Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Praktek Kerja Lapang (PKL) merupakan salah satu kegiatan
akademik yang dilakukan oleh mahasiswa Teknik Lingkungan
sebagai persyaratan dalam menyelesaikan studinya.
Pelaksanaan program PKL (Praktek Kerja Lapang) ini bertujuan
untuk pengaplikasian ilmu yang sudah dipelajari dan kemudian di
terapkan pada dunia kerja agar dapat memahami persoalan dan
permasalahan yang ada didunia kerja serta untuk melatih soft
skill mahasiswa dalam dunia kerja. Selain itu, diadakannya
program PKL ini mahasiswa diharuskan mampu menerapkan
kedisiplinan dan ilmunya di dunia kerja.
PT. Multi Bintang Indonesia merupakan salah satu
perusahaan yang mampu menangani limbahnya secara mandiri
sehingga perusahaan ini sangat baik bagi mahasiswa untuk
melatih dan menerapkan ilmunya di bidang pengolahan limbah
sekaligus menjadi media program PKL. Pada perusahaan ini
mahasiswa diharapkan mengetahui perusahaan secara umum
dan belajar serta pengaplikasian ilmu pada disiplin ilmu yang
telah dipelajari di perkuliahan.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses
produksi baik industri maupun domestik yang memiliki
konsentrasi tertentu pada setiap pembuangannya. Limbah
secara garis besar dibedakan menjadi tiga yaitu limbah padat,
limbah cair, dan gas buang. Limbah industri memiliki potensi yang
sangat besar menyebabkan kerusakan ekosistem dan
lingkungan yang ada. Oleh sebab itu, pengolahan limbah untuk
mengurangi konsentrasi zat pencemar harus dilakukan agar tidak
menyebabkan efek yang negatif terhadap lingkungan.
Pengolahan limbah industri dapat dilakukan dengan tiga cara
antara lain, pengolahan secara fisika, biologi, dan kimia.
Pemilihan metode pengolahan limbah cair tergantung pada jenis,
karakeristik, dan kualitas limbah yang dihasilkan. Parameter
limbah (COD, BOD5, pH, MLSS, MLVSS, dll) yang dikeluarkan
haruslah diketahui dan dilakukan pengukuran parameter agar
1
sesuai dengan peraturan pemerintah dan ISO 14000-001 tentang
standart menejemen lingkungan agar limbah yang akan dibuang
tidak mencemari lingkungan dan tidak mengganggu proses
industri dan warga sekitar. PT. Multi Bintang Indonesia yang
berada di Mojokerto merupakan perusahan beverage company
yang bergerak pada industri bir dan minuman berkarbonasi yang
bertaraf internasional. PT. Multi Bintang Indonesia mampu
mengolah limbah yang dihasilkan dari proses industri hingga
aman untuk lingkungan.

1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan dilaksanakannya Praktek Kerja Lapang (PKL)
secara umum adalah sebagai berikut:
1. Memenuhi persyaratan untuk menyelesaikan jenjang
pendidikan S1 di Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas
Brawijaya.
2. Mampu menerapkan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh
selama perkuliahan dengan kondisi di lapangan.
3. Melatih keterampilan atau softskill dalam bekerja secara
professional pada kondisi lapangan kerja sesuai dengan
peraturan di dalam perusahaan dan bidang kerja yang
ditekuni.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dilaksanaknnya Praktek Kerja Lapang ini
adalah:
1. Mengetahui secara umum profil PT. Multi Bintang Indonesia
Mojokerto.
2. Mengetahui dan mempelajari proses pengolahan limbah cair
(Waste Water Treatment) PT. Multi Bintang Indonesia
Mojokerto.
3. Mempelajari Pengolahan Limbah Cair Metode Anaerob pada
Kolam MUR (Methane Upflow Reactor) PT. Multi Bintang
Indonesia Tbk. Sampang Agung Brewery – Mojokerto

2
BAB II

TINJUAN PUSTAKA

2.1 Bir
Bir adalah sejenis minuman beralkohol yang diperoleh dari
proses fermentasi malt/sejenis gandum dengan hop oleh kerja
ragi. Dalam pembuatan bir, bahan baku utama yang digunakan
adalah sebagai berikut (Tjahyono,1990) :
1. Air
Air merupakan komponen terbesar dalam pembuatan bir
kandungan air dalam pembuatan bir hampir mencapai 95%,
dimana air yang digunakan adalah air yang memenuhi syarat
utama yaitu jernih, bebas bakteri, tidak berasa dan berbau
2. Malt
Dalam pembuatan bir malt berfungsi Sebagai sumber
karbohidrat, protein, vitamin, mineral dan sumber warna, serta
sumber rasa. Selain itu malt juga merupakan sumber gula
untuk proses fermentasi pada bir.
3. Hops
Merupakan bunga betina dari tumbuh-tumbuhan hop (sejenis
tanaman merambat) yang mengandung minyak dan damar.
Ekstrak hop berfungsi untuk memberi rasa pahit dan aroma
khas pada bir, selain itu juga berfungsi sebagai anti bakteri.
4. Ragi (Yeast)
Yeast atau ragi merupakan mikroba bersel tunggal yang
berkembang biak dengan tuntas, berfungsi sebagai pengubah
zat gula menjadi Alkohol dan CO2, dengan kata lain yeast
merupakan bahan yang digunakan dalam proses fermentasi
pada bir.

2.2 Brewhouse
Brewhouse diambil dari bahasa inggris yang berarti rumah
pemasakan bir. Brewhouse adalah suatu rangkaian proses-

3
yang mengubah pati/karbohidrat berantai panjang menjadi gula-
gula fermentasi yang nantinya akan di konversikan menjadi
alcohol (Tjahyono,1990).

