Anda di halaman 1dari 18

UAS Psikologi Komunikasi

“Analisis Film Black Swan Berdasarkan Aspek Psikologi”

Disusun Oleh:

Laras Sekar Seruni (1113051000021)

Kelas : Jurnalistik IV-A

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015 M

1
Black Swan merupakan film yang memiliki aspek psikologi di dalamnya. Film ini tayang

pada tahun 2010 dan dibintangi oleh Natalie Portman, Mila Kunis, Vincent Cassel, dan Winona

Ryder. Tentu saja film ini mempunyai daya tarik tersendiri mengingat aktor dan aktris yang

bermain memiliki pengalaman yang banyak di dunia seni peran. Apalagi dengan cerita yang anti

mainstream memiliki poin tersendiri bagi para penikmat film.

Film ini bercerita tentang Nina (diperankan oleh Natalie Portman) yang memiliki ambisi

untuk bisa lolos dalam casting pemeran utama untuk pementasan balet. Pementasan balet kali ini

akan mengusung tema tentang dua saudara kembar, yaitu White Swan dan Black Swan, yang

kemudian diberi judul Black Swan. Nina harus berusaha keras agar bisa mendapatkan peran

2
tersebut. Tentu saja bukan hal yang mudah agar bisa memerankan White Swan dan Black Swan

sekaligus.

Pementasan ini bercerita tentang saudara kembar,White Swan dan Black Swan. White

Swan memiliki karakter yang lembut, baik, dan penyayang. Sedangkan Black Swan selalu iri

dengan White Swan. Dia jahat, licik, dan akan melakukan segala cara agar keinginannya

tercapai. Suatu hari, White Swan sudah memiliki kekasih. Black Swan tidak suka dengan itu.

Black Swan pun merebut kekasih White Swan dengan merayunya sehinga dia berhasil

mendapatkan kekasih White Swan tersebut. White Swan yang patah hati akhirnya bunuh diri dan

meninggal.

Nina memiliki karakter portagonis sehingga cocok untuk menjadi White Swan.

Sedangkan, Black Swan belum ada dalam diri Nina. Dengan cara apapun ia lakukan agar

karakter Black Swan bisa masuk dalam dirinya. Karena jika berhasil, Nina akan bisa

mendapatkan peran tersebut.

Inspirasi Nina adalah Beth (diperankan oleh Winona Ryder). Dia merupakan penari balet

senior di sanggar tari. Beth selalu dibangga-banggakan oleh Thomas Leroy (diperankan oleh

Vincent Cassel) yang merupakan guru balet. Beth adalah penari balet terbaik, populer, dan

sempurna. Beth memiliki aura yang anggun dan begitu feminin seperti layaknya penari balet.

Namun, masa Beth telah berakhir. Saatnya Thomas mencari pemeran baru yang lebih muda dan

segar.

Meskipun begitu, kekaguman Nina terhadap Beth tidak berkurang. Beth menjadi kiblat

Nina dalam dunia balet. Dengan Nina berhasil mendapatkan peran utama sebagai White Swan

dan Black Swan, karir Nina dalam balet akan semakin bersinar. Nina akan menjadi the next of

3
Beth. Karena itulah, Nina berusaha sangat keras agar Thomas memilihnya dalam pementasan

tersebut.

Saat Nina berhasil mendapatkan peran tersebut, bukan tanpa latihan yang keras supaya

Thomas percaya bahwa Nina bisa. Thomas masih ragu karena Nina masih sering salah dalam

latihan ketika memerankan Black Swan. Meskipun begitu, Nina tidak pantang menyerah. Dia

tetap berlatih dengan keras agar bisa membuktikan kepada Thomas bahwa dia bisa.

Caranya yang paling efektif adalah dengan menjadikan Nina sebagai Black Swan

tersebut. Terjadi pergulatan batin yang hebat dalam diri Nina ketika dia harus mencari dan

menemukan sosok Black Swan dalam dirinya. Unsur psikologi di sini sangat kental ketika

seseorang diharuskan untuk memiliki lebih dari satu kepribadian.

Ditengah-tengah gejolak dalam diri Nina agar bisa tampil sempurna, datanglah Lily

(diperankan oleh Mila Kunis). Lily dijadikan cadangan untuk pemeran Black Swan oleh Thomas.

