Anda di halaman 1dari 16

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF AUSUBEL DAN BRUNNER

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Kognitif

Dosen Pengampu:

Rizky Drupadi, M.Pd.

Ulwan Syafrudin, M.Pd.

Disusun oleh:

Mulyati 1913054024

Nia Prastika 1953054038

Priska Sinaga 1913054026

Sarima Simamora 1913054042

Selvia Rosa Lita 1913054020

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Teori Perkembangan Kognitif Ausbel dan
Brunner" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengembangan Kognitif. Selain itu,
makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata mudah-mudahan
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandar Lampung, 3 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................... 2

BAB I .............................................................................................................................................. 4

PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 5

1.3 Manfaat Penulisan ................................................................................................................. 5

BAB II ............................................................................................................................................ 6

PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 6

2.1 Perkembangan Kognitif Menurut Ausubel ........................................................................... 5

2.2 Teori Perkembangan Kognitif Menurut Jrome Brunner ..................................................... 10

BAB III......................................................................................................................................... 15

PENUTUP.................................................................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................... 15

3.2 Saran .................................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 16


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) memiliki fungsi utama mengembangkan semua aspek
perkembangan anak secara maksimal dan menyeluruh. Aspek perkembangan anak meliputi
perkembangan moral dan nilai nilai agama, sosial emosional, kognitif, bahasa, fisik–
motorik, kemandirian dan seni. Aspek–aspek perkembangan tersebut tidak berkembang
secara sendiri-sendiri, tetapi saling terintegrasi dan terjalin satu sama lain.

Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang penting untuk dikembangkan dari
berbagai aspek perkembangan di atas. Gunarsa (Rosmala Dewi, 2005: 11) mengemukakan
bahwa kognitif adalah fungsi mental yang meliputi persepsi, pikiran, simbol, penalaran,
dan pemecahan masalah. Kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan
semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari,
memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkenalkan, memulai dan memikirkan
lingkungannya.

Perkembangan kognitif meliputi kemampuan berpikir anak dalam mengolah perolehan


belajar, menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah, mengembangkan kemampuan
logika matematika dan pengetahuan tentang ruang dan waktu, serta mempunyai
kemampuan mengelompokkan dan mempersiapkan pengembangan kemampuan berfikir
teliti.

Perkembangan kognitif anak usia dini meliputi bagaimana anak mampu mencari tahu,
berpikir, dan mengeksplorasi sesuatu. Penting membentuk perkembangan kognitif anak
sejak ia lahir. Perkembangan kemampuan kognitif adalah bagaimana anak mampu mencari
tahu, berpikir, dan mengeksplorasi sesuatu.Perkembangan kognitif anak melibatkan proses
belajar yang progresif seperti perhatian, memori/ingatan, dan logika berpikir.

Perkembangan keterampilan tersebut penting agar anak bisa memproses informasi, belajar
mengevaluasi, menganalisis, mengingat, membandingkan dan memahami hubungan sebab
akibat.Perkembangan kognitif mengacu pada tahapan kemampuan seorang anak dalam
memperoleh makna dan pengetahuan dari pengalaman serta informasi yang ia dapatkan.
Perkembangan kognitif meliputi proses mengingat, pemecahan masalah, dan juga
pengambilan keputusan

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan kognitif menurut Ausbel?


2. Bagaimana perkembangan kognitif menurut Brunner?

1.3 Manfaat Penulisan

1. Memahami teori perkembangan kognitif menurut Ausbel


2. Memahami teori perkembangan kognitif menurut Brunner
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teori Perkembangan Kognitif Menurut Asurable