2.3 Pemasakan (Brewing)


Brewing merupakan proses pembuatan bir yang meliputi
proses pemasakan bahan baku dan fermentasi karbohidrat oleh
ragi untuk menghasilkan karbondioksida (CO2) dan alkohol. Pada
PT. Multi Bintang Indonesia, komposisi utama pembuatan bir
pada proses brewing yaitu malt, ragi (yeast), dan hops serta air
untuk pelarutnya (Tjahyono,1990).

2.4 Limbah Cair Industri


Limbah cair merupakan buangan cair yang sudah tidak dapat
dimanfaatkan lagi untuk jenis kegiatan penghasilnya. Kandungan
dalam limbah cair tidak selalu harus berupa zat cair. Limbah cair
dapat juga mengandung gas dan padatan, tapi biasanya dalam
proporsi yang jauh lebih kecil daripada zat cair. Limbah cair
industri merupakan limbah cair yang dihasilkan oleh berbagai
kegiatan di suatu industri. Sumber penghasil limbah cair di dalam
suatu industri adalah proses produksi, kegiatan utilitas dan
kegiatan domestik (Suharto, 2010).

2.5 Metode Pengolahan Limbah Cair


Teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan
tersebut secara umum dapat dibagi menjadi tiga metode
pengolahan, yaitu pengolahan secara fisika, pengolahan secara
kimia, dan pengolahan secara biologi (Suharto, 2010).

2.5.1 Pengolahan limbah cair secara fisika


Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan
terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi
berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan
yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Beberapa metode
secara fisika antara lain (Hambali, dkk, 2007):
a. penyaringan (screening),
b. proses flotasi,
c. proses filtrasi,
4
d. proses adsorbsi,
e. teknologi membran (reverse osmosis)

2.5.2 Pengolahan limbah cair secara biologi


Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara
biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara
biologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan
efisien. Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat
dibedakan atas dua jenis, yaitu (Hambali,dkk, 2007):
1. reaktor pertumbuhan tersuspensi,
2. reaktor pertumbuhan lekat
Ditinjau dari segi lingkungan dimana berlangsung proses
penguraian secara biologi, proses ini dapat dibedakan menjadi
dua jenis (Hambali,dkk, 2007):
1. proses aerob yang berlangsung dengan hadirnya oksigen,
2. proses anaerob yang berlangsung tanpa adanya oksigen.

2.5.3 Pengolahan Limbah Cair secara Kimia


Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan
untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah
mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat
organik beracun, dengan membubuhkan bahan kimia tertentu
yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada
prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan
tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah
diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi
oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi
oksidasi.
1. Koagulasi
Koagulasi merupakan salah satu sifat dari koloid. Partikel-
partikel suatu koloid dapat mengalami penggumpalan
membentuk zat semi-padat. Partikel-partikel koloid tersebut
bersifat stabil karena memiliki muatan listrik sejenis. Apabila
muatan listrik itu hilang, maka partikel koloid tersebut akan
bergabung membentuk gumpalan. Proses penggumpalan
partikel koloid dan pengendapannya disebut Koagulasi. Dalam
hal ini, koagulasi koloid merupakan proses- bergabungnya

5
partikel-partikel koloid secara bersama membentuk zat
dengan massa yang lebih besar (Suharto 2010).
2. Flokulasi
Flokulasi adalah penyisihan kekeruhan air dengan cara
penggumpalan partikel untuk dijadikan partikel yang lebih
besar. Gaya antar molekul yang diperoleh dari agitasi
merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap laju
terbentuknya partikel flok. Salah satu faktor penting yang
mempengaruhi keberhasilan proses flokulasi adalah
pengadukan, dimana dikenal tiga macam cara pengadukan
yaitu mekanis, pneumatis dan hidrolis. Pengadukan dengan
cara mekanis adalah yang paling banyak digunakan dalam
pengolahan air minum, namun memerlukan peralatan yang
rumit dan pasok enerji yang cukup besar (Suharto, 2010).

2.6 Parameter Analisis Limbah


Beberapa parameter yang digunakan dalam analisis
pengukuran kualitas limbah (Gunawan, 2006), antara lain:
1. pH (Derajat Keasaman)
pH adalah parameter untuk mengetahui intensitas tingkat
keasaman atau kebasaan dari suatu larutan yang dinyatakan
dengan konsentrasi ion hidrogen terlarut. Pada instalasi
pengolahan air buangan secara biologi, pH harus dikontrol
supaya berada dalam rentang yang cocok untuk organisme
tertentu yang digunakan. Baku mutu pH berkisar pada rentang
yang cukup besar di sekitar pH netral, yaitu antara 6,0-9,0. Hal
ini bukan berarti bahwa perubahan pH yang terjadi sepanjang
rentang tersebut sama sekali tidak berdampak terhadap
makhluk hidup dan lingkungan sekitar. pH merupakan faktor
penting yang menentukan pola distribusi biota akuatik, karena
itu perubahan pH yang kecil dapat memberikan dampak besar
terhadap toksisitas polutan seperti amonia. Dampak dari
sejumlah polutan dapat bervariasi, mulai dari tak terdeteksi
sampai sangat serius, tergantung pada pH.

2. Biological Oxygen Demand (BOD)

6
BOD adalah suatu analisis empiris yang mencoba mendekati
secara global proses-proses biologis yang benar-benar terjadi
didalam air. Angka BOD adalah jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasi)
hampir semua zat organik yang terlarut dan sebagian zat -zat
organik yang tersuspensi dalam air.
3. Chemical Oxygen Demand (COD)
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar bahan
buangan yang ada didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi
kimia. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air
oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasi
melalui mikrobiologis menjadi CO2, H2O dan senyawa
organik, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut
dalam air.
4. Dissolved Oxygen (DO)
Semua gas di udara dapat terlarut dalam air namun memiliki
kelarutan yang berbeda-beda. Oksigen termasuk gas yang
sukar larut dalam air dan hanya dapat larut karena perbedaan
tekanan parsial air dan udara, bukan dengan reaksi kimia.

