Anda di halaman 1dari 48

Mata Pelajaran 1

ANALISA VEKTOR,
KUADRAN DAN LOAD
PROFILE
1. ANALISA VEKTOR, KUADRAN DAN
LOAD PROFILE

TUJUAN PELAJARAN : Setelah menyelesaikan pelajaran ini peserta mampu


menganalisa vektor, kuadran dan load profile pada
data AMR sesuai dengan SPLN yang berlaku.

DURASI : 6

PENYUSUN : 1. Eko Supriyanto (Distribusi Jawa Timur)


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ..............................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................................iii

DAFTAR TABEL ......................................................................................................................iv

ANALISA VEKTOR, KUADRAN DAN LOAD PROFILE ...........................................................1

1. TEORI VEKTOR , FASOR DAN POWER QUALITY ......................................................1

1.1. Vektor Arus dan Tegangan ...................................................................................... 1

1.2. Kuadran ................................................................................................................. 14

1.3. Power Quality ........................................................................................................ 15

1.4. Konsep Daya ......................................................................................................... 19

1.5. Konsep Daya Beban Modern ................................................................................. 20

1.6. Kaitan Harmonik dan Susut ................................................................................... 22

2. ANALISA .......................................................................................................................23

2.1. Analisa Vektor dan Load Profile dalam Keadaan Normal....................................... 23

2.2. Faktor – Faktor Penyebab Kelainan pada Phasor dan Load Profile ....................... 30

2.3. Analisa Vektor terhadap Kuadran .......................................................................... 31

2.4. Analisa Kelainan pada Vektor/ Phasor & Load Profile ........................................... 33

2.5. Kelainan Load Profile & Penyebabnya................................................................... 39

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal ii


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Vektor Rangkaian R-L Seri....................................................................................... 1

Gambar 2. Rangkaina R-L-C ..................................................................................................... 3

Gambar 3. Vektor Rangkaian R-C Seri ...................................................................................... 5

Gambar 4. Vektor Rangkaian R – C Paralel............................................................................... 6

Gambar 5. Vektor Rangkaian R – L – C Paralel ......................................................................... 9

Gambar 6. Diagram Fasor Gelombang SInusoidal................................................................... 11

Gambar 7. Perbedaan Fase Gelombang Sinusoidal ................................................................ 12

Gambar 8. Diagram Fasor Gelombang Sinusoidal ................................................................... 12

Gambar 9. Nilai Perbandingan Trigonometri untuk Sudut- Sudut di Berbagai Kuadran............ 14

Gambar 10. Contoh Pembacaan Instantaneous ...................................................................... 24

Gambar 11. Grafik Arus ........................................................................................................... 29

Gambar 12. Grafik Tegangan .................................................................................................. 30

Gambar 13. Metode Pemeriksaan di Lapangan ....................................................................... 40

Gambar 14. Contoh Kelainan Tegangan.................................................................................. 40

Gambar 15. Hasil Pemeriksaan Tim P2TL di Lapangan .......................................................... 41

Gambar 16. Tidak Ada Kelainan Phasor .................................................................................. 42

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal iii


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tipe Gangguan Harmonisa dan Dampaknya ............................................................. 18

Tabel 2. Load Profile pada meter Landys and Gyr ................................................................... 28

Tabel 3. Load Profile dari AMR Aisystem ................................................................................. 28

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal iv


ANALISA VEKTOR, KUADRAN DAN LOAD PROFILE

1. TEORI VEKTOR , FASOR DAN POWER QUALITY

1.1. Vektor Arus dan Tegangan

1.1.1. Vektor Rangkaian R-L Seri

Rangkaian R-L Seri, sifat rangkaian seri dari sebuah resistor dan sebuah inductor yang
dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik sinusoida adalah terjadinya pembagian
tegangan secara vektoris.

Arus (i) yang mengalir pada hubungan seri adalah sama besar. Arus (i) tertinggal 90 derajat
terhadap tegangan inductor (VL). Tidak terjadi perbedaan fasa antara tegangan jatuh pada
resistor (VR) dan arus ( i ). Gambar berikut memperlihatkan rangkaian seri R – L dan hubungan
arus (i), tegangan resistor (VR) dan tegangan inductor (VL) secara vektoris.

Gambar 1. Vektor Rangkaian R-L Seri

Melalui reaktansi induktif (XL) dan resitansi ( R ) arus yang sama yaitu : i = im.sin ω t.
Tegangan efektif (v) = i.R berada sefasa dengan arus ( i). Tegangan reaktansi induktif (VL) =

i.XL mendahului 90° terhadap arus (i). Tegangan gabungan vector (v) adalah jumlah nilai

sesaat dari tegnagan resistor (VR) dan tengan induktif (VL), dimana tegangan ini juga

mendahului sebesar ᵩ terhadap arus (i).

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 1


Dalam diagram fasor aliran arus (i), yaitu arus yang mengalir melalui resistor ( R ) dan reaktasi
induktif (XL) diletakkan pada garis t=0. Fasor (vector fasa) tegangan jatuh pada resistor (V R)
berada sefasa dengan arus (i). fasor tegangan jatuh pada inductor (VL) mendahului 90°.
Tegangan gabungan (V) adalah diagonal dalam persegi panjang dari tegangan jatuh pada
reaktansi induktif (VL) dan tegangan jatuh pada resistif (VR). Sudut antara tegangan vector (V)

dan arus (i) merupakan sudut fasa ( ). ᵩ


Karena tegangan jatuh pada resistor dan inductor terjadi perbedaan fasa, untuk itu hubungan
tegangan (v) dapat ditentukan dengan persamaan berikut :

Hubungan sumber tegangan bolak-balik dan arus yang mengalir pada rangkaian menentukan
besarnya impedansi secara keseluruhan.dari rangkaian :


Besarnya sudut ( ) antara resistor (R) terhadap impedansi (Z) adalah : .

Besarnya sudut (ᵩ) antara reaktansi Induksi (X ) terhadap impedansi (Z) adalah:
L


Besarnya sudut ( ) antara reaktansi Induksi (XL ) terhadap resistansi (R) adalah:

Atau

Bilai nilai (XL) dan Resistansi (R) diketahui, maka besarnya impedansi dapat ditentukan.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 2


1.1.2. Vektor Rangkaian R-L-C Seri

Rangkaian R-L-C seri, sifat rangkaian seri dari sebuah resistor dan sebuah induktor yang
dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik sinusioda adalah terjadinya pembagian
tegangan di (vR), (vL) dan (vC) secara vektoris. Arus (i) yang mengalir pada hubungan seri
adalah sama besar. Arus (i) tertinggal 90 derajad terhadap tegangan induktor (vL).Tidak terjadi
perbedaan fasa antara tegangan jatuh pada resistor (vR) dan arus (i).

Gambar dibawah memperlihatkan rangkaian seri R-L-C dan hubungan arus (i), tegangan
resistor (vR), tegangan kapasitor (vC) dan tegangan induktor (vL) secara vektoris.

