rp 600.000.000 (beban perjalanan dinas senilai Rp 100.000.000 harus
dikoreksi fiskal).
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha Bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, SGU dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan
konsumen dan perusahaan anjak piutang
2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
3) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
4) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan, dan
5) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah
industri untuk usaha pengolahan limbah industri
Akuntansi Perpajakan 43
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
dalam bentuk natura atau kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan
dengan pelaksanaan pekerjaan.
Akuntansi Perpajakan 44
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 45
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
3) Kerugian dari pengalihan harta atau utang yang tidak dimiliki dan tidak
dipergunakan dalam usaha/kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara objek pajak (Peraturan Pemerintah No 94 Tahun 2010). Contoh :
Tuan Agus memiliki sepeda motor tua yang dijual seharga Rp 8.000.000, jika
dilihat dari harga beli awal menunjukkan laba maka laba tersebut dikenakan
pajak, tetapi jika rugi maka tidak dikenakan pajak dan kerugiannya tidak
dibiayakan oleh pajak
4) Dalam hal pengalihan harta perusahaan kepada pegawainya maka
keuntungan berupa selisih antara harga pasar harta tersebut dengan nilai sisa
buku merupakan penghasilan bagi perusahaan (Peraturan Pemerintah No 94
Tahun 2010)
5) Biaya entertainment, representasi, jamuan tamu dan sejenisnya, sepanjang
tidak ada hubungannya dengan kegiatan usaha wajib pajak atau yang tidak
dibuatkan daftar nominatif (Peraturan Pemerintah No 94 Tahun 2010)
6) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak atau yang penghasilannya dikenakan Pajak
Penghasilan bersifat final atau pengenaan pajaknya menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto dan Norma Penghitungan Khusus (Peraturan
Pemerintah No 94 Tahun 2010)
7) Biaya yang tidak dapat dibuktikan pengeluarannya, seperti biaya yang tidak
didukung oleh bukti pembayaran
8) Pajak Penghasilan yang ditanggung pemberi penghasilan (Peraturan
Pemerintah No 94 Tahun 2010)
9) Bunga pinjaman seluruhnya tidak dapat dibebankan, apabila rata-rata
tertimbang perbulan < rata-rata tertimbang deposito/tabungan per bulan (Surat
Edaran-46/PJ.4/1995)
Akuntansi Perpajakan 46
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
C. LATIHAN SOAL
1. Jelaskan perbedaan pengakuan biaya menurut akuntansi dan perpajakan !
2. Jelaskan perbedaan biaya dan beban !
3. Berikan contoh biaya dan beban !
4. Salah satu jenis biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto menurut
peraturan perpajakan adalah Penyusutuan. Jelaskan pandangan saudara mengenai
perlakuan perpajakan untuk penyusutan komputer, kendaraan bermotor perusahaan
(sedan) serta telepon seluler !
5. Biaya operasional pada laporan laba rugi secara akuntansi haruslah disesuaikan
dengan biaya operasional menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.
Biaya yang diperbolehkan untuk mengurangi penghasilan bruto diatur dalam pasal 6
ayat (1) Undang-Undang PPh. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis biaya tersebut !
D. REFERENSI
Akuntansi Perpajakan 47
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
PERTEMUAN KE-6
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 6 mengenai Kas dan Setara Kas, mahasiswa
diharapkan mampu membedakan kas dan setara kas menurut Akuntansi dan
Perpajakan baik dari segi definisi maupun pengakuan serta mampu menyusun
rekonsiliasi bank dengan benar
B. URAIAN MATERI
Akuntansi Perpajakan 48
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
diadakan untuk bagian-bagian yang terpisah jauh dari kantor pusat misalnya
perusahaan A mempunyai sebuah gudang yang terletak jauh dari kantor
perusahaan itu. Jadi untuk memudahkan membayar biaya kecil sehari-hari di
gudang itu, maka kepada kepala gudang memberikan sejumlah uang tertentu.
Buku tempat mencatat pengeluaran-pengeluaran kecil di gudang itu disebut juga
buku kas kecil.
b. Sistem Penyediaan Dana Kas Kecil (Petty Cash Funds)
Pada sistem ini besarnya dana kas kecil jumlahnya selalu tetap, artinya
kalau kas kecil (petty Cash) selalu di isi pada tiap akhir bulan, maka pemegang
kas kecil akan diberi tambahan uang sejumlah yang sama dengan jumlah
pengeluaran. Jadi kalau besar dana kas kecil itu hanya boleh dari kas kecil telah
dikeluarkan sebanyak Rp. 75.000,- kepada pemegang kas kecil diberi tambahan
uang sebanyak jumlah pengeluaran itu pula, yaitu Rp. 75.000. Hendaklah d ngat
bahwa pada sistem dana tetap, buku kas kecil merupakan pembantu buku kas
besar. Dengan demikian dari buku kas kecil tidak diadakan penjurnalan.
Penjurnalan pengeluaran-pengeluaran yang terdapat di dalam buku kas kecil,
pemegang kas ini membuat laporan tentang pengeluaran-pengeluaran itu.
Setelah laporan itu beserta surat-surat bukti pembukuannya diperiksa oleh
pemegang buku kas besar, pemegang buku ini membukukan laporan tersebut di
sebelah kredit buku kasnya ke dalam lajur-lajur yang sesuai dengan pengeluaran-
pengeluaran itu, kalau buku kas diselenggarakan secara tabelaris. Sedang
sebagai pemegang uang diserahkan kepada petugas yang lain. Ayat jurnal
mengenai pengeluaran-pengeluaran kas kecil, yang menariknya melalui sebelah
kredit buku kas akan berbunyi, misalnya sebagai berikut :
30 Mei Biaya Iklan Rp xxx
Biaya Angkut Rp xxx
Kas Rp xxx
Mengenai pembentukan dana kas kecil, dibuka ayat jurnal :
30 Mei Kas Kecil Rp xxx
Kas Rp xxx
Hendaklah dingat, bahwa perkiraan “Kas Kecil” di dalam buku besar di
debet hanya pada waktu dana kas kecil pertama-tama dibentuk. Selanjutnya tidak
akan ada lagi pembukuan disebelah debet perkiraan “Kas Kecil”, kecuali kalau
Akuntansi Perpajakan 49
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
besarnya dana kecil diadakan perubahan, misalnya besar dana itu yang semula
Rp. 100.000,- dinaikkan Rp. 150.000,-, maka penambahan Rp. 50.000,- itu tentu
ditarik ayat jurnal berikut dari sebelah kredit buku kas besar :
30 Mei Kas Kecil Rp xxx
Kas Rp xxx
c. Sistem Dana Tidak Tetap
Pada sistem dana tetap, saldo perkiraan Kas Kecil (petty cash) dalam
neraca selalu sama besar dengan dana yang mula-mula ditetapkan. Sedang
pada sistem dana tidak tetap saldo Kas Kecil dari neraca, selalu berubah-ubah,
akan tetapi saldo yang ditunjukkan oleh saldo Kas Kecil yang terdapat dalam
neraca. Pengadaan dana pada Kas Kecil :
30 Mei Kas Kecil Rp xxx
Kas Rp xxx
Dan dari buku kas kecil, mengenai penerimaan sebagaimana hal dengan
pemakaian sistem dana tetap, juga tidak dijurnal. Kalau buku kas kecil pada
contoh yang lalu digunakan sebagai buku harian, maka ayat jurnal yang dari buku
tersebut pada tanggal 30 April 2010 tentang pengeluaran-pengeluaran yang
terdapat di dalamnya itu tentu berbunyi :
30 Mei Biaya Meterai Rp xxx
Biaya Angkut Rp xxx
Kas Rp xxx
2. Rekonsiliasi Bank
Rekonsiliasi bank merupakan suatu laporan yang menyajikan saldo kas
berdasarkan catatan perusahaan dengan saldo kas berdasarkan catatan bank
disertai dengan analisis mengenai perbedaan keduanya. Ada beberapa unsur yang
menyebabkan kedua saldotersebutberbeda, yang intinya disebabkan oleh adanya
perbedaan waktu pengakuan (timelag) dan kesalahan (error). Secara rinci penyebab
perbedaan tersebut dapat disebutkan sebagai berikut :
a. Adanya deposit in transit, yang merupakan setoran oleh perusahaan menjelang
akhir bulan, dimana transaksi ini sudah dicatat dalam jurnal penerimaan kas oleh
perusahaan, tetapi belum sampai ke pihakbank sehingga bank belum melakukan
Akuntansi Perpajakan 50
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
pencatatan. Oleh karena itu, dalam rekonsiliasi bank, deposit in transit akan
ditambahkan pada saldo bank;
b. Cek yang masih beredar (outstandingcheck), yang merupakan cek yang ditulis
oleh perusahaan untuk pembayaran-pembayaran tertentu, telah dicatat dalam
jurnal pengeluaran kas oleh perusahaan, tetapi sampai akhir bulan penerima cek
belum melakukan pencairan dana ke bank sehingga bank belum mencatatnya.
Jika terdapat cek yang masih beredar, akan dikurangkan pada saldo bank;
c. Beban bank (Bank Charge), yang merupakan beban yang dikenakan oleh bank,
kepada perusahaan atas jasa yang telah dilakukan oleh bank, tetapi sampai akhir
bulan perusahaan belum mengetahui sehingga belum melakukan pencatatan.
Jika terdapat beban bank, akan dikurangkan pada saldo kas perusahaan ;
d. Penagihan yang dilakukan oleh bank (collection by bank), yang merupakan
penagihan yang telah dilakukan oleh bank atas piutang perusahaan, telah
ditambahkan pada saldo bank, tetapi sampai akhir bulan perusahaan belum
mengetahui sehingga belum dicatat. Jika terdapat hal seperti ini, dalam
rekonsiliasi bank akan ditambahkan pada saldo perusahaan;
e. Cek yang tidak cukup dananya (not sufficient fund-check), yang merupakan cek
yang diterima dari pihak ketiga ataspembayaran-pembayarantransaksi tertentu,
telah dicatatdalam jurnalpenerimaankas pada saat penerimaan cek, tetapi pada
saat diuangkan dananya tidak mencukupi sehingga cek tersebut ditolak oleh
bank. Jika terdapat cek yang tidak mencukupi, dalam rekonsiliasi bank akan
dikurangkan dari saldo perusahaan;
f. Kesalahan (error), yang dalam hal ini bisa disebabkan oleh kesalahan
perusahaan ataupun bank.
Perusahaan ABC
Rekonsiliasi Bank
30 September 2016
Saldo Perusahaan Rp xxxx
Ditambah :
Penagihan oleh Bank Rp xxxx
Akuntansi Perpajakan 51
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Contoh Kasus :
Bank Ardiya mengeluarkan rekening Koran pada Tanggal 31 Desember 2017 yang
dikirim ke PT Bagus yang menunjukkan saldo sebesar Rp 1.550.000,-. Sedangkan
saldo kas di Bank yang tercatat di buku besar PT Bima adalah sebesar Rp
1.035.000,-. Setelah diverifikasi, ternyata perbedaan saldo disebabkan oleh
transaksi sebagai berikut :
1. Supplier melakukan pembayaran utang Rp 750.000,-
2. Deposit In Transit sebesar Rp 2.500.000,-
3. Cek yang diambil oleh PT Bagus sebesar Rp 815.000,- yang dicairkan ke bank
sudah dicatat dalam pembukuan perusahaan. Ternyata masih belum diuangkan
ke Bank oleh karyawan PT Bagus
Akuntansi Perpajakan 52
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
4. Wesel tagih yang ditagihkan melalui Bank Ardiya telah dapat tertagih dan
dikreditkan dalam rekening PT Bagus sebesar Rp 500.000
5. Setoran dana dari PT Bagus ke bank sudah dibukukan sebesar Rp 1.250.000,-
namun bekum disetorkan oleh petugas perusahaan
6. Cekdari pelanggan yang dikliringkan ke Bank sebesar Rp 825.000 ternyata
kosong (Non Sufficient Cheque)
7. Bank ternyata salah mencatat pada pembukuan atas transaksi penarikan dana
melalui cek yang ditarik PT Bintang pada rekening PT Bima sebesar Rp
525.000,-
8. Cek-cek yang ditarik PT Bima sebagai berikut :
a. No 2231 Rp 1.500.000,-
b. No 2342 Rp 750.000,-
c. No 2355 Rp 125.000,-
d. No 2441 Rp 125.000,-
e. No 2770 Rp 500.000,-
f. No 3150 Rp 575.000,-
Ternyata belum diuangkan oleh penerima cek tersebut
9. Bank telah mendebet rekening PT Bima untuk beban cetak buku sebesar Rp
100.000,-
10. Bank mengkredit rekening PT Bima atas pendapatan jasa giro bulan Agustus
sebesar Rp 250.000,-
11. Beban administrasi bank telah dicatat oleh bank sebesar Rp 50.000,- namun
belum dicatat PT Bima.
Dari data diatas, anda diminta :
1. Buatlah laporan rekonsiliasi Bank PT BIMA pada tanggal 31 Desember 2017
untuk mengetahui saldo yang benar
2. Buatlah jurnal penyesuaian untuk mencatat transaksi yang terjadi di PT BIMA
Akuntansi Perpajakan 53
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Penyelesaian :
PT BIMA
LAPORAN REKONSILIASI BANK
PERIODE 31 DESEMBER 2017
Akuntansi Perpajakan 54
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 55
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
konsisten (mematuhi prinsip); dengan kata lain jika perusahaan memutuskan untuk
menggunakan kurs tetap, maka kurs tetap akan terus digunakan dalam menyajikan
uang tunai dan bank dalam neraca komersial atau saldo fiskal.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia jo. KMK-51/KMK-04/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan atas
Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia,
penghasilan dalam bentuk bunga yang didapat dari deposito atau tabungan, yang
ditempatkan pada bank yang didirikan di dalam negeri maupun di luar negeri melalui
cabangnya di Indonesia, termasuk jasa giro serta diskonto SBI, Kecuali Wajib Pajak
orang pribadi yang seluruh penghasilannya dalam satu tahun pajak termasuk bunga
dan diskonto tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), dikenakan PPh
final sebesar 20% dari jumlah bruto. Penghasilan atas bunga deposito atau
tabungan, diskonto SBI, dan jasa giro dipotong oleh bank pembayar pada saat
pembayaran atau pembebanan biaya dilakukan. Nantinya pihak bank tersebut akan
membayar atau menyetor PPh final ke kas Negara dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak (SSP) dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dengan
menggunakan SPT Masa PPh Final Pasal 4 ayat (2). Pihak bank (selaku pemotong)
wajib menyetorkan PPh final tersebut paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah masa pajak berakhir dan melaporkannya paling lambat 20 hari setelah masa
pajak berakhir. Dengan menggunakan metode neto (sesuai dengan Buku Petunjuk
Pengisian SPT Tahunan PPh Badan), penghasilan bunga dicatat sebesar jumlah
bersihnya (80% dari jumlah bruto). Perlakuan akuntansi pajak untuk jasa giro dan
bunga deposito sama seperti perlakuan akuntansi pajak untuk bunga tabungan,
yaitu dikenakan PPh final sebesar 20% dari jumlah bruto. Karena penghasilan ini
terkena PPh final, maka memerlukan koreksi negatif dalam rekonsiliasi fiskal pada
akhir tahun. Hal ini berarti bahwa penghasilan bunga yang sudah dipotong pajak
(yang masuk dalam perhitungan laba rugi sebagai penambah laba akuntansi) tidak
lagi dimasukkan dalam perhitungan laba fiskal. Oleh sebab itu, penghasilan bersih
dari bunga tersebut haruslah dikurangkan dari laba akuntansi untuk mendapatkan
laba fiskal. Koreksi negatif adalah koreksi pajak yang akan membuat laba fiskal
menjadi lebih kecil disbanding laba akuntansi.
