Anda di halaman 1dari 138

N

ot
fo
rP
rin
t
N
ot

ii
fo
rP
rin
t
N
ot
fo


iii
rP
rin
t
Komaruddin Hidayat

t
rin
rP
fo
ot
N

iv
Imajinasi Islam
Penulis: Komaruddin Hidayat

Proofreader: Fajar Kurnianto


Desain sampul: Ujang Prayana
Tata letak: Priyanto

Cetakan 1, September 2021

Diterbitkan oleh PT Pustaka Alvabet


Anggota IKAPI

Ciputat Mas Plaza Blok B/AD


Jl. Ir. H. Juanda No. 5A, Ciputat
t
rin
Tangerang Selatan 15412 - Indonesia
Telp. +62 21 7494032, WA/SMS 0896 5122 7432
rP

Email: redaksi@alvabet.co.id
www.alvabet.co.id, www.tokoalvabet.com
fo
ot
N

D.4-000-000

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT)


Hidayat, Komaruddin
Imajinasi Islam/Komaruddin Hidayat;
Proofreader: Fajar Kurnianto
Cet. 1 — Jakarta: PT Pustaka Alvabet, September 2021
136 hlm. 13 x 20 cm

1. Sosial Keagamaan I. Judul.

v
Daftar Isi

IMAJINASI ISLAM 1
1 PENDAHULUAN 3
Pergumulan Membangun Makna 4
2 FORMASI ISLAM AWAL 10
t
rin

Posisi Sentral Muhammad 10


rP

Muhammad dan al-Quran 18


Tema-Tema Pokok Ajaran Islam 24
fo

3 DARI TEKS KE KONTEKS 40


ot

Kemunculan Masyarakat Islam 43


N

Universalitas dan Lokalitas 47


Islam Historis dan Metahistoris 60
Ragam Format Penyebaran Islam 64
4 ISLAM DAN JEJARING
PERADABAN KONTEMPORER 67
Agama dan Negara 69
Masa Depan Agama 74

vi
Imajinasi Islam 84
Al-Quran Membela Dirinya Sendiri 86
Mengapa Tertinggal 93
Agama dan Negara 98
Islam Indonesia 104
Memperkuat Basis Sosial 111
5 MASA DEPAN ISLAM 118
Penulis 128
t
rin
rP
fo
ot
N

vii
IMAJINASI ISLAM
Komaruddin Hidayat
(18-10-1953 – 18-10-2021)

Tulisan ini bukan hasil riset ilmiah yang


sistematis, melainkan lebih merupakan
refleksi subjektif saya menandai usia saya
t
rin

yang ke-68 tahun. Dalam pandangan saya,


perkembangan dan gerakan keislaman
rP

tidak berjalan menggembirakan. Dunia


fo

Islam-Arab yang pernah berjaya sampai


ot

abad ke-12 menurun lalu beralih ke tangan


N

imperium Usmani dan berakhir dengan


meletusnya Perang Dunia I. Sejak itu dunia
Islam jauh tertinggal dari Eropa dalam
membangun peradaban yang pernah jadi
kebanggaannya, misalnya keunggulan ilmu
pengetahuan, ekonomi, dan militer. Islam
yang selalu dipuji dan diyakini jadi solusi

1
kemanusiaan, justru dunia Islam saat ini
belum mampu menyelesaikan problemnya
sendiri. Hal ini bertentangan dari imajinasi
saya tentang misi keislaman yang dibawa
dan dipesankan Nabi Muhammad sebagai
penebar cahaya dan energi peradaban bagi
semesta. Dunia Islam sekarang terpecah ke
dalam lorong-lorong sempit yang dipagari
tembok sukuisme, dinastiisme, partaiisme,
t
rin

dan mazhabisme. Islam sebagai ajaran


tekstual-normatif memang selalu berjarak,
rP

bahkan kadang kontradiktif, dengan Islam


fo

historis sehingga muncul istilah: Islam


ot

adalah satu, sekaligus juga beragam. Kita


N

perlu bertanya pada diri sendiri, apakah


imajinasi Islam yang kita pikirkan untuk
hari ini dan esok?

2
1
PENDAHULUAN
Kemunculan dan perkembangan ajaran Islam yang dibawa
oleh Nabi Muhammad yang bermula dari Mekkah dan
Madinah merupakan keajaiban sejarah. Hanya dalam
waktu dua dekade lanskap narasi masyarakat jahiliah
t
rin

Arab berubah secara revolusioner. Mekkah dan Madinah


rP

menjadi sumber mata air peradaban dunia, mirip sumur


zamzam yang tak pernah kering dikonsumsi oleh jutaan
fo

manusia yang datang dari berbagai penjuru dunia. Ajaran


ot

dan pemeluknya terus tumbuh berkembang sampai hari


N

ini, menembus batas benua, tidak saja terkonsentrasi di


wilayah Arab. Bahkan muncul pusat-pusat kajian dan
peradaban Islam di luar wilayah Arabi, menggantikan
peran Baitul Hikmah yang didirikan Khalifah al-Makmun
pada Abad Pertengahan. Indonesia yang secara geografis
terhalangi oleh benua India menjadi salah satu kantong
umat Islam terbesar di dunia. Komunitas Islam Indonesia
merupakan enklave yang dikelingi umat Hindu di India,
Buddha di Thailand, Katolik di Filipina, dan penganut
Konghucu di daratan Tiongkok dan sekitarnya. Di benua
Amerika dan Eropa terdapat pusat-pusat studi Islam yang
bergengsi melekat pada universitas papan atas. Masjid-

3
Komaruddin Hidayat

masjid bermunculan, konsekuensi dari tumbuhnya


komunitas muslim di sana. Pada tataran politik, muncul
diskusi dan bahkan gerakan, apakah ajaran Islam semata
merupakan gerakan moral-kultural ataukah meliputi
doktrin gerakan politik-struktural yang mesti diwujudkan
dalam sebuah “negara Islam”?
Dalam bukunya What is Islam? (2016), Shahab
Ahmed mengajukan konsep Islam sebagai objek teoretis
sekaligius kategori analitis yang menjadikan Islam sebagai
agama yang memiliki makna penting bagi umat manusia.
Sebagai fenomena sejarah, Islam memiliki ciri yang khas
dan berkembang luas karena ia dibentuk oleh banyak
faktor yang beragam sesuai konteks sejarah, budaya dan
t
rin

masyarakat dengan segala kontradiksinya.


rP

Demikianlah, ternyata agama mampu menyatukan


fo

pemeluknya yang datang dari berbagai latar belakang


etnis dan bangsa untuk membangun solidaritas sosial yang
ot

digerakkan oleh keyakinan dan emosi keagamaan. Perlu


N

dicatat, ketika agama sudah masuk pada ranah kultural


dan politik, berbagai unsur dan bagasi non-agama ikut
berperan, bahkan kadang lebih dominan katimbang
peran moral keagamaan. Oleh karena itu, muncullah
konsep Islam normatif dan Islam historis-kultural. Juga
Islam tekstual dan Islam kontekstual.

Pergumulan Membangun Makna


Saya akan melihat tema di atas dengan menggunakan
analisis trilogi jenjang eksistensi dan orientasi kehidupan
manusia, mengingat aktor sejarah dan aktor pemeluk

4
PENDAHULUAN

agama adalah manusia. Manusia beragama untuk


mendapatkan makna dan tujuan hidup dengan meng-
hubungkan diri pada Tuhan yang diyakini sebagai yang
Mahabenar (al-Haqq). Tiga jenjang eksistensi dimaksud
adalah manusia sebagai natural being, cultural being, dan
spiritual being. Pada jenjang pertama, kehidupan manusia
terikat dan setia mengikuti naluri dasar (gharizah
ashliyah), tak ubahnya dengan dunia hewani. Pada level
ini kehidupan memiliki dua orientasi utama: avoiding the
pain dan looking for the pleasure yang bersifat jasmani.
Mirip dunia hewani, berabad-abad aktivitas nenek
moyang kita hidup hanya untuk survive, menghindar
dan melindungi diri dari berbagai bahaya. Mereka
t
rin

membuat rumah di atas pohon atau di dalam gua untuk


rP

menghindari binatang buas dan ular berbisa.


Karena untuk memenuhi kebutuhan hidup dan rasa
fo

aman tidak bisa dilakukan sendiri, mereka membentuk


ot

kelompok, dimulai dari keluarga dekat yang masih


N

memiliki hubungan darah dan tinggal di lokasi yang


sama. Jadi, munculnya kelompok itu awalnya didorong
oleh kebutuhan dasar untuk mengatasi problem
kehidupan yang tidak bisa dilakukan sendiri. Ketika
problem semakin besar, diperlukan kelompok yang
juga semakin besar. Semakin banyak kesamaan sifat
dan kebutuhan dari anggota kelompok, ikatan mereka
pun semakin kukuh dan solid sehingga pada urutannya
membentuk perilaku identitas kelompok. Fenomena
ini tak jauh berbeda dari kumpulan hewan yang sejenis
untuk melindungi bahaya. Misalnya, kerbau yang hidup
di hutan akan selalu berkelompok untuk menghadapi

5
Komaruddin Hidayat

serangan harimau. Hewan yang lepas dari kelompoknya


akan mudah diterkam lawan. Naluri berkelompok ini
mirip perilaku lebah yang senang gotong-royong untuk
membangun rumah dan berbagi rezeki. Namun, ada
juga sifat bawaan manusia yang mirip perilaku serigala
yang senang jalan sendiri serta tak segan menerkam yang
lain, sehingga Thomas Hobbes melahirkan istilah yang
terkenal: homo homini lupus.
Demikianlah, fase kehidupan natural ini berlangsung
ribuan tahun. Lama-kelamaan potensi akalnya tumbuh
dan berfungsi, sehingga manusia naik dari tahapan
natural being ke cultural or rational being. Dengan
kekuatan rasionalnya, akumulasi pengalaman hidup
t
rin

itu melahirkan kreasi kultural. Kebutuhan untuk tidur


rP

dan istirahat itu naluri dasar mirip juga hewan, namun


dengan potensi akalnya manusia lalu menciptakan rumah
fo

dan tempat tidur yang terus berevolusi sampai hari ini,


ot

tidak lagi tinggal di gua, agar tidurnya lebih nyaman


N

dan aman. Beragam bangunan rumah dengan segenap


peralatannya diciptakan dengan kekuatan head dan hand,
bahkan disertai dengan cipta karya estetika agar terlihat
indah dipandang. Mereka membuat kamar mandi yang
menyatu dengat kamar tidur sehingga tidak perlu jauh-
jauh pergi ke sungai untuk mandi.
Pada tahapan kultural terdapat dua macam produk
kekuatan nalar manusia. Pertama, teknologi untuk
memudahkan aktivitas kehidupan. Mulai dari teknologi
otomotif, telepon, peralatan dapur, semuanya dicipta
untuk membantu dan mengatasi keterbatasan fisik
sehingga dunia manusia jauh berkembang meninggalkan

6
PENDAHULUAN

dunia hewani yang stagnan dari zaman ke zaman.


Terinspirasi dan mungkin iri terhadap kecepatan serta
kekuatan kijang, kuda, dan jaguar, manusia mencipta
mobil yang kemudian dinamai dengan nama-nama
hewan tersebut yang larinya lebih cepat, kekuatannya
lebih dahsyat. Sekarang, fasilitas teknis untuk mengatasi
kelemahan mekanisme daya nalarnya, manusia men-
ciptakan kecerdasan buatan (artificial intellegence) yang
mampu membantu kecepatan berpikir dalam membuat
klasifikasi, sistematisasi, dan konklusi terhadap data yang
terkumpul. Teknologi big data dan algoritma seakan
menjadi sumber legitimasi baru dalam membuat analisis
terhadap kompleksitas masalah yang kinerjanya lebih
t
rin

cerdas, lebih cepat dan lebih akurat dibanding kinerja


rP

otak kita.
Kedua, di samping mencipta teknologi, produk
fo

dan kreasi penalaran manusia sebagai rational being


ot

adalah mencipta pranata sosial. Berdasarkan pengalaman


N

panjang dalam menjalani hidup sehari-hari, pada


urutannya manusia membangun aturan atau norma-
norma sosial yang disepakati dan dijaga bersama
dalam rangka menciptakan keteraturan dan keamanan
hidupnya. Jika teknologi bisa membantu kehidupan
lebih mudah di jalani secara teknis, maka pranata sosial
membantu menciptakan kehidupan menjadi teratur dan
mendatangkan rasa aman secara sosial. Pranata sosial ini
juga mencakup kehidupan global, sehingga dibentuklah
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 24 Oktober 1945,
dengan tujuan utama agar tidak terjadi lagi perang antar
sesama negara anggota. Jadi, ke mana pun kita bepergian

7
Komaruddin Hidayat

pasti akan menjumpai pranata sosial yang melembaga


menjadi tradisi dan adat istiadat, baik yang kemudian
dituangkan dalam tulisan maupun yang tidak tertulis.
Pranata sosial yang diciptakan manusia paling dahsyat
(powerful) dampaknya adalah institusi negara. Pada
mulanya, negara adalah produk dari masyarakat, namun
pada urutannya negara bisa menguasai dan menindas
masyarakat yang merupakan ibu kandungnya. Kreasi
teknologi persenjataan yang dicipta manusia di satu sisi,
dan institusi sosial untuk menciptakan kedamaian di sisi
yang lain, pada urutannya bisa melahirkan konflik sosial.
Persenjataan dirancang sebagai alat pembunuh, sementara
institusi sosial dibuat untuk melindungi. Oleh karena
t
rin

itu, muncul ungkapan yang sangat populer dalam bahasa


rP

Latin: Si vis pacem, para bellum. Jika kau mendambakan


perdamaian, maka bersiaplah menghadapi perang.
fo

Ketiga, kapasitas yang dimiliki manusia sebagai


ot

spiritual being. Karena, manusia bukan saja sebagai


N

makhluk natural dan kultural, melainkan juga makhluk


spiritual. Yang terakhir ini oleh kalangan rasionalis tulen
diingkari. Mereka tidak percaya pada dimensi ruhani
yang bersifat ilahi dan transenden di luar dunia empiris.
Tetapi, bagi umat beriman, kapasitas spiritual ini justru
sangat vital dan esensial fungsi serta perannya. Pada setiap
zaman bermunculan ilmuwan dan filsuf yang menafikan
dan menyerang kepercayaan agama, namun agama tetap
saja bertahan. Orang beriman tak pernah hilang dari
muka bumi.
Dalam uraian berikutnya, makalah ini akan me-
lihat dari sudut pandang keterhubungan, interaksi,

8
PENDAHULUAN

konflik, integrasi dan saling ketergantungan antar


ketiga kapasitas itu baik dalam ranah individu,
kelompok sosial, maupun institusi kenegaraan dalam
konteks membaca perkembangan pemikiran Islam.

t
rin
rP
fo
ot
N

9
2
FORMASI ISLAM AWAL
Al-Quran sebagai teks pewahyuan terbentuk melalui
proses panjang, selama 23 tahun. Pada masa itu wujud
al-Quran bukan berupa mushaf tercetak seperti yang
t
kita lihat hari ini. Al-Quran terlibat langsung dan sangat
rin

intens dengan kapasitas pribadi Muhammad dan per-


rP

gumulannya dengan masyarakat Arab yang dihadapi


fo

waktu itu, yang pada urutannya membentuk tradisi


(sunnah) yang berkembang bersama al-Quran dan dalam
ot

perjalanan selanjutnya diperkaya oleh berbagai penafsiran


N

para ulama dan umatnya. Penafsiran ini dipengaruhi oleh


kapasitas keilmuan serta dipengaruhi oleh situasi sosial-
historis.

Posisi Sentral Muhammad


Meskipun ajaran Islam diyakini datang dan bersumber
dari Tuhan, pemeluknya adalah makhluk historis yang
dibesarkan oleh lingkungan sosialnya. Begitu pun jejak-
jejak ajaran yang ditinggalkan menjadi realitas sosial-
empiris yang terikat dengan hukum alam dan hukum
sejarah. Setiap kemunculan agama selalu diinisiasi oleh

10
FORMASI ISLAM AWAL

pembawa atau pendirinya yang tidak bisa dipisahkan


dari kondisi sosialnya. Dengan kata lain, agama muncul
bukan di ruang dan waktu yang kosong. Oleh karena
itu, untuk memahami Islam mesti mengenal lebih dekat
tentang sosok Muhammad dan kondisi sosial-geografis
pada abad ke-6 M tempat dia lahir dan tumbuh.
Umat Islam pantas merasa lebih beruntung karena
riwayat hidup Muhammad jauh lebih terang-benderang
dibanding sejarah para pendiri agama sebelumnya.
Bahkan mulai dari peristiwa kelahirannya sampai
wafatnya para sejarawan memiliki rujukan tertulis yang
cukup banyak ketimbang riwayat hidup para penerima
wahyu Allah sejak dari Adam sampai Isa atau Yesus. Tentu
t
rin

saja hal ini mudah dipahami mengingat Muhammad


rP

adalah Rasul termuda atau terakhir ketika dunia sudah


mengenal tradisi tulisan. Sedangkan nama-nama nabi
fo

seperti Adam, Idris, Nuh, saya mengenal dan percaya


ot

status kenabian mereka karena semata disebutkan oleh al-


N

Quran, bukan oleh buku-buku sejarah. Dari sekian ulasan


sejarah tentang Muhammad, yang cukup mengesankan
bagi saya adalah dia memperoleh asuhan berganti-ganti.
Bayi Muhammad dilahirkan tahun 571M di Mekkah.
Masih berumur enam bulan dalam kandungan ibunya
yang bernama Aminah, ayahnya, Abdullah bin Abdul
Muthalib, meninggal dunia. Ketika menginjak umur
delapan tahun, kakeknya meninggal. Oleh karena itu,
Muhammad hidup di bawah perlindungan pamannya,
Abu Thalib. Meninggalnya ayah kandung dan kakek
ini merupakan peristiwa psikologis dan tekanan batin
yang sangat berat karena dalam tradisi Arab keduanya

11
Komaruddin Hidayat

merupakan pelindung utama bagi seorang anak.


Sejarah mencatat, Muhammad pernah bekerja se-
bagai penggembala kambing. Pekerjaan ini ikut mem-
bentuk pribadi yang bertanggung jawab dan peduli pada
hewan penggembalaannya. Berangkat dari perhatiannya
pada hewan, pemuda Muhammad juga suka merenung
terhadap kondisi masyarakatnya yang tidak memiliki
penggembala yang baik. Masyarakatnya disebut sebagai
komunitas jahiliyyah, hidup dalam kebodohan, defisit
moral, selalu terlibat konflik dan perang antar suku.
Mereka pemuja berhala, nasib serta kehormatan seseorang
disandarkan kepada status sukunya. Muhammad berpikir,
tanpa penggembala yang punya wibawa moral, penuh
t
rin

cinta kasih antar sesama untuk menebar kedamaian,


rP

masyarakat ini pasti akan terjebak ke dalam suasana


kekacauan berkelanjutan. Mereka memuja kejantanan
fo

yang dibayangkan bisa menjaga dan menaikkan martabat


ot

sukunya, sehingga posisi perempuan dilecehkan. Perempuan


N

dianggap sebagai something, bukannya somebody. Perempuan


bagaikan barang. Suasana sosial yang pengap ini telah
mendorong Muhammad suka menyendiri dan merenung
di tempat ketinggian yang sepi, yaitu di gua Hira. Dia
menatap bintang-gemintang di langit. Siapa yang
menggembalakan benda-benda angkasa itu? Siapa yang
mengatur peredaran bintang, bulan dan matahari dan
pergantian siang dan malam? Adakah hidup ini memang
layak dan berharga dijalani?
Muhammad itu pribadi yang kontemplatif. Secara
intens sering melakukan uzlah di gua Hira saat memasuki
usianya yang ke 35 tahun. Meninggalnya sang ayah

12
FORMASI ISLAM AWAL

kandung dan kakeknya membuat Muhammad tumbuh


sebagai pribadi mandiri dan pejuang kehidupan yang
tidak terhegemoni oleh karakter orang-orang terdekatnya.
Pendeknya, Muhammad adalah anak kandung kehidupan
yang pernah mengalami ayunan pendulum kehidupan
sangat ekstrem, dari situasi sangat tertindas sampai posisi
sangat berjaya, namun pribadinya tetap bersahaja.
Ketika dirinya menerima wahyu ilahi dan men-
deklarasikan diri sebagai Rasul Allah, ibarat tanah,
memang sudah siap untuk menerima bibit unggul yang
pada urutannya tumbuh lebat menjadi pohon peradaban
yang amat besar. Dia pernah jadi sosok yang karakternya
diakui masyarakat dengan gelar “al-amin”, orang yang
t
rin

tepercaya, sampai pernah berbalik menjadi pribadi yang


rP

disayembarakan akan dibunuh sampai-sampai secara


sembunyi-sembunyi hijrah ke Madinah, dan puncaknya
fo

berjaya menaklukkan Mekkah, kota kelahirannya. Dari


ot

kehidupan yang sangat menderita sampai memperoleh


N

posisi sebagai pemenang, tidak membuatnya mabuk


kekuasaan. Dari lembah ketertindasan sampai puncak
gunung kejayaan, jiwa dan pribadinya tetap tenang,
tetap hidup sederhana, sebagai penebar kebajikan dengan
penuh kasih sayang. Di saat menderita tidak putus asa, di
saat menang tidak sombong, tidak menyimpan dendam
pada mereka yang pernah memusuhinya.
Ketika menaklukkan Mekkah, di saat para sahabat
ingin melampiaskan balas dendam terhadap kafir
Quraisy yang dahulu pernah mengusir dan membunuh
sekelompok pengikutnya, Muhammad justru berkata:
Hari ini adalah hari kasih sayang. Hari rekonsiliasi,

13
Komaruddin Hidayat

bukan hari pembalasan dan pertumpahan darah. Melihat


orang-orang kafir Quraisy ketakutan akan terjadinya
balas dendam, Muhammad mengutip ucapan Nabi Yusuf
terhadap saudara-saudaranya yang pernah mencelakakan
dan membuangnya ke sumur: "Pada hari ini tak ada
cercaan pada kalian. Mudah-mudahan Allah mengampuni
kalian. Dia Maha Pengasih di antara yang mengasihi."
(QS [12]: 92)
Di ujung karier hidupnya, ketika meninggal
Muhammad tidak mewariskan takhta dan harta berlimpah
pada anak-cucunya, kecuali bangunan rumah sangat
sederhana berukuran empat kali delapan meter yang saat
ini menjadi bagian dari bangunan Masjid Madinah dan
t
rin

menjadi makam jasadnya. Dia bukan ahli waris sebuah


rP

dinasti, tidak pula mewariskan kursi kekuasaan pada


keturunannya. Pengikutnya loyal bukan karena insentif
fo

uang dan jabatan, melainkan cinta yang diikat oleh iman


ot

yang menuntun pada jalan keselamatan dan kebenaran.


N

Bisa dikatakan, warisan yang tak ternilai harganya adalah


al-Quran dan perilaku hidupnya (sunnah) yang tertulis
dan tersimpan di hati para sahabat dekatnya yang sangat
berpengaruh bagi jalannya sejarah peradaban dunia yang
berlangsung sampai hari ini. Bagi umat Islam, nama
Allah dan Muhammad tak terpisahkan. Dalam syahadat
dan bacaan salat nama Allah selalu dikaitkan dengan
Muhammad. Hubungannya bagaikan matahari dan
cahayanya.
Dalam tradisi Islam terdapat dua cara pandang
terhadap Muhammad. Ada yang lebih menekankan pada
dimensi basyariyah atau kemanusiaannya yang terikat

14
FORMASI ISLAM AWAL

dengan hukum alam dan hukum sosial, mengingat


Nabi Muhammad adalah juga manusia sebagai makhluk
historis sebagaimana kita semua. Karena makhluk
historis maka perilakunya bisa ditiru dan kehidupannya
bisa dijelaskan dengan kaidah-kaidan hukum sosial
secara rasional. Namun ada juga yang lebih menekankan
dimensi metahistoris Muhammad atau dimensi
keilahiannya sebagaimana pemahaman dan keyakinan
yang berkembang di kalangan sufi.
Beredar hadis qudsi yang populer di kalangan
sufi: Laulaka, laulaka, ma kholaqtu hadza al-aflak.
Allah berfirman, "Kalau saja bukan karena engkau ya
Muhammad, Aku tak akan menciptakan alam semesta
t
rin

ini." Muhammad pernah berkata: Ana ahmad bila mim,


rP

wa ana ‘araby bila ‘ain. Aku adalah Ahmad tanpa mim


(ahad), dan aku adalah ‘araby tanpa ‘ain (rabb). Masih
fo

banyak hadis serupa yang menyatakan bahwa wujud


ot

pertama setelah Allah adalah Muhammad yang berupa


N

Cahaya (Nurullah), yang darinya lalu terpancar Nur


Muhammad. Muhammad adalah wadah jasmani bagi
penampakan cahaya ilahi sehingga terjadi penyatuan
antara Muhammad dan Tuhan, bagaikan hubungan
cahaya dan matahari, namun Muhammad bukan Tuhan
dan tidak sampai dipertuhankan. Teori emanasi atau
pancaran ini cukup populer di kalangan filsuf muslim.
Ada keyakinan, Nur Muhammad inilah wujud pertama
sebelum semesta tercipta. Ruh Muhammad inilah yang
membimbing seluruh nabi dan rasul Tuhan, sehingga
pada hakikatnya semua nabi memancarkan pesan dan
cahaya yang sama, karena datang dari sumber yang sama.

15
Komaruddin Hidayat

Hanya saja ketika sampai pada Muhammad voltase


cahaya-Nya paling tinggi karena misi Muhammad adalah
untuk menyinari seluruh alam. Sedangkan nabi-nabi se-
belumnya bersifat lokal. Pandangan ini sejalan dengan
statemen al-Quran (QS al-Baqarah [2]: 136): Kami tidak
membedakan-bedakan seorang pun di antara mereka dan
kami semua adalah muslimun, hanya tunduk pada Allah.
Tentu saja hadis-hadis qudsi yang membicarakan
Nur Muhammad sulit diterima di kalangan ahli fikih
dan ahli kalam. Namun sangat populer di kalangan
sufi. Nabi Muhammad diyakini sebagai pemberi syafaat
dan pemandu jalan serta wasilah, bukan silsilah, untuk
mendekat pada Allah sehingga setiap mukmin diajarkan
t
rin

bersalawat padanya. Dengan menyampaikan salawat


rP

sesungguhnya yang memperoleh limpahan syafaatnya


adalah yang mengucapkannya dengan sepenuh hati,
fo

karena keselamatan Rasulullah Muhammad tidak


ot

memerlukan doa dari umatnya. Dia bagaikan telaga


N

bening yang airnya sudah penuh, sehingga siapa yang


bersalawat padanya justru akan menerima limpahan
baliknya.
Jika kapasitas pikiran dan keterampilan tangan bisa
dididik oleh sistem sekolah, maka ruh yang ditiupkan
Tuhan yang menjadi sumber hidup ini mesti dididik
oleh Rasul Tuhan agar terbuka untuk menerima cahaya
dan energi ilahi. Hati adalah kuil Tuhan yang dicipta-
kan oleh Tuhan sendiri untuk menerima kehadiran-
Nya, sehingga seorang yang beriman bisa merasakan
kedekatan Tuhan lebih dekat ketimbang urat nadinya
sendiri. Sebuah gambaran betapa dalam dan indahnya

16
FORMASI ISLAM AWAL

kecintaan kalangan sufi terhadap Rasulullah Muhammad


ditulis oleh Annemarie Schimmel, And Muhammad is
His Messenger (1985). Karya yang sangat bagus ini sudah
diterjemahkan dan diterbitkan dalam bahasa Indonesia
oleh penerbit Mizan.
Melihat riwayat hidup Muhammad sejak kecil
sampai wafat, rasanya sangat salah jika kita menyimpul-
kan bahwa Muhammad adalah peletak dasar agama
kekerasan dan mesin perang. Lebih dari itu, tidak
cukup bukti menempatkan dia sebagai pembangun
dinasti politik. Kalau pun terlibat perang, semata karena
untuk melindungi benih pohon peradaban yang tengah
ditanamnya yang hendak dimusnahkan oleh musuh-
t
rin

musuhnya yang merasa terganggu oleh pengaruh ke-


rP

nabiannya. Pada waktu itu, di dunia Arab perang antar


kabilah merupakan hal yang sangat biasa. Mereka
fo

memperebutkan sumber air dan padang rumput untuk


ot

makanan ternak. Hari ini sumber air telah berubah


N

menjadi sumber minyak atau gas alam.


Sejak dulu, berebut ghanimah dan membela kabilah
merupakan ideologi mereka secara turun-temurun. Nabi
Muhammad datang, sebagaimana direkam oleh al-Quran
dan hadis: untuk menebar rahmat bagi semesta dan
menyempurnakan akhlak manusia. Kata “semesta” dan
“manusia” berkonotasi inklusif, universal. Jadi, sebelum
menjadi sosok seorang nabi dan muslim, kualitas ke-
manusiaan Muhammad memang sudah unggul. Aspek
ini mesti digarisbawahi. Artinya, tanpa menerima wahyu
pun pribadi Muhammad sudah menjadi insan teladan.
Al-Amin, pribadi yang tepercaya. Formula ini juga

17
Komaruddin Hidayat

berlaku dalam sejarah Islam, bahwa sebuah bangsa dan


masyarakat yang sudah maju dan unggul peradabannya,
ketika mereka menerima kehadiran Islam maka ajaran
Islam juga akan lebih cepat berhasil dan maju dalam
membangun peradaban.