Suatu alat listrik arus bolak-balik dapat juga memiliki berbagai macam reaktansi, seperti
misalnya hubungan seri yang terdiri dari resistor (R), reaktansi induktif (X L) dan raktansi
kapasitif (XC).

Gambar 2. Rangkaina R-L-C

Dengan demikian besarnya tegangan total (v) sama dengan jumlah dari tegangan pada resistor
(vR), kapasitor (vC) dan tegangan pada induktor (vL). Dengan banyaknya tegangan dengan
bentuk gelombang yang serupa, sehingga terjadi hubungan yang tidak jelas. Oleh karena itu
hubungan tegangan lebih baik dijelaskan dengan menggunakan diagram fasor.

Melalui ketiga resistansi (R), (XL) dan (XC) mengalir arus (i) yang sama. Oleh sebab itu fasor
arus diletakkan pada t = 0. Tegangan (v) pada resistor (R) berada satu fasa dengan arus (i).
Tegangan (vL) pada reaktansi induktif (XL) mendahului sejauh 90o terhadap arus (i), sedangkan
tegangan (vC) pada reaktansi kapasitif (XC) tertinggal sejauh 90o terhadap arus (i). Kedua
tegangan reaktif mempunyai arah saling berlawanan, dimana selisihnya ditunjukkan sebagai
tegangan (vS). Tegangan total (v) merupakan fasor jumlah dari tegangan (vL) dan tegangan (vC)
sebagai hasil diagonal persegi panjang antara tegangan (vL) dan tegangan (vC).

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 3


Bila tegangan jatuh pada reaktif induktif (vL) lebih besar dari tegangan jatuh pada reaktif
kapasitif (vC), maka tegangan total (v) mendahului arus (i), maka rangkaian seri ini cenderung
bersifat induktif.

Sebaliknya bila tegangan jatuh pada reaktif induktif (vL) lebih kecil dari tegangan jatuh pada
reaktif kapasitif (vC), maka tegangan total (v) tertinggal terhadap arus (i), maka rangkaian
seri ini cenderung bersifat kapasitif.

Untuk menghitung hubungan seri antara R, XL dan XC pada setiap diagram fasor kita ambil
segitiga tegangan. Dari sini dapat dibangun segitiga resistor, yang terdiri dari resistor (R),
reaktif (X) dan impedansi (Z). Berdasarkan tegangan reaktif (vS) yang merupakan selisih dari
tegangan reaktif induktif (vL) dan tegangan reaktif kapasitif (vC), maka resistor reaktif (X=
XLS=XCS) merupakan selisih dari reaktansi (XL) dan (XC). Sehingga didapatkan hubungan
tegangan (v) seperti persamaan vektoris berikut;

Maka untuk resistansi semu (impedansi Z) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut:

dimana :

1.1.3. VEKTOR RANGKAIAN R – C SERI

Sifat rangkaian seri dari sebuah resistor dan sebuah kapasitor yang dihubungkan dengan
sumber tegangan bolak-balik sinusioda adalah terjadinya pembagian tegangan secara vektoris.
Arus (i) yang mengalir pada hubungan seri adalah sama besar. Arus (i) mendahului 90°
terhadap tegangan pada kapasitor (VC). Tidak terjadi perbedaan fasa antara tegangan jatuh
pada resistor (VR) dan arus (i). Gambar dibawah memperlihatkan rangkaian seri R-C dan
hubungan arus (i), tegangan resistor (VR) dan tegangan kapasitor (VC) secara vektoris:

Melalui reaktansi kapasitif (XC) dan resistansi (R) arus yang sama i = im.sin ω t. Tegangan
efektif (v) = i.R berada sefasa dengan arus. Tegangan reaktansi kapasitif (VC) = i.XC
tertinggal 90° terhadap arus. Tegangan gabungan vektor (v) adalah jumlah nilai sesaat dari
(VR) dan (VC), dimana tegangan ini juga tertinggal sebesar terhadap arus (i).

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 4


Gambar 3. Vektor Rangkaian R-C Seri

Dalam diagram fasor, yaitu arus bersama untuk resistor (R) dan reaktansi kapasitif (X C)
diletakkan pada garis ωt = 0. Fasor tegangan resistor (VR) berada sefasa dengan arus (i), fasor
tegangan kapasitor (VC) teringgal 90° terhadap arus (i). Tegangan gabungan vektor (v) adalah
diagonal persegi panjang antara tegangan kapasitor (VC) dan tegangan resistor (VR).
Perbedaan sudut antara tegangan (v) dan arus (i) merupakan sudut beda fasa (ϕ).

Karena tegangan jatuh pada resistor dan kapasitor terjadi perbedaan fasa, untuk itu hubungan
tegangan (v) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut;

Hubungan tegangan sumber bolak-balik dan arus yang mengalir pada rangkaian menentukan
besarnya impedansi (Z) secara keseluruhan dari rangkaian.

Besarnya perbedaan sudut (ϕ) antara resistor (R) terhadap impedansi (Z) adalah

Besarnya sudut (ϕ) antara kapasitansi (Xc) terhadap impedansi (Z) adalah

Besarnya sudut (ϕ) antara tegangan (VC) terhadap tegangan (VR) adalah

Besarnya sudut (ϕ) antara tegangan (VC) terhadap tegangan (VR) adalah

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 5


Bila nilai reaktansi kapasitif (Xc) dan Resistansi (R) diketahui, maka besarnya resistansi
gabungan (impedansi) dapat dijumlahkan secara vektor dapat dicari dengan menggunakan
persamaan berikut:

dimana :

Z = impedansi dalam (Ω)

Xc = reaktansi kapasitif (Ω)

1.1.4. Vektor Rangkaian R-C Paralel

Sifat dari rangkaian paralel adalah terjadi percabangan arus dari sumber (i) menjadi dua, yaitu
arus yang menuju kapasitor (IC) dan arus yang menuju resistor (iR). Sedangkan tegangan jatuh
pada kapasitor (VC) dan resistor (VR) sama besar dengan sumber tegangan (v). Gambar
dibawah memperlihatkan hubungan arus secara vektoris pada rangkaian R-C paralel.

Gambar 4. Vektor Rangkaian R – C Paralel

Hubungan paralel dua resistor yang terdiri dari resistor murni (R) dan reaktansi kapasitif (X C),
dimana pada kedua ujung resistor terdapat tegangan yang sama besar, yaitu v = vm sin
ω t. Arus efektif yang melalui resistor (R) adalah (i.R) = v/R berada sefasa dengan tegangan
(v). Arus yang mengalir pada reaktansi kapasitif (iC) = v/XC mendahului tegangan sejauh 90°.
Sedangkan arus gabungan (i) diperoleh dari jumlah nilai sesaat arus (iR) dan (IC). Arus tersebut
mendahului tegangan (v) sebesar sudut (φ).

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 6


Dalam diagram fasor, tegangan (v) sebagai besaran bersama untuk kedua resistansi diletakkan
pada garis ωt = 0. Fasor arus efektif (iR) berada sefasa dengan tegangan (v), sedangkan fasor
dari arus reaktansi kapasitif (iC) mendahului sejauh 90°. Arus gabungan (i) merupakan jumlah
geometris dari arus efektif (iR) dan arus reaktansi kapasitif (iC), atau diagonal dalam persegi
panjang (iR) dan (iC). Sudut antara tegangan (v) dan arus (i) adalah sudut beda fasa φ.

