Anda di halaman 1dari 6

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.

2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-303

Pendekatan Ekologis dan Tektonika Bahan Pada


Perancangan Galeri Seni Ketukangan
Nurul Fauziah dan Murtijas Sulistijowati
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: murtijas@arch.its.ac.id
Abstrak—Arsitektur di nusantara saat ini lebih kekayaan alam yang melimpah namun malah mulai
mengedepankan ‘tren’ modern dan kurang mempertimbangkan kehilangan eksistensinya di negeri sendiri, padahal
seni ketukangan dengan aspek lokal dalam berkarya sehingga merambah dengan sangat luas di negara lain terbukti dengan
identitas arsitektur nusantara semakin terkikis dan
ekspor bahan lokal yang semakin tahunnya semakin
budaya/kearifan lokal bukan lagi menjadi pertimbangan utama
para penggiat arsitektur dalam merancang. Perancangan objek meningkat. Pada tahun 2011, Indonesia mengekspor 1.300
ini berusaha untuk meningkatkan kemampuan para tukang ton bambu batangan ke dunia dengan nilai USD 1,16 juta.
agar terus berinovasi dalam mencipta serta mengenalkan Tahun 2012 ekspor melonjak menjadi 1.600 ton [1].
potensi ketukangan lokal kepada masyarakat umum. Dengan Objek rancangan merupakan Galeri Seni Ketukangan yang
mengeksplorasi potensi alam dan ketukangan menggunakan bertujuan untuk memunculkan kembali citra kriya
pendekatan arsitektur ekologis kedalam objek rancang Galeri
Seni Ketukangan diharapkan dapat melestarikan identitas
ketukangan nusantara serta mengembangkan kemampuan
kelokalan arsitektur nusantara serta para tukang di masa depan para pengerajin ketukangan dengan mewadah aktivitas
dapat terus berinovasi dalam berkarya dan dapat menarik bertukang, berinovasi, meneliti, serta mendokumentasikan
antusias masyarakat terutama para penggiat arsitektur untuk hasil karya tukang. Bangunan ini mewadahi kegiatan utama
kembali menerapkan aspek budaya lokal nusantara dalam sebagai galeri ketukangan sebagai wujud respon terhadap
mencipta karya. Objek rancang mewadahi kegiatan eksplorasi
pelestarian identitas serta potensi arsitektur nusantara.
ketukangan untuk melestarikan identitas serta potensi material
arsitektur di nusantara. Metoda desain yang akan digunakan Metoda desain yang akan digunakan adalah metoda desain
adalah metoda desain William M. Pena & Steven A. Pharsall William M. Pena & Steven A. Pharsall yang digunakan untuk
dengan pendekatan ekologis guna meminimalisir dampak objek merumuskan isu dan pemecahan masalah serta menggunakan
rancang terhadap lahan dan lingkungan. pendekatan ekologis untuk meminimalisir dampak bangunan
terhadap lahan dan lingkungan sekitar, memanfaatkan
Kata Kunci— Arsitektur Ekologis, Ketukangan, Material potensi alam semaksimal mungkin dengan upaya efisiensi
Lokal, Potensi Arsiektur Nusantara.
energi yang digunakan dalam memenuhi segala aktivitas
yang ada didalam bangunan.
I. PENDAHULUAN