Muhammad dan al-Quran


Terlepas dari perdebatan teologis tentang hakikat al-
Quran, apakah dia makhluk yang diciptakan dan ter-
lepas dari Sang Khaliq, ataukah tajally dari dzat-Nya
yang bersifat qadim, yang pasti wujud redaksional
al-Quran yang kemudian diabadikan berupa barang
t
rin

cetakan, perannya sangat besar untuk menjaga otentisitas


sumber ajaran Islam sebagai realitas sejarah. Bayangkan,
rP

andaikan sebuah ajaran agama, meskipun diyakini


fo

datang dari Tuhan, kehilangan dokumen yang otentik


ot

berupa tulisan maka sangat bisa jadi narasi agama itu


N

akan berkembang menjadi sebuah dongeng yang tak


terkontrol, berubah dari zaman ke zaman. Adapun dalam
Islam, teks al-Quran tetap namun penafsirannya dinamis
dan selalu berkembang dari zaman ke zaman. Al-Quran
memberikan dasar dan rujukan normatif, sunnah nabi
menjadi rujukan model kehidupan konkretnya.
Bagi masyarakat awam, jika disebut kata al-Quran
yang terbayang adalah mushaf cetakan al-Quran sebanyak
tiga puluh juz. Padahal di masa hidup Rasulullah, al-
Quran tersimpan dalam dada para sahabat sebagai
sebuah semangat dan nilai-nilai panduan hidup yang
melekat dalam hatinya dan kemudian diamalkan. Nabi

18
FORMASI ISLAM AWAL

Muhammad belum pernah melihat mushaf yang tercetak


dan tertata rapi sebagaimana yang kita lihat sekarang. Pada
masa Rasulullah belum ada kebutuhan untuk menuliskan
wahyu al-Quran karena dua alasan utama. Pertama, waktu
itu banyak sahabat nabi yang menghafalkannya dan,
kedua, masyarakat Arab yang tinggal di wilayah padang
pasir yang tidak terbiasa dengan tradisi tulis-baca, sangat
kuat dalam hafalan. Sampai-sampai mereka bisa hafal
silsilah unta yang mereka miliki sampai tujuh generasi
sebelumnya. Berbagai sebutan unta mencapai dua puluh
istilah sebagaimana banyaknya sebutan bagi orang Jawa
tentang nasi, sementara orang Barat menyebut nasi atau
pun beras hanya satu kata, yaitu: rice. Ini menunjukkan
t
rin

bahwa bahasa dan budaya tak terpisahkan. Pada mulanya


rP

budaya melahirkan bahasa, lalu pada urutannya bahasa


membentuk budaya.
fo

Warisan Nabi Muhammad yang paling monumental


ot

dan memiliki daya hidup adalah al-Quran. Sekalipun


N

Muhammad sebagai manusia telah meninggal, namun


al-Quran memiliki ruh yang bisa diajak berdialog dengan
cerdas sepanjang masa, oleh siapa pun yang secara tulus dan
serius ingin berdialog dengannya. Bahkan juga terhadap
mereka yang menkritik dan menghujatnya, al-Quran dari
dulu tidak kehilangan pesona dan daya intelektualnya.
Oleh karena itu, tidak terlalu salah munculnya anggapan
bahwa al-Quran punya daya magis. Punya daya pesona.
Punya daya dobrak. Bahkan, ada yang merasakan al-
Quran kadang seperti interrogator yang meneror pikiran
dan perasaan kita, melepaskan kedok-kedok kepalsuan
dan kejumudan berpikir yang kita kenakan sehari-hari.

19
Komaruddin Hidayat

Terhadap mereka yang melawan, al-Quran memiliki ke-


kuatan yang menaklukkan (mukjizat). Sedangkan bagi
yang bersimpati, al-Quran adalah petunjuk ke arah jalan
kebenaran yang datang dari Tuhan melalui Muhammad.
Sepengetahuan saya, tidak ada kitab suci yang
dihafal secara utuh oleh umat beragama kecuali al-
Quran. Bahkan banyak anak-anak usia Sekolah Dasar
sudah bisa menghafalnya. Lebih dari itu, hanya al-Quran
sebagai sebuah teks yang telah menginspirasi munculnya
penafsiran baru dari zaman ke zaman sehingga melahir-
kan hypertexts yang semuanya bermula dari al-Quran
dan merujuk pada al-Quran. Tak terbilang, berapa ribu
buku dan makalah telah terbit yang isinya diinspirasi
t
rin

oleh al-Quran. Sampai-sampai bermunculan universitas


rP

yang di dalamnya terdapat program studi pengkajian al-


Quran, termasuk jurusan ilmu tafsir, yang memproduksi
fo

pengetahuan baru tentang kandungan al-Quran.


ot

Bagi mereka yang membayangkan teks al-Quran


N

layaknya buku ilmiah pasti akan kecewa, bahkan bingung


untuk membacanya. Buku-buku ilmiah biasanya bermula
dari penyajian sebuah topik sentral, lalu masalah pokoknya
dibahas dan diurai secara bertahap dalam urutan bab
dan berakhir pada kesimpulan. Metode ini tidak akan
dijumpai dalam al-Quran. Susunan ayat serta isinya
saling terkait dan menciptakan pusaran-pusaran makna,
bagaikan cahaya lampu kristal yang saling menerangi
dan memantulkan cahaya balik yang tak berkesudahan
sehingga siapa pun yang menyelami kandungan al-Quran
selalu menemukan nuansa dan makna baru, meskipun,
ibarat lorong jalan, pernah dilewati sebelumnya. Hal ini

20
FORMASI ISLAM AWAL

tentu sangat berbeda dari sebuah buku ilmiah ataupun


novel, cukup sekali membaca sudah bisa menyarikan
kandungannya. Sedangkan al-Quran mengandung
makna berlapis-lapis. Orang akan menangkap makna
sesuai dengan kemampuannya untuk menyelami, mirip
kemampuan orang yang menyelam dan menjelajahi
dalamnya lautan. Benturan antar hasil penafsiran tak bisa
dihindari karena kapasitas keilmuan dan pendekatannya
berbeda
Jadi, pada dasarnya ayat-ayat al-Quran bukan
berupa tulisan. Ia merupakan wahyu yang diturunkan
di hati Muhammad, tanpa suara, tanpa huruf. Datang
dari yang maha Absolut, diterima oleh manusia sebagai
t
rin

makhluk kultural lalu diartikulasikan dalam lisan Arab.


rP

Agar memori ayat-ayat al-Quran yang juga dibaca dan


dihafal oleh para sahabat Nabi tidak hilang, dibuatlah
fo

arsip tertulis sehingga bisa menjadi rujukan bagi siapa


ot

pun yang ingin mengenal dan mendalaminya. Saat ini


N

arsip itu berupa benda cetakan, ada juga yang disimpan


dalam hard disk yang sangat mudah diakses lewat telepon
genggam. Andaikan, sekali lagi ini hanya pengandaian
belaka, barang cetakan mushaf al-Quran terbakar
semuanya, atau dirobek, substansi al-Quran tak akan
hilang dan tidak ikut robek karena tersimpan utuh di hati
para penghafal yang selalu bermunculan dari zaman ke
zaman.
Dalam berbagai diskusi ilmiah, khususnya di Barat,
adalah hal yang biasa muncul pertanyaan kritis, benarkah
lafal al-Quran yang beredar hari ini sama dengan yang
dibaca dan dihafal oleh para sahabat Nabi? Secara ilmiah,

21
Komaruddin Hidayat

para ilmuwan sejarah yang lebih bisa menjawab pertanya-


an ini. Bagi umat beriman, keyakinan bahwa al-Quran
benar-benar wahyu Allah yang terjaga semata berdasarkan
firman-Nya (QS al-Hijr [15]: 9). Dari beberapa literatur
yang saya baca, argumen tentang autentisitas al-Quran
yang beredar hari ini jauh lebih kuat ketimbang yang
meragukan. Tradisi kekuatan hafalan masyarakat padang
pasir turut mendukung argumen dimaksud. Masyarakat
yang hidup di kota dan sudah terbiasa dengan budaya
tulis baca umumnya daya ingatnya lemah. Terlebih hari
ini dengan ditemukannya kecerdasan buatan (artificial
intelligence), daya memori kita semakin melemah, tidak
terlatih, tergantikan oleh Google.
t
rin

Mushaf al-Quran merupakan pintu masuk untuk


rP

menyelami kedalaman dan keluasan kandungan al-


Quran melalui susunan huruf, kata dan kalimat dengan
fo

bantuan penalaran. Namun, pada akhirnya yang bisa


ot

merasakan energi suci dari al-Quran adalah hati (QS


N

asy-Syu'ara' [26]; al-Baqarah [2]: 97). Oleh karena itu,


al-Quran juga menyebutkan bahwa di hari akhir nanti
yang akan memperoleh kebahagiaan adalah mereka yang
datang pada Tuhannya dengan hati yang damai, qalbun
salim (QS asy-Syu'ara' [26]: 88 dan 89). Kalimat-kalimat
al-Quran itu juga disebut ayat. Makna ayat adalah tanda
(sign) yang menunjukkan sesuatu di luar dirinya. Contoh
yang familier tentang sistem tanda ini adalah indeks atau
penunjuk arah, misal gambar panah di pinggir jalan yang
menunjukkan arah jalan ke bandara. Seseorang yang
tidak mampu membaca dan memahami tanda tentu
tidak memperoleh informasi yang dikandungnya. Ada

22
FORMASI ISLAM AWAL

lagi tanda berupa ikon, seperti gambar sendok-garpu di


samping jalan, berarti tak jauh dari itu ada restoran. Ada
lagi ikon berupa gambar tempat tidur di pinggir jalan
yang menunjukkan rumah sakit. Atau gambar tangki
kecil yang berarti tak jauh dari situ ada tempat jualan
bensin atau SPBU. Sistem tanda yang filosofis adalah
berupa simbol, seperti bendera merah-putih, simbol
salib, bangunan Kakbah, dan lainnya yang kandungan
maknanya lebih dalam dan memerlukan perenungan
serta penafsiran secara mendalam. Kita tidak bisa berhenti
hanya pada pemahaman luar secara fisikal, sehingga
simbol sering disebutkan sebagai mewakili kehadiran
yang absen dan abstrak. Perbedaan tafsir terhadap teks
t
rin

agama ini tak terelakkan melahirkan berbagai pendapat


rP

dan makna yang kadang berbenturan. Itu bagian dari


keluasan Islam.
fo

Demikianlah, deretan kalimat dalam kitab suci itu


ot

merupakan tanda yang mesti dipahami untuk mem-


N

peroleh informasi penting yang dituju. Al-Quran juga


menyebutkan bahwa Tuhan telah menunjukkan sekian
banyak tanda akan kebesaran-Nya yang terhampar di
jagad semesta ini, bahkan juga yang tersimpan dan
melekat dalam diri manusia. Dengan demikian, ayat-
ayat Tuhan tidak sebatas kitab suci. Lebih mendalam lagi
sesungguhnya ayat-ayat Tuhan tertulis dalam hati (ayat
qalbiyah), yang memantulkan cahaya dan mendatangkan
getaran untuk menggapai jalan kebenaran, kebaikan, ke-
indahan dan kedamaian. Ada ungkapan klasik, bintang di
langit berfungsi sebagai penunjuk arah mata angin bagi
para pelaut atau pengelana di padang pasir, jika mereka

23
Komaruddin Hidayat

bisa membacanya. Sedangkan cahaya dan bisikan di hati


adalah penunjuk jalan kebaikan dan kebenaran, bagi
mereka yang bisa melihat dan mendengarnya. Untuk
mendengarkan suara hati diperlukan suasana hening,
suasana meditatif. Mungkin inilah yang dimaksud oleh
sabda Rasulullah: Istafti qalbak. Jika kamu dalam kondisi
ragu dan tersesat, mintalah fatwa pada hatimu. Hati yang
selalu terhubung dengan Dia yang Maha Cahaya, maka
hatinya akan juga memperoleh pancaran cahaya-Nya
(hati nurani).

Tema-Tema Pokok Ajaran Islam


Semua ajaran dasar agama samawi memiliki kesamaan
t
rin

dan kemiripan karena semuanya diyakini bersumber


rP

dari Tuhan yang sama. Istilah “agama samawi” biasanya


dimaknai sebagai agama yang dibawa oleh para nabi
fo

penerima wahyu dari Allah. Ini dibedakan dari “agama


ot

ardhi”, ajaran agama yang merupakan produk pengalaman


N

dan pikiran manusia tentang ketuhanan. Namun jika


dikejar lebih jauh tidaklah mudah membuat batasan,
siapa yang dimaksud pembawa ajaran “agama ardhi”,
karena di antara mereka juga yakin ajarannya datang dari
Tuhan. Terdapat hadis yang mengatakan Tuhan mengirim
sedikitnya 124 ribu nabi. Siapa saja mereka, kita tidak
memiliki bukti dan argumen solid untuk mengidentifikasi
lalu menolak atau mengingkarinya. Misalnya, Buddha
Gautama ada yang berpendapat bahwa dia adalah Nabi
Dzulkifli. Begitu pun Lao Tze, mungkin saja dia salah
satu nabi dari yang 124 ribu itu. Di dalam al-Quran
disebutkan, Tuhan tidak akan menjatuhkan hukuman

24
FORMASI ISLAM AWAL

terhadap satu kaum sebelum Tuhan mengirimkan juru


ingat pada mereka (QS al-Isra' [17]: 15)’
Terdapat enam tema pokok al-Quran yang menjadi
warisan utama Nabi Muhammad kemudian dijadikan
rujukan umat Islam, yaitu: 1. Beriman pada Tuhan,
Pencipta dan Penguasa mutlak semesta seisinya; 2.
Beriman pada kerasulan Kerasulan Muhammad; 3.
Beriman terhadap keabadian jiwa; 4. Menjalani ritual; 5.
Berakhlak mulia; dan 6. Membangun peradaban luhur.

Beriman Pada Tuhan.


Ajaran fundamental Islam yang pertama, meneruskan
ajaran para nabi sebelumnya, adalah meyakini adanya
t
rin

Tuhan yang Maha Esa. Tuhan sebagai persona yang hidup,


rP

sang Mahabenar, Maha Pencipta, Maha Pemelihara,


Mahakasih dan sekian nama serta sifat lain yang tak
fo

berbilang karena Dia Maha Absolut, tidak terbatas dan


ot

tidak ada siapa pun yang bisa membatasi, yang dzat-Nya


N

tak terjangkau oleh nalar manusia. Telah berlangsung


perdebatan dan diskusi berabad-abad tentang ketuhanan,
antara lain: Bisakah manusia yang relatif, lemah dan
terbatas, mengetahui Tuhan yang absolut? Pertanyaan ini
dijawab oleh sebuah hadis, engkau tidak bisa mengenal
dzat Tuhan, tetapi engkau bisa mengenal-Nya melalui
jejak-jejak ciptaan-Nya. Meski tidak persis sama, penge-
tahuan kita terhadap Tuhan mirip pengetahuan mata
terhadap matahari yang cukup dengan menatap dan
merasakan cahayanya, namun retina mata tak akan
sanggup melihat langsung dari dekat terhadap matahari,
apalagi menyentuhnya. Atau, mirip pengetahuan dan

25
Komaruddin Hidayat

keyakinan kita akan ruh yang menjadi sumber energi


kehidupan, nalar tak akan pernah mampu mengenal
hakikat ruh, namun mengenali jejak-jejak aktivitasnya.
Dengan kiasan ini, nalar tidak akan sanggup mengetahui
hakikat Tuhan, namun bisa mendekati lewat perbuatan,
sifat dan nama-Nya.
Dengan begitu, nalar bisa membangun argumen
tentang keberadaan dan sifat-sifat Tuhan, namun hati
yang merasakan kehadiran dan kedekatan-Nya. Tuhan
sangat dekat ketika dirasakan, lebih dekat dari urat nadi
seseorang (QS Qaf [50]: 16; al-Anfal [8]: 24), namun
sangat jauh dan tak akan bisa dijumpai oleh kekuatan
nalar kita. Bagi orang yang beriman, kinerja hati dan
t
rin

nalar saling memperkukuh keimanan, sehingga apa


rP

yang diimani tidak disangkal oleh nalarnya, sekalipun


iman tidak bisa diverifikasi dan difalsifikasi dengan
fo

penalaran dan metode saintifik. Beriman pada Allah bisa


ot

menimbulkan sikap kontradiktif.


N

Di satu sisi menyadari sepenuhnya, tiada wujud


yang absolut kecuali hanya Dia. Selain Tuhan hanyalah
wujud semu, bayang-bayang belaka. Tiada daya dan
kekuatan apa pun kecuali miliki-Nya dan dari-Nya.
Namun, di sisi lain orang beriman merasa memperoleh
mandat, kekuatan, dan kebebasan sebagai mandataris
Tuhan (khalifah) di muka bumi. Bahkan orang beriman
berusaha agar dirinya menjadi instrument Tuhan untuk
menebarkan kasih-Nya.
Dua cara pandang yang menekankan kekuasaan
Tuhan dan kebebasan manusia ini telah melahirkan
perdebatan teologis yang tak pernah berakhir yang diwakili

26
FORMASI ISLAM AWAL

oleh paham jabariyah dan qadariyah. Penekanan pada


kekuasaan Tuhan dan ketakberdayaan manusia versus
pendekatan yang menekankan otonomi dan kebebasan
manusia. Menurut paham qadariyah, kekuasaan Tuhan
tidak akan meninggalkan keadilanNya dan perilaku
manusia terikat pada hukum alam yang diciptakan
Tuhan. Jadi, seberapa besar kebebasan (kemerdekaan)
yang dimiliki manusia?
Kebebasan manusia itu ibarat orang main catur.
Dia memiliki kebebasan menggerakkan aktor-aktornya
di atas papan catur, namun seluruh gerakannya terikat
dengan aturan permainan (rule of the game) yang telah
ditetapkan. Karena ada kebebasan bermanuver, dalam
t
rin

permainan catur ada yang menang dan yang kalah.


Begitulah kira-kira kehidupan manusia, bagaimana
rP

memanfaatkan kebebasan namun kebebasannya dibatasi


fo

oleh hukum kepastian yang ditetapkan Tuhan.


ot

Karena nalar manusia sangat terbatas untuk me-


N

mahami Tuhan yang Maha Absolut, nalar sering


membangun logika paradoksal ketika membahas Tuhan.
Dia yang awal tanpa permulaan, Dia yang akhir tanpa
batas akhir. Dia yang batin dan yang zahir, yang esa
pada dzat-Nya tetapi Dia yang banyak pada manifestasi
atau tajalliyat-Nya. Dia yang jauh tak terjangkau oleh
nalar dan indra, tetapi sangat dekat di hati seorang yang
beriman, lebih dekat dari pada urat nadinya.

Mengimani Kerasulan Muhammad


Mengingat Tuhan Maha Absolut dan Mahagaib, di luar
ruang dan waktu yang dialami dan dirasakan manusia,

27
Komaruddin Hidayat

pemahaman manusia tentang Tuhan sangat spekulatif.


Beruntunglah ada utusan Tuhan yang menjembatani
jarak itu. Utusan atau rasul itu membawa berita dan pesan
Tuhan dari alam metahistoris untuk disampaikan pada
manusia makhluk historis. Oleh karena itu, rasul Tuhan
mestilah sosok manusia yang bisa dipahami, diraih dan
ditiru oleh manusia pada umumnya, namun dia mesti
pula punya kemampuan berhubungan langsung dengan
Tuhan sehingga dirinya bisa menjadi penghubung antara
manusia dan Tuhan.
Semua rasul Tuhan selalu menghadapi orang-orang
yang menentang, mengingkari, dan yang percaya lalu
jadi pengikut. Posisi ini sesungguhnya tidak hanya
t
rin

dialami para rasul Tuhan. Para ilmuwan pun mengalami


rP

hal serupa karena sikap masyarakat, khususnya jajaran


elitenya, pada umumnya terikat kuat pada tradisi yang
fo

sudah mapan dan nyaman, dan akan merasa terganggu


ot

kalau muncul perubahan yang mengancam kemapanan


N

mereka. Jadi, sumber perlawanan terhadap rasul Tuhan


biasanya datang dari jajaran elite yang telah menikmati
status quo, sementara kalangan kelas tertindas mudah
menerima ide perubahan dengan harapan akan mengubah
dan memperbaiki nasib mereka. Namun begitu, lebih
dari sekadar membela kaum yang terpinggirkan dan
tertindas (mustadh’afin), ajaran Rasul Muhammad telah
menggugah dan menyentuh nalar kritis dan hati nurani
sehingga banyak orang yang tergolong kelas menengah
atas juga terpanggil pada ajaran Muhammad, seperti
halnya Khadijah, Abu Bakar dan Umar bin Khathab.
Mengingat posisi Muhammad sebagai nabi pamung-

28
FORMASI ISLAM AWAL

kas dan membawa misi untuk menebarkan rahmat


dan pendidikan moral bagi seluruh manusia sepanjang
zaman, sementara Muhammad hidup dalam sekat ruang
dan waktu yang terbatas, di sini muncul persoalan serius:
bagaimana menggali dan merumuskan pesan yang
universal yang dibungkus dalam bahasa dan tradisi lokal.
Di sini kemukjizatan ajaran Islam ditantang tidak hanya
oleh Abu Jahal dan kawan-kawannya pada abad ke-6 M,
namun juga oleh para ilmuwan dan penentangnya yang
hidup tidak sezaman dengan Muhammad Rasulullah.
Dihadapkan pada situasi semacam ini, dalam sejarah
perjalanannya posisi al-Quran yang diajarkan oleh
Muhammad selalu dijaga keasliannya, sekaligus juga
t
rin

senantiasa ditafsirkan terus-menerus kandungan isinya


untuk mewujudkan misi risalahnya sebagai penebar
rP

rahmat, pendidikan moral dan peradaban bagi semesta.


fo

Ungkapan lain dalam wacana keislaman selalu


ot

terjadi ketegangan kreatif antara pendekatan tekstual


N

dan kontekstual, antara legal dan substansial, antara bias


arabisme dan universalisme, antara konservatisme dan
liberalisme, antara gerak regresif dan progresif. Semuanya
tak bisa dihindari karena ajaran Islam sebagai dokumen
sejarah memang terwadahi dalam formula bahasa Arab
yang lokal namun isi dan misinya melewati batas lokalitas.

Beriman Pada Keabadian Jiwa


Doktrin Islam tentang keimanan pada Tuhan selalu
dikaitkan dengan iman pada hari akhir yang berkaitan
dengan keabadian jiwa. Dalam al-Quran disebutkan,
Tuhan meniupkan ruh pada janin anak Adam sewaktu

29
Komaruddin Hidayat

masih dalam kandungan, yang membuat organ mata bisa


melihat, telinga bisa mendengar dan hati bisa merasa (QS
an-Nahl [16]: 78). Ayat ini oleh para ahli tafsir diyakini
sebagai sumber kehidupan, sehingga ketika ruh lepas dari
tubuh maka seseorang seketika berubah menjadi mayat,
seonggok tubuh yang mati tak bisa lagi bergerak. Setelah
ruh berinteraksi dengan tubuh manusia, ibarat sebuah
disket, dia akan membawa memori ketika lepas dari
tubuh dan selanjutnya akan berimplikasi pada kondisi
kehidupannya setelah kematian, apakah akan menemui
kehidupan bahagia atau sengsara.
Ruh ini kemudian disebut dengan ungkapan “nafs”,
seperti tertulis dalam al-Quran (QS al-Fajr [89]: 27-28):
t
rin

"Hai jiwa yang tenang, kembalilah pada Tuhanmu dengan


rP

rasa ridha dan diridhai." Ada lagi ungkapan lain yang


semuanya menunjuk pada objek yang sama: "Takutlah
fo

engkau pada hari di mana harta dan anak-anakmu tidak


ot

bisa menolong, melainkan mereka yang datang pada Tuhan


N

dengan hati yang bersih." (QS asy-Syu'ara' [26]: 89; ash-


Shaffat [37]: 84).
Dengan merujuk pada terjemahan ayat di atas, dan
masih banyak ayat lainnya, al-Quran menegaskan bahwa
peristiwa kematian bukan akhir kehidupan, melainkan
satu pintu masuk pada episode kehidupan lain yang
dijalani oleh jiwa manusia. Hadis menyebutkan bahwa
ketika isra’ mi’raj, Nabi Muhammad berjumpa dengan
para nabi sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa ruh
manusia tidak mati ketika lepas dari tubuh. Memang
muncul diskusi yang sangat spekulatif, pernahkah kita
hidup di episode lain sebelumnya? Mengingat durasi

30
FORMASI ISLAM AWAL

hidup seseorang rata-rata sekitar 70-an tahun, bukankah


terlalu singkat dan pendek jika diletakkan ke dalam
garis waktu yang abadi? Lalu, setelah ruh berpisah dari
badan, adakah kehidupan dan aktivitas lain di waktu
mendatang? Bagaimana halnya dengan konsep kelahiran
kembali untuk membayar utang-utang masa lalunya agar
nantinya bisa kembali ke rumah Tuhan dengan hati yang
bersih?
Demikianlah, pertanyaan di atas tentu kurang
populer di kalangan umat Islam, meskipun belakangan
ini mulai ada yang secara terang-terangan membahasnya.
Namun, dalam agama lain pertanyaan itu tidaklah asing
dibahas dan diyakini.
t
rin

Dalam ajaran Islam, yang paling ditekankan adalah


rP

adanya pertanggungjawaban moral dan hukum sebab-


akibat dari amalan selama hidup di dunia. Jika seseorang
fo

mengharapkan nasib baik di akhirat, hendaknya mem-


ot

perbanyak perbuatan baik di dunia, karena dunia tak


N

ubahnya sawah ladang untuk bercocok tanam amal saleh.


Bagaimanakah hakikat kehidupan setelah kematian, nalar
tak akan sanggup menjangkaunya. Ketika berbicara surga
dan neraka, al-Quran menggunakan kata perumpamaan
dengan imajinasi visual, karena sesungguhnya otak
lebih senang dan cepat memahami penjelasan dengan
contoh-contoh gambar, misalnya taman hijau yang luas,
sungai yang airnya jernih, istana yang indah dan mewah,
bidadari yang cantik dan belia. Ungkapan-ungkapan
demikian tentu lebih mudah dan menarik ditangkap oleh
otak manusia pada umumnya, terlebih mereka yang tidak
terbiasa berpikir kritis dan abstrak.

31
Komaruddin Hidayat

Secara moral, adanya keyakinan akan keabadian


jiwa serta hukum sebab-akibat membuat manusia punya
pandangan optimisme dan dorongan moral untuk
selalu memilih jalan kebaikan dan menghindari jalan
keburukan. Orang yang berbuat baik sesungguhnya
dia berbuat baik untuk dirinya, dan siapa yang berbuat
jahat, dia sesungguhnya menjahati dirinya sendiri
(QS al-An'am [6]: 164; al-Isra' [17]: 15; Fathir [35]:
18). Masyarakat yang beriman pada kehidupan setelah
kematian secara random, jumlah angka bunuh diri
sangat rendah meskipun secara ekonomi relatif miskin.
Sementara masyarakat negara maju yang tergolong
makmur ekonominya, angka bunuh diri justru tinggi.
t
rin

Kenyataan ini masih perlu diteliti, adakah hubungannya


dengan keyakinan tentang keabadian jiwa.
rP

Bagi mereka yang berpandangan materialistik bahwa


fo

kematian sebagai akhir eksistensi, berasal dari tanah dan


ot

berakhir kembali ke tanah, mungkin saja tindakan bunuh


N

diri ataupun mercy killing dipandang sebagai jalan pintas


dan murah mengakhiri derita yang ditanggungnya.
Keyakinan dan penekanan pada mengejar surga di balik
kematian, menimbulkan dua sikap bagi orang beragama.
Pertama, mendorong lebih produktif berbuat kebajikan
di dunia, karena apa yang didapat di akhirat semata
buah dari prestasinya selama di dunia. Kedua, kurang
peduli pada agenda membangun peradaban di dunia,
memandang dunia ini maya, sekadar tempat transit, dan
penuh godaan yang memabukkan.

