Laporan
Tugas 2 Kelompok
Oleh :
KELOMPOK 3
Muhammad Hassan Rafi Akbari 15120035
Bummy Akbar 15120019
Fattah Ghiffari 12820026
Aulia Fajriaturrakhmah 18220024
Halal terkait dalam setiap aspek kehidupan, seperti sumber pendapatan, sikap dalam
memperlakukan produk, religiusitas, dan lain-lain. Hukum halal mengutamakan
aturan dalam makanan karena makanan berdampak langsung terhadap kesehatan dan
perilaku manusia. Mengonsumsi produk haram dapat membahayakan kesehatan fisik
serta dalam sisi keagamaan dianggap melanggar aturan sekaligus akidah Islam.
Obatan-obatan dan peralatan kosmetik halal semakin dikenal dan banyak digunakan
di seluruh dunia. Pasar halal global terus berkembang, termasuk kepada konsumen-
konsumen non muslim. Konsumen non muslim menganggap produk halal memiliki
standar jaminan kualitas yang lebih ketat serta kehalalan dapat menjadi tolak ukur
diterimanya kesesuaian produk dalam perdagangan dengan umat Islam. Produk
kosmetik halal tidak boleh menganbung bahan yang berasal dari babi, bangkai, darah,
bagian tubuh manusia, hewan pemangsa, reptil, dan serangga. Bahan komestik juga
harus berasal dari hewan yang disembelih sesuai hukum Islam sama seperti pada
hukum halal pada makanan. Dalam proses produksi produk kosmetik halal ,
pemeliharaan kebersihan harus selalu dipastikan.
Berbagai bahan dasar kosmetik dapat dikategorikan sebagai bahan halal, bahan yang
haram, serta bahan yang kritis dan diragukan kehalalannya (syubhat). Berikut
merupakan kategori bahan-bahan kosmetik berdasarkan hukumnya.
Bahan kosmetik halal adalah bahan-bahan yang berasal dari berbagai jenis tumbuhan,
hewan, ataupun bahan kimia sintetik yang memenuhi kriteria berikut:
1. Dihukumi halal menurut hukum Islam berdasarkan dalil. Dalam kasus ini, contoh
bahan yang halal adalah bahan yang secara umum tidak dihukumi haram
berdasarkan syariat, yaitu bahan yang mengandung selain unsur babi, khamr,
serangga kotor, dan bangkai. Contohnya seperti ekstrak tumbuhan, minyak dari
tumbuhan dan hewan halal, dan bahan-bahan kimia alami maupun sintetik yang
aman dan berbahan dasar dari sesuatu yang halal.
2. Memenuhi kaidah berupa bahan yang bersifat aman digunakan dan tidak
menimbulkan efek bahaya bagi tubuh. Bahan yang halal adalah bahan yang juga
bersifat baik (thayyib) khususnya bagi tubuh, yaitu bermanfaat dan tidak
menimbulkan bahaya. Contoh bahan tersebut adalah vitamin, minyak tumbuhan,
dan antioksidan.
3. Bahan yang tidak bersifat najis serta tidak bercampur dengan zat-zat yang bersifat
najis. Dalam proses produksi, kehalalan produk terjamin selama bahan baku
bersifat halal, aman, dan sama sekali terhindar dari kontaminasi zat-zat yang
bersifat najis.
Semua kriteria tersebut harus terpenuhi tanpa terkecuali untuk digolongkan sebagai
produk kosmetik yang halal. Apabila terdapat kriteria tersebut yang tidak terpenuhi,
maka status kehalalannya ditolak dan dapat dihukumi haram.
Bahan kosmetik haram adalah bahan yang berasal dari sesuatu yang diharamkan
menurut hukum Islam berdasarkan hal berikut:
1. Haram menurut dalil. Secara tekstual, beberapa contoh bahan kosmetik yang
haram adalah yang mengandung babi (seluruh bagiannya), mengandung khamr,
ataupun mengandung sesuatu yang berasal dari bagian manusia. Bahan apapun
yang mengandung hal tersebut dihukumi haram secara mutlak, meskipun
kandungan bahan tersebut dalam suatu produk sangat sedikit.
2. Haram karena sifatnya yang membahayakan tubuh. Bahan yang berbahaya bagi
tubuh akan merusak tubuh. Padahal secara fitrah, manusia wajib menjaga
tubuhnya dan terhindar dari bahaya. Contoh bahan tersebut adalah zat kimia
berbahaya seperti merkuri, zat berkadar asam tinggi (korosif), dan zat berbahaya
lainnya.