Akuntansi Perpajakan 56
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Masih dengan contoh yang sama, jika metode bruto yang digunakan untuk
membukukan penghasilan maka ayat jurnal yang perlu dibuat oleh PT Hijau Daun
akan menjadi
Contoh lain :
Pada tanggal 1 Januari 2017, PT Raya memperoleh bunga tabungan sebesar Rp
2.500.000. Atas pendapatan tersebut telah dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat
final sebesar Rp 500.000 oleh pihak bank yang memberikan penghasilan. Maka
pencatatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Metode Bruto (Gross Methode)
Akuntansi Perpajakan 57
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
C. LATIHAN SOAL
1. PT. Dinamika telah membuka pada Bank Lipo sejak awal tahun 2008. Untuk yang
kesekian kalinya, per 30 Juni 2012 perusahaan menerima rekening Koran bank yang
menunjukkan saldo kredit sebesar Rp. 100.210.000,- sedangkan menurut catatan
(pembukuan) perusahaan pada tanggal yang sama menunjukkan saldo debet
sebesar Rp. 108.020.000,- . setelah diteliti oleh bagian akuntansi, ternyata selisih
saldo tersebut disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Pembayaran utang usaha kepada PT. Bhineka Cakra sebesar Rp. 48.000.000,-
telah didebet oleh bank sesuai perintah direktur utama perusahaan, namun
bagian akuntansi perusahaan belum membukukannya hingga per 30 Juni 2012.
b. Penarikan cek sebesar Rp. 16.000.000,- oleh CV.Multi Bara Dinamika telah keliru
didebet oleh bank ke rekening perusahaan.
c. Setoran cek ke bank senilai Rp. 20.000.000,- sebagai hasil penagihan piutang
pada bulan Juni 2012 dari PT. Mahyus Ekananda dikembalikan (ditolak) oleh
bank karena tidak ada dananya.
d. Wesel bayar dari PT. Intan Berlian dengan nilai nominal sebesar Rp. 95.000.000,-
dan bunganya sebesar Rp. 1.004.000,- yang diserahkan kepada bank untuk
ditagihkan telah berhasil diterima uangnya lewat bank, disamping itu, bank juga
mendebet biaya penagihan sebesar Rp. 400.000,- Bagian akuntansi perusahaan
belum membukukan transaksi ini.
e. Setoran cek yang diterima dari PD.Marchella Jaya sebesar Rp. 44.600.000,- telah
dicatat dalam pembukuan perusahaan sebesar Rp. 46.400.000,-
f. Setoran cek senilai Rp. 41.814.000,- pada tanggal 30 Juni baru dicatat oleh bank
pada tanggal 2 Juli bulan berikutnya.
g. Pembayaran utang kepada PT. Rama Suci dengan cek senilai Rp. 16.000.000,-
ternyata belum dicairkan sampai dengan tanggal 30 Juni oleh PT. Rama Suci
tersebut.
Akuntansi Perpajakan 58
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
h. Pengambilan uang oleh perusahaan sebesar Rp. 50.400.000,- telah keliru didebet
oleh bank sebesar Rp. 45.000.000,-
i. Bank telah mendebet rekening perusahaan sebesar Rp. 800.000,- untuk beban
administrasi bulan Juni 2012 dan mengkredit sebesar Rp. 3.600.000,- untuk
pendapatan jasa giro.
Diminta :
a. Buatlah rekonsiliasi saldo bank dan saldo buku untuk mencari saldo cash in
bank yang benar per tanggal 30 Juni 2012!
b. Membuat ayat jurnal koreksi yang diperlukan!
2. Jelaskan perbedaan pengakuan kas dan setara kas menurut Akuntansi dan
Perpajakan
3. Jelaskan pengenaan pajak atas bunga deposito/tabungan dan jasa giro !
4. PT Yuasa memiliki dana kas kecil untuk membiayai kebutuh operasionalnya. PT
Yuasa mengeluarkan uang tunai sebesar Rp 5.500.000 untuk menyusun kas kecil
pada 1 Juni 2017. Transaksi yang berhubungan dengan kas kecil selama periode
Juni 2017 adalah sebagai berikut :
2 Juni membeli tinta printer dan alat tulis untuk perlengkapan kantor Rp 500.000
7 Juni membeli materi senilai Rp 250.000
13 Jun membayar biaya ekspedisi senilai Rp 500.000
15 Jun membayar upah pekerja sebanyak 5 orang senilai Rp 2.000.000
20 Jun membayar pengeluaran untuk bensi dan parkir Rp 350.000
25 Jun menambah saldo kas kecil sehingga menjadi Rp 6.000.000
Anda diminta untuk membuat jurnal yang diperlukan terkait transaksi diatas
5. Menurut rekening koran, saldo kas milik PT Pelangi per Maret 2017 menunjukkan
saldo senilai Rp 21.500.000. Total mutasi debet dan kredit selama bulan Maret 2017
adalah masing-masing senilai Rp 16.750.000 dan Rp 28.000.000. Saldo kas
menurut PT Pelangi per tanggal 15 April 2017 adalah sebesar Rp 21.650.000. Total
penerimaan dan pengeluaran kas dari tanggal 1 April 2017 sampai dengan 15 April
adalah sebesar Rp 19.800.000 dan Rp 8.850.000. Berikut ini adalah hal-hal yang
menyebabkan perbedaan antara saldo kas menurut rekening koran dan menurut
perusahaan :
Akuntansi Perpajakan 59
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
a. Cek nomor 101 untuk pelunasan utang sebesar Rp 1.375.000 telah dibukukan
oleh bagian Akuntansi sebagai pelunasan piutang sebesar Rp 137.500
b. PT Pelangi menerima bunga bank sebesar Rp 762.500 dan secara otomatis bank
telah mendebit beban administrasi sebesar Rp 125,000
c. PT Yuasa melunasi wesel bayar senilai Rp 15.000.000 kepada PT Pelangi
dengan ditambah bunga akrual 12%. Atas transasi ini PT Pelangi mengenakan
beban sebesar Rp 50.000
d. Cek dari pelanggan sebesar Rp 5.000.000 tidak ada dananya
e. Setoran PT Pelangi senilai Rp 4.875.000 belum dimasukkan ke rekening koran
perusahaan
f. Bank salah mencatat cek nomor 103 untuk pelunasan utang senilai Rp 2.500.000
yang sebenarnya dibuat oleh PT Wisnu sebagai cek yang dibuat oleh PT Pelangi
g. Cek no 104 untuk pelunasan utang sebesar Rp 9.125.000 dibukukan oleh bank
sebesar Rp 1.625.000
h. Cek No 105 senilai Rp 5.500.000 dan cek no 106 senilai Rp 7.125.000 belum
dicairkan oleh PT Kencana dan PT Garuda
Anda diminta membuat rekonsiliasi bank untuk PT Pelangi per 31 Maret 2017
beserta jurnal yang dibutuhkan !
D. REFERENSI
Akuntansi Perpajakan 60
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
PERTEMUAN KE-7
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 7 mengenai Piutang Usaha Menurut Akuntansi
dan Perpajakan, mahasiswa diharapkan mampu mengklasifikan perbedaan piutang
usaha menurut akuntansi dan perpajakan baik dari segi pengakuan, pencatatan
maupun penghapusan piutang tak tertagih.
B. URAIAN MATERI
Piutang usaha terjadi akibat penjualan barang atau penyerahan jasa untuk
kegiatan usaha normal perusahaan yang dilakukan tidak secara cash. Adakalanya
bentuk piutang usaha dinyatakan dalam bentuk surat dagang komersial yang biasa
dikenal dengan wesel tagih.
Akuntansi Perpajakan 61
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Keterangan Jurnal
Akuntansi Perpajakan 62
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Apabila suatu piutang yang telah dihapuskan dikemudian hari dapat ditagih
kembali, maka piutang tersebut harus ditimbulkan :
Kas Rp xxx
Piutang Rp xxx
Penjualan Rp xxx
Akuntansi Perpajakan 63
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Kas Rp xxx
Pot Penjualan Rp xxx
PiutangDagang Rp xxx
Untuk mencatat adanya kepastian akan diterimanya piutang dagang yang sudah
dihapus :
Piutang Rp xxx
Cadangan kerugian piutang Rp xxx
Contoh Soal :
Pada Tanggal 31 Desember 2016, Pembukuan PT PRABU terdapat antara lain akun
beserta saldonya sebagai berikut :
Piutang Rp 10.000.000,-
Cadangan Piutang TakTertagih Rp 300.000,-
Penjualan (60% penjualan kredit) Rp 20.000.000,-
Retur Penjualan (Dari Penj. Kredit) Rp 2.000.000,-
Potongan Penjualan Rp 600.000,-
Diminta :
Jurnal Penyesuaian 31 Desember 2016 untuk mencatat transaksi berikut :
Akuntansi Perpajakan 64
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
a. Besarnya kerugian piutang tak tertagih ditaksir sebesar 2% dari penjualan bersih
b. Jika diketahui ternyata ada seorang debitur pailit sehingga tidak dapat membayar
utangnya sebesar Rp 5.000.000,-
c. Piutang yang telah dihapuskan sebesar Rp 5.000.000,- (point 2) ternyata diterima
kembali Rp 3.000.000,-
Penyelesaian :
a. Kerugian Piutang Tak Tertagih Rp 348.000,-
Cadangan Piutang Tak Tertagih Rp 348.000,-
(mencatat taksiran kerugian piutang)
Perhitungan : 2% x (Rp 20.000.000 – Rp 2.600.000,-) = Rp 348.000,-
Akuntansi Perpajakan 65
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 66
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Contoh Soal :
a. PT Jaya menjual barang dagangan secara kredit kepada PT Zein sebesar Rp
4.500.000 (sudah termasuk PPN 10%) pada tanggal 5 Januari 2017. PT Jaya
telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak pada Tanggal 1 Januari
2015. Sistem pencatatan persediaan yang digunakan oleh PT Jaya adalah
sistem perpetual, dimana Harga Pokok Penjualan (HPP) senilai Rp 2.000.000.
Maka, pencatatan atas transaksi tersebut adalah sebagai berikut :
Akuntansi Perpajakan 67
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Apabila sistem persediaan yang digunakan adalah periodik, maka jurnal yang
dicatat adalah sebagai berikut :
Untuk wajib pajak yang belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak,
pajak masukan akan tetap dikenakan namun pajak masukan tersebut tidak
dapat dikreditkan. Sehingga pajak masukan akan dibukukan sebagai harga
perolehan barang yang telah dibeli.
Akuntansi Perpajakan 68
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 69
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
sama apabila transaksi tersebut dilakukan antara pihak-pihak yang tidak memiliki
hubungan istimewa.
Penyajian transaksi yang terjadi antara pihak-pihak yang memiliki
hubungan istimewa juga diatur dalam SAK-ETAP (2009: 160-163) dimana berbunyi
apabila terdapat transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa,
maka harus diungkapkan sifat dari hubungan tersebut, juga informasi yang
diperlukan tentang transaksi dan saldonya untuk memahami efek potensial yang
timbul akibat hubungan tersebut terhadap laporan keuangan. Pengungkapan
tersebut harus meliputi :
a. Jumlah transaksi
b. Jumlah saldo :
1) Syarat dan kondisinya, termasuk jaminan dan sifat pembayaran yang
disediakan dalam penyelesaian, dan
2) Rincian jaminan yang diberikan/diterima
c. Penyisihan kerugian piutang tak tertagih terkait dengan jumlah saldo piutang ,
dan
d. Beban yang diakui dalam periode yang berkaitan dengan piutang ragu-ragu
yang jatuh tempo dari pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa
Akuntansi Perpajakan 70
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Hubungan istimewa diantara wajib pajak juga terjadi karena penguasaan melalui
manajemen atau penggunaan teknologi walaupun tidak terdapat hubungan
kepemilikan.
c. Adanya hubungan keluarga.
Hubungan istimewa antara wajib pajak dapat terjadi karena adanya hubungan
darah atau perkawinan.
Akuntansi Perpajakan 71
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
C. LATIHAN SOAL
1. Perusahaan menggunakan metode pencadangan/penyisihan dalam mencatat
besarnya piutang usaha yang tidak dapat ditagih. Pada tanggal 31 Maret 2007,
neraca PT. Samsaka menampilkan saldo bersih piutang usaha sebesar Rp.
80.000.000,- dimana di dalamnya sudah memperhitungkan cadangan piutang tak
tertagih sebesar Rp. 25.000.000,- . Transaksi-transaksi yang terjadi selama bulan
April 2017, terkait dengan saldo piutang usaha, adalah sebagai berikut :
a. Telah terjadi penjualan sebesar Rp. 646.200.000,- di mana 30% nya merupakan
penjualan tunai, sedangkan sisanya dilakukan secara kredit.
b. Terdapat penagihan piutang usaha sebesar Rp. 291.000.000,-
c. Piutang usaha sebesar Rp. 30.2400.000,- tidak dapat ditagih dan disetujui oleh
pejabat perusahaan yang berwenang untuk dihapuskan.
Diminta :
a) Buatlah ayat jurnal penyesuaian pada tanggal 30 April 2017 apabila besarnya
estimasi atas beban piutang tak tertagih ditetapkan sebesar 2% dari total
penjualan kredit!
Akuntansi Perpajakan 72
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
PT Mawar
17 Jan 120.000.000 8 Feb 100.000.000
25 Mei 70.000.000 22 Jun 55.000.000
18 Nov 50.000.000 10 Des 90.000.000
19 Des 65.000.000
PT Melati
8 Jan 72.000.000 19 Mar 52.000.000
19 Mei 51.000.000 20 Mei 41.000.000
8 Sep 69.000.000 10 Okt 79.000.000
PT Kamboja
31 Okt 117.000.000 20 Nov 57.000.000
12 Des 45.000.000
PT Dahlia
18 Feb 95.000.000 18 Apr 75.000.000
29 Ags 70.000.000 19 Sep 50.000.000
PT Tulip
Akuntansi Perpajakan 73
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Syarat kredit adalah 5/10, n/60. Persentase atas estimasi piutang tak tertagih
berdasarkan golongan umur adalah sebagai berikut :
Anda diminta untuk membuat skejul umur piutang usaha per tanggal 31 Desember
2017 dan jurnal yang diperlukan !
D. REFERENSI
Akuntansi Perpajakan 74
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
PERTEMUAN KE-8
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 8 mengenai Persediaan menurut Akuntansi dan
Pajak, mahasiswa diharapkan mampu menghitung penilaian persediaan
menggunakan metode penilaian persediaan serta mampu mengklasifikasikan
perbedaan penilaian persediaan menurut Akuntansi dan Perpajakan.