32
FORMASI ISLAM AWAL

Menjalani Ritual Keagamaan


Salah satu dimensi lain dari doktrin agama adalah
kewajiban menjalankan ritual keagamaan. Ini juga ter-
lihat pada agama-agama lain di luar Islam. Doktrin ini
berkaitan dengan konsep tempat suci dan kidung-kidung
yang dilantunkan dalam ritual. Agama-agama besar dunia
memiliki tempat suci atau tempat ritual yang disucikan
sebagai tempat penghubung antara langit dan bumi.
Tempat beraudiens oleh seorang manusia yang berdarah-
daging yang penuh dosa untuk menghadap Tuhan yang
suci, sehingga diperlukan tempat yang disucikan. Bahkan
ada pula konsep waktu yang dianggap hari-hari suci.
Bertemunya tempat suci dan hari suci diyakini lebih
t
rin

mujarab untuk memanjatkan doa pada Tuhan.


rP

Yang menarik dan sekaligus perlu dikritik, ritualitas


ini sering kali terlepas dari pesan makna spiritualitasnya,
fo

lalu lebih ditekankan aspek prosedural, aspek formal


ot

dan legalnya sebagaimana diatur dalam kaidah-kaidah


N

fikih. Karena aspek ritual paling mudah dilihat dan di-


ukur pelaksanaannya, hal ini sering digunakan untuk
mengukur identitas dan kualitas keberagamaan seseorang
dari aspek lahiriahnya saja. Yang paling fenomenal
belakangan ini adalah penggunaan jilbab bagi wanita
sebagai simbol religiusitas dan ketaatan beragama. Dalam
Islam, doktrin ritual ini cukup ketat. Seorang muslim
wajib melaksanakan salat lima waktu. Oleh karena itu,
di mana pun ada komunitas muslim pasti akan muncul
bangunan masjid. Di Eropa dan Amerika bermunculan
masjid baru yang jumlahnya jauh meninggalkan per-
tumbuhan bangunan gereja.

33
Komaruddin Hidayat

Dari sisi arsitektural, bangunan masjid sangat ber-


variasi dipengaruhi oleh berbagai budaya lokal. Pusat ritual
umat Islam adalah Masjidil Haram di Mekkah dengan
pusat Kakbah yang tidak terkurung oleh bangunan.
Berbagai bangunan menara dan masjid yang berdiri di
sekeliling Kakbah adalah bangunan susulan yang tidak
dikenal di masa Rasulullah. Kata menara berasal dari
bahasa Arab yang berarti bangunan tinggi tempat api.
Ini awalnya dikenal sebagai tradisi agama Majusi yang
menyembah api yang diletakkan di ketinggian. Oleh
Islam, warisan Majusi ini diambil arsitektur bangunannya,
namun dihilangkan apinya, lalu dijadikan tempat untuk
mengalunkan azan menyeru orang untuk sembahyang.
t
rin

Dalam perkembangan selanjutnya, bangunan menara


rP

menjadi penanda adanya masjid dan muazin tidak perlu


memanjat ke puncak, tapi digantikan oleh pengeras suara.
fo

Demikianlah, yang paling esensial dari masjid adalah


ot

tempat yang aman dan nyaman untuk sembahyang.


N

Selebihnya merupakan ekspresi kultural. Orang luar me-


mandang Islam sangat disiplin dan ketat dengan ritual.
Yang mudah dilihat adalah perintah salat lima waktu
dengan pedoman waktu, bacaan dan gerak yang amat
detail. Sering kali ditemukan berbagai isi ceramah agama
selalu berputar-putar soal salat dengan penekanan aturan
fikihnya. Jika prosedurnya tidak sesuai dengan ajaran
Rasulullah, salatnya batal. Dan jika salatnya batal, maka
batallah seluruh amalnya yang lain. Padahal ada banyak
hadis yang menceritakan cara dan bacaan salat Rasulullah
beragam, sehingga seseorang tidak bisa memonopoli
satu versi dan dianggap satu-satunya yang paling benar

34
FORMASI ISLAM AWAL

dengan mengatakan yang lain pasti salah.


Pada zaman modern, tafsir dan penggalian hikmah
di balik perintah ritual agama semakin bermunculan,
dan dikaji dari berbagai disiplin ilmu. Misalnya, hikmah
yang terkandung dalam salat ditinjau dari disiplin ilmu
kedokteran dan psikologi. Begitu pun ritual puasa.
Dengan demikian, seorang muslim dengan keluasan ilmu
dan penalarannya sering kali melakukan rasionalisasi
dari ritual yang dia lakukan. Mungkin yang lebih
tepat, menggali hikmah secara rasional dari ritual yang
dijalaninya.

Berakhlak Mulia
t
rin

Salah satu tema sentral ajaran Islam yang dibawa Rasulullah


rP

Muhammad adalah pembangunan akhlak. Terdapat hadis


yang sangat populer, misi utama Rasulullah adalah untuk
fo

menyempurnakan akhlak. Kata “akhlak” seakar dengan


ot

“Khalik”, Tuhan sang pencipta, dan “makhluk” benda


N

dan objek yang dicitakan Tuhan. Jadi, Rasulullah diutus


untuk menyempurnakan proses penciptaan diri manusia,
terutama dalam aspek pertumbuhan moral-spiritual.
Dalam beberapa ayat al-Quran dinyatakan, janin
anak Adam belum sempurna sebelum ditiupkan ruh-
Nya ke dalam tubuh anak Adam. Ruh itulah yang
mampu menangkap dan merasakan kehadiran Tuhan
berupa hidayah iman, yang menjadi sumber dan peng-
gerak kebajikan. Sebelum menerima wahyu, pribadi
Muhammad yang sudah dikenal sebagai orang yang jujur,
tepercaya, baik hati, masih juga disebut sebagai orang
yang masih "tersesat". (QS adh-Dhuha [93]: 7). Oleh

35
Komaruddin Hidayat

karena itu, inti pembinaan akhlak adalah ketakwaan,


yang memunculkan budi pekerti yang baik.
Sekian banyak ayat al-Quran dan hadis selalu me-
ngaitkan iman dengan budi pekerti atau amal saleh. Yaitu,
berbuat baik yang dirasakan manfaatnya bagi orang lain,
terutama orang-orang di sekitar. Amal saleh dimulai dari
sikap hati yang benar dan tulus, dengan tujuan yang
benar dan baik, juga dengan cara yang benar dan baik.
Jika niat, tujuan dan cara sudah benar atau saleh, maka
semoga hasil yang diraih juga benar dan baik. Al-Quran
menegaskan, berlomba-lombalah kalian dalam berbuat
kebaikan. Bukan memaksakan keyakinan pada orang
lain. Jika kalian berselisih tentang kebenaran, Allah nanti
t
rin

yang akan menjelaskan dan mengadili di akhirat kelak.


rP

Akhlak mulia bermula dari perilaku individual,


lalu melebar ke luar ke wilayah sosial dan struktural,
fo

mengingat eksistensi dan aktivitas individual dan


ot

sosial tidak bisa dilepaskan. Yang satu meniscayakan


N

yang lain. Peristiwa moral, entah baik ataukah buruk,


mesti bersifat sosial. Dalam konteks modern, persoalan
menjadi semakin pelik ketika aktornya adalah institusi
sosial seperti halnya negara. Sebagai institusi yang sangat
berkuasa, apa yang dilakukan atas nama negara, entah
baik atau buruk, dampaknya sangat besar terhadap
masyarakat dan bangsa.
Oleh karena itu, konsep akhlak mulia tidak cukup
berhenti pada wilayah individual dan komunal, tetapi tak
kalah pentingnya saat ini adalah bagaimana membangun
etika struktural. Ini sejalan dengan peringatan Rasulullah,
pemimpin yang adil sangat dekat posisinya dengan para

36
FORMASI ISLAM AWAL

rasul. Menegakkan keadilan sangat mendekatkan seseorang


pada posisi ketakwaan. Pemimpin yang adil adalah dia
yang senantiasa membela dan memperjuangkan hak-hak
warganya dengan membebaskan diri dari kepentingan
dan pertimbangan kekeluargaan dan pertemanan. Kisah-
kisah keadilan ini menjadi cerita indah dan sangat populer
jika kita membaca sejarah awal Islam.

Membangun Peradaban Luhur


Mempelajari Islam dan Nabi Muhammad, kita akan
menemukan warisan peradaban luhur sebagaimana
warisan sejarah para nabi sebelumnya karena posisi
Muhammad adalah sebagai penerus, penjaga dan pe-
t
rin

nyempurna dari ajaran para nabi yang mendahuluinya.


rP

Jika diringkas, ada tiga ajaran dasar semua rasul Tuhan.


Pertama, bertauhid dan berserah diri padaTuhan.
fo

Kedua, membangun keluarga yang penuh cinta kasih


ot

dan bahagia. Ketiga, membangun kehidupan sosial yang


N

dijiwai nilai-nilai budi pekerti yang mulia. Pendek kata,


Islam mengajarkan pada umatnya untuk membangun
peradaban unggul. Bertaburan ayat al-Quran dan sabda
Nabi tentang nilai-nilai luhur yang mesti ditegakkan
dalam kehidupan sosial, sebagai manifestasi, konsekuensi
dan turunan dari sikap iman pada Tuhan. Pilar sebuah
peradaban luhur yang diajarkan Islam ditandai antara
lain: kebertuhanan, terwujudnya keadilan, kejujuran,
penghargaan terhadap jiwa dan martabat manusia, meng-
hargai ilmu pengetahuan, membangun kemakmur-an
berdasarkan nilai dan semangat kerja sama atau tolong-
menolong.

37
Komaruddin Hidayat

Nilai-nilai itu tidak bisa diwujudkan secara prima


tanpa adanya sebuah jamaah (komunitas) dan institusi
sosial sehingga melahirkan leadership dan followership.
Institusi sosial yang pertama adalah bangunan keluarga,
komunitas umat beriman. Di Madinah pernah muncul
institusi sosial-politik yang diikat oleh Piagam Madinah.
Yang terakhir ini menjadi perdebatan, apakah mem-
bangun negara bersifat doktrinal ataukah produk
kondisi sosial. Jika itu doktrinal, mestinya sampai hari
ini Madinah dijadikan pusat kekuasaan politik dunia
Islam. Nyatanya hari ini Madinah lebih menonjol sebagai
tujuan ziarah keagamaan. Dan stelah kehidupan Nabi,
pusat kekuasaan berpindah ke luar Mekkah-Madinah.
t
rin

Demikianlah, keenam ajaran dasar Islam yang di-


rP

temukan dalam al-Quran diturunkan dalam bentuk


perilaku nyata dalam diri Nabi Muhammad yang disebut
fo

sunnah nabi. Banyak ajaran al-Quran yang sulit dipahami


ot

tanpa merujuk pada sunnah. Sebaliknya, memahami


N

sunnah tidak bisa dipisahkan dari rujukan al-Quran.


Yang sering membingungkan umat, penafsiran atas
teks al-Quran dan sunnah Nabi menampilkan beragam
penafsiran, karena teks al-Quran sendiri memungkinkan
bagi munculnya ragam penafsiran. Begitu pun sunnah
Nabi, mata rantai yang menghubungkan pada kita juga
tidak seragam. Banyak ulama yang melakukan penafsiran
dan improvisasi atas sunnah Nabi agar mudah dipahami
dan diterima oleh jamaahnya.
Melihat besarnya komunitas Islam di Indonesia
yang beragam karakternya, bermunculan lah organisasi
kemasyarakatan untuk menampung dan membina

38
FORMASI ISLAM AWAL

mereka. Yang paling fenomenal adalah Muhammadiyah


(1912) dan Nahdlatul Ulama (1926). Lalu, bermunculan
partai politik bernuansa keagamaan yang timbul-
tenggelam. Itu semua produk ijtihad sosial-kultural
sebagai instrumen penyebaran ajaran Islam dan untuk
membangun peradaban luhur, meskipun dalam praktik-
nya banyak jebakan, terutama institusi partai politik
yang mengedepankan ideologi keagamaan untuk berebut
kekuasaan di level kenegaraan.
Institusi keluarga dan negara sesungguhnya memiliki
kesamaan visi dan misi. Yaitu, untuk melindungi, men-
cerdaskan dan menyejahterakan warganya. Pendek kata,
sebuah keluarga dan negara akan dianggap gagal jika
t
rin

tidak bisa mewujudkan kebahagiaan warganya. Dalam


ajaran Islam terdapat ajaran doa yang sangat baku:
rP

Mohon kebaikan di dunia dan di akhirat, kesehatan


fo

jasmani dan ruhani. Dengan demikian, warga yang sehat


ot

adalah mereka yang senantiasa tumbuh dan terpenuhi


N

kebutuhan jasmaniah, intelektual, dan spiritualnya.


Peradaban luhur senantiasa meniscayakan tegaknya
pilar ekonomi untuk memenuhi berbagai kebutuhan
jasmani. Tegaknya institusi pendidikan dan riset untuk
mengembangkan sains dan teknologi. Dan, tumbuh
serta terjaganya spiritual values yang menjadi acuan dan
oksigen untuk membangun hidup yang lebih bermakna,
melampaui ukuran ekonomi dan intelektualitas.

39
3
DARI TEKS KE KONTEKS
Dalam beragama, kita merasakan adanya jarak yang
jauh dengan sumber aslinya, yaitu para rasul Tuhan
yang menerima wahyu lalu membangun jamaah umat
beriman sebagai sebuah model ideal. Mengenai sumber
t
rin

pengetahuan kita tentang keislaman, Shahab Ahmed


rP

membedakan pesan Tuhan ke dalam tiga kategori: pre-


text, text, dan con-text. Di luar teks wahyu al-Quran, pesan
fo

Tuhan itu jauh lebih luas, antara lain terhampar di alam


ot

semesta, sehingga semesta ini juga disebut sebagai ayat-


N

ayat kosmologis. Para filsuf dengan anugerah kekuatan


nalarnya bisa membaca dan menangkap pesan-pesan
Tuhan tanpa melalui teks kitab suci. Menurut Ahmed,
tidak semua realitas semesta dijelaskan oleh teks kitab
suci. The revelation of the Qur’an and the creation of nature
are coupled (Shahab Ahmed, hlm. 349). Begitu pun para
sufi dengan kejernihan dan kecerdasan hatinya mampu
memahami realitas kebenaran yang tertulis dalam pre-
text. Ahmed melanjutkan, Thus, we find that sufi exegesis
of the Qur’an conceives of the Text of the Qur’an as isyarat-
literally “pointers” or “indications” or “allusions” to the
higher Unseen Truth of the Pre-Text (whereas the level of

40
DARI TEKS KE KONTEKS

meaning attained by non-sufy exegesis of the Qur’an is called


by Sufis ibarat or “expressions” of the Text).
Ekspresi dan artikulasi keislaman semakin beragam
dan sangat kaya ketika penyebaran Islam semakin
meluas yang mendorong para ulama dan intelektualnya
melakukan apa yang oleh Shahab Ahmed disebut
hermeneutical engagements. Yaitu, sebuah upaya “meaning-
making” melalui penafsiran yang mendalam terhadap
semua bangunan dan produksi makna yang telah ada
untuk digali pesan maknanya yang esensial yang baru
serta kontekstual, untuk memenuhi tuntutan yang sesuai
dengan situasi historis-kultural yang tengah dihadapi.
Dengan metode ini, sejarah pemikiran Islam berlangsung
t
rin

dinamis, selalu muncul serial penafsiran atas penafsiran


rP

secara terus-menerus yang pada urutannya melahirkan


artikulasi dan ekspresi keislaman (islamics-islamicate) yang
fo

berlangsung terus dari generasi ke generasi. Dari zaman


ot

ke zaman. Oleh karenanya, sangat tepat ungkapan, Islam


N

itu satu dan sekaligus banyak serta beragam.


Albert Hourani mendiskripsikan sangat menarik
potret pasang-surut dan keragaman dunia Islam dalam A
History of The Arab People (1991). Dia membuat istilah, di
sana ada “Islam istana” dan “Islam rakyat” yang masing-
masing memiliki gaya hidup, tradisi, dan pemikiran
yang berbeda. Pusat-pusat Islam yang menyebar dan
berpindah-pindah juga melahirkan keragaman kultural
umat Islam dengan pemahaman yang khas. Di atas
semua keragaman itu, wajah keislaman mereka yang
sama adalah keimanan pada Tuhan, rasul dan kitab suci
yang sama serta peribadatan yang pokok.

41
Komaruddin Hidayat

Dalam bidang politik dan ekonomi, memasuki abad


modern, perkembangan dunia Arab-Islam yang sudah
menurun diperburuk lagi oleh ekspansi kekuasaan
Inggris dan Prancis yang mengubah warisan budaya
Islam yang terbangun sejak lama, sehingga wajah Islam
kontemporer dunia Arab tengah berjuang mencari
formatnya yang baru. Pusat keilmuan yang dahulu
bagaikan satu-satunya mercusuar dunia sulit untuk di-
bangun kembali mengingat dunia di luarnya jauh lebih
cepat dan maju perkembangannya sehingga sulit dikejar.
Yang menggembirakan, sekarang mahasiswa-mahasiswa
dari dunia Islam terbuka peluang untuk belajar sains
dan ilmu keislaman justru di negara-negara Barat. Jadi,
t
rin

kemunduran dunia Arab tidak berarti kemunduran ilmu-


rP

ilmu keislaman, karena banyak intelektual muslim yang


hijrah ke Barat untuk mendapatkan fasilitas riset yang
fo

lebih kondusif.
ot

Salah satu tema perdebatan ilmiah dalam Islam yang


N

menarik dan tidak pernah berhenti adalah kritik sejarah


seputar hubungan al-Quran, sunnah Nabi dan hadis yang
ketiganya menjadi rujukan kita dalam melaksanakan
ajaran agama dan membangun model masyarakat
Islam (Mun’im Sirry, Rekonstruksi Islam Historis, 2021).
Tanpa dukungan sejarah, kita tidak banyak menge-
tahui kehidupan Nabi Muhammad, karena al-Quran
tidak banyak menjelaskan secara detail layaknya buku
sejarah. Al-Quran sangat sedikit berbicara tentang
kisah atau peristiwa yang terjadi di zamannya, malahan
banyak mengungkapkan kisan-kisah sebelum kerasulan
Muhammad. Kisah-kisah itu pun lebih menekankan pada

42
DARI TEKS KE KONTEKS

petunjuk kehidupan bagi manusia, bukan layaknya cerita


sejarah. Sementara itu, kitab klasik yang menjelaskan
kehidupan Nabi yang dijadikan rujukan para penulis
sejarah dan periwayatan hadis Nabi, oleh para pakar ilmu
hadis dinilai tidak akurat, karena sudah bias pemihakan
pada kekuasaan dan mazhab. Sedangkan ilmu hadis
sendiri tidak luput dari kritik karena banyak hadis yang
beredar hanya mengandalkan mata rantai atau sanad
yang lemah. Hadis dinilai telah melakukan reduksi
narasi kehidupan Nabi yang lebih kompleks, lalu lebih
ditonjolkan aspek fikih dan teologinya
Berbagai pemikiran yang muncul dalam Islam tidak
sampai menggoyahkan dan membelokkan ajaran dasar
t
rin

Islam, melainkan memperkaya dan memberikan berbagai


pilihan bagi umatnya sehingga dunia Islam jika ditelusuri
rP

bukanlah sebuah dunia dengan pemikiran monolitik.


fo

Yang disesalkan, jika ulama dan intelektual lebih asyik


ot

berdiskusi pada tataran teoretis ilmiah saja, tetapi kurang


N

menaruh perhatian serius pada tataran praksis berupa


pengembangan institusi keilmuan, ekonomi dan industri
untuk memenuhi kebutuhan riil masyarakat.

Kemunculan Masyarakat Islam


Semua pemikiran yang menyejarah dan tumbuh besar
selalu dimulai dari sosok pribadi besar, meskipun
dimulai dari ruang dan waktu yang kecil dan terbatas.
Islam yang diajarkan Nabi Muhammad dimulai pada
awal abad ke-7, bermula dari Mekkah, sebuah kota kecil
di tengah gurun padang pasir. Agama baru ini memiliki
klaim sebagai agama penerus dan penyempurna agama-

43
Komaruddin Hidayat

agama yang dibawa para nabi sebelumnya, padahal


Muhammad tidak pernah hidup sezaman dengan para
nabi yang disebutnya. Pada masa itu, di belahan bumi
lain di luar Mekkah dan Madinah sudah berkembang
peradaban yang lebih maju. Sebut saja misalnya di Mesir
kuno dengan peninggalan piramidanya adalah bukti saat
itu mereka sudah sangat maju dalam seni dan teknologi
bangunan. Tanpa ilmu matematika yang tinggi tidak
mungkin bisa membangun piramida yang sedemikian
simetris-logis dan estetis. Begitu pun Yunani, Tiongkok,
India dan Jawa ditemukan jejak-jejak historis bahwa
mereka jauh lebih maju dibanding masyarakat Arab.
Di samping candi Borobudur di Magelang, misalnya,
t
rin

terdapat indikasi kuat adanya bangunan candi-candi lain


rP

yang lebih tua di Nusantara. Artinya, pada abad ke-6,


penduduk Nusantara sudah memiliki peradaban tinggi,
fo

baik dalam aspek seni maupun filsafat keagamaan.


ot

Kelahiran dan pertumbuhan Muhammad di wilayah


N

pedalaman padang pasir Arab yang jauh dari pusat-pusat


peradaban sering dikonstruksi sebagai bukti sejarah bahwa
Muhammad adalah anak kandung masyarakat yang
tidak punya tradisi tulis-baca seperti halnya masyarakat
Yunani. Hal ini menguatkan klaim kerasulan-Nya, bahwa
ajarannya bersumber dari Tuhan. Andaikan Muhammad
terlahir di Yunani lalu mengajarkan agama baru, sulit
ditepis pengaruh pemikiran sejak dari Socrates, Plato,
Aristoteles dan lainnya. Tanpa hewan unta, orang tidak
mungkin bisa menembus padang pasir yang sedemikian
luas dan ganas. Waktu itu unta berfungsi layaknya
kapal untuk menyeberangi laut, pesawat terbang untuk

44
DARI TEKS KE KONTEKS

menjelajah langit, atau mobil untuk menaklukkan jarak


daratan. Satu-satunya bangunan yang paling antik dan
dijaga oleh semua suku adalah bangunan Kakbah, yang
dari segi arsitektur amat sangat sederhana dibanding
candi Borobudur atau piramida.
Meski jauh dari pusat kebudayaan, masyarakat
Mekkah dan Madinah dikenal memiliki tradisi dan
prestasi dalam bahasa, terutama puisi yang sering di-
lombakan. Mereka dikenal kuat dalam hafalan. Oleh
karena itu, ada pendapat mukjizat yang paling tepat
adalah yang juga punya karakter kebahasaan, yaitu al-
Quran. Para pujangga Arab waktu itu mengakui bahwa
ayat-ayat al-Quran yang disampaikan Muhammad tidak
t
rin

mampu dijangkau oleh para pujangga dan penyair waktu


rP

itu. Hal ini mirip yang terjadi pada mukjizat Musa. Para
tukang sihir yang pertama mengakui bahwa tongkat
fo

Musa yang menjelma jadi ular bukanlah karya sihir, jauh


ot

di atas kemampuan mereka. Demikianlah, jika mukjizat


N

para nabi sebelumnya merupakan konsumsi indra yang


dilihat dan dirasakan langsung, mukjizat Muhammad
berupa al-Quran yang menantang penalaran dan masih
terus berlangsung sampai hari ini.
Wahyu al-Quran diterima Muhammad, sosok
pribadi yang kemanusiaannya sudah matang dan
kemuliaan budinya diakui oleh semua masyarakat
sekitarnya. Sebuah perpaduan yang langka. Ayat-ayatnya
turun dalam waktu 23 tahun, terlibat langsung dalam
pergulatan hidup Muhammad dan para sahabat. Para
sahabat Nabi mengenal dan memahami al-Quran beda
sekali dari kita yang hidup di hari ini, di mana al-Quran

45
Komaruddin Hidayat

telah terbukukan dalam mushaf 30 juz yang kadang


sebagai objek hafalan ataupun kajian kognitif, namun
bukan ruhnya yang menginspirasi, memotivasi dan
memandu kehidupan. Lebih dari itu, kita memahami al-
Quran tidak langsung dari Nabi Muhammad tetapi sudah
terhalang atau terjembatani oleh bahasa dan ulama.
Meski dalam ruang budaya yang bersifat lokal, apa
yang disampaikan Muhammad yang terhimpun dalam
wahyu al-Quran, visi dan jangkauannya melampaui
simbol-simbol budaya pada zamannya. Penekanan pada
monoteisme dan kemanusiaan universal sangat menonjol
yang diekspresikan pada budi pekerti mulia. Muncul
pertanyaan, apakah semua peristiwa dan kehidupan
t
rin

Muhammad merupakan blueprint baku yang mesti


rP

disakralkan untuk diterapkan oleh para pengikutnya


sepanjang zaman, ataukah sebagian merupakan peristiwa
fo

sejarah yang bersifat budaya dan profan yang terikat pada


ot

hukum sosial dan sejarah? Dengan kata lain, apakah


N

yang menjadi esensi dan subtansi ajaran Islam yang


dibawa Rasulullah Muhammad terselubung di balik
bungkus budaya, layaknya inti kelapa yang terbungkus
oleh serat dan batoknya? Cara pandang ini tentu akan
melahirkan implikasi jauh. Misalnya, bisakah hijrah
dan pembangunan masyarakat Madinah dilihat sebagai
historical accident?
Pertanyaan lain, mengapa pemahaman kita terhadap
Islam lebih dekat dan merujuk pada tokoh dan pemikiran
pasca-Muhammad? Mengapa tidak berusaha mendekat
sedekat-dekatnya pada sumber awal, yaitu perjalanan
hidup Muhammad dan pergulatan al-Quran dengan

46
DARI TEKS KE KONTEKS

berbagai masalah sosial kemanusiaan yang dihadapi


waktu itu? Pertanyaan terakhir ini tentu tidak mudah
dilakukan oleh mayoritas umat Islam mengingat kita
semua mengenal dan memahami Islam melalui mata
rantai aktor dan agen-agen sejarah yang sudah penuh
dengan bagasi penafsiran.

Universalitas dan Lokalitas


Semua agama besar yang ada sekarang lahir dan tumbuh
dalam masyarakat lokal yang hampir-hampir pemeluknya
tidak terhubung dengan dunia luar, baik karena rintangan
alam maupun faktor penghuni bumi yang masih kecil.
Menariknya, agama-agama itu meskipun lahir pada
t
rin

dunia partikular namun punya klaim universal. Terlebih


rP

agama Islam, klaimnya adalah agama penerus, penjaga


dan penyempurna seluruh ajaran nabi dan rasul Tuhan
fo

sebelumnya untuk diteruskan pada seluruh manusia.


ot

Yang diseru adalah seluruh manusia, bukan sebatas bangsa


N

Arab. Konsep universalitas itu tentu saja klaim normatif-


ideal yang bersifat prinsip-prinsip dasar, karena praktik
keberagamaan seseorang dan kelompok selalu melibatkan
unsur lokal-partikular dengan muatan budaya yang juga
partikular. Meskipun seseorang menyatakan dirinya
seorang muslim, dia adalah anak kandung budaya yang
menyertai pemikiran dan praktik keberagamaannya.
Sejak awal kemunculannya, frase-frase yang di-
tampilkan al-Quran sangat berbeda dari ungkapan
bahasa harian masyarakat Arab yang sangat fanatik pada
sukunya. Mereka senang memuja suku dan jago-jago
pedangnya dalam puisi. Puisi biasa digunakan untuk

47
Komaruddin Hidayat

menyerang dan merendahkan lawan. Tradisi berbahasa


yang hiperbolik masih bertahan sampai hari ini baik
untuk memuji pemimpin yang dikaguminya maupun
merendahkan lawannya.
Jadi, yang paling sah mengakui kemukjizatan bahasa
kitab al-Quran yang diperkenalkan Nabi Muhammad
adalah mereka yang familier dan memiliki serta menguasai
bahasa itu. Gaya bahasa dan muatan al-Quran dinilai
jauh mengungguli kualitas puisi mereka. Sampai hari ini
al-Quran dipandang sebagai puncak keunggulan bahasa
dan sastra Arab yang diakui tidak hanya oleh mereka yang
beragama Islam, tapi juga non-muslim Arab. Bahasa al-
Quran diposisikan sebagai rujukan dan pemersatu bahasa
t
Arab, sekaligus menjadi kebanggaan bangsa Arab.
rin

Secara teologis, mungkin Tuhan memilih Muhammad


rP

dan bahasa Arab sebagai wadah atau medium pesan


fo

wahyu karena keunikan dan keunggulannya yang mampu


menampung keluasan dan kedalaman pesan Tuhan.
ot
N

Andaikan pesan Tuhan disampaikan melalui bahasa yang


miskin diksi dan rendah kualitasnya, sudah pasti hanya
sedikit yang akan tertampung. Al-Quran diyakini oleh
umat Islam sebagai pesan yang universal, namun bisa
diekspresikan secara berlapis-lapis maknanya ke dalam
medium bahasa Arab. Dari yang universal masuk ke
medium lokal, lalu dari yang lokal digali dan diselami
kandungannya untuk mengungkap pesannya yang
universal. Bukankah kaidah sains juga begitu? Semula
dirumuskan dan ditemukan dalam konteks lokal secara
induktif, namun karena muatan kebenarannya universal,
banyak kaidah sains yang menyebar melewati batas ruang
dan waktu.