2.7 Standar Baku Mutu Dan ISO 14000


Menurut kementrian lingkungan hidup, 2014. ISO 14000
series merupakan seperangkat standar internasional bidang
manajemen lingkungan yang dimaksudkan untuk membantu
organisasi di seluruh dunia dalam meningkatkan efektivitas
kegiatan pengelolaan lingkungannya. Penerapan standar ISO
14000 berpotensi untuk, antara lain :
a. meningkatkan citra organisasi
b. meningkatkan kinerja lingkungan organisasi
c. meningkatkan penaatan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan pengelolaan lingkungan
d. mengurangi resiko usaha
e. meningkatkan efisiensi kegiatan
f. meningkatkan daya saing
g. meningkatkan komunikasi internal dan hubungan baik dengan
berbagai pihak berkepentingan

7
h. memperbaiki manajemen organisasi dengan menerapkan
perencanaan, pelaksanaan, pengukuran dan tindakan
perbaikan (plan, do, check, act)
Pada industri, khususnya industri bir telah ditetapkan baku
mutu yang diizinkan. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.5 Tahun 2014 Tentang
Baku Mutu Air Limbah (Tabel 2.1)

Tabel 2.1 Baku Mutu Air Limbah Bir

8
BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1. Waktu Dan Tempat Pelaksanaa Praktek Kerja Lapang


Praktek kerja lapang dilakukan mulai tanggal 19 Januari
2015 sampai dengan 20 Februari 2015 di Departement of
Engineering WWTP (Waste Water Treatment Plan) PT. Multi
Bintang Indonesia Sampang Agung Brewery, Mojokerto.

3.2. Metode Pelaksanaan


Praktek kerja lapang ini merupakan program untuk melatih
softskill pada dunia kerja dan untuk pengaplikasian ilmu yang
telah diperoleh pada perkuliahan. Progam ini dilaksanakan dalam
bentuk magang kerja. Berikut adalah metode pelaksanaan yang
digunakan:
1. Pengamatan Langsung
Pengamatan langsung dilakukan dengan mengamati dan
menganalisis secara langsung pada lingkungan kerja untuk
mendapatkan informasi yang diinginkan.
2. Praktek Kerja
Pelaksanaan praktek kerja dilakukan pada lingkungan kerja
sesuai dengan bidang yang diambil dalam praktek kerja
lapang (PKL) sesuai dengan standart operasional dan
peraturan yang ada pada perusahaan PT. Multi Bintang
Indonesia Sampang Agung Brewery, Mojokerto.
3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk keperluan laporan praktek kerja
lapang (PKL) biasa dilakukan dengan studi pustaka, diskusi,
dan wawancara.

3.3 Aktifitas Praktek Kerja Lapang


Aktifitas yang dilakukan pada praktek kerja lapang (PKL)
selama satu bulan dapat dilihat pada Table 3.1. Berikut aktifitas
praktek kerja lapang pada WWTP (Wash Water Treatment Plan)
PT. Multi Bintang Indonesia, Mojokerto:

9
Tabel 3.1 Aktfitas Praktek Kerja Lapang

Tanggal Kegiatan
19-01-15 Pengenalan Perusahaan
20-01-15 Penjelasan dan praktek teknik analisis parameter
limbah
21-01-15 Penjelasan sistem dan proses pada setiap bagian
IPAL
22-01-15 Analisis parameter dan pendalaman sistem IPAL
23-01-15 Analisis parameter dan pendalaman sistem IPAL
26-01-15 Analisis parameter limbah
27-01-15 Analisis parameter limbah
28-01-15 Analisis parameter limbah
29-01-15 Pengambilan sampel dan Analisis parameter limbah
30-01-15 Pengambilan sampel dan Analisis parameter limbah
02-02-15 Pengambilan sampel dan Analisis parameter limbah
03-02-15 Wawancara dan studi profil dan sejarah perusahaan
04-02-15 Pengambilan sampel dan Analisis parameter limbah
05-02-15 Pengambilan sampel dan Analisis parameter limbah
06-02-15 Konsultasi Tugas Khusus
09-02-15 Pengerjaan tugas khusus “Proses pada kolam MUR”
10-02-15 Pengerjaan tugas khusus “Proses pada kolam MUR”
11-02-15 Pengerjaan tugas khusus “Reaksi Anaerob”
12-02-15 Pengerjaan tugas khusus “Reaksi Anaerob”
13-02-15 Pengerjaan tugas khusus “Reaksi Anaerob dan
Permasalahan yg ada”
16-02-15 Pengerjaan tugas khusus “Fungsi Penambahan
CaCo3”
17-02-15 Analisis parmeter limbah dan pengerjaan laporan
18-02-15 Analisis parmeter limbah dan pengerjaan laporan
20-02-15 Analisis parmeter limbah, Presentasi di perusahaan
sekaligus penutupan PKL