S ENIketukangan merupakan suatu keahlian yang terbentuk


dari kearifan lokal yang diturunkan dari generasi ke
II. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANG
Tujuan dari rancangan yang ingin dicapai adalah arsitektur
generasi. Seiring perkembangan jaman dan adanya akulturasi
yang dapat mengakomodasi masyarakat untuk dapat belajar
budaya lokal akibat globalisasi yang menciptakan tren dalam
dan mengeksplorasi tentang ilmu ketukangan serta
dunia arsitektur perlahan mempengaruhi dan mengikis rasa
meningkatkan kemampuan para tukang untuk terus
kecintaan masyarakat khususnya para tukang untuk
berinovasi dan melakukan penelitian penerapannya terhadap
mencintai dan memupuk keahliannya dalam membuat karya.
material alami lokal. Selain untuk mengakomodasi
Ilmu ketukangan dan keahliannya yang seharusnya
perkembangan pengetahuan dalam ilmu ketukangan objek
berkembang serta berinovasi perlahan mulai ditinggalkan
rancang ini juga bertujuan untuk mempublikasikan dan dapat
oleh para tukang. Kemampuan yang mumpuni tidak
menjadi media informasi masyarakat umum (terutama
berkembang karena hanya dijadikan alat hidup untuk
masyarakat urban) serta dalpat menjadi rekam jejak hasil
memenuhi kebutuhan dan akhirnya ditinggalkan seiring
kerja para tukang di dalam objek rancangan. Proses untuk
dengan perkembangan jaman.
mencapai tujuan ini tentunya harus didukung oleh beberapa
Ketukangan yang erat kaitannya dengan material lokal
faktor yaitu faktor pemilihan lahan, pendekatan serta metoda
menjadi tidak berkembang terlihat pada bangunan-bangunan
yang sesuai agar objek rancang menjadi satu kesatuan yang
nusantara di daerah rural. Bahan-bahan material lokal tidak
utuh yang dapat merepresentasikan tujuan tersebut.
diolah dengan menggunakan kesungguhan dan dipilih karena
merupakan satu-satunya alternatif bahan yang ekonomis A. Lokasi
sehingga berdampak pada image yang secara tersirat berarti Lokasi yang dipilih terletak dijalan Darmo Permai Selatan
‘material kampung/mlarat’ yang seolah jauh dari kata XIV, Surabaya. Berseberangan letak lahan dengan restoran
berkembang padahal material lokal adalah salah satu
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-304

Bandar Djakarta Surabaya. Akses masuk kendaraan bermotor


dan mobil melalui Jl. Darmo Permai Selatan dan akses
pejalan kaki melalui Jl. HR Mohammad Surabaya
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-305

Gambar 4.Bahan-bahan alami lokal (counter clockwise : bambu,


bata, batu dan kayu)

Gambar 1. Seni ketukangan dalam mengolah elemen-elemen


bangunan yang dilakukan para tukang.
Gambar 5. Pohon asam (kiri) dan pohon cemara (kanan) adalah
beberapa jenis pepohonan yang dikonservasi

Gambar 2. Perumahan swadaya menggunakan material alami


dengan teknik sederhana

Gambar 3. Naungan yang diolah dengan mengeksplorasi tektonika Gambar 6. Analisa tapak dan area sekitar lahan
bahan bambu
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-306

Gambar 11. Suasana dari konsep naungan pada ruang workshop

Gambar 7. Formula metoda rancang William M Pena & Steven A


Pharsall yang digunakan untuk merumuskan pemecahan masalah

Gambar 12. Double skin façade pada bangunan galeri

Gambar 8. Proses penentuan zoning bangunan dengan


memperhatikan eksistng pohon-pohon yang dikonservasi Gambar 13.Pengolahan limbah konstruksi sebagai elemen fasad
pengisi partisi bangunan

Gambar 9. Perspektif mata burung bangunan

Gambar 10. Sirkulasi akses masuk pejalan kaki dan akses keluar Gambar 14. Susunan aksonometri struktur pada lobby bambu
kendaraan
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-307