Sebenarnya, Lily memiliki karakter yang sempurna sebagai pemeran utama. Dia mempunyai dua

karakter yang dibutuhkan sekaligus. Namun, Lily baru saja datang dari luar negeri sehingga

melewatkan casting yang sudah berlangsung. Maka dengan dijadikannya Lily sebagai cadangan

Black Swan karena Nina belum cukup mahir, menurut Thomas itu sudah cukup.

Tapi tidak untuk Nina. Dia tidak suka jika ada seseorang yang menjadi saingannya.

Apalagi sangat jelas bahwa Lily merupakan cadangan. Artinya kapanpun Nina tidak sanggup,

maka Lily akan siap menggantikan Nina. Hal itu menjadi acuan keras bagi Nina agar bisa tampil

sempurna. Meskipun jalannya tidaklah lurus, namun Nina harus bisa melewati itu semua.

Kali ini saya akan menganalisis film Black Swan dari aspek psikologi. Ada beberapa teori

yang digunakan. Seperti Teori Komunikasi Intrapersonal dan teori yang dikemukakan oleh

4
Barthes tentang tanda-tanda. Hal ini cukup menarik dilakukan mengingat dalam film Black Swan

sendiri sudah memiliki unsur psikologi di dalamnya. Saya akan mencoba menganalisis film ini

agar semakin jelas pemahamannya dari sudut pandang psikologi.

Sebelum menganalisis, saya akan menuliskan tentang teori-teori yang akan dipakai.

Kemudian saya akan menganalisisnya melalui gambar yang diambil dalam film tersebut. Dengan

begitu, pembaca akan lebih mudah memahami mengenai apa yang saya analisis berdasarkan

scene film.

Secara psikologis, kita dapat mengatakan bahwa setiap orang mempresepsi stimuli sesuai

dengan karakteristik personalnya. Dalam ilmu komunikasi kita berkata, pesan diberi makna

berlainan oleh orang yang berbeda. Words don’t mean; people mean. Kata-kata tidak mempunyai

makna; oranglah yang memberi makna.

Proses pengolahan informasi, yang di sini kita sebut komunikasi intrapersonal, meliputi

sensasi, presepsi, memori, dan berpikir. Sensasi adalah proses menangkap stimuli. Presepsi ialah

proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Dengan

kata lain, presepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Memori adalah proses menyipan

informasi dan memanggilnya kembali. Berpikir adalah mengolah dan memanipulasi informasi

untuk memenuhi kebutuhan atau memberikan respons.1

Tahap paling awal dalam penerimaan informasi adalah sensasi. Apa pun definisi sensasi,

fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indera,

manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu, melalui alat inderalah

manusia memeroleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya.

(Lefrancois, 1964: 39)

1
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, Rosdakarya: Bandung, hal. 48

5
Presepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang

diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Presepsi ialah memberikan

makna pada stimulus indrawi (sensory stimuli). Hubungan sensasi dengan presepsi sudah jelas.

Sensasi adalah bagian dari presepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi

tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori (Desiderato,

1976: 129)2

Memori adalah sistem yang sangat berstruktur, yang menyebabkan organisme sanggup

merekam fakta tentang dunia dan menggunakan pengetahuannya untuk membimbing

perilakunya. Ini adalah definisi dari Schlessinger dan Groves (1976: 352). Setiap saat stimulus

mengenai indera kita, setiap saat pula stimulus itu direkam secara sadar atau tidak sadar.

Berapa kemampuan rata-rata memori manusia untuk menyimpan informasi? John

Griffith, ahli matematika, menyebutkan 1011 (seratys triliun) bit. John von Neumann, ahli teori

informasi, menghitungnya sampai 2.8 x 1020 (280 kuintiliun) bit. Asimov menerangkan bahwa

otak manusia selama hidupnya sanggup menyimpan sampai satu kuidriliun bit informasi.3

Proses keempat yang memengaruhi penafsiran kita terhadap stimulus adalah berpikir.