48
DARI TEKS KE KONTEKS

Hubungan dialektis antara lokalitas dan universalitas


ini lalu melahirkan berbagai metode tafsir dan
hermeneutika. Karena aktor yang beragama dan yang
menafsirkan adalah manusia, pada akhirnya manusia
yang akan menentukan pilihan dalam menyikapi agama.
Manusia sebagai aktor yang memahami dan menafsirkan
wahyu ikut andil dalam membangun makna. Ketika
ajaran agama yang diyakini datang dari Tuhan sudah
menyejarah, perkembangan agama lalu terkena hukum
sejarah.
Seseorang memahami dan melaksanakan ajaran
agama tidak bisa dipisahkan dari pengaruh budaya,
kondisi geografis, politik, tingkat keilmuan serta status
t
rin

ekonomi. Ada orang yang ingin menjaga otentisitas


agama berdasarkan teks yang mereka sakralkan, ada pula
rP

yang memilih jalan melakukan dekonstruksi teks untuk


fo

menggali substansi pesan di balik teks agar kompatibel


ot

dan bisa memberikan jawaban pada berbagai persoalan


N

kemanusiaan hari ini. Keduanya sama-sama berangkat


dari kecintaan dan apresiasi pada al-Quran, namun
pilihan metode dan sudut pandangnya berbeda sehingga
hasilnya juga berbeda.
Beberapa persoalan baru yang tidak dihadapi oleh
umat Islam awal antara lain adalah:
1. Masyarakat global. Penyebaran agama dan mobilitas
pemeluknya saat ini telah mengglobal. Perjumpaan
antar berbagai paham dan pemeluk agama tidak bisa
dihindarkan. Jargon dan pemahaman yang bersifat lokal
yang berkembang belasan abad lalu sebagian tidak lagi
dirasakan cocok untuk diterapkan hari ini. Misalnya

49
Komaruddin Hidayat

pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan, di


era digital ini semakin egaliter karena berdasarkan skill,
bukan lagi otot. Pemujaan pada ekslusivisme etnis,
komunalisme dan bahkan negara juga memudar karena
teknologi digital telah mampu menciptakan jaringan
dan komunitas virtual yang melampaui sekat-sekat
bangsa, agama dan birokrasi negara. Banyak istri yang
penghasilannya lebih besar dari pada suami.
2. Passing over dan eklektisisme. Sekarang ini hampir
tidak ada bangsa dan masyarakat yang tidak terkoneksi
dengan dunia luar, terutama dari sisi ilmu pengetahuan
dan kebudayaan. Ketika seseorang belajar agama, dimulai
dengan menggunakan bahasa ibu yang bersifat lokal-
t
rin

kultural. Seseorang memahami kandungan teks kitab


rP

suci dengan referensi pengalaman budayanya. Bagi


orang yang tinggal di daerah kutub yang sangat dingin,
fo

gambaran bahwa neraka panas, respons mereka tentu


ot

berbeda dari respons psikologis masyarakat padang pasir


N

Arab ketika al-Quran diwahyukan. Bagi masyarakat


kutub, panas justru dirindukan. Posisi geografis ini sudah
tentu mendorong penafsiran baru tentang jadwal waktu
salat dan puasa yang berdasarkan gerak edar matahari dan
bulan.
Dalam ranah ilmu pengetahuan dan wawasan ke-
agamaan, pertemuan antar ajaran agama dan pemeluknya
akan menimbulkan benturan dan pengayaan. Secara
pribadi saya sendiri merasa tidak nyaman jika diposisikan
sebagai ahli agama dan ahli Islam. Semua orang dituntut
untuk saling belajar hal-hal yang baru dan saling
berbagi pengalaman serta pengetahuan. Mempelajari

50
DARI TEKS KE KONTEKS

ketuhanan, cabang keilmuan sosial, humaniora, dan


ilmu alam, semuanya saling berkaitan. Saya selalu ber-
usaha mempelajari semua cabang ilmu, meskipun
sekadar pengantar. Hal ini sangat membantu dalam
mengeksplorasi ilmu ketuhanan. Begitu pun belajar
filsafat ketuhanan dan teologi turut memperkaya wawasan
saya dalam mempelajari cabang ilmu yang lain.
Dengan demikian, ibarat sebuah masakan, berbagai
bacaan yang saya dapatkan dari beragam kepustakaan
dan pengalaman pergaulan dengan beragam agama serta
budaya telah membentuk konstruksi selera dan rasa
keberagamaan serta kehidupan saya. Jika diukur dengan
parameter bahasa dan sunnah Rasul yang terformulasikan
t
rin

dalam bahasa dan budaya Arab, keislaman saya sangat


rP

peripheral atau pinggiran. Tapi, benarkah kota Mekkah


dan Madinah saat ini bisa diposisikan sebagai pusat
fo

keilmuan Islam? Bahwa di sana ada Kakbah yang menjadi


ot

tujuan berhaji, itu suatu kenyataan tak terbantahkan.


N

Namun, menganggap Arab Saudi sebagai model ideal


kehidupan beragama, lalu yang lain adalah pinggiran,
realitas empirisnya sulit diterima.
Jadi, kalau ditanya apakah saat ini ada yang di-
namakan Islam murni, sebelum dijawab mesti diperjelas
terlebih dahulu apa maksud dan batasan Islam murni
itu. Di masa Nabi rasanya istilah “iman” dan “mukmin”
lebih menonjol ketimbang istilah “islam” dan “muslim”.
Bahkan, khalifah sepeninggal Rasulullah disebut “Amirul
Mukminin”, bukan “Amirul Muslimin”. Dalam al-
Quran kata islam dan muslim dilekatkan juga pada
nabi terdahulu, misalnya saja Nabi Ibrahim. Penyebaran

51
Komaruddin Hidayat

Islam yang begitu cepat di luar tanah Arab sudah pasti


karena difasilitasi oleh infrastruktur sosial dan budaya
yang tumbuh di luar Arab yang membuka jalan bagi
Islam untuk masuk dan tumbuh di wilayah yang baru.
Dalam kaitan ini maka muncul pertanyaan konseptual
“pribumisasi Islam”, ataukah “islamisasi pribumi”?
Pertanyaan ini juga muncul di Eropa: islamisasi Eropa
atau eropanisasi Islam? Menurut Fajrie Alatas, pertanyaan
demikian ini secara antropologis tidak relevan karena
masing-masing komunitas muslim akan menghubungkan
keislamannya pada sumber asalnya, yaitu sunnah Nabi
yang disesuaikan dengan kondisi kulturalnya. Konstruksi
pemahaman dan budaya Islam hari ini bersifat eklektik
t
rin

dan pemeluknya telah melakukan passing over. Yaitu


sebuah ziarah melewati batas budaya dan tradisi agama
rP

yang dibangun pada masa lalu. Benturan dan perjumpaan


fo

yang terjadi di luar diri juga dialami dalam diri seseorang


ot

yang hidup di tengah masyarakat yang saling terhubung


N

dengan yang lain, yang mengantarkan sebuah pencarian


dan pembangunan makna tak pernah berhenti.
3. Kebebasan beragama. Suasana baru yang dijumpai
masyarakat kontemporer adalah kebebasan untuk mem-
pelajari agama lain, bahkan di antara mereka merasa bebas
menentukan pilihan, apakah akan mempertahankan
agama yang diyakininya, akan berpindah agama, memeluk
multiagama, atau memilih tidak terikat pada agama.
Ketika ikatan etnis dan komunal mengendur, kehidupan
seseorang cenderung atomistik dan individualistik se-
hingga agama dianggap sebagai urusan pribadi. Kontrol
sosial terhadap kehidupan individu semakin menipis.

52
DARI TEKS KE KONTEKS

Seseorang lebih merasa jadi warga negara dan warga


dunia yang lebih luas dan lebih menawarkan kebebasan
ketimbang jadi warga komunal. Di Indonesia, status
agama seseorang memang diwajibkan untuk ditulis dalam
Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan beberapa formulir lain
ketika berurusan dengan birokrasi pemerintah. Namun,
sekadar identitas agama secara administratif tidak selalu
menunjukkan kualitas dan kesungguhan seseorang dalam
memeluk dan menjalankan agamanya.
Identitas agama selalu ditulis karena ada beberapa
alasan. Satu, jika seseorang meninggal agar jelas proses
penguburan jenazahnya mengingat setiap komunitas
beragama memiliki ritual yang khas. Dua, Pancasila
t
rin

sebagai falsafah dan panduan hidup berbangsa dan


rP

bernegara, sila pertamanya adalah ketuhanan yang maha


esa. Sila ini memiliki implikasi politik bahwa di Indonesia
fo

tak ada ruang bagi mereka yang tidak bertuhan dan tidak
ot

beragama. Setidaknya menganut aliran kepercayaan. Di


N

sini memang unik, negara ikut mengatur dan menentukan


agama masyarakat. Misalnya Konghucu yang dulu
diposisikan sebagai filsafat hidup dan tradisi Tiongkok,
oleh Presiden Abdurrahman Wahid ditetapkan sebagai
agama bersama lima agama yang lain.
Dulu, orang yang berpindah agama akan dijatuhi
sanksi sosial yang kejam. Bahkan ada yang menghalalkan
darahnya. Tetapi, kondisi demikian pelan-pelan berubah.
Ada tafsiran baru bahwa keluar dari agama (murtad) tak
ubahnya anggota militer yang melakukan disersi atau
pengkhianatan kelompok sehingga boleh dibunuh karena
akan membocorkan rahasia pertahanannya pada musuh.

53
Komaruddin Hidayat

Namun, saat ini ketika jumlah penduduk bumi semakin


banyak dan berbaur, beragam pilihan agama mudah
dijumpai, sanksi sosial pun semakin longgar, sehingga
agama cenderung menjadi pilihan pribadi. Di samping
itu, memang tak ada perintah agama untuk membuat
formula guna mengontrol keimanan seseorang yang
sangat pribadi. Yang ada adalah dakwah, menjelaskan
jalan kebaikan dan kejahatan, dengan harapan masyarakat
memilih jalan kebaikan dan ketakwaan. Namun, dakwah
bukanlah sebuah paksaan dan ancaman sosial.
Di Indonesia, ikatan dan kontrol sosial terhadap
keberagamaan seseorang masih cukup tinggi. Bahkan,
belakangan ini menguat politik identitas keagamaan
t
rin

dalam kontestasi pemilu maupun pilkada. Tetapi,


mereka yang kuliah atau tinggal di luar negeri, terutama
rP

di Barat, akan menemukan iklim kebebasan dalam


fo

beragama. Sangat mungkin di masa depan sanksi sosial


ot

juga akan mengendur di Indonesia. Apakah ini berarti


N

kehidupan beragama akan melemah? Belum tentu. Justru


bisa jadi sebaliknya akan lebih meningkatkan kesadaran
dan kualitas beragama karena kesalehan dan ketulusan
beragama membutuhkan iklim kebebasan, jauh dari
ancaman dan paksaan.
4. Budaya digital. Kemunculan teknologi digital telah
melahirkan silent revolution (revolusi senyap). Orang
aktif dan heboh melalui aktivitas jari, bukan teriak-
teriak di jalan raya dan di lapangan terbuka. Berbagai
lini kehidupan mengalami perubahan radikal yang juga
berdampak pada kehidupan dan moda komunikasi
keagamaan. Sentra-sentra bisnis yang semula menjadi

54
DARI TEKS KE KONTEKS

magnet bagi orang untuk datang berbelanja, sekarang


beralih ke online. Muncul kapitalis baru semacam Bill
Gates yang tidak perlu menguasai pabrik, tenaga kerja,
lahan tanah, dan armada angkutan barang, tetapi beralih
pada penguasaan jaringan internet yang memfasilitasi
antara penjual dan pembeli secara online yang kemudian
dimediasi oleh angkutan semacam Gojek.
Teknologi digital telah meratakan tembok-tembok
komunikasi dan menempatkan orang dalam posisi
sederajat untuk bisa mengakses sumber informasi ke-
ilmuan. Dengan kata lain, dulu orang menimba air mesti
datang ke sumur, sekarang beralih ke sistem ledeng yang
datang melayani pemakai, pelanggan atau pembeli jasa.
t
rin

Di Indonesia, bermunculan ceramah keagamaan dengan


rP

beragam tipologi ustaz, baik yang memiliki otoritas


keilmuan yang mendalam maupun yang mengandalkan
fo

penampilan wajah serta retorika yang diminati anak-anak


ot

milenial. Pendek kata, meminjam bahasa bisnis, selera


N

pasar—the feeling of the people—yang menjadi penentu


akhir. Ini juga terjadi dalam dunia politik. Parpol akan
mendukung calon presiden atau gubernur yang populer
dan disukai rakyat, sedangkan aspek kualitas nomor
dua. Oleh karena itu, lembaga survei politik tumbuh
menjamur, sebagaimana survei selera konsumen terhadap
sebuah produk bisnis.
Bagi kelas terdidik, teknologi digital sangat mem-
bantu mengakses informasi bermutu yang bertaraf
internasional. Untuk mempelajari sumber keislaman juga
sangat terbantu, misalnya ingin mempelajari tema-tema
al-Quran, ayat-ayat yang diinginkan, bahkan juga hadis.

55
Komaruddin Hidayat

Tetapi, bagi masyarakat luas, internet dan media sosial


lebih banyak menyajikan berita dangkal penuh sensasi
yang dikendalikan oleh buzzers dan influencer untuk
kepentingan ekonomi dan politik jangka pendek. Yang
menarik diamati, banyak ustaz dan kai tradisional yang
justru memanfaatkan aplikasi YouTube untuk dakwah
dengan pengikut puluhan ribu. Sementara intelektual
modernis lebih banyak kegiatan berupa seminar-seminar
namun tidak menjangkau rakyat bawah. Di samping
kiai-kiai tradisional, bermunculan penceramah salafi
alumni pendidikan Timur Tengah yang aktif dan atraktif
menyampaikan dakwah pada masyarakat menengah ke
bawah dengan penekanan syariah atau fikih. Sementara
t
rin

itu, keberagamaan yang lebih menekankan syariah


rP

dan kalam (akidah) memiliki kecenderungan untuk


menghakimi yang lain sehingga pada urutannya sering
fo

menimbulkan perpecahan umat, bahkan saling meng-


ot

kafirkan.
N

Akibat lebih lanjut, wibawa ulama dan pemimpin


institusi keagamaan konvensional semacam MUI (Majelis
Ulama Indonesia) tersaingi. Masyarakat dengan mudah
mencari rujukan dan komparasi pendapat mengenai
isu-isu keagamaan secara mandiri sehingga sikap dan
pandangan masyarakat kian beragam dan acap kali
menimbulkan kebisingan, bukan ketenteraman. Tren ini
sudah pasti tak bisa dibendung, seperti diulas oleh Tom
Nichols dalam The Death of Expertise (2017). Medsos
dengan cepat bisa mendongkrak dan mengorbitkan
seseorang untuk menjadi selebritas papan atas, termasuk
selebritas juru dakwah yang terampil mengemas

56
DARI TEKS KE KONTEKS

religiotainment, namun bisa juga menghukum dan


menjatuhkan. Perlu dicacat, netizen Indonesia dikenal
sangat rendah etikanya sehingga bisa kejam merisak
seseorang. Para teroris belajar merakit bom cukup lewat
internet.
5. Neurosains dan big data. Kolaborasi dua cabang
ilmu baru sangat signifikan dampaknya terhadap
pemikiran keagamaan, yaitu neurosains dan big data
yang diprogram oleh algoritma. Neurosains sebagai
pertumbuhan lanjut dari ilmu biologi telah mampu
memahami berbagai gejala kejiwaan berdasarkan faktor-
faktor biologis yang memengaruhi kinerja saraf yang
pada urutannya menimbulkan berbagai macam emosi,
t
rin

pikiran, ilusi dan tindakan seseorang. Oleh algoritma,


sekian data seseorang yang terkumpul ke dalam big
rP

data yang setiap hari kita input melalui gadget akan


fo

dengan mudah membaca kecenderungan dan watak kita


berdasarkan data kuantitatif. Lewat jejak-jejak digital,
ot
N

seseorang akan mudah diketahui jaringan pergaulan-


nya, materi pembicaraannya, hobinya, kesehatannya,
tempat-tempat yang dikunjunginya, dan lain sebagainya,
sehingga sesungguhnya hampir-hampir kita kehilangan
privasi.
Neurosains telah memasuki ranah yang semula oleh
manusia dianggap misteri, metafisis, non-empiris, yang
jadi ranah agama untuk menjelaskannya. Misalnya,
pemikiran tentang Tuhan, surga, neraka, alam gaib,
hidup damai bahagia, oleh neurosains dianalisis secara
saintifik berdasarkan kinerja jejaring saraf dalam kepala
yang dipengaruhi kondisi biologis, tidak lagi analisis
filosofis-spekulatif model Sigmund Freud.

57
Komaruddin Hidayat

Dengan demikian, sekarang khotbah agama


dihadapkan tantangan baru, konter narasi, yang datang
dari neurosains. Hal ini akan menantang agama untuk
menununjukkan distingsinya yang membedakan dirinya
secara tegas dari wilayah mitos dan logos. Padahal dalam
masyarakat rasanya sulit dipisahkan antara narasi wahyu
dan mitos, antara ajaran agama dan dongeng.
Rakyat senang dengan dongeng, mitos dan fiksi,
terlebih ketika dibumbui dengan nuansa keagamaan.
Khususnya di Jawa, campur aduk antara dongeng, ajaran
kitab suci, dan mitos terlihat dalam cerita wayang.
Neurosains mungkin akan menyamakan antara dongeng,
mitos dan berita wahyu, karena semuanya tidak bisa
t
diverifikasi atau dibuktikan kebenarannya secara empiris
rin

faktual.
rP

Big data dan algoritma sangat membantu untuk


fo

memahami berbagai sifat, kebiasaan dan minat seseorang


sehingga memunculkan pertanyaan hipotetis: betulkah
ot
N

kita memiliki kemerdekaan (freedom) untuk berpikir


dan bertindak, karena sesungguhnya perilaku manusia
merupakan produk dari proses stimulus dan respons. Jika
pola dan formula hubungan stimulus dan respons sudah
bisa diketahui dengan bantuan algoritma, maka manusia
sesungguhnya merupakan “hackable being”. Perilakunya
dengan mudah bisa diarahkan. Kerja hacking inilah yang
dilakukan oleh para ahli periklanan dan influencer dengan
teknologi digital. Dengan demikian, informasi dan
dakwah keagamaan akan dipandang tak ubahnya
sebagai stimulus yang mungkin bisa memberikan
ketenangan dan motivasi kebaikan, namun semuanya
tetap dalam ranah rekayasa biologis dan psikologis.

58
DARI TEKS KE KONTEKS

6. Isu lingkungan. Isu baru lainnya yang dihadapi


umat beragama adalah lingkungan hidup yang kualitas-
nya semakin menurun. Al-Quran secara eksplisit me-
nyatakan, Tuhan menciptakan Adam sebagai khalifah
atau mandataris-Nya di muka bumi. Jumlah manusia
yang mendekati delapan miliar, tampaknya membuat
bumi semakin keberatan untuk menyangganya karena
lingkungan yang rusak oleh tangan manusia. Dalam
dunia bisnis pun hal ini sudah disadari sehingga mereka
mengenalkan prinsip PPP, yaitu people, profit, and planet.
Saya rasa PPP ini yang lebih tepat diarahkan pada
negara-negara industri maju yang telah ikut merusak
lingkungan alam di negara-negara berkembang untuk
t
rin

dieksploitasi sumber daya alamnya semata mengejar


rP

profit, termasuk di Indonesia. Hutan rusak bukan semata


oleh pelaku ekonomi dalam negeri, melainkan lebih
fo

banyak oleh perusahaan asing yang melibatkan aktor-


ot

aktor dalam negeri. Di tingkat global, perubahan iklim


N

juga menjadi ancaman yang serius. Di AS, misalnya,


amukan badai akibat perubahan iklim berulang kali
terjadi dan memorakporandakan kota. Bagaimana umat
beragama menyikapi hal ini? Baru belakangan saja mulai
diangkat dalam berbagai kajian keagamaan, antara lahir
melahirkan fikih lingkungan dan teologi lingkungan.
Demikianlah, apa yang saya uraikan sekilas di atas
adalah hal-hal baru yang dulu ketika awal mula agama
lahir dan tumbuh belum dijumpai. Oleh karena itu,
pertanyaannya, apakah agama punya masa depan dan
agama akan menjadi solusi ataukah akan terpinggirkan
pada abad-abad mendatang? Saya sering kali mendengar

59
Komaruddin Hidayat

ceramah yang mengutuk hari akhir yang tak lagi me-


merhatikan agama. Seakan agama tidak punya prospek
cerah di masa depan, lalu kita diajak untuk menengok
dan berjalan ke belakang. Sains selalu melangkah ke
depan, sementara agama selalu mengajak ke belakang.
Apa betul begitu?

Islam Historis dan Metahistoris


Semua rasul Tuhan mengajarkan Islam sebagai satu-
satunya jalan yang benar. Yaitu, mengimani dan pasrah
pada Allah yang Esa, asal-usul dan tempat kita semua
kembali. Sangkan paraning dumadi. Yang diseru adalah
jiwa kita, karena yang akan hidup abadi adalah jiwa,
t
rin

bukan fisik. Fisik adalah kendaraan, sementara ruh


rP

adalah sumber kehidupan, dan ketika ruh bertugas


sebagai komandan atas fisik, ia pun disebut jiwa (nafs).
fo

Ketiga komponen pokok itu disebutkan dalam al-


ot

Quran: al-jasadu, an-nafsu, al-ruhu. Jiwa (nafs) diberi


N

radar atau ilham, mana jalan kebaikan dan mana jalan


keburukan. Berbahagialah orang yang bisa menjaga dan
senantiasa mensucikan jiwanya sehingga selalu memilih
jalan kebaikan (QS asy-Syams [91]: 7, 8, dan 9). Kata
nafs ada kalanya merujuk nafsu jasadi, yang cenderung
mencari kenikmatan fisik, dan ada kalanya nafs merujuk
pada ruhani. Untuk membedakan perlu dilihat konteks
kalimatnya.
Ketika ruh ilahi berjumpa dengan jasad, dimensi
ilahiah ikut masuk ke dalam ranah sejarah sebagai
sumber energi kehidupan dengan kendaraan tubuh
yang dikendalikan oleh jiwa yang nantinya dituntut

60
DARI TEKS KE KONTEKS

pertanggungjawaban atas kepemimpinannya (QS al-


Baqarah [2]: 48, 123, 281, 286; Ali 'Imran [3]: 25 dan
161; al-Infithar [82]: 19). Jiwa akan merasakan kematian,
peristiwa pisahnya ruh dan tubuh, tetapi bukan akhir
kehidupan, karena jiwa akan melangsungkan episode
kehidupannya di balik kematian. Jiwa, nama lain dari
ruh yang telah merekam berbagai memori apa saja
yang dipikirkan dan dilakukan selama hidup. Jiwa yang
hidupnya lurus, tenang, damai, karena selalu ingat dan
terkoneksi dengan Allah, ketika kembali pada Tuhannya
akan merasakan suka cita (QS al-Fajr [89]: 27 dan 28).
Cahaya atau hidayah ilahi menerangi kalbu sebagai
lokus jiwa yang menjadi pusat pengendali perilaku
t
manusia. Di dalam kalbu itu Tuhan membangun kuil
rin

tempat perjumpaan sang hamba dengan Tuhannya


rP

sehingga dengan kalbu seorang mukmin akan merasakan


fo

kedekatan dan berintim dengan Tuhan. Tuhan terlalu


jauh dan tidak akan bisa dijangkau oleh nalar, melainkan
ot

amat dekat dirasakan dengan kalbu yang bersih yang


N

selalu berzikir pada-Nya.


Jadi, asal-usul cahaya dan energi iman bersifat
transenden, metahistoris, tetapi dampak yang di-
timbulkan adalah nyata dan masuk ruang historis. Di
sana ada dua macam Islam: historis dan metahistoris,
yang bertemu dalam setiap individu seorang mukmin.
Setiap mukmin-muslim meyakini dimensi esoterisme
Islam yang kemudian diekspresikan dalam dimensi
eksoteriknya. Kalau dalam ilmu sosial dibedakan antara
virtual society dan real society, maka kehidupan beragama
juga memiliki dua tataran, yaitu dunia simbolik dan dunia
nyata, dunia batin (esoterik) dan dunia lahir (eksoterik).

61
Komaruddin Hidayat

Dunia simbolik menghadirkan dunia transenden ke


ranah imanen, sekarang dan di sini. Misalnya, bangunan
Kakbah, lahiriahnya hanyalah bangunan fisik berbentuk
kubus tersusun dari bebatuan, namun bagi orang beriman
Kakbah merupakan gerbang penghubung antara dunia
dan akhirat, antara bumi dan langit, antara yang profan
dan sakral, antara seorang muslim dan Tuhan. Orang
datang bertawaf yang terlihat adalah gerak fisik memutari
Kakbah. Padahal hakikat tawafnya berlangsung dalam
dunia batin yang tak terlihat. Begitu pun kita melihat
adegan salat hanyalah gerak lahiriahnya, sementara
hakikat salatnya kita tak akan mampu melihat.
Analisis ilmiah sulit menangkap dan menjelaskan
t
rin

kekuatan yang menggerakkan jutaan umat Islam datang


rP

ke Masjidil Haram di Mekkah untuk tawaf memutari


Kakbah dan melakukan serangkaian ibadah haji, karena
fo

hal itu merupakan wilayah iman. Analisis ilmiah juga


ot

sulit menjelaskan mengapa umat Islam tersinggung


N

jika kehormatan Muhammad dan kemuliaan al-Quran


dihinakan. Jarak historis antara Nabi Muhammad dan
umat Islam hari ini sudah 15 abad. Namun, secara
metafisis keberadaan Rasulullah Muhammad diyakini
dan dihayati tak berjarak.
Setiap salat, umat Islam memanjatkan salawat
atasnya dan Rasulullah serasa di hadapannya. Ketika ada
peringatan Maulid Nabi, ruh Muhammad dipanggil dan
diyakini kehadirannya. Oleh karenanya, umat Islam tak
akan marah jika ada orang tidak percaya pada Tuhan atau
melecehkan agama. Tetapi akan marah jika kehormatan
Muhammad dan kemuliaan al-Quran dilecehkan. Meski-

62
DARI TEKS KE KONTEKS

pun tanpa pembelaan umatnya, Rasulullah Muhammad


dan al-Quran akan terjaga kemuliaannya.
Pergumulan dan artikulasi Muhammad terhadap
pesan dan spirit al-Quran ke dalam kehidupan kemudian
melahirkan sunnah atau tradisi Rasul, yang oleh ahli hadis
dicatat dan dibukukan. Namun sunnah Rasul jauh lebih
kompleks dan lebih dalam dari sekadar apa yang bisa
dicatat dan diceritakan oleh ulama hadis. Bagaikan danau
besar, para sahabat mengalirkan sunnah ini kepada umat
secara berkesinambungan dari generasi ke generasi sesuai
yang mereka lihat dan pahami. Oleh karena itu, Rasul
banyak cabang dan rantingnya, yang terbungkus dalam
bahasa dan budaya Arab pada zamannya. Bagaimana
t
rin

pengalaman dan kehidupan batin Muhammad tentu tak


rP

akan tertangkap mata lahiriah. Banyak peristiwa spiritual


yang hanya dijalani oleh Rasulullah, misalnya pengalaman
fo

'isra mi’raj. Oleh karenanya, dimensi metahistoris dan


ot

esoterisme keberislaman Muhammad melampaui lanskap


N

bahasa dan budaya Arab waktu itu.


Mengingat sunnah Rasul itu luas dan kompleks,
wajar saja jika potret sunnah Nabi yang ditampilkan oleh
para sahabat dan ulama juga banyak versinya. Sebuah
potret tak akan mampu menghadirkan objek yang
dipotret secara utuh, tetapi hanya sebagian kecil saja dari
realitas dalam dirinya (reality in-itself) yang objektif di
luar sana. Pemahaman dan potret sunnah yang dikemas
dalam ranah fikih dan kalam sering kali menimbulkan
perbedaan dan pertengkaran jika tidak dikembalikan
pada prinsip-prinsip dan nilai dasar dari misi kerasulan
Muhammad.

63
Komaruddin Hidayat

Namun, di balik perbedaan itu semua ada kekuatan


simbolik yang menyatukan umat Islam, yaitu mengimani
Tuhan, nabi dan kitab suci yang sama. Oleh karenanya,
ekspresi keberagamaan mestinya lebih mengutamakan
akhlak dan cinta, bukan berhenti pada dalil-dalil hukum
dan akidah yang melahirkan sekian banyak mazhab
yang sering kali mendorong pertengkaran. Keimanan
pada Allah yang transenden dan metahistoris mesti
melahirkan sikap menghargai dan membela nilai-nilai
kemanusiaan yang bersifat historis. Dalam sunnah Rasul
pasti terkandung imajinasi, suatu cita ideal Islam yang
dibayangkan untuk masa depan dalam skala universal.
Bukankah Rasulullah Muhammad diutus sebagai penebar
t
kasih dan pembangun akhlak untuk penduduk semesta?
rin
rP

Ragam Format Penyebaran Islam


fo

Sejarawan Thomas Carlyle (1795-1881) berpandangan


ot

bahwa mayoritas pemikiran dan perilaku penduduk


N

dunia dipengaruhi oleh sekelompok kecil pemikir dan


pemimpin dunia. Salah satu tokoh yang sangat besar
pengaruhnya adalah Muhammad yang memengaruhi
pemikiran dan perilaku umat Islam di seluruh dunia
yang jumlahnya senantiasa berkembang dari tahun ke
tahun. Mereka melakukan ritual mengikuti apa yang
dicontohkan Muhammad. Mereka mencintai dan mem-
pelajari al-Quran yang diwariskan oleh Muhammad.
Mereka mengimani Tuhan dan hari akhir sebagaimana
diajarkan Muhammad. Jadi, katanya, kalau ingin tahu arah
pemikiran dan perilaku umat Islam, pelajarilah sejarah
hidup Muhammad, niscaya engkau akan mendapatkan
gambaran pemikiran dan perilaku umat Islam sedunia.

