Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PROSES IMUNOLOGI DALAM NIFAS


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Semester VI
Mata Kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui
Dosen Pengampu Elisa Ulfiana, S.SiT., M.Kes

Disusun oleh :

Amelia Widyadhana (P1337424418003)


Syifa Ningrum Suseno (P1337424418009)
Puput Nur Hayati (P1337424418015)
Nurlaili Eka Septianingrum (P1337424418017)
Fany Bella Pratiwi (P1337424418024)
Rezza Salistina Azzahra (P1337424418029)
Viva Rosyiana (P1337424418035)
Ayu Titi Setyowati (P1337424418041)
Puji Lestari (P1337424418043)
Ella Tri Septiyani (P1337424418045)

PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN SEMARANG


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa


yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui yang berjudul “Proses Imunologi Dalam Nifas” ini dengan tepat waktu.
Dalam penyelesaian makalah ini, penyusun mendapat banyak bantuan oleh
berbagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada:

a. Elisa Ulfiana, S.SiT., M.Kes selaku dosen mata kuliah Asuhan Kebidanan
Nifas dan Menyusui yang telah memberikan tugas makalah dan bantuan
dalam penyelesaian makalah ini.
b. Teman-teman kelas Sarjana Terapan Kebidanan Semarang yang telah
memberikan motivasi dan saran-saran dalam penyelesaian makalah ini.
c. Orang tua yang tidak pernah lelah memberikan motivasi dan doa dalam
penyelesaian makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih kurang sempurna, oleh


karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang membangun diharapkan demi
kesempurnaan makalah selanjutnya. Besar harapan semoga makalah ini dapat
bermanfaat sebagai informasi ataupun pengetahuan bagi pembaca dan dapat
menjadi literatur guna membantu mahasiswa dalam belajar mata kuliah Asuhan
Kebidanan Nifas dan Menyusui.

Klaten, 20 Januari 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3

PEMBAHASAN......................................................................................................3

2.1 Fungsi Imun...............................................................................................3


2.2 Respon Imun..............................................................................................5
2.3 Sistem Imun...............................................................................................8
BAB III..................................................................................................................10

PENUTUP..............................................................................................................10

1.1 Kesimpulan..............................................................................................10
1.2 Saran........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh


mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang
atau memperbaiki sel yang rusak apabila terjadi infeksi atau cedera (Corwin,
2009). Pada individu normal sebagian besar infeksi berlangsung dalam jangka
waktu terbatas dan menyebabkan sedikit sekali kerusakan permanen karena sistem
immun melawan agen infeksi dengan mengendalikan atau menghancurkannya
(Wahab dan Julia, 2002). Kondisi lingkungan dan gaya hidup saat ini dipenuhi
oleh stres, cuaca yang tidak menentu, pola makan yang tidak sehat, kurang
berolahraga dan polusi menyebabkan penurunan imunitas tubuh atau gagalnya
respon immun bereaksi (Weir, 1990 dalam Hendrasula, R.A., 2011). Peningkatan
imunitas dapat dilakukan dengan cara memperbaiki fungsi sistem imun
menggunakan bahan yang merangsang sistem tersebut yang disebut
imunostimulator (Baratawidjaja, 1996).

Pada saat nifas, imunologi berperan didalamnya. Fungsi imun dalam nifas
yang pertama adalah untuk pertahanan yaitu pertahanan terhadap antigen dari luar
tubuh seperti invasi mikroorganisme dan parasit kedalam tubuh. Kedua adalah
homeostasis yaitu memenuhi persyaratan umum dari semua organisma
multiseluler yang menghendaki selalu terjadinya bentuk uniform dari setiap jenis
sel tubuh. Ketiga adalah perondaan yaitu memantau pengenalan terhadap sel-sel
yang berubah menjadi abnormal melalui proses mutasi. Respon imun adalah
kemampuan sistem limforetikuler untuk mengenali bahan itu asing atau tidak
(Bellanti,1985: Marchalonis, 1980;Roitt,1993). Respon imun timbul karena
adanya reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan
bahan lainnya. Respon imun sendiri terdiri dari respons imun nonspesifik yang
umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity), dalam artian bahwa
respons terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak pernah
terpapar oleh zat tersebut. Sedangkan respon imun spesifik merupakan respon