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Ausebel memberi penekanan pada
belajar bermakna. pembelajaran bermakna yang dimaksud bahwa bahan pelajaran yang
digunakan harus cocok dengan kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif
yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang
sudah dimiliki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap oleh siswa.
Dengan demikian faktor intelektual, emosional sosial tersebut terlibat dalam kegiatan
pembelajaran.
David Asurable membedakan antara belajar menemukan dengan belajar menerima. pada
belajar menemukan, konsep dicari/ditemukan oleh siswa. Sedangkan pada belajar menerima
siswa hanya menerima konsep atau materi dari guru, dengan demikian siswa tinggal
menghafalkannya.
David Asurable menentang pendapat yang menyatakan bahwa metode penemuan dianggap
sebagai suatu metode mengajar yang baik karena bermakna, dan sebaliknya metode ceramah
adalah metode yang kurang baik karena merupakan belajar menerima. Menurutnya baik
metode penemuan maupun metode ceramah bisa menjadi belajar menerima atau belajar
bermakna, tergantung dari situasinya.
Menurut David ausubel dalam Sutomo (2015) , ada dua jenis belajar yaitu:
1. Belajar Bermakna

Belajar Bermakna (Meaningfull Learning), belajar dikatakan bermakna bila informasi yang
akan dipelajari peserta didik disusun sesuai dengan struktur kognitif yang dimiliki peserta
didik itu sehingga peserta didik itu dapat mengaitkan informasi barunya dengan struktur
kognitif yang dimilikinya. Ada tiga kebaikan dari belajar bermakna, Yaitu:

1) Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat,


2) Informasi yang tersubsumsi (adanya konsep baru) berakibatkan peningkatan
deferensiasi dari subsume subsume, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi
belajar yang mirip,
3) Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi akan mempermudah belajar hal-hal yang
mirip walaupun telah terjadi lupa.

Prasyarat belajar bermakna sebagai berikut:

1) materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial,


2) siswa yang akan belajar harus bertujuan melaksanakan belajar bermakna, tujuan siswa
merupakan factor utama dalam belajar bermakna.

Menerapkan Teori Ausubel dalam Mengajar agar terjadi belajar bermakna, konsep baru atau
informasi baru harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitif
siswa.

Konsep atau prinsip yang perlu diperhatikan dalam belajar bermakna:

1. Pengaturan awal mengarahkan para siswa ke materi yang akan mereka pelajari dan
menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat
dipergunakan dalam membantu menanamkan pengetahuan baru. Diferensiasi Progresif
Proses penyusunan konsep dengan cara mengajarkan konsep yang paling inklusif, kemudian
konsep kurang inklusif, dan terakhir adalah hal hal yang paling khusus
2. Belajar Superordinat terjadi bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya.
3. Penyesuaian Integratif , Untuk mencapai penyesuaian integrative, materi pelajaran
hendaknya disusun demikian rupa sehingga kita menggerakkan hierarki konseptual keatas
dan ke bawah selama informasi disajikan.
2. Belajar Hafalan
Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep konsep relevan, informasi baru
dipelajari secara hafalan. Faktor faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut
Ausubel ialah struktur kognitif yang ada, stabilitas, dan kejelasan pengetahuan dalam suatu
bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu. Sifat sifat struktur kognitif menentukan
validitas dan kejelasan arti arti yang timbul saat informasi baru masuk ke dalam struktur
kognitif, demikian pula proses interaksi yang terjadi.

Adapun kekurangan Teori belajar Ausubel yaitu :

1. Informasi yang dipelajari secara hafalan tidak lama diingat.


2. Jika peserta didik berkeinginan untuk mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal yang
satu dengan hal yang lain yang sudah diketahuinya maka baik proses maupun hasil
pembelajarannya dapat dinyatakan sebagai hafalan dan tidak akan bermakna sama sekali
baginya.
Menurur Ausubel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui
penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat
mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Meliputi fakta, konsep, dan
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Dan harus memperhatikan prinsip
prinsip berikut; pengatur awal, diferensiasi progresif, belajar superordinate, dan penyesuaian
integrative.

Teori Perkembangan Kognitif, dikembangkan oleh Ausebel, Proses belajar terjadi jika siswa
mampu mengasimilasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru

Proses belajar terjadi melaui tahap-tahap:

1. Memperhatikan stimulus yang diberikan


2. Memahami makna stimulus menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah
dipahami.

Menurut Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya didefinisikan dan
kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa (advanced organizer), dengan
demikian akan mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced organizer
adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh isi pelajaran yang akan
dipelajari oleh siswa. Advanced organizer memberikan tiga manfaat yaitu : Menyediakan
suatu kerangka konseptual untuk materi yang akan dipelajari. Berfungsi sebagai jembatan
yang menghubungkan antara yang sedang dipelajari dan yang akan dipelajari. Dapat
membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah.

Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa dalam
bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final ataupun dalam
bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagaian atau
seluruh materi yang akan diajarkan. Dalam tingkat ke dua siswa menghubungkan atau
mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya; dalam hal ini terjadi
belajar bermakna. Akan tetapi siswa itu dapat juga hanya mencoba-coba menghafalkan
informasi baru itu tanpa menghubungkan dengaan pengetahuan yang sudah ada dalam
struktur kognitifnya; dalam hal ini terjadi belajar hafalan.
Adapun implikasi teori belajar Asurabel ,yaitu:

1. Kunci keberhasilan dalam belajar terletak pada kebermaknaan bahan ajar yang
diterima atau yang dipelajari oleh siswa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran guru
harus mampun memberikan sesuatu yang bermakna bagi siswa. Sesuatu yang bermakna itu
bukan hanya dapat diperoleh melalui belajar penemuan, tetapi dapat diperoleh melalui
banyak cara. Belajar dengan menghafal dan ceramah pun dapat menemukan sesuatu yang
bermakna, asal dilakukan secara sistematis, menjelaskan dan menghubungkan antara konsep
yang satu dengan konsep lainnya, menguhubungkan konsep yang baru dengan konsep yang
telah dimiliki oleh siswa.Sebaliknya, belajar penemuan akan menjadi kurang bermakna, apa
bila dilakukan dengan coba-coba dan tidak sistematis.Untuk mewujudkan pembelajaran yang
bermakna ini, guru sangat dituntut untuk mempu menggali dan mengeksplorasi segala potensi
yang dimiliki oleh siswa dengan berbagai macam strategi, model, metode dan pendekatan
pembelajaran. Sehingga siswa terbantu dalam memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara
berfikir dan mengekspresikan dirinya guna memendapatkan sesuatu yang bermakna dari
proses pembelajaran.
2. Belajar bermakna akan berhasil apabila ada motivasi intrinsik dari dalam diri siswa
Menurut Ausubel, belajar bermakna akan terjadi apabila siswa memiliki minat dan kesiapan
untuk belajar. Minat dan kesiapan erat kaitannya dengan motivasi. Motivasi menurut M.
Ngalim Purwanto merupakan dorongan yang menggerakkan individu untuk
bertingkahlaku.85 Motivasi yang terpenting adalah motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang
datang dari dalam diri individu. Dengan adanya motivasi intrinsik ini akan menumbuhkan
minat dalam diri individu, dan menggerakkan individu untuk mempersiapkan diri untuk
belajar, baik mempersiapkan diri secara fisik maupun psikis. Motivasi intrinsik ini
sesungguhnya dapat dibetuk melalui motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar
diri individu. Seperti dorongan dari orang tua, guru, teman dan sebagainya. Oleh karena itu,
guru dan orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam menumbuhkan motivasi
intrinsik dalam diri siswa. Dorongan, perhatian dan kasih sayang orang tua dan guru
merupakan salah satu faktor yang akan menumbuhkan motivasi intrinsik dalam diri sisiwa
terkait dengan belajar.

Jadi dapat disimpulkan jika peserta didik hanya mencoba menghafalkan informasi baru itu
tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka terjadilah belajar dengan hafalan.
Sebaliknya jika peserta didik menghubungkan atau mengaitkan informasi baru itu dengan
struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar bermakna.

