Anda di halaman 1dari 7

RESUME ARTIKEL DENGAN JUDUL “HALAL COSMETICS:

A REVIEW ON INGREDIENTS, PRODUCTION, AND


TESTING METHODS “

Laporan
Tugas 2 Kelompok

Oleh :
KELOMPOK 3
Muhammad Hassan Rafi Akbari 15120035
Bummy Akbar 15120019
Fattah Ghiffari 12820026
Aulia Fajriaturrakhmah 18220024

AGAMA DAN ETIKA ISLAM (KU2061)


FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2021
1. Pendahuluan
Halal dapat diartikan sebagai seusatu yang diperbolehkan, sedangkan lawan katanya,
yaitu haram berati dilarang dalam hukum Islam. Konsep Halalan-Toyyiban adalah
konsep yang menanggap suatu produk halal, sehat, dan tidak menimbulkan risiko
kesehatan apa pun dalam produk tersebut. Istilah halal sering hanya dikaitkan dalam
makanan. Namun, istilah halal mencakup semua selain makanan.

Halal terkait dalam setiap aspek kehidupan, seperti sumber pendapatan, sikap dalam
memperlakukan produk, religiusitas, dan lain-lain. Hukum halal mengutamakan
aturan dalam makanan karena makanan berdampak langsung terhadap kesehatan dan
perilaku manusia. Mengonsumsi produk haram dapat membahayakan kesehatan fisik
serta dalam sisi keagamaan dianggap melanggar aturan sekaligus akidah Islam.

Obatan-obatan dan peralatan kosmetik halal semakin dikenal dan banyak digunakan
di seluruh dunia. Pasar halal global terus berkembang, termasuk kepada konsumen-
konsumen non muslim. Konsumen non muslim menganggap produk halal memiliki
standar jaminan kualitas yang lebih ketat serta kehalalan dapat menjadi tolak ukur
diterimanya kesesuaian produk dalam perdagangan dengan umat Islam. Produk
kosmetik halal tidak boleh menganbung bahan yang berasal dari babi, bangkai, darah,
bagian tubuh manusia, hewan pemangsa, reptil, dan serangga. Bahan komestik juga
harus berasal dari hewan yang disembelih sesuai hukum Islam sama seperti pada
hukum halal pada makanan. Dalam proses produksi produk kosmetik halal ,
pemeliharaan kebersihan harus selalu dipastikan.

Walaupun produk farmasi telah mengalami kemajuan ilmiah, upaya dalam


pengembangan produk kosmetik halal harus ditelaah lebih lanjut untuk memenuhi
kebutuhan pasar global. Dari segi sumber bahan hingga metode produksinya, prroduk
kosmetik halal harus memenuhi ritual dan aturan Islam. Meskipun metode deteksi
bahan haram sudah ada, tetapi pengembangan kosmetik halal dan penilaian kinerja
produk masih dalam tahap awal. Produki kosmetik masih didominasi oleh produsen
kosmetik non-halal yang metode produksinya tidak sesuai dengan syarat halal. Oleh
karena itu, pengembangan dokumen panduan dalam produksi kosmetik halal sangat
diperlukan.

2. Sumber Bahan-Bahan Kosmetik Halal


Produk kosmetik halal tentunya merupakan kosmetik yang terbuat dari bahan-bahan
yang halal, serta diproduksi dengan sistem secara halal, meskipun ditujukan untuk
bagian tubuh tertentu dengan tujuan membersihkan, melindungi, ataupun mengubah
penampilan tubuh. Kosmetik terdiri dari berbagai jenis bahan alami ataupun kimia,
seperti air, minyak, surfaktan, polimer, antioksidan, bahan-bahan organik, dan lain-
lain. Keberagaman bahan dasar tersebut harus dievaluasi dan dikritisi dengan seksama
dan penuh rasa tanggung jawab dalam proses produksi kosmetik. Produsen harus
bekerja sama dengan pemasok bahan yang telah terjamin kehalalannya untuk menjaga
produk yang dihasilkan kepada masyarakat adalah produk yang halal dan aman untuk
digunakan.

Berbagai bahan dasar kosmetik dapat dikategorikan sebagai bahan halal, bahan yang
haram, serta bahan yang kritis dan diragukan kehalalannya (syubhat). Berikut
merupakan kategori bahan-bahan kosmetik berdasarkan hukumnya.