1
imun yang didapat (acquired), yang timbul akibat dari rangsangan antigen
tertentu, sebagai akibat tubuh pernah

2
2

terpapar sebelumnya. Penyebabkan turunnya pertahanan system imun pada masa


nifas adalah adanya infeksi nifas. Hal tersebut juga menyebabkan perubahan
respon imun tertentu dan meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya infeksi.
Beberapa factor predisposisi infeksi nifas pada wanita antara lain ketuban pecah
dini, Teknik aseptic yang tidak sempurna, manipulasi intrauteri, persalinan
operatif, persalinan pervagina traumatic dengan menggunakan alat, dan semua
keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh seperti perdarahan preeklamsia
dan infeksi lain seperti pneumonia dan infeksi jantung.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana fungsi imunologi dalam nifas?


1.2.2 Bagaimana respon imun dalam nifas?
1.2.3 Bagaimana system imun dalam nifas?

1.3 Tujuan

1.3.1 Menjelaskan fungsi imunologi dalam nifas.


1.3.2 Menjelaskan respon imun dalam nifas.
1.3.3 Menjelaskan system imun dalam nifas.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fungsi Imun

Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
kira-kira 6 minggu. Puerpurium (nifas) berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari,
merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan
yang normal (Ambarwati dan Wulandari, 2010, p.1). Masa nifas atau post partum
disebut juga puerpurium yang berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang
artinya bayi dan “Parous” berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari
rahim karena sebab melahirkan atau setelah melahirkan (Anggraeni, 2010, p.1).
Masa nifas adalah masa setelah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya alat
kandungan sampai kepada keadaan sebelum hamil (Waryana, 2010, p.59). Jadi
masa nifas adalah masa yang dimulai dari plasenta lahir sampai alat-alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil, dan memerlukan waktu kira-kira 6
minggu.

Sistem imun merupakan sistem yang sangat komplek dengan berbagai peran
ganda dalam usaha menjaga keseimbangan tubuh. Seperti halnya sistem indokrin,
sistem imun yang bertugas mengatur keseimbangan, menggunakan komponennya
yang beredar diseluruh tubuh, supaya dapat mencapai sasaran yang jauh dari
pusat. Untuk melaksanakan fungsi imunitas, didalam tubuh terdapat suatu sistem
yang disebut dengan sistem limforetikuler. Sistem ini merupakan jaringan atau
kumpulan sel yang letaknya tersebar diseluruh tubuh, misalnya didalam sumsum
tulang, kelenjar limfe, limfa, timus, sistem saluran napas, saluran cerna dan
beberapa organ lainnya. Jaringan ini terdiri atas bermacam-macam sel yang dapat
menunjukkan respons terhadap suatu rangsangan sesuai dengan sifat dan
fungsinya masing-masing (Roitt dkk., 1993; Subowo, 1993; Kresno, 1991).

Dengan kemajuan imunologi yang telah dicapai sekarang ini, maka konsep
imunitas dapat diartikan sebagai suatu mekanisme yang bersifat faali yang

3
melengkapi manusia dan binatang dengan suatu kemampuan untuk mengenal
suatu

4
5

zat sebagai asing terhadap dirinya, yang selanjutnya tubuh akan mengadakan
tindakan dalam bentuk netralisasi, melenyapkan atau memasukkan dalam proses
metabolisme yang dapat menguntungkan dirinya atau menimbulkan kerusakan
jaringan tubuh sendiri. Imun memiliki beberapa kegunaan untuk ibu nifas, yaitu :

a. Pertahanan

Fungsi pertahanan menyangkut pertahanan terhadap antigen dari luar tubuh


seperti invasi mikroorganisme dan parasit kedalam tubuh. Ada dua kemungkinan
yang terjadi dari hasil perlawanan antara dua fihak yang berhadapan tersebut,
yaitu tubuh dapat bebas dari akibat yang merugikan atau sebaliknya, apabila fihak
penyerang yang lebih kuat (mendapat kemenangan), maka tubuh akan menderita
sakit.