2.2 Teori Perkembangan Kognitif Menurut Jrome Brunner

Dasar ide Jerome Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa anak harus
berperanan secara aktif di dalam belajar di kelas. Untuk itu, Bruner memakai cara dengan apa
yang disebutnya "discovery learning", yaitu dimana murid mengorganisasi bahan yang
dipelajari dengan suatu bentuk akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning atau
expository teaching, dimana guru menerangkan semua informasi dan murid harus
mempelajari semua bahan/ informasi . Ide Bruner tersebut ditulis dalam bukunya Process of
Education. Di dalam buku itu ia melaporkan hasil dari suatu konferensi di antara para ahli
science, ahli sekolah/pengajaran dan pendidik tentang pengajaran science. Dalam hal ini ia
mengemukakan pendapatnya bahwa mata pelajaran dapat diajarkan secara efektif dalam
bentuk intelektual, sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Pada tingkat permulaan
pengajaran hendaknya diberikan melalui cara-cara yang bermakna, dan makin meningkat ke
arah yang abstrak.
Menurut Jrome Brunner “Kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh
pengertian yang sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip-prinsip
yang memberikan struktur bagian mata pelajaran itu". Maka di dalam mengajar harus dapat
diberikan kepada murid struktur dari mata pelajaran itu, murid harus mempelajari prinsip-
prinsip itu sehingga terbentuklah suatu disiplin. Sekali murid mengetahui prinsip itu, ia
menjadi problem solver di dalam disiplin itu. Bruner menyebutkan hendaknya guru harus
rnemberikan kesempatan kepada muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang
scientist, historian, atau ahli matematika. Biarkanlah murid-murid itu menemukan arti bagi
diri mereka sendiri, dan memungkinkan mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam
bahasa yang dimengerti mereka.

The act of discovery dari Bruner :

1) Adanya suatu kenaikan di dalam potensi intelektual.


2) Ganjaran intrinsik lebih ditekankan daripada ekstrinsik.
3) Murid yang mempelajari bagaimana menemukan berarti murid itu menguasai metode
discovery learning.
4) murid lebih senang mengingat informasi.

Implikasi teori belajar Bruner dalam pembelajaran adalah dengan menyajikan contoh dan
bukan contoh dari konsep-konsep yang anda ajarkan. Misalnya, contoh mau
mengajarkan/membuat bentuk bangun datar segi ernpat sedangkan bukan contoh adalah
berikan bangun datar segitiga, segi lima atau lingkaran.

Kegiatan pembelajaran berdasarkan teori kognitif mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut :

1) Siswa bukan orang dewasa yang muda dalarn proses berpikirnya. Mereka mengalami
perkembangan kognitif melalui tahap-tahap tertentu.
2) Anak usia prasekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar dengan baik,
terutama jika menggunakan benda-benada kongkrit. Keterlibatan siswa secara aktif dalam
belajar amat dipentingkan karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi
dan akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
3) Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu mengkaitkan
pengalaman atau informasi Baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki.
4) Pemahaman dan retensi akan meningkat jika materi pelajaran disusun dengan
menggunakan pola atau logika tertentu, dari sederhana ke komplit.
5) Belajar memahami akan lebih bermakna daripada belajar menghafal. Agar bermakna,
informasi Baru harus disesuaikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki
siswa. Tugas guru adalah menunjukkan hubungan antara apa yang sedang dipelajari dengan
apa yang telah diketahui siswa.
6) Adanya perbedaan individual pada diri siswa perlu diperhatikan karena faktor ini
sangat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa. Perbedaan tersebut misalnya pada motivasi,
persepsi, kemampuan berpikir. pengetahuan awal, dan sebagainya.

1. Teori belajar pemahaman konsep.

Belajar ialah cara bagaimana orang memilih, mempertahankan dan rnentransformasi


informasi secara aktif. Proses belajar akan terjadi melalui tahap-tahap enaktif, ikonik, dan
simbolik. Cara belajar yang baik adalah memahami konsep, arti, dan hubungan melalui
proses intuitif untuk akhirnya sampai pada suatu kesimpulan (discovery learning)

