Anda di halaman 1dari 4

HASIL DISKUSI MENGENAI ARTIKEL DENGAN JUDUL

“DEFENDING RELIGIOUS PLURALISM FOR RELIGIOUS


EDUCATION “ KARYA ANDREW DAVIS

Laporan
Tugas 1 Kelompok

Oleh :
KELOMPOK 3
Muhammad Hassan Rafi Akbari 15120035
Bummy Akbar 15120019
Fattah Ghiffari 12820026
Aulia Fajriaturrakhmah 18220024

AGAMA DAN ETIKA ISLAM (KU2061)


FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2021
 Isu Artikel
Eksklusivisme agama, atau gagasan bahwa hanya satu agama yang bisa benar,
memicu kebencian dan konflik di dunia modern.
Bela pluralisme agama untuk pendidikan agama, Pendekatan pendidikan agama harus
merangkul agama yang moderat berkemajemukan.

 Teori yang Digunakan


Teori yang digunakan berdasarkan pendapat para ahli
 Barnes (2008) meringkas satu versi eksklusivisme agama sebagai 'jika keyakinan
satu agama itu benar, keyakinan beberapa agama (atau agama) lain pasti salah'.
 Pendidikan agama di Inggris telah melepaskan tanggung jawabnya untuk
mempersiapkan siswa agar hidup di masyarakat yang beragam agama, dan juga
Pendidikan di Inggris gagal mengakui bahwa keragaman agama meluas serta
menggabungkan keragaman keragaman yang ada untuk klaim kebenaran. (Barnes
2008, 69)
 Semua pluralisme agama menentang eksklusivisme, tetapi mereka menganut
sejumlah posisi yang berbeda. Dalam pluralisme Teece (2005), misalnya, agama
yang berbeda mewakili wahyu ilahi yang berbeda tetapi saling melengkapi.
 'Agama', istilah kemiripan keluarga, diterapkan pada sistem kepercayaan yang
melibatkan dewa, makhluk impersonal yang tidak dianggap sebagai pencipta, dan
bahkan pandangan dunia kurang Tuhan (Hick 2004). 
 Kedua agama hanya akan saling menoleransi untuk tujuan pragmatis, dan jika
baik iman 'menjadi dominan, prinsip toleransi tidak akan lagi diikuti (Rawls 1993,
148)

 Tujuan Penulis Artikel


Penulis berpendapat bahwa keyakinan eksklusivisme yang saling bertentangan satu
sama lain akan mengancam ko-eksistensi kedamaian. Penulis yang sangat menjunjung
tinggi pluralisme agama menentang adanya perpecahan dan hilangnya kedamaian
akibat eksklusivisme. Penulis hendak memperjuangkan wawasannya guna
meningkatkan keharmonisan sosial dan internasional. Penulis juga berharap agar
pendidikan agama yang diajarkan dilakukan dengan pendekatan pluralis dan moderat.

Penulis beranggapan bahwa dalam konteks masyarakat dan sosial, seringkali dihadapi
pada kondisi di mana kecenderungan untuk menghormati perbedaan adalah hal yang
biasa saja dan wajar. Namun, apabila terjadi suatu permasalahan dan konflik yang
sebenarnya bersifat pribadi dan hanya terjadi pada skala individu, seringkali kedua
pihak menyalahkan lawannya berkaitan dengan hal yang bersifat keyakinan dan
menggeneralisasi suatu agama dengan sifat tertentu. Dalam hal ini, penulis
menginginkan pembentukan pendidikan agama dan pola pikir yang dapat memahami
keberagaman dan kepercayaan orang lain secara general dan didasari dari banyak
sudut pandang keyakinan. Yang mana hal ini berlawanan dengan pola pikir individu
beragama yang menggeneralisasi suatu agama dan keyakinan yang berbeda tanpa
adanya peninjauan dari sudut pandang berbeda dan rasa saling menghormati.
 Hasil Temuan Penulis Artikel
Penulis artikel ini, Andrew Davis, menemukan suatu fenomena ketika orang-orang
memiliki ideologi bahwa agama mereka merupakan agama paling baik dan
menganggap agama lain salah cenderung menimbulkan pertikaian yang mengancam
perdamaian. Eksklusivisme agama menjadi suatu poin krusial karena melibatkan
pandangan negatif terhadap komitmen fundamental orang lain. Penulis berpendapat
bahwa meyakinkan tiap agama bertentangan satu sama lain dapat mengancam
koeksistensi damai, terutama melihat kondisi kehidupan saat ini yang memiliki
beragam agama dan kepercayaan.

Kehidupan dengan keberagaman agama saat ini menjadi cukup berat ketika adanya
eksklusivisme suatu agama. Penulis menemukan bahwa terdapat sebuah keberatan
dalam menanggapi pluralisme agama dan referensi kepada Tuhan. Berbagai
pemahaman referensi terhadap Tuhan menimbulkan suatu keberatan dalam toleransi
agama. Penulis juga beranggapan bahwa orang-orang belum sepenuhnya
menghormati perbedaan. Tidak jarang, ketika ada permasalahan atau pertikaian, antar
individu sering mengaitkan permasalahannya dengan agama atau kepercayaan satu
sama lain. Hal ini yang mengakibatkan kedamaian antaragama menurun.

Penulis menemukan suatu solusi untuk mengatasi permasalahan-permasalahan ini,


yaitu dengan memperkuat dan mempertahankan pendekatan pluralis dalam
pendidikan agama. Pendidikan agama harus membantu orang-orang, terutama anak-
anak untuk menghargai perbedaan agama. Perlunya suatu pemikiran bahwa orang-
orang meyakini suatu agama yang berbeda sama berharganya dengan kita meyakini
agama kita. Dalam pendidikan, siswa juga perlu untuk mengembangkan
pemahamannya tentang berbagai jenis hubungan yang diperoleh. Poin ini sangat baik
untuk dibiasakan dari kecil sehingga ketika menjalin berbagai hubungan baru yang
memiliki beragam keyakinan dan perspektif, siswa dapat menerima beragam cara
pandang dengan selalu menghormati perbedaan yang ada.

 Simpulan
Hidup berdampingan dalam keberagaman kepercayaan atau agama yang diyakini kini
menjadi sebuah tantangan besar. Munculnya sifat ekskulisivisme pada seseorang,
yaitu memiliki rasa bahwa agama mereka merupakan agama paling baik dan
menganggap agama lain salah menjadi salah satu tantangan yang kini sering dihadapi.
Sifat ini tentunya dapat membuat kehidupan manusia di bumi menjadi tidak selaras
dan dapat menimbulkan perselisihan antar agama.

Penulis menyatakan bahwa ia tidak ingin kepercayaan eksklusivisme ini semakin


muncul diantara kalangan generasi muda. Menurut penulis, salah satu cara mendasar
untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan memberikan pemahaman tentang
pluralisme agama melalui pendidikan keagamaan di institusi pendidikan. Dengan ini,
diharapkan para generasi muda diberi pondasi agar dapat memahami keberagaman
kepercayaan, tidak merasa eksklusivisme atas agamanya, serta bisa memiliki sudut
pandang yang beragam mengenai kehidupan beragama.

 Rekomendasi Penulis Artikel


Dalam artikelnya, penulis merekomendasikan pendidikan keberagaman keagamaan
pada institusi-institusi pendidikan. Pendidikan tersebut harus mengajarkan sikap
toleransi dan saling menghormati antar umat beragama karena siswa atau generasi
muda perlu mengembangkan pemahaman tentang keberagamaaan serta hubungan
antar agama sejak dini.

Anda mungkin juga menyukai