berikut :
A. Tapak dan Sekitar
Pada tapak terdapat banyak pohon yang harus
dikonservasi sesuai dengan prinsip ekologis. Pohon-pohon
yang dikonservasi adalah pohon dengan kriteria usia diatas
5tahun yang kira-kira memilki diamter batang lebih dari 45-
50cm keatas ataupun pohon dengan varietas langka, antara
Gambar 15. Perspektif lobby dengan konstruksi bambu lain pohon cemara, pohon petai cina, pohon asam dan pohon
tanjung . Pohon-pohon tersebut dilakukan dengan tindakan
sebagian pohon tetap berada pada letaknya semula dan
A. Pendekatan dan Metoda Desain
sebagian pohon lain dipindahkan namun tetap berada pada
Perancang memilih pendekatan ekologis dimana bangunan site.
dapat bersinergi dengan alam, iklim dan lingkungan Tapak bersebelahan lahan dengan restoran Bandar
sekitarnya sebagaimana dalam prinsip ekologi menurut Ernst Djakarta dimana bangunan dan objek rancang memiliki
Haeckel (1834-1918) dengan poin-poin prinsip yang diambil keterkaitan fungsi dan saling mendukung satu sama lain.
yakni : Tatanan masa pada objek rancang memerhatikan pengunjung
1. arsitektur yang holistik yang datang dari Bandar Djakarta, untuk memfasilitasi
2. hemat energi pengunjung yang datang dari arah Bnadar Djakarta
3. material ramah lingkungan disediakan plaza dan jembatan yang menunjukkan sisi
4. peka terhadap iklim ketektonikaan bahan kayu dan bambu, jembatan tersebut
Tuntutan alami dengan menggunakan bahan-bahan materi menjadi jalur masuk bagi pengunjung yang berasal dari
dan juga material lokal yang dipilih sebagai konteks dalam Bandar Djakarta. Sirkulasi kendaraan bermotor terpusat di
merancang diusahakan dapat semaksimal mungkin area bagian depan site dengan pintu masuk dan keluar
diwujudkan melalui berbagai macam pengaplikasian ragam kendaraan berada pada ruas jalan yang dapat diakses
elemen bangunan dan struktur untuk menghidupkan alam langsung kedalam site. Didalam site jalur sirkulasi dibuat
sekitar site agar menyatu dengan bangunan dan melebar dengan banyak area perkerasan untuk memudahkan
mengupayakan seminimal mungkin kerusakan yang aktivitas tukang dapat leluasa bergerak dengan membawa
diakibatkan dalam proses pembangunan. Objek rancang juga bahan-bahan konstruksi dan bangunan dengan gerobak dan
menggunakan pendekatan perwujudan bentuk dengan konsep juga bertujuan agar memudahkan mobil yang loading
eksplorasi tektonika yang diaplikasikan terhadap bangunan kedalam bangunan dapat dengan mudah mengakses menuju
dimana tektonika bangunan ini dapat menunjukkan tempat loading dock.
kealamian material alami yang digunakan dan
mengungkapkan maknanya, tektonika adalah cara B. Bangunan dan Material
membangun dengan menerapkan aspek lokal sebagai Berintegrasi dengan bangunan dan lingkungan bangunan
referensi dalam merancang [2]. menjdai tujuan objek rancang ini untuk itu bangunan
Pengumpulan data dan permasalahan menggunakan berkonsep teruka dengan bentuk bangunan yang
metode William M. Pena & Steven A Pharsall (1969)[3] yang mengadaptasi naungan dengan banyak ukaan untuk
menitik beratkan pada pengumpulan fakta-fakta dan memaksimalkan pencahayaan serta penghawaan alami pada
permasalahan yang kemudian dipecahkan melalui proses bangunan. Hal ini dilkaukan dalam upaya penghematan
berarsitektur. Langkah yang dilakukan adalah mencari solusi energi yang dipakai agar teralokasikan dengan baik dan tidak
dari permasalahan yang ada dengan mengumpulkan data boros energi. Pada fasad objek rancang dibuat double skin
sebanyak-banyak nya yang kemudian diklasifikasikan facade untuk mengurangi suhu panas dalam ruangan akibat
menjadi 4 sub kategori yaitu form, function, economy, time. paparan sinar matahari langsung. Tampak dan tampang
Selanjutnya ditarik benang merah dicari kesimpulan atas bangunan sebisa mungkin dapat menginterpretasikan image
solusi yang ada ketukangan dengan memperhatikan detail-detail pada setiap
sudut elemen bangunan yang diharapkan secara tidak
III. TERAPAN KONSEP DAN HASIL DESAIN langsung dapat mengedukasi pengunjung dengan tahapan
proses melihat-memperhatikan-tertarik-memahami-belajar
Parameter yang sudah disusun dalam pendekatan dan dan diharapkan dpaat diterapkan.
metoda serta permasalahan yang ada merupakan hasil dari Eksplorasi bentuk dan fasad bangunan menggunakan
analisis yang kemudian disatukan dengan konteks yang sudah material batu, bata, bambu dan kayu yang dimana pada
dipilih. Konteks yang terdapat dalam site maupun konteks masing-masing gubahan bangunan dapat menunjukkan
desain rancangan yang dipilih perancang kemudian karakteristik (ekspos kealamian bentuk dan rupa), cara olah
dituangkan dalam konsep-konsep yang tertuang sebagai dan tektonika bahan-bahan tersebut.
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-308