64
DARI TEKS KE KONTEKS

Ibarat sebuah pohon besar, umat Islam sepakat


untuk menjaga dan mengikuti ajaran-ajaran dasar yang
diwariskan Nabi Muhammad, sebagaimana yang tersurat
dalam rukun iman dan rukun Islam. Namun, pohon itu
telah melahirkan sekian banyak dahan, ranting, daun dan
buah yang sangat beraneka ragam ketika ajaran dasar itu
ditafsirkan dan dikembangkan oleh para pemeluknya
sesuai dengan kapasitas intelektual, pengaruh budaya,
dan kepentingannya. Bahkan telah terjadi perkawinan
silang antar berbagai cabang dan rantingnya, lalu
menumbuhkan jenis varietas baru dalam pemikiran
keagamaan. Hal ini tak bisa dielakkan, karena aktor
yang beragama adalah manusia, dan manusia lahir serta
t
rin

tumbuh diasuh oleh budayanya, termasuk nilai-nilai


rP

agama yang telah membudaya.


Dengan berkembangnya teknologi digital dan
fo

jumlah populasi dunia, konfigurasi budaya semakin


ot

bersifat eklektik dan sintetik. Ini juga terjadi dalam area


N

makanan dan musik yang semakin banyak pilihannya.


Seseorang bisa menyantap menu makan pagi, makan
siang dan makan malam, dengan resep yang berbeda-
beda. Begitu pun musik yang mengeringinya. Simbol-
simbol agama seperti halnya greeting ucapan salam lazim
diucapkan oleh pemeluk beda agama.
Agama, sebagaimana budaya, akan cepat ber-
kembang jika ditopang oleh kekuatan jumlah demografi,
kekuatan sains dan ekonomi. Misalnya, bahasa Inggris,
mengapa mendominasi bahasa pergaulan internasional?
Karena, Inggris pernah menjadi kekuatan ekonomi dan
sains yang menjajah negara-negara di dunia dan tetap

65
Komaruddin Hidayat

menjaga hubungan baik dengan bekas negara jajahannya


sehingga terjadi transfer ilmu dan bahasa. Ini berbeda
dari Indonesia yang pernah dijajah Belanda yang semakin
hari pengaruh bahasa Belanda semakin hilang karena
ekonomi, sains dan bahasa Belanda tidak sekuat Inggris.
Sekarang bahasa dan mata uang Tiongkok semakin
ekspansif karena ditopang oleh kemajuan ekonomi dan
jumlah penduduknya.
Bagaimana halnya dengan Islam dan bahasa Arab?
Bahasa Arab pernah berkembang ekspansif keluar dari
jazirah non-Arab karena mobilitas penduduk muslim-
Arab yang menyebarkan agama dan mengenalkan
peradaban baru yang lebih unggul. Tetapi, ekspansi
t
keunggulan peradaban Islam ini menurun sejak abad ke-
rin

13 sehingga penyebaran bahasa Arab ikut menurun yang


rP

kemudian disalip oleh Inggris dan Prancis. Sekian banyak


negara yang semula di bawah kesultanan Ottoman jatuh
fo

ke tangan Inggris dan Prancis. Salah satu kekuatan bahasa


ot

Arab yang sampai sekarang tetap terjaga keunggulannya


N

posisinya sebagai bahasa al-Quran, bukan karena bahasa


ilmu pengetahuan modern. Berbagai kajian dan seminar
keislaman di zaman modern pun banyak diselenggarakan
dengan medium bahasa Inggris.
Jadi, perkembangan keislaman saat ini mengambil
format, sarana dan semangat yang beragam sekali, mulai
dari kegiatan ritual, ceramah, seni, politik, ekonomi,
hingga keilmuan yang berlangsung dalam masyarakat,
lembaga pendidikan, organisasi masyarakat dan media
sosial. Kita menyaksikan sendiri di Indonesia beragam
format kegiatan dan institusi yang diberi lebel dan nuansa
keagamaan.

66
4
ISLAM DAN JEJARING
PERADABAN KONTEMPORER
Tulisan Samuel P. Huntington yang berjudul The Clash
of Civilizations? dalam jurnal Foreign Affair (1993)
t
rin

telah berhasil memancing perbincangan yang panas


rP

di kalangan intelektual. Huntington berdiri mewakili


kepentingan Amerika yang merasa gelisah dengan
fo

kemajuan Tiongkok yang begitu mengesankan dan


ot

menguatnya identitas keislaman yang disertai sentimen


N

anti-AS. Lebih dari itu, Islam juga mulai masuk dan


berkembang di Barat yang melahirkan pola hidup baru.
Semua pemikiran yang bernada dikotomik seperti
tulisan Huntington yang juga bernada ancaman serta
permusuhan memang lebih cepat menarik pembaca.
Masyarakat cepat tertarik pada isu-isu yang sensasional.
Namun, bersamaan dengan konflik peradaban
yang disertai sentimen agama itu, dunia juga bergerak
saling mendekat ke arah kemitraan. Penegasan identitas
kelompok tidak mesti mengarah pada konflik dan
peperangan. Seperti disajikan sangat menarik oleh
Francis Fukuyama dalam Identity (2018). Ketika iklim

67
Komaruddin Hidayat

kebebasan semakin meluas yang difasilitasi oleh teknologi


digital, setiap individu dan kelompok dengan mudah
memperjuangkan identitasnya agar dikenal dan diakui
orang lain. Mereka memiliki identitas dan harga diri
yang disebut thymos, yang tidak bisa diukur dan dibeli
dengan uang. Terlebih lagi jika identitas ini berakar pada
nilai-nilai yang dianggap sakral, meskipun jumlahnya
kecil, mereka menuntut penghargaan yang sama dengan
kelompok yang lain, yang oleh Fukuyama disebut
isothymia. Namun demikian, Fukuyama memberikan
catatan optimistik: Identity can be used to diviede, but it
can and has also been used to integrate. That in the end will
be the remedy for the populist politics of the present (hlm.
t
rin

183).
rP

Jadi, alih-alih melihat dimensi konflik, saya lebih


tertarik melihat masa depan kemanusiaan yang lebih
fo

mengedepankan agenda dan kerja sama kemanusiaan


ot

universal ketimbang konfliktual. Keragaman merupakan


N

keniscayaan historis-sosiologis dan merupakan desain


Tuhan, tetapi tidak berarti keragaman mesti menjadi
sumber amunisi peperangan yang saling menghancurkan.
Meskipun demikian, perlu dicatat bahwa sejarah mem-
buktikan adanya perbedaan yang sulit dipertemukan,
misalnya konflik dan sengketa Yerusalem.
Bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia yang
mayoritas muslim, salah satu ujian beratnya adalah
menjaga dan merajut kebinekaan etnis, budaya dan agama
agar menjadi kekuatan pilar berbangsa dan bernegara.
Sampai hari ini masyarakat dan negara telah membuang
terlalu banyak energi untuk mempertahankan spirit

68
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

binneka tunggal ika. Moto ini selalu diteriakkan dan


dipuji, tetapi sungguh tidak mudah memanifestasikan
nilai-nilai panduan hidup (living values).

Agama dan Negara


Perkembangan agama dan budaya selalu berkaitan dengan
peran negara. Dulu, sekarang pun di berbagai wilayah
masih berlangsung, negara diperankan oleh kekuatan
suku dan dinasti. Terhadap eksistensi agama, negara bisa
berperan sebagai pendukung dan pelindung, namun
bisa juga sebagai penghalang dan penindas. Di zaman
modern, kekuatan suku dan dinasti sebagian besar telah
t
digeser oleh posisi negara yang sebagian menerapkan
rin

sistem demokrasi. Fenomena nasionalisme yang muncul


rP

di zaman modern menampilkan karakter dan wajah yang


fo

tidak monolitik.
ot

Nasionalisme merupakan ideologi baru yang tidak


N

dikenal pada Abad Pertengahan. Misalnya, nasionalisme


Indonesia, jelas berbeda dari nasionalisme Turki yang
secara etnis homogen. Bangsanya Turki dan negaranya
juga Turki. Islam di Turki menjadi identitas bangsanya
yang punya akar tunggang sejarah kejayaan di masa lalu
semasa Ottoman. Namun, pada zaman Turki modern,
posisi negara sangat kuat dalam mengontrol warganya,
terutama di era Kemal Ataturk yang mendirikan republik
dengan kawalan bayonet untuk menggusur kesultanan
Ottoman.
Indonesia bukan nama sebuah etnis, melainkan
lebih berkonotasi letak geografis, indos dan nesos.

69
Komaruddin Hidayat

Sederetan pulau di Lautan India, dekat benua India.


Meski umat Islam sebagai warga mayoritas Nusantara,
namun pada akhirnya Indonesia mengambil bentuk
republik dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Beragam etnis, bahasa, budaya, pulau, namun bertekad
untuk bersatu dalam rumah Indonesia dengan falsafah
Pancasila. Secara historis-politis, umat Islam punya
saham sangat besar dalam perjuangan kemerdekaan
dan pembentukan negara. Namun, sekali negara resmi
terbentuk, kekuasaan tertinggi di tangan negara yang
dikendalikan oleh sebuah pemerintahan di bawah
seorang presiden. Agama memiliki wibawa moral dan
dukungan massa yang wilayah operasionalnya dalam
t
rin

masyarakat. Kalaupun negara berbaik hati pada agama,


rP

itu merupakan penghargaan jasa-jasanya pada masa lalu,


pada pembinaan moral masyarakat, dan mungkin karena
fo

pertimbangan politik di era demokrasi untuk tujuan


ot

menggalang dukungan massa.


N

Dalam kerja sama internasional, yang diakui dunia


adalah negara, bukan agama. Mungkin pengaruh ingat-
an kolektif dan imbas konstruksi ajaran agama yang
mendorong Islam sering diperhadapkan dengan negara
yang dinilai sebagai sekuler, thaghut, tidak berdasarkan
agama, melainkan menekankan semangat kebangsaan
dan kepentingan kelompok. Pertanyaannya, bagaimana
hubungan agama dan negara di masa depan? Perlu di-
ingat, yang memiliki dan menguasai aset kekayaan
alam Indonesia dan memiliki legalitas mengatur dan
memaksa rakyat adalah negara, bukan agama. Kalau ada
gagasan untuk membentuk institusi keagamaan sebagai

70
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

tandingan negara, pasti akan kalah. Atau bisa saja seperti


Vatikan yang merupakan negara agama yang membatasi
diri berbicara masalah moral dan kemanusiaan.
Apa pun kritik yang ditujukan terhadap Islam, agama
ini berkembang pesat menyebar ke berbagai pelosok dunia
yang dulu tidak pernah dimasukinya berkat penyebaran
umatnya. Mirip dengan penyebaran dan diaspora warga
Tiongkok yang kemudian menjadi warga negara di
berbagai pelosok dunia. Hanya saja diaspora Tiongkok
punya ikatan sentimen etnis sangat kuat di antara mereka
dengan etos dagang yang tinggi, sedangkan umat Islam
disatukan oleh kesamaan keyakinan iman dengan latar
belakang etnis yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
t
rin

meskipun jumlah umat Islam besar, mungkin sekitar 1,8


rP

miliar, mendekati seperempat penduduk dunia, namun


secara politik dan ekonomi tidak melahirkan kekuatan
fo

tunggal yang berpengaruh secara signifikan dalam


ot

menentukan putaran ekonomi dan politik dunia.


N

Kekuatan politik dan ekonomi berada di tangan


negara, bukan institusi agama. Sebagai gerakan kultural
dan intelektual, Islam lebih mudah menyebar. Misalnya,
di Barat hampir semua universitas papan atas mempunyai
pusat kajian Islam dengan standar akademis yang diakui
dunia. Pada tataran masyarakat, masjid baru bermunculan
sebagai pusat kegiatan ritual dan kajian keagamaan. Di
mana ada komunitas muslim, di situ muncul masjid,
ritual salat Jumat, salat Idul Fitri, salat Idul Adha dan
penyembelihan hewan kurban. Komunitas muslim
akan mudah ditemukan di kota-kota besar dunia. Jadi,
sulit diingkari bahwa ekspresi keberislaman yang paling

71
Komaruddin Hidayat

menonjol dan mudah diamati adalah aspek ritualnya,


dengan ilmu fikih sebagai pedoman utama. Oleh karena
itu, ilmu fikih posisinya sangat kuat dalam Islam, ditandai
dengan banyaknya mazhab, ulama, dan kitab-kitab fikih.
Sedangkan cabang ilmu tradisional Islam seperti kalam,
filsafat, dan tasawuf kalah populer. Praktik keberagaman
yang mudah diamati memang aspek ritual dengan
panduan ilmu fikih.
Tak salah jika muncul anggapan bahwa ritual menjadi
puncak kesalehan beragama. Padahal jika kita mencermati
perjalanan hidup Rasulullah dan pesan-pesan al-Quran,
misi utamanya adalah membangun peradaban yang
penuh rahmat dan berakhlak mulia. Statemen al-Quran
t
rin

cukup jelas, Adam diciptakan dengan mandat sebagai


rP

khalifah Allah di muka (QS al-Baqarah [2]: 30). Manusia


dicipta untuk membuat kemakmuran, ke-sejahteraan dan
fo

kedamaian di muka (QS Hud [11]: 61; al-A'raf [7]:56).


ot

Adapun sejak awal, para pendukung dakwah Nabi datang


N

dari orang-orang yang tertindas, terpinggirkan, dan


orang-orang dari strata sosial menengah ke atas tapi yang
punya kepekaan dan komitmen menegakkan keadilan.
Misalnya, komunitas Islam yang tumbuh dan dikenal
di Eropah awalnya dibawa oleh para buruh imigran dari
Turki, Libanon, India, Pakistan dan negara bekas jajahan
Prancis dan Inggris. Mereka mengadakan salat Jumat
di lorong jalanan sebelum punya masjid yang dijadikan
Islamic Centre.
Keturunan para imigran ini kemudian berkesempatan
masuk pendidikan formal di Eropa dan bergaul dengan
warga setempat yang pada urutannya jumlah komunitas

72
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

muslim semakin banyak. Salah satu problem yang di-


keluhkan pemerintah Eropa, imigran muslim sulit me-
lebur dengan tradisi dan masyarakat asli Eropa. Mereka
membuat komunitas sendiri, terutama yang datang dari
negara yang sama. Hal ini mudah dimaklumi, karena
para perantau merasa lebih nyaman berkumpul dengan
teman-teman yang menggunakan bahasa yang sama,
tradisi yang sama, dan selera makanan yang sama. Jumlah
imigran naik ketika terjadi krisis perang saudara di Syria.
Dari beberapa sumber menyebutkan, para imigran sangat
menikmati iklim kebebasan di Eropa, tetapi tidak taat
pada hukum dan peraturan yang telah menjadi konvensi
sosial.
t
rin

Demikianlah, mutasi penduduk bumi semakin sulit


rP

dikendalikan. Ekspansi Inggris dan Prancis sebagai ke-


kuatan imperialis yang menjajah negara-negara Afrika,
fo

dampaknya dirasakan sekarang. Mereka secara moral


ot

sulit menolak kedatangan para imigran bekas negara


N

jajahannya. Sebagaimana Jerman sulit menolak imigran


Turki yang dahulu pernah menyeret ke kancah Perang
Dunia I. Mirip sikap Belanda yang sulit menolak orang-
orang Ambon ketika datang ke sana.
Ada fenomena yang menarik, ketertarikan orang
Afrika pada Islam lebih besar ketimbang pada Kristen.
Salah satunya adalah memori dan asosiasi mereka ter-
hadap sosok Muhammad dan Yesus. Muhammad di-
anggap lebih dekat karena sama-sama bukan orang kulit
putih. Penduduk Arab dan Afrika lebih berdekatan.
Sementara Yesus ditampilkan berwajah bule, mata biru,
rambut pirang, tipikal wajah Eropa yang pernah menjajah

73
Komaruddin Hidayat

mereka. Padahal, Yesus terlahir di Yerusalem, namun


konstruksi agama Kristen telah terbaratkan (westernized).
Meski tidak persis sama, ajaran Islam juga ada kesan telah
ter-Arab-kan (Arabized).
Dari uraian di atas, saya ingin tekankan bahwa
hubungan antara negara dan agama mengambil beragam
posisi sehingga sangat berpengaruh pada eksistensi dan
pertumbuhan sebuah agama. Pertama, negara mengontrol
dan membatasi perkembangan agama. Kedua, negara
melindungi dan memfasilitasi agama. Ketiga, negara
tidak mencampuri urusan agama. Keempat, agama
menguasai negara. Kelima, agama mendukung negara.
Keenam, agama melawan negara. Ketujuh, negara dan
t
rin

agama bersahabat dan saling mendukung.


rP

Masa Depan Agama


fo

Siapa yang paling peduli terhadap keberlangsungan


ot

hidup agama? Pertanyaan ini terlalu umum dan retorik,


N

sehingga sulit menjawabnya mengingat definisi dan


jumlah agama terlalu banyak, sulit dicari kesepakatan.
Namun, saya rasa semua pemeluk agama yang baik
menginginkan agamanya berkembang terus. Orang
beriman senantiasa merasakan adanya panggilan
jihad untuk menyampaikan berita keselamatan dari
Tuhan. Syukur-syukur orang lain mengikuti keyakinan
agamanya, hal itu akan diyakini sebagai prestasi amal
kebajikan karena telah menyelamatkan hamba Tuhan
yang tersesat jalan. Sikap misionaris yang bertujuan
mulia untuk menyampaikan berita keselamatan ini telah
menimbulkan efek berupa pemaksaan terhadap orang

74
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

lain untuk mengikuti keyakinannya, dan sikap ekslusif


berupa kebencian terhadap mereka yang berbeda dan
menolak keyakinan yang ditawarkannya.
Dalam setiap komunitas agama selalu muncul tiga
mazhab tentang konsep keselamatan. 1. Ekslusif. Bahwa
keselamatan hidup setelah mati hanya bisa diraih melalui
jalan keyakinan agama yang dianutnya. Di luarnya adalah
jalan sesat dan menyesatkan. 2. Inklusif. Bahwa jalan
keselamatan tidak bisa dimonopoli oleh suatu ajaran
dan keyakinan agama. Kebaikan dan kebenaran yang
mendekatkan pada Tuhan itu banyak. Layaknya aliran
sungai menuju laut, di muka bumi ini banyak sekali
sungai dengan tujuan yang sama, meskipun kontur fisik
t
rin

sungainya serta debit airnya beda-beda. 3. Pluralis. Yaitu


rP

pandangan bahwa semua agama pada dasarnya sama,


selama dihayati dan dijalani dengan baik. Semuanya
fo

menyembah Tuhan yang sama, meskipun Tuhan disebut


ot

dan dipanggil dengan nama beda-beda. Sesungguhnya


N

hakikat dan dzat Tuhan tanpa nama dan tak perlu nama.
Manusia yang mencipta nama yang dialamatkan pada
Dia yang Maha Absolut, pencipta semesta, agar hati dan
pikirannya terbantu bisa fokus tertuju pada-Nya ketika
berdoa dan berzikir.
Dari ketiga mazhab di atas, saya tidak akan bisa
mengetahui rahasia iman yang ada di hati anda. Kita hanya
bisa melihat perilaku lahiriah seseorang, tetapi bukan
batiniahnya. Iman masuk wilayah rasa, wilayah kalbu,
bukan pikiran, sekalipun pikiran bisa memperkuat iman,
atau memperlemah. Pikiran cenderung menganalisis,
membandingkan, lalu menghakimi atau menyimpulkan.

75
Komaruddin Hidayat

Sedangkan rasa tak memerlukan kata dan analisis.


Daya pikir bisa memberikan penguatan berupa penjelas
argumentasi tentang objek yang diimani dan dirasakan.
Namun, pikiran tak akan mampu mengambil posisi
untuk merasakan pengalaman iman yang terjadi di dalam
hati yang disebut sirr atau rahasia.
Ibarat kita merasakan madu, sesungguhnya pikiran
tak bisa merasakan hakikat madu, sekalipun berusaha
menjelaskan konsep manisnya madu. Ibarat orang
berteori dan berfilsafat tentang cinta, rasa cinta yang
dialami seseorang bukan lagi domain filsafat. Begitu pun
bagi sufi dan orang saleh yang telah merasakan manisnya
iman dan merasakan sentuhan tangan Tuhan, mereka
t
rin

tak tertarik untuk menjelaskan dan berdebat tentang apa


rP

yang dirasakan dan dialami.


Di ruang kuliah seorang profesor bisa mengajarkan
fo

filsafat tasawuf. Sedangkan penghayat tasawuf, seorang


ot

salik, justru tanpa banyak bicara merasakan kedekatan


N

dan penyatuan diri dengan Tuhan dalam hatinya dengan


bimbingan cahaya iman. Ada ungkapan lama, bintang
di langit memberi petunjuk arah angin bagi para pelaut
dan pengembara di padang pasir. Sedangkan cahaya
bintang di hati memberi bisikan arah jalan kebaikan dan
kebenaran.
Cahaya dan energi iman ibarat akar tunggang sebuah
pohon yang menyangga batang pohon, dahan, ranting,
daun dan buahnya. Akar itu tidak terlihat, namun ia
yang membuat pohon hidup. Iman ini yang senantiasa
mendorong seseorang beramal saleh, selalu berzikir pada
Tuhan, dan mendorong agar hidupnya bermakna. Iman

76
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

ini menjadi ruh agama, sehingga agama tak pernah mati


sekalipun diempas badai dari berbagai penjuru arah.
Tersimpan kekuatan laten dalam jiwa manusia, yaitu the
will to believe. Kaum sufi meyakini energi iman datang
dari ruh ilahi yang ditiupkan pada setiap anak Adam dan
ruh itu pernah bersyahadat pada Tuhan yang terjadi pada
hari alastu sebelum masuk ke tubuh (QS as-Sajdah [32]:
9; al-A'raf [7]: 172).
Lalu bagaimana gambaran masa depan agama? Pada
tataran spiritualitas, masa lalu dan masa depan sejatinya tak
ada. Yang ada adalah sekarang (now) karena pengalaman
penyatuan bersama Tuhan akan melewati sekat ruang
dan waktu empiris, layaknya cerita mi’raj Rasulullah yang
t
rin

keluar dari alam dunia lalu memasuki dimensi ruang dan


rP

waktu yang berbeda. Yang punya konsep masa depan dan


masa lalu adalah perjalanan Islam historis. Konsep hari
fo

akhir bagi peziarah hidup adalah setiap hari merupakan


ot

hari akhir karena kita semua tidak tahu persis apa yang
N

akan terjadi hari esok. Bahkan kita juga tidak tahu di


bumi mana kematian akan menjemput kita (QS Luqman
[31]: 34). Karena hari ini adalah hari akhir, maka jiwa,
pikiran dan perilaku hanya tertarik pada aktivitas yang
melapangkan jalan pulang ke hadirat ilahi. Tidak tertarik
untuk menyia-nyiakan waktu untuk aktivitas yang tak
berguna, terlebih lagi yang merugikan orang lain.
Karena agama telah menyejarah bersama para
pemeluknya, meskipun esensi wahyu yang diterima Nabi
Muhammad bersifat transhistoris, di bumi ini keragaman
agama merupakan fakta sosial. Salah satunya adalah agama
Islam. Kata dan konsep “agama Islam” itu pun sudah

77
Komaruddin Hidayat

dikonstruksi oleh pemikiran manusia, mengingat dalam


al-Quran kata “al-islam” juga dialamatkan pada nabi-nabi
sebelum Muhammad. Di masa Rasulullah yang lebih
menonjol orang mukmin. Di Indonesia bahkan Islam
dibakukan sebagai identitas sosial dan diabadikan dalam
Kartu Tanda Penduduk. Berdasarkan data demografis
dan identitas sosial, jumlah umat Islam sekitar 87 persen
dari jumlah penduduk Indonesia. Secara ilmiah akurasi
data ini bisa dipermasalahkan. Jika mengikuti logika
sekelompok jamaah yang sering mengkafirkan jamaah
di luarnya, jumlah umat Islam di Indonesia pasti akan
mengecil jumlahnya. Atau, jika aliran kepercayaan
disejajarkan dengan agama, rasio persentase di atas juga
t
rin

pasti berubah.
rP

Demikianlah, kadang persentase mayoritas-mino-


ritas pemeluk agama ini dimanfaatkan oleh politisi
fo

untuk tujuan di luar agama. Sedangkan bagi pemerintah


ot

Indonesia menjadi pertimbangan dalam mengalokasikan


N

dana bantuan pembinaan dan jabatan struktural di


lingkungan Kementerian Agama. Di Amerika Serikat
yang sekuler, pemerintah tidak mengeluarkan data resmi
berapa persisnya pemeluk agama karena agama menjadi
urusan pribadi. Begitu pun di India, berapa data resmi
jumlah umat Islamnya, kita tidak tahu persis. Sampai-
sampai ada dugaan, setelah Indonesia, mungkin India
memiliki jumlah umat Islam terbanyak kedua di dunia.
Persoalannya, kuantitas penduduk ternyata tidak
selalu diikuti oleh capaian prestasi peradabannya.
Bahkan ada bangsa dan negara yang warganya kecil
tetapi kontribusinya pada dunia ilmu pengetahuan

78
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

besar sehingga muncul istilah creative minority. Namun


demikian, ketertarikan orang pada agama Islam sangat
fenomenal, sejak dari lapisan masyarakat bawah sebagai
pekerja buruh sampai lapisan ilmuwan, jajaran eksekutif,
pengusaha, pedagang kecil dan lainnya. Pada mulanya
mungkin sekali karena pengaruh lingkungan keluarga,
lalu seseorang berkembang secara moral dan intelektual
berusaha menemukan pijakan rasional terhadap agama
yang dianutnya. Indonesia yang letaknya jauh dari Arab
dan terhalang India yang menjadi pusat agama Hindu,
lalu sebelah utara pusat agama Buddha dan Konghucu,
tetapi kenyataannya menjadi kantong umat Islam
yang besar. Ini juga suatu keunikan sejarah. Andaikan
t
rin

Nusantara bukan penghasil rempah-rempah, akankah


rP

Islam juga akan masuk dan berkembang di Nusantara


yang disebarkan oleh para pedagang keturunan Arab?
fo

Ketika antar masyarakat dan bangsa semakin ter-


ot

hubung oleh sarana teknologi, berbagai ritual besar agama-


N

agama dunia mudah terlihat layaknya melihat festival


akbar. Belum lama berselang silaturahmi antara Paus
Fransiskus dan Sheikh Ahmed Thayib dari al-Azhar Mesir
secara simbolik menyiratkan pesan bahwa agama-agama
itu hendaknya saling bekerja sama dan berkontribusi
pada upaya-upaya perdamaian dan peradaban, bukan
malah saling bertengkar menciptakan kegaduhan. Perlu
juga kita sadari bahwa keragaman budaya, bangsa,
negara dan agama senantiasa tumbuh karena memang
keberadaannya diperlukan bagaikan rumah besar untuk
tinggal dan berteduh. Semakin besar sebuah rumah,
semakin banyak kamar-kamarnya. Rasanya akan sangat

79
Komaruddin Hidayat

sulit penduduk sekitar delapan miliar dikelola oleh satu


wadah dan administrasi tunggal.
Adanya negara tetap diperlukan untuk memberikan
perlindungan dan pelayanan pada sekelompok warganya.
Begitu pun agama, rasanya sebuah utopia mengharapkan
hanya ada satu agama yang bisa menciptakan dan
membimbing penduduk bumi yang memiliki keragaman
pemahaman, keyakinan dan ritual dalam menyembah
Tuhan. Keragaman etnis, bahasa, budaya dan agama saling
terkait dan tidak mungkin dihilangkan lalu semuanya
diseragamkan. Artinya, ke depan kita mesti siap dan bisa
menerima, syukur-syukur menikmati, keragaman agama
dengan beragam ekspresinya layaknya menikmati kebun
t
rin

raya dengan aneka ragam tumbuhan dan bunga. Atau


rP

beragam nyanyian burung.


Adapun konflik antar kelompok tidak juga bisa
fo

dihilangkan di mana emosi dan label agama kadang


ot

terlibat atau dilibatkan karena agama telah menjadi bagian


N

integral dari pribadi seseorang dan budaya kelompoknya.