10
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Perusahaan


4.1.1 Sejarah perusahaan
PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. adalah salah satu
perusahaan multinasional yang berkembang pesat di Indonesia.
Perusahaan ini memproduksi serta memasarkan bir. Untuk
ukuran kemasan produksi ini ada 3 macam, yaitu bintang 330 ml,
bintang 620 ml dan bintang keg 30 L. Perusahaan produk
minuman bir ini milik belanda yang induknya yaitu Heineken’s
Beer yang berada di belanda. Di Indonesia terdapat dua
perusahaan yang merupakan cabang dari Heineken’s Beer
Belanda yang bertempat di Sampang Agung, kecamatan
kutorejo, kabupaten Mojokerto – Jawa Timur, Indonesia dan di
Tangerang.
Pertama kali didirikan pada tahun 1929 di Medan dengan
nama N.V Nederlandsch Indische Bierbrouwerij-en. Mereka
kemudian menetapkan bahwa Surabaya adalah tempat yang
paling tepat untuk mendirikan sebuah perusahaan minuman bir.
Kemudian pada tahun 1931 berdirilah pabrik bir di Surabaya
dengan langsung memproduksi dan memasarkan bir yang
bernama “Java Beer”. Pada tahun 1936 Heineken N.V menjadi
pemegang saham utama, dan mengubah nama Perseroan
menjadi Heineken Nederlands Indische Bierbrouwerijen
Maatschappij yang memproduksi bir dengan merk Heineken Java
Beer dan Java Bonker.
Selama kependudukan Jepang pada tahun 1942, pabrik bir
di Surabaya dikuasai Jepang dan dirubah namanya menjadi
Nippon Bitjiu Kaisha. Kemudian pada tahun 1949 nama
perusahaan berubah kembali menjadi ”Heineken Indische
Bierbrouwerijen Maatschappij”. Pada tahun 1965 pabrik bir di
Surabaya diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia ketika
terjadi G-30S/PKI. Tahun 1967 perusahaan kembali lagi diambil
alih oleh Heineken dengan merubah nama produk menjadi “Bir
Bintang Baru”. Heineken Indische Bierbrouwerijen Maatschappij
dirubah nama kembali menjadi PT. Perusahaan Bir Indonesia
11
yang ditandai dengan memegang managing agent “Guiness
Stout” dari Sir Arthur Guiness dan Sons Dublin Irlandia pada
tahun 1972.
Pada tahun 1973 perusahaan bir terbaru Heineken di
Tangerang selesai dibangun dan mulai memproduksi dan
beroperasi. Setahun kemudian mulailah memproduksi bir dengan
merk Guinnes. Tahun 1981 pabrik yang ada di Medan di ambil
alih oleh PT. Brasseries de L’Indonesie. Dan di tahun yang sama
PT. Perusahaan Bir Indonesia diubah menjadi PT. Multi Bintang
Indonesia dengan ditandai memulai mempublikasikan
perusahaan dan berproduksi menggunakan kemasan kaleng di
Tangerang. Setahun berjalan PT. Multi Bintang Indonesia mulai
memasarkan produk baru yaitu Green Sand Shandy dan
memegang lisensi dari the Green Sand International SA Swiss.
Di tahun 1992 PT. Multi Bintang Indonesia menutup pabrik yang
berada di Medan dikarenakan kapasitasnya yang terlalu kecil bila
di bandingkan dengan pabrik bir di Surabaya dan Tangerang,
sehingga biaya produksinya tinggi. Sedangkan divisi soft
drinknya dijual ke PT. Pan Java Indonesia.
Kemudian pada tahun 1995 dimulai relokasi pembangunan
pabrik di Sampang Agung Mojokerto. Setahun kemudian dimulai
pemasaran/brew pertama di pabrik bir Sampang Agung. Di tahun
1997 PT. Multi Bintang Indonesia memindahkan pabrik yang
berada di Surabaya ke Pabrik baru yang bertempat di Sampang
Agung dengan alasan kota Surabaya tidak cocok untuk industri
minuman. Pada tanggal 13 Oktober adalah peresmian pabrik bir
Multi Bintang Indonesia dan sekaligus eksport perdana keluar
negeri yaitu negara Belanda. Masuk tahun 2005 didirikan PT. MBI
Niaga yang berwenang untuk pemasaran dan penjualan yang
terdapat di semua kota besar di Indonesia, dari Medan hingga
Jayapura. Pada awal tahun 2010 Asia Pasific Brewery Ltd (APB)
dari Singapura mengakuisisi saham Heineken yang
menjadikannya sebagai pemegang saham mayoritas perseroan.
Rincian sejarah dari mulai dibangunnya PT.MBI sampai
dengan dibangunnya fasilitas produksi untuk produk non alkohol
atau soft drink dapat dilihat pada Tabel 4.1.

12
Tabel 4.1. Rincian Sejarah PT. Multi Bintang Indonesia

Tahun Keterangan

1929 Pendirian NV Nederlandsch Indische


Bierbrouwerijen di Medan.
Pengoperasian brewery Greenfield
1931 di Surabaya dan memulai produksi
“Java Beer”.

Heineken Group menjadi pemegang


1936 saham utama perusahaan yang
berubah nama menjadi Heineken
Indische Bierbrouwerijen Maatschappij.
Perusahaan diambil alih oleh
1965 Pemerintah dengan kampanye
nasionalisasi di Indonesia.
Perusahaan kembali ke tangan Heineken
1967 dan berganti nama menjadi Bir Bintang
Baru
Nama perusahanaan dirubah menjadi PT.
1972 Perusahaan Bir Indonesia diikuti dengan
berdirinya pabrik di Tanggerang
Perusahaan mendaftarkan saham di
1981 Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek
Surabaya sebagai PT Multi Bintang
Indonesia.
1992 Penutupan brewery di Medan.
Memindahkan operasi brewery
1997 dari Surabaya ke Sampang Agung
tempat dibangunnya brewery baru.

13
Mendirikan PT MBI Niaga untuk
2005
penjualan dan pemasaran merek
perusahaan.
Asia Pacific Breweries Limited dari
Singapore menjadi pemegang
2010
saham utama di PT Multi Bintang
Indonesia Tbk.

PT Multi BintangIndonesia Tbk. Kembali


2013
menjadi bagian dari HEINEKEN NV.