B. URAIAN MATERI
Akuntansi Perpajakan 75
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Menurut Wild and Kwok (2011: 157-158), biaya angkut dibagi menjadi 2 yaitu
sebagai berikut :
a. FOB Destination, dimana biaya angkut dibayar oleh penjual dan kepemilikan
barang dagangan berpindah pada saat barang telah sampai di gudang pembeli
b. FOB Shipping Point, dimana biaya angkut dibayar oleh pembeli dan
kepemilikan barang dagang berpindah pada saat barang sampai di pelabuhan
atau barang sampai di perusahaan pengangkut.
2. Jenis-Jenis Persediaan
Dalam perusahaan manufaktur dimana pengadaan persediaan dimaksudkan
diolah menjadi barang jadi sebelum dijual, biasanya terdapat 5 jenis persediaan
yaitu sebagai berikut :
Akuntansi Perpajakan 76
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
a. Sistem Periodik
Dalam sistem ini, setiap pembelian dicatat dalam akun “Pembelian” dan setiap
adanya penjualan dicatat dalam akun “Penjualan”. Perusahaan tidak mencatat
secara detail harga pokok dari persediaan barang dagang yang dimiliki.
Perusahaan hanya menentukan Harga Pokok Penjualan pada akhir periode
akuntansi dengan rumus :
Persediaan Awal + Pembelian (neto) – Persediaan Akhir = Harga Pokok
Penjualan
Persediaan dihitung dengan melakukan penghitungan fisik pada setiap akhir
periode. Kelemahan sistem periodik adalah apabila jumlah dan jenis persediaan
barang dagang sangat banyak, maka cara ini akan menggunakan biaya yang
cukup besar pula. Sistem periodik cocok digunakan untuk perusahaan yang
memiliki persediaan sedikit. Sistem ini tidak bertentangan dengan ketentuan
perpajakan, karena penilaian persediaan dalam sistem ini berdasarkan
perhitungan yang sebenar-benarnya.
b. Sistem Perpetual
Dalam sistem ini, pencatatan dilakukan secara terus menerus dimana setiap
terjadi pembelian dan penjualan barang dagang dicatat dalam akun
Akuntansi Perpajakan 77
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 78
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
HPP 1.200.000 -
Persediaan - 1.200.000
Akuntansi Perpajakan 79
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
HPP 450.000 -
Persediaan - 450.000
Net Sales at Retail x Estimated Gross Profit = Estimated Cost of Good Sold
Langkah 2 :
Goods Available For Sale at Cost – Estimated Cost off Good Sold =
Estimated Ending Inventory at Cost
Akuntansi Perpajakan 80
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Langkah 2 :
Goods Available for Sale at Retail : Goods Available for Sale at Retail =
Cost to Retail Ratio
Langkah 3 :
Akuntansi Perpajakan 81
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
jadi, bahan dan jasa. Diskon, potongan dan lainnya yang serupa dikurangkan
dalam menentukan biaya pembelian.
c. Pengakuan : persediaan diakui sebagai beban periode pada saat
pendapatan terkait diakui
d. Pengungkapan : entitas harus mengungkapkan (a) kebijakan akuntansi yang
idterapkan untuk mengukur persediaan, (b) total jumlah tercatat persediaan,
(c) jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode, (d) jumlah
penurunan nilai persediaan dan pemulihannya yang diakui dalam laba rugi,
dan (e) jumlah tercatat persediaan yang diagunkan.
Akuntansi Perpajakan 82
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Contoh 1 :
Biaya perolehan 1000 unit persediaan PTABC diperoleh dengan pembelian
sebagai berikut:
Akuntansi Perpajakan 83
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Contoh 2 :
Pada tanggal 3 Februari 2017, PT Bulan Jaya melakukan pembelian barang
dagang secara tunai sebanyak 80 unit dengan harga Rp 8.000.000 belum
termasuk PPN. PT Bulan Jaya telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
(PKP) sejak 1 Januari 2015. Pembukuan atas persediaan menggunakan sistem
perpetual. Maka jurnal atas transaksi tersebut adalah sebagai berikut :
Akuntansi Perpajakan 84
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Pada tanggal 28 Februari 2017, PT Bulan Jaya menjual 20 unit barang secara
tunai dengan harga jual Rp 120.000 per masing-masing unit (belum termasuk
PPN). Maka pencatatan atas transaksi tersebut adalah sebagai berikut :
Apabila PT Bulan Jaya belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka
jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :
Akuntansi Perpajakan 85
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Penjualan - 2.400.000
Harga Pokok Penjualan 2.200.000 -
Persediaan Barang Dagang - 2.200.000
(Rp 110.000 x 20 unit)
C. LATIHAN SOAL
1. Dibawah ini terdapat catatan mengenai persediaan PT Marko selama bulan
November 2016 sebagai berikut :
01-11-2016 Persediaan Awal 100 unit @Rp 10,-
05-11-2016 Pembelian 500 Unit @Rp 12,-
12-11-2016 Pembelian 100 unit @Rp 15,-
22-11-2016 Penjualan 300 unit @Rp 25,-
27-11-2016 Pembelian 100 unit @Rp 20,-
30-11-2016 Penjualan 50 unit @Rp 30,-
Diminta :
Tentukan nilai persediaan akhir jika diasumsikan perusahaan menerapkan system
FIFO dalam penilaian persediannya. Lalu buatlah ayat jurnal penyesuian jika nilai
persediaan lebih kecil daripada nilai realisasi bersih (nilai realisasi bersih
diasumsikan lebih rendah).
2. Dilihat dari jenis persediaannya, jelaskan perbedaan persediaan antara
perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur !
3. Sebutkan perbedaan sistem pencatatan persediaan menurut perpajakan dan
akuntansi, sertakan peraturan terkait !
4. Jelaskan berdasarkan ketentuan perpajakan hal-hal yang mendasari transaksi
berikut :
a. Perusahaan menggunakan metode penilaian harga rata-rata dalam mencatat
persediaannya dengan saldo akhir persediaan per tanggal 31 Desember 2017
sebesar Rp 25.000.000. Sedangkan jika dinilai berdasarkan harga pasar, nilai
persediaan menjadi Rp 27.500.000
b. Perusahaan menggunakan metode FIFO dalam mencatat persediaannya
dengan saldo akhir per 31 Desember 2017 senilai Rp 200.000.000. sedangkan
Akuntansi Perpajakan 86
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
D. REFERENSI
Akuntansi Perpajakan 87
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
PERTEMUAN KE-9
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 9 mengenai Pencatatan Atas Penyertaan
Modal Menurut Akuntansi dan Pajak, mahasiswa diharapkan mampu melakukan
pencatatan dengan benar atas transaksi investasi saham menurut Akuntansi dan
Perpajakan.
B. URAIAN MATERI
Akuntansi Perpajakan 88
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 89
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
lainnya. Akan tetapi, karena obligasi dapat dibeli dan dijual kembali di antara tanggal
bunga, akuntansi untuk mencatat bunga berjalan obligasi sedikit lebih rumit. Ingat
kembali, bahwa obligasi (sekuritas utang) adalah salah satu instrument keuangan
yang diterbitkan oleh perusahaan (debitur) dengan karakteristik :
a. Nilai nominal menggambarkan jumlah yang akan dibayarkan kembali oleh debitur
kepada kreditor pada saat obligasi jatuh tempo
b. Tingkat suku bunga yang menetapkan pembayaran bunga secara berkala, dan
c. Tanggal jatuh tempo menunjukkan kapan kewajiban utang akan dibayarkan
kembali.
Sama seperti investasi dalam obligasi, investasi dalam saham juga dicatat
sebesar jumlah yang dibayar, termasuk komisi broker,pajak, dan biaya lainnya.
Bedanya kalau obligasi memiliki tingkat suku bunga dan tingkat jatuh tempo,
sedangkan saham tidak. Alasan utama bahwa perusahaan melakukan investasi
dalam obligasi atau saham adalah untuk memperoleh hasil (return) baik dalam
bentuk bunga atau dividen. Ingat kembali bahwa dalam kasus obligasi, perhitungan
bunga menjadi sedikit rumit oleh karena adanya selisih (perbedaan) antara harga
beli dengan nilai jatuh temponya. Premiun atau diskonto yang timbul akan dapat
memengaruhi jumlah pendapatan bunga yang diakui. Sedangkan untuk saham,
pengakuan pendapatan tergantung pada besarnya bagian kepemilikan investor
dalam perusahaan investee.
Perlakuan akuntansi (accounting treatment) dalam mencatat investasi saham
biasa dalam pembukuan investor didasarkan pada tingkat pengaruh yang dimiliki
oleh investor adalah berdasarkan pada seberapa luas pengaruh yang dimiliki
investor atas aktivitas yang dijalankan investee. Jika partisipasi kepemilikan investor
dalam perusahaan investee kurang dari 20%, dimana investor tidak memiliki
pengaruh signifikan pada perusahaan investee, maka investor akan mencatat
investasinya dalam pembukuan dengan menggunakan metode harga pokok (cost
method). Namun, jika partisipasi investor di perusahaan investee adalah 20%
sampai dengan 50%, dimana investor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perusahaan, maka investor akan mencatat investasinya dalam pembukuan dengan
menggunakan metode ekuitas (equity method). Namun, jika besarnya bagian
kepemilikan investor di perusahaan investee adalah lebih dari 50%, dimana investor
Akuntansi Perpajakan 90
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 91
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Contoh :
PT Jeremy menjual saham biasa dengan harga Rp 10.000 per lembar dengan
nilai nominal Rp 12.000 sebanyak 1000 lembar pada 15 Januari 2017. Berikut
pembukuan yang harus dilakukan oleh PT Jeremy :
Apabila transaksi tersebut dilakukan melalui bursa efek, itu berarti transaksi
tersebut akan dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final sebesar (0,1% + 0,5%) x
Rp 12.000.000 = Rp 72.000, sehingga PT Jeremy membukukan transaksi tersebut
sebagai berikut :
Pada suatu waktu, perusahaan terkadang membeli kembali sahamnya untuk tujuan
tertentu. Hal tersebut sering disebut dengen treasury stock. Treasury stock dicatat
sebagai pengurang jumlah saham yang beredar. Dalam ketentuan perpajakan,
penerimaan dan pembelian kembali saham oleh perusahaan penerbit, dapat
dianggap sebagai deviden apabilai dalam tahun yang lalu perusahaan memperoleh
laba atau kelebihan penerimaan diatas harga perolehannya.
Contoh :
PT Dua Dara mempunyai 1000 lembar saham preferen yang dapat ditukarkan
dengan saham biasa dengan nilai nominal saham preferen Rp 10.000. Agio saham
Akuntansi Perpajakan 92
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
(mencatat konversi saham dan pemotongan PPh 23 atas deviden senilai Rp 2.000.000)
Akuntansi Perpajakan 93
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Selain hal tersebut diatas, penjualan saham kepada pihak ketiga yang
dilakukan di dalam bursa efek akan dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.
Dimana berdasarkan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 1997 jo. KMK-
282/KMK.04/1997 jo. SE-09/PJ.24/1997 jo. SE-15/PJ.42/1997 menyatakan bahwa
untuk saham pendiri, pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan
sebesar 0,5% dari nilai saham perusahaan pada saat penutupan bursa. Jadi, total
Pajak Penghasilan yang dikenakan adalah sebesar 0,1% + 0,5% = 0,6% dari nilai
saham perusahaan.
Akuntansi Perpajakan 94
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
C. LATIHAN SOAL
1. Berikut adalah transaksi PT. Asuransi Bahana Tita (PT. Asbati) selama tahun 2010
sehubungan dengan investasi jangka panjang dalam saham milik perusahaan
lain.
01 April PT. Asbati membeli 1.000 lbr saham biasa PT. Ramaya Dalam
transaksi pembelian saham biasa ini, PT. Asbati harus membayar
komisi untuk pialang yang biayanya ditetapkan sebesar Rp. 250.000,-.
Nilai nominal saham Rp. 10.000,- per lembar. Pada saat pembelian
dilakukan, jumlah seluruh saham biasa PT. Ramaya yang beredar
adalah sebanyak 10.000 lembar
01 Agust PT. Ramaya mengumumkan pembagian deviden tunai sebesar Rp.
600,- per lembar. Pembayaran deviden dilakukan satu bulan kemudian,
yaitu pada tanggal 01 September 2010.
27 Nov PT. Ramaya mengumumkan dan membagikan deviden saham sebesar
7,5%
20 Des PT. Asbati menjual 200 lembar saham biasa PT. Ramaya. Besarnya
biaya penjualan yang dikeluarkan adalah Rp. 100.000,-
31 Des PT. Ramaya menerbitkan laporan keuangan yang menunjukkan
adanya laba bersih sebesar Rp. 40.000.000,-.
D. REFERENSI
Akuntansi Perpajakan 95
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
PERTEMUAN KE-10
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 11 mengenai Aset Tetap Menurut Akuntansi dan
Perpajakan, mahasiswa diharapkan mampu menghitung penyusutan dan amortisasi
atas perolehan asset berwujud dan asset tidak berwujud baik secara Akuntansi
maupun Perpajakan.
B. URAIAN MATERI
Dalam SAK-ETAP (2009: 68), aset tetap adalah aset berwujud yang dimiliki untuk
digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk disewakan ke
pihak lain, dan untuk tujuan administratif serta diharapkan akan digunakan lebih dari
satu periode.
1. Aset Tetap
Aset tetap merupakan sumber daya berwujud dan tidak berwujud yang dimiliki
oleh perusahaan, digunakan dalam kegiatan perusahaan dan tidak dimaksudkan
untuk diperjualbelikan. Secara umum, ciri asset tetap adalah sebagai berikut :
a. Usia manfaatnya lebih dari satu tahun
b. Diperoleh dan digunakan untuk operasi perusahaan
c. Bersifat permanen
d. Tidak dimaksud untuk diperjualbelikan
Akuntansi Perpajakan 96
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
perolehan terdiri atas harga beli, biaya survey, biaya asuransi dalam perjalanan,
biaya angkut, biaya broker, biaya pemasangan, biaya uji coba dan lain sebagainya.
Contoh perolehan aset tetap melalui pembelian impor dari luar negeri :
Tanggal 1 Januari 2017, PT Chanddra melakukan impor komputer dari Singapura
dengan nilai impor sebesar Rp 200.000.000 dan PPN 10%. Maka, jurnal yang harus
dibuat oleh PT Chandra adalah sebagai berikut :
1) Jika PT Chandra adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang mempunyai API
(Angka Pengenal Impor, maka
Akuntansi Perpajakan 97
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 98
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 99
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Masa
Berwujud Manfaat Garis Lurus Saldo Menurun
I. Bukan Bangunan :
• Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
• Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
• Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
• Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
II. Bangunan :
• Permanen 20 tahun 5% -
• Non Permanen 10 tahun 10% -
Perhitungan :
1) Jurnal untuk transaksi tanggal 20 September 2017 :
pasar, (c) untuk transaksi tukar menukar adalah berdasarkan harga pasar,
(d) dalam rangka likuidasi, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
penggabungan adalah harga pasar kecuali ditentukan lain oleh Menteri
Keuangan, (e) revaluasi adalah sebesar nilai setelah revaluasi
b. Penentuan Masa Manfaat :
1) Akuntansi : tergantung pada justifikasi manajemen dengan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti daya pakai aset, perkembangan
teknologi, pembatasan hukum
2) Perpajakan : sudah diatur dalam Menteri Keuangan
c. Saat dimulainya penyusutan :
1) Akuntansi : penyusutan dimulai ketika aset tersedia untuk digunakan
2) Perpajakan : (a) penyusutan dimulai sejak bulan selesainya pengerjaan
harta, (b) penyusutan dimulai sejak bulan selesainya pengerjaan harta, (c)
dengan persetujuan DirJen Pajak, wajib pajak dapat melakukan
penyusutan mulai pada bulan harta tersebut digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan
harta yang bersangkutan mulai menghasilkan
d. Penghitungan jumlah bulan sejak dimulainya penyusutan :
1) Akuntansi : jumlah bulan dapat dibulatkan ke atas atau ke bawah.
