Anda di halaman 1dari 2

Refleksi Minggu Ke-7 (Model Round Robin)

Minggu ini materi yang diberikan dalam kegiatan pembelajaran daring lewat LMS yakni Budaya
Positif dan Kesepatana Kelas. Sedikit yang dapat dijelaskan tentang budaya positif yakni
pendekatan disiplin positif dapat membantu sekolah memainkan peran penting dalam
menciptakan masyarakat yang lebih adil dan manusiawi. Hal ini karena peserta didik cenderung
menjadikan orang dewasa sebagai model; jika peserta didik melihat orang dewasa
menggunakan kekerasan fisik atau psikologis, mereka akan belajar bahwa kekerasan dapat
diterima sehingga ada kemungkinan mereka akan menggunakan kekerasan terhadap orang lain.
Sekolah memiliki peran penting dalam membimbing, memperbaiki, dan mensosialisasikan
kepada peserta didik mengenai perilaku yang sesuai. Agar perubahan berhasil, diperlukan
pendekatan terkoordinasi yang melibatkan semua peran di komunitas sekolah. Sekolah perlu
bekerja dengan orangtua untuk memastikan konsistensi antara rumah dan sekolah, serta
membekali mereka dengan informasi dan alat untuk mempraktekkan disiplin positif di rumah.
Sedangkan untuk penjelasan kesepakatan kelas adalah upaya dalam membangun budaya positif
di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang
mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas. Kesepakatan
kelas yang efektif dapat membantu dalam pembentukan budaya disiplin positif  di kelas. Hal ini
juga dapat membantu proses belajar mengajar yang lebih mudah dan tidak menekan. Seringkali
permasalahan dengan murid berkaitan dengan komunikasi antara murid dengan guru, terutama
ketika murid melanggar suatu aturan dengan alasan tidak mengetahui adanya aturan tersebut.
Kurang adanya komunikasi ini menyebabkan relasi murid dan guru menjadi kurang baik.

Dari konsep yang dipelajari maka saya dapat memahami bahwa dalam menciptakan budaya
positif di sekolah peran seluruh warga sekolah baik itu kepala sekolah, guru, orang tua dan
masyarakat yang ada di sekitar sekolah menjadi hal yang utama dalam memberikan rolle model
bagi peserta didik. Artinya apa yang dilakukan oleh orang tua di rumah dan guru di sekolah
akan menjadi bahan percontohan bagi peserta didik dalam membentuk karakter dan
kepribadian mereka. Salah satu contoh yang saya temui yakni ada rekan guru yang menyuruh
peserta didik untuk membeli rokok dan kemudian rokok itu dihisap di depan peserta didik
tersebut, selang beberapa menit peserta didik tersebut meminta rokok dari gurunya untuk
dihisap bersama-sama. Melihat hal itu perasaan saya menjadi kaget, namun untungnya guru
tersebut tidak memberikan rokok namun diberikan penjelasan tentang aturan yang ada di
sekolah.

Belajar dari hal yang dialami oleh rekan guru dan peserta didik, maka yang belum saya kuasai
dari pembelajaran ini adalah bagaimana cara mengubah pemahaman rekan guru-guru yang lain
untuk berperan aktif dalam menciptakan budaya positif di sekolah. Oleh sebab itu langkah yang
saya lakukan adalah membuat sebuah perencanaan aksi nyata dalam mengubah pemahaman
rekan guru-guru yang lain. Selain itu dalam aktivitas sehari-hari saya akan berupaya untuk
menjadi rolle model dalam menerapkan budaya positif di sekolah.

Selain topik yang belum saya kuasai ada juga topik yang membuat saya binggung, yakni
bagaiamana membedakan antara hukuman dan sangsi atau kosekuensi dari pelanggaran yang
dibuat. Artinya apa yang akan diberikan kepada peserta didik (hukuman, sangsi atau kosekuensi)
jika melanggar kesepakatan kelas yang dibuat. Karena waktu saya menjadi peserta didik
hukuman yang diberikan oleh guru jika ada peserta didik yang melanggar aturan atau
kesepakatan yakni hukuman fisik. Dimana hukuman ini banyak memberikan efek bagi peserta
didik sehingga tidak terulang lagi. Hal ini berbeda denga apa yang di pelajari hari ini, di mana
hukuman dan sangsi atau kosekuensi yang diberikan barus bersifat positif dalam rangka
pembentukan karakter peserta didik.

Anda mungkin juga menyukai