Dalam berpikir kita melibatkan semua proses yang kita sebut di muka: sensasi, presepsi, dan

memori. Berpikir kita lakukan untuk memahami realitas dalam rangka mengambil keputusan

(decision making), memecahkan persoalan (problem solving), dan menghasilkan yang baru

(crerativity). Memahami realitas berarti menarik kesimpulan, meneliti berbagai kemungkinan

penjelasan dari realitas eksternal dan internal. Sehingga dengan singkat, Anita Taylor et al.

mendefinisikan berpikir sebagai proses penarikan kesimpulan. Thinking is a inferring process

(Taylor et al. 1977: 55)4

2
Ibid hal. 49
3
Ibid hal. 62
4
Ibid hal. 67

6
Teori selanjutnya yang akan digunakan untuk menganalisis film Black Swan adalah teori

yang dikemukakan oleh Roland Barthes. Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang

mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waku tertentu. Ia

mengajukan pandangan ini dalam Writing Degree Zero (1953; terj. Inggris 1977) dan Critical

Essays (1964; terj. Inggris 1972).5

Barthes berpendapat bahwa Serrasine (novel kecil yang dianalisis oleh Barthes) ini

terangkai dalam kode rasionalisasi, suatu proses yang mirip dengan yang terlihat dalam retorika

tentang tanda mode. Lima kode yang ditinjau Barthes adalah kode hermeneutik (kode teka-teki),

kode semik (makna konotatif), kode simbolik, kode proaretik (logika tindakan), dan kode gnomik

atau kode kultural yang membangkitkan suatu badan pengetahuan tertentu.

Kode hermeneutik atau kode teka-teki berkisar pada harapan pembaca untuk

mendapatkan “kebenaran” bagi pernyataan yang utama dalam narasi tradisional. Di dalam narasi

ada suatu kesinambungan antara pemunculan suatu peristiwa teka-teki dan penyelesaiannya di

dalam cerita.

Kode semik atau kode konotatif banyak menawarkan banyak sisi. Dalam proses

pembacaan, pembaca menyusun tema suatu teks. Ia melihat bahwa konotasi kata atau frase

tertentu dalam teks dapat dikelompokan dengan konotasi kata atau frase yang mirip. Jika kita

melihat suatu kumpulan satuan konotasi, kita menemukan suatu tema di dalam cerita. Jika

sejumlah konotasi melekat pada suatu nama tertentu, kita dapat mengenali suatu tokoh dengan

atribut tertentu. Perlu dicatat bahwa Barthes menganggap denotasi sebagai konotasi yang paling

kuat dan paling “akhir”.

Kode simbolik merupakan aspek pengkodean fiksi yang paling khas bersifat struktural,

atau tepatnya menurut konsep Barthes, pascastruktural. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa
5
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Rosdakarya: Bandung, hal. 65

7
makna berasal dari beberapa oposisi biner atau pembedaan-baik dalam taraf bunyi menjadi

fonem dalam proses produksi wicara, maupun pada taraf oposisi psikoseksual yang melalui

proses. Misalnya, seorang anak belajar bahwa ibunya dan ayahnya berbeda satu sama lain dan

bahwa perbedaan ini juga membuat anak itu sama dengan satu di antara keduanya dan berbeda

dari yang lain.

Kode proaretik atau kode tindakan/lakuan dianggapnya sebagai perlengkapan utama teks

yang dibaca orang; artinya, antara lain, semua teks yang bersifat naratif. Jika Aristoteres dan

Todorov hanya mencari adegan-adegan utama atau jalur utama, secara teoritis Barthes melihat

semua lakukan dapat dikodifikasi, dan terbukanya pintu sampai petualangan yang romantis. Kita

mengenal kode lakuan atau peristiwa karena kita dapat memahaminya. Pada kebanyakan fiksi,

kita selalu mengharap lakuan di-“isi” sampai lakuan utama menjadi perlengkapan utama suatu

teks.

Kode gnomik atau kode kultural banyak jumlahnya. Kode ini merupakan acuan teks ke

benda-benda yang sudah diketahui dan dikodifikasi oleh budaya. Menurut Barthes, realisme

tradisional didefinisi oleh acuan ke apa yang telah diketahui. Rumusan suatu budaya atau

subbudaya adalah hal-hal kecil yang telah dikodifikasi yang di atasnya para penulis bertumpu.6

Kemudian, Black Swan yang merupakan film juga dapat dianalisis berdasarkan aspek

komunikasi. Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmn sosial, lantas membuat

para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Sejak itu, maka

merebaklah berbagai penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat. Ini,

misalnya, dapat dilihat dari sejumlah penelitian film yang mengambil berbagai topik seperti:

pengaruh film terhadap anak, film dan agresivitas, film dan politik, dan seterusnya.