C. Pengolahan Limbah lingkungan sekitarnya diperlukan untuk meningkatkan


Selain melakukan upaya dalam penghematan penggunaan kesadaran masyarakat agar mempedulikan kembali dan
daya sebagai aplikasi dari konsep ekologis bangunan juga mempertimbangkan penggunaan potensi lokal dalam segi
mengolah limbah konstruksi hasil sisa dari kegiatan di ilmu ketukangan dan keterampilan pembentuknya dalam
didalam workshop maupun sisa-sia hasil pengolahan sampah upaya pelestarian budaya dalam berarsitektur.
lainnya untuk dimanfaatkan menjadi material yang dapat
digunakan kembali. Sisa-sisa hasil konstruksi yang tergolong V. UCAPAN TERIMA KASIH
dalam bentukan besar dipakai menjadi pengisi fasad pada
partisi workshop (gambar) sedangkan sampah-sampah
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak
organik yang diperoleh akibat dari kegiatan aktivias dalam
yang turut serta membantu kelancaran proses pengerjaan
banguann seperti makan dll diolah menjadi biogas dan
mulai awal hingg artikel ini dapat diselesaikan. Terimakasih
dimanfaatkan sebagai energi alternatif.
kepada orang tua yang selalu mendukung dan mendoakan
D. Olah Struktur serta para dosen Arsitektur ITS yang sudah memberian
Bangunan didalam site terdiri atas 4 gubahan bentuk bimbingan serta arahan dalam pembuatan jurnal ini.
yang berbeda sesuai dengan fungsi mengikuti karakteristik Terimakasih kepada keluarga serta teman-teman Arsitektur
material bambu, kayu, bata, dan batu dengan cara olah ITS angkatan 2012 dan terimakasih atas semua instansi yang
konstruksinya. Pada bangunan lobby struktur diolah mendukung dalam sumber data penulisan pada jurnal ini.
menggunakan bahan bambu dimana bambu diolah dengan
menunjukkan seni dalam bertektonika dalam konstruksi dari DAFTAR PUSTAKA
bambu yang dilengkungkan membentuk sebuah naungan [1] Setiadi S., Avianti A., Achmad T., Robin H. Ketukangan : Kesadaran
dengan memaksimalkan bentukan konstruksi. Lobby dibuat Material. Jakarta : IAI Jakarta (2014) 130
dengan konsep naungan yang bersifat sementara dan dapat [2] Hugh Dubberly : How Do You Design. San Francisco, CA : Dubberly
Design Office (2004) 21–22
diubah dalam kurun waktu tertentu sesuai dengan masa pakai [3] Beim Anne., Bech-Danielsen., Bundgaard Charlotte., Bo J. Thomas.,
bahannya (bambu kurang lebih 10th) maupun menyesuaikan Egholm P. Ole. Stylsvig M. Ulrik : Tectonic Thinking in Architecture.
Denmark : KADK School of Design Printcenter (2012) 5
even atau tema kegiatan dalam bangunan. Konstruksi pada [4] Frick Heinz, F.X. Suskiyatno Bambang.
massa bangunan lainnya dibuat permanen dengan [5] Dasar-Dasar Eko-Arsitektur. Yogyakarta : Kanisius (1998)
menggunakan material beton namun tetap menunjukkan
kesan alami dengan dilapisi kayu, liat (genteng ataupun bata)
dan juga batu. Kolom dalam workshop dibuat dengan konsep
mengekspose tektonika struktur serta dibuat ringan seperti
menggunakan material kayu dengan membuat kolom dan
balok dalam ukuran kecil agar menimbulkan kesan ringan
dan alami yang maksimal.

IV. KESIMPULAN

Untuk dapat mencintai dan kembali peduli terhadap


budaya lokal dan kemampuan lokal dibutuhkan rasa menjiwai
yang diperlukan dalam proses pembentukan materi maupun
dalam berarsitektur. Penekanan menjiwai hanya bisa
didapatkan dalam sebuah proses, bukan semata-mata
pembentukan hasil akhir. Untuk itu diperlukan wadah yang
dapat mengingatkan kembali tentang ilmu ketukangan agar
dapat berkembang dan menghasilkan sesuatu dengan penuh
kesadaran sehingga tercipta suatu kualitas arsitektuktur yang
baik. Pengenalan kepada masyarakat luas juga diperlukan,
inovasi dan pengembangan ilmu ketukangan dan kemampuan
para
pengerajin diperlukan agar tidak tergerus oleh jaman.
Pendeketan wadah arsitektur sebagai media pembelajaran
mulai dari proses pembentukan materialnya hingga proses
terbentuknya dan bagaimana ia bersanding dengan alam

Anda mungkin juga menyukai