Anda di halaman 1dari 15

TUGAS KELOMPOK

“Makalah Perspektif Perempuan dan Gender dalam Film Marlina si


Pembunuh 4 Babak”

MATA KULIAH : PSIKOLOGI GENDER

Disusun Oleh

Kelompok 2

1. Nila Nurul Janah (1910901005) 6. Al Anisa (1920901070)


2. Nurhasanah (1910901019) 7. Yesi Apriyani (1920901087)
3. Cindy Ayu M (1910901038) 8. Sari (1930901102)
4. M. Rafli Syakbani 9. Alya Clarita (1930901108)
(1920901044) 10. Wulan Dwi Puspa (1930901122)
5. Amirah Fathinah (1920901058) 11. Fadhilatul Istiana (1930901138)

DOSEN PENGAMPU :
Vera Bekti Rahayu, M.Psi.,Psikolog

FAKULTAS PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami ucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini pada waktunya.
Tak lupa pula shalawat beserta salam kita curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW. yang insyaAllah kita mendapatkan syafaat-Nya di hari akhir kelak, aamiin
yarabbal alamin.
Dalam kesempatan ini, kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besanya kepada
Ibu Vera Bekti Rahayu, M.Psi.,Psikolog yang telah memberikan pengetahuan sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa makalah kami masih
jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu, kami terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat
membangun dari pembaca sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah sehingga
menjadi makalah yang baik dan benar.

Palembang, April 2021

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. I

DAFTAR ISI ............................................................................................................................ II

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

A. Identitas Film dan Pemain .............................................................................................. 1


B. Ringkasan Film ............................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 4

A. Feminisme dalam Psikologi Gender ............................................................................... 4


B. Ketidakadilan Gender ..................................................................................................... 5
C. Film Marlina si Pembunuh 4 Babak dalam Feminisme atau Ketidakadilan
Gender ............................................................................................................................ 7

BAB II PENUTUP .................................................................................................................. 11

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 12

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Identitas Film dan Pemain


Judul : Marlina si Pembunuh dalam
Empat Babak
Sutradara : Mouly Surya
Produser : Rama Adi dan Fauzan Zidni
Penulis : Mouly Surya dan Rama Adi
Pemeran : 1. Marsha Timothy sebagai
Marlina
2. Dea Panendra sebagai Novi
3. Yoga Pratama sebagai Franz
4. Egi Fedly sebagai Markus
Sinematografi : Yunus Pasolang
Penyunting : Kelvin Nugroho
Perusahaan produksi : Cinesurya, Kaninga Pictures,
HOOQ Original
Tanggal rilis : 16 November 2017
Durasi : 90 menit
Negara : Indonesia
Bahasa : Indonesia
B. Ringkasan Film
Semenjak ditinggal mati suaminya, Marlina (Marsha Timothy) hidup
sendirian. Masalah datang ketika Markus (Egi Fedly) dan gerombolannya datang ke
rumahnya. Mereka datang untuk merenggut apa yang dimiliki Marlina. Tak hanya
harta, mereka juga menginginkan kehormatan Marlina. Merasa terancam, Marlina pun
bertindak.
Kisah Marlina dibagi menjadi empat babak yaitu :
1) Perampokan
Babak satu dimulai ketika Rumah Marlina didatangi oleh Markus. Kedatangan
Markus secara terang-terangan bermaksud untuk mengambil harta yang dimiliki
Marlina. Bahkan tak puas dengan itu saja Markus juga mengatakan jika sempat ia
dan kawanannya akan meniduri Marlina. Marlina terlihat tak berdaya, namun