Berbeda dengan rangkaian seri, oleh karena arus yang mengalir melalui resistor dan kapasitor
terjadi perbedaan fasa, untuk itu hubungan arus (i) dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan kuadrat berikut;

Sehingga

Oleh karena itu, besarnya arus percabangan yang mengalir menuju resistor dan kapasitor
menentukan besarnya impedansi (Z) secara keseluruhan dari rangkaian.

atau,

dimana,

Bila pada hubungan paralel antara nilai resistansi resistor (R) dan kapasitansi dari kapasitor (C)
diketahui, maka arus (i), tegangan (v), sudut fasa (φ) dan reaktansi kapasitif (XC). Langkah
pertama dengan menetapkan daya hantar semu (Y) dari rangkaian paralel.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 7


Selanjutnya dari persamaan Z diatas diperoleh daya hantar tunggal efektif (G) dari resistor (R)
dapat dicari dengan menggunakan persamaan berikut:

Daya hantar dari reaktansi kapasitif (BC) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan
berikut:

sehingga daya hantar dari reaktansi kapasitif (BC) adalah

Besarnya perbedaan sudut (φ) antara reaktansi kapasitif (XC) terhadap resistansi (R) dapat
ditentukan dengan menggunakan persamaan,

Atau,

1.1.5. Vektor Rangkaian R – L – C Paralel

Sifat dari rangkaian paralel adalah terjadi percabangan arus dari sumber (i) menjadi tiga, yaitu
arus yang menuju arus yang menuju resistor (iR), induktor (iL) dan kapasitor (iC). Sedangkan
tegangan jatuh pada resistor (vR), pada induktor (vL) dan pada kapasitor (vC) sama besar
dengan sumber tegangan (v). Gambar rangkaian R-L-C parallel dibawah memperlihatkan
hubungan arus secara vektoris pada rangkaian R-L-C paralel.

Suatu rangkaian arus bolak-balik yang terdiri dari resistor (R), reaktansi induktif (XL) dan
reaktansi kapasitif (XC), dimana ketiganya dihubungkan secara paralel. Fasor tegangan (v)
sebagai sumber tegangan total diletakan pada ωt = 0. Arus efektif (iR) berada sefasa dengan
tegangan (v). Arus yang melalui reaktansi induktif (iL) tertinggal sejauh 900 terhadap tegangan
(v) dan arus yang melalui reaktansi kapasitif (iC) mendahului sejauh 900 terhadap tegangan (v).
Arus reaktif induktif (iL) dan arus reaktif kapasitif (iC) bekerja dengan arah berlawanan, dimana
selisih dari kedua arus reaktif tersebut menentukan sifat induktif atau kapasitif suatu rangkaian.
Arus gabungan (i) adalah jumlah geometris antara arus efektif (iR) dan selisih arus reaktif (iS)
yang membentuk garis diagonal empat persegi panjang yang dibentuk antara arus efektif (i R)

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 8


dan selisih arus reaktif (iS). Posisi arus (i) terhadap tegangan (v) ditentukan oleh selisih kedua
arus reaktif (iS).

Bila arus yang melalui reaktansi induktif (iL) lebih besar daripada arus yang melalui reaktansi
kapasitif (iC), maka arus total (i) tertinggal sejauh 90° terhadap tegangan (v), maka rangkaian
paralel ini cenderung bersifat induktif. Sebaliknya bilamana arus yang melalui reaktansi induktif
(iL) lebih kecil daripada arus yang melalui reaktansi kapasitif (iC), maka arus total (i) mendahului
sejauh 90° terhadap tegangan (v), maka rangkaian paralel ini cenderung bersifat kapasitif.
Untuk menghitung hubungan seri antara R, XL dan XC pada setiap diagram fasor kita ambil
segitiga yang dibangun oleh arus total (i), arus.selisih (iS) dan arus efektif (iR). Dari sini dapat
dibangun segitiga daya hantar, yang terdiri dari daya hantar resistor (G), daya hantar reaktif (B)
dan daya hantar impedansi (Y).

Gambar 5. Vektor Rangkaian R – L – C Paralel

Sehingga hubungan arus (i) terhadap arus cabang (iR), (iL) dan (iC) dapat ditentukan dengan
menggunakan persamaan kuadrat berikut;

sehingga,

Oleh karena arus reaktif (iS) adalah selisih dari arus reaktif (iL) dan arus reaktif (iC), maka daya
hantar reaktif (B) adalah selisih dari daya hantar reaktif (BL) daya hantar reaktif (BC).

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 9


dimana B=BC-BL

dan impedansi (Z)

dengan arus total (i) = v . Y

Untuk arus pada hubungan paralel berlaku persamaan :

 Arus efektif iR = v . G

 Arus reaktif induktif iL = v . BL

 Arus reaktif kapasitif iC = v. BC

Sudut fasa (ϕ) dapat dihitung dari persamaan

dan

1.1.6. Diagram Fasor

Pada dasarnya metode vektor putaran atau rotasi disebut fasor, metode ini merupakan sebuah
garis ukur yang menyatakan nilai arus bolak-balik yang memiliki nilai maksimum dan arah
(fase) pada titik waktu tertentu. Fasor adalah metode pengukuran vektor yang memiliki ujung
yang lancip pada salah satu panah yang menandakan nilai maksimum sebuah vektor (V atau I)
dan badan panah sebagai penanda akhir putaran dari sebuah vektor.

Dalam diagram fasor umumnya arah panah vektor diasumsikan untuk mengacu pada sebuah
titik nol yang disebut titik acuan, sementara ujung panah menyatakan nilai ukuran yang
berputar melalui arah yang berlawanan dengan jarum jam yang memiliki sebuah kecepatan
sudut (ω). Vektor yang berputar melawan arah jarum jam dianggap sebagai putaran bernilai
positif. Sebaliknya, putaran searah jarum jam adalah putaran yang bernilai negatif.

Meskipun istilah vektor dan fasor digunakan untuk menggambarkan sebuah garis yang
berputar yang memiliki besaran nilai dan arah, perbedaan utama di antara keduanya adalah

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 10


bahwa besaran yang digunakan untuk vektor adalah "nilai maksimum" gelombang sinusoidal,
sementara besaran untuk fasor adalah "nilai efektif" gelombang. Tetapi fase sudut dan arah
pada keduanya adalah sama.

Fase sistem listrik bolak-balik pada titik waktu tertentu dapat digambarkan dengan diagram
fasor, jadi diagram fasor dapat dikatakan sebagai "rumus fungsi waktu". Sebuah gelombang
sinus penuh dapat dibuat dengan sebuah vektor yang berputar pada kecepatan sudut ω = 2πƒ,
dengan f sebagai frekuensi gelombang. Maka Fasor adalah nilai ukur yang memiliki "arah" dan
"besaran". Umumnya ketika menggambar diagram fasor, kecepatan sudut gelombang sinus
selalu diasumsikan sebagai ω dalam satuan rad/s. Kita ambil diagram fasor di bawah ini
sebagai contoh.