2.1. Bahan Kosmetik Halal dan Diperbolehkan

Bahan kosmetik halal adalah bahan-bahan yang berasal dari berbagai jenis tumbuhan,
hewan, ataupun bahan kimia sintetik yang memenuhi kriteria berikut:

1. Dihukumi halal menurut hukum Islam berdasarkan dalil. Dalam kasus ini, contoh
bahan yang halal adalah bahan yang secara umum tidak dihukumi haram
berdasarkan syariat, yaitu bahan yang mengandung selain unsur babi, khamr,
serangga kotor, dan bangkai. Contohnya seperti ekstrak tumbuhan, minyak dari
tumbuhan dan hewan halal, dan bahan-bahan kimia alami maupun sintetik yang
aman dan berbahan dasar dari sesuatu yang halal.

2. Memenuhi kaidah berupa bahan yang bersifat aman digunakan dan tidak
menimbulkan efek bahaya bagi tubuh. Bahan yang halal adalah bahan yang juga
bersifat baik (thayyib) khususnya bagi tubuh, yaitu bermanfaat dan tidak
menimbulkan bahaya. Contoh bahan tersebut adalah vitamin, minyak tumbuhan,
dan antioksidan.

3. Bahan yang tidak bersifat najis serta tidak bercampur dengan zat-zat yang bersifat
najis. Dalam proses produksi, kehalalan produk terjamin selama bahan baku
bersifat halal, aman, dan sama sekali terhindar dari kontaminasi zat-zat yang
bersifat najis.

Semua kriteria tersebut harus terpenuhi tanpa terkecuali untuk digolongkan sebagai
produk kosmetik yang halal. Apabila terdapat kriteria tersebut yang tidak terpenuhi,
maka status kehalalannya ditolak dan dapat dihukumi haram.

2.2. Bahan Kosmetik Haram dan Tidak Diperbolehkan

Bahan kosmetik haram adalah bahan yang berasal dari sesuatu yang diharamkan
menurut hukum Islam berdasarkan hal berikut:

1. Haram menurut dalil. Secara tekstual, beberapa contoh bahan kosmetik yang
haram adalah yang mengandung babi (seluruh bagiannya), mengandung khamr,
ataupun mengandung sesuatu yang berasal dari bagian manusia. Bahan apapun
yang mengandung hal tersebut dihukumi haram secara mutlak, meskipun
kandungan bahan tersebut dalam suatu produk sangat sedikit.
2. Haram karena sifatnya yang membahayakan tubuh. Bahan yang berbahaya bagi
tubuh akan merusak tubuh. Padahal secara fitrah, manusia wajib menjaga
tubuhnya dan terhindar dari bahaya. Contoh bahan tersebut adalah zat kimia
berbahaya seperti merkuri, zat berkadar asam tinggi (korosif), dan zat berbahaya
lainnya.

3. Haram karena bersifat najis ataupun karena terkena najis. Contoh bahan yang
bersifat najis adalah babi, darah, bahan yang berasal dari kotoran hewan, serta
alkohol jenis tertentu yang bersifat seperti khamr. Bahan halal dan suci yang
terkena najis dalam proses produksi juga dapat dihukumi haram.

2.3. Bahan Kosmetik yang Meragukan (Syubhat)


Bahan kosmetik yang dkategorikan meragukan (Syubhat) adalah bahan-bahan yang
asal mulanya diragukan kehalalannya, akibat keadaan-keadaan tertentu dan sifat-sifat
tertentu yang tidak diketahui secara pasti keaslian zat tersebut. Contoh bahan yang
dimaksud adalah gelatin (yang kemungkinan bisa berasal dari hewan halal, hewan
haram, ataupun hewan halal yang tidak disembelih secara syariat sehingga dihukumi
haram). Contoh lainnya adalah alkohol, hal ini terjadi karena beberapa jenis alkohol
ada yang memabukkan (bersifat khamr). Bahan yang syubhat dapat dihindari dengan
cara pengawasan bahan baku dan proses produksi secara ketat dan diketahui dengan
jelas asal-usulnya.

2.4. Lembaga Hukum yang Berwenang dalam hal Halal dan Haram
Masalah Halal dan Haram berkaitan dengan syariat dan ketentuan hukum Islam.
Sehingga perlu dilakukan pengawasan terhadap produk khususnya kosmetik oleh
lembaga-lembaga hukum formal dan legal, serta mengikuti standar halal dan haram
menurut hukum Islam secara benar.
Hal ini berguna agar tercipta rasa aman bagi masyarakat muslim yang hendak
membeli produk kosmetik.