Misalnya pembelian di atas tanggal 15 pada bulan tertentu dibulatkan ke
bawah dan belum diakui penyusutannya
2) Perpajakan : jumlah bulan selalu dibulatkan ke atas, walaupun dibeli
diatas tanggal 15 setiap bulannya
e. Metode penyusutan :
1) Akuntansi : (a) metode garis lurus, (b) metode saldo menurun, (c) metode
jumlah unit produksi. Perusahaan harus memilih metode penyusutan yang
mencerminkan ekspektasi dalam pola penggunaan manfaat ekonomi
masa depan aset
2) Perpajakan : (a) kelompok bangunan harus menggunakan metode garis
lurus, (b) kelompok selain bangunan boleh menggunakan metode garis
lurus atau metode saldo menurun asalkan diterapkan secara taat asas
f. Nilai residu :
1) Akuntansi : nilai residu harus diriview minimum setiap akhir tahun buku
2) Perpajakan : tidak mengakui adanya nilai residu
C. LATIHAN SOAL
1. Pada awal Januari 2016 dibeli sebuah asset tetap dengan cost sebesar US$
100.000,-. Asset tetap ini diperkirakan memiliki economic life selama 5 tahun dengan
residual value sebesar US$ 5.000 pada akhir tahun kelima.
Diminta : Buatlah table alokasi harga perolehan asset tetap apabila menggunakan
metode garis lurus menurut Akuntansi dan Perpajakan !
2. PT Sahidul merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan umum.
Untuk transportasi, PT Sahidul melakukan sewa. Tetapi pada bulan Maret 2016,
manajemen memutuskan untuk membeli truk dengan nilai perolehan Rp
220.000.000. Truk ini memiliki masa manfaat 10 tahun menggunakan metode garis
lurus. Jurnal yang dibuat oleh Bagian Akuntansi pada Tahun 2016 adalah sebagai
berikut :
Dr. Biaya Penyusutan Truk 22.000.000
Cr. Akumulasi Peny. Truk 22.000.000
Sedangkan menurut ketentuan perpajakan, truk tergolong kedalam jenia aset tetap
Kelompok 2. Apabila laba akuntansi PT Sahidul untuk tahun buku 2016 adalah
senbesar Rp 150.000.000, hitunglah koreksi fiskal dan laba fiskal setelah koreksi
biaya penyusutan, jika :
a. Menggunakan garis lurus, dan
b. Menggunakan saldo menuru
3. PT Angsana memiliki beberapa jenis aset tetap dengan rincian sebagai berikut :
10/03/2012
Gedung 375.000.000 5.000.000
08/05/2012
Mesin A 28.000.000 3.000.000
16/07/2012
Mesin B 60.000.000 4.000.000
01/08/2012
Komputer 15.000.000 500.000
01/02/2013
Peralatan 87.000.000 1.000.000
05/06/2013
Kendaraan Sedan 140.500.000 4.500.000
Keterangan :
a. Periode akuntansi adalah jangka waktu satu tahun (1 Januari – 31 Desember)
b. Seluruh aset tetap disusutkan dengan metode garis lurus
c. Secara ketentuan perpajakan, mesin dan kendaraan sedan dikategorikan ke
dalam Kelompok 2 Bukan Bangunan, sedangkan koomputer dan peralatan
dikategorikan dalam Kelompok 1 bukan bangunan. Sedangkan Gedung
dikategorikan ke dalam bangunan permanen
d. Perusahaan telah membebankan biaya penyusutan secara komersial pada
tahun 2015 dengan rincian sebagai berikut :
- Biaya Penyusutan Gedung Rp 24.666.667
- Biaya Penyusutan Mesin A Rp 4.166.666
- Biaya Penyusutan Mesin B Rp 9.333.333
- Biaya Penyusutan Komputer Rp 4.833.333
- Biaya Penyusutan Peralatan Rp 28.666.667
- Biaya Penyusutan Sedan Rp 17.000.000
Diminta :
a. Hitunglah biaya penyusutan masing-masing aset menurut ketentuan
perpajakan
b. Hitunglah koreksi fiskal atas biaya penyusutan untuk masing-masing aset
D. REFERENSI
PERTEMUAN KE-11
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 12 mengenai Aset tak berwujud Menurut
Akuntansi dan Perpajakan, mahasiswa diharapkan mampu amortisasi atas perolehaN
asset tidak berwujud baik secara Akuntansi maupun Perpajakan.
B. URAIAN MATERI
1. Definisi Aset Tak Berwujud Menurut Akuntansi
Menurut SAK-ETAP (2009: 76), “aset tak berwujud adalah aset nonmoneter yang
dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik”. Ciri utama dari aset tidak
berwujud adalah apabila :
a) Kemungkinan entitas akan memperoleh manfaat ekonomis pada masa depan dari
aset tersebut, dan
b) Biaya perolehan aset atau nilai aset tersebut dapat diukur dengan andal
Aset yang tergolong ke dalam aset tidak berwujud diantaranya adalah hak paten,
hak cipta, merek, godwill, waralaba, dan sejenisnya. Aset tidak berwujud tidak
termasuk surat berharga, hak atas mineral dan cadangan mineral seperti minyak,
gas alam dan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui.
1. Objek Amortisasi
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK), aset tidak berwujud dapat
dibagi menjadi dua kategori.:
a. Aset tidak berwujud yang memiliki masa manfaat terbatas
b. Aset tidak berwujud yang memiliki masa manfaat tidak terbatas
Keuntungan ini terkait dengan kemampuan aset-aset ini untuk
menghasilkan arus kas. Faktor-faktor yang mempengaruhi masa manfaat aset-
aset ini meliputi keuangan, permintaan, persaingan, teknologi, dan kehidupan
hukum. Misalnya, aset dalam bentuk paten untuk pembuatan produk farmasi.
Ketika pesaing meneliti dan mengembangkan, paten yang dimiliki oleh
perusahaan memiliki kemampuan untuk menghasilkan arus kas untuk jangka
waktu terbatas. Untuk aset dengan masa manfaat terbatas, biaya perolehan
dibebankan melalui amortisasi.
Jadi, amortisasi merupakan alokasi sistematis biaya perolehan selama
umur aset tidak berwujud. Dikatakan bahwa masa manfaat suatu aset tidak
terbatas jika tidak dapat diperkirakan kapan aset tersebut tidak lagi dapat
menghasilkan arus kas. Aset tidak berwujud yang diklasifikasikan memiliki masa
manfaat tidak terbatas termasuk nama dagang, merek dagang, nama domain
Internet dan niat baik. Aset tersebut tidak diamortisasi karena masa manfaatnya
tidak terbatas. Sesuai dengan UU Pajak Penghasilan, penyusutan diatur oleh
pasal 11A. Paragraf 1 menyatakan bahwa biaya perolehan diamortisasi untuk
memperoleh aset tidak berwujud dan biaya lainnya. Yang dimaksud dengan biaya
lain termasuk hak konstruksi dengan masa manfaat satu tahun atau lebih, hak
penggunaan komersial, hak pakai dan biaya pembaruan goodwill yang digunakan
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Di sisi lain, pengeluaran untuk memperoleh hak guna bangunan, hak guna
usaha, hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan. Oleh karena itu,
semua harta tidak berwujud dapat dilakukan amortisasi menurut ketentuan
perpajakan, tetapi Standar Akuntansi Keuangan hanya mengamortisasi aset tidak
berwujud dengan masa manfaat yang terbatas. Sebagai contoh muhibah
(goodwill), menurut ketentuan perpajakan dilakukan amortisasi, sedangkan dalam
SAK muhibah tidak diamortisasi.
2. Metode Amortisasi
Amortisasi harus mencerminkan penggunaan aset tidak berwujud
perusahaan. Amortisasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode unit
produksi, metode saldo menurun, atau metode garis lurus, tergantung pada pola
dimana aset digunakan untuk menghasilkan pendapatan. Misalnya, produsen
ponsel memiliki hak paten. Metode saldo menurun mungkin lebih tepat karena
paten menghasilkan arus kas besar pada tahun-tahun pertama ditemukan dan
kemudian menurun pada tahun-tahun mendatang. Nilai residu suatu aset tak
berwujud seharusnya diasumsikan sama dengan 0 (NOL), kecuali pada kondisi
berikut ini :
a. Ada komitmen dari pihak ketiga untuk membeli aset tak berwujud tersebut
pada akhir masa manfaatnya
b. Ada pasar aktif untuk aset tak berwujud ;
c. Nilai residu aset dapat ditentukan dengan mengacu pada harga pasar yang
berlaku di pasar tersebut
d. Terdapat kemungkinan bahwa pasar yang aktif tersebut akan tetap ada pada
akhir umur masa manfaat aset tak berwujud
3. Masa Manfaat
Manfaat ini terkait dengan kemampuan aset-aset tersebut untuk
menghasilkan arus kas. Beberapa faktor memengaruhi masa manfaat suatu aset.
Antara lain, periode keusangan, permintaan, persaingan, teknologi dan
Jika masa manfaat aset tidak berwujud berbeda dari kelompok diatas,
maka akan termasuk dalam kelompok terdekat. Sebagai contoh, PT ABC telah
memperoleh hak pengelolaan jalan raya selama 15 tahun. Karena kelompok
terdekat adalah kelompok 3, hak pengelolaan jalan raya diamortisasi selama 16
tahun.
Contoh 2 :
Untuk pembelian waralaba Kopi Kenangan, PT Samudera harus
memungut PPh Pasal 23. Misalnya PT Samudera membeli waralaba pada tahun
2015dengan uang kas senilai Rp 200.000.000 (belum termasuk PPN dan PPh
23). Maka, perhitungan amortisasinya adalah sebagai berikut :
Jurnal atas transaksi pembelian waralaba Kopi Kenangan adalah sebagai berikut :
Utang PPh 23 paling lama harus disetorkan oleh PT Samudera pada tanggal 10
Februari 2015. Maka, jurnal yang terbentuk atas pembayaran PPh 23 adalah
sebagai berikut :
(Total Perolehan – Nilai Residu) : Total unit yang disetimasi = Deplesi Per
Unit
Deplesi Per Unit x Jumlah unit yang dihasilkan atau dijual = Beban Deplesi
Per Tahun
Contoh :
Suatu perusahaan pertambangan melakukan investasi dengan nilai investasi
sebesar Rp 5.000.000 pada lahan pertambangan yang diestimasikan memiliki
10.000.000 ton bahan tambang dan tidak memiliki nilai residu. Pada tahun
pertama, perusahaan menghasilkan dan menjual bahan tambang sebanyak
800.000 ton. Maka, perhitungannya adalah sebagai berikut :
C. LATIHAN SOAL
1. Pada awal Januari 2016 dibeli sebuah asset tetap dengan cost sebesar US$
100.000,-. Asset tetap ini diperkirakan memiliki economic life selama 5 tahun dengan
residual value sebesar US$ 5.000 pada akhir tahun kelima.
Diminta : Buatlah table alokasi harga perolehan asset tetap apabila menggunakan
metode garis lurus menurut Akuntansi dan Perpajakan !
2. Apabila terdapat sewa kantor untuk 5 Tahun. Bagaimana pencatatan dan
penyajiannya dalam laporan keuanga ?
3. Bagaimanakah perlakuan perpajakan untuk aset tak berwujud yang anda ketahui ?
D. REFERENSI
PERTEMUAN KE-12
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 12 mengenai Harga Perolehan dan Harga
Pengalihan Harta, mahasiswa diharapkan mampu melakukan pencatatan dengan
benar atas transaksi pengalihan harta menurut Akuntansi dan Pajak.
B. URAIAN MATERI
Biaya untuk memperoleh dan mentransfer aset memengaruhi jumlah penghasilan
yang diperoleh wajib pajak. Misalnya, wajib pajak menjual mobil bekas. Harga jual
menentukan jumlah keuntungan dari penjualan kendaraan. Hal yang sama berlaku
untuk pembeli kendaraan. Ketika kendaraan yang dibeli digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan. Biaya perolehan akan menentukan besarnya
penyusutan yang akan dikurangkan dari total penghasilan bruto.
Akibatnya, Pasal 10 UU Pajak Penghasilan mengatur biaya perolehan,
pengalihan harta dan penentuan nilai pemakaian persediaan. Ada beberapa cara untuk
memperoleh dan mengalihkan aset :
1. Jual beli
2. Tukar Menukar
3. Likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan atau pengambil alihan
usaha
4. Bantuan, sumbangan, hibah
5. Warisan
6. Penyertaan modal
Dalam modul ini hanya akan dibahas transaksi jual beli, tukar menukar dan penyertaan
modal saja.
1. Jual Beli
Dalam beberapa kasus, biaya perolehan dan pengalihan harta sesuai
dengan standar akuntansi keuangan mungkin berbeda dari ketentuan pajak.
Perlakuan standar akuntansi keuangan untuk akuisisi dan pengalihan aset melalui
pembelian dan penjualan barang relatif sama dengan ketentuan perpajakan.
Standar akuntansi keuangan juga menerapkan prinsip arm’s length principle.
Berdasarkan prinsip ini, transaksi penjualan harus dilakukan dengan harga yang
wajar. Perbedaannya adalah bahwa jika aset yang dijual adalah aset tetap atau
tidak berwujud, nilai buku komersial umumnya berbeda dari nilai buku fiskal,
sehingga keuntungan / kerugian komersial berbeda dari keuntungan / kerugian
fiskal.