3. Haram karena bersifat najis ataupun karena terkena najis. Contoh bahan yang
bersifat najis adalah babi, darah, bahan yang berasal dari kotoran hewan, serta
alkohol jenis tertentu yang bersifat seperti khamr. Bahan halal dan suci yang
terkena najis dalam proses produksi juga dapat dihukumi haram.
2.4. Lembaga Hukum yang Berwenang dalam hal Halal dan Haram
Masalah Halal dan Haram berkaitan dengan syariat dan ketentuan hukum Islam.
Sehingga perlu dilakukan pengawasan terhadap produk khususnya kosmetik oleh
lembaga-lembaga hukum formal dan legal, serta mengikuti standar halal dan haram
menurut hukum Islam secara benar.
Hal ini berguna agar tercipta rasa aman bagi masyarakat muslim yang hendak
membeli produk kosmetik.
Produsen harus membuat manual internal untuk sistem jaminan halal yang mencakup
komponen tentang kebijakan halal, pedoman halal, organisasi manajemen halal,
prosedur operasi tandar, sistem administrasi, hingga sistem tinjauan manajemen.
Beberapa poin perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan sistem jaminan halal,
seperti dokumen lengkap yang menunjukkan sistem jaminan halal, spesifikasi bahan
yang komprehensif, sertifikasi halal yang lengkap dan valid untuk bahan dan fasilitas,
dan lain-lain.
Pengembangan formulasi kosmetik halal harus dimulai dengan bahan yang tidak
diragukan lagi kehalalannya. Pembuatan produk kosmetik halal harus diproduksi
sesuai standar untuk menjamin mutu dan keamanan produk. Tempat produksi juga
perlu dipastikan agar tidak terkontaminasi oleh bahan non-halal. Kemudian, produsen
harus memastikan bahwa gudang dan jalur produksi bersetifikat halal. Semua proses
harus diberi label yang jelas dengan tanda yang bertuliskan halal agar tidak tercampur
oleh produk non-halal. Produk kosmetik halal harus diberi label sesuai dengan
persyaratan pelabelan yang ditentukan oleh badan pengatur masing-masing negara.
Nama kosmetik halal tidak boleh disingkat agar tidak menimbulkan kebingungan.
Bahan kemasan menjadi perhatian juga dalam pembuatan kosmetik halal. Bahan-
bahan yang digunakan dalam pembuatan kemasan primer dan sekunder juga harus
memenuhi standar halal. Sistem distribusi harus memastikan produk kosmetik halal
mencapai pasar dengan tetap mempertahankan status kehalalannya. Produk kosmetik
halal direkomendasikan dikirim secara terpisah dari produk non-halal untuk
emnghindari kontaminasi silang.
4.1 Penetrasi Air melalui at Kuku Terapan atau Kosmetik yang Sulit Dicuci
Kriteria khusus untuk kosmetik halal yang diterapkan pada kulit adalah
kemampuannya untuk memungkinkan penetrasi air. Konsep penggolongan cat kuku
sebagai produk kosmetik halal masih menjadi perdebatan. Namun, ada metode yang
jelas yang menunjukkan daya tembus cat kuku yang dirancang khusus dengan air.
"Membilas" kuku dapat dicapai ketika sejumlah besar air menembus lapisan yang
diterapkan cat kuku dan mencapai dasar kuku. Breathability (udara/oksigen) dan
permeabilitas uap air memiliki telah diklaim untuk formulasi cat kuku berbasis air
menggunakan tes yang ditentukan dalam DIN 53380-3 dan DIN 53122-1 [106]. Tes
ini, bagaimanapun, tampaknya tidak mencerminkan kondisi penggunaan yang
sebenarnya seperti : aplikasi ke kukuu atau membilas sebelum ritual.
6. Kesimpulan
Dalam mengembangkan sebuah produk halal, memastikan bahan yang digunakan,
proses pembuatan, dan kinerja produk merupakan hal yang penting. Penggunaan
metode-metode ilmiah untuk pengembangan kosmetik halal harus disebarluaskan dan
dimajukan lagi. Hal ini dapat menghasilkan produk yang aman, efektif, murni, dan
sensitive terhadap kebutuhan muslim.