Pengawas Produk Kosmetik Deskripsi


ISO 22716:2007 Good Manufacturing Practices
Guidelines for Cosmetics
OIC/SMIIC 4:2008 Islamic Countries – Halal Cosmetics
Requirements
GSO 2055-4:2014 Gulf Cooperation Council
Standardization Organization
LPPOM MUI: HAS23000:1 MUI Halal Certification
Requirements
ASEAN Cosmetics Directives ASEAN Guiding Document for
Cosmetics Manufacturers
MS 2200-1:2008 Islamic Consumer Goods Part 1:
Cosmetics and Personal Care
General Guidlines
NPRA Guidelines: 2017 Guidelines for Control of Cosmetics
Products in Malaysia

3. Produksi Kosmetik Halal


Produksi kosmetik halal tidak hanya memerlukan sumber bahan yang tepat untuk
menjadi produk halal. Para produsen juga perlu memiliki sistem jaminan halal. Suatu
sistem jaminan halal harus dikembangkan dan disesuaikan dengan syarat sertifikasi
kehalalan produk kosmetik. Tujuannya adalah untuk mempertahankan proses
produksi halal untuk memastikan kepatuhan terhadap badan pengatur halal.

Produsen harus membuat manual internal untuk sistem jaminan halal yang mencakup
komponen tentang kebijakan halal, pedoman halal, organisasi manajemen halal,
prosedur operasi tandar, sistem administrasi, hingga sistem tinjauan manajemen.
Beberapa poin perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan sistem jaminan halal,
seperti dokumen lengkap yang menunjukkan sistem jaminan halal, spesifikasi bahan
yang komprehensif, sertifikasi halal yang lengkap dan valid untuk bahan dan fasilitas,
dan lain-lain.

Pengembangan formulasi kosmetik halal harus dimulai dengan bahan yang tidak
diragukan lagi kehalalannya. Pembuatan produk kosmetik halal harus diproduksi
sesuai standar untuk menjamin mutu dan keamanan produk. Tempat produksi juga
perlu dipastikan agar tidak terkontaminasi oleh bahan non-halal. Kemudian, produsen
harus memastikan bahwa gudang dan jalur produksi bersetifikat halal. Semua proses
harus diberi label yang jelas dengan tanda yang bertuliskan halal agar tidak tercampur
oleh produk non-halal. Produk kosmetik halal harus diberi label sesuai dengan
persyaratan pelabelan yang ditentukan oleh badan pengatur masing-masing negara.
Nama kosmetik halal tidak boleh disingkat agar tidak menimbulkan kebingungan.

Bahan kemasan menjadi perhatian juga dalam pembuatan kosmetik halal. Bahan-
bahan yang digunakan dalam pembuatan kemasan primer dan sekunder juga harus
memenuhi standar halal. Sistem distribusi harus memastikan produk kosmetik halal
mencapai pasar dengan tetap mempertahankan status kehalalannya. Produk kosmetik
halal direkomendasikan dikirim secara terpisah dari produk non-halal untuk
emnghindari kontaminasi silang.

4. Metode Pengujian Kosmetik Halal


Dalam analisis kosmetik halal, sumber model kulit adalah Batasan utama yang unik
untuk regulasi pengujian kosmetik, cita-cita ilmu kulit, dan system halal.meskipun
manusia ataupun telinga babi sering digunakan dalam pengujian kosmetik, ini secara
langsung bertentangan dengan ilmu halal, tidak adanya artikel berbasiis manusia atau
babi. Kulit yang berasal dari biologi akan ideal untuk kepentingan ini karena fungsi
penghalang alami . Terlepas dari keterbatasan yang diketahui ini, rekomendasi
progresif harus dipenuhi untuk memungkinkan evaluasi kosmetik cocok untuk
menjadi halal. Dalam makalah ini, kami mengusulkan penggunaan model silicon
membran atau Strat-M untuk eksperimen permeasi, yang mendukung prinsip halal-
haram. Sistem, reproduktifitas data, dan kemudahan penggunaan. Tidak dapat
dihindari, model kulit yang direkonstruksi 3D mungkin digunakan dalam menentukan
distribusi bahan kimia ke dalam stratum korneum (SC) dan epidermis yang layak dan
dermis(VED).