Sebagai contoh, PT ABC pada tanggal 21 Maret 2016 menjual 2 buah truk
dengan harga Rp 200.000.000,-. Berikut informasi tentang truk tersebut:
Akumulasi
Tahun Nilai Buku Awal Tarif Jumlah Bulan Beban penyusutan
Penyusutan
Akumulasi
Tahun Nilai Buku Awal Tarif Jumlah Bulan Beban penyusutan
Penyusutan
PT ABC mencatat jurnal pada saat penjualan truk adalah sebagai berikut :
Beban Penyusutan Rp 10.000.000,-
Akumulasi Penyusutan Rp 10.000.000,-
Kas Rp 200.000.000,-
Akumulasi Penyusutan Rp 120.000.000,-
Kerugian Pengalihan Aset Rp 80.000.000,-
Truk Rp 400.000.000,-
Dari table diatas, tampak bahwa nilai buku komersial truk tersebut adalah sebesar
Rp 280.000.000, sehingga kerugian komersial atas penjualan truk sebesar Rp
80.000.000,. Sedangkan nilai buku fiscal truk adalah Rp 175.195.313 dan atas
penjualan truk tersebut PT ABC memperoleh keuntungan fiskal sebesar Rp
24.204.688
2. Tukar Menukar
Dalam SAK-ETAP (2009: 70), “apabila aset tetap diperoleh melalui
pertukaran dengan aset non moneter atau kombinasi aset moneter dan aset non
moneter maka biaya perolehan diukur pada nilai wajar, yaitu :
a. Tukar Menukar yang Memiliki Substansi Komersial
Untuk perolehan dan pengalihan harta melalui tukar menukar, ada
beberapa persamaan dan perbedaan dalam perlakuan menurut SAK dan
peraturan pajak. Jika tukar menukar tersebut memiliki substansi komersial atau
melibatkan pengeluaran atau penerimaan kas, perlakuan menurut SAK dan
ketentuan perpajakan relatif sama. Harta yang diterima atau yang dialihkan
dinilai dengan harga pasar. Sehingga bagi pihak yang mengalihkan bisa
terdapat laba atau rugi. Yang menyebabkan perbedaan adalah nilai buku
komersial dan fiskal yang mempengaruhi keuntungan (kerugian) yang dihargai.
Yang ditawarkan dengan transaksi aset yang memiliki substansi komersial
adalah potensi arus kas yang dihasilkan oleh aset yang dipertukarkan berbeda.
Sebagai contoh, PT ABC pada tanggal 27 Juni 2016 menukarkan 10 buah truk
dengan mesin yang dimiliki PT PQR. Nilai pasar mesin pada saat pertukaran
adalah Rp1.500.000.000. Kedua jenis aset ini menghasilkan arus kas yang
berbeda sehingga transaksi tukar menukar ini memiliki substansi komersial.
Berikut informasi mengenai truk yang ditukarkan PT ABC :
Akumulasi
Tahun Nilai Buku Awal Tarif Jumlah Bulan Beban penyusutan
Penyusutan
Akumulasi
Tahun Nilai Buku Awal Tarif Jumlah Bulan Beban penyusutan
Penyusutan
Jurnal yang dicatat oleh PT ABC atas transaksi tukar menukar diatas adalah :
Jika dua jenis aset yang dipertukarkan dapat menghasilkan arus kas yang
relatif sama, tidak ada keuntungan atau kerugian dari transaksi yang diakui
maka transaksi tersebut merupakan transaksi tukar menukar yang tidak memiliki
substansi komersial. Berikut ini adalah perhitungan nilai buku komersial dan
harga pasar dari aset yang dipertukarkan. Nilai buku komersial komputer pada
saat transaksi pertukaran (Rp 20 juta / 5 tahun) x 2,5 tahun = Rp 10.000.000.
Jika harga pasar komputer dan printer yang dipertukarkan masing-masing
sebesar Rp15.000.000 dan nilai buku komersial printer bagi PT PQR adalah Rp
8.000.000, maka tidak ada keuntungan atau kerugian yang akan diakui dalam
akuntansi komersial.
Dalam pembukuan untuk tujuan fiskal dapat dicatat oleh PT ABC sebagai
berikut:
Penyusutan Fiskal untuk 5 unit computer:
Akumulasi
Tahun Nilai Buku Awal Tarif Jumlah Bulan Beban penyusutan
Penyusutan
2014 Rp 40.000.000,- 50% 6 Rp 10.000.000,- Rp 10.000.000
2015 Rp 30.000.000,- 50% 12 Rp 15.000.000,- Rp 25.000.000,-
2016 Rp 15.000.000,- 50% 12 Rp 7.500.000,- Rp 32.500.000,-
Tabel keuntungan (kerugian) fiskal dari pertukaran asset 5 unit computer tersebut :
PT ABC
Nilai Sisa Buku Fiskal Rp 7.500.000,-
Harga Pasar Rp 15.000.000,-
Keuntungan Rp 7.500.000,-
Dari transaksi pertukaran tersebut, menurut SAK, PT ABC tidak mengakui
keuntungan atau kerugian, sedangkan menurut ketentuan perpajakan, PT ABC
harus mengakui keuntungan pajak sebesar Rp 7.500.000.
Basis penyusutan untuk printer yang diterima oleh PT ABC dari pertukaran
tersebut adalah Rp 10.000.000 sebagai dasar untuk penyusutan komersial dan
Rp 15.000.000 sebagai dasar untuk penyusutan fiskal.
Penyelesaian :
a. Laba atau rugi pertukaran aset :
Akumulasi Penyusutan :
Menurut Akuntansi : (Rp 150.000.000 : 8) x (1 8/12) = Rp 31.250.000
Menurut Perpajakan : 12,5% x Rp 150.000.000 x 1 8/12 = Rp 31.250.000
Keterangan :
• PPN Masukan = 10% x Rp 230.000.000 = Rp 23.000.000
• Sesuai Pasal 16D Undang-Undang PPN Nomor 42 Tahun 2009, atas
penyerahan aset yang dilakukan oleh PKP yang menurut tujuan semula
tidak untuk diperjualbelikan terutang PPN, sepanjang PPN yang
dibayarkan pada saat perolehannya dapat dikreditkan
• Kas/Bank = Rp 130.000.000 + Rp 23.000.000 – Rp 10.000.000 = Rp
143.000.000
Akumulasi penyusutan :
- Akuntansi : (Rp 48.000.000 : 6) x 1 6/12 = Rp 12.000.000
- Perpajakan : 12,5% x Rp 48.000.000 x 1 5/12 = Rp 8.500.000
31 Des 16 Kas/Bank -
44.000.000
Akumulasi penyusutan kendaraan -
12.000.000
Kendaraan Lama 48.000.000
-
PPN Pasal 16D 4.000.000
-
Kas/Bank 4.000.000
-
C. LATIHAN SOAL
1. Pada 28 Mei 2017, PT Jaya menukar mesin dengan tanah dan bangunan milik PT
Abadi. Nilai pasar tanah dan bangunan pada saat pertukaran adalah Rp.
800.000.000 dan Rp. 600.000.000 Kedua jenis aset akan menghasilkan arus kas
yang berbeda sehingga transaksi pertukaran memiliki substansi komersial. Informasi
berikut tentang mesin yang ditukar dengan PT ABC :
D. REFERENSI
PERTEMUAN KE-13
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 13 mengenai Revaluasi Aset Tetap menurut
Akuntansi dan Perpajakan, mahasiswa diharapkan mampu menerapkan peraturan
yang berlaku mengenai pelaksanaan revaluasi aktiva tetap sehingga dapat melakukan
pencatatan atas revaluasi asset tetap dengan benar baik secara akuntansi maupun
perpajakan.
B. URAIAN MATERI
b. Dihilangkan dari nilai buku total aset dan nilai buku bersih setelah pelepasan,
dan disajikan kembali dengan nilai revaluasi aset. Metode ini sering digunakan
untuk bangunan.
Harus dilakukan penilaian kembali jka aset tetap dalam kelompok yang
sama. Pengelompokkan aset tetap adalah sekelompok aset yang memiliki sifat dan
kegunaan yang serupa dalam operasi normal entitas.
Contoh : PT ABC memiliki aset bangunan senilai Rp 400.000.000 yang dibeli pada
tanggal 2 Januari 2013. Aset ini telah disusutkan selama 20 tahun tanpa nilai
residu. Perusahaan menggunakan model revaluasi aset untuk menilai gedung
tersebut. Data evaluasi ulang telah dievaluasi kembali sebesar Rp420.000.000 per
31 Desember 2014. Maka revaluasi yang dicatat oleh PT ABC adalah:
Tanah 100.000.000 -
Bangunan 150.000.000 -
Akum. Peny. Bangunan 112.500.000 -
Mesin 100.000.000 -
Akum. Peny. Mesin 15.625.000 -
Surplus revaluasi aset tetap - 388.125.000
Aset tetap yang telah direvaluasi akan memiliki nilai buku yang sama dengan nilai
pasar. Nilai pasar tersebut adalah dasar dilakukannya penyusutan yang baru dan
mulai dilakukan penyusutan pada saat mulai berlaku dilakukannya revaluasi.
Dalam arti, masa manfaat aset tetap kembali menjadi 0 atau seperti belum pernah
disusutkan.
tersebut dalam jangka waktu sejak tanggal 1 Juli 2016 sampai dengan 31
Desember 2016
d. 10% (sepuluh persen), bagi wajib pajak yang telah memperoleh penetapan
penilaian kembali aktiva tetap oleh kantor jasa penilai publik atau ahli penilai,
yang memperoleh izin dari pemerintah dan melunasi Pajak Penghasilan
tersebut pada tahun 2017
C. LATIHAN SOAL
1. Jelaskan perbedaan revaluasi asset tetap menurut Akuntansi dan Perpajakan !
2. Jelaskan model revaluasi asset tetap menurut PSAK NO 16 !
3. Pada tanggal 31 November 2017, PT Cikita melakukan penilaian kembali terhadap
beberapa aset yang dimilikinya. Posisi aset pada saat itu adalah sebagai berikut :
D. REFERENSI
PERTEMUAN KE-14
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 14 mengenai Pembukuan Atas Transaksi Terkait
Perpajakan, mahasiswa mampu melakukan pencatatan dengan benar atas transaksi
Pajak Penghasilan yang telah dipotong atau dipungut.
B. URAIAN MATERI
Akuntansi keuangan sering mencatat transaksi ekonomi mengabaikan hal-hal
yang terkait dengan perpajakan. Ini karena Anda perlu memahami aturan pajak untuk
melakukan pencatatan atas akun-akun perpajakan. Oleh karena itu, pencatatan akun-
akun yang terkait dengan perpajakan dijelaskan dalam Akuntansi Pajak.
Akun-akun perpajakan timbul dari transaksi-transaki yang menyangkut pemotongan
dan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
No Jenis Akun Pajak Saldo Normal Jenis Akun Pajak Saldo Normal
7 Pengalihan Hak atas Debit, Laba Rugi Pajak Reklame Debit, Laba
Tanah dan Bangunan Rugi
Kas/Bank - 15.195.000
Utang PPh 21 - 1.120.000
Biaya yang masih harus dibayar - 200.000
Jurnal yang harus dicatat pada saat penyetoran pajak dan iuran lainnya adalah
sebagai berikut :
SPBU Bukan
SPBU Pertamina
Uraian Pertamina
(% dari penjualan)
(% dari penjualan)
Premium/solar/premix/super TT 0,3% 0,25%
Minyak Tanah, Gas LPG 0,3% 0,30%
Oli/pelumas pertamina 0,3% 0,30%
Maka, jurnal yang harus dicatat oleh PT Hijrah adalah sebagai berikut :
15-April-2017 Kas/Bank -
108.500.000
PPh 22 Dibayar Dimuka -
1.500.000
Penjualan 100.000.000
-
PPN Pemungut 10.000.000
-
Contoh 2 :
Pada tanggal 9 Juni 2017, PT Jaya Maju yang merupakan perusahaan yang
bergerak di bidang pabrikasi semen, menjual hasil produksinya kepada PT
Sakura dengan nilai sebesar Rp 300.000.000 belum termasuk PPN. Atas
pembelian tersebut, maka diperhitungkan :
- PPN 10% senilai 10% x Rp 300.000.000 = Rp 30.000.000
- PPh 22 sebesar 0,25% x Rp 300.000.000 = Rp 750.000
Atas transaksi tersebut, PT Jaya Maju harus melakukan pencatatan sebagai berikut :
Contoh 3 :
PT Dolanan merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri
plastik. Pada tanggal 20 Juni 2017, membeli solar ke PT Pertamina yang akan
digunakan untuk mengoperasikan mesin pengolahan plastik dengan nilai
pembeli sebesar Rp 150.000.000 belum termasuk PPN. PPh 22 sebesar 0,3% x
Rp 150.000.000 = Rp 450.000 dan PPN sebesar Rp 15.000.000. Maka, jurnal
yang dibuat oleh PT Dolanan adalah sebagai berikut:
Contoh 4 :
PT Lagro merupakan distributor kertas, membeli produk kertas senilai Rp
550.000.000 (termasuk PPN) dari perusahaan kertas PT Paper pada tanggal 10
Juni 2017. Sistem pencatatan yang dilakukan oleh PT Lagro adalah sistem
periodik. Maka, besarnya PPN dan PPh 22 yang dipotong oleh PT Paper adalah
sebagai berikut :
- PPN sebesar Rp 550.000.000 x (10/110) = Rp 50.000.000
- PPh 22 sebesar Rp 550.000.000 x (100/110) x 0,10% = Rp 500.000
Pencatatan yang dilakukan oleh PT Lagro adalah :
Contoh 5 :
PT Moci merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pengumpul hasil
perkebunan yang dibudidayakan oleh masyarakat yang berada di sikitar
kawasan pabriknya. Pada tanggal 10 Juni 2017, perusahaan tersebut menjual
hasil perkebunan kepada PT Ganggang yang merupakan produsen sambal
tomat dengan orientasi ekspor dan telah ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal
22. Nilai penjualan adalah Rp 600.000.000 belum termasuk PPN. Atas transaksi
tersebut, maka diperhitungkan :
- PPN sebesar 10% x Rp 600.000.000 = Rp 60.000.000
- PPh 23 sebesar 0,25% x Rp 600.000.000 = Rp 1.500.000
Pencatatan yang dilakukan oleh PT Moci adalah :
C. LATIHAN SOAL
1. CV Ogah Rugi (bukan PKP) adalah perusahaan yang bergerak dibidang
perdagangan berbagai jenis kertas. Pada bulan Juni 2016 CV Ogah Rugi melakukan
transaksi yang terkait dengan PPh Pasal 22 sebagai berikut :
5 Juni melakukan penjualan kertas kepada Pemerintah Daerah Kota Bogor
senilai Rp 100.000.000. Harga Pokok Penjualan atas kertas yang dijual
tersebut adalah Rp 75.000.000,-
7 Juni menerima pembayaran dari bendahara pemerintah daerah kota bogor
dan dipungut PPh Pasal 22
15 Juni melakukan pembelian kertas secara kredit dari Pabrik kertas QZX
seharga Rp 50.000.000,- dan dipungut PPh Pasal 22
20 Juni membayar utang dagang kepada Pabrik kertas QZX
21 Juni melakukan penjualan kertas kepada Bank Mandiri secara kredit senilai
Rp 80.000.000,- dengan harga pokok Rp 50.000.000,-
25 Juni menerima pembayaran dari Bank Mandiri dan dipungut PPh Pasal 22
Diminta : Buatlah Jurnal atas transaksi diatas !