Menurut Bruner, discovery pada hakekatnya, penyusunan kembali, transformasi atau


rekonstruksi data atau informasi sampai data atau informasi itu menjadi pengetahuan atau
pemahaman sendiri (Kolesnik,1970:207). Jadi, pembelajaran penemuan tidak fokus pada
penemuan saja, tetapi yang penting ialah merubah sikap siswa dari yang biasa menerima
sajian materi oleh guru di kelas menjadi senang mencari dan berekplorasi sendiri untuk
menemukan sesuatu yang baru sehingga membuahkan keyakinan dan kemampuan diri siswa
untuk belajar mandiri, di kelas atau di luar sekolah. Bruner mendesak pemakaian
pembelajaran penemuan di sekolah (Lefrancois, 1988:88). Alasannya ialah pembelajaran
penemuan fokus pada pemberdayaan semua potensi siswa agar mereka belajar dari hasil
kreaktivitas dan keterlibatan langsung mereka mengeksplorasi berbagai konsep dan prinsip
dalam tiap mata pelajaran (Kolesnik,1970:207).

Menurut Bruner, perkembangan intelektual anak dapat dibagi menjadi tiga tahap/fase, yaitu :

a) Fase pra-operasional, sampai usia 5-6 tahun, disebut masa pra sekolah. Pada taraf ini
individu belum dapat mengadakan perbedaan yang tegas antara perasaan dan motif
pribadinya dengan realitas dunia luar. Pada taraf ini kemungkinan untuk menyampaikan
konsep-konsep tertentu kepada anak sangat terbatas. Tahap ini disebut juga dengan tahap
enaktif, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memahami
lingkungan sekitar atau dunia sekitarnya dengan menggunakan pengetahuan motorik.
Misalnya, melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya
b) Fase operasi kongkrit, pada taraf ke-2 ini operasi itu “internalized”, artinya dalam
menghadapi suatu masalah individu hanya dapat memecahkan masalah yang langsung
dihadapinya secara nyata. Individu belum mampu memecahkan masalah yang tidak
dihadapinya secara nyata atau kongkrit atau yang belum pernah dialami sebelumnya. Tahap
ini disebut juga dengan tahap ikonik, seseorang memahami objek-objek atau dunianya
melalui gambar-gambar atau visualisasi verbal. Maksudnya adalah dalam memahami dunia
sekitarnya, anak belajar melalui perumpamaan atau tampil, gambar, visualisai dan
perbandingan atau komparasi secara sederhana dan sebagainya.
c) Fase operasi formal, pada taraf ini anak itu telah sanggup beroperasi berdasarkan
kemungkinan hipotesis dan tidak lagi dibatasi oleh apa yang berlangsung dihadapinya
sebelumnya. Tahap ini disebut juga dengan tahap simbolik, seseorang telah mampu memilki
ide-ide atau gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam
berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol bahasa,
logika, matematika dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak
sistem simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan
sistem simbolnya. Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan sistem enaktif
dan ikonik. Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti
masih diperlukannnya sistem enaktif dan ikonik dalam proses belajar.

Tahap-tahap dalam Proses Pembelajaran Menurut Bruner, belajar pada dasarnya merupakan
proses kognitif yang terjadi dalam diri seseorang. Ada 3 proses kognitif dalam belajar, yaitu:

a) Proses pemerolehan informasi baru.


b) Proses mentransformasikan informasi yang diterima.
c) Menguji atau mengevaluasi relevansi dan ketepatan pengetahuan.

Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan
guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan/melihat audiovisual dan lain-lain.
Proses tranformasi yaitu tahap memahami, mencerna dan menganalisis pengetahuan baru
serta mentransformasikan dalam bentuk baru yang mungkin bermanfaat untuk hal-hal yang
lain. Tahap selanjutnya adalah menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan atau informasi
yang telah diterima tersebut atau mengetahui apakah hasil tranformasi pada tahap kedua
benar atau tidak.