Peresmian fasilitas produksi produk non


2014
alkohol atau soft drinks

Tabel 4.2. Prestasi yang pernah diraih PT. Multi bintang Indonesia
Tahun Keterangan
The best of returt on equity and`the best
2010 of return on assets oleh majalah SWA,
Indonesia pada Juni 2010
Medali emas untuk kategori bir ringan
pada kompetisi bir kelas dunia “Champion
2011 Beer 2011” penghargaan internasional
industri pembuatan bir di London

50 perusahaan terbaik di dunia versi


2012 majalah FORBES sebagai “Best of The
Best” pada November tahun 2012

In 2013, the company was selected by


2013 HayGroup as one of Indonesian
Employers of Choice 2013.

14
4.1.2 Identitas Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. Multi Bintang Indonesia Tbk.
Sampang Agung.
Jenis Badan Hukum : PT (Perseroan Terbatas)
Alamat perusahaan : Jl. Raya Mojosari – Pacet Km. 50,
Sampang Agung, Kec. Kutorejo,
Kab. Mojokerto 61383 – Jawa
Timur, Indonesia.
Nomor Telepon : (62-321) 592-502
Nomor fax : (62-321) 592-508
Status Permodalan : Asia Pasific Brewery Ltd
Bidang Usaha : Pembuatan Bir
SK AMDAL disetujui : 002/ AMDAL/2003, 21 Juli 2003
No Ijin Industri : 183/T/Industri/1998
No Ijin Klinik : 566/Pengs.53 PPK/416.105/2013
Penanggung Jawab : Taco Zentinge
Jabatan : Brewery Manager
PT. Multi Bintang Indonesia Tbk terletak di desa
Sampangagung, Kec. Kotorejo, Pacet – Mojokerto Jawa Timur.

4.1.3 Visi dan Misi Perusahaan


a. Visi
WOW Indonesia melalui merek, orang-orang, dan performa
b. Misi
Menjadi perusahaan Minuman Indonesia yang memiliki
reputasi baik dan bertanggung jawab dengan portofolio merek
bir dan minuman ringan terkemuka, dengan nilai-nilai yaitu,
Komitmen terhadap kualitas , Merek yang disukai banyak
orang, Menikmati hidup, Respek terhadap manusia dan planet

4.1.4 Struktur Organisasi


Struktur Organisasi merupakan kerangka yang menunjukkan
segenap fungsi pekerjaan meliputi pendelegasian wewenang,
tanggung jawab dan tugas dalam suatu organisasi sehingga
dalam melakukan kerja sama terjadi koordinasi, baik segi teknis
maupun manusianya yang akan menjamin kesatuan tujuan,
pikiran, tindakan dalam organisasi bersangkutan. Oleh karena itu

15
organisasi yang baik dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai batas – batas tanggung jawab dan tugas kepada setiap
pegawai sehingga tercapai suatu koordinasi dalam mencapai
tujuan organisasi.
Disusunnya struktur organisasi yang terdapat di dalam PT.
Multi Bintang Indonesia bertujuan agar terjalin suatu koordinasi
yang baik dalam pelaksanaan tugas pada setiap bagian
fungsional, sehingga setiap anggota dapat bekerja secara efektif
dan efisien.
Bagan organisasi PT. Multi Bintang Indonesia Sampang
Agung Brewery yang terlampir pada halaman lampiran
menunjukan bahwa perusahaan ini memiliki struktur organisasi
yang termasuk struktur organisasi fungsional, hal ini dikarenakan
pengelompokan pekerjaan berdasarkan fungsi yang dilakukan.
Tugas masing-masing jabatan pada struktur organisasi (job
description) dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Brewery Manager (BM)
BM merupakan orang nomor satu di pabrik bir (brewery).
Tugasnya adalah mengawasi dan bertanggung jawab
terhadap semua hal yang terdapat di dalam brewery.
Mengatur dan mengontrol semua aspek yang ada agar dapat
saling menunjang, sehingga dapat mencapai target yang
diinginkan.
2. Secretary
Secretary bertugas membantu BM dalam menjalankan
tugasnya di kantor seperti surat masuk (redaksional),
schedule, meeting, dan lain-lain yang berkaitan dengan
kesekretariatan.
3. Physical Distribution Coordinator (PDC)
PDC bertugas untuk membantu BM dalam memberikan data
dari bagian produksi sesuai dengan permintaan bagian
pemasaran serta menjembatani hubungan antara brewery
dengan sales dari marketing.

4. Planning and Production Coordinator (PPC)

16
PPC membantu BM dalam merencanakan produksi yang akan
dibuat, berdasarkan dari permintaan pasar yang kemudian
disesuaikan dengan kemampuan produksi (baik dari segi
peralatannya maupun dari segi manusianya).
5. Safety Health and Environment Officer (SHE)
SHE bertugas membantu BM dalam mengatur prosedur
keselamatan dan kesehatan bekerja, untuk menghindari
kecelakaan kerja.
6. Finance Administration Manager (FAM)
FAM merupakan kepala bagian yang menangani peredaran
uang (pemasukan dan pengeluaran) serta membuat planning
dan perchasing.
7. Brewhouse & Cellar Manager (BCM)
BCM bertanggung jawab terhadap proses pengolahan bahan
baku menjadi bir, mulai dari persiapan dasar, pemasakan,
penyaringan hingga fermentasi sampai dengan bir siap untuk
dikemas di bottling hall. BCM dibantu oleh beberapa teknisi.
8. Packaging Manager (PKM)
PKM bertugas menangani masalah pembotolan dan
bertanggung jawab terhadap proses pengemasan bir,
memberi data di bagian pemasaran termasuk penyediaan
keperluan peralatan pembotolan, baik dari lokal ataupun harus
didatangkan dari luar negeri seperti mesin, suku cadangnya,
dan bahan baku.
9. Engineering Manager (EM)
EM merupakan kepala bagian teknik yang bertugas
menyediakan sarana-sarana yang menunjang
berlangsungnya proses produksi dalam pabrik seperti
pengolahan air, listrik, steam, media pendingin, CO2,dan unit
pengolahan limbah serta perawatan dan perbaikannya. EM
dibantu oleh empat orang tenaga ahli, yaitu :
a. Maintenance Engineering, bertanggung jawab terhadap
perawatan, perbaikan serta sarana penunjangnya dan
penyediaan utinitas untuk produksi.
b. Utilities Engineer, bertanggung jawab terhadap sistem
utilitas di perusahaan.