1
nyatanya tidak seperti itu. Ia punya cara tersendiri untuk mengatasi
permasalahannya.
Marlina bisa saja berteriak minta tolong, tapi apa gunanya? Ia tinggal di atas
bukit dimana jauh dari tetangga sekitarnya. Nyawanya akan lebih terancam jika ia
melakukan itu. Dengan terpaksa Ia mengikuti permintaan Markus. Namun
Marlina sudah bersiap selangkah lebih depan, ketika Markus menyuruhnya
menyiapkan makanan, ia menyisipkan racun di dalamnya.
Racun tersebut langsung bereaksi ketika kawanan perampok itu memakan
masakan Marlina. Sialnya Markus tak sempat memakan masakan Marlina, ia
sudah terlelap lebih dahulu. Ketika teman-teman Markus sudah terkapar, Marlina
menawarkan makanan tersebut kepada Markus yang sedang tertidur. Bukannya
memakan makanan tersebut, Markus malah memperkosa Marlina. Tapi Marlina
tak habis langkah, dengan sebilah parang ia memenggal kepala Markus.
2) Perjalanan
Babak dua bercerita mengenai perjalanan Marlina menuju kantor polisi
dengan membawa kepala Markus. Sosok Marlina yang membawa kepala Markus
tentunya menjadi hal yang menyeramkan bagi para penumpang truk lainnya.
Uniknya ketika penumpang truk lainnya yang mayoritas laki-laki memilih untuk
turun karena kedatangan Marlina, masih ada dua sosok wanita yang tetap berada
di truk. Sosok itu adalah Novi, tetangga Marlina yang sedang hamil 10 bulan dan
mau menemui suaminya dan seorang ibu yang membawa dua kuda untuk mas
kawin salah satu sanak keluarganya.
Perjalanan Marlina menuju kantor polisi tak semulus yang diharapkan. Ia
masih dikejar-kejar dua orang kawanan Markus dan juga Marlina merasai selalu
diikuti bayang-bayang Markus. Dua orang kawanan Markus yang tersisa hanya
meminta agar kepala Markus dikembalikan.
Saat Marlina dalam perjalanan, truk yang dikendarainya dicegat kawanan
Markus. Beruntung ia berhasil menyelamatkan diri berkat bantuan tetangganya,
Novi yang memberi arahan palsu pada kedua orang tersebut. Marlina pun
melanjutkan perjalanannya menuju kantor polisi dengan menunggangi kuda.
3) Pengakuan Dosa
Setibanya di Kantor Polisi, Marlina menyempatkan dahulu untuk makan sate
di warung dekat Kantor Polisi. Di sana ia bertemu anak perempuan yang bernama
Topan. Nama anak perempuan tersebut sama dengan anak laki-lakinya yang
2
meninggal saat masih di kandungan. Marlina merasa ada keterikatan dengan anak
itu.
Ketika Marlina sampai di Kantor Polisi, ia masih harus menunggu sampai ia
benar-benar dilayani. Ia menunggu karena kepentingan entertain para polisi,
bermain tenis meja. Marlina melaporkan kejadian yang baru saja ia alami. Namun
yang terjadi bukannya mendapat perlindungan, ia malah ditanya balik kenapa mau
diperkosa orang tua. Tak hanya itu, prosedurnya pun panjang dan akan makan
waktu karena keterbatasan fasilitas yang ada disana.
4) Kelahiran
Setelah melapor ke Polisi, Marlina terpaksa pulang ke rumahnya karena Novi
ditawan kawanan Markus. Marlina kembali untuk mengembalikan kepala Markus.
Ketika ia kembali, ia diperlakukan sama seperti sebelumnya, namun kali ini
ending-nya berbeda. Babak Kelahiran diakhiri dengan Novi yang akhirnya
melahirkan anaknya di rumah Marlina. Kelahiran ini sekaligus menjadi simbolik
munculnya awal yang baru bagi Marlina.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Feminisme dalam Psikologi Gender