Gambar 6. Diagram Fasor Gelombang SInusoidal

Karena sebuah vektor berputar melawan arah jarum jam, ujung dari vektor atau titik A akan
membentuk 360o yang menyatakan satu putaran penuh. Jika pergerakan titik A diubah menjadi
satuan panjang dengan interval sudut yang berbeda-beda dan dimasukkan ke dalam grafik
yang menggunakan domain waktu seperti gambar di atas, sebuah gelombang sinusoidal akan
terbentuk dimulai dari kiri pada titik 0. Setiap titik di sepanjang sumbu horizontal menyatakan
waktu yang digunakan setelah t=0. Vektor diagram fasor ketika berbentuk horizontal
digambarkan pada sudut 0o, 180o, dan 360o.

Sebaliknya, ketika vektor berbntuk vertikal akan menyatakan nilai puncak positif (+Am) pada
90o atau π/2 dan nilai puncak negatif (-Am) pada 270o atau 3π/2. Selanjutnya sumbu horizontal
pada gelombang sinusoidal menunjukkan sudut dalam derajat atau radian yang dilaui oleh

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 11


fasor. Jadi bisa dikatakan bahwa fasor menyatakan ukuran perputaran vektor tegangan atau
arus pada suatu titik waktu (t), pada contoh di atas adalah pada sudut 30o.

Terkadang ketika kita menganalisa gelombang arus bolak-balik kita perlu mengetahui posisi
fasor, yang menyatakan nilai bolak-balik dalam suatu titik waktu ketika kita akan
membandingkan dua gelombang yang berbeda dalam sebuah sumbu yang sama. Sebagai
contoh, arus dan tegangan. Kita menganggap gelombang diatas mulai pada satuan waktu t = 0
dengan satuan sudut fase dalam derajat atau radian. Tetapi jika gelombang kedua memulai di
sebelah kiri atau kanan titik 0 atau jika kita akan menyatakan hubungan antara dua gelombang
ke dalam bentuk fasor, kita harus menghitung perbedaan fase (Φ) gelombang.

Gambar 7. Perbedaan Fase Gelombang Sinusoidal

Persamaan matematika untuk menentukan nilai dua gelombang tersebut adalah :

Arus (I) tertinggal oleh arus (V) dengan sudut sebesar Φ. Pada contoh di atas Φ = 30o. Jadi
perbedaan di antara kedua fasor yang menyatakan perbedaan sudut kedua gelombang (Φ)
akan menghasilkan diagram fasor seperti gambar di bawah.

Gambar 8. Diagram Fasor Gelombang Sinusoidal

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 12


1.1.7. DIAGRAM PHASOR 3 PHASE

Ketiga fase tegangan memiliki nilai besaran yang sama tetapi berbeda sudut fase. Kumparan
pada ketiga kawat saling terhubung pada titik a1, b1 dan c1 untuk menghasilkan persamaan
umum untuk menghubungkan ketiga fase yang berbeda. Jika fase merah adalah fase acuan
maka setiap fase tegangan dapat dinyatakan ke dalam persamaan umum berikut:

Fase Merah : VMN = Vm sin 

Fase Kuning : VKN = Vm sin ( - 1200)

Fase Biru : VBN = Vm sin ( - 2400) atau VBN = Vm sin ( + 1200)

Jika fase tegangan merah VMN sebagai tegangan acuan seperti sebelumnya maka urutan fase
adalah M - K - B sehingga tegangan pada fase kuning tertinggal 120o dari VMN dan tegangan
pada fase biru tertinggal dari VKN 120o. Dapat pula dikatakan bahwa fase tegangan biru VBN
mendahului fase tegangan merah 120o.

Terakhir mengenai sistem tiga fase, karena ketiga tegangan pada gelombang sinusoidal
memiliki hubungan yang tetap satu sama lain yakni 120o maka ketiga fase tersebut dikatakan
seimbang. Dengan kata lain hasil penjumlahan fasor dari ketiganya akan selalu sama dengan 0
atau: Va + Vb + Vc = 0.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 13


1.2. Kuadran

Kuadran adalah pembagian daerah pada sistem koordinat kartesius → dibagi dalam 4 daerah.
Nilai perbandingan trigonometri untuk sudut-sudut di berbagai kuadran memenuhi aturan
seperti pada gambar:

Gambar 9. Nilai Perbandingan Trigonometri untuk Sudut- Sudut di Berbagai Kuadran

Untuk sudut b > 360° → b = (k . 360 + a) → b = a


(k = bilangan bulat > 0).

Sudut dengan nilai negative

Nilai negatif diperoleh karena sudut dibuat dari sumbu x, diputar searah jarum jam

Untuk sudut dengan nilai negatif, sama artinya dengan sudut yang berada di kuadran IV

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 14


Untuk menentukan nilai dari suatu sinus dan cosinus sudut apakah bertanda negatif atau
positif, maka bisa dilakukan dengan menggunakan metode kuadran. Pada gambar di atas bisa
dilihat ada tulisan I, II, III, IV (dalam kotak yang berwarna biru). Itu adalah nama masing
kuadran. Kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV.

 Kuadran I dimulai dari sudut 0 sampai 90

 Kuadran II dimulai dari sudut 90 sampai 180

 Kuadran III dimulai dari sudut 180 sampai 270

 Kuadran IV dimulai dari sudut 270 sampai 0 atau 360

Titik 0 dan 360 menjadi satu karena berhimpitan. Satu putaran penuh adalah 360 derajat. Kita
lihat contohnya.

1) Tentukan tanda dari sudut 30 derajat. Kita perhatikan dahulu bahwa sudut 30 derajat
ada pada kuadran I (0-90). Jadi tanda sinusnya adalah (+) dan cosinusnya juga (+).

2) Bagaimana kalau sudut 300 derajat. Lihat lagi pada gambar. Sudut 300 derajat ada
pada kuadran IV (antara 270 dan 0). Jadi tanda sinusnya adalah (-) dan tanda
cosinusnya adalah (+).

1.3. Power Quality

1.3.1. Pengertian Power Quality

Masalah Power Quality adalah persoalan perubahan bentuk tegangan, arus, atau frekuensi
yang bisa menyebabkan kegagalan atau mis-operasion peralatan, baik peralatan milik PLN
atau milik konsumen; artinya Power Quality bisa merugikan PLN maupun pelanggan.