17
c. Automation Instrumentation Electrical Assistant,
bertanggung jawab menangani masalah listrik keseluruhan
dan fasilitas dalam pabrik.
d. Planned Maintenance Engineer bertanggung jawab
terhadap administrasi pemeliharaan pabrik dan
pengawasan gudang.
10. Human Resources Manager (HRM)
HRM bertugas menangani masalah kepegawaian atau
ketenagakerjaan. Wewenangnya adalah menerima dan
memberhentikan pegawai, kesejahteraan pegawai, asuransi,
dan konsultasi. HRM dibantu oleh Personal Administration
yang menangani masalah administrasi kepegawaian termasuk
gaji pegawai.

4.1.5 Lokasi dan Tata Letak Perusahaan


PT. Multi Bintang Indonesia Sampang Agung Brewery,
Mojokerto berlokasi di Jl.Raya Mojosari - Pacet Km.50, Sampang
Agung Kc.Kutorejo, Kab.Mojokerto, Jawa Timur. PT. MBI-SA ini
menempati lahan seluas +/- 37 ha yang terbagi atas beberapa
bangunan antara lain:
a. bangunan produksi (brewing & cellar),
b. bangunan untuk panckaging,
c. bangunan Enginerring & Utility,
d. silo & malt intake,
e. empty store,
f. full store,
g. general store,
h. bangunan untuk water treatment plant,
i. bangunan waste water treatment plant,
j. chemical store,
k. front office,
l. canteen,
m. parking area,
n. clinic,
o. security station, dan
p. bangunan untuk BM office.

18
Berdasarkan layoutnya, tata letak PT. MBI-SA Brewery
Mojokerto dapat digolongkan sebagai tipe product layout. Dimana
pengaturan mesin, peralatan dan fasilitas produksi disusun
menurut aliran proses yang akan dilakukan terhadap produk.
Denah bangunan PT. MBI-SA dapat dilihat pada Gambar 4.1
dibawah ini.

Gambar 4.1 Denah PT. Multi Bintang Indonesia Sampang Agung


Brewery Mojokerto

Selanjutnya, pada Tabel 4.3 akan dijabarkan ruangan-ruangan


yang berada di setiap area bangunan yang ada di PT. Multi Bintang
Indonesia Sampang Agung Brewery Mojokerto, yang meliputi area
tempat bangunan tersebut dan ruangan-ruangan yang terdapat dalam
bangunan tersebut.

19
Tabel 4.3. Area Bangunan PT. Multi Bintang Indonesia Sampang Agung
Brewery Mojokerto
No. Area Bangunan
1 Perkantoran - Lantai 1 (Office Room), terdiri
dari :
(BM Room, Secretary Room,
HRO Room& Planner Room,
Metting Room, BPO Room, HR
Manager Room, CDO Room,
Controler Room, Acounting
Room, EM Room, AM Metting
Room, Mini Lebrary, BTM
Room & BCM Room, IT Room,
SHE Room & TPMC Room,
Bar)
- Lantai 2, terdiri dari :
Galeri PT. Multi Bintang
indonesia TBK – SA,
Mechanical Workshop dan
Laboratorium, 2 gudang.
2 Area Empty Store - Control room
- Gudang
3 Area Packaging - Control Room
- Racking plant
- Crete Depalletizer
4 Full Store - Control Room
- Gudang
- Loadingbay
- Driver room
5 Brewing & Cellars - Lantai Atas , terdiri dari :
(Metting Room + Pantry, Miling
Room)
- Lantai Bawah, terdiri dari :
(Filter AID Room, Hop Store)
6 Utility - Control Room
- Enginering Office
7 Silo & Malt Intake - Control Room
- Gudang
20
8 WTP - Instalasi Pengolahan Air
Bersih
- Control room
9 WWTP - Instalasi Pengolahan Air
Limbah
- Control room
- Lab. satelite
10 Area depan Area depan, terdiri dari :
- Security Station
- Mushola
- Canteen
- Welfare & Clinic
- Front Office
- Motor Cycle & Car Parking
- Truck/Lorry Parking
- Truck Driver Waiting Room
- Fire Truck Station

4.1.6 Ketenaga Kerjaan


PT. Multi Bintang Indonesia Sampang Agung Brewery
Mojokerto merupakan PMA yang memiliki jumlah karyawan tetap
sebanyak 105. Jumlah pekerja yang berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 96 dengan tingkat pendidikan SMA 43 orang, D3 18
orang, S1 33 orang, S2 2 orang. Sedangkan jumlah pekerja yang
berjenis kelamin wanita sebanyak 9 orang dengan tingkat
pendidikan SMA 5 orang, D1 1 orang, dan S1 3 orang. Adapun
tingkat penggolongan karyawan PT. MBI-SA diantaranya :
a. golongan 8-9 : Non Staff
b. golongan 10-13 : Staff
c. golongan 14-15 : Supervisor
d. golongan 16-18 : Manager
e. golongan 19 : Brewery Manager
Penerimaan tenaga kerja dilakukan pada saat perusahaan
memerlukan tenaga kerja untuk pengembangan dan peningkatan
mutu. Penerimaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan,
penerimaan tenaga kerja/perekrutan dilaksanakan dimana ketika
ada suatu jabatan yang kosong dan PT. MBI-SA membutuhkan
21
karyawan yang mampu mengisi jabatan yang kosong tersebut,
maka barulah PT. MBI-SA mengadakan open recruitment
karyawan baru. Perekrutan tenaga kerja di perusahaan ini melalui
5 tahapan, yaitu seleksi administrasi, wawancara awal, psikotes,
wawancara akhir dan training selama 3 bulan . Pembagian shift
kerja di PT. MBI-SA menjadi 2 shift kerja dan pembagian shift
kerja berbeda satu sama lain yaitu ada yang 8 jam kerja dan ada
yang 12 jam kerja.
Sedangkan untuk tunjangan yang diberikan perusahaan
antara lain:
1. Transportasi
2. Biaya pengobatan (karyawan dan keluarga)
3. Biaya pernikahan dan kelahiran
4. Jamsostek, meliputi:
a. Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK)
b. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
c. Tunjangan Hari Tua (THT)
5. Asuransi kecelakaan
System pengupahan di PT. Multi Bintang Indonesia Tbk
adalah System annual income yang meliputi gaji pokok,
tunjangan, bonus (premi).

