Anda di halaman 1dari 11

MODUL PERKULIAHAN

KODE ETIK
PSIKOLOGI
METAETIKA DAN ETIKA
TERAPAN

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

03
Fakultas Psikologi Psikologi Dian Din Astuti Mulia S.Psi., M.A

Abstract Kompetensi
Materi tentang metaetika dan etika Mahasiswa dapat memahami teori
terapan metaetika dan penjelasan mengenai
etika etika terapan
METAETIKA
Istilah “metaetika” (awalan meta dalam bahasa Yunani berarti “melebihi” atau

“melampaui”) dibuat untuk menunjukkan pembahasan yang bukan moralitas secara

langsung, melainkan mengacu berbagai konsep yang digunakan dalam bidang

moralitas. Metaetika seolah-olah bergerak pada taraf lebih tinggi daripada perilaku

etis, yaitu pada taraf “bahasa etis” atau bahasa yang digunakan dalam bidang moral.

Dapat dikatakan bahwa metaetika mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan

etis.

Dipandang dari segi tata bahasa, kalimat-kalimat etis tidak berbeda dari

kalimat-kalimat jenis lain (khususnya, kalimat-kalimat yang mengungkapkan fakta).

Akan tetapi studi lebih mendalam menunjukkan bahwa kalimat-kalimat etika (bahasa

etika) mempunyai ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh kalimat-kalimat lain.

Metaetika mengarahkan perhatiannya pada arti khusus dari bahasa etika itu.

2016 Psikologi Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


2 Dian Din Astuti Mulia S.Psi., M.A http://www.mercubuana.ac.id
Filsuf Inggris George Moore (1873-1958), misalnya melakukan analisis

terhadap kata yang sangat penting dalam konteks etika, yaitu kata “baik”. Ia tidak

bertanya apakah menjadi donor organ tubuh untuk ditransplantasi pada pasien yang

membutuhkan boleh disebut baik dari sudut moral, dan apakah syarat-syarat agar

dapat disebut baik (apakah perbuatan itu masih baik, jika organ itu dijual). Ia hanya

bertanya apakah artinya kata “baik”, bila dipakai dalam konteks etis, ia hanya

menyoroti arti khusus kata “baik” dengan membandingkan kalimat “menjadi donor

organ tubuh adalah perbuatan yang baik” dengan kalimat jenis lain seperti “mobil ini

masih dalam keadaan baik”.

2016 Psikologi Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


3 Dian Din Astuti Mulia S.Psi., M.A http://www.mercubuana.ac.id
Metaetika ini dapat ditempatkan dalam rangka “filsafat analitis”, suatu aliran

penting dalam filsafat abad ke-20. Filsafat analitis menganggap analisis bahasa

sebagai tugas terpenting bagi filsafat, bahkan sebagai satu-satunya tugas filsafat.

Aliran ini mulai berkembang di Inggris pada awal abad ke-20, dan George Moore

adalah salah seorang pelopornya. Dari Inggris filsafat analitis meluas ke berbagai

negara lain, tetapi di negara-negara berbahasa Inggris (seperti Amerika Serikat dan

Australia) posisinya selalu paling kuat. Demikian pula dapat dikatakan tentang

perkembangan metaetika. Karena berkaitan dengan filsafat analitis ini, metaetika

kadang-kadang juga disebut “etika analitis”.

Salah satu masalah yang ramai dibicarakan dalam metaetika adalah the

is/ought question. Dipersoalkan di sini apakah ucapan normatif dapat diturunkan dari

ucapan faktual. Bila sesuatu ada atau merupakan kenyataan (is) apakah dari situ

dapat disimpulkan bahwa sesuatu harus atau boleh dilakukan (ought)? Dengan

menggunakan peristilahan logika dapat ditanyakan: Apakah dari dua premis

deskriptif dapat ditarik satu kesimpulan preskiptif? Bila satu premis preskiptif dan

premis lain deskriptif, maka kesimpulannya pasti preskriptif

2016 Psikologi Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


4 Dian Din Astuti Mulia S.Psi., M.A http://www.mercubuana.ac.id
Misalnya:

Setiap manusia harus menghormati orang tuanya (Premis preskriptif)

