Anda di halaman 1dari 3

“Our Iceberg is Melting: Perubahan dan Kesuksesan dalam Berbagai Kondisi.

” berkisah
tentang koloni 268 penguin yang hidup di suatu bukit es (iceberg) di Antartika. Mereka hidup aman
dan makmur di lingkungan itu, sebagai habitatnya, sampai satu saat seekor penguin remaja
bernama Fred, menemukan kenyataan yang merisaukan pikirannya.
Fred adalah penguin yang selalu ingin tahu dan senang mengamati segala sesuatu. Dia
mengamati bahwa ada gejala yang mengancam kelangsungan hidup koloni di bukit es itu. Yaitu
gejala mencairnya es, yang memicu pecahnya dinding es, dan berturut-turut akan menghancurkan
lingkungan hidup koloni tersebut. Kejadiannya diperkirakan saat memasuki musim dingin, yang
tinggal dua bulan lagi.Fred gelisah dengan hasil temuannya itu. Mau cerita ke orang lain, dia takut
dianggap aneh, takut tak dipercaya, karena sadar dia bukan apa-apa. Untung dia ingat temannya
Alice , yang punya akses ke pimpinan, yang ternyata mau mendengar cerita yang
menggelisahkannya. Selanjutnya, Alice yang lebih mudah bergaul itu mengabarkan cerita kepada
Louis, sang Ketua Koloni Penguin. Karena kuncinya adalah meyakinkan Dewan Koloni, maka Alice
membujuk Louis agar mau mengundang Fred ke pertemuan Dewan Koloni. Dan ini dipenuhi Louis
yang memang juga ingin tahu teori ‘mencairnya bukit salju’ yang dibawa Fred.
Dapat dibayangkan, menjelaskan suatu ancaman bencana dengan cuma berdasar teori itu
tentu tidaklah mudah. Apalagi Dewan lebih asyik dengan urusan-urusan remeh seperti debat soal
tunjangan jabatan, atau sekedar ribut soal semantik, istilah, redaksional, makan-makan dan
pertemuan di tempat mewah. Untuk itu, Fred harus menguras akalnya untuk meyakinkan dewan.
Cara yang dia temput adalah “show it” bukan penjelasan teori yang rumit. Maka untuk melakukan
show, sekaligus memberikan efek kejut, Fred membuat model gunung es dan efek mencair yang
dampaknya merontokkan dinding es tersebut. Hasilnya sebagian anggota Dewan bisa diyakinkan,
kecuali Senator Nono dan pengikutnya, yang memang selalu berkata “No” untuk apa pun.
Selanjutnya mudah diduga bahwa kisah dalam buku yang ditulis oleh John Kotter dan Holger
Rathgeber sebetulnya adalah metafora untuk menjelaskan strategi mengelola perubahan. Proses
yang melalui tahapan menanamkan kesadaran, menggalang sekutu dengan membentuk tim,
mengkomunikasikan, menciptakan visi yang dituju, strategi perubahan, menggalang partisipasi,
menciptakan sukses kecil tapi segera terwujud untuk meyakinkan, memantapkan perubahan dan
memelihara momentumnya. Sebagai detail ada delapan langkah perubahan yang disarankan
melalui metafora kisah penguin dalam buku ini, yaitu:
Pertama, ciptakan perasaan mendesak dan gawat. Bantu orang melihat perlunya perubahan
dan pentingnya segera bertindak. Ini adalah fase kritikal awal.
Kedua, susun tim pemandu. Pastikan ada kelompok ini kuat dalam memandu perubahan,
memiliki kemampuan memimpin, memiliki kredibilitas, kemampuan berkomunikasi, kekuasaan,
kemampuan analisis dan perasaan mendesak (sense of urgency). Mencari sekutu yang percaya, lalu
champion pionir perubahan adalah seni yang menentukan.
Ketiga, kembangkan Visi dan Strategi perubahan. Perjelas bagaimana masa depan akan
berbeda dari masa lalu. Dan, bagaimana Anda membuat masa depan itu menjadi kenyataan.
Menggunakan otak kanan, mengembangkan imajinasi, visualisasi perubahan yang dituju. Dalam
kisah penguin, perubahan mindset dari “penghuni tetap” suatu bukit es (sehingga tergantung
padanya) menjadi koloni penguin “pengembara”, terilhami oleh burung walet yang mereka temui,
yang ternyata adalah burung pengintai pencari habitat yang lebih menjamin kehidupan.
Keempat, komunikasikan untuk memperoleh pemahaman, yakinkan sebanyak mungkin
orang untuk dapat memahami dan menerima visi dan strategi. Komunikasi dalam bentuk apapun,
lisan, tulisan (poster), dan ilustrasi terus menerus dilakukan. Ada kalanya pelaku perubahan bosan,