Dalam Psikologi Gender, feminisme adalah sebuah paham atau gerakan
perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak pria dengan
wanita. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan. Istilah ini mulai
digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan
perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang ini
kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak-hak
perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki- laki. Berangkat dari
asumsi bahwa kaum perempuan mengalami diskriminasi dan usaha untuk
menghentikan diskriminasi tersebut. Dalam pengertian seperti itu, sesungguhnya
kaum feminis tidak harus perempuan, dan boleh jadi seorang Muslim atau Muslimat.
Persoalan muncul ketika mereka berusaha menjawab pertanyaan "mengapa kaum
perempuan di diskriminasi atau diperlakukan tidak adil?" Hal inilah yang
menyebabkan feminisme lahir dan berkembang pesat, khususnya pada kalangan
perempuan.
Gerakan feminis dimulai sejak akhir abad ke- 18, namun diakhiri abad ke-20,
suara wanita di bidang hukum, khususnya teori hukum, muncul dan berarti. Hukum
feminis yang dilandasi sosiologi feminis, filsafat feminis dan sejarah feminis
merupakan perluasan perhatian wanita di kemudian hari. Di akhir abad 20, gerakan
feminis banyak dipandang sebagai sempalan gerakan Critical Legal Studies, yang
pada intinya banyak memberikan kritik terhadap logika hukum yang selama ini
digunakan, sifat manipulatif dan ketergantungan hukum terhadap politik, ekonomi,
peranan hukum dalam membentuk pola hubungan sosial, dan pembentukan hierarki
oleh ketentuan hukum secara tidak mendasar. Kritik para feminis terhadap sexism di
dalam wacana dan praktek ilmu sosial menghasilkan beraneka macam formulasi.
Tetapi secara umum terdapat tiga hal penting (Stanley dan Wise 1983:17, 1990:21).
Pertama, pendekatan feminis di dalam riset ilmu sosial memfokuskan pada
kelompok perempuan, riset harus dilakukan oleh peneliti perempuan yang feminis
untuk para perempuan. Kedua, peneliti feminis melihat bahwa ada perbedaan
pandangan antara metode-metode kwantitatif yang cenderung bersifat maskulin dan
metode-metode kwalitatif yang dipakai feminis. Yang ketiga adalah bahwa penelitian
4
feminis memang memiliki tujuan politis yakni untuk mengubah kehidupan kaum
perempuan. Nampaknya pendapat Stanley dan Wise di atas memang cukup
meyakinkan karena kenyataannya memang banyak sekali peneliti feminis cenderung
memilih kelompok perempuan sebagai obyek penelitian mereka. Kecenderungan ini
bisa dipahami karena para peneliti feminis menganggap bahwa riset sosial dan budaya
yang selama ini dilakukan oleh para peneliti pria cenderung memarginalkan peran
perempuan sehingga mereka perlu melakukan suatu penelitian yang akan
memperlihatkan kepada dunia tentang keberadaan perempuan.
Namun, pendekatan feminis yang menekankan pada penelitian tentang
perempuan, untuk perempuan dan oleh perempuan tidak cukup memuaskan untuk
mengangkat pentingnya isu perempuan di ranah penelitian ilmu sosial. Masih terlalu
sedikit penelitian yang dilakukan oleh perempuan tentang perempuan yang
memberikan hasil positif bagi perempuan. Kebanyakan justru memberikan hasil yang
sangat negatif bagi perempuan. Di bidang bahasa, misalnya, banyak orang, termasuk
para ahli linguistik feminis, menyudutkan perempuan karena tergesa membuat
kesimpulan bahwa praktek berbahasa perempuan tidak standard dan buruk.