b. Homeostasis

Fungsi homeostasis, memenuhi persyaratan umum dari semua organisma


multiseluler yang menghendaki selalu terjadinya bentuk uniform dari setiap jenis
sel tubuh. Dalam usaha memperoleh keseimbangan tersebut, terjadilah proses
degradasi dan katabolisme yang bersifat normal agar unsure seluler yang telah
rusak dapat dibersihkan dari tubuh. Sebagai contoh misalnya dalam proses
pembersihan eritrosit dan leukosit yang telah habis masa hidupnya.

c. Perondaan

Fungsi perondaan menyangkut perondaan diseluruh bagian tubuh terutama


ditujukan untuk memantau pengenalan terhadap sel-sel yang berubah menjadi
abnormal melalui proses mutasi. Perubahan sel tersebut dapat terjadi spontan atau
dapat diinduksi oleh zat-zat kimia tertentu, radiasi atau infeksi virus. Fungsi
perondaan (surveillance) dari sistem imun bertugas untuk selalu waspada dan
mengenal adanya perubahab-perubahan dan selanjutnya secara cepat membuang
konfigurasi yang baru timbul pada permukaan sel yang abnormal.
6

Menurut Boyle (2008, p.45), protein memiliki peran utama dalam fungsi
imun, karena protein dibutuhkan tubuh dalam pembelahan sel normal untuk
menghasilkan komponen seluler. Antibodi dan agen vital lainnya juga menyusun
asam amino. Oleh karena itu defisiensi protein akan mengakibatkan defek sistem
imun. Asam amino penting untuk sintesis dan pembelahan sel yang sangat vital
untuk penyembuhan luka. Kekurangan protein mengakibatkan penurunan
angiogenesis, penurunan proliferasi fibroblast dan sel endotel, serta penurunan
sintesis kolagen dan remodeling. Protein telur dan susu terutama penting untuk
perbaikan jaringan yang rusak (Boyle, 2008, pp.62-63).

Hasil penelitian serupa yaitu hasil penelitian Arif wibowo (2005),


menunjukkan bahwa ada hubungan pola perilaku makan ibu post partum dengan
proses penyembuhan luka episiotomi, sehingga perlu adanya pola perilaku makan
ibu post partum yang baik untuk mempercepat proses penyembuhan luka
episiotomi.

2.2 Respon Imun

Respons imun adalah kemampuan sistem limforetikuler untuk mengenali


bahan itu asing atau tidak (Bellanti,1985: Marchalonis, 1980;Roitt,1993). Respon
imun timbul karena adanya reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul
terhadap mikroba dan bahan lainnya. Respon imun sendiri terdiri dari :

a. Respons Imun Nonspesifik

Umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity), dalam artian


bahwa respons terhadap zat asing dapat terjadi walaupun tubuh sebelumnya tidak
pernah terpapar oleh zat tersebut. Sebagai contoh dapat dijelaskan sebagai berikut:

Salah satu upaya tubuh untuk mempertahankan diri terhadap masuknya


antigen misalnya, bakteri, adalah dengan cara menghancurkan bakteri tersebut
dengan cara nonspesifik melalui proses fagositosis. Dalam hal ini makrofag,
neutrofil dan monosit memegang peranan yang sangat penting. Supaya dapat
terjadi fagositosis, sel-sel fagositosis tersebut harus berada dalam jarak yang dekat
dengan partikel bakteri, atau lebih tepat lagi bahwa partikel tersebut harus melekat
7

pada permukaan fagosit. Untuk mencapai hal ini maka fagosit harus bergerak
menuju sasaran. Hal ini dapat terjadi karena dilepaskannya zat atau mediator
tertentu yang disebut dengan factor leukotaktik atau kemotaktik yang berasal dari
bakteri maupun yang dilepaskan oleh neutrofil, makrofag atau komplemen yang
telah berada dilokasi bakteri (Kresno, 1991; Roitt, 1993).

Selain factor kemotaktik yang berfungsi untuk menarik fagosit menuju


antigen sasaran, untuk proses fagositosis selanjutnya, bakteri perlu mengalami
opsonisasi terlebih dahulu. Ini berarti bahwa bakteri terlebih dahulu dilapisi oleh
immunoglobulin atau komplemen (C3b), supaya lebih mudah ditangkap oleh
fagosit. Selanjutnya partikel bakteri masuk kedalam sel dengan cara endositosis
dan oleh proses pembentukan fagosum, ia terperangkap dalam kantong fagosum,
seolah-olah ditelan dan kemudian dihancurkan baik dengan proses oksidasi-
reduksi maupun oleh derajat keasaman yang ada dalam fagosit atau penghancuran
oleh lisozim dan gangguan metabolisme bakteri (Bellanti, 1985; Subowo, 1993).

Selain fagositosis diatas, manifestasi lain dari respons imun nonspesifik


adalah reaksi inflamasi. Reaksi ini terjadi akibat dilepaskannya mediator-mediator
tertentu oleh beberapa jenis sel, misalnya histamine yang dilepaskan oleh basofil
dan mastosit, Vasoactive amine yang dilepaskan oleh trombosit, serta
anafilatoksin yang berasal dari komponen – komponen komplemen, sebagai reaksi
umpan balik dari mastosit dan basofil. Mediatormediator ini akan merangsang
bergeraknya sel-sel polymorfonuklear (PMN) menuju lokasi masuknya antigen
serta meningkatkan permiabilitas dinding vaskuler yang mengakibatkan eksudasi
protein plasma dan cairan. Gejala inilah yang disebut dengan respons inflamasi
akut (Abbas, 1991; Stite; 1991; Kresno, 1991).

b. Respon Imun Spesifik

Merupakan respon imun yang didapat (acquired), yang timbul akibat dari
rangsangan antigen tertentu, sebagai akibat tubuh pernah terpapar sebelumnya.
Respons imun spesifik dimulai dengan adanya aktifitas makrofag atau antigen
precenting cell (APC) yang memproses antigen sedemikian rupa sehingga dapat
menimbulkan interaksi dengan sel-sel imun. Dengan rangsangan antigen yang
8

telah diproses tadi, sel-sel system imun berploriferasi dan berdiferensiasi sehingga
menjadi sel yang memiliki kompetensi imunologik dan mampu bereaksi dengan
antigen (Bellanti, 1985; Roitt,1993; Kresno, 1991).

Walaupun antigen pada kontak pertama (respons primer) dapat dimusnahkan


dan kemudian sel-sel system imun mengadakan involusi, namun respons imun
primer tersebut sempat mengakibatkan terbentuknya klon atau kelompok sel yang
disebut dengan memory cells yang dapat mengenali antigen bersangkutan.
Apabila dikemudian hari antigen yang sama masuk kedalam tubuh, maka klon
tersebut akan berproliferasi dan menimbulkan respons sekunder spesifik yang
berlangsung lebih cepat dan lebih intensif dibandingkan dengan respons imun
primer. Mekanisme efektor dalam respons imun spesifik dapat dibedakan menjadi
:

1) Respons imun seluler

Telah banyak diketahui bahwa mikroorganisme yang hidup dan berkembang


biak secara intra seluler, antara lain didalam makrofag sehingga sulit untuk
dijangkau oleh antibody. Untuk melawan mikroorganisme intraseluler tersebut
diperlukan respons imun seluler, yang diperankan oleh limfosit T. Subpopulasi sel
T yang disebut dengan sel T penolong (T-helper) akan mengenali mikroorganisme
atau antigen bersangkutan melalui major histocompatibility complex (MHC) kelas
II yang terdapat pada permukaan sel makrofag. Sinyal ini menyulut limfosit untuk
memproduksi berbagai jenis limfokin, termasuk diantaranya interferon, yang
dapat membantu makrofag untuk menghancurkan mikroorganisme tersebut. Sub
populasi limfosit T lain yang disebut dengan sel T-sitotoksik (T-cytotoxic), juga
berfungsi untuk menghancurkan mikroorganisme intraseluler yang disajikan
melalui MHC kelas I secara langsung (cell to cell). Selain menghancurkan
mikroorganisme secara langsung, sel T-sitotoksik, juga menghasilkan gamma
interferon yang mencegah penyebaran mikroorganisme kedalam sel lainnya.

2) Respons Imun Humoral

Respons imun humoral, diawali dengan deferensiasi limfosit B menjadi satu


populasi (klon) sel plasma yang melepaskan antibody spesifik ke dalam darah.
9

Pada respons imun humoral juga berlaku respons imun primer yang membentuk
klon sel B memory. Setiap klon limfosit diprogramkan untuk membentuk satu
jenis antibody spesifik terhadap antigen tertentu (Clonal slection). Antibodi ini
akan berikatan dengan antigen membentuk kompleks antigen – antibodi yang
dapat mengaktivasi komplemen dan mengakibatkan hancurnya antigen tersebut.
Supaya limfosit B berdiferensiasi dan membentuk antibody diperlukan bantuan
limfosit T-penolong (T-helper), yang atas sinyal-sinyal tertentu baik melalui MHC
maupun sinyal yang dilepaskan oleh makrofag, merangsang produksi antibody.
Selain oleh sel T- penolong, produksi antibody juga diatur oleh sel T penekan (T-
supresor), sehingga produksi antibody seimbang dan sesuai dengan yang
dibutuhkan.

3) Interaksi Antara Respons Imun Seluler dengan Humoral


Interaksi ini disebut dengan antibody dependent cell mediated cytotoxicity
(ADCC), karena sitolisis baru terjadi bila dibantu oleh antibodi. Dalam hal ini
antibodi berfunsi melapisi antigen sasaran, sehingga sel natural killer (NK), yang
mempunyai reseptor terhadap fragmen Fc antibodi, dapat melekat erat pada sel
atau antigen sasaran. Perlekatan sel NK pada kompleks antigen antibody tersebut
mengakibatkan sel NK dapat menghancurkan sel sasaran.
Respons imun spesifik (adaptif) dapat dibedakan dari respons imun bawaan,
karena adanya cirri-ciri umum yang dimilikinya yaitu; bersifat spesifik, heterogen
dan memiliki daya ingat atau memory. Adanya sifat spesifik akan membutuhkan
berbagai populasi sel atau zat yang dihasilkan (antibodi) yang berbeda satu sama
lain, sehingga menimbulkan sifat heterogenitas tadi. Kemampuan mengingat, akan
menghasilkan kualitas respons imun yang sama terhadap konfigurasi yang sama
pada pemaparan berikutnya.
2.3 Sistem Imun

Komplikasi masa nifas termasuk dalam lima penyebab tingginya angka


kematian ibu secara global. Komplikasi yang terjadi pada masa nifas diantaranya
adalah infeksi nifas. Infeksi nifas adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan infeksi mikroba yang terjadi pada saluran genetalia. Perubahan
fisiologis yang dapat menimbulkan infeksi nifas adalah perlukaan jalan lahir
10

karena proses persalinan. Faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas diantaranya


adalah kondisi yang dapat menurunkan keadaan umum ibu yaitu perdarahan
antepartum dan postpartum, anemia saat hamil, malnutrisi, kelelahan, penyakit
infeksi dan faktor imunitas ibu. Imunitas terhadap mikroba diperantarai oleh
sistem imun humoral dan seluler. Efektor primer dalam imunitas seluler adalah
limfosit T. Sel T berperan pada proses inflamasi, aktivasi makrofag, mengaktivasi
sel B untuk memproduksi antibodi dan mengenali serta menghancurkan sel yang
terinfeksi.

Vitamin A merupakan salah satu mikronutrien yang berperan penting dalam


sistem imun humoral dan seluler. Suplementasi vitamin A diberikan dalam dua
konteks utama yaitu sebagai profilaksis dan sebagai pengobatan. Vitamin A
sebagai profilaksis diberikan kepada ibu pada masa nifas dapat mempercepat
pemulihan kesehatan ibu nifas dan mencegah terjadinya infeksi. Penyebab
turunnya pertahanan system imun pada masa nifas adalah adanya infeksi nifas.
Hal tersebut juga menyebabkan perubahan respon imun tertentu dan
meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya infeksi. Beberapa factor
predisposisi infeksi nifas pada wanita antara lain ketuban pecah dini, Teknik
aseptic yang tidak sempurna, manipulasi intrauteri, persalinan operatif, persalinan
pervagina traumatic dengan menggunakan alat, dan semua keadaan yang dapat
menurunkan daya tahan tubuh seperti perdarahan preeklamsia dan infeksi lain
seperti pneumonia dan infeksi jantung.