Dorongan untuk berkawan dan bekerja sama antar sesama
manusia tidak menghilangkan dorongan berkompetisi
dan berkonflik mengingat semangat untuk merasa lebih
dari yang lain menyatu dalam struktur kejiwaan seseorang.
Konsekuensi dari kenyataan ini adalah di mana pun dan
ke mana pun kita pergi akan menemukan pranata sosial,
yang paling tinggi berupa negara, untuk mengatur dan
mengendalikan potensi benturan antar individu dan
kelompok yang potensial mendatangkan kekacauan. Ke
depan, demokrasi akan menjadi pilihan utama, karena
demokrasi mengasumsikan adanya keragaman aspirasi

80
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

warga yang saling benturan, lalu dibuatlah forum dan


mekanisme untuk melakukan negosiasi guna memperoleh
konsensus yang ditaati dan dijaga bersama-sama.
Kata agama, sebagaimana terkandung dalam kata
game, misalnya Asian Games, selalu berkonotasi plural,
yaitu Religions. Dalam pluralitas itu terdapat dimensi
pokok yang sama sehingga terwadahi berbagai agama.
Namun sebagaimana juga sebuah jenis permainan,
masing-masing memiliki keunikan atau kekhasan.
Dimensi pokok agama telah saya uraikan di muka.
Karena agama menyatu dengan budaya dan perilaku
manusia yang memiliki kebebasan untuk memilih
jalan hidupnya, agama di masa depan akan semakin
t
rin

berdekatan dan berbaur menemukan tema-tema pokok


rP

yang akan diterima dan diperjuangkan bersama, terutama


perhatiannya untuk membela kemanusiaan dengan segala
fo

turunannya.
ot

Sikap ekslusivisme sosial tetap ada namun akan


N

mengecil. Ke dalam diri, seorang yang beragama mesti


eksklusif. Yakin dan serius menghayati agamanya
yang dirasakan paling cocok untuk dirinya yang akan
mengantarkan keselamatan. Tetapi, eksklusivisme
internal ini justru dituntut memunculkan inklusvisme
eksternal dalam kehidupan sosial. Pendek kata,
pengalaman iman hendaknya melahirkan sikap untuk
menghargai kemanusiaan universal. Kita semua
menyembah dan berdoa pada Tuhan yang esa, absolut,
namun dalam waktu yang sama hidup bersama keluarga
besar Tuhan (‘iyalullah) yang semuanya sederajat dan
bersaudara. Sikap al-Quran tegas sekali mengutuk siapa

81
Komaruddin Hidayat

pun yang menghilangkan nyawa tanpa alasan kuat yang


bisa diterima dan, sebaliknya, sangat memuji dan meng-
anjurkan untuk menolong dan mengasihi sesama jiwa
manusia, tidak pandang agama dan etnis.
Sebagai natural being yang hidupnya sangat meng-
gantungkan pada lingkungan alam yang sehat, komunitas
agama apa pun akan dituntut untuk memunculkan
kesadaran dan aksi bersama guna menjaga lingkungan
yang sehat. Manusia lebih membutuhkan lingkungan
sehat, sedangkan lingkungan tidak membutuhkan
manusia yang suka merusak lingkungan. Pandemi yang
muncul pertama kali pada akhir 2019 memberikan
peringatan dan pembelajaran yang amat nyata bahwa
t
rin

manusia sejagat mesti saling membantu yang lain dan


rP

memelihara lingkungan hidup yang sehat, bersih, indah


dan nyaman mengingat alam adalah tempat kita semua
fo

tinggal dan berkarya.


ot

Sebagai cultural being dan khalifah Tuhan yang


N

dilengkapi head and hand, kita mesti senantiasa bekreasi


untuk mewujudkan kemakmuran, kesejahteraan, keadilan
dan kedamaian di bumi. Semua komunitas agama
mesti menjadikan agenda ini sebagai misinya, sehingga
kemajuan teknologi yang merupakan perwujudan
kehebatan nalar manusia jangan malah menghancurkan
dirinya, menggali kubur untuk dirinya. Celakanya,
kemajuan teknologi di bidang persenjataan pernah, dan
masih berlangsung, digunakan untuk berperang di antara
sesama anak manusia dengan menyeret sentimen dan
simbol agama. Saya rasa kita semua ke depan akan semakin
sadar bahwa perang agama tidak ada, sekalipun terdapat

82
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

ayat-ayat kitab suci yang bisa dijadikan pembenaran.


Jadi, kapasitas manusia sebagai natural being nalurinya
adalah untuk bertahan hidup dengan beradaptasi terhadap
lingkungan baru agar tidak punah, mirip kecoak sebagai
serangga tertua yang telah ada sejak 350 juta tahun lalu.
Atau mikroba yang diperkirakan telah ada sejak 3,5
miliar tahun. Dalam kaitan ini, mikroorganisme seperti
virus korona keberadaannya sudah jutaan tahun dan
akan selalu beradaptasi terhadap situasi baru sehingga
tidak mudah punah. Dengan demikian, jika manusia
tidak mampu beradaptasi dengan suasana baru yang terus
berubah, bisa jadi nasibnya akan seperti dinosaurus yang
punah sekitar 350 juta tahun lalu.
t
rin

Yang senantiasa bertahan dan tidak pernah mati


rP

adalah kekuatan spirititualitas yang ada dalam diri


manusia. Sebagai spiritual being manusia senantiasa
fo

meyakini dan merasakan adanya dunia transenden yang


ot

meleputi (al-muhith) jagat empiris. Sebagai keyakinan


N

dan pengalaman beragama, spiritualitas ini sulit dipahami


oleh nalar, namun tidak bisa ditolak oleh rasa. Meminjam
istilah Rudolf Otto dalam The Idea of Holy (1923), di situ
seseorang merasakan apa yang dia istilahkan mysterium-
tremendum-fascinans. Rasa, intuisi dan pengalaman
sipiritual merupakan peristiwa mysterium yang sulit
diurai oleh logika, namun sekaligus juga fascinating,
sangat menarik, sehingga ingin diulangi lagi dan lagi,
karena mendatangkan rasa damai dan kagum. Itulah
sebabnya orang tak pernah puas hanya sekali datang ke
Mekkah untuk bertawaf, karena di sana ada keyakinan
dan pengalaman spiritual yang menghubungkan dirinya

83
Komaruddin Hidayat

pada Tuhan asal-usul kita semua. Tuhan sebagai sumber


energi spiritualitas itu juga dihayati sebagai tremendum,
memiliki kekuatan dan pengaruh yang sangat dahsyat
terhadap hidup kita sehingga orang beriman mendekati
Tuhan dengan rasa cinta bercampur takut.
Demikianlah, hubungan antara tiga fakultas dalam
diri kita: natural being, cultural being, spiritual being telah
melahirkan jejak-jejaknya sepanjang sejarah manusia,
yang salah satu dimensinya lalu diberi bingkai kehidupan
beragama. Padahal ketiganya sesungguhnya tidak bisa
dilepaskan dari yang lain. Kita tidak bisa membahas
agama dengan mengesampingkan dua lainnya.
t
rin

Imajinasi Islam
rP

Saya akan memulai membahas judul di atas dengan


belajar dari perkembangan mikroba dan makhluk kecil
fo

bernama kecoak. Sebelum manusia hadir di muka


ot

bumi ini, mikroba sudah hidup sejak 3,5 miliar tahun


N

lalu, sementara kecoak telah berusia 350 juta tahun.


Mikroorganisme, baik virus maupun bakteri, sudah ada
jauh sebelum manusia hadir dan tetap bertahan berkat
perjuangan dan kemampuannya beradaptasi dengan
situasi baru. Survival of the fittest. Virus itu bagaikan parasit
yang hidupnya selalu mencari inang untuk berkembang.
Sedangkan bakteri lebih mandiri sebagai makhluk
bernyawa. Sebagian besar bakteri memberi manfaat bagi
hidup manusia. Sebagian kecil negatif, dan sebagian lagi
oportunis mencari peluang yang menguntungkan untuk
bisa bertahan hidup. Sesama bakteri rupanya juga saling
memangsa.

84
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

Demikianlah, manusia juga terikat dengan hukum


alam. Manusia dituntut mampu beradaptasi dengan
situasi baru yang selalu berubah jika ingin bertahan
hidup. Namun, yang sangat distingtif pada manusia
bukan saja kemampuannya bertahan dan beradaptasi
dalam berbagai situasi dan perubahan iklim serta
kondisi alamnya sehingga jumlah populasinya terus
berkembang, melainkan manusia memiliki akal budi.
Dengan akal budinya manusia memproduksi berbagai
idea, gagasan dan pemikiran dari zaman ke zaman secara
berkesinambungan.
Pemikiran yang dikemukakan sejak Socrates, Plato dan
Aristoteles bagaikan virus dan bakteri yang tidak pernah
t
rin

mati melainkan menemukan inang sebagai pengasuhnya


rP

untuk berkembang dan bermutasi melewati zaman dan


wilayahnya. Tidak saja sekadar bertahan hidup, manusia
fo

selalu berinovasi dan berkreasi membangun peradaban


ot

yang terus berkelanjutan. Berbagai ide, gagasan dan


N

pemikiran yang pernah dimunculkan oleh para pemikir


zaman dahulu, ibarat mikroorganisme, bisa berkembang
biak dan bermutasi serta melahirkan varian pemikiran
baru yang berkesinambungan dari generasi ke generasi.
Terlebih lagi dengan ditemukannya teknologi digital,
idea itu mudah sekali menjadi viral layaknya virus yang
berkembang lewat udara. Sebagaimana bakteri, ada yang
destruktif namun sebagian besar adalah konstruktif bagi
masa depan manusia. Pemikiran Plato tentang politik
yang dimunculkan hidup empat abad sebelum Masehi
tidak pernah mati sampai hari ini. Bahkan menginspirasi
tokoh-tokoh setelahnya untuk mengembangkan lebih

85
Komaruddin Hidayat

jauh lagi dan terus bermutasi melahirkan varian konsep


baru tentang politik. Mereka pasti tidak menduga kalau
pemikiran mereka tidak mati. Bahkan terus berkembang
sampai hari ini dan bermutasi dengan beradaptasi sesuai
situasi dan tuntutan zaman.
Demikian pula halnya dengan ajaran Islam yang
terekam dalam al-Quran dan terpateri ke dalam sunnah
Nabi, keduanya berkembang terus dan melahirkan varian-
varian baru. Konsep Shahab Ahmed tentang hermeneutical
engagement menjelaskan dinamika penafsiran atas pe-
nafsiran teks wahyu yang terus berkembang sehingga
dunia Islam memiliki wajah dan karakter yang sangat kaya
dan beragam sesuai dengan konteks sosial-historisnya.
t
rin

Begitu pun karya Ismail Fajrie Alatas, What is Religious


Authority? (2021) yang menjelaskan konstruksi teoretis
rP

mata rantai penyebaran sunnah Nabi yang juga sangat


fo

beragam, berbaur dengan budaya lokal dan subjektivitas


ot

ulama yang menafsirkan dan menarasikannya, sehingga


N

artikulasi dan refleksi ajaran Islam selalu bersifat plural.


Al-Quran yang menjadi rujukan pertama bagi umat Islam
dalam pelaksanaannya memerlukan penjelasan melalui
sunnah Nabi, sedangkan mata rantai narasi dan praktik
sunnah Nabi ketika sampai pada kita sudah parsial dan
terjadi kontekstualisasi yang dibangun oleh para ulama.

Al-Quran Membela Dirinya Sendiri


Di antara warisan peradaban Islam yang tak pernah
padam cahayanya adalah al-Quran. Sekian banyak ulama
dan intelektual muncul-tenggelam. Namun, yang selalu
hidup menyertai perjalanan umat Islam sebagai sumber

86
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

inspirasi dan pedoman moral adalah al-Quran. Al-Quran


mampu membela dirinya sendiri di tengah kritikan dan
serangan orang. Namun, al-Quran juga berdiri kukuh
dan setia sebagai guru bagi mereka yang mengimani dan
ingin berdialog dengannya
Al-Quran turun dari Allah menjumpai Muhammad
kemudian menyatu dan menginternalisasi dalam dirinya
sedemikian solid, kukuh, yang pada urutannya melahirkan
tradisi kenabian (sunnah) yang sangat berpengaruh pada
jalannya sejarah umat Islam dan peradaban manusia.
Muhammad menjadi aktor sejarah yang tak tertandingi
kebesaran pengaruhnya. Muhammad yang terlahir dan
tumbuh di wilayah padang pasir telah menyumbangkan
t
rin

model gerakan praksis dan pemikiran ketuhanan serta


rP

kemanusiaan yang terus berpijar menginspirasi dan


menerangi zaman. Idea-ideanya bermutasi, berkembang
fo

dan melahirkan berbagai varian pemikiran baru ketika


ot

berjumpa dengan peradaban yang tumbuh di luar Arab.


N

Meskipun sebelum Muhammad pernah hidup tokoh-


tokoh pencerah zaman yang sebagian dikenal sebagai nabi
pembawa berita dari Tuhan, namun untuk menimbang
atau menilai keunggulan ajaran yang dibawanya sangat
mudah dengan membaca catatan hidup mereka. Adapun
catatan hidup Muhammad dan ajarannya terekam dalam
sejarah sehingga sangat memudahkan bagi siapa pun
yang hendak mempelajarinya dan melakukan penafsiran
ulang disesuaikan dengan konteks sosial dan zaman. Yang
juga menarik, Muhammad tidak mengklaim apa yang
disampaikannya semuanya baru, tetapi meneruskan dari
ajaran para nabi sebelumnya. Bahkan, al-Quran mengajak

87
Komaruddin Hidayat

pembacanya untuk mempelajari dan mengapresasi sejarah


dan ajaran para nabi sebelumnya.
Di sini nyata terlihat sikap Muhammad yang sangat
mendorong pada pikian kritis, sikap inklusif, rendah
hati dan apresiatif terhadap pendahulunya. Bahkan, dia
berkata, jumlah nabi pembawa ajaran Tuhan ada sekitar
124 ribu. Artinya, sangat mungkin tokoh-tokoh pencerah
zaman yang lahir di berbagai benua itu adalah sosok nabi.
Dengan demikian, betapa lapang hati Muhammad yang
mestinya ini juga diikuti oleh umatnya untuk bersikap
positif-apresiatif terhadap warisan pemikiran orang-
orang bijak sebelumnya. Al-Quran pun menegaskan,
Tuhan tidak akan mengazab suatu kaum sebelum datang
t
rin

pada mereka utusan Tuhan untuk menunjukkan jalan


rP

yang benar (QS al-Isra' [17]: 15).


Sahabat Ali mengatakan, hikmah adalah kekayaan
fo

orang mukmin, jika hilang ambillah di mana pun kamu


ot

jumpai. Ajaran ini yang pernah membuat para sahabat


N

Nabi dan penerusnya terbebaskan dari ruang sempit


berupa kurungan sukuisme (asyabiyah) lalu terbuka
pikiran dan hatinya untuk berlapang hati menghargai
warisan peradaban Yunani, Persia, India dan lain
sebagainya.
Tema pokok al-Quran yang sangat mendasar, dan
ini meneruskan pesan kenabian sebelumnya, adalah
mengimani adanya Tuhan yang Maha Esa, pencipta
semesta. Formula al-Quran tentang keesaan Tuhan ini
simpel dan tegas: Dialah Tuhan yang Esa. Hanya kepada-
Nya semua yang ada ini bergantung. Dia tiada beranak
dan tiada pula Dia diperanakkan. Dan tidak ada apa pun

88
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

yang dapat dibandingkan dengan-Nya (QS al-Ikhlash


[112]: 1-4).
Sangat menarik, metode al-Quran untuk me-
ngenalkan Tuhan dengan menggunakan berbagai cara
sehingga berbagai level kecerdasan dan pendidikan
pembacanya bisa menerima atau berdialog dengan al-
Quran sesuai kadar intelektualnya. Ada strata sosial yang
cocok untuk diceramahi dan dinasihati (mau’idhoh), ada
komunitas yang memerlukan diskusi dan perdebatan
untuk membincang Tuhan (mujadalah), dan ada yang
cocok dengan metode filsafat yang lebih kontemplatif
atau hikmah (QS an-Nahl [16]: 125).
Seperti telah disinggung oleh Shahab Ahmed di
t
rin

depan, al-Quran menyebut semesta seisinya dengan


rP

istilah ayat atau himpunan tanda (sign, token). Mengingat


tanda itu mengandung pesan yang ada di baliknya, hanya
fo

mereka yang cerdas dan mau berpikir yang bisa membaca


ot

sebuah sistem tanda. Ketika ke Jepang saya tiba-tiba


N

menjadi buta huruf karena tidak mampu membaca tanda-


tanda yang tertulis dalam huruf Kanji. Begitulah halnya
dengan sistem tanda dalam semesta, karena berbeda
penafsirannya terhadap ayat-ayat semesta ada orang yang
semakin yakin dan kagum akan kebesaran Tuhan dengan
membaca ayat-ayat semesta, namun ada pula yang justru
tidak percaya pada Tuhan. Semesta ini riil dan nyata
adanya, namun statusnya diadakan (contingent being,
mumkinul wujud) oleh yang Absolut Being, yaitu Tuhan.
Di hadapan Tuhan, semesta ini mirip bayangan
diri kita di cermin ketika berkaca. Terlihat ada, tetapi
sesungguhnya tiada. Dikatakan tiada, tetapi terlihat ada.

89
Komaruddin Hidayat

Ajaran ini juga dijumpai pada berbagai agama dengan


bahasa dan formula yang berbeda. Akal budi diajak untuk
membaca jejak-jejak karya agung-Nya, namun akal tidak
akan sampai mengetahui dzat-Nya. Oleh karena itu,
muncul teologia negativa. Bahwa hakikat Tuhan tak bisa
diberi definisi secara positif, karena Tuhan yang absolut
tak akan terjangkau oleh nalar manusia yang relatif dan
nisbi. Apa pun yang dikatakan tentang Tuhan, pasti
bukan Tuhan. Paling jauh mencoba memahami Tuhan
dengan sifat-sifat-Nya yang baik lalu ditambahi predikat
“maha”.
Doktrin al-Quran kedua adalah meyakini akan ke-
abadian jiwa. Bahwa peristiwa kematian tidak berarti
t
rin

mengakhiri kehidupan jiwa. Kematian hanyalah per-


rP

pindahan alam. Lagi-lagi, nalar tak akan mampu


mengetahui dan menembus alam di balik kematian.
fo

Agama-agama lain juga meyakini, dengan penjelasan


ot

yang berbeda. Keyakinan dan penjelasan logis-deskriptif


N

memiliki jarak yang jauh. Namun, argumen nalar bisa


memperkuat sebuah keyakinan. Andaikan kematian
adalah akhir dari eksistensi jiwa manusia, di mana
orang baik dan jahat, pejuang dan pecundang, koruptor
dan pejuang keadilan tak ada lagi cerita lanjut di balik
kematian, niscaya lakon hidup ini menjadi absurd.
Hidup terlalu singkat dan tidak memiliki fondasi moral
yang kukuh.
Keyakinan akan keabadian jiwa dan keadilan Tuhan
ini juga dipegang kuat oleh mereka yang percaya pada
konsep kelahiran kembali (reborn) dan berlakunya
hukum karma. Hukum karma adalah hukum sebab-

90
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

akibat. Perbuatan baik dan buruk seseorang pada akhirnya


akan kembali pada pelakunya. Seseorang akan terlahir
kembali, entah berapa kali kelahiran, untuk membayar
utang-utang karma masa lalunya sampai lunas, baru
bisa kembali di sisi Tuhan. Ganjaran perbuatan baik dan
buruk dari tindakan selama di dunia ini dimisalkan al-
Quran berupa surga dan neraka.
Doktrin ketiga al-Quran yang sangat ditekankan
adalah berbuat kebajikan. Iman pada Tuhan, keabadian
jiwa, dan amal saleh akan ditemukan berulang kali dalam
al-Quran dan hadis Nabi. Allah sangat memuji hamba-
Nya yang senang membantu orang dalam kesusahan.
Bederma tenaga, harta dan ilmu yang mendatangkan
t
rin

manfaat bagi orang lain sangat dianjurkan Tuhan. Barang


rP

siapa membuat celaka seseorang, nilai dosanya ekuivalen


dengan mencelakakan manusia sejagat. Sebaliknya,
fo

jika seseorang menolong meringankan beban hidup


ot

seseorang, nilai kebaikannya ekuivalen dengan menolong


N

manusia sejagat (QS al-Ma'idah [5]: 32). Ada ungkapan


al-Quran yang mengilustrasikan betapa menyesalnya di
akhirat kelak jika orang enggan bersedekah dan menjadi
orang yang saleh: Ya Rabb, mengapa engkau tidak menunda
kematianku sehingga aku pasti akan banyak bersedekah dan
menjadi orang yang saleh? (QS al-Munafiqun [63]: 10).
Demikianlah, misi Muhammad untuk menebar
kasih bagi semesta dan menyempurnakan akhlak, yang
keduanya meniscayakan konteks sosial. Peristiwa moral
terjadi dalam relasi antar manusia. Tindakan baik
maupun buruk memerlukan keterlibatan orang lain.
Dengan demikian, agenda kerasulan Muhammad adalah

91
Komaruddin Hidayat

untuk membangun peradaban agung dan melaksanakan


tugas kekhalifahan manusia di bumi. Muhammad
menegaskan, dunia bagaikan tempat bercocok tanam
menebar kebaikan, nanti panennya di alam sana. Tiga
doktrin tadi, iman pada Tuhan, iman pada keabadian
jiwa, dan berbuat kebajikan juga merupakan ajaran semua
agama yang oleh Tuhan diberi jaminan keselamatan (QS
al-Baqarah [2]: 62).
Dalam konteks dan tataran historis memang terjadi
polemik dan konflik antar komunitas Yahudi, Nasrani
dan Muslim seputar klaim keselamatan. Namun, itu
lebih merupakan fenomena historis. Sedangkan agama
secara ontologis dan metafisis yang datang dari Tuhan
t
rin

yang esa dan sama, esensi ketiga agama tadi mestinya


rP

sama dalam tiga doktrin dasar di atas. Perbedaan muncul


ketika wahyu Tuhan menyejarah lalu diformulasikan dan
fo

dipraktikkan dalam ranah ruang, waktu, dan budaya


ot

yang berbeda. Perbedaan bisa menambah wawasan


N

dan kekayaan budaya agama, namun bisa juga menjadi


eksklusif memunculkan konflik. Bukankah dalam tubuh
umat Islam sendiri sepeninggal Rasulullah, benih konflik
muncul dan berkelanjutan sampai perang berdarah-
darah? Tetapi, itu bukan bagian dari imajinasi Islam yang
diajarkan Muhammad.
Buktinya, umat Islam hari ini semakin kritis dan sadar
terhadap sisi gelap sejarah Islam pasca Rasulullah. Kita
yang hidup hari ini mesti berterima kasih pada warisan
Islam berupa ajaran luhur Muhammad serta berbagai
inovasi dan kreasi para sahabat juga ulama-ilmuwan
masa lalu, termasuk pelajaran mahal dari konflik antar

92
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

sesama penguasa Islam. Dengan merima semua warisan


itu apa adanya disertai sikap kritis dan komitmen untuk
meneruskan warisan yang baik, kita melangkah untuk
menemukan kembali imajinasi Islam yang agung dan
universal.

Mengapa Tertinggal
Ratusan buku telah ditulis para ahli, baik dari kalangan
sarjana muslim maupun non-muslim, untuk mencari
jawaban mengapa peradaban Islam tertinggal padahal
pernah berjaya jadi matahari peradaban dunia antara abad
8-12 Masehi. Berbagai disiplin ilmu sejak dari politik,
sejarah, antropologi, ekonomi, ekologi, teologi, hingga
t
rin

filsafat dan lainnya ikut mengkaji masalah itu. Dalam


rP

Islam, Authoritarianism and Underdevelopment (2019)


karangan Ahmet T. Kuru dan Reopening Muslim Minds
fo

(2021) karya Mustafa Akyol, dianalisis aspek politik dan


ot

teologi yang membuat dunia Islam terbelakang. Tentu


N

saja menyandarkan dua buku ini tidak cukup untuk


menjawab pertanyaan di atas. Tapi setidaknya buku ini
bagi saya memberikan perspektif baru dan memperkaya
wawasan terhadap isu di atas.
Salah satu sebab yang membuat dunia Islam tertinggal
dalam membangun peradaban, termasuk sains, ekonomi
dan politik, adalah terjadi krisis politik berkepanjangan
yang menghancurkan prestasi peradaban yang dibangun
berabad-abad. Terjadi perebutan kekuasaan dengan
menjadikan agama dan ulama sebagai sumber legitimasi
kekuasaan. Akibatnya, dunia Islam tidak memiliki pusat
riset dan pengembangan keilmuan kelas dunia yang

93
Komaruddin Hidayat

independen. Secara ekonomi dan politik, para ulama


berada di bawah kontrol kekuasaan. Situasi ini diperburuk
oleh tiadanya kelas bojuasi yang juga independen.Tanpa
ulama dan kelas pedagang yang kuat dan berdiri di luar
kekuasaan negara, ketika penguasa jatuh maka masyarakat
ikut jatuh.
Kata Ahmet S. Kuru, situasi ini sangat berbeda dari
peran agama Protestan di Eropa ketika memasuki era
modern. Negara-negara Protestan justru memberikan
kontribusi bagi munculnya peradaban. Mereka men-
dorong lahirnya kapitalisme awal dan munculnya
berbagai lembaga keilmuan serta universitas kelas dunia
di luar campur tangan negara. Sementara dunia Islam
t
rin

memasuki abad modern hanya menjadi konsumen.


rP

Rachel M. McCleary dalam The Wealth of Religions (2019)


menulis: The Protestant Reformation stressed religious beliefs
fo

that served as the foundation for individual traits such as


ot

work ethic, thrift, and honesty. These traits likely supported


N

the Industrial Revolution in Western Europe in the 1700s


and, thereby, helped to spur the success of modern capitalism
(hlm. 160).
Tiadanya pusat riset keilmuan dan lembaga ekonomi
yang bebas dari tekanan penguasa masih cukup dominan
di dunia Islam. Contoh nyata adalah krisis politik di
Irak, negara yang kaya raya sumber minyaknya, yang
dulu pernah menjadi pusat peradaban Islam kelas dunia.
Semasa Saddam Hussein, ulama dan kampus berada di
bawah kontrolnya. Yang diutamakan belanja senjata,
bukan membangun pusat riset keilmuan. Apa yang terjadi
di Arab Saudi sampai hari ini tak jauh berbeda. Oleh

94
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

karenanya, logis saja ketika terjadi serangan Covid-19 tak


ada satu pun lembaga riset keilmuan dari negara muslim
yang menyumbangkan penemuan vaksin. Ratusan triliun
uangnya dihabiskan untuk membeli senjata, ketika dunia
justru tak lagi menghendaki perang konvensional.
Konflik tribalisme di dunia Arab dengan melibatkan
agama secara pahit dilukiskan oleh Daron Acemoglu
dan James A. Robinson dalam The Narrow Corridor
(2019), yang juga menulis buku bestseller Why Nations
Fail (2012). Menurut kedua sarjana ini, sebuah bangsa
maju tidak cukup mengandalkan kekayaan sumber
daya alamnya saja, melainkan mesti dikendalikan oleh
pemerintahan yang profesional, visioner dan akuntabel
t
rin

yang memberi ruang bagi partisipasi masyarakat luas


rP

untuk berkembang dan maju bersama.


Kekuasaan di dunia Islam yang cenderung otoriter
fo

telah menghalangi rakyatnya dan kalangan intelektual


ot

independen untuk berkembang. Negara menguasai dan


N

mengatur segalanya, sehingga aset sosial yang dimiliki


tidak fungsional untuk mendukung kemajuan bangsa
dan negaranya. Para intelektual yang kritis terpinggirkan,
bahkan di antaranya malah diusir dari negaranya. Lebih
dari itu, agama dijadikan instrumen untuk mengendali-
kan rakyatnya. Penguasa secara sadar mengembangkan
paham teologi fatalisme (jabariyah) bahwa apa pun yang
terjadi dan menimpa hidup ini adalah kehendak Tuhan.
Ketaatan pada pemerintah adalah bagian dari ketaatan
pada ajaran agamanya. Teologi ini dijadikan kedok
dan pelindung bagi penguasa ketika gagal memajukan
rakyatnya agar mereka bersikap pasrah dan berdoa pada

95
Komaruddin Hidayat

Tuhan. Teologi semacam ini tentu bertabrakan dengan


ide demokrasi dan kebebasan berpikir. Namun, itulah
yang mengemuka di mereka yang membuat dunia Islam
terbelakang.
Dalam filsafat dikenal istilah euthyphro dilemma
berasal dari cerita Socrates ketika suatu hari bertanya
pada Euthyphro: Orang yang baik, saleh, maka dia
dicintai Tuhan, ataukah karena dicintai Tuhan maka dia
disebut baik, saleh? Menurut teologi rasional, sesuatu
dikatakan baik karena memang baik dalam dirinya
sehingga dicintai Tuhan. Tuhan telah menetapkan hukum
alam yang mesti dipahami dan ditaati oleh manusia jika
ingin maju. Ketaatan pada Tuhan tidak dipertentangkan
t
rin

dengan nalar sehat dan hukum alam yang juga ciptaan


rP

Tuhan. Hal ini bisa diletakkan dalam konteks Covid-19.