B. Ketidakadilan Gender
Ketidakadilan Gender adalah pembatasan peran, pemikiran atau perbedaan
perlakuan yang berakibat pada terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak asasi,
persamaan hak antara perempuan dan laki-laki.
1) bentuk ketidakadilan gender diantaranya adalah :
a) Subordinasi
Kondisi yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah
dari laki-laki, contoh: seorang ibu yang tidak diberi kesempatan untuk
mengambil keputusan dan menyalurkan pendapat.
b) Stereotip Gender
Penandaan terhadap suatu kelompok tertentu yang seringkali
merugikan dan menimbulkan ketidakadilan, contoh : pendapat bahwa
perempuan sering berdandan untuk menarik perhatian lawan jenis ( dapat
dilihat dalam ketentuan pasal 5 PERMA Nomor 3 Tahun 2017)
c) Beban Ganda
Beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak
dibandingkan jenis kelampin tertentu, contoh : perempuan yang memiliki
5
peran dalam mengurus rumah tangga, memastikan suami dan anak dalam
keadaan baik, melahirkan, menyusui, atau dapat dikatakan bahwa
perempuan memiliki beban kerja majemuk tetapi seringkali tidak dihargai
dan tidak dianggap.
d) Marginalisasi
Suatu proses peminggiran dari akses sumber daya atau pemiskinan
yang dialami perempuan akibat perubahan gender di masyarakat, contoh :
perempuan dianggap sebagai makhluk domestik dalam hal ini hanya
diarahkan untuk menjadi pengurus rumah tangga.
e) Kekerasan
Adanya perlakuan kasar atau tindakan yang bersumber, sumber
kekerasan salah satunya kekerasan terhadap jenis kelamin tertentu yaitu
Perempuan dengan anggapan gender yang eksis dan diakui di masyarakat
patriarki berpusat pada kekuasaan laki-laki misal anggapan bahwa
perempuan itu lemah,pasrah, dan menjadi obyek seksual sehingga dalam
konteks ini dikenal istilah gender-based violence.
2) Penyebab terjadinya ketidakadilan gender
a) Adanya penafsiran terhadap teks-teks keagamaan (Islam) yang bias
gender
b) Adanya konsruksi sosial (adat dan budaya) yang menempatkan
perempuan pada posisi yang tidak sederajat dengan laki-laki
c) Adanya pelebelan yang merugikan kaum wanita
d) Adanya aturan hukum yang diskriminatif gender
e) Sikap penegak hukum yang tidak peka terhadap masalah gender
3) Upaya Menanggulangi Ketidakadilan Gender
a) Bangun kesadaran diri melalui bacaan, diskusi, atau mengikuti
aktivitas kesetaraan gender. Urusan ini bukan semata urusan wanita.
Tidak mungkin perubahan bisa terjadi bila pria tidak terlibat. Wanita
bisa dilatih untuk aktif dan berani mengambil keputusan, dan pria
harus dilatih untuk menghargai kemampuan wanita sebagai mitra
untuk maju. Salah satu cara untuk mengadakan perubahan adalah
dengan berbicara, mengungkapkan adanya tekanan dan diskriminasi.
Terapkan kesadaran ini dalam keseharian Anda, ketika Anda mendidik
anak perempuan dan anak laki-laki Anda.
6
b) Stop stereotip. Seberapa sering kita mendengar ini: "Kalau nyupirnya
ngawur biasanya perempuan." Atau, "Maklum, perempuan, kan,
memang gaptek." Jangan-jangan kita sendiri yang mengucapkan itu.
Perubahan dimulai dari diri sendiri. Jangan mau jadi wanita gaptek,
atau sembarangan saat mengemudi. Tahan mulut kita untuk
mengucapkan kalimat yang stereotip.
c) Menandai adanya bias gender. Bukan berarti bahwa wanita dan pria
harus selalu sama, tetapi hak, tanggung jawab dan kesempatannya
tidak dipengaruhi oleh apakah mereka dilahirkan sebagai wanita atau
pria. adari adanya bias ini, dan bila terjadi bias gender di sekolah