Lelaki ini adalah orang tua saya (Premis deskriptif)

Jadi, lelaki ini harus saya hormati (Kesimpulan preskriptif)

Akan tetapi, persoalannya adalah: Apakah dua premis deskriptif dapat

menghasilkan kesimpulan preskriptif? Dewasa ini para filsuf yang mendalami

masalah ini umumnya bersepakat bahwa hal itu tidak mungkin. Kesimpulan

preskriptif hanya dapat ditarik dari premis-premis yang sekurang-kurangnya satu

merupakan premis preskriptif.

2016 Psikologi Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


5 Dian Din Astuti Mulia S.Psi., M.A http://www.mercubuana.ac.id
Berikut ini catatan akhir tentang hubungan antara metaetika dan etika

normatif. Sekalipun kita membedakan metaetika dari etika normatif, namun tidak

berarti keduanya terpisah. Berhubung bila kita berbicara tentang bahasa moral,

dengan mudah sekali pembicaraan kita beralih pada apa yang diacu oleh bahasa itu,

yaitu perilaku moral itu sendiri. Sambil mempelajari ucapan-ucapan etis, dengan

hampir tanpa disadari kita dapat mulai menilai apa yang dibicarakan itu. Sebaliknya,

bila kita berbicara tentang perilaku moral, dengan sendirinya kita berefleksi tentang

istilah-istilah dan bahasa yang kita pakai. Bila kita berusaha mendefinisikan berbagai

pengertian etis, seperti “norma”, “nilai”, “hak”, “keadilan” dan sebagainya, usaha itu

dapat digolongkan dalam metaetika, tetapi dalam etika normatif tentu tidak dapat

dihindarkan merumuskan berbagai definisi semacam itu. Oleh karena itu, garis

perbatasan yang tajam dan definitif tidak mungkin ditarik antara etika normatif dan

metaetika.

2016 Psikologi Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


6 Dian Din Astuti Mulia S.Psi., M.A http://www.mercubuana.ac.id
ETIKA TERAPAN
Etika terapan merupakan disiplin filsafat yang berusaha untuk menerapkan

teori – teori etika dalam situasi kehidupan sehari – hari. Etika terapan merupakan

cabang etika yang terdiri dari analisis dari masalah moral yang spesifik dan

konvensional. Berbagai pyertanyaan yang dapat diajukan dalam bidang etika

terapan, misalnya: “Apakah melakukan aborsi amoral?”, “Apakah euthanasia

amoral?”, “Apakah binatang juga memiliki hak?”, Apa saja yang merupakan hak

asasi manusia, dan bagaimana menentukannya?”, dan lain – lain. Pertanyaan juga

dapat bersifat lebih spesifik, seperti: “Jika seseorang dapat membuat hidupnya lebih

baik disbanding saya, apakah benar secara moral untuk mengorbankan saya demi

mereka jika dibutuhkan?” Pertanyaan – pertanyaan ini penting untuk menjadi tuas

penyeimbang di bidang hukum, politik, dan praktik arbitrasi. Namun, tidak semua

pertanyaan dapat diterapkan untuk kebijakan public. Misalnya, pertanyaan penilaian

etika, seperti “Apakah berbohong itu selalu salah? Jika tidak, kapan dibenarkan?”,

lebih merupakan pertanyaan di bidang etiket.

2016 Psikologi Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


7 Dian Din Astuti Mulia S.Psi., M.A http://www.mercubuana.ac.id
Bidang etika terapan sangat luar. Etika terapan dipergunakan untuk

menentukan kebijakan public. Seringkali pertanyaan – pertanyaan etika terapan

mendapatkan bentuk legal atau political, sebelum diinterpretasikan dalam etika

normative, misalnya penetapan piagam hak asasi manusia sedunia UN Declaration

of Human Rights yang ditetapkan oleh PBB pada tahun 1948 dan penetapan piagam

kesadaran lingkungan hidup Global Green Charter tahun 2001. Etika terapan terus

berkembang dalam tahun – tahun belakangan dan terbagi ke berbagai bidang,

seperti etika kedokteran, etika bisnis, etika lingkungan, etika seksual, dan lain- lain.