Kebutuhan yang harus dipenuhi ibu pada masa nifas yang diperlukan tubuh
untuk keperluan metabolisme dan imunologi tubuh ibu salah satunya yaitu dengan
menjaga kebutuhan nutrisi dan cairan ibu. Kebutuhan nutrisi saat ibu menyusui
meningkat sebesar 25%. Ini digunakan untuk memproduksi ASI dan proses
kesembuhan setelah persalinan. Makanan yang dikonsumsi harus sesuai dengan
porsi yang cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas dan berlemak. Tidak
mengandung alkohol, nikotin serta pengawet dan pewarna. Kandungan gizi yang
terdapat dalam makanan yang dikonsumsi ibu nifas berupa karbohidrat sebagai
sumber energi. Protein untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang
11

rusak/mati. Mineral, vitamin dan air berfungsi untuk melindungi tubuh dari
serangan penyakit dan pengatur kelancaran metabolisme dalam tubuh ibu.
BAB III

PENUTUP

a.1 Kesimpulan

Sistem imun merupakan sistem yang sangat komplek dengan berbagai peran
ganda dalam usaha menjaga keseimbangan tubuh. Sedangkan masa nifas adalah
masa yang dimulai dari plasenta lahir sampai alat-alat kandungan kembali seperti
sebelum hamil, dan memerlukan waktu kira-kira 6 minggu. Fungsi Imun pada ibu
nifas adalah sebagai pertahanan, homeostatis dan juga perondaan. Respon imun
timbul karena adanya reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap
mikroba dan bahan lainnya. Respon imun sendiri terdiri dari respon imun non
spesifik dan respon imun spesifik.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komplikasi masa nifas termasuk
dalam lima penyebab tingginya angka kematian ibu secara global. Komplikasi
yang terjadi pada masa nifas diantaranya adalah infeksi nifas. Infeksi nifas adalah
istilah yang digunakan untuk menjelaskan infeksi mikroba yang terjadi pada
saluran genetalia. Perubahan fisiologis yang dapat menimbulkan infeksi nifas
adalah perlukaan jalan lahir karena proses persalinan. Faktor predisposisi
terjadinya infeksi nifas diantaranya adalah kondisi yang dapat menurunkan
keadaan umum ibu yaitu perdarahan antepartum dan postpartum, anemia saat
hamil, malnutrisi, kelelahan, penyakit infeksi dan faktor imunitas ibu yang
menyebabkan turunnya pertahanan system imun pada masa nifas adalah adanya
infeksi nifas. Hal tersebut juga menyebabkan perubahan respon imun tertentu dan
meningkatkan kerentanan terhadap terjadinya infeksi. Kebutuhan yang harus
dipenuhi ibu pada masa nifas yang diperlukan tubuh untuk keperluan metabolisme
dan imunologi tubuh ibu salah satunya yaitu dengan menjaga kebutuhan nutrisi
dan cairan ibu.

a.2 Saran

Sebaiknya, kebutuhan ibu nifas harus dipenuhi dan diperhatikan agar


keperluan metabolisme dan imunitas ibu nifas dapat terpenuhi sehingga masa

12
nifas akan berjalan dan berlangsung secara baik. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan

13
14

makalah masih jauh dari kesempurnaan, segala kritik saran dari pembaca akan
penyusun terima dengan lapang dada untuk perbaikan penyusunan yang lebik baik
lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Diktat Immunologi Dasar Sistem imun oleh Dr. Drh. Ida Bagus Kade Suardana,
M.Si Universitas Udayana Tahun 2017

DIKTAT IMUNOLOGI DASAR SISTEM IMUN OLEH : Dr. Drh. Ida Bagus
Kade Suardana, M.Si

Hanifah, D. (2015). Pengaruh Vitamin A Terhadap Kadar Ifn- Dan Kadar Il-4


Pada Tikus (Rattus Norvegicus Strain Wistar) Nifas (Doctoral dissertation,
Universitas Brawijaya).

Journal of Issues in Midwifery, Desember 2017 - Maret 2018, Vol. 1 No. 3, 18-28

Wilujeng, SST, M.Kes, Rachel D et all. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas.
Surabaya: Akademi Kebidanan Griya Husada

15

Anda mungkin juga menyukai