2. Tuan Christo (memiliki NPWP) bekerja pada PT Agro berstatus kawin dengan 1
orang anak, dimana anak pertama lahir pada tanggal 10 Juli 2017. Setiap bulan,
Tuan Christo menerima penghasilan sebagai berikut :
- Gaji Rp 10.000.000
- Tunjangan Jabatan Rp 3.000.000
- Tunjangan Transportasi Rp 2.500.000
- Tunjangan Kesejahteraan Rp 1.500.000
- Tunjangan Makan Rp 1.000.000
- Tunjangan Istri 50% dari gaji Tuan Christo
PT agro membayar premi asuransi kecelakaan dan kematian masing-masing senilai
Rp 250.000 dan Rp 350.000 per bulan. Selain itu, perusahaan juga membayar iuran
pensiun dan Tunjangan Hari Tua untuk masing-masing karyawan sebesar Rp
100.000 dan Rp 150.000. Tuan Christo juga membayar uran pensiun dan iuran THT
yang dipotong dari gajinya senilai Rp 85.000 dan Rp 100.000.
Diminta : buatlah jurnal pada saat pembayaran gaji dan tunjangan pada Bulan
Januari 2017 serta pada saat penyetoran PPh 21 ke kas negara.
3. Nyonya Julia merupakan seorang pegawai yang bekerja di PT Sahabat, menerima
gaji sebulan Rp 20.000.000. PT sahabat mengikuti program Jamsostek dan
membayar premi kecelakaan kerja dan premi jaminan kematian untuk Ny Julia
masing-masing sebesar 0,5% dan 0,3% dari gaji. PT Sahabat juga mengikuti
program dana pensiun yang izinnya dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, iuran
pensiun sebulan senilai Rp 700.000, dibayar perusahaan Rp 500.000 dan dibayar
oleh karyawan Rp 200.000. Iuran Jaminan Hari Tua sebesar 5,7% dari gaji, dibayar
perusahaan 3,7% dan dibayar karyawan 2%. Nyonya Julia juga menerima tunjangan
transport senilai Rp 2.000.000, nyonya Julia menikah dengan 1 tanggungan.
Diminta :
a. Hitunglah PPh Pasal 21 yang dipotong dari gaji Ny. Julia setiap bulannya
b. Hitunglah take home pay Ny Julia setiap bulannya
c. Buatlah jurnal untuk pembayaran gaji
d. Buatlah jurnal untuk penyetoran PPh 21 dan utang-utang lainnya
4. PT Samudera merupakan pemegang izin impor (API), melakukan impor sparepart
kendaraan dari Jepang dengan perincian sebagai berikut :
- Harga sparepart US$ 700.000
D. REFERENSI
PERTEMUAN KE-15
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 15 mengenai Pembukuan Atas Transaksi Terkait
Perpajakan (lanjutan), mahasiswa mampu melakukan pencatatan dengan benar atas
transaksi Pajak Penghasilan yang telah dipotong atau dipungut
B. URAIAN MATERI
Contoh :
Pada 20 Desember 2017, PT Edwin melakukan pembayaran deviden kepada
PT Zeva yang merupakan salah satu pemegang saham senilai Rp 50.000.000.
atas pembayaran deviden tersebut, PT Edwin melakukan pemotongan PPh 23
sebesar 15% dengan memberikan bukti pemotongan PPh kepada PT Zeva.
Sehingga penghasilan deviden yang diterima PT Zeva adalah Rp 42.500.000
dan PPh 23 yang dipotong sebesar Rp 7.500.000.
Maka, transaksi tersebut dicatat oleh PT Zeva sebagai berikut :
b. Bunga
Bunga yang dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 23 adalah bunga termasuk
premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan utang dengan tarif 15% dari
penghasilan bruto.
c. Royalti atau Imbalan atas Penggunaan Hak
Menurut UU PPh Nomor 36 Tahun 2008, atas penghasilan berupa royalti, pihak
yang menerima royalti akan dikenakan PPh 23 sebesar 15% dari penghasilan
bruto.
Contoh :
PT Aishiteru menerima penghasilan berupa royalti dari PT Dusun sebesar Rp
70.000.000, dan atas royalti tersebu PT Aishiteru memungut PPN 10% sebesar
Rp 7.000.000 dari PT Dusun dengan menerbitkan faktur pajak. PT Dusun
hadiah tersebut tidak termasuk sebagai objek PPh yang harus dipotong PPh
Pasal 23 dan juga bukan merupakan penghasilan bagi yang menerima hadiah.
Contoh pengenaan PPh 23 atas Hadiah :
Pada tanggal 14 Februari 2017, PT Suhada (memiliki NPWP) memberikan
hadiah kepada PT Sahuda senilai Rp 50.000.000 (memiliki NPWP) karena telah
mencapai target dalam memasarkan produk-produknya. Atas pemberian hadiah
tersebut, PT Suhada dipungut PPN senilai Rp 5.000.000 atas faktur pajak yang
diterbitkan oleh PT Sahuda dan PT Sahuda dipotong PPh 23 sebesar 15% yaitu
senilai Rp 7.500.000 dengan menerima Bukti Pemotongan PPh 23. Maka jurnal
yang harus dicatat oleh PT Suhada adalah sebagai berikut :
e. Sewa
Menurut Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c,
“sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta dikenakan
PPh 23 sebesar 2% dari jumlah bruto”
f. Imbalan Jasa
Menurut Undang-Undang PPh Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat (1) huruf c,
“ imbalan jasa yang menjadi objek PPh 23 adalah imbalan sehubungan dengan
jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan dan jasa lain yang
ditetapkan oleh Direkrur Jenderal Pajak selain yang telah dipotong PPh 21
dikenakan PPh sebesar 2% dari penghasilan bruto tidak termasuk PPN”.
Contoh :
Pada tanggal 5 Februari 2017, PT Bubble perusahaan yang bergerak
pada jasa penyelesaian bahan baku menjadi barang jadi yang sesuai dengan
spesifikasi yang diminta oleh pengguna jasa (jasa maklon) menandatangani
kontrak kerja sama maklon dengan PT Gading. Barang jadi yang sesuai
spesifikasi tersebut harus diselesaikan pada tanggal 25 Maret 2017.
Pada tanggal 7 Februari 2017, PT Gading membeli dan memberikan
bahan baku seharga Rp 70.000.000 untuk diselesaikan sebagai barang jadi.
Selama pengerjaannya, PT Bubble telah mengeluarkan biaya penggunaan
tenaga kerja sebesar Rp 7.000.000 dan overhead pabrik senilai Rp 10.000.000.
Pada tanggal 25 Maret 2017, PT Bubble menerima pembayaran fee dari
PT Gading sebesar Rp 25.000.000 dan PT Gading menerima barang jadi sesuai
dengan spesifikasinya senilai Rp 70.000.000. Pada tanggal 30 Maret 2017, PT
Gading menjual barang jadi tersebut senilai Rp 100.000.000 secara tunai. Maka,
jurnal atas jasa maklon yang dicatat oleh PT Bubble adalah sebagai berikut :
Jurnal atas transaksi jasa maklon yang dibuat oleh PT Gading adalah sebagai
berikut :
Contoh :
PT Belgia di Tangerang memperoleh penghasilan neto dalam tahun pajak 2016
dengan perincian sebagai berikut :
1) Di Negara A, memperoleh laba Rp 1.500.000.000 dikenakan pajak dengan
tarif 40% senilai Rp 600.000.000
2) Di negara B, menderita kerugian
3) Di Negara C, memperoleh laba Rp 4.000.000.000, dikenakan pajak dengan
tarif 25% senilai Rp 1.000.000.000
4) Penghasilan usaha di Indonesia sebesar Rp 3.000.000.000
Maka, perhitungan kredit pajak luar negeri adalah sebagai berikut :
a) Penghasilan dari luar negeri :
a. Negara A Rp 1.500.000.000
b. Negara B Rp -
c. Negara C Rp 4.000.000.000
d. Jumlah Penghasilan Luar Negeri Rp 5.500.000.000
b) Penghasilan dalam negeri Rp 3.000.000.000
c) Jumlah Penghasilan netto Rp 8.500.000.000
d) Pajak Penghasilan terutang berdasarkan Pasal 17 :
Rp 8.500.000.000 x 25% = Rp 2.125.000.000
e) Batas maksimum kredit pajak luar negeri yang diperkenankan adalah
sebagai berikut :
(1) Untuk negara A :
Rp1.500.000.000
x Rp2.125.000.000 = Rp375.000.000
Rp8.500.000.000
Rp4.000.000.000
x Rp2.125.000.000 = Rp1.000.000.000
Rp8.500.000.000
Dalam UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 25 ayat (6) dan Kep-537/PJ/2000 diatur
mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung angsuran PPh Pasal
25 adalah sebagai berikut :
a. Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian
Kompensasi kerugian merupakan kompensasi kerugian fiskal berdasarkan SPT
Tahunan, Surat Ketetapan Pajak (SKP), Surat Keputusan Keberatan atau
putusan banding, sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 31A Undang-
Undang PPh. Bagi wajib pajak yang memiliki kompensasi kerugian fiskal, maka
penghitungan PPh 25 adalah sebagai berikut :
Contoh :
- Penghasilan Neto Tahun 2017 Rp 100.000.000
- Kompensasi Kerugian Tahun 2016 Rp 120.000.000
- Sisa kerugian yang masih dapat
Dikompensasikan Tahun 2018 Rp 20.000.000
Maka, PPh Pasal 25 tahun 2018 adalah :
Penghasilan yang menjadi dasar perhitungan :
Rp 100.000.000 – Rp 20.000.000 = Rp 80.000.000
PPh terutang pada tahun 2017 dengan asumsi bahwa peredaran bruto kurang
dari 4,8 miliar adalah 25% x 50% x Rp 80.000.000 = Rp 10.000.000.
Apabila pada tahun 2017, PPh yang telah dipotong dan dipungut adalah Rp
3.000.000, maka besarnya angsuran PPh 25 pada tahun 2018 adalah :
1/12 x (Rp 10.000.000 – Rp 3.000.000) = Rp 1.000.000 (pembulatan)
C. LATIHAN SOAL
1. PT Boni yang berkedudukan di Jl. Mungur Indah, Bogor memiliki NPWP. Selama
bulan November tahun 2017 memiliki transaksi sebagai berikut :
a. Membayar bunga pinjaman kepada Bank BRI sebesar Rp 55.000.000
b. Membayar fee atas jasa konsultasi sebesar Rp 15.000.000 kepada Kantor
Akuntan Publik Joyo, dan rekan
c. Melakukan penagihan kepada Departemen Agama atas penjualan tekstil untuk
pembuatan seragam sebebsar Rp 60.000.000
d. Membayar bunga pinjaman kepada Tuan Rudi Rp 7.000.000
e. Membayar tagihan catering dari perusahaan catering sebesar Rp 500.000
4. PT Harum Manis (PKP) menyediakan 3 buah busa antar jemput untuk karyawannya.
Bus yang digunakan disewa dari PO Himajaya (PKP) dengan membayar sewa @Rp
7.000.000. pembayaran dilakukan setiap bulan setelah PO Himajay mengirimkan
tagihan. Transaksi selama bulan Juni dan Juli terkait pemotongan dan penyetoran
PPh 23 dalam pembukuan PT Harum Manis adalah sebagai berikut :
2 Juni 2017 menerima tagihan sewa bus dari PO Himajaya sebesar Rp 21.000.000
dan telah menerima faktur pajak
15 Juni 2017 melunasi utang atas sewa bus kepada PO Himajaya dan menyerahkan
bukti pemotongan kepada PO Himajaya
10 Juli 2017 menyetorkan PPh 23 atas sewa bus dari PO Himajaya
Buatlah jurnal untuk transaksi yang dilakukan oleh PT Harum Manis dan PO
Himajaya !
5. PT Pino menerima Surat Tagihan Pajak (STP) PPh 25 masa Januari sampai dengan
Juni dengan pokok pajak senilai Rp 55.000.000 dan sanksi administrasi sebesar Rp
5.000.000. buatlah jurnal pembukuan untuk Surat Tagihan Pajak yang diterima oleh
PT Pino !
6. PT Hiba di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2017 sebagai berikut
:
a. Di Jerman memperoleh laba Rp 3.000.000.000, tarif pajak 40%
b. Di Jepang memperoleh laba Rp 1.500.000.000, tarif pajak 25%
c. Di Hongkong menderita kerugian sebesar Rp 200.000.000
d. Penghasilan usaha dalam negeri sebesar Rp 2.500.000.000
Hitunglah besarnya kredit pajak luar negeri yang boleh dikreditkan !
7. Diketahui penghasilan neto pada SPT Tahun 2017 senilai Rp 100.000.000, laba
penjualan aset Rp 50.000.000. Pajak Penghasilan yang dibayar sendiri senilai Rp
7.000.000. Hitunglah angsuran PPh 25 yang harus dibayar pada tahun 2018 !
D. REFERENSI
PERTEMUAN KE-16
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 16 mengenai Pembukuan Atas Transaksi Terkait
Pajak Masukan dan Pajak Keluaran, mahasiswa mampu melakukan pencatatan
dengan benar atas transaksi Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.
B. URAIAN MATERI
Contoh :
b) PT Yunus membayar premi asuransi kepada Xyo Ltd yang berada di Jepang
dengan nilai Rp 10.000.000 pada tanggal 1 Januari 2017. Dengan demikian,
PT Yunus harus memotong PPh 26 sebesar 20% x 50% x Rp 10.000.000 =
Rp 1.000.000 dengan jurnal sebagai berikut :
Utang PPh 26 ini harus disetorkan ke kas negara paling lambat pada tanggal
10 bulan berikut nya dan jurnalnya adalah :
2. Pajak Masukan
Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di
dalam daerah pabean dan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam daerah
pabean, dan/atau melakukan ekspor BKP berwujud, ekspor JKP dan/atau ekspor
BKP tidak berwujud, memiliki kewajiban untuk melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Setelah pengusaha
dikukuhkan sebagai PKP maka kewajiban perpajakan serta merta melekat
padanya seperti kewajiban memungut, menyetor serta melaporkan PPN dan
PPnBM yang terutang. Pajak yang dipungut tersebut dinamakan Pajak Keluaran
dan pada saat PKP melakukan pembelian BKP dari PKP lain, juga melakukan
pembayaran PPN terutang, yang dinamakan Pajak Masukan. Pajak masukan
dapat dikreditkan dengan pajak keluaran pada akhir masa pajak.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa pajak masukan dapat dikreditkan
dengan pajak keluaran pada akhir masa pajak. Pajak masukan yang dapat
dikreditkan adalah jumlah pajak masukan atas penyerahan yang terutang pajak.
Sedangkan pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan adalah sebagai berikut :
a. Perolehan BKP dan JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PK
b. Perolehan BKP dan JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usaha
c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan dan station wagon,
kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan
d. Perolehan BKP tidak berwujud atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean
sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, dan
e. Perolehan BKP atau pemanfaatan JKP yang faktur pajaknya tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai
f. Pemanfaatan BKP atau JKP yang pajak masukannya ditagih melalui Surat
Ketetapan Pajak
g. Perolehan BKP atau JKP yang pajak masukannya tidak dilaporkan dalam SPT
masa PPN, yang diketemukan pada saat dilakukan pemeriksaan
h. Perolehan BKP dan JKP yang penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN
Contoh :
Pada saat dilakukan pemeriksaan, pemeriksa menemukan pajak masukan yang
tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN dengan rincian sebagai berikut :
Atas kasus diatas, pajak masukan yang bisa dikreditkan bukan senilai Rp
12.000.000, melainkan senilai Rp 7.000.000, sesuai dengan yang dilaporkan di
SPT Masa.