Secara umum, terdapat dua karakter penting yang perlu agar suatu masalah

dapat menjadi topic dalam etika terapan. Pertama, masalah harus bersifat

controversial dalam pengertian terhadap berbagai kelompok yang besar, baik yang

mendukung ataupun menolak issue yang dibahas tersebut. Masalah perampokan

bersenjata, misalnya bukanlah masalah etika terapan, karena semua orang setuju

bahwa praktik ini sangat tidak bermoral. Sebaliknya, masalah control senjata, dapat

menjadi etika terapn karena terdapat kelompok besar, baik yang menyetujui maupun

topik etika terapan adalah issue itu harus jelas merupakan masalah moral.

2016 Psikologi Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


8 Dian Din Astuti Mulia S.Psi., M.A http://www.mercubuana.ac.id
Pada saat tertentu, mass media menyajikan serangkaian issue sensitive,

seperti gay dalma dunia militer, komitmen paksa dari mereka yang memiliki

gangguan mental, praktik bisnis kapitalis versus sosialis, system kesehatan

pemerintah dan swasta, atau konservasi energy. Meskipun seluruh issue ini

controversial dan memiliki dampak pada masyarakat, namun tidak semua

merupakan issue moral. Beberapa di antaranya merupakan issue kebijakan sosial.

Tujuan kebijakan sosial adalah untuk membantu masyarakat tertentu berjalan efisien

dengan berlakunya konversi tertentu, seperti peraturan lalu lintas, hokum

perpajakan, dan kode wilayah. Sebaliknya, issue moral lebih mengenal praktik

kewajiban moral, seperti kewajiban kita untuk menghindari kecurangan, dan tidak

terbatas pada masyarakat individual.

2016 Psikologi Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


9 Dian Din Astuti Mulia S.Psi., M.A http://www.mercubuana.ac.id
Sering kali, issue kebijakan sosial dan moralitas saling tumpang tindih.

Pembunuhan, misalnya, merupakan hal yang secara sosial dilarang, namun juga

menentang moralitas. Namun, kedua kelompok tersebut tetap merupakan sesuatu

yang berbeda. Misalnya, banyak orang menyatakan bahwa perzinahan sesuatu

yang bertentangan dengan moralitas, tetapi tidak berarti bahwa seluruh Negara

memiliki kebijakan sosial atau hokum yang secara langsung menghukum perzinahan

tersebut. Sama dengan itu, terdapat berbagai kebijakan sosial yang melarang

berjualan asongan di daerah pemukiman tertentu. Namun, selama tidak ada orang

lain yang dirugikan, tidak terdapat sesuatu yang bertentangan dengan moral dalam

hal penjualan asongan dalam pemukinan tersebut. Dengan demikian, untuk dapat

dikualifikasi sebagai issue etika terapan, maka issue tersebut harus lebih dari

semata – mata kebijakan sosial, namun harus relevan dengan moralitas itu sendiri

2016 Psikologi Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


10 Dian Din Astuti Mulia S.Psi., M.A http://www.mercubuana.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
American Psychological Association. 1994. Ethical principles of psychologists and
code of conduct. Washington, DC. American Psychological Association.

Canter, M.B., Bennett, B.E., Jones, S.E.& Nagy, T.F. 1999. Ethics for psychologists.
Washington, DC. American Psychological Association.

HIMPSI. 2010. Kode Etik Psikologi; Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi
Indonesia. Jakarta; HIMPSI

2016 Psikologi Kepemimpinan Pusat Bahan Ajar dan eLearning


11 Dian Din Astuti Mulia S.Psi., M.A http://www.mercubuana.ac.id

Anda mungkin juga menyukai