4.1.7 Kesehatan dan Keselamatan Kerja


Kesehatan dan keselamatan kerja merupakan unsur yang
sangat penting dalam dunia kerja. Oleh karena itu, suatu
perusahaan harus melindungi para pekerjanya dari kecelakaan
dan penyakit akibat kerja dan para pekerjanya memperoleh hak
untuk memperoleh perlindungan kesehatan dan keselamatan
kerja. Sehingga, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan
tanggung jawab bersama untuk kepentingan bersama.
Kesehatan dan keselamatan kerja pada PT. Multi Bintang
Indonesia menganut sistem menejemen K3 standar internasional
yaitu OHSAS 18001:2007 (Occupation Health and Safety
Assessment Series). Penggunaan sistem menejemen K3 ini
berpacu pada Heineken yang sudah menerapkan OHSAS
18001:2007. Dengan penggunaan sistem menejemen K3
berstandar internasional ini diharapkan dapat meminimalisir

22
penyakit atau kecelakaan kerja terjadi pada lingkungan PT. Multi
Bintang Indonesia.
Kecelakaan kerja merupakan kejadian yang tidak disengaja
yang dapat merugikan pekerja maupun perusahaan sehingga
dapat merusak proses atau sistem yang berjalan. kecelakaan
kerja diakibatkan oleh kelalaian pekerja, kelayakan alat kerja, dan
lingkungan kerja yang tidak nyaman. Namun, kecelakaan kerja
sepenuhnya bisa dicegah dengan sistem menejemen kesehatan
dan keselamatan kerja yang baik. Berikut merupakan jenis
kecelakaan kerja:
1. Accident (Kecelakaan Berat)
Accident merupakan kecelakaan yang berakibat pekerja yang
mengalami kecelakaan tidak mampu melakukan perkerjaanya
kembali pada waktu terjadinya kecelakaan kerja (hilangnya
waktu bekerja). Sehingga pekerja yang mengalami
kecelakaan kerja harus istirahat (diistirahatkan dirumah atau
di rawat dirumah sakit). Accident (kecelakaan berat) terbagi
atas dua jenis, yaitu:
a. Serious, merupakan kecelakaan kerja yang berakibat
hilangnya waktu kerja selama lebih dari tiga hari.
b. Minor adalah kecelakaan kerja yang berakibat hilangnya
waktu kerja tidak lebih dari tiga hari.
2. Incident (Kecelakaan Ringan)
Incident merupakan kecelakaan kerja pada pekerja yang
berakibat tertundanya pekerjaan akibat kecelakaan. Jenis
kecelakaan ini tergolong kecelakaan ringan karena pekerja
masih mampu melakukan pekerjaannya pada saat setelah
terjadi kecelakaan.
Kecelakaan akibat kerja pada prinsipnya diakibatkan oleh
lingkungan kerja dan pekerja itu sendiri. Berikut penjelasan
singkat tentang kecelakaan yang diakibatkan oleh pekerjaan:
1. Unsafe condition (kondisi tidak aman) adalah keadaan tidak
aman di lingkungan atau tempat kerja yang dapat
mengakibatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Contoh
keadaan lingkungan tidak aman, seperti tangga keropos, lantai
licin, kabel listrik telanjang, dll.
2. Unsafe act (perbuatan bahaya) merupakan perbuatan yang
dapat membahayakan diri sendiri dan atau orang lain dalam
23
suatu lingkungan kerja. Unsafe Act tersebut sering terjadi
akibat pekerja tidak menggunakan sistem operasional yang
telah berlaku. Seperti tidak menggunakan APD (Alat
Pelindung Diri), tidak memperhatikan rambu yang telah
tertempel, mengangkut barang melebihi kapasitas angkut, dll.
Untuk mencegah terjadinya kecelakaan akibat kerja PT. Multi
Bintang Indonesia melakukan pencegahan dengan mengadakan
sosialisasi pentingnya K3 terhadap karyawan baik lama maupun
baru. Selain itu, PT. Multi Bintang Indonesia memberlakukan
kotak near miss. Near miss merupakan perlakuan atau tindakan
yang hampir mengakibatkan kecelakaan kerja yang disebabkan
oleh unsafe condition (kondisi tidak aman) dan unsafe act
(perbuatan bahaya). Near miss box ini berfungsi untuk bahan
analisis sumber bahaya sehingga nantinya lingkungan atau
tindakan yang tidak aman dapat dikurangi. Selain itu, near miss
box memiliki fungsi sebagai pencegah terjadinya kecelakaan
akibat kerja dan dapat menciptakan budaya kerja yang aman.