Takut dan menghindari virus korona tidak berarti
fo

mengurangi ketakutan pada Tuhan. Takut pada Tuhan


ot

justru menuntut ketaatan dan kedekatan pada Tuhan,


N

sedangkan takut pada virus itu justru menuntut untuk


menjauhinya. Hukum sebab-akibat ini terkandung
dalam konsep takdir. Bahwa Allah menciptakan segala
sesuatu memiliki ukuran dan karakter yang terikat
dengan hukum alam.
Ahmet Kuru memberikan ilustrasi, kepatuhan pada
penguasa yang diperkuat oleh jajaran ulamanya serta
paham keagamaan yang fatalistik melahirkan citra dunia
Islam sebagai masyarakat yang kuat dengan budaya fikih
(culture of fiqh), sebagaimana dulu Yunani menonjol dalam
kebudayaan filsafat (culture of philosophy). Sedangkan
Eropa kontemporer memiliki citra pusat budaya sains

96
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

dan teknologi (culture of science and technology). Ilustrasi


karikatural ini bisa dikembangkan lagi untuk memotret
bangsa lain, misalnya Tiongkok kuat dengan budaya
dagang. Masyarakat Bali menonjol dengan budaya ritual
dan turis.
Ketertinggalan dunia Islam ini tentu saja memiliki
akar penyebab internal dan eksternal. Namun, penyebab
eksternal posisinya sekunder, mengingat dunia Islam
mewarisi peradaban yang sangat kaya dan pernah unggul
di masa lalu. Beragama yang berkutat pada maqom fikih
dan akidah (kalam), terlebih lagi masuk intervensi politik,
pasti akan memunculkan pertengkaran terus-menerus.
Bahkan, dalam sejarah pernah saling bunuh. Perbedaan
t
rin

tafsir atas ayat-ayat al-Quran dan sunnah Nabi sangat


rP

beragam sehingga melahirkan banyak mazhab dalam


Islam. Mestinya yang lebih ditekankan adalah akhlak,
fo

cinta, dan ilmu pengetahuan. Bukankah ketiganya sangat


ot

ditekankan dalam al-Quran?


N

Akhlak dan cinta akan melahirkan sikap menghargai


orang lain, apa pun agama dan mazhabnya. Sedangkan sains
sifatnya dinamis, terbuka, dan agar tumbuh berkembang
justru memerlukan nalar kritis serta eksperimentasi
secara empiris. Watak sains selalu melakukan eksplorasi,
kreasi dan eksperimentasi sehingga dunia sains selalu
berkembang dinamis melangkah ke depan. Dalam kaidah
sains, experiment akan melahirkan experience, dan pada
urutannya akan membuat seorang experd. Sedangkan
fikih bersifat normatif, mencari rujukan ke belakang
untuk membuat formula hukum yang serba pasti ketika
menemui situasi baru. Tentu saja agama memerlukan

97
Komaruddin Hidayat

fikih sebagai pedoman pelaksanaan hidup beragama.


Namun, peradaban unggul tidak bisa diandalkan pada
fikih dan akidah yang saat ini mengesankan dominan dan
antar pemeluk mazhab saling mengklaim merasa paling
benar, paling mengikuti sunnah Rasul. Sementara semasa
Rasulullah belum ada mazhab fikih dan kalam.
Ketika umat Islam bersorak-sorai penuh kegembiraan
setelah memenangkan perang Badar yang sangat heroik
itu—sekitar 300 tentara muslim melawan 1000 tentara
kafir Quraisy—sebuah riwayat menyebutkan, Rasulullah
bersabda: Kita baru pulang dari jihad kecil, menuju
jihad yang lebih besar, yaitu “jihadunnafsi”. Jihad
mengendalikan diri sendiri. Tujuannya, agar tumbuh jadi
t
rin

pribadi takwa yang selalu merasa dekat pada Allah, pribadi


yang berakhlak mulia, pribadi yang melimpah dengan
rP

cinta kasih pada sesamanya. Pribadi produktif yang selalu


fo

ingin memberikan manfaat pada orang lain, baik secara


ot

individual maupun secara kolektif institusional. Artinya,


N

sekali waktu perang sangat diperlukan untuk melindungi


keselamatan diri dari serangan musuh, namun peradaban
agung tidak bisa dibangun dengan perang.

Agama dan Negara


Hubungan antara agama dan negara sangat krusial di
dunia Islam. Negara berdasarkan nation adalah fenomena
modern yang tak dikenal di masa Rasulullah. Meminjam
ungkapan Ali A. Allawi, There was no word in any of the
language of Islam that would parallel the meaning of ‘nation’
and ‘nationalism’ (The Crisis of Islamic Civilization, hlm.
47). Dulu kekuasaan Islam meliputi berbagai suku dan

98
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

bangsa, tetapi sekarang negara bangsa menguat. Di masa


modern, posisi negara sangat kuat, melebihi kehebatan
seseorang tokoh, bahkan lebih kuasa daripada rakyat
yang melahirkannya. Di masa kelahiran agama, kekuatan
memusat pada pribadi pendirinya. Sedangkan hari ini
hampir setiap orang hidup dalam nasionalitas, sebuah
negara. Dalam pergaulan internasional status warga
negara (citizen) lebih primer yang dibuktikan dengan
paspor ketimbang sebagai anggota suku dan pemeluk
sebuah agama.
Posisi dan sikap negara terhadap agama sangat besar
pengaruhnya bagi perkembangan sebuah agama dan
para pemeluknya. Dalam masyarakat Kristiani di Eropa,
t
rin

setelah melalui pengalaman dan pergulatan panjang


rP

akhirnya kekuasaan negara dan agama dipisahkan. Ide


dan pengalaman ini lalu diterapkan di Amerika Serikat,
fo

mengingat banyak imigran intelektual Eropa yang hijrah


ot

ke Amerika karena menginginkan sebuah dunia baru yang


N

bebas dari tekanan kekuasaan negara dan agama. Agama


menjadi urusan pribadi, negara tidak boleh mencampuri.
Namun, tidak berarti para politisi dan pejabat negara AS
lalu menjadi sekuler, tidak beragama atau antiagama.
Sekularisasi yang terjadi di dunia Barat tidak lepas
dari persepsi dan pemahaman mereka terhadap sosok
Yesus sebagai pembawa ajaran Kristiani. Ingatan kolektif
masyarakat Kristiani dan masyarakat Muslim tentang
Yesus dan Muhammad sangat berbeda. Yesus mengakhiri
kariernya di tiang salib. Secara teologis itu diyakini sebagai
pertolongan dan kemenangan Tuhan mengalahkan
kekuatan dosa-dosa manusia. Yesus berkurban atau

99
Komaruddin Hidayat

dikurbankan demi keselamatan manusia. Namun


secara politis-historis itu menunjukkan kekalahan di
hadapan musuh-musuhnya. Penggalan kisah ini sangat
berbeda dari Muhammad yang di akhir hayatnya meraih
kemenangan secara politis. Mekkah dan Madinah di
bawah kendalinya. Meminjam istilah Montgomery Watt,
Muhammad adalah prophet and statesman. Muhammad
menyebarkan ajaran ketuhanan dan sekaligus juga
mewariskan komunitas politik (political community).
Bibel mengajarkan pemisahan antara kekuasaan raja
dan pendeta, sedangkan al-Quran tidak membuat
pemisahan. Muncul beragam penafsiran di kalangan
intelektual muslim, apakah kehidupan dan karier
t
rin

Muhammad dalam aspek sosial-politik itu sebuah


rP

doktrin final yang mesti ditiru dan ditaati sebagaimana


adanya sebagai sikap keagamaan, ataukah sesungguhnya
fo

merupakan peristiwa sejarah yang kontekstual dan


ot

kondisional? Artinya, hubungan agama dan negara adalah


N

wilayah ijtihadi yang berkaitan dengan sejarah, bukan


sebuah doktrin baku. Dengan demikian, Muhammad
sebagai Rasulullah posisinya tak tergantikan, tetapi
sebagai aktor politik posisinya merupakan wilayah
terbuka untuk ditafsirkan ulang sesuai tuntutan zaman.
Oleh karena itu, bisa dipahami bahwa dalam Islam tak
ada formula baku tentang sistem pemerintahan, apakah
berupa kesultanan, kekhalifahan, atau republik.
Hanya saja, mengingat ideologi nasionalisme dan
republikanisme dengan sistem demokrasi merupakan
fenomena modern, sekian belas abad lamanya dunia
Islam menganut sistem kesultanan (dinastiisme). Baru

100
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

memasuki abad ke-20 beberapa negara menerapkan


demokrasi, namun pengaruh tradisi lama yang mem-
berikan peran besar pada ulama dan militer masih
kuat sehingga kecenderungan otoritarianisme masih
kuat karena tidak memiliki basis kelas menengah sipil
independen. Mungkin hanya Indonesia yang pem-
bentukan negaranya diperjuangkan dan dikawal dari
bawah oleh kekuatan masyarakat. Gerakan sosial ini pada
urutannya memberikan fondasi kultural-historis bagi
sistem demokrasi di Indonesia setelah merdeka. Gerakan
sosial yang dimotori Muhammadiyah (1912) dan NU
(1926) merupakan contoh nyata dari organisasi Islam
yang konsisten membela sistem demokrasi di Indonesia
t
rin

sampai hari ini.


rP

Gerakan demokratisasi yang cukup berhasil adalah


Turki. Di sini peran Kemal Ataturk sangat signifikan
fo

dalam menggerakkan semangat republikanisme berdasar-


ot

kan semangat kebangsaan dalam melawan Inggris dan


N

mengakhiri Dinasti Usmani. Andaikan tak ada gerakan


kebangsaan yang dipimpin Mustafa Kemal, sangat
mungkin Turki jatuh di bawah Inggris mengingat ke-
sultanan Usmani awal abad k-20 itu sudah rapuh. Ada
pengamat mengatakan, revolusi dan demokratisasi Turki
digerakkan dari atas, di bawah kendali bayonet. Sebuah
ungkapan paradoks, demokrasi dikawal bayonet. Oleh
karena itu, setelah merdeka, peran militer sangat kuat
di Turki. Baru setelah Erdogan dengan partai AKP-
nya mendominasi parlemen dan mengantarkannya jadi
presiden, peran militer pelan-pelan dipinggirkan. Dalam
konteks ini sikap Erdogan mirip Gus Dur di Indonesia.

101
Komaruddin Hidayat

Muncul pertanyaan hipotesis. Kemal Ataturk yang


menerapkan sekularisasi di Turki, yaitu menggusur
agama dari wilayah negara layaknya di Prancis, apakah
menghancurkan Islam ataukah meratakan jalan bagi
kemajuan Islam di Turki? Tentu jawabannya tergantung
dari sisi mana hendak dilihat. Bagi masyarakat Turki,
identitas bangsa, negara, dan agama menyatu. Mereka
biasa mengatakan, kami bangsa Turki, warga negara
Turki, agama Islam. Ke-Turki-an dan ke-Islam-an itu
menyatu sebagai identitas diri. Mereka bangga dengan
kebesaran masa Usmani yang notabene kesultanan Islam.
Oleh karena itu, sekularisasi yang tumbuh di Turki
jangan disamakan dengan sekularisasi yang tumbuh di
t
rin

Eropa yang Kristiani. Nilai, semangat dan tradisi Islam


rP

tidak bisa hilang oleh sekularisasi yang dipaksakan


Ataturk karena Islam memiliki akar tunggang sejarah
fo

kegemilangan panjang di masa lalu semasa kesultanan


ot

Usmani, berdiri pada abad ke-13 dan berakhir dengan


N

berdirinya Republik Turki 1923.


Ulama Arab tidak senang terhadap Kemal Ataturk,
dan dianggap telah melakukan de-Arabisasi dan de-
Islamisasi. Dan itu dianggap sebuah pengkhianatan.
Namun, ada juga terselip alasan lain, yaitu Ataturk
telah mendorong demokratisasi yang tentu para sultan
tidak senang. Dibanding negara-negara Arab, sains
dan teknologi Turki lebih maju. Mereka lebih terbuka
menerima gagasan dari luar. Turki juga sering disebut
sebagai meltingpot yang mempertemukan dunia Barat
dan Timur, klasik dan modern. Sekularisasi di Turki
telah meratakan jalan bagi eksperimentasi dan inovasi

102
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

peradaban Islam modern, termasuk demokrasi dan pusat-


pusat pengembangan sains dan teknologi.
Indonesia dan Turki memiliki kemiripan sebagai
the least Arabized muslim countries. Setidaknya negara
dengan mayoritas muslim di luar wilayah Arab dan tidak
berbahasa Arab. Hubungan agama dan negara di dunia
Islam sedemikian lekat, tumpang tindih, dinamis, kadang
berkonflik, kadang saling mendukung. Pada pemerintahan
demokratis yang sangat mengandalkan suara mayoritas,
agama dan ulama menjadi sangat instrumental untuk
memperoleh dukungan massa yang pada urutannya
dijadikan saham dan tawar-menawar politik. Jika pada
Abad Pertengahan penguasa mengendalikan ulama, di
t
rin

alam demokrasi ulama dengan pengikutnya yang banyak


rP

punya kekuatan tawar (bargaining power) pada saat


pembentukan koalisi pemilu dan kabinet. Perkembangan
fo

ini tidak sehat, karena yang menentukan kemenangan


ot

adalah suara mayoritas yang tidak selalu mengutamakan


N

kualitas. Lebih jauh lagi, harapan peran agama sebagai


pilar kemajuan dan peradaban terkalahkan oleh ambisi
kekuasaan dengan mengatasnamakan agama.
Sebagai warga negara, konstitusi adalah pedoman
tertinggi. Sebagai orang beriman, rujukan utamanya
adalah kitab suci. Hal ini potensial menimbulkan
benturan jika kitab suci dipaksakan untuk menggantikan
konstitusi dengan cara inkonstitusional serta bertabrakan
dengan realitas sosial yang plural dalam sebuah negara
dalam bingkai nasionalitas. Menarik direnungkan, para
ulama dan intelektual muslim yang terlibat merumuskan
konsep negara ini telah menyarikan ajaran Islam lalu

103
Komaruddin Hidayat

memformulasikan ke dalam bahasa konstitusi yang


bisa diterima semua pihak. Misalnya saja Pancasila.
Sulit diingkari bahwa nilai keislaman sangat kental di
dalamnya, namun diformulasikan sedemikian rupa
sehingga mampu mewadahi aspirasi dan nilai yang
ada pada agama lain sehingga Pancasila menjadi milik
bersama.
Saya kira hubungan agama dan negara di dunia
Islam menyimpan masalah serius yang belum jelas
arah masa depannya. Jika pemerintahannya tidak
mengedepankan prinsip-prinsip profesionalisme me-
ritokrasi dan akuntabilitas, dunia Islam akan lambat
melakukan akselerasi sains, ekonomi dan kematangan
t
rin

berdemokrasi yang rasional dan dewasa. Kekayaan alam


dan penduduknya bisa-bisa justru akan menjadi sumber
rP

masalah (natural curse) dan beban negara. Islam mungkin


fo

akan tampil lebih elegan dan cerdas sebagai kekuatan


ot

moral dan filsafat hidup ketika berkembang pada negara


N

dan masyarakat yang telah maju peradabannya dan


mapan ekonominya.

Islam Indonesia
Ketika Rasulullah berdakwah di Mekkah sekitar 13 tahun
lamanya, materi dakwahnya berbeda dari semasa tinggal
di Madinah, karena kondisi masyarakat yang dihadapi
juga berbeda. Di Madinah, Nabi Muhammad berjumpa
dengan ahlulkitab, sementara di Mekkah yang menonjol
adalah permusuhan yang ditunjukkan oleh Abu Jahal dan
kelompoknya yang membuat Nabi Muhammad hijrah ke
Madinah.

104
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

Penggalan statemen di atas bisa diteruskan ceritanya.


Ketika Islam berkembang di luar Mekkah-Madinah,
yaitu ke Syria, Bagdad, dan Spanyol, maka formulasi
ajaran Islam semakin diperkaya oleh elemen-elemen
baru yang diakomodasi dari nilai dan tradisi lokal.
Arus penyebaran Islam ini terus meluas sampai Iran,
India, Mesir, Turki, dan Indonesia. Di zaman modern
bahkan meluas lagi sampai ke Eropa, Amerika, Australia
dan Jepang. Dalam sejarahnya, antara dakwah dan
penaklukkan itu tumpang tindih. Mereka yang masuk
Islam dan ikut Nabi Muhammad berhijrah ke Madinah
dan mereka yang masuk Islam setelah penaklukan
Mekkah (fathu Makkah) ditengarai juga berbeda motif
t
rin

dan ketulusannya dalam memeluk Islam.


rP

Ketika Islam yang dibawa orang-orang Arab me-


naklukkan wilayah di luarnya, Islam telah mengenalkan
fo

peradaban baru yang unggul sehingga kebudayaan


ot

setempat ikut terbawa maju. Namun, setiap penaklukan


N

memunculkan ekses berupa kecenderungan memandang


rendah budaya yang ditaklukkan. Begitu pun ketika
terjadi penyebaran dakwah dan penaklukan oleh Islam
ke luar daerah, wilayah baru ini sering dipandang sebagai
wilayah pinggiran. Orag Arab beranggapan dirinya
lebih tinggi martabatnya daripada bangsa non-Arab.
Hal ini bisa dimaklumi mengingat di masa kejayaannya
pada Abad Pertengahan, dunia lain masih terbelakang.
Eropa masih gelap. Kebanggaan diri itu masih terlihat
di Indonesia, misalnya jarang sekali anak-anak gadisnya
dijodohkan dengan laki-laki non-Arab.
Ekspresi keislaman di Indonesia sarat dengan nuansa

105
Komaruddin Hidayat

dan pengaruh budaya lokal yang dipandang sinkretik


sehingga oleh kelompok puritan, keberislaman orang
Indonesia perlu dimurnikan. Namun begitu, masyarakat
Jawa, mirip dengan Yunani, merasa memiliki budaya
tinggi sehingga yang muncul adalah pengkayaan
peradaban Islam yang datang dari Arab. Menurut Fajrie
Alatas, justru perkembangan Islam akan kukuh justru
ketika pemeluk setempat memiliki fondasi budaya yang
mapan yang memiliki kecocokan dengan nilai Islam yang
bisa memperkuat kehadiran dan pertumbuhan Islam
di tempat barunya. Sebagai konsep, pemurnian Islam
itu sah-sah saja dikemukakan. Tetapi, dalam praktiknya
tidak realistik mengingat yang beragama itu manusia,
t
rin

dan setiap manusia diasuh dan dibentuk oleh budayanya.


rP

Sebagai orang Jawa, saya tidak bisa membuang pengaruh


bahasa dan budaya Jawa, lalu digantikan sepenuhnya
fo

dengan Islam yang bernuansa Arab. Beragama bagi saya


ot

sebuah proses panjang pengembangan dan pembangunan


N

makna hidup, bukan sebuah agenda pemurnian ajaran


dengan membuang pengaruh lokal.
Di zaman modern, Indonesia yang letaknya jauh
dari Arab, akses ke dunia luar semakin terbuka, sehingga
membentuk konfigurasi budaya Nusantara semakin
plural. Islam dan budaya Arab, Tiongkok, India,
semuanya tumbuh berkembang memperkaya budaya
nusantara. Oleh karenanya, ketika Islam masuk dan
dipeluk masyarakat Nusantara, ekspresi dan artikulasi
keberagamaannya melahirkan karakter khusus bercorak
Indonesia. Lebih dari itu, mengingat masyarakat
Indonesia terdiri dari beragam etnis dan terpencar ke

106
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

berbagai pulau, keislaman mereka juga dipengaruhi oleh


budaya lokalnya. Hal ini bisa kita lihat perbedaan tradisi
beragama yang tumbuh di Aceh, Sumatra Barat, Jawa,
Sulawesi, Madura, Indonesia Timur, dan seterusnya. Di
Jawa pun masih bisa dibedakan tradisi beragama yang
tumbuh di wilayah pantai utara dan selatan. Antara Jawa
Barat dan Jawa Tengah juga berbeda.
Saya mengamati dan menikmati ceramah-ceramah
keagamaan melalui YouTube yang disajikan oleh beragam
kiai dan ulama dengan karakternya masing-masing yang
sarat dengan idiom bahasa dan guyonan lokal. Sebut
saja mubalih dan penceramah yang banyak pengikutnya
seperti: Cak Nun, Buya Syakur, Gus Muwafiq, Gus
t
rin

Baha, Jujun Junaedi, Das’ad Latif, Anwar Zahid, dan


rP

sekian banyak lagi. Semuanya ingin menyampaikan


pesan Islam berdasarkan al-Quran dan Sunnah Nabi,
fo

namun diperkaya dengan cerita, dongeng dan imajinasi


ot

lokal sehingga menarik serta mudah ditangkap dan


N

diterima oleh jamaahnya. Saya kira improvisasi serupa


juga dilakukan di berbagai masyarakat muslim di dunia.
Bagi masyarakat awam, tidak penting mengetahui tokoh-
tokoh mazhab dan status hadis apakah mutawatir, sahih
atau dhaif. Yang penting memberikan pengayaan batin
dan menambah ketaatan menjalankan perintah agama
serta meningkatkan budi pekerti.
Sebagai landasan yang terbentuk di masa lalu,
sumber ajaran Islam adalah sama dan satu, hal itu tak
perlu diperdebatkan lagi. Yaitu al-Quran dan sunnah
Nabi. Tetapi, ketika dari sumber itu, ibarat aliran sungai,
mengalirkan paham melalui saluran beragam mazhab,

107
Komaruddin Hidayat

paham keislaman yang muncul juga tidak seragam.


Itulah mengapa kita mengenal tradisi Islam yang tumbuh
di Indonesia memiliki perbedaan dari Arab, Iran, Turki,
Afrika dan seterusnya. Belum lagi sejarah bangsa-bangsa
itu dalam perjuangan kemerdekaannya juga tidak sama,
maka hubungan agama dan negara juga berbeda.
Sebelum terbentuk negara republik, di Nusantara
terdapat banyak kekuasaan lokal berupa kesultanan
Islam. Mereka ikut memperjuangkan kemerdekaan,
dan selanjutnya secara suka rela melebur ke dalam
rumah besar bernama Republik Indonesia. Peleburan
ini memiliki banyak makna. Satu, mereka yakin dan
berharap negara Indonesia akan meneruskan cita-cita
t
rin

mereka dalam mengembangkan Islam dan memajukan


rP

wilayah serta rakyatnya. Dua, para sultan itu sikap


keislamannya moderat, inklusif, mau berbagi dan
fo

bekerja sama dengan berbagai kelompok yang berbeda


ot

demi kemajuan Indonesia. Tiga, mereka yakin hanya


N

dengan persatuan Indonesia Nusantara ini menjadi kuat


dalam menghadapi dan menghalau kekuatan asing yang
inginmenjajah serta menguasai Indonesia.
Ketika era pra-kemerdekaan, agenda besar yang
menyatukan penduduk Nusantara adalah semangat
menghadapi musuh bersama, yaitu penjajah. Mereka
mendambakan Indonesia merdeka. Mereka tidak
berpikir jauh setelah merdeka apa yang akan terjadi
mengenai hubungan antara negara, masyarakat, dan
agama. Agama begitu kuat perannya dalam masyarakat.
Agama menjadi ikatan kohesi sosial dan memberikan
motivasi sangat besar dalam melawan penjajah.

108
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

Tetapi, begitu negara muncul, kekuasaan beralih ke


tangan pemerintah atas nama negara, sekalipun proses
pembentukan pemerintahan melalui pemilihan umum
yang didelegasikan melalui tangan partai politik.
Setelah kita berada di bawah kekuasaan negara, yang
jadi rujukan adalah konstitusi, negara memiliki kekuasaan
menguasai aset negara. Bahkan, negara memiliki otoritas
untuk memaksa dan memenjarakan rakyat yang dianggap
membahayakan negara. Sementara dalam kehidupan
beragama yang dijadikan rujukan adalah kitab suci.
Dalam perjalanan selanjutnya, negara yang awalnya
merupakan anak kandung masyarakat pada urutannya
bisa menguasai masyarakatnya. Partai politik yang secara
t
rin

teoretis merupakan penyambung dan pembela aspirasi


rP

rakyat, di tengah jalan bisa dibajak oleh kekuatan oligarki


sehingga keberadaan partai politik tidak menghunjam ke
fo

hati rakyat. Partai politik merasa punya kekuasaan, tetapi


ot

tidak memiliki otoritas moral di mata rakyatnya.


N

Dengan ungkapan lain, pra-kemerdekaan gerakan


keagamaan sangat besar perannya sebagai sumber motivasi
dan penggalangan kekuatan massa untuk mengusir
penjajah (fight against), sedangkan pasca-kemerdekaan
kurang berhasil memerankan dirinya menjadi sumber
gagasan dan memberikan kontribusi intelektual untuk
membangun peradaban Indonesia (fight for). Panggilan
tugas yang kedua ini kelihatannya tidak cukup siap karena
mindset umat Islam dan para ulamanya masih tetap
sebagai kekuatan sosial, miskin teknokrat-negarawan
yang mampu mengurus negara modern. Akibatnya,
karena kecewa maka muncul sekelompok komunitas

109
Komaruddin Hidayat

umat yang berhadapan melawan negara. Mengingat


mayoritas warga negara adalah muslim, konflik yang
terjadi tidak saja umat Islam melawan negara, tetapi
muncul juga friksi dan konflik antar sesama umat yang
dianggap pro-pemerintah dan umat yang berseberangan
dengan pemerintah. Oleh karena itu, kita menyaksikan
perpecahan umat ini berkepanjangan. Dan, kondisinya
bisa lebih buruk lagi ketika masuk paham takfiri yang
mengkafirkan pemerintah dan sesama umat Islam.
Dulu di Turki pernah terjadi kondisi serupa ketika
Kemal Ataturk memperjuangkan republik, hendak
mengakhiri kekuasaan Ottoman. Terjadi perpecahan
antara ulama yang pro-kesultanan Usmani dan ulama
t
rin

yang yang pro-gerakan Republikanisme yang sengaja


rP

digalang oleh Ataturk. Di Turki, gerakan kebangsaan


yang menang, tanpa menggusur Islam dari Turki karena
fo

Islam telah menjadi identitas antropologis rakyat Turki.


ot

Ada ungkapan: I am Turk therefore I am a muslim,


N

mirip identitas Melayu di Malaysia. Jika warga Melayu


keluar dari Islam, berarti dia keluar dari komunitas
muslim. Sebuah disersi kultural. Di Indonesia pun secara
sosiologis-demografis merupakan kantong umat Islam
yang besar. Di mata dunia, sejauh ini siapa pun presiden
Indonesia tetap dilihat sebagai ikon pemimpin dari the
largest muslim country in the world. Tetapi, di dalam
negerinya ketika berbicara ideologi, aspirasi politik dan
mazhab keagamaan, muncul polarisasi yang kadang
melahirkan konflik yang tajam dengan dalih keagamaan.
Seperti munculnya istilah mazhab politik kecebong dan
kampret.

110
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

Memperkuat Basis Sosial


Dalam bukunya, The House of Islam (2018), Ed Husain
membagi sebaran umat Islam yang berjumlah sekitar
1,7 miliar ke dalam tujuh wilayah dengan kultur dan
bahasa yang berbeda-beda. Yaitu: Satu, masyarakat yang
berbahasa Arab dari Irak sampai Mauritania sebanyak 400
juta. Dua, wilayah Iran, Afganistan, Tajikistan, sekitar
100 juta, mereka berbahasa Persia. Tiga, Sub-Sahara
Afrika sekitar 250 juta. Empat, benua India, termasuk
Pakistan, Bangladesh, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, sekitar
200 juta. Lima, wilayah Turki, termasuk negara-negara
di Asia Tengah seperti Azerbaijan, Chechnya, Uighur,
t
rin

Uzbekistan, Kirgistan, Turkmenistan, sebanyak 170


juta. Enam, kawasan Asia Tenggara, meliputi Malaysia,
rP

Brunei, Filipina dan Indonesia sekitar 200 juta. Tujuh,


fo

umat Islam di Barat sekitar 60 juta.


ot

Sejak awal mula lahir dan berkembang, Islam berperan


N

memberikan bimbingan hidup masyarakat dengan nilai-


nilai tauhid dan akhlak mulia. Pekerjaan pertama Nabi
Muhammad adalah membangun komunitas (jamaah).
Itu ajaran utamanya. Bahwa dalam perkembangannya
umat Islam membangun kekuasaan politik, itu bersifat
historis-kondisional. Islam sebagai gerakan kultural inilah
yang berkembang laten, menerobos wilayah dan zaman
yang tak bisa dihentikan. Oleh karena itu, mengukur
keberhasilan Islam hanya dari capaian kekuasaan
politiknya akan meleset.
Dunia Islam memiliki ruh dan distingsi yang solid,
yang menyatukan mindset seluruh umatnya, namun

111
Komaruddin Hidayat

komunitasnya selalu punya ciri lokal-partikular. Prinsip


dasarnya keimanan pada Tuhan, kerasulan Muhammad
yang juga sebagai teladan hidup, dan memercayai
kehidupan lanjut di balik kematian. Selebihnya kita
akan menemukan beragam pemahaman dan ekspresi
keberagamaan mereka yang berbaur dengan budaya lokal
tempat mereka tumbuh.
Jadi, universalitas itu merupakan konseptualisasi,
idealisasi dan imajinasi, produk hubungan dialektis
antara pemikiran normatif yang dianggap ideal dan
praksis keberislaman yang empiris dan lokal. Lebih dalam
lagi, lokus beragama sesungguhnya sangat privat dan
individual, hanya ekspresinya bersifat sosial. Oleh karena
t
rin

itu, ketika kita melakukan salat berjamaah, niatnya tetap


rP

“nawaitu”. Aku yang berniat hadir menghadap Allah.