Dengan demikian, perhitungan hasil pemeriksaan adalah sebagai berikut :
Pajak Keluaran Rp 17.000.000
Pajak Masukan Rp 7.000.000
Kurang Bayar menurut hasil pemeriksaan Rp 10.000.000
Kurang bayar menurut SPT Rp 1.500.000
Kurang Bayar Rp 8.500.000
Pengkreditan pajak masukan juga harus dilakukan pada masa pajak yang sama.
Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan pajak
keluaran pada masa pajak yang sama, maka masih dapat dikreditkan pada masa
pajak berikutnya paling lama 3 bulan setelah berakhirnya masa pajak yang
bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan
pemeriksaan. Dalam hal jangka waktu 3 bulan tersebut telah lewat, maka
pengkreditan pajak masukan masih dapat dilakukan melalui pembetulan SPT
Masa PPN yang bersangkutan. Tetapi hal tersebut dikecualikan apabila pada saat
dilakukan pemeriksaan diketahui adanya perolehan BKP dan/atau JKP yang telah
dibukukan dan dicatat dalam pembukuan PKP, namun faktur pajak atas perolehan
tersebut belum diterima sehingga pajak masukan belum dapat dikreditkan dan
belum dilaporkan dalam SPT Masa PPN, maka pajak masukan tersebut masih
dapat dikreditkan pada masa diterimanya faktur pajak tersebut.
3. Pajak Keluaran
Contoh pencatatan pajak keluaran :
PT Vulkano pada tanggal 25 Juni 2017 menyerahkan BKP sebesar Rp 12.000.000
secara tunai dimana BKP tersebut sebelumnya dibeli pada Tanggal 1 Juni 2017
senilai Rp 10.000.000. Sistem pencatatan persediannya menggunakan sistem
periodik. Maka pembukuan yang dilakukan oleh PT Vulkano adalah sebagai
berikut :
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai harus dilakukan paling lama akhir bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum SPT Masa PPN dilaporkan
C. LATIHAN SOAL
PT Sukur Untung (Pengusaha Kena Pajak) merupakan perusahaan dagang. Transaksi
yang dilakukan selama Bulan Agustus 2017 adalah sebagai berikut :
3 Agt menjual persediaan barang dagangan (BKP) secara kredit kepada CV ABC
seharga Rp 250.000.000,-. Harga Pokok Persediaan barang tersebut adalah Rp
180.000.000,-
5 Agt membeli persediaan barang dagang (BKP) secara kredit dari PT Anugerah (PKP)
seharga Rp 80.000.000,-
7 Agt menerima retur atas penjualan barang dagangan kepada CV ABC sebesar Rp
100.000.000,-
8 Agt membayar utang dagang kepada PT Anugerah atas pembelian tanggal 5 Agt dan
mendapatkan cash discount 5%
9 Agt membayar honor konsultan pajak sebesar Rp 70.000.000,- kepada Firma Prima
Tax (PKP)
10 Agt menerima pembayaran dari CV ABC atas penjualan persediaan tanggal 3 Agt
11 Agt menyewa 3 unit mobil dari PT Carent (PKP) untuk 7 hari dengan sewa Rp
21.000.000,- dibayar tunai
17 Agt menjual barang dagangan (BKP) kepada Pemda Kota Bukit Tinggi dan
menyampaikan tagihan serta faktur pajak. Harga penjualan Rp 90.000.000,- dan
diberikan rabat 5%. Harga Pokok Persediaan barang tersebut adalah Rp
60.000.000,-
20 Agt menerima pembayaran dari Bendahara Pemda Kota Bukit Tinggi
25 Agt membayar royalty sebesar $10.000 kepada nine star, Ltd sebuah perusahaan
yang bertempat kedudukan di Negara X atas pemakaian merk dagang. Kurs
Tengah BI $1 = Rp 11.200 dan Kurs Menteri Keuangan $1=Rp 11.000,-
28 Agt menjual secara tunai truk bekas seharga Rp 100.000.000,-. Truk tersebut
diperoleh pada tanggal 5 Mei 2011 dengan harga perolehan Rp 150.000.000,-
dan nilai buku pada saat dijual adalah Rp 30.000.000,-. Pajak masukan atas
pembelian tersebut sudah dikreditkan pada Mei 2011
10 Sept menyetor utang PPN atas pemanfaat barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, Utang PPh Pasal 23, dan utang PPh Pasal 26 ke kas Negara
25 Sept menyetor PPN Kurang bayar berdasarkan SPT Masa PPN bulan Agustus ke Kas
Negara
Diminta :
Buatlah pencatatan atas transaksi tersebut !
D. REFERENSI
PERTEMUAN KE-17
REKONSILIASI FISKAL
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 17 mengenai Rekonsiliasi Fiskal, mahasiswa
diharapkan mampu mengklasifikasikan transaksi-transaksi ekonomi yang diakui dan
tidak diakui menurut Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan sehingga mampu
menyusun Laporan Keuangan Fiskal secara benar.
B. URAIAN MATERI
1. Rekonsiliasi Fiskal
Laporan Laba/Rugi yang diperoleh dari laporan keuangan komersial
disusun berdasarkan SAK-ETAP. Sedangkan hal tersebut tidak dapat dijadikan
dasar untuk perhitungan pajak terutang, perhitungan pajak terutang dilakukan atas
dasar perhitungan menurut peraturan perpajakan. Atas dasar perbedaan dasar
tersebut, maka untuk menyusun laporan keuangan fiskal harus terlebih dulu
melakukan rekonsiliasi fiskal.
Rekonsiliasi fiskal merupakan proses penyesuaian antara laba akuntansi
yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto atau
laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan. Dengan melakukan rekonsiliasi
fiskal, wajib pajak hanya perlu membuat satu pembukuan yang didasari oleh SAK-
ETAP tetapi disesuaikan dengan peraturan perpajakan. Rekonsiliasi fiskal akan
menimbulkan hal-hal berikut ini :
a. Beda Tetap / Beda Permanen
Beda permanen timbul karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan
beban menurut akuntansi dan perpajakan, yaitu karena adanya penghasilan dan
beban yang menurut akuntansi diakui, namun menurut ketentuan perpajakan
tidak diakui. Beda tetap akan mengakibatkan laba atau rugi menurut pajak yang
berbeda secara tetap dengan laporan laba rugi menurut fiskal. Beda tetap
biasanya terjadi karena peraturan perpajakan mengharuskan hal-hal berikut ini
dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak :
• Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, berdasarkan Pasal 4 ayat (3)
UU PPh
• Penghasilan yang dikenakan PPh bersifat final, berdasarkan Pasal 4 ayat (2)
• Penyusutan komersial lebih kecil dari penyusutan fiskal
• Amortisasi komersial lebih kecil dari amortisasi fiskal
• Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
• Penyesuaian fiskal lainnya
Tabel berikut ini menyajikan hal-hal yang perlu dilakukan dalam koreksi fiskal :
Tabel 17.1
Koreksi Fiskal
Koreksi Fiskal
No Uraian Komersial Fiskal
Positif Negatif
A. Penjualan Neto √ - - √
1. Persediaan Awal √ - - √
2. Pembelian Neto √ - - √
4. Persediaan Akhir √ - - √
Jumlah B √ - - √
D. Beban Usaha : - - - -
1. Gaji/Upah √ - - √
2. Tunjangan PPh 21 √ - - √
8. Uang Lembur √ - - √
9. Pengobatan :
-
a. Cuma-Cuma √ √ -
-
b. Penggantian √ - √
-
c. Tunjangan √ - √
22. Sumbangan √ √ - -
2. Bunga deposito √ - √ -
3. Sewa bangunan √ - √ -
3. Tarif Pajak
Sistem penerapan tarif Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 17 UU PPh Nomor
36 Tahun 2008 adalah sebagai berikut :
a. Tarif PPh untuk Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri :
- Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
- Diatas Rp 50.000.000 – Rp 250.000.000 15%
- Diatas Rp 250.000.000 – Rp 500.000.000 25%
- Diatas Rp 500.000.000 30%
b. Tarif Pajak Penghasilan untuk wajib pajak Badan dalam ngeri dan BUT adalah
sebesar 25% sejak tahun pajak 2010.
c. Tarif PPh Pasal 31E untuk wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran
bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000 mendapatkan pengurangan tarif 50%
dari tarif 25% yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian bruto
sampai dengan Rp 4.800.000.000, dimana peredaran bruto yang dimaksud
merupakan penghasilan yang diterima/diperoleh dari kegiatan usahan sebelum
dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang meliputi
penghasilan yang dikenakan PPh final, penghasilan yang dikenakan PPh tidak
bersifat final dan penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak
d. Tarif PPh untuk wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk PT Tbk yang
paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan
pada bursa efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat
memperoleh pengurangan tarif 5% lebih rendah.
4. Kompensasi Kerugian
Kerugian fiskal yang diderita oleh wajib pajak pada suatu tahun pajak dapat
dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut
sampai dengan 5 tahun.
Contoh :
a. Predaran bruto PT Sangkuriang dalam tahun pajak 2017 adalah sebesar Rp
4.500.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak Rp 450.000.000. Perusahaan
memperoleh fasilitas pasal 31E secara penuh maka jumlah PPh terutang adalah
(50% x 25%) x Rp 450.000.000 = Rp 56.250.000
b. Peredaran bruto PT Sangkurian dalam tahun pajak 2017 senilai Rp
25.000.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak Rp 5.000.000.000. Maka,
perusahaan hanya memperoleh fasilitas pasal 31E sebagian saja untuk
penghasilan bruto sampai dengan 4,8 miliar, maka jumlah PPh terutang adalah
sebesar total PPh yang mendapat fasilitas dan PPh yang tidak mendapat
fasilitas, berikut perhitungannya :
Sementara itu, apabila dalam suatu tahun pajak, kredit pajak menunjukkan
angka lebih besar daripada PPh terutang, maka terjadi lebih bayar sebesar
selisihnya dan dicatat sebagai berikut :
Contoh :
PT Budi memiliki penghasilan neto fiskal tahun 2017 sebesar Rp 300.000.000. Pada
tahun 2016, PT Budi menderita kerugian sebesar Rp 100.000.000. Pajak yang dapat
dikreditkan adalah PPh 22 sebesar Rp 5.000.000, PPh 23 Rp 4.000.000, dan PPh
24 Rp 3.000.000. Selama tahun 2017, PT Budi membayar angsuran PPh Pasal 25
sebesar Rp 8.000.000.
Diminta :
a. Hitunglah besarnya PPh Terutang
b. Berapa besarnya total pajak yang dapat diperhitungkan PT Budi sebagai kredit
pajak
c. Hitunglah PPh kurang (lebih) bayar
d. Buatlah jurnal yang dibuat PT Budi !
Penyelesaian :
1) Penghasilan Neto Fiskal Rp 300.000.000
-/- Kompensasi Kerugian Rp 100.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 200.000.000
PPh terutang : (50% x 25%) x Rp 200.000.000 = Rp 25.000.000
2) Kredit pajak PT Budi :
PPh 22 + PPh 23 + PPh 24 + PPh 25
Rp 5.000.000 + Rp 4.000.000 + Rp 3.000.000 + Rp 8.000.000 = Rp 20.000.000
PT Arkeikum
Laporan Laba Rugi
Untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2018
Biaya Usaha :
- Gaji dan Bonus Pegawai Tetap Rp 1.864.000.000
- Tunjangan Pajak Penghasilan Rp 92.740.000
- Pemberian sembako Rp 364.835.000
- Pendidikan karyawan Rp 986.320.000
- Promosi dan Iklan Rp 3.876.500.000
- Jamuan Makan Rp 284.250.000
- Telepon, air dan listrik Rp 734.250.000
- Penyusutan Rp 62.500.000
- Bahan bakar dan tol Rp 54.320.000
- Biaya denda administrasi Rp 35.500.000
- Biaya seragam karyawan Rp 15.000.000
Keterangan tambahan :
Diminta :
1. Susunlah rekonsiliasi Fiskal sebagai persiapan menyusun Laporan Laba Rugi
Fiskal
2. Tentukan Dasar Pengenaan Pajak dan Pajak Terutang PPh Badan PT
Arkeikum Tahun 2018
Penyelesaian :
Penghitungan Penyusutan Secara Fiskal :
Penghitungan Penyusutan Secara Fiskal
Jenis Aktiva Bulan Perolehan Harga Perolehan Kelompok Masa Manfaat Tarif Penyusutan Pengakuan
Telepon Genggam Jan-17 25.000.000 1 4 25% 6.250.000 3.125.000
Smartphone Jan-17 150.000.000 1 4 25% 37.500.000 18.750.000
Komputer Jan-17 100.000.000 1 4 25% 25.000.000 25.000.000
68.750.000 46.875.000
PT ARKEIKUM
Rekonsiliasi Fiskal Perhitungan Laba Rugi Tahun Pajak 2017
Rekonsiliasi Fiskal
Keterangan Laba Rugi Akuntansi Laba Rugi Fiskal
Positif Negatif
Penjualan Bruto 54.350.000.000 - - 54.350.000.000
Return Penjualan 1.875.000.000 - - 1.875.000.000
Potongan Penjualan 576.500.000 - - 576.500.000
Penjualan Netto 51.898.500.000 - - 51.898.500.000
Harga Pokok Penjualan :
Persediaan, 1 Januari 2018 15.432.500.000 - - 15.432.500.000
Pembelian Barang Dagang 56.984.500.000 - - 56.984.500.000
Persediaan, 31 Des 2018 36.857.500.000 - - 36.857.500.000
Harga Pokok Penjualan 35.559.500.000 - - 35.559.500.000
Laba Bruto 16.339.000.000 - - 16.339.000.000
Biaya Usaha :
Gaji dan Bonus Pegawai Tetap 1.864.000.000 - - 1.864.000.000
Tunjangan Pajak Penghasilan 92.740.000 - - 92.740.000
Pemberian sembako 364.835.000 364.835.000 - -
Pendidikan karyawan 986.320.000 - - 986.320.000
Promosi dan Iklan 3.876.500.000 3.876.500.000 - -
Jamuan Makan 284.250.000 104.250.000 - 180.000.000
Telepon, air dan listrik 734.250.000 50.000.000 - 684.250.000
Penyusutan 62.500.000 15.625.000 - 46.875.000
Bahan bakar dan tol 54.320.000 54.320.000 - -
Biaya denda administrasi 35.500.000 35.500.000 - -
Biaya seragam karyawan 15.000.000 15.000.000 - -
Total Biaya Usaha 8.370.215.000 4.516.030.000 - 3.854.185.000
Pendapatan Diluar Usaha :
Bunga deposito dan giro 20.000.000 - 20.000.000 -
Pendapatan sewa 100.000.000 - 100.000.000 -
Pendapatan bunga 25.000.000 - - 25.000.000
Total Pendapatan Diluar Usaha 145.000.000 - 120.000.000 25.000.000
Laba Sebelum Pajak 8.113.785.000 4.516.030.000 120.000.000 12.509.815.000
C. LATIHAN SOAL
1. PT Ogah Rugi merupakan wajib pajak badan yang bergerak dalam bisnis
perdagangan barang yang berdomisili di Jawa Timur. PT Ogah Rugi menjadi
importer dan telah memiliki Angka Pengenal Impor (API). Data laporan tahun 2016
adalah sebagai berikut :
Penjualan Rp 1.000.000.000,-
Persediaan Awal Rp 400.000.000,-
Pembelian Rp 1.000.000.000,-
Persediaan Akhir Rp 950.000.000,-
Beban Operasional :
Gaji (termasuk permberian sembako kepada karyawan
Senilai Rp 5.000.000,-) Rp 45.000.000,-
PPh 21 Ditanggung Perusahaan Rp 7.500.000,-
Beban Perjalanan Dinas Rp 22.000.000,-
Beban Pemasaran Rp 9.000.000,-
Sewa gedung kantor Rp 10.000.000,-
Beban Reparasi dan Pemeliharaan Rp 3.000.000,-
Beban Jamuan Tamu dengan Daftar Nominatif Rp 10.000.000,-
Beban Listrik danTelepon (termasuk didalamnya beban
Listrik dan telepon direksi Rp 5.000.000,-) Rp 24.000.000,-
Beban Jasa Teknik Rp 10.000.000,-
Cadangan penghapusan piutang Rp 5.000.000,-
Penyusutan Aset Tetap Rp 31.875.000,-
Sumbangan untuk karyawati menikah Rp 1.000.000,-
Bantuan untuk Gerakan Nasional OrangTua Asuh Rp 4.000.000,-
Pajak Kendaraan Bermotor Rp 1.500.000,-
Pendapatan Lain-Lain :
Dividen dari PT Sinar (% kepemilikian 25%) Rp 15.000.000,-
Sewa gedung kepada PT Berlian (setelah dipotong PPh) Rp 27.000.000,-
Bunga Deposito (sebelum PPh) Rp 10.000.000,-
Laba Neto usaha di Brunei (Tarif Pajak 20%) Rp 100.000.000,-
Beban Lain-Lain :
Kerugian Cabang Bali Rp 6.000.000,-
Keterangan Tambahan :
Jenis Aset Tetap :
a. Bangunan dibeli pada 9 Februari 2010 Rp 400.000.000,-
b. Komputer dibeli pada 2 Januari 2011 Rp 25.000.000,-
c. Kendaraan dinas direksi dibeli 10 April 2009 Rp 60.000.000,-
Perhatikan hal berikut ini :
1) Penyusutan fiskal menggunakan metode garis lurus baik secara komersil
maupun fiskal
2) Persediaan akhir dinilai menggunakan metode LIFO, sedangkan apabila dinilai
dengan metode Average sebesar Rp 800.000.000,-
3) Membayar PPh Pasal 22 sebesar Rp 6.500.000,-
4) Membayar PPh Pasal 23 sebesar Rp 200.000,-
5) Membayar PPh Pasal 25 selama 12 bulan untuk setiap masa pajak Rp
3.500.000,- selama tahun 2016
D. REFERENSI
PERTEMUAN KE-18
A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan 18 mengenai Aktiva Pajak Tangguhan dan
Kewajiban Pajak Tangguhan, mahasiswa mampu menentukan aktiva pajak tangguhan
dan kewajiban pajak tangguhan melalu rekonsiliasi fiskal
B. URAIAN MATERI
Setiap entitas diharuskan membayar pajak kepada negara sesuai dengan UU
Pajak Penghasilan. Penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh perusahaan
dikenakan pajak setelah dikurangi biaya yang d zinkan. Penghasilan tersebut akan
dikenakan pajak sesuai dengan tarif yang berlaku. Ketentuan undang-undang PPh dan
PSAK tentang pengakuan pendapatan dan pengeluaran tidak sama karena tujuan yang
berbeda. Pajak menganut konsep matching principle. Dengan kata lain, jika Anda
menerima penghasilan dalam periode tertentu, Anda harus menghitung efek pajaknya
pada periode tersebut. Perbedaan antara pajak dan akuntansi dapat dibagi menjadi
perbedaan permanen dan perbedaan temporer.