4.1.8 Pengendalian mutu


Penerapan standar mutu perlu dilakukan agar perusahaan
dapat mengembangkan usahanya secara global, dan dipercaya
oleh konsumen lokal maupun luar.
PT. MBI (Multi Bintang Indonesia) menerapkan standar mutu
produk dalam menjaga kualitas produk menggunakan pelayanan
jasa dengan badan ISO (International Organization For
Standarization).
Adapaun sertifikat ISO yang telah didapatkan PT. MBI
adalah ISO 9001:2000 yaitu merupakan cara pengelolaan secara
efektif (Effective Management) agar bisa bekerja secara
sistematis dan agar perusahaan mempunyai perencanaan yang
matang dengan mengimplementasikan manajemen mutu. Untuk
Food Safety Management System PT. MBI telah mendapatkan
sertifikat ISO 22000 atau yang disebut juga HACCP (Hazard
Analysis Critical Control Plan) diperlukan untuk mendukung
peningkatan mutu produk dan peningkatan kepercayaan
konsumen tertentu akan produk perusahaan. PT. MBI juga
menerapkan system manajemen lingkungan dengan
mengimplementasikan system manajemen mutu ISO 14000
24
mengenai manajemen pengolahan limbah dan lingkungan secara
lebih luas melalui pendekatan yang sistematik, serta minimisasi
sesuatu kerugian yang tidak menguntungkan terutama dari
kegiatan produksi yang dikenal dengan istilah “Zero Losses”.

4.2 Proses Produksi Bir


Secara garis besar proses produksi beer pada PT. Multi
Bintang Indonesia Sampang Agung Brewery Mojokerto dibagi
dalam tiga bagian utama yakni Brewhouse, Cellar, dan
Packaging Process.

4.2.1 Bahan Baku


Dalam Proses pembuatan minuman bir memerlukan bahan
baku dan peralatan. Bahan baku pembuatan minuman bir di PT.
Multi Bintang Indonesia Tbk. Sampang Agung terdiri dari empat
bahan baku utama, yaitu :
1. Malt
Merupakan biji barley yang telah mengalami proses
perkecambahan (malting). Biji barley adalah tanaman jenis
padi – padian (gramineae), tumbuh di daerah sub-tropis
(Eropa, Amerika, Australia), dapat tumbuh menjadi barley
yang mempunyai cadangan makanan berupa karbohidrat,
protein dan lemak. Zat makanan tersebut dapat
dimaanfaatkan bila terdapat enzim, enzim sendiri di dalam biji
barley berbentuk secara alamiah pada saat berkecambah
(Bambang. N, 1996).
Proses malting untuk pembuatan minuman bir di PT. Multi
Bintang Indonesia Tbk - Sampang Agung tidak dibuat sendiri
melainkan di import langsung dari Eropa dan Australia dalam
kemasan container. Ada 3 jenis malt yang digunakan saat ini,
diantaranya yaitu, Bavaria, Adelaide & Soufflet, dan Joe White.
Kegunaan dari malt sebagai bahan baku adalah :
a. Memberikan citra rasa pada minuman Bir
b. Sebagai sumber karbohidrat
c. Malt sebagai sumber protein
d. Malt sebagai sumber enzim. Ada 3 sumber enzim,
diantaranya : Enzim α-amylase, Enzim β-amylase, Enzim
Protease
25
2. Hops
Merupakan ekstrak dari bunga betina tanaman hop yang
belom mengalami penyerbukan. Hop adalah tanaman yang
merambat, memiliki dua rumah yaitu memiliki bunga jantan
dan bunga betina dengan tinggi 5 – 8 meter dan tumbuh di
negara beriklim sedang, seperti : Inggris, Jerman dan Australia
(Bambang. N, 1996).
Bersama bahan lain hop menyebabkan rasa bir menjadi pahit
sesuai jenis bir yang dibuat (Pilsener) disamping memberikan
aroma yang khas pada bir dan menambah kestabilan pada
busa bir. Dengan adanya pendidihan pada ketel dapat
menyebabkan asam-asam dalam hop mengalami isomerisasi
dan rasa isohumulon, isokohumulon, dan isoadhumulon yang
dapat menimbulkan rasa pahit dan tajam yang mempengaruhi
citra rasa bir. Hop yang digunakan PT. Multi Bintang Indonesia
Tbk. Sampang Agung sudah dalam bentuk ekstrak hop
berwarna coklat berupa cairan kental. Hop ini harus disimpan
dengan kondisi kering dan dingin (40 C) yang paling sering
digunakan untuk pembuatan bir atau hop kadar α-acidnya,
15% α-acid mempunyai pengaruh yang lebih kuat
dibandingkan dengan β-acid, sehingga α-acid dapat dijadikan
ukuran kemampuan hop untuk memberikan rasa pahit.
3. Yeast
Merupakan mikroorganisme bersel satu, digolongkan dalam
kelas khamir, berkembangbiak dengan membelah diri. Ragi
dalam pembuatan bir berfungsi untuk mengubah zat gula hasil
pemasakan menjadi alkohol + CO2 + Energi pada proses
fermentasi. (Bambang. N, 1996).
Yeast yang digunakan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk.
Sampang Agung adalah ragi spesies Sacharomyces
pastoryanus tipe botton fermention yaitu ragi akan mengendap
di bawah fermentor setelah aktifitas fermentasinya berhenti
(sudah tidak ada lagi zat gula yang dapat di pecah lagi).

4. Air
Air merupakan bahan baku terbanyak dalam proses
pembuatan bir sekitar 88% oleh sebab itu air yang digunakan
dalam pembuatan bir harus memenuhi persyaratan yang telah
26
ditentukan. Syarat air yang dipergunakan dalam pembuatan
bir berdasarkan kondisi fisik : Jernih, tidak boleh keruh sama
sekali (0,3 EBC), tidak berwarna, tidak berasa dan tidak
berbau. Kondisi kimia, pH harus sesuai dengan kondisi normal
MBI, alkalinitas dan kesadahan, kondisi mikribiologi air yang
digunakan tidak boleh terkontaminasi oleh mikroorganisