Anda di halaman 1dari 4

Interpretasi Film Bertema Kebudayaan

|| Tugas Antropologi Budaya


Nikolas Novan Risbayana
NPM : 6122001013
(Jurusan Filsafat Keilahian, Semester III)

Judul Film : “Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak”


Tahun Rilis : 2017
Genre : Drama
Sutradara : Mouly Surya
Produksi : Cinesurya, HOOQ Originals, Kaninga Pictures
Durasi : 1 jam 33 menit
Judul Lain : Marlina the Murderer in Four Acts
Settimg : Perbukitan Sabana di Sumba, Nusa Tenggara Timur

1. Interpretasi Kebudayaan Atas Film “Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak”


Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak mengisahkan perjalanan seorang
janda di pedalaman Sumba yang bernama Marlina dalm mencari keadilan atas kejadian
pemerkosaan dan penjarahan yang dialaminya. Ia tinggal sendiri karena anaknya, Topan,
meninggal saat masih delapan bulan di dalam kandungan. Marlina menjadi janda Ketika
suaminya meninggal dunia. Dalam situasi tersebut, Marlina terlilit utang atas pembiayaan
penguburan untuk anaknya. Hal tersebut menjadikan Marlina tidak mampu membiayai
penguburan untuk suaminya sesuai dengan adat dan tradisi Marapu. Akibatnya, jenasah
suaminya dijadikan mumi dan hanya dibungkus oleh kain tenun yang merupakan kain khas
Sumba. Jenasah suaminya ini diletakan di ruang tamu dalam keadaan terbungkus dan dalam
posisi jongkok.
Dalam situasi kesendiriannya itu, Marlina didatangi oleh sekelompok penagih utang
yang hendak merampas segala harta yang dimiliki Marlina sebagai pembayaran atas utang-
utangnya. Selain merampas harta bendanya, para penagih utang itu juga memperkosa
Marlina. Sebagai bentuk perlawanannya, Marlina meracun para penagih utang tersebut dan
memenggal kepala pemimpin kelompok tersebut yang bernama Markus.
Adat Kematian Sumba
Dalam kepercayaan masyarakat Sumba yaitu kepercayaan Marapu, kematian
merupakan suatu proses peralihan dari kehidupan fana menuju kehidupan baka. Setiap
jenasah yang belum dapat dikuburkan sesuai dengan adat Sumba harus ditempatkan di dalam
rumah dengan terbungkus oleh kain tenun. Posisi jenasah tersebut adalah jongkok atau duduk
yang dimana kedua kakinya dibuat menyilang. Posisi ini menyimbolkan posisi janin di dalam
kandungan. Dengan demikian, posisi tersebut mengartikan ‘janin kematian’ yang akan lahir
ke kehidupan baru, yakni alam baka. Selain itu, posisi jongkok juga dimaksudkan agar
kekuatan jahat atau kekuatan hitam yang mungkin dimiliki seseorang, pada saat ia meninggal
tidak sampai melepaskan diri dari jenasah tersebut sehingga menimpa orang-orang di sekitar.

Batu Nisan
Dalam salah satu adegan terlihat bahwa di depan rumah Marlina terdapat batu yang
tertata rapi sehingga terbentuk seperti meja. Susunan batu tersebut adalah batu nisan atau
batu makam yang merupakan ciri khas masyarakat Sumba. Batu nisan tersebut adalah milik
anaknya, Topan, yang meninggal saat masih delapan bulan di dalam kandungan. Masyarakat
Sumba percaya bahwa penempatan makam di dapan halaman rumah merupakan sebuah
penghormatan keluarga terhadap roh leluhur atau sanak keluarga yang terlebih dahulu
meninggal. Selain itu, masyarakat Sumba percaya bahwa tiap rumah yang masih ditempati
dengan kehidupan seseorang haruslah berdampingan dengan rumah mereka yang sudah
meninggal atau bisa juga disebut dengan pemakaman. Hal ini dapat dipercaya agar tetap
terjaganya kedekatan antara roh atau arwah dengan keluarganya yang masih hidup. Tipe batu
nisan yang digunakan dalam pemakaman ini adalah tipe batu nisan dolmen bertiang yang
dimana berbentuk persegi panjang dan memiliki empat buah tiang sebagai penyanggah. Di
Sumba, makam dolmen bertiang ini sering disebut dengan “kubur meja” atau “kubur rumah”
dikarenakan bentuknya mengingatkan dengan bentuk dari rumah panggung persegi empat
panjang.