Setiap akhir pelaporan entitas melakukan rekonsiliasi fiskal atau koreksi fiskal
atas laba sebelum pajak untuk menghitung jumlah penghasilan kena pajak. Oleh
karena itu, penerapan PSAK No.46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan diharapkan
dapat menjadi penghubung antara peraturan perpajakan dengan ketentuan akuntansi.
PSAK No. 46 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan pajak
penghasilan entitas. Beban pajak dalam laporan keuangan adalah jumlah dari beban
pajak kini dan manfaat pajak tangguhan. Praktik dalam PSAK No 46, beban pajak
penghasilan dalam laporan laba rugi adalah beban pajak kini tanpa memperhitungkan
pajak tangguhan. Beban (manfaat) pajak tangguhan adalah efek dari perbedaan
temporer yang menyebabkan jumlah pajak atau pajak penghasilan terhutang pada
periode mendatang.Perbedaan temporer ini akan menimbulkan jumlah pajak terutang
pada periode mendatang atau jumlah pajak terpulihkan di masa mendatang. Liabilitas
pajak tangguhan diakui karena pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih besar
daripada pengakuan pendapatan menurut pajak. Sebaliknya, jika pengakuan
pendapatan akuntansi lebih kecil dari pendapatan menurut pajak, maka perusahaan
akan membayar pajak lebih dulu atas pendapatan dan diakui sebagai aset pajak
tangguhan. Aset pajak tangguhan juga dapat timbul karena akumulasi kerugian pajak
belum dikompensasi. Dalam PSAK No. 46 entitas tidak hanya harus memenuhi
kewajiban perpajakan, tetapi juga harus menyajikan dan mengungkapkan informasi
tersebut dalam laporan keuangannya. Ini akan membantu pengguna laporan keuangan
agar tidak salah ketika membaca laporan keuangan. Kesalahan dapat ditaksir terlalu
tinggi atau terlalu rendah terkait dengan apa yang ditampilkan dalam laporan keuangan
perusahaan. Perusahaan mungkin membayar pajak lebih kecil saat ini, tetapi pada
kenyataannya mereka mungkin memiliki lebih banyak utang pajak di masa depan. Atau,
sebaliknya, perusahaan sekarang dapat membayar pajak lebih banyak, tetapi dalam
kenyataannya mungkin memiliki potensi utang pajak lebih sedikit di masa depan.
Pertanyaan :
1. Berapakah Penghasilan KenaPajak untuk Tahun 2015 ?
2. Berapakah PPh Kurang/Lebih bayarnya ?
3. Tentukan apakah asset atau kewajiban pajak tangguhan yang timbul !
4. Buatlah jurnal dan penyajiannya !
Pembahasan :
1. Perhitungan Penghasilan Kena Pajak
Laba sebelum pajak (Komersial) Rp 1.200.000.000
KoreksiBedaTetap :
(-) Pendapatan Bunga Deposito (Rp 40.000.000)
(-) Pendapatan sewa bangunan (Rp 60.000.000)
(-) Pendapatan Jasa Giro (Rp 50.000.000)
(+) Beban Jamuan Rp 30.000.000
(+) Beban Bunga Pajak Rp 20.000.000
(+) Beban Fasilitas Berupa Natura Rp 50.000.000
(+) Beban PPh Rp 15.000.000
Total Koreksi Beda Tetap (Rp 35.000.000)
Koreksi Beda Waktu :
(-) Penyusutan Komersial < Fiskal (Rp 60.000.000)
(-) Amortisas Komersial > Fiskal Rp 30.000.000
Total Koreksi Beda Waktu (Rp 30.000.000)
Penghasilan Kena Pajak Rp 1.135.000.000
5. Jurnal Pencatatan :
Beban Pajak Kini Rp 283.750.000
Beban Pajak Tangguhan Rp 7.500.000
Kewajiban Pajak Tangguhan Rp 7.500.000
PPh Pasal 22 Rp 20.000.000
PPh Pasal 23 Rp 10.000.000
PPh Pasal 24 Rp 15.000.000
PPh Pasal 25 Rp 45.000.000
PPh Pasal 29 Rp 193.750.000
C. LATIHAN SOAL
1. Laba sebelum pajak PT ABC tahun 2016 adalah sebesar Rp 850.000.000, koreksi
fiskal atas laba tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pendapatan bunga deposito Rp 50.000.000
b. Beban jamuan tanpa daftar nominatif Rp 30.000.000
c. Penyusutan fiskal menunjukkan selisih Rp 10.000.000 daripada penyusutan
komersial
d. Angsuran PPh Pasal 25 Rp 15.000.000 setiap bulannya
Diminta :
a. Tentukanlah penghasilan kena pajak Tuan ABC !
b. Tentukan Beban pajak kini Tuan ABC !
c. Tentukan asset atau kewajiban pajak tangguhannya !
d. Buatlah jurnal dan penyajiannya !
2. PT Lohaya memperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp 2.500.000.000 pada tahun
2017. Koreksi fiskal atas laba tersebut adalah :
a. Pendapatan bunga deposito Rp 30.000.000
b. Beban jamuan tanpa daftar nominatif Rp 20.000.000
c. Pendapatan sewa bangunan Rp 40.000.000
d. Beban bunga pajak Rp 10.000.000
e. Beban pemberian kenikmatan dalam bentuk natura Rp 5.000.000
f. Pendapatan jasa giro Rp 55.000.000
g. Beban PPh Rp 2.500.000
h. Penyusutan komersial Rp 40.000.000 (lebih rendah dari penyusutan fiskal)
Kredit pajak yang sudah dibayar selama tahun 2017 :
a. PPh Pasal 22 Rp 3.000.000
b. PPh Pasal 23 Rp 6.000.000
c. PPh Pasal 24 Rp 10.000.000
d. PPh Pasal 25 Rp 40.000.000
Pertanyaan :
- Hitunglah Penghasilan Kena Pajak Tahun 2017
- Hitunglah PPh Kurang (Lebih) bayarnya
- Tentukan aset atau kewajiban pajak tangguhan yang timbul
RANGKUMAN
Semenjak tahun 1983, Indonesia mulai memberlakukan pajak dengan system self
assessment dimana kepercayaan untuk menghitung serta melaporkan pajak terutang
berada ditangan wajib pajak.Sebelum tahun 1983, perpajakan di Indonesia masih
menggunakan warisan system pajak Belanda, dimana administrasi lebih dominan
dibandingkan perhitungan akuntansi.
Akuntansi Perpajakan merupakan sebuah aktivitas membandingkan laba menurut
Akuntansi dengan laba menurut tujuan fiscal yang terdapat didalam laporan keuangan
melalui rekonsiliasi fiskal. Pada dasarnya, baik akuntansi keuangan maupun akuntansi
perpajakan memiliki pola yang sama dalam menyusunnya, yang membedakan hanya
tujuan pemakaiannya saja. Akuntansi Perpajakan disusun dengan menyesuaikan
terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan sehingga dapat digunakan sebagai
acuan dalam melaporkan pajak terutang. Karena akuntansi perpajakan digunakan untuk
mengetahui besarnya pajak terutang, maka perhitungan akuntansi harus dilakukan secara
teliti dan benar. Artinya tidak boleh ada kesalahan dalam perhitungan serta kekeliruan
dalam mengakui pendapatan dan beban dimana tidak semua pendapatan dan beban
boleh dicatat menurut peraturan perundang-undangan perpajakan sedangkan menurut
prinsip akuntansi, seluruh pendapatan dan beban boleh dicatat. Hal tersebut merupakan
salah satu penyebab terjadinya perbedaan dalam penyusunan laporan keuangan secara
komersial dan secara fiskal. Oleh karena itu dibutuhkan rekonsiliasi guna mendapatkan
laba kena pajak yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pajak, Undang Undang No 16 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga
atas Undang Undang No 6 tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan
Direktorat Jenderal Pajak, Undang Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan
Direktorat Jenderal Pajak, Undang Undang No 42 Tahun 2009 tentang Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Ilyas B.Wiryawan, Diaz. 2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana
Media
Yusuf Al Haryono. 2014. Dasar – dasar Akuntansi Jilid 2. Yogyakarta: Penerbit STIE
YKPN.
Samryn.2011. Pengantar Akuntansi. EdisFRS. Buku 1. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo
Perkasa
Hery.2014. Akuntansi Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. GramediaWidiasarana Indonesia
Eddy Supriyanto. 2011. Akuntansi Perpajakan. Yogyakarta: Graha Ilmu Indonesia
Purwanto. 2014. Akuntansi Perpajakan, Jakarta : Pusdiklat Pajak
www.punditax.com
GLOSARIUM
1. Transaksi : Sebuah Peristiwa dimana dapat diukur dengan satuan moneter dimana
dapat mempengaruhi posisi keuangan. Peristiwa ini dapat terjadi akibat dengan
ekstern dan intern.
3. Jurnal : Input data dari sebuah dokumen yang berisikan kaidah akuntansi (debet,
kredit dan nominal).
5. Buku Besar : Pencatatan masing – masing akun dalam Keuangan berdasarkan urutan
tanggal (contoh akun : Kas, Bank, Piutang, dll)
6. Neraca Saldo : Kumpulan dari saldo – saldo yang ada dari setiap akun di buku besar.
7. Adjustment : Jurnal yang dilakukan akhir periode dilakukan untuk mencatat kondisi
yang sebenarnya sehingga pendapatan dan biaya dapat dikethui sebelum Laporan
Keuangan di buat.
10. Laporan Laba Rugi : Laporan hasil Usaha yang menggambarkan Pendapatan
dikurangkan dengan biaya, dimana menunjukan hasil usaha Perusahaan dalam
periode waktu tertentu.
11. Laporan Arus Kas : Laporan yang menunjukan saldo kas akhir Perusahaan yang
dirinci dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan akitivitas pendanaan
12. Biaya : semua pengorbanan yang perlu dilakukan untuk suatu proses produksi, yang
dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku baik yang sudah
terjadi maupun yang akan terjadi.
13. Biaya tetap : sebagai pengeluaran yang tidak berubah sebagai fungsi dari aktivitas
suatu bisnis dalam periode yang sama.
14. Biaya Variabel : jumlah marjinal terhadap semua unit yang diproduks
15. Revaluasi : meningkatnya nilai mata uang dalam negeri terhadap uang luar negeri.
16. Revaluasi aset tetap : penilaian kembali aset tetap perusahaan, yang diakibatkan
adanya kenaikan nilai aset tetap tersebut di pasaran atau karena rendahnya nilai aset
tetap dalam laporan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh devaluasi atau
sebab lain, sehingga nilai aset tetap dalam laporan keuangan tidak lagi mencerminkan
nilai yang wajar.
17. Rekonsiliasi fiskal : proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan
ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan
ketentuan pajak.
20. Aset pajak tangguhan : jumlah pajak penghasilan terpulihkan pada periode
mendatang sebagai akibat adanya: perbedaan temporer yang boleh dikurangkan. Sisa
kerugian yang belum dikompensasikan.
Akuntansi Perpajakan 1
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 2
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 3
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 4
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Referensi :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 tahun 2009
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008
3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Pajak sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
4. Waluyo. 2008. Akuntansi Pajak. Jakarta: Salemba Empat
Akuntansi Perpajakan 5
Akuntansi Perpajakan Akuntansi S-1
Akuntansi Perpajakan 1