4.1 Penetrasi Air melalui at Kuku Terapan atau Kosmetik yang Sulit Dicuci
Kriteria khusus untuk kosmetik halal yang diterapkan pada kulit adalah
kemampuannya untuk memungkinkan penetrasi air. Konsep penggolongan cat kuku
sebagai produk kosmetik halal masih menjadi perdebatan. Namun, ada metode yang
jelas yang menunjukkan daya tembus cat kuku yang dirancang khusus dengan air.
"Membilas" kuku dapat dicapai ketika sejumlah besar air menembus lapisan yang
diterapkan cat kuku dan mencapai dasar kuku. Breathability (udara/oksigen) dan
permeabilitas uap air memiliki telah diklaim untuk formulasi cat kuku berbasis air
menggunakan tes yang ditentukan dalam DIN 53380-3 dan DIN 53122-1 [106]. Tes
ini, bagaimanapun, tampaknya tidak mencerminkan kondisi penggunaan yang
sebenarnya seperti : aplikasi ke kukuu atau membilas sebelum ritual.

4.2 Menentukan Premeasi Alkohol , dan Zat Pelarut/Komestik Asal Kritir


Penggunaan bahan dalam pengembangan formulasi kosmetik digunakan sesuai
dengan tujuan yang dimaksudkan. Bahan aktif kosmetik digunakan terutama untuk
tujuan mereka aktivitas (misalnya, pemutih kulit, anti-penuaan). Eksipien (misalnya,
etanol, pelarut lain) digabungkan ke mempromosikan kelarutan zat aktif/partisi ke
dalam SC atau hanya untuk meningkatkan kesan taktil atau psikorheologi. Harus
dicatat bahwa etanol diperbolehkan dalam formulasi topikal untuk digunakan di antar
muslim asalkan tidak melebihi 1%. Penyerapan kedalam kulit pelarut dengan asal
yang meragukan seperti etanol dan gliserin didokumentasikan dengan baik.

4.3 Kualifikasi “Dapat Dicuci” Kosmetik


Kemampuan kosmetik terapan untuk dicuci sangat penting dengan kemurnian fisik.
Prinsip ini sangat berharga dalam pelaksanaan wudhu dan dianjurkan sebelum
membaca Al-Qur'an. Bahkan, banyak kosmetik (misalnya, body lotion, krim wajah,
cat kuku, maskara mata di antaranya) lainnya) diterapkan sebagai kosmetik
"tinggalkan" dan melekat pada kulit untuk waktu yang lama [123]. “Bisa dicuci”
kosmetik yang diterapkan dapat disimulasikan secara realistis menggunakan prosedur
sederhana yang dijelaskan dalam sebelumnya kerja [124]. Singkatnya, kosmetik yang
dioleskan pada kulit dibilas terlebih dahulu dengan air, dan dibersihkan dengan a
kapas yang sebelumnya dibasahi dengan natrium lauril sulfat (0,5%) untuk meniru
penggunaan cairan oleh konsumen sabun mandi. Terakhir, kulit dapat dibilas dengan
air untuk mencerminkan pembilasan akhir selama mandi atau mencuci.

5. Deteksi Kandungan Haram dalam Kosmetik


Kemurnian bahan yang halal merupakan dasar utama dari produk halal. Namun,
selain bahan dasar yang harus dipastikan halal, dalam suatu produk harus diperhatikan
juga bagaimana kinerjanya. Kedua hal tersebut penting untuk memastikan
pengembangan produk halal. Ada berbagai macam metode untuk mengetahui atau
mendeteksi bahan dasar yang non-halal dalam suatu produk. Contohnya,
chromatographic; high-performance liquid chromatography (HPLC), ultra-
performance liquid chromatography-time-of-flight MS, biochemical techniques;
conventional duplex polymerase chain reaction (PCR), dll. Metode yang baru-baru ini
dikembangkan, yaitu liquid chromatography-tandem MS (LC-MS/MS), menyatakan
dapat memberikan tingkat sensitivitas atau ketelitian yang baik untuk membedakan
bahan yang berasal dari sapi dan babi.
Dalam makalah ini, penulis ingin lebih mendorong penggunaan metode-metode yang
sudah dijelaskan untuk mendeteksi bahan yang non-halal dalam produk.

6. Kesimpulan
Dalam mengembangkan sebuah produk halal, memastikan bahan yang digunakan,
proses pembuatan, dan kinerja produk merupakan hal yang penting. Penggunaan
metode-metode ilmiah untuk pengembangan kosmetik halal harus disebarluaskan dan
dimajukan lagi. Hal ini dapat menghasilkan produk yang aman, efektif, murni, dan
sensitive terhadap kebutuhan muslim.

Anda mungkin juga menyukai