Tradisi Penggal Kepala


Di Sumba, memotong kepala musuh merupakan suatu tradisi yang sempat dilakukan
secara turun temurun. Dahulu saat perang antar suku masih sering terjadi, setiap suku yang
kalah perang kepalanya akan ditaruh di atas Andung untuk dipenggal. Hal ini dilakukan
untuk rasa kebanggaan telah memenangi peperangan dan menaklukan musuh. Antara Sumba
Timur dan Sumba Barat memiliki tujuan yang berbeda dalam berburu kepala manusia. Jika di
Sumba Timur mereka melakukannya dengan tujuan untuk penaklukan wilayah musuh,
sementara Sumba Barat sebagai tindakan balas dendam. Meskipun berbeda tujuan, tetapi
mereka sama sama menyimpan tengkorak yang berhasil mereka kumpulkan. Di Sumba
Timur mereka akan menggantungnya, namun di Sumba Barat mereka akan kembalikan
kepada keluarga yang mereka penggal kepalanya.

2. Pesan Sentral
Sekilas, film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak hendak menampilakan
bentuk perlawanan kaum perempuan terhadap budaya patriarki. Namun sebenarnya yang
hendak ditampilakan adalah bukan semata-mata perlawanan kaum perempuan tetapi juga
perjuangan kaum perempuan dalam menghadapi diskriminasi akibat keganasan patriarki
yang terjadi di masyarakat. Kehadiran tokoh Marlina dalam film ini tampaknya hendak
menampilkan keteguhan dan ketegaran perempuan dalam menghadapi berbagai tekanan yang
diakibatkan oleh budaya patriarki. Meskipun bentuk perjuangan yang ditampilkan oleh
Marlina terkesan kejam, penonton seperti diarahkan untuk menerima sikap yang diambil oleh
Marlina. Melalui film ini, kaum perempuan bukan berarti diarahkan untuk memperjuangkan
keadilan dengan tindakan brutal dan kejam melainkan untuk mendorong agar memiliki
kekuatan dan keberanian dalam menghadapi penindasan yang dialaminya.

3. Relevansi Film Dengan Kehidupan Saya Saat Ini


Dalam kehidupan saya saat ini, budaya patriarki memang masih dominan di
kehidupan bermasyarakat. Kebudayaan daerah menjadi salah satu sumber yang membawa
dan mengembangkan budaya ini. Akibatnya, dalam kehidupan modern pun, dominasi laki-
laki terhadap perempuan masih terjadi. Meskipun perjuangan kesetaraan gender sudah
banyak digaungkan dan peran perempuan dalam kehidupan masyarakat sudah mulai diakui,
diskriminasi dan penindasan terhadap perempuan masih sering terjadi. CATAHU (Catatan
Tahunan) 2020 Komnas Perempuan pada 5 Maret 2021, menampilkan bahwa jumlah kasus
Kekerasan terhadap Perempuan (KtP) sepanjang tahun 2020 sebesar 299.911 kasus. Dari data
tersebut terlihat bahwa angka kekerasan terhadap perempuan masih terlampau tinggi.
Film ini tidak hanya mendorong kaum perempuan untuk lebih berani dan kuat dalam
menghadapi penindasan tetapi juga menyadarkan masyarakat akan pentingnya
memperjuangkan kesetaraan gender. Para penonton juga disadarkan bahwa budaya patriarki
yang bersumber dari kebudayaan atau tradisi daerah perlu dikaji ulang dan berbagai
diskriminasi yang muncul sebagai akibat dari pelaksanan kebudayaan tersebut harus segera
diatasi. Di sini dapat dilihat bahwa budaya yang telah bertahan secara turun-temurun rupanya
tidak sepenuhnya benar dan dapat diterima, khusunya dalam kehidupan saat ini.
Melalui film ini, saya disadarkan untuk selalu menghargai martabat perempuan.
Sebagai seorang laki-laki yang menghadapi situasi budaya patriarki di masyarakat, saya
didorong untuk tidak melanjutkan kebiasaan dan pandangan yang cenderung merendahkan
martabat perempuan.

Anda mungkin juga menyukai