ada kegagalan, yang dimanfaatkan oleh oposan untuk menyerang. Maka komunikasi dan
menunjukkan bukti adalah penting untuk memelihara psikologi masa.
Kelima, berikan kewenangan kepada orang lain untuk bertindak, berbagi peran. Lenyapkan
sebanyak mungkin penghalang agar mereka yang akan dapat membuat visi menjadi kenyataan
dapat melakukannya. Berikan, ciptakan peran dalam perubahan, sekalipun kepada anak-anak.
Karena seringkali sekali bisa diyakinkan, justru anak-anaklah yang bisa ‘menggeret’ atau menarik
ortu-nya.
Keenam, hasilkan kemenangan jangka pendek. Ciptakan beberapa sukses kecil, yang mudah
dicapai, dan segera tampak wujudnya. Perjalanan panjang menciptakan perubahan besar
memerlukan waktu lama, sering pelaku atau pengikut akan lelah, bosan, lalu tidak yakin atau
meragukan ‘perlunya’ perubahan. Oleh karena itu diperlukan keberhasilan, kemenangan-
kemenangan kecil yang segera, agar manfaatnya juga dapat segera dinikmati. Ini yang akan menjadi
insentif nyata dari proses perubahan yang dilakukan. Kalau perlu, berikan award, hadiah, pengakuan
bagi yang berhasil mencapai suatu titik tertentu, menghasilkan karya tertentu sejalan misi
perubahan.
Ketujuh, jangan mudah berhenti. Never give up. Juga, jangan mudah berpuas diri. Buat
target yang lebih tinggi, tekanan yang lebih keras, dan lebih cepat setelah keberhasilan pertama.
Ciptakan, tunjukkan perubahan demi perubahan hingga visi menjadi kenyataan.
Kedelapan, ciptakan budaya baru. Pelihara, pertahankan cara-cara baru yang menunjukkan
reaksi dan pastikan dapat berhasil, hingga cara-cara tersebut cukup kokoh dan mantap
menggantikan tradisi dan kebiasaan lama, yang ingin diubah. Jadikan praktek yang baik menjadi
kebiasaan, lembagakan sebagai tradisi dan gaya hidup. Sekali berubah dari penguin “penetap”
manjadi penguin “pengembara,” maka pengembaraan harus menjadi cara hidup, way of life.
Menjadi tradisi yang dilembagakan.Pelajaran yang ditunjukkan melalui metafora kisah koloni
penguin, yang enak dibaca dan menghanyutkan itu, sebetulnya relevan untuk mengelola perubahan
dalam bidang apa saja. Bisa untuk perubahan diri, keluarga, tempat kerja, lingkungan sosial. Ini
karena kita hidup di era pancaroba. Kita sedang dihadapkan pada perubahan situasi pasca reformasi
politik, kondisi ekonomi, dampak naiknya harga minyak, naiknya harga kebutuhan pokok,
perubahan iklim dan sebagainya, yang pengaruhnya ke semua aspek kehidupan.
Memang saat membaca buku ini pikiran saya terpicu untuk mengingat rencana atau angan-
angan perubahan yang ingin saya lakukan dalam pengembangan diri, juga program lain. Ada
beberapa hal menyangkut tahapan manajemen perubahan tersebut yang selama ini tidak saya
sadari harus dilakukan. Mungkin karena metafora kisah koloni penguin ini begitu jelas maksudnya,
berlaku universal, tanpa diganggu contoh spesifik ke bidang tertentu. Bagi pembaca yang tinggal di
Jakarta, Semarang, Padang atau kota pantai lain yang menjadi langganan banjir, yang katanya
akibat perubahan iklim, atau perubahan perilaku penduduk yang kian buruk, maka tidak sulit untuk
memahami fenomena ”mencairnya salju” ini. Dan, memahami betapa sulitnya menyadarkan
Pemda, developer, dan perusak lingkungan lainnya akan bencana yang mengancam.
Reputasi Kotter yang memang pakar manajemen perubahan berskala dunia tampak nyata
dalam buku sederhana, mudah diikuti. Seperti yang ditulis salah satu endorser-nya, buku ini bisa
dibaca bapak, ibu dan anaknya lalu menjadi topik diskusi di ruang keluarga. Enak dibaca karena
ceritanya mengalir, font huruf yang digunakan cukup besar, diselingi dengan ilustrasi penguin dalam
berbagai aksi. Tapi buku ini juga bisa dinikmati sebagai bacaan cerita ringan saja, kalau memang
tidak ingin mengartikannya terlalu jauh.

(Resensi ditulis oleh Risfan Munir, penulis buku “Pengembangan Ekonomi Lokal Partisipatif”).

Anda mungkin juga menyukai