Permasalahan Power Quality meliputi permasalahan-permasalahan berikut :

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 15


1) Transient

2) Short-duration variation

3) Long-duration variation

4) Voltage Unbalance

5) Waveform distortion

6) Voltage Fluctuation

7) Power Frequency variation

1.3.2. Transient

Transient merupakan perubahan variabel (tegangan, arus) yang berlangsung saat peralihan
dari satu kondisi stabil ke kondisi yang lain. Penyebab terjadinya transient antara lain :

1) Load switching (penyambungan dan pemutusan beban

2) Capacitance switching

3) Transformer inrush current

4) Recovery voltage

1.3.3. Variasi Tegangan Durasi Pendek (Short Duration Voltage Variation)

Variasi yang terjadi meliputi 3 macam :

1) Interruption, ( V< 0,1 pu )

2) Sag ( Dip), ( V= 0,1 s/d 0,9 pu )

3) Swell, ( V=1,1 s/d [1,8;1,4;1,2] pu )

Berdasarkan lamanya kejadian dibagi :

1) Instantaneus, (0,01 second s/d 0,6 second)

2) Momentary, (0,6 second s/d 3 second)

3) Temporary, (3 second s/d 1 min)

Penyebab terjadinya variasi ini adalah :

1) Gangguan ( fault )

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 16


2) Starting beban besar

3) Intermittent losse connections pada kabel daya.

1.3.4. Long Duration Deviation

Variasi ini meliputi:

1) Interruption, sustained, ( > 1 min; 0,0 pu )

2) Under voltage ( > 1 min; 0,8 s/d 0,9 pu )

3) Over voltage ( > 1 min; 1,1 s/d 1,2 pu )

1.3.5. Ketidakseimbangan Tegangan ( Voltage Unbalace)

Ketidakseimbangan tegangan ini merupakan deviasi maksimum dari rata-rata tegangan atau
arus tiga fase, dinyatakan dalam prosen. Besarnya deviasi adalah 0,5 s/d 2%.

1.3.6. Distorsi Gelombang (Wave Form Distorsion)

Distorsi ini umumnya disebabkan oleh perilaku beban elektronika daya. Hal yang perlu
diperhatikan adalah cacat harmonik karena berdampak negatip terhadap sumber tegangan
(PLN) maupun beban (konsumen).

1.3.7. Fluktuasi Tegangan (Voltage Fluctuation)

Fluktuasi tegangan ( Voltage Fluctuation) adalah perubahan tegangan secara random 0,9 s/d
1,1 pu. Dampak dari fluktuasi ini adalah terjadinya flicker pada lampu. Ini umumnya terjadi
karena pembusuran listrik.

1.3.8. Deviasi Frekuensi Daya (Power Frekuensi)

Deviasi frekuensi daya ( Power frekuensi ) merupakan deviasi dari frekuensi dasarnya. Untuk
sistem Jawa-Bali deviasi yang diijinkan adalah 0,5Hz sedangkan daerah lain 1,5 Hz.

1.3.9. Harmonik

Harmonik adalah gangguan (distorsi) bentuk gelombang tegangan atau bentuk gelombang arus
sehingga bentuk gelombangnya bukan sinusoida murni lagi. Distorsi ini umumnya disebabkan
oleh adanya beban non-linier. Pada dasarnya, harmonik adalah gejala pembentukan
gelombang-gelombang dengan frekuensi berbeda yang merupakan perkalian bilangan bulat
dengan frekuensi dasarnya.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 17


Tabel 1. Tipe Gangguan Harmonisa dan Dampaknya

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 18


1.4. Konsep Daya

Daya listrik dibagi menjadi 3 ,yaitu :

 Daya semu (VA)  Biaya kapasitas

 Daya Nyata (W)  Biaya Energi

 Daya Reaktif (Var)  Pinalty Power Faktor (PF) di bawah 0.85

Pada beban linier , mempunyai PF yang stabil sekitar 0.8

Pada beban non linier, cenderung mempunyai PF yang rendah , sehingga biaya energi lebih
kecil.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 19


Pada beban non linier, gelombang yang dibutuhkan beban tidak sinusoida murni, tetapi cacat
yang menimbulkan gelombang harmonic dengan frekuensi kelipatan dari frekuensi
fundamental.

Beban linier beban non linear

1.5. Konsep Daya Beban Modern

Beban Linear

Q=kVAr S=kVA

 P=kW

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 20


Beban non linear

S=kV
A

Q=kV
Ar

H=kV
AH

 P=k
W

True Power Factor = [Displacement Power Factor] x [Distortion Power Factor]

Power Factor relationship for linier and non linier loads

Dampak beban terhadap utilitas adalah sebagai berikut :

 Dampak beban modern membuat bentuk arus non sinusoidal.

 Arus sinusoidal juga mengalir pada peralatan utlitas ( Jaringan, Trafo, Pembangkit)
yang berdampak kepada kenaikan susut dan mengurangi lifetime peralatan karena
panas berlebih

 Apabila arus non sinusoidal cukup besar , akan berdampak kepada tegangan suplai
utiltas mejadi non sinusoidal.

 Tegangan sinusoidal merugikan pelanggan lainnya.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 21


 Tegangan dana atau arus non sinusoidal akan berdampak kepada akurasi kWh meter
transaksi.

 Sesuai SPLN D5.004-1:2012 danPermen ESDM No.4 tahun 2009, bahwa setiap
pelanggan wajib menjaga kualitas arus, dan Utilitas wajib menjaga kualitas tegangan.

 Sesuai Permen ESDM No.4 tahun 2009, pengenaan penalty factor daya kurang dari
0.9.

1.6. Kaitan Harmonik dan Susut

Dampak harmonik adalah sebagai berikut :

 Resistansi jaringan naik dan susut jaringan juga naik, juga di trafo

 Pada harmonic ke-25 nilai resistansi menjadi 2-4 kali lipat resistansi pada frekuensi
50Hz.

o Operasi Non sinusoidal dan unbalance disebabkan oleh beban-beban non linear 1
phase dan asimetris 3 phase :

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 22


a) High Power thermal installations : induction furnace, welding transformer,
Heating Ventillation dan Air Condition (HVAC)

b) Fluorescent lighting circuits with conventional and electronic ballast

c) Computers

o The Disturbing Consumers absorbs from supply more active and reactive power
than it needs and puts out in the system as harmonic and unbalanced power

 Dampak pada Metering :

o Regulasi penalti Var masih dibawah 0.85 dan dihitung rata-rata per bulan

o Pengukuran pada PF rendah, akurasi kWh meter sudah diluar range kelasnya
sesuai dengan SPLN

o Pengaturan PF kapasitif pada salah satu fasa, berdampak kepada penjumlahan


daya aktif secara vektor (saling meniadakan)

Kerugian akibat harmonik adalah sebagai berikut :

 Pada Penghantar, meningkatnya rugi-rugi jaringan dan drop tegangan.

 Pada Trafo daya/distribusi, menyebabkan kenaikan susut, menurunkan daya mampu


dan memperpendek umur operasi.

 Pada Konsumen, menyebabkan menurunnya Power Factor (Cos Phi).

 Pada kWh Meter Transaksi, mengurangi akurasi pengukuran

2. ANALISA

Data hasil download aplikasi AMR yang tersimpan di data base server , diolah sedemikian rupa
sehingga dihasilkan data – data yang dapat digunakan untuk analisa evaluasi pada masing-
masing pelanggan AMR. Adapun data tersebut berupa load profile, Even log, stand meter,
diagram fasor, dll.