6
Ibid, hal 65-66

8
Pada tema yang umumnya menimbulkan kecemasan dan perhatian masyarakat ketika

disajikan dalam film adalah adegan-adegan seks dan kekerasan. Kadangkala perhatian ini

dikemukakan karena penggambarannya bertentangan dengan standar selera baik dari masyarakat.

Namun seringkali kecemasan masyarakat berasal dari keykinan bahwa isi seperti itu mempunyai

efek moral, psikologis, dan sosial yang merugian, khsusnya kepada generasi muda, dan

menimbulkan perilaku antisosial. Baik seks maupun kekerasan telah menjadi subjek penelitian

komisi-komisi yang disponsori secara federal akhir-akhir ini mengenai efek komunikasi massa,

ditambah berbagai macam penelitian lainnya (Wright, 1986: 173-174).

Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat, hubungan antara

film dan masyarakat selalu dipahami secara linier. Artinya, film selalu memperngaruhi dan

membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) di baliknya, tanpa pernah berlaku

sebaliknya. Kritik yang muncul terhadap prespektif ini didasarkan atas argumen bahwa film

adalah potret dari masyarakat di mana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang

tumbuhh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar

(Irwanto, 1999:13).7

Sekarang saya akan mulai menganalisis film Black Swan dari sudut pandang psikologis

atau teori-teori komunikasi lainnya. Terdapat gambar dimana scene dalam film Black Swan itu

dibuat. Setelah itu, dibawahnya akan dicantumkan penjelasan mengenai analisis film dari tiap

scene tersebut.

Film Black Swan memiliki kode semik yang cukup kuat. Film ini tersusun dari topik

berupa psikologi. Kemudian, diangkatlah tema tentang hubungan antara psikologi tentang cerita
7
Ibid, hal 127

9
yang memiliki unsur tari balet di dalamnya. Konotasi akan film ini terasa kental. Mengingat

penonton film Black Swan awalnya tidak mengetahui bahwa di balik cerita tentang balet yang

‘akan tertebak’ nyatanya memilik aspek psikologi di dalamnya.

Gambar di atas merupakan scene ketika para penari sedang berlatih untuk pementasan

Black Swan. Terlihat setiap penari menghayati gerakan yang sedang dibawakan. Jika dianalisis

dari sudut pandang komunikasi dan psikologi, terciri komunikasi kelompok dan komunikasi non

verbal.

Dalam komunikasi kelompok, para individu akan mengalami interaksi satu sama lain di

satu ruangan. Para penari akan mensinkronisasi gerakan yang mereka ciptakan setelah mendapat

rangsangan atau sensasi dari hal yang dilihat. Bagaimana caranya agar mereka tetap kompak dan

tidak terjadi kesalahan dalam satu gerakanpun.

Secara tidak langsung, dalam komunikasi kelompok tersebut juga terjadi komunikasi non

verbal. Setiap gerakan yang mereka lakukan menandakan sesuatu bahwa itu merupakan

10
komunikasi terhadap individu-individu yang lain di ruangan yang sama. Seperti komunikasi non

verbal yang seharusnya, informasi tetap dapat diterima dengan baik meskipun tanpa kata-kata.

Wanita berbaju hitam tersebut adalah Beth. Dia inspirasi terbesar Nina. Dalam scene

tersebut dikisahkan bahwa Beth sedang mengintimidasi Nina secara halus. Beth tidak suka jika

ada seseorang yang mengikuti kesusksesannya di bidang tari balet. Bahwa Beth selalu ingin

menjadi yang nomor satu di mata Thomas Leroy.

Jika dianalisis melalui teori Barthes, hal yang dilakukan Beth memiliki unsur kode

proaretik atau kode tindakan/lakuan dianggap sebagai perlengkapan utama. Karena, di sinilah

tindakan yang menjadi kunci tentang kebencian Beth terhadap Nina, juga kebenciannya terhadap

kesempurnaan. Beth menganggap bahwa kesempurnaan sama artinya dengan nonsense.

Kesempurnaan memiliki waktu yang terbatas. Karena ketika kesempurnaan itu telah diraih dalam

waktu tertentu, maka akan ada waktunya pula bahwa kesempurnaan tersebut berakhir.

11
Kesempurnaan tersebut akan terpendam dalam sesuatu yang lebih baru dan lebih disukai oleh

banyak orang dari sebelumnya.

Setelah mendapat intimidasi dari Beth, secara tidak langsung Nina ikut merasakan apa

yang Beth rasakan. Bagaimana tidak enaknya ketika eksistensi atau popularitas orang tersebut

sudah berakhir. Maka mulai dari sini, Nina ingin mencapai kesempurnaan tersebut dengan

sempurna. Nina tidak ingin mengalami apa yang dialami oleh Beth. Maksudnya adalah, setelah

Nina mencapai kesempurnaan tersbut, dia akan menghentikannya dengan sesuatu yang elegan.

Dimana pada akhirnya, orang akan menganggapnya sempurna tanpa batas.

Sosok White Swan yang diperankan oleh Nina memiliki karakter yang portagonis. Bisa

dilihat dari raut wajah yang ditampilkan betapa White Swan adalah seorang yang lembut dan

baik hati. Namun di sisi lain, raut itu juga terlihat White Swan sedang dalam keadaan rapuh.

Nina tidak memiliki kesulitan yang berarti saat menjalani peran ini. Karena Nina yang

asli memiliki karakter seperti White Swan. Dia terlihat nyaman dan tanpa tekanan ketika

12
memerankan sosok White Swan. Dia hanya perlu berkonsentrasi terhadap gerakan-gerakan yang

diberikan agar mencapai sesuatu yang indah untuk dinikmati oleh para hadirin.

Perubahan karakter yang drastis telah terjadi di sini. Nina harus berkutat dengan dua

tokoh yang memiliki karakter sangat berbeda. Setelah dia memerankan sosok White Swan yang

portagonis, dia harus berganti peran sebagai sosok Black Swan yang antagonis. Bisa terlihat dari

perubahan raut wajah yang tercetak jelas.

Dari tatapannya pun, sangat terlihat bahwa Black Swan memiliki pribadi yang licik dan

akan mendapatkan segala sesuatunya tanpa ada yang bisa menghalangi. Di sini, komunikasi non

verbal pun terjadi. Komunikasi yang dilakukan antara Nina sebagai pemeran Black Swan dengan

para hadirin yang menonton pentas tersebut. Maka dapat dikatakan bahwa komunikasi yang

terjadi berlangsung efektif. Karena setiap Nina berganti peran dan melakukannya dengan baik,

hadirin akan memberikan feedback berupa tepuk tangan sebagai tanda apresiasi.

13
Hasilnya, dari berhari-hari latihan yang telah dilakukan, Nina sanggup membawakan

karakter White Swan dan Black Swan secara bersamaan. Telah terjadi rangkaian antara proses

sensasi, presepsi, memori, dan berpikir dengan sempurna. Hal ini terbukti jelas dari apa yang

telah Nina persembahkan kepada para hadirin bahwa ia sanggup membawakan peran tersebut.

Sensasi yang pertama dirasakan oleh Nina adalah bagaimana respon penonton terhadap

dirinya ketika ia mulai tampil. Hal ini menuai rangsangan yang positif terhadap dirinya.

14
Kepercayaan diripun timbul dan membuat Nina semakin kuat dalam menjalankan perannya

sebagai kedua tokoh tersebut.

Kemudian, dia menggunakan pengalamannya selama berlatih sebagai presepsi. Presepsi

adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Maka tafsiran pesan bagi Nina tentang respon

penonton adalah sebagai acuan utamanya dalam melanjutkan pementasan.

Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan

sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Terlihat jelas dari respon tersebut

yang merupakan atensi, akan memberikan ekspektasi kepada Nina bahwa pementasan kali ini

akan berjalan dengan sukses. Ekspektasi atau harapan inilah yang kemudian memberikan

motivasi lebih agar dia memberikan yang terbaik.

Ketika pementasan sedang berlangsung, Nina pun memanfaatkan memori yang dia miliki

sebagai sesuatu yang utama. Memori akan sesuatu yang berhubungan dengan pementasan

tersebut, yaitu latihan. Memori inilah yang menjadi hal dasar bagi Nina ketika ia akan

melanjutkan pementasan. Karena tanpa memori, Nina tidak akan ingat apapun tentang apa yang

sudah dilatih sebelumnya.