Menurut Bruner, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran agar
pengetahuan dapat dengan mudah ditransformasikan, yaitu:

a) Struktur pengetahuan
Kurikulum harus berisikan struktur pengetahuan yang berisi berisi ide-ide, gagasan, konsep-
konsep dasar, hubungan antara konsep atau contoh-contoh dari konsep yang dianggap penting.
Hal ini sangat penting, sebab dengan adanya struktur pengetahuan akan membantu siswa
untuk melihat bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat
dihubungkan satu dengan yang lain, dan dengan informasi yang telah dimiliki oleh siswa.
Agar dalam proses pembelajaran dapat berjalan efektif, sturuktur pengetahuan itu harus
disesuaikan dengan karakteristik dan tingkat perkembangan anak.
b) Kesiapan belajar
Kesiapan belajar menurut Bruner, terdiri atas kesiapan yang berupa keterampilan yang
sifatnya sederhana yang memungkinkan seseorang untuk menguasai keterampilan yang
sifatnya lebih tinggi. Kesiapan belajar sangat dipengaruhi oleh kematangan psikologi dan
pengalaman anak. Untuk mengetahui apakah siswa telah memiliki kesiapan dalam belajar,
maka perlu diberi tes mengenai materi awal berdasarkan topik yang diajarkan.
c) Intuisi
Dalam proses belajar harus menekankan proses intuitif. Intuisi yang dimaksud Bruner adalah
teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi tentatif tanpa melalui langkahlangkah
analitis. Setiap disiplin ilmu mempunyai konsepkonsep, prinsip-prinsip dan prosedur yang
harus dipahami sebelum seseorang mulai belajar. Cara terbaik untuk belajar adalah
memahami konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif hingga akhirnya sampai pada
satu kesimpulan atau menemukan sesuatu (discovery learning).
d) Motivasi
Motivasi adalah keadaan yang terdapat di dalam diri seseorang yang mendorong untuk
melakukan aktifitas untuk mencapai tujuan tertentu.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menurut Ausubel belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi. Dimensi pertama
berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran yang disajikan pada siswa melalui
penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat
mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Meliputi fakta, konsep, dan
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa.

Bruner beranggapan bahwa belajar dengan menggunakan metode penemuan (discovery)


memberikan hasil yang baik sebab anak dituntut untuk berusaha sendiri untuk mencari
pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya. Anak yang belajar dengan metode
penemuan, selalu memulai dengan memusatkan pada manipulasi material, kemudian anak
menemukan keteraturan-keteraturan, selanjutnya anak mengaitkan konsep yang satu dengan
konsep yang lainnya. Dan akhirnya anak dapat menemukan penyelesaian dari masalah yang
diberikan dengan melakukan sendiri.

3.2 Saran

Mengetahui dan melatih kognitif anak sejak usia dini merupakan hal yang penting dilakukan
oleh pendidik ataupun orang tua. Terdapat beberapa teori tentang kognitif yang dapat menjadi
acuan bagi guru dan orang tua untuk membantu mengembangkan kognitif pada anak usia dini.
Karena kecerdasan kognitif anak penting untuk kehidupannya kelak.
DAFTAR PUSTAKA

Teori Belajar Kognitif Ausubel . (2017). Retrieved September 5, 2021, from Arah Baru
Pendidikan: http://journal.iaincurup.ac.id/indwx.php/JBK/article/download/331/pdf

Ekawati, M. (2019). Teori Belajar Menurut Aliran Psikologi Kognitif Serta Implikasinya
Dalam Proses Belajar dan Pembelajaran. E-Tech, 3-11.

Harefa, A. O. (2013). Penerapan Teori Pembelajaran Ausubel dalam Pembelajaran. In


Majalah Ilmiah Warta Dharmawangsa. Medan: Universitas Dharmawangsa.

Picauly, V. E. (2016). Pandangan Jean Piaget dan Jerome Brunner Tentang Pendidikan.
Jurnal Pengetahuan, 43-46.

Scientis. (2013, April 18). Teori Kognitivisme-Konstruktivisme. Retrieved September 5, 2021,


from Wordpress: http://ayu4ict.wordpress.com/2013/4/18/teori-belajar-kognitif-
ausubel.html?m=1

Sulianto, J. (n.d.). Teori Belajar Kognitif David Ausubel”Belajar Bermakna”,. Zoltan P


Dienes ”Belajar Permainan”, Van Heille”Pengajaran Geometri”, pp. 2-9.

Sutarto. (2017). Teori Kognitif dan Implikasinya dalam Pembelajaran. Islamic Counselling,
2-8.

Anda mungkin juga menyukai