2.1. Analisa Vektor dan Load Profile dalam Keadaan Normal

Data vektor ini berasal dari pembacaan instantaneous yang dibaca secara terjadwal oleh
aplikasi AMR.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 23


Gambar 10. Contoh Pembacaan Instantaneous

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 24


Dalam pembacaan arah putaran vektor pada diagram phasor, ada 2(dua) standard yang dianut
yaitu :

 Clockwise ( searah jarum jam )

VS
IS

VR

IR
IT

VT

 Counter clockwise ( berlawanan arah jarum jam )

VT
IT

IR
VR

IS
VS

Arah putaran diagram phasor tersebut tergantung pada standard yang digunakan oleh pabrikan
meter.

Dalam makalah ini, akan dibahas hanya vector / phasor yang “counter clockwise” karena
hampir semua meter di AMR menggunakan ini.

2.1.1. Vektor Phasor Kondisi Normal

Pada kondisi normal, vector phasor akan tampak seperti gambar di bawah ini, yaitu :

 Posisi arus bergerak ± 900 terhadap tegangan pada fasa yang sama.

 Beda sudut tegangan antar phase adalah 120o

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 25


Pada gambar tersebut :

 Sudut teg. Phase R terhadap S = 118.126– 0.109 = 118.017

 Sudut teg. Phase S terhadap T = 239.496 – 118.126 = 121.37

 Sudut teg. Phase T terhadap (360+0.109)–239.496= 120.613

2.1.1.1. Beban induktif apabila tegangan (V) mendahului arus (I).

Karena beban induktif, maka cos Q / power faktor lagging, dengan besaran sebagai berikut:

 Phase R, sudut arus terhadap tegangan = 18.0850 - 0.1090 = 17.9760

 Cos Q (17.9760) = 0.95 (lag)

 Phase S, sudut arus terhadap tegangan = 133.3960 - 118.1260 = 15.270. Cos Q (15.270)
= 0.96(lag)

 Phase T, sudut arus terhadap tegangan = 258.7170 – 239.4960 = 19.220. Cos Q (19.220)
= 0.94(lag)

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 26


2.1.1.2. Beban kapasitif apabila arus (I) mendahului tegangan (V)

Karena beban kapasitif, maka cos Q / power faktor leading, dengan besaran sebagai berikut:

 Phase R, sudut arus terhadap tegangan = 286.000 – 0.000 = 286.000

Cos Q (286.00) = 0.27

 Phase S, sudut arus terhadap tegangan = 30.000 – 120.000 = -60.000. Cos Q (-600) =
0.5 (lead)

 Phase T, sudut arus terhadap tegangan = 142.000 – 240.000 = -980. Cos Q (-980) =
- 0.14 (lead)

2.1.2. Analisa Load Profile dalam Kondisi Normal

Data load profile memuat data-data metering dan data pemakaian energi yang di-download
dari meter elektronik melalui system AMR. Data ini mempunyai interval waktu tertentu, yaitu 15
mnit, 30 menit dan 60 menit, tergantung setting parameter yang ada pada meter tersebut.
Semakin pendek interval waktu tersebut akan semakin detail data yang didapat.

Adapun data pada load profile terbagi dalam beberapa kanal untuk menyimpan data-data.
Berdasarkan SPLN D3.006-1:2010, tentang static meter energi 3 phase, kanal untuk load
profile minimum sebanyak 16 kanal ( untuk meter sambungan tidak langsung) atau 12 kanal
(khusus untuk meter sambungan langsung), minimal untuk menyimpan data :

 Energi : kWh +, kWh -, kVarh +, kVarh –

 Arus : arus R, S dan T

 Tegangan : tegangan R, S, T

 Power Faktor : PF

 Beban : kW

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 27


 Daya : kVA

Tabel 2. Load Profile pada meter Landys and Gyr

0-0:1.0.0 0-0:96.240.12 [hex] 1-1:1.29.1 [kWh] 1-1:2.29.1 [kWh] 1-1:3.29.1 [kvarh] 1-1:4.29.1 [kvarh] 1-1:32.5.0 [V] 1-1:52.5.0 [V] 1-1:72.5.0 [V] 1-1:31.5.0 [A] 1-1:51.5.0 [A] 1-1:71.5.0 [A] 1-1:91.5.0 [A] 1-1:9.5.0 [kVA] 1-1:13.5.0
Clock EDIS status Energy delta over Energy delta over Energy delta over Energy delta Voltage L1 Voltage L2 Voltage L3 Current L1 Current L2 Current L3 Neutral Last average Last average
capture period 1 +A capture period 1 -A capture period 1 over capture Current demand +VA Power
rate 1 rate 1 +R rate 1 period 1 -R rate factor
2016-01-01 00:15:00 00800010 0.0100 0.0000 0.0000 0.0000 58.64 59.27 57.90 0.21 0.23 0.21 0.00 0.0400 1.00
2016-01-01 00:30:00 00800010 0.0100 0.0000 0.0000 0.0000 58.67 59.30 57.93 0.21 0.23 0.21 0.00 0.0400 1.00
2016-01-01 00:45:00 00800010 0.0100 0.0000 0.0000 0.0000 58.74 59.38 58.01 0.21 0.23 0.22 0.00 0.0300 1.00
2016-01-01 01:00:00 00800010 0.0100 0.0000 0.0000 0.0000 58.82 59.45 58.09 0.20 0.23 0.22 0.00 0.0400 0.75
2016-01-01 01:15:00 00800010 0.0100 0.0000 0.0000 0.0000 58.93 59.55 58.20 0.20 0.23 0.22 0.00 0.0400 1.00

Tabel 3. Load Profile dari AMR Aisystem

Informasi Meter
Merk Meter : LANDIS & GYR
Tipe Meter : ZMD
Nomor Seri : 97637717
Tarif / Daya (kVA) : I4 / 12000
jenis Produksi : BUMBU MASAK
No. Gardu : GARDU INDUK
Faktor CT / PT : 30 / 600
Periode Laporan
Tanggal Mulai : 01/01/2014 00:00
Tanggal Akhir : 13/03/2014 13:00

Tanggal kWh Kirim kWh Terima kVARh Kirim kVARh Terima IR IS IT VR VS VT PF kW kVA
01/01/2014 00:00 3.20E-02 1.40E-02 0.719999984 0.709999984 0.679999985 68.46999847 68.96999846 69.34999845 0.91 0.128000002 0.142
01/01/2014 00:15 0.031 1.40E-02 0.679999985 0.669999985 0.639999986 68.48999847 68.98999846 69.36999845 0.91 0.124000002 0.137
01/01/2014 00:30 0.031 1.40E-02 0.679999985 0.669999985 0.639999986 68.54999847 69.05999846 69.42999845 0.91 0.124000002 0.137
01/01/2014 00:45 3.30E-02 1.30E-02 0.689999985 0.669999985 0.649999985 68.49999847 68.99999846 69.37999845 0.92 0.132000002 0.138
01/01/2014 01:00 3.30E-02 1.40E-02 0.709999984 0.689999985 0.659999985 68.54999847 69.04999846 69.42999845 0.92 0.132000002 0.145
01/01/2014 01:15 3.20E-02 1.30E-02 0.679999985 0.669999985 0.639999986 68.51999847 69.01999846 69.38999845 0.91 0.128000002 0.138
01/01/2014 01:30 0.031 1.50E-02 0.669999985 0.659999985 0.629999986 68.63999847 69.12999845 69.51999845 0.91 0.124000002 0.137
01/01/2014 01:45 0.031 1.30E-02 0.669999985 0.659999985 0.629999986 68.63999847 69.13999845 69.51999845 0.91 0.124000002 0.136
01/01/2014 02:00 3.20E-02 1.30E-02 0.679999985 0.669999985 0.639999986 68.59999847 69.09999846 69.47999845 0.92 0.128000002 0.138
01/01/2014 02:15 3.20E-02 1.30E-02 0.679999985 0.669999985 0.639999986 68.55999847 69.04999846 69.43999845 0.92 0.128000002 0.139