Dengan kondisi alamnya yang memanjakan peng-
fo

huninya, karakter penduduk Nusantara ini cenderung


ot

bersifat ramah, santai dan kreatif mencipta karya seni


N

yang dipadu dengan ritual keagamaan. Nenek moyang


kita tidak perlu berjuang menaklukkan ganasnya alam
yang panas seperti penduduk padang pasir, atau dinginnya
salju seperti penduduk dekat Kutub. Karena banyak
waktu senggang itu mungkin berbagai tradisi kesenian
dan ritual keagamaan tumbuh subur di Nusantara. Sisi
negatifnya, kita bukan penduduk hasil seleksi alam
melalui perjuangan yang keras, survival for the fittest.
Secara psikologis, bangsa ini bukan tipe pelari jarak jauh.
Stamina dan daya juangnya pendek.
Dengan masuknya Islam ke Nusantara, kekayaan
khazanah Nusantara menjadi semakin kaya dan,

112
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

sebaliknya, bangunan ajaran Islam juga diperkaya oleh


budaya lokal sehingga kita bisa menyaksikan beragam
akulturasi tradisi itu sejak dari Aceh sampai Kalimantan,
Sulawesi, Jawa dan Indonesia Timur. Moto Bhinneka
Tunggal Ika juga berlaku bagi Islam. Prinsip keimanannya
satu, tetapi ekspresi keislamannya beragam. Meskipun
ada juga paham yang anti dan ingin menghilangkan
keragaman itu. Ketika melakukan ritual, setiap orang
beriman merasa dirinya berada di titik penghubung
antara diri dan Tuhannya. Baitullah yang berbentuk
fisikal dilampaui menjadi baitullah yang berada dalam
tataran metafisikal, di kalbu setiap mukmin.
Umat Islam Indonesia secara demografis paling
t
rin

dominan serta memiliki aset berlimpah yang tidak


rP

dimiliki umat agama lain. Secara historis-politis punya


klaim sebagai kelompok pejuang terbanyak dalam
fo

melawan penjajah dan perjuangan kemerdekaan. Secara


ot

historis-sosiologis jumlah pemeluknya paling banyak,


N

sekitar 87 persen penduduk Indonesia. Setelah merdeka,


paling banyak memperoleh kucuran dana APBN
melalui Kementerian Agama. Dari aspek kelembagaan
pendidikan, memiliki paling banyak institusi pendidikan
baik yang berstatus swasta maupun negeri, sejak dari
tingkat pendidikan dasar sampai universitas.
Umat Islam juga memiliki ormas terbesar di dunia,
terutama Muhammadiyah dan NU yang berdiri jauh
sebelum kemerdekaan. Begitu pun partai politik,
jumlahnya paling banyak. Hari libur nasional pun
paling banyak berkaitan dengan peringatan hari besar
keislaman, yang diselenggarakan di istana kepresidenan,

113
Komaruddin Hidayat

misalnya peringatan Maulid Nabi dan Nuzulul Qur’an.


Sekian puluh institut dan universitas Islam berstatus
negeri bermunculan. Tanpa dokumen tertulis, terdapat
semacam konsensus sosial-politik bahwa selain beragama
Islam (dan orang Jawa), siapa pun orangnya masih sulit
terpilih jadi presiden Indonesia meskipun kita menganut
sistem demokrasi. Logika serupa juga masih berlaku di
Amerika Serikat.
Dengan melihat itu semua, umat Islam memiliki
peluang dan panggilan paling besar dalam berkontribusi
memajukan bangsa dan negara ini. Sebaliknya, jika
bangsa ini tidak maju, secara kultural, moral dan
politik pasti ada yang salah dalam tubuh umat Islam.
t
rin

Jika mengacu pada pendapat Ahmet S. Kuru di muka,


rP

umat Islam belum punya tradisi membangun institusi


keilmuan dan ekonomi yang kuat serta independen
fo

di luar negara sebagaimana yang dilakukan gerakan


ot

Protestan di Eropa. Jika ada orang-orang muslim yang


N

kaya umumnya masih merapat mencari gantungan


ke negara. Fenomena ini berbeda dari komunitas
Tiongkok yang kecil tetapi punya tradisi dagang secara
militan sehingga posisinya sangat diperhitungkan oleh
penguasa.
Dalam bidang pendidikan, tanpa peran serta pihak
swasta sesungguhnya negara akan kedodoran melayani
kebutuhan rakyatnya. Patut dihargai, pendidikan
yang dikelola oleh komunitas Katolik bisa tumbuh
bagus tanpa bantuan dana APBN. Yang lebih dulu
dan masif jumlahnya adalah lembaga pendidikan yang
diselenggarakan oleh Muhammadiyah dan NU yang

114
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

tumbuh jauh sebelum Indonesia merdeka. Dalam aspek


pendidikan, sejak orde baru umat Islam menunjukkan
kemajuan. Bermunculan pendidikan Islam swasta yang
diminati kelas menengah kota dengan kualitas bagus.
Apa yang telah dirintis Muhammadiyah sejak
berdirinya tahun 1912 sampai sekarang menunjukkan
hasil yang sangat menggembirakan. Terdapat sekitar
27.814 lembaga pendidikan yang dikelola oleh
Perserikatan Muhammadiyah, di antaranya 163
perguruan tinggi. Sedangkan rumah sakit sebanyak 133
buah dan 357 klinik. Banyak rumah sakit, universitas
dan sekolah yang reputasinya bagus. Tapi, apa yang
dilakukan Muhammadiyah dari segi waktu sejak
t
rin

perintisan awal tahun 1912 dengan jumlah lembaga


rP

pendidikan dan rumah sakit yang ada dibanding volume


kebutuhan umat Islam, tentu masih kecil jumlahnya.
fo

Muhammadiyah dan NU yang memiliki ribuan


ot

sekolah dan pesantren kiprahnya telah teruji oleh zaman.


N

Keduanya merupakan modal kultural-intelektual umat


Islam untuk memperkuat civil society sebagai pilar
peradaban Islam dan bangsa. Namun, keduanya masih
lemah dalam mengembangkan sektor industri guna
memenuhi kebutuhan rakyat sehingga pasar Indonesia
menjadi sasaran empuk negara-negara lain. NU sangat
berjasa mengembangkan Islam Nusantara yang moderat
serta akrab dengan tradisi lokal. Tetapi, bangsa dan
umat ini ke depan memerlukan agenda besar untuk
mengembangkan sains, teknologi dan ekonomi yang
bisa memfasilitasi bagi terwujudnya peradaban Islam
yang mendatangkan rahmat bagi Indonesia. Umat

115
Komaruddin Hidayat

yang mandiri, independen, dan berkeadaban, yang bisa


membantu negara, bukan jadi beban negara.
Di luar warga Muhammadiyah dan NU, terdapat
kemunitas muslim teknokrat-terdidik yang merasa tidak
menjadi bagian secara organisatoris dari ormas ini. Lagi-
lagi, ini juga aset umat dan aset bangsa yang besar. Tetapi,
sejauh ini belum mampu membangun kekuatan ekonomi
dan ilmu pengetahuan secara independen. Dalam
membuat kebijakan publik di tingkat pemerintahan,
peran mereka kalah dari elite parpol yang berkoalisi
dengan konglomerat. Partai politik yang secara teoretis
berperan sebagai penyambung dan pejuang aspirasi rakyat
agar menjadi agenda utama bagi pemerintah dan negara,
t
rin

para elitenya merasa lebih senang dan lebih nyaman


rP

berkoalisi dengan oligarki yang agenda utamanya adalah


membangun the power of wealth.
fo

Parpol dan oligarki menjalin koalisi untuk saling


ot

membesarkan, namun implikasinya merusak demokrasi.


N

Tugas utama negara untuk melayani dan menyejahterakan


rakyat masih jauh dari yang dicitakan-citakan. Kekayaan
berputar-putar pada lapisan elite yang bermain pada
ruang yang mereka ciptakan, yaitu ruang kelabu antara
masyarakat dan negara.
Penguasa dan elite parpol mendekati tokoh-tokoh
agama untuk mendukung agenda kekuasaannya, se-
mentara para politisi yang mengandalkan massa Islam
mendekat ke negara juga untuk kepentingan pragmatik
jangka pendek. Jika kondisi ini berkepanjangan, peran
agama akan kehilangan wibawanya sebagai kekuatan
moral-intelektual yang bergerak dalam masyarakat

116
ISLAM DAN JEJARING PERADABAN KONTEMPORER

sebagai kekuatan kontrol dan penyangga negara di luar


pemerintahan. Sekarang ini peran dan keterlibatan
agama dalam negara mendapatkan tantangan baru.
Beberapa survei menunjukkan bahwa negara sekuler
dinilai lebih berhasil menyejahterakan rakyatnya,
berhasil menekan angka korupsi dan lebih peduli
membela hak-hak asasi warganya. Sementara negara
yang semangat mengusung jargon keagamaan dinilai
terbelakang dalam membangun demokrasi, ekonomi
dan sains.
Sejak kejatuhan kekuasaan Abbasiyah, Umayah
dan imperium Usmani, belum ada tanda-tanda dunia
Islam bisa bangkit tegak kembali berdiri sejajar dengan
t
rin

kekuatan Barat dan Tiongkok dalam pengembangan


rP

sains, teknologi dan ekonomi. Namun, ini tidak berarti


mobilitas pendidikan umat Islam mundur. Yang terjadi
fo

adalah kalah cepat dalam bersaing.


ot
N

117
5
MASA DEPAN ISLAM
Ada mantra, agama punya seribu nyawa. Tentu, salah
satunya adalah Islam. Bagi yang berpandangan manusia
adalah spiritual being, selama ada manusia, selama itu
juga agama akan tetap hidup. Kepercayaan manusia
t
rin

pada Tuhan tak akan pernah mati sepanjang perjalanan


rP

sejarah manusia, sekalipun mereka selalu terlibat diskusi


yang tak pernah selesai untuk membuat definisi yang bisa
fo

diterima oleh semua pihak tentang agama, Tuhan, dan


ot

spiritualitas. Sebagai makhluk ruhani, yang dilengkapi


N

dengan akal budi dan raga, keberadaan dan perjalanan


hidup manusia melampaui lanskap ruang dan waktu
empiris. Kebahagiaan hidup yang hendak diraih melewati
batasan physical, emotional and aesthetical happiness. Dan,
agama menawarkan jalan itu.
Alam pikiran komunitas muslim sesungguhnya
berlapis-lapis serta multidimensional. Tak bisa hanya
dipahami dari sisi lahiriahnya saja. Tidak juga dibuat
generalisasi. Lebih menyempit lagi, lokus iman sejatinya
dalam hati setiap individu. Pada lubuk hati terdalam
mengatakan bahwa kita semua adalah peziarah. Atau,
meminjam sabda Nabi, kita adalah petani, panennya

118
MASA DEPAN ISLAM

akan dinikmati di akhirat nanti. Tugas utama selama


di dunia adalah menanam dan membesarkan pohon
kebajikan dengan harapan buahnya memberikan
manfaat serta meringankan beban orang lain. Kecintaan
pada Tuhan mesti dimanifestasikan pada kecintaan pada
sesama manusia karena kita semua adalah keluarga Tuhan
(‘iyalullah). Sikap hidup seperti ini mudah dijumpai pada
masyarakat tradisional yang hidup di perdesaan.
Mereka menjalani hidup secara sederhana dengan
menjaga ritual agama dan hidup bermasyarakat dengan
baik. Mereka tahan bahkan bisa bercanda menghadapi
berbagai problem kehidupan yang diyakini sebagai
suratan takdir yang suatu saat pasti berakhir. Urip iku
t
rin

mung mampir ngombe. Ibarat orang dalam perjalanan


rP

jauh, hidup ini hanya mampir sejenak untuk minum.


Pemahaman dan penghayatan mereka dalam beragama
fo

berbeda dari kalangan ideolog dan intelektual kota yang


ot

selalu merasa dalam orbit kompetisi dengan ideologi


N

lain. Bahkan ada yang merasa agamanya dalam posisi


terancam dari luar.
Sekarang suasana desa yang masyarakatnya homogen
serta adem ayem semakin memudar. Sekitar spuluh
ribu tahun lalu orang tinggal di wilayah pertanian atau
perdesaan. Tahun 1950 sepertiga penduduk bumi tinggal
di kota. Tahun 2020 hampir separuh penduduk bumi
menempati daerah perkotaan. Pada tahun 2050 PBB
memperkirakan dua pertiganya akan tinggal di kota.
Revolusi seluler telah mengubah pola hidup masyarakat.
Mereka saling terhubung dengan sesama penduduk dunia,
terutama yang tinggal di kota. Bagi kalangan menengah,

119
Komaruddin Hidayat

telepon mereka adalah juga komputer mereka.


Selama pandemi, fungsi rumah berubah drastis.
Rumah tidak saja sebagai tempat tinggal, tetapi juga
berfungsi sebagai kantor tempat bekerja, sebagai sekolah
tempat anak-anak belajar, sebagai masjid tempat salat
berjamaah, sebagai restoran tempat keluarga wisata
kuliner, dan lain sebagainya. Di lingkungan kota per-
jumpaan dengan komunitas lain yang beda agama
dan budaya semakin intens. Ini akan berpengaruh
secara signifikan dalam pemahaman dan praktik hidup
beragama. Orangtua saya di kampung tidak pernah
terpikir apa hukumnya mengucapkan “selamat Hari
Natal” pada pemeluk Kristen karena memang tidak
t
rin

pernah bergaul dengan umat yang berbeda. Dunia telah


rP

berubah. Generasi anaknya-anaknya memiliki pergaulan


sosial yang sangat berbeda. Para kiai pun lebih senang
fo

mengirimkan anak-anaknya masuk perguruan tinggi


ot

umum ketimbang belajar di perguruan tinggi keagamaan.


N

Alumni IAIN lebih memilih meneruskan studi ke Barat


ketimbang ke Timur Tengah. Bagaimana kita memaknai
ini semua?
Sebuah kenyataan yang tak bisa diingkari bahwa
dunia semakin terhubung. Bola dunia terasa kecil,
padat dan budayanya sangat beragam. Berbagai kota
dan universitas di dunia memiliki karakter yang hampir
mirip pola hidup mereka. Bahkan sesama universitas
sudah terbiasa tukar-menukar mahasiswa dan dosen.
Penyebaran ilmu pengetahuan berjalan sangat cepat,
termasuk pengetahuan tentang berbagai agama yang
tidak pernah dikenal oleh orangtua kita. Demokratisasi

120
MASA DEPAN ISLAM

ilmu pengetahuan berlangsung lebih cepat ketimbang


demokratisasi di bidang politik dan ekonomi.
Jadi, di samping sebagai spiritual being, manusia
adalah juga cultural being dan rational being. Kita semua
adalah anak kandung etnis dan budaya yang melahirkan
thymos. Yaitu, rasa kecintaan dan pemihakan pada
identitas kelompok yang melahirkan dorongan untuk
memperjuangkan harga dirinya. Semangat inilah yang
juga melahirkan ideologi ashabiyah. Oleh karena itu,
orang rela mati demi membela harga diri suku dan
bangsanya. Jumlah populasi bangsa, kata Fukuyama,
bukan sekadar himpunan angka, melainkan komunitas
yang memiliki jati diri yang menuntut pengakuan dan
t
harga diri yang tidak bisa dibeli dengan uang.
rin

Bagaimana Islam merespons pluralitas etnis dan


rP

bangsa yang kadang melahirkan konflik dan peperangan?


fo

Terhadap pertanyaan ini menarik analisis Graham E.


Fuller dalam A World Without Islam (2010). Ketika
ot

masyarakat Barat terjangkit Islamophobia, Graham


N

Fuller mengajukan pertanyaan. Bayangkan, andaikan


Islam dihilangkan dari peta bumi ini, benarkah dunia
lalu menjadi tenang dan damai? Dunia pernah diguncang
oleh Perang Dunia bukan karena faktor Islam. Tanpa
Islam, imperialisme Barat akan menyerbu dunia Arab
untuk menjarah minyak. Konflik antara sesama sekte
Kristen terjadi, sebagaimana antara Sunni dan Syiah.
Tetapi, semua itu, kata Fuller, penyebab utamanya
berakar pada perebutan kekuasaan dan sumber daya
alam. Agama hadir hanya dilibatkan belakangan sebagai
tambahan amunisi untuk mengalahkan yang lain dengan
dalih jihad di jalan Tuhan.

121
Komaruddin Hidayat

Pahit dengan kenangan konflik yang berdarah-


darah, sebagai rational being manusia lalu menciptakan
pranata sosial untuk menata kehidupan bersama agar
berlangsung damai dan sejahtera, di tengah persaingan
etnis, budaya dan agama. Pranata sosial yang paling
powerful yang dibangun manusia adalah negara yang
dilengkapi dengan teknologi dan mata uang. Negara,
teknologi dan mata uang membuat hidup teratur, namun
juga dinamis dan penuh kompetisi serta konflik. Dulu
tokoh agama dan ajarannya mampu mengendalikan
perilaku para pemeluknya. Sekarang diambil alih oleh
negara, teknologi dan kekuatan uang yang menggerakkan
dan mengendalikan arus perputaran manusia. Bangsa-
t
rin

bangsa Eropa yang pernah jadi motor perang dunia


rP

sekarang memilih hidup rukun, mereka membentuk liga


Uni Eropa. Sementara dunia Arab yang banyak memiliki
fo

kesamaan sejarah, bahasa, daratan, dan agama masih


ot

terus menunjukkan ketegangan di antara mereka.


N

Lalu, di mana peran agama? Yang paling primer,


agama diposisikan dan diyakini oleh pemeluknya
sebagai sumber makna dan arah perjalanan hidup agar
meraih keselamatan (salvation). Dimensi inilah yang
paling fundamental dari agama, yang tidak dimiliki oleh
ideologi, negara dan uang. Kalaupun umat Islam pernah
berjaya di bidang sains, ekonomi dan militer pada Abad
Pertengahan, diperlukan penjelasan lain di luar peran
fundamental agama mengingat sekarang semakin banyak
umat Islam yang ibadah dan akhlaknya baik, namun
tidak memberikan efek signifikan pada kemajuan sains
dan ekonomi.

122
MASA DEPAN ISLAM

Konflik yang muncul di dunia Arab juga perlu dicari


penyebabnya di luar ajaran agama. Hari ini negara-negara
non-muslim yang justru jadi inang dan pengasuh bagi
tumbuh dan merebaknya ilmu pengetahuan. Produk
vaksin untuk menangkal virus korona tidak dihasilkan
dari lembaga keilmuan dunia Islam, sekalipun secara
individual ada beberapa ilmuwan muslim yang terlibat
melakukan penelitian di Barat. Untuk belajar Islam pun
orang sekarang tidak lagi ke Irak atau Damaskus sebagai
pilihan utama, padahal dulu menjadi pusat keilmuan
Islam. Mereka lebih tertarik ke universitas papan atas di
Eropa dan Amerika. Di sana mereka berjumpa profesor
yang datang dari dunia Islam.
t
rin

Analogi yang agak mirip juga bagi mereka yang


rP

ingin belajar filsafat dan ilmu politik, masa kejayaan


Yunani di bidang ini hanya tinggal kenangan yang pahit
fo

sekaligus indah untuk dikenang bagi orang Yunani hari


ot

ini. Terlebih ketika sekarang bermunculan layanan long


N

distance learning yang menerobos hambatan ruang dan


waktu, semua orang bisa mengakses sumber-sumber
informasi keilmuan dari rumah masing-masing. Kota-
kota modern dan lembaga pendidikan yang dibangun
umat Islam hari ini jauh melampaui prestasi kejayaan
abad-abad lalu yang sering kita banggakan. Hanya saja
dulu dunia di luarnya masih gelap, sedangkan sekarang
ini dunia luar lebih maju dan gemerlap.
Sebagai doktrin keimanan dan bimbingan akal budi,
agama Islam berkembang terus, melewati batas bangsa
dan negara. Ini beda dari Konghucu yang berpusat di
Tiongkok, atau Hindu yang berpusat di India. Mekkah

123
Komaruddin Hidayat

dan Madinah adalah saksi historis kelahiran Islam, tetapi


bukan pusat peradaban Islam. Dunia Islam memiliki
dimensi dan ekspresi budaya yang amat beragam.
Begitu pun para ulamanya secara kreatif melahirkan
beragam mazhab yang kadang bertentangan pendapat
antar mereka. Kata Shahab Ahmed, itulah keunikan dan
keluasan Islam. Berbagai pendapat yang kontradiktif bisa
ditampung karena pemikiran merupakan produk dari
hermeneutical engagement untuk menggali pesan Tuhan
di balik teks yang melahirkan serial penafsiran yang
berkesinambungan dan tumbuh bercabang dari zaman
ke zaman karena konteks zaman dan kondisi sosial yang
berbeda.
t
rin

Sumber utama untuk memahami Islam hari ini


rP

adalah teks al-Quran dan hadis serta sekian buku tafsir


yang dikarang para ulama, yang isinya tidak selalu sama
fo

dan sepakat setelah menggali makna yang terkandung


ot

dari ayat yang sama. Penafsiran yang menekankan makna


N

batin (interiority/esoterisme) dan makna lahir (exteriority/


eksoterisme), hasilnya akan berbeda, bahkan bisa
kontradiksi. Begitu pun sumber kedua dalam beragama,
yaitu praktik atau sunnah Nabi, yang sampai pada kita
artikulasinya sangat beragam mengingat para ulama ahli
hadis dan ulama sebagai mata rantai sunnah Nabi itu juga
tidak monolitik. Sunnah Nabi ibarat danau besar yang
ada di masa lalu, lalu dari danau itu mengalir banyak
sungai tradisi kenabian yang dibawa oleh para habib dan
ulama yang berbeda-beda pahamnya yang sampai pada
kita hari ini.
Pluralitas tradisi ini sangat bagus dijelaskan oleh

124
MASA DEPAN ISLAM

Ismail Fajrie Alatas dalam What is Religious Authority?


(2021). Mirip Shahab Ahmed, Fajri menyajikan
gambaran konstruksi pemahaman dan praktik berislam
begitu beragam, semuanya ingin menggali pesan Tuhan
dan sunnah Nabi sebagai jalan keselamatan. Namun,
ketika sampai pada kita berbagai penafsiran, pengayaan
makna dan elemen lokal sudah berbaur dikemas oleh
ulama agar jamaah mudah memahami dan menghayati
maknanya dengan cara pandang mereka.
Oleh karena itu, ungkapan Islam murni sungguh sulit
dipertanggungjawabkan secara espistemologis karena
makna itu dicari dan dibangun berdasarkan subjektivitas
ulama yang berbeda tingkat ilmu, pengalaman dan
t
rin

kebutuhan yang dihadapinya. Di situlah keunikan


rP

Islam yang penganutnya mendekati dua miliar, ekspresi


keberagamaannya berbeda-beda, namun disatukan
fo

oleh dasar keimanan yang sama dan ritual pokok yang


ot

sama. Dengan melihat kenyataan sosiologis-demografis


N

yang ada, sulit untuk menjawab pertanyaan tentang


masa depan Islam. Pertanyaan itu tidak spesifik. Perlu
dibatasi dalam bidang apa, juga masyarakat Islam yang
mana. Imajinasi Islam bagi kalangan terpelajar dengan
ekonomi yang mapan pasti beda dari imajinasi Islam bagi
masyarakat desa dengan tingkat pendidikan dan ekonomi
yang terbelakang. Imajinasi Islam yang dikemukakan
oleh para aktivis politik dan pengusaha muslim tentu
beda lagi.
Kalangan modernis muslim yang memiliki wawasan
historis bahwa Islam-Arab pernah berjaya sampai abad
ke-12, lalu beralih ke tangan Usmani sampai awal abad

125
Komaruddin Hidayat

ke-20, mengimajinasikan kembalinya masa kejayaan itu.


Dibanding kejayaan Amerika yang belum berlangsung
empat abad, dan Tiongkok yang maju pesat empat dekade
terakhir ini, masa kejayaan Islam jauh lebih panjang.
Namun, jika yang dimaksud kejayaan adalah keunggulan
sains, ekonomi dan militer, rasanya belum ada tanda-
tanda terpenuhinya persyaratan bagi dunia Islam untuk
mengungguli mereka.
Ekonomi Abad Pertengahan mengandalkan sektor
pertanian dan perdagangan. Dulu belum tumbuh
ekonomi industri dengan produk masif yang ditopang oleh
teknologi transportasi modern serta institusi keuangan
publik berskala global, sistemik dan impersonal. Kita
t
rin

perlu bertanya, apakah yang distingtif dan fundamental


rP

dari ajaran Islam sebagai kontribusi pada pengembangan


peradaban di masing-masing wilayah dan negara? Jika
fo

jawaban itu sudah bisa dirumuskan dengan jelas, baru


ot

bisa melanjutkan pertanyaan berikutnya: Apa kontribusi


N

Islam untuk memajukan peradaban dunia?


Sekali lagi, spirit dan tradisi keislaman masih kuat dan
terus bertahan, bahkan berkembang mengglobal. Ibarat
air, agama Islam masuk dan mengalir ke semua wilayah di
berbagai belahan bumi dengan jenis tanah dan tanaman
yang berbeda-beda karakternya. Jika ranah baru yang
dimasukinya telah memiliki tradisi peradaban unggul,
maka nilai-nilai Islam bisa mengisi dimensi tauhid,
spiritualitas dan kemanusiaan untuk memperkukuhnya,
sebagaimana ketika pada Abad Pertengahan umat Islam
bertemu dengan peradaban Yunani, Romawi dan India,
atau belakangan ini ketika Islam masuk ke dunia Barat.

126
MASA DEPAN ISLAM

Tak ada wajah tunggal kebudayaan Islam. Masing-masing


muslim country memiliki sejarah dan artikulasi keislaman
yang beraneka ragam.
Kembali ke misi nabi Muhammad, dia diutus untuk
menebar kasih sayang dan budi pekerti luhur yang
dimanifestasikan berupa jalan tauhid, jalan kebaikan,
kebenaran, kemerdekaan dan kedamaian. Dalam ranah
sosial, itu semua sejalan dengan fitrah manusia sehingga
nilai-nilai dan cita-mulia itu akan mudah dijumpai di
berbagai tradisi agama dan masyarakat lain. Ke dalam diri
sendiri, sikap beragama mesti eksklusif. Yakin sepenuhnya
akan kebenaran iman yang dipeluknya. Namun, inklusif
ketika memasuki pergaulan sosial. Yaitu, hubungan
t
rin

kemanusiaan untuk saling menghargai kepercayaan


orang lain. Biarlah Tuhan yang akan menilainya. Pesan
rP

al-Quran, berlomba-lombalah engkau dalam berbuat


fo

kebajikan, janganlah kamu saling bertengkar.


ot

Ketika pohon kebajikan itu membesar, akarnya


N

menghunjam kuat ke dalam bumi, batang pohondan


dahannya menjulang ke atas, maka buahnya akan rindang
siap dipanen setiap musim (QS Ibrahim [14]: 24-25).
Biarkanlah masing-masing masyarakat Islam menanam
dan merawat pohon peradaban sesuai dengan pilihan dan
kondisi lahan tanahnya.

*******

127
Penulis

t
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat. Lahir di
rin

Magelang, Jawa Tengah, 18 Oktober 1953.


rP

Pernah menjabat sebagai rektor Universitas


fo

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


dua periode (2006-2010 dan 2010-2015).
ot

Selain sebagai akademisi, ia juga menjadi


N

penulis kolom di beberapa media massa. Sejak


2001 menjadi Direktur Eksekutif Pendidikan
Madania.
Sejak kecil, ia dekat dengan dunia Islam
terutama pesantren. Ia adalah alumnus
Pesantren Modern Pabelan, Magelang (1969),
dan Pesantren al-Iman, Muntilan (1971).
Setelah lulus dari pesantren, ia melanjutkan

128
studi sarjana muda (BA) di bidang Pendidikan
Islam (1977) dan sarjana lengkap (Drs.)
dari Fakultas Ushuluddin, Jurusan Ilmu
Perbandingan Agama, IAIN Jakarta (1981).
Selanjutnya, mengikuti studi doktoral ke luar
negeri dan meraih doktor di bidang Filsafat
Barat di Middle East Techical University,
Ankara, Turki (1990).
Ia sangat produktif menulis buku. Di
antara karyanya adalah: Masa Depan Agama
t
rin

(1995), Memahami Bahasa Agama (1996),


rP

Tragedi Raja Midas (1998), Tuhan Begitu


Dekat (2000), Wahyu di Langit, Wahyu di
fo

Bumi (2002), Menafsirkan Kehendak Tuhan


ot

(2003), Psikologi Kematian (2005), Politik


N

Panjat Pinang: Di Mana Pran Agama? (2006),


Menjadi Indonesia: 13 Abad Eksistensi Islam di
Bumi Nusantara (2006), Psikologi Beragama
(2006), Reinventing Indonesia (2008),
Berdamai dengan Kematian (2009), Spiritual
Side of Golf (2010), 250 Wisdoms, Membuka
Mata, Menangkap Makna (2010), Agama
Punya Seribu Nyawa (2012), Life’s Journey:

129
Hidup Produktif dan Bermakna (2013), Path
of Life, Menanam Kebajikan Dalam Setiap
Langkah (2014), Psikologi Kebahagiaan
(2015), Penjara-Penjara Kehidupan (2015),
Iman yang Menyejarah (2018).

t
rin
rP
fo
ot
N

130
N
ot
fo
rP
rin
t

Anda mungkin juga menyukai