Dari memori yang sudah Nina miliki, ia mulai berpikir. Bagaimana saat berpikir adalah

saat yang menentukan. Karena dia harus cepat tanggap menggunakan memori yang sebelumnya

ia telah miliki dengan berpikir. Sepanjang pertunjukan pun. Nina tidak berhenti berpikir tentang

transformasi dari gerakan yang satu ke gerekan yang lainnya, juga tentang perubahan karakter

yang harus ia tekuni hampir di setiap scene.

15
Gambar ini bisa dibilang memiliki peran penting di keseluruhan cerita. Di situ terlihat

Nina sedang berusaha membunuh Lily. Masih dengan dendam yang sama akan kecemburuannya

dengan Lily, Nina berusaha menyingkirkan Lily bagaimanapun caranya.

Tapi, ini tidak semata-mata terjadi tanpa alasan yang jelas. Seorang Nina tidak mungkin

melakukan hal yang sangat kejam seperti membunuh. Kita diingatkan bahwa saat itu Nina

sedang berada dalam suatu kefrustasian dan pergolakan emosi yang sangat dahsyat. Dimana

ketika itu, dia harus melawan batas-batas nilai baik dalam dirinya untuk bertransformasi kepada

sesuatu yang harus dilakukannya.

16
Saat itu Nina baru selesai tampil sebagai peran White Swan. Dalam hitungan menit, dia

harus membuat dirinya menjadi Black Swan. Lily tidak beruntung karena saat itu Nina sedang

berada di titik teratas dalam emosinya untuk mencapai karakter Black Swan. Hasilnya, dia

menjadi korban.

Bisa kita lihat, terdapat kode hermeneutik terjadi di sini. Teka-teki akan kebenaran bagi

penonton film Black Swan yang bertanya-tanya, apakah benar terjadi pembunuhan? Bahwa Nina

benar-benar membunuh Lily? Karena pada kenyataannya tidak. Kode hermeneutik akan

memunculkan penyelesaiannya di akhir cerita. Penonton akan dibuat terkejut jika mengtahui

akhir dari kisah ini.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, terjadi pergulatan batin yang sangat dahsyat

dalam diri Nina. Dia harus berjuang sangat keras agar bisa konstan memainkan peran White

Swan dan Black Swan dalam waktu bersamaan. Di sinilah teka-teki sebelumnya terjawab.

Karena ketika Nina selesai memainkan peran Black Swan, dia kembali ke ruang ganti

tempat dia membunuh Lily. Namun dalam perjalanan, ia menemukan Lily dalam keadaan baik

17
dan akan tampil bersama para penari lainnya. Nina menjadi sangat bingung akan hal yang dia

lihat.

Kebingungannya bertambah ketika ia tidak mendapati jasad Lily di ruang ganti tersebut.

Kemudian dia merasakan sesuatu yang menyakitkan dari perutnya. Barulah dia menyadari bahwa

sebenarnya bukan Lily yang dia bunuh. Melainkan, ketika transformasi karakter itu terjadi, dia

menusuk dirinya sendiri dari pecahan kaca yang lagi-lagi dia sendiri yang melakukannya.

Sesuatu yang cukup dramatis mengingat sebentar lagi dia akan kembali tampil sebagai

White Swan di scene terakhir pertunjukan. Namun Nina harus menjalankannya. Maka, saat cerita

berakhir dengan White Swan bunuh diri karena ulah Black Swan, Nina pun benar-benar seperti

‘bunuh diri’. Di gambar terlihat ekspresi Nina yang menahan rasa sakit akibat ulahnya sendiri.

Meski begitu, penonton sangat puas dengan pertunjukan yang diberikan Nina. Begitupun

dengan Thomas Leroy dan semua crew. Nina menampilkan sesuatu yang sempurna. Ambisinya

untuk mencapai kesempurnaan berhasil. Dia menjadi the next of Beth.

Tapi, kesempurnaan telah berhasil Nina capai. Dia tidak ingin seperti Beth yang hidup

dalam kemerosotan karir dan tidak menjadi sempurna seperti sebelumnya. Nina pun

menghebuskan nafas terakhir dan menorehkan kesempurnaan tiada akhir dalam hidupnya.

Karena dia meninggal dalam kesempurnaan.

18

Anda mungkin juga menyukai