Dari data Load Profile hal yang harus kita perhatikan yang pertma adalah keutuhan atau
kelengkapan data. Keutuhan data ini dapat kita lihat dari jumlah load profile per bulan, dengan
perhitungan sebagai berikut :

 Untuk interval 15 menit , dalam 1 jam = 60/15 = 4 data. Berarti dalam 30 hari ada 4 x 24
x 30 = 2.880 data. ( plgn TM dan TT meter class0.2s dan 0.5s)

 Untuk interval 30 menit , dalam 1 jam = 60/30 = 2 data. Berarti dalam 30 hari ada 2 x 24
x 30 = 1.440 data ( plgn TM  Distjatim)

 Untuk interval 60 menit, dalam 30 hari ada = 1 x 24 x 30 = 720 data ( plgn TR meter
class 1.0)

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 28


Setelah kita yakin bahwa data tersebut utuh ( interval waktu dan data parameter), dilanjutkan
dengan menganalisa data energi ( kWh dan kVarh). Pada kondisi normal, yang tercatat pada
energi hanya di energi kirim ( kWh kirim ). Energi kirim dibaca sebagai energi sumber yang
mengalir ke palanggan.

Selain data energi kita analisa keseimbangan arus dan tegangan. Untuk memudahkan analisa
dapat lebih baik menggunakan bentuk grafik yang sudah disediakan oleh aplikasi AMR.

Gambar 11. Grafik Arus

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 29


Gambar 12. Grafik Tegangan

2.2. Faktor – Faktor Penyebab Kelainan pada Phasor dan Load Profile

Adapun penyebab kelainan pada phasor dan Load Profile yaitu :

a. Kesalahan wiring

Kesalahan wiring dapat terjadi karena :

o Kesalahan petugas saat melakukan wiring dan tidak ada komisioning saat
pengoperasian. Kesalahan ini dapat terjadi pada saat wiring CT/PT atau wiring pada
meter.

o Kesalahan wiring dari pabrikan , terutama wiring pada kubikel. Kesalahan ini terjadi
pada wiring CT.

b. Kerusakan pada Current Transformer ( CT )

Kerusakan CT dapat terjadi karena :

o CT jenuh

o Arus gangguan hubung singkat yang melebih batas kemampuan arus hubung singkat
tsb, CT pecah.

c. Kerusakan pada Potensial Transformer ( PT )

Kerusakan PT ini penyebabnya karena terjadi hubung singkat tegangan primer PT dengan
ground, PT meledak

d. Kerusakan pada meter

Kerusakan pada meter ini disebabkan oleh karena komponen-komponen pada meter dan
pada meter tua.

e. Kesengajaan yang dilakukan oleh pelanggan

Ini dilakukan oleh pelanggan karena ingin memperoleh listrik dengan cara yang tidak
benar. Pelanggan-pelanggan ini mempengaruhi kerja dari CT /PT

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 30


2.3. Analisa Vektor terhadap Kuadran

Pada gambar tersebut terlihat bahwa di kuadran I dan IV, nilai cos α bernilai positif dan bernilai
negatif di kuadran II dan III. Artinya bahwa energi aktif ( W) akan dihitung oleh meter sebagai
energi kirim apabila berada pada kuadran I maupun kuadran IV. Sedangkan energi reaktif (var)
akan dihitung sebagai var leading apabila berada pada kuadran I (kapasitif) dan akan dihitung
sebagai var lagging apabila berada pada kuadran IV (induktif).

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 31


VT KI Beban Induktif
KI
PR = VR x IR cos α(+)
= ( +)

VR α VR QR = VR x IR sin α (-)
=( - )
IR
tercatat sbg energi aktif ( W ) :kirim
K IV tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : kirim
VS

KI Beban Kapasitif IR Beban Kapasitif


IR ` KI
`
PR = VR x IR cos α(+) K II
PR = VR x IR cos α(-)
α α = ( -)
VR = ( +)
QR = VR x IR sin α (+) VR QR = VR x IR sin α(+)
=( + ) =( + )

K IV tercatat sbg energi aktif ( W ) :kirim tercatat sbg energi aktif ( W ) :terima
tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : terima K IV tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : terima

KI Beban Induktif

PR = VR x IR cos α(-)
= ( -)

α VR QR = VR x IR sin α (-)
K III =( - )
tercatat sbg energi aktif ( W ) :terima
IR K IV tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : kirim

Tegangan dan arus phase S ( cos Q +/-)

Beban Induktif Beban Kapasitif

PR = VR x IR cos α(+) PR = VR x IR cos α(+)


= ( +) = ( +)
IS α
QR = VR x IR sin α (-) α QR = VR x IR sin α (+)
=( - ) =( + )

tercatat sbg energi aktif ( W ) :kirim tercatat sbg energi aktif ( W ) :kirim
IS
VS tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : kirim tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : terima
VS

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 32


IS
Beban Induktif Beban Kapasitif

PR = VR x IR cos α(-) IS PR = VR x IR cos α(-)


α
= ( -) = ( -)
α
QR = VR x IR sin α (-) QR = VR x IR sin α (+)
=( - ) =( + )

tercatat sbg energi aktif ( W ) : terima tercatat sbg energi aktif ( W ) :terima
VS tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : kirim tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : terima
VS

Tegangan dan Arus Phase T

Beban Induktif Beban Kapasitif


VT VT
IT PR = VR x IR cos α(+)
PR = VR x IR cos α(+)
= ( +) = ( +)
α IT
QR = VR x IR sin α (-) α QR = VR x IR sin α(+)
=( - ) =( + )

tercatat sbg energi aktif ( W ) :kirim tercatat sbg energi aktif ( W ) :kirim
tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : kirim tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : terima

Beban Kapasitif
VT

VT
Beban Induktif PR = VR x IR cos α(+)
= ( -)
PR = VR x IR cos α(-)
= ( -) QR = VR x IR sin α (+)
QR = VR x IR sin α (-) =( + )
α IT =( - )
α tercatat sbg energi aktif ( W ) : terima
tercatat sbg energi aktif ( W ) : terima tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : terima
tercatat sbg energi reaktif ( Var ) : kirim

IT

2.4. Analisa Kelainan pada Vektor/ Phasor & Load Profile

2.4.1. Kelainan Phasor dan Penyebnya

Diagram phasor tidak selamanya dalam kondisi ideal, ada beberapa hal yang menyebabkan
diagram phasor berubah,yaitu :

a. Kesalahan wiring.

o Arus dan tegangan tidak sefasa

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 33


VT

IS
IT
VR

IR

VS

Pada gambar di atas , pada ketiga fasanya, arus dan tegangan tidak sefasa. Pengaruh
pada meter elektronik adalah tidak terukur pada kWh kirim tapi terukur pada kWh
terima.