misalnya, kita dapat segera memberitahu hal ini kepada pihak sekolah.
d) Menarik keluar ketika perempuan dikucilkan. Kalau Anda pernah
mengalami kesulitan mengajak sahabat Anda untuk hadir dalam acara
reuni karena dilarang suami, Anda boleh membantunya untuk keluar.
C. Film "Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak" dalam Feminisme atau
Ketidakadilan Gender
Setelah menonton film "Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak”. Film
yang disutradarai oleh Mouly Surya ini lebih menyampaikan ketidakadilan gender
terhadap kaum perempuan, bukan feminisme yang digadang-gadangkan oleh
masyarakat. Dalam kasus ini menekankan adanya ketidakadilan gender memicu
munculnya paham feminisme. Berikut ini bentuk ketidakadilan gender yang dialami
oleh tokoh Marlina.
1. Marginalisasi
Marginalisasi pada film ini di lihat pada dialog Markus “Mau ambil
kau pu uang semua kau pu (punya) ternak. Kalau masih ada waktu tidur
dengan ko (kau), kita bertujuh.” Dialog Markus meminta ijin untuk
merampas semua harta, ternak dan kehormatan Marlina ini merupakan
unsur dari adanya ketidakadilan gender pada scene ini yaitu marginalisasi
atau pemiskinan ekonomi.
Dialog tersebut menunjukkan bahwa perempuan sedang
termarginalisasi, ekspresi Marlina yang sedikit memalingkan muka
merepresentasikan perasaan perempuan yang dalam keadaan tertekan,
memikul tanggung jawab yang sangat berat, yang seharusnya dipikul oleh
laki-laki. Oleh karena adanya tradisi kebudayaan yang tidak seimbang, hal
7
ini menjadikan Marlina harus melakukan semua pekerjaannya seorang diri
dan dimiskinkan dari peran perempuan pada lingkup sosial, sehingga
Marlina harus mencari uang sendiri untuk melunasi hutang upacara
penguburan anaknya Topan.
2. Subordinasi
Subordinasi pada film ini dianalisis melalui dialognya. Dialog ini
merepresentasikan tema subordinasi dari adanya unsur- unsur
ketidakadilan gender pada film “Marlina si Pembunuh Dalam Empat
Babak” adanya subordinasi pada scene ini ditunjukkan pada dialog Markus
: “lalu bapak ini siapa (menunjuk mayat seorang lelaki)? ada sirih? kopi?
saya ini tamu”.
Dialog tersebut merepresentasikan Markus orang asing yang hendak
merampok Marlina, Pada dialog ini juga merepresentasikan adanya
perbedaan ruang lingkup pekerjaan antara perempuan dengan laki-laki.
Perampuan dianggap memiliki peran untuk urusan hal domestik atau
reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau produksi.
3. Stereotip unsur
Ketidakadilan gender berupa bentuk pelabelan negatif kepada
perempuan. Pelabelan yang dimaksudkan adalah dialog yang menyatakan
anak yang ada dalam kandungan Novi, ini sungsang, karena sudah 10
bulan tidak keluar-keluar. Menurut mitos yang beredar pada Masyarakat
adalah kalau seorang perempuan dengan usia kandungan lebih dari 10
bulan tidak lahir-lahir, maka sering di bilangnya sungsang. Mitos sungsang
ini sering kali di kait-kaitkan dengan pelabelan bahwa perempuan yang
sedang hamil tua, tidak bisa menjaga nafsu atau berselingkuh dengan laki-
laki yang lain.
Mitos yang berkembang dalam masyarakat Sumba mengatakan, jika
bayi mendiami rahim lebih dari sembilan bulan berarti bayi tersebut
sungsang. Karena sang ibu telah melakukan hubungan seksual semasa
hamil. Pelabelan negatif semacam ini tentu berakibat pada timbulnya
asumsi miring terhadap perempuan Sumba yang hamil dan tidak kunjung
melahirkan, tetapi jauh dari suaminya. Stereotip yang ditunjukkan pada hal
ini dapat kita lihat pada dialog Novi pada yang mengeluhkan kadungannya