Karena terukur pada kWh terima, maka tidak akan menyebabkan perubahan stand.

Secara perhitungan sbb :

PR = VR x IR x COS q ( < IR - <VR )


220 x 1 x Cos (120°) -220
PS = VS x IS x COS q ( < IS - <VS )
220 x 1 x Cos (120°) -220
PT = VT x IT x COS q ( < IT - <VT )
220 x 1 x Cos (120°) -220

TOTAL -660

Arus dan tegangan yang tidak sefasa ini dapat terjadi pula pada 2(dua) fasanya.

o Wiring arus terbalik polaritas ( gambar wiring sederhana )

Wiring arus terbalik polaritasnya ini sering terjadi yang disebabkan oleh :

1) Kesalahan label pabrikan dalam menentukan polaritas ( baik primer atau


sekunder ).--> ( gambar diagram)

2) Kesalahan wiring dari pabrikan pada kubikel.

3) Kesalahan wiring dari petugas saat melakukan wiring.

4) Kesengajaan dari pelanggan untuk menghemat pemakaian  Pelanggaran.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 34


Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 35
Pada gambar tersebut phase T polaritas CT terbalik, sehingga pemakaian pada phase
T tercatat pada kWh terima.

Berapa besar Energi phase T yang tidak terukur ( tercatat pada kWh terima ) ?

PT = VT x IT x Cos Q (< IT - < VT )

= 227.30 x 0.44 x Cos ( 81.00° – 240.00°)

= 100.012 x Cos (-159°)

= 100.012 x (-0.93)

= - 93.01 W

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 36


Pada gambar tersebut CT phase S terbalik polaritasnya, sehingga besaran energi
yang tercatat di meter adalah – 6.512 W.

b. Kerusakan CT ( Current Transformer)

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 37


Pada gambar di atas, arus phase T tidak nampak karena pada table bernilai 0.00 A.
Setelah diperiksa oleh tim P2TL ternyata CT phase T rusak.

Pada gambar di atas, arus phase S dan T nilainya 0.00A. Setelah diperiksa oleh tim P2TL
ternyata CT phase S dan T terbakar dan kabel tegangan T juga terbakar.

c. Kerusakan sumber tegangan / PT (Potensial Transformer)

Pada gambar diatas tegangan phase S = 0.67 V dan arus phase S = 0.00A. Setelah
diadakan pemeriksaan petugas P2TL, CT phase S dan kabel tegangan ke meter phase S
terbakar.

d. Kesengajaan yang dilakukan oleh pelanggan pengukuran tidak langsung

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 38


Untuk kesengajaan pada pelanggan ini dilakukan dengan :

 Mempengaruhi CT , yaitu dilakukan dengan mempengaruhi :

1) arus primer dengan cara mem-bypass sehingga tidak terukur oleh meter

2) arus sekunder dengan cara mengambat arus sekunder agar tidak terukur oleh
meter.

 Mempengaruhi PT , yaitu dilakukan dengan mempengaruhi :

1) arus sekunder dengan cara mengambat arus sekunder agar tidak terukur oleh
meter.

Karena yang dipengaruhi CT dan PT, maka analisa vektornya sama dengan analisa vector
sebelumnya ( arus hilang / tegangan hilang )

a. Mempengaruhi di sisi meter  menambah komponen tertentu yang dapat meredam


besarnya arus / tegangan masuk pengukuran.

2.5. Kelainan Load Profile & Penyebabnya

Dalam menganalisa data Load Profile sesungguhnya tidak dapat berdiri sendiri karena terkait
erat dengan diagram phasornya. Dan untuk memudahkan menganalisa load profile , dapat
dibuat grafik arus , tegangan atau energi.

a. Grafik Arus

Berikut beberapa contoh kelainan yang ditemukan

Pada gambar di atas, terdapat ketidakseimbangan beban pada phase R.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 39


Setelah dilakukan pemeriksaan oleh petugas P2TL , ternyata CT phase R mengalami
kerusakan / kejenuhan.

Gambar 13. Metode Pemeriksaan di Lapangan

Contoh berikut merupakan kelainan tegangan

Gambar 14. Contoh Kelainan Tegangan

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 40


Gambar 15. Hasil Pemeriksaan Tim P2TL di Lapangan

Dari contoh diatas, untuk analisa pelanggan AMR data yang pertama digunakan adalah
data grafik ( arus/tegangan). Kedua , kita lihat diagram phasor. Ketiga, dilihat secara

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 41


detail di load profile untuk mengetahui kapan mulai terjadinya kelainan tersebut. Dan
keempat, diperiksa di lapangan.

Contoh berikut tidak ada kelaianan phasor ( phasor normal )

Gambar 16. Tidak Ada Kelainan Phasor

Pada data Load Profile , seolah-olah terjadi penurunan pemakaian.

Hasil pemeriksaan di pelanggan oleh tim P2TL :

Hasil Pemeriksaan di Pelanggan

Phasa R Phasa S Phasa T

Phasa R = 542 ma --> 0,542 x 4 = 2,68 A Phasa R = 6 A

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 42


Phasa R = 542 ma --> 0,542 x 4 = 2,68 A Phasa R = 6 A
Phasa S = 547 ma --> 0,547 x 4 = 2,18 A VS Phasa S = 6,4 A
Phasa T = 462 ma --> 0,462 x 4 = 1,84 A Phasa T = 5,4 A

Arus Phasa R S T --> display


kWH Rata2= 2,68 A sedang di
Primer Rata2 = 6 A
ADA SELISIH = MINUS 3,32 A

Relay Relay
kwh kwh
Benar SALAH
CT CT
WeringSeri Wering Pararel

Kesalahan Wiring Pararel :


1.Tidak Terpantau di DMR maupun Aplikasi meter.
2. Tidak Bisa di lihat di PHASOR.
TERPANTAU SAAT DI TIMBANG MINUS DIATAS 50 %,
KESIMPULANNYA JANGAN ABAIKAN PENIMBANGAN BEBAN

WIRING RELAY

WIRING KWH METER Wiring antara Meter dengan Relay


S2 ( keluar arus ) sama sama di
Couple, seharusnya di Couple salah
satu Meter atau Relay karena
menggunakan CT Single Core

Kesimpulan dari pemeriksaan ini adalah adanya kesalahan wiring saat penggantian CT.

Simple, Inspiring, Performing, Phenomenal 43

Anda mungkin juga menyukai