8
dan pada dialog ini memberikan informasi bahwa suami Novi jauh dari
Novi.
Tokoh perempuan Sumba selain Marlina yang juga diceritakan dalam
film yang diteliti adalah Novi. Novi merupakan perempuan muda yang
tengah hamil tua. Usia kandungannya sudah mencapai sepuluh bulan,
tetapi tidak kunjung lahir. Oleh karena itu, suami dan ibu mertua Novi
menuduh anak yang ada dalam kandungan Novi sungsang. Novi lantas
tidak terima setiap kali kandungannya dituduh sungsang karena ia merasa
tidak pernah berhubungan seks dengan siapapun selama ditinggal
suaminya bekerja di daerah lain.
4. Kekerasan
Kekerasan adalah suatu bentuk tindakan yang dilakukan oleh pihak
tertentu baik pelakunya perorangan atau lebih, yang dapat mengakibatkan
penderitaan pada pihak lain.
Terdapat dua bentuk tindak kekerasan, yaitu kekerasan fisik yang dapat
mengakibatkan luka di bagian fisik pada korban dan kekerasan mental
psikologi yang dapat mengakibatkantrauma pada korban terhadap hal-hal
tertentu yang dialaminya. Kekerasan terhadap manusia berasal dari
berbagai sumber. Salah satu kekerasan terhadap satu jenis kelamin tertentu
disebabkan oleh gender atau juga dengan gender-related violence (Fakih,
2008:17).
Kekerasan gender itu menurut Fakih disebabkan oleh adanya
ketidaksetaraan bukan hanya menjadi monopoli bagi perempuan yang
berasal dari masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrineal,
melainkan terjadi juga pada masyarakat dengan sistem kekerabatan
matrineal.
Dalam film ini, tokoh Marlina jelas mengalami kekerasan gender. Pada
adegan saat Markus hendak meniduri Marlina secara paksa, Marlina
dikunci di kamarnya sendiri dengan alasan untuk menyediakan makan
malam untuk Marcus. Dalam adegan tersebut ditunjukkan bahwa Markus
menyentuh dan memegang bagian tubuh Marlina tanpa izin dan kerelaan
dari wanita itu. Ketika Marlina melakukan perlawanan, Markus justru
memberikan hukuman yang lebih sengit. Dia menampar Marlina secara
kasar. Kekuatan lelaki tidaklah sebanding dengan kekuatan perempuan
9
sehingga Marlina kalah dan berbaring terkulai tidak berdaya di atas tempat
tidur. Adegan di atas sudah cukup menjadi bukti kalau tokoh Marlina
dalam film ini telah mengalami suatu bentuk kekerasan yang terjadi
terhadap perempuan.
5. Beban Kerja Domestik
Beban kerja domestik dianalisis Pada adegan dialog ini
merepresentasikan bagaimana posisi kedudukan antara laki-laki dan
perempuan yang mana pada adegan ini disrepresentasikan, bahwa salah
satu perampok berjalan cepat menuju Marlina.
Dialog Yayu: “Su (sudah) jadi apa belum?”, Marlina: “Sudah”, Yayu
(Rampok): “kenapa lama? ko (kau) tunggu apa?”. Marlina: “Dia mau
coba” Yayu: “sapa? (siapa) anak kecil mau makan duluan. su (sudah)
kumpul semua?” dialog ini merepresentasikan posisi kedudukan atau
beban kerja antara perempuan dan laki-laki. Dialog ini merepresentasikan
bagaimana karakter laki-laki yang suka memerintah dan karakter
perempuan di sini diperlihatkan dengan kondisi yang lemah lembut.
Adeganan ini juga terlihat dari posisi laki-laki yang berada di atas dan
memerintah Marlina untuk segera menghidangkan makan malamnya,
karena sudah dianggap terlalu lama para perampok ini, menunggu makan
malam.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak adalah sebuah film yang berfokus
pada perjuangan perempuan yang hidup di bawah sistem patriarki. Bagaimana usaha
perempuan untuk lepas dari tuntutan dan asumsi gender yang semakin
mendiskreditkan mereka. Film ini secara eksplisit menayangkan sisi feminin sekaligus
maskulin seorang perempuan dengan melawan karakter perempuan yang selama ini
dicitrakan dalam media. Selain itu film ini juga memperlihatkan bagaimana apatisnya
masyarakat terhadap masalah yang menimpa perempuan dan kurang suportif terhadap
sesuatu yang mengarah pada perkembangan perempuan.
Dalam film ini, seluruh indikator kesetaraan gender yakni akses, partisipasi,
kontrol, dan manfaat yang terdapat dalam parameter kesetaraan gender pembentukan
peraturan perundang-undangan masih minim untuk diperoleh dan dirasakan oleh
perempuan. Film ini berupaya menyadarkan masyarakat bahwa kesetaraan gender
tidak akan terwujud bila bentuk-bentuk ketidakadilan masih sering dijumpai dan
masih menjadi hal yang lazim dalam masyarkat. Salah satu pesan penting dari seluruh
film ini adalah pentingnya kontrol terhadap hidup setiap masing-masing individu,
baik laki-laki mau pun perempuan.
B. Saran
Film Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak menceritakan mengenai
kehidupan seorang perempuan yang mendapatkan perlakuan kekerasan fisik, seksual
dan verbal. Posisi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat masih dipandang
dengan stereotip negatif. Perempuan sering dianggap sebelah mata dengan dipandang
sebagai sosok yang lemah, bekerja di dapur dan mengurus rumah, perempuan hanya
dianggap sebagai objek seksualitas dalam sebuah hubungan serta perempuan
digambarkan sebagai sosok yang tidak boleh menentukan pilihannya sendiri.
Selain menampilkan perempuan sebagai sosok yang dianggap sebagai the
second class dan tidak berhak menentukan pilihannya, padahal perempuan mampu
menunjukkan ketangguhannya dengan caranya sendiri. Masyarakat umum di
harapkan dapat memilih dan cermat dalam memahami makna dari film ini, dan sebisa
mungkin masyarakat di harapkan untuk tidak menciptakan streotipe negatif dan
memandang wanita lemah karena bagimanapun keadaan nya wanita akan tetap
beharga.
11
DAFTAR PUSTAKA

Dahlia Saraswati. 2020. Representasi Perempuan Dalam Ketidakadilan Gender Pada


Film “Marlina Si Pembunuh Dalam Empat Babak”(Ditunjau Melalui Analisis Wacana
Kritis).
Melia Yustiana, Ahmad Junaedi. 2019. Representasi Feminisme dalam Film Marlina
si Pembunuh dalam Empat Babak (Analisis Semiotika Roland Barthes). 3(1): 118-125

12

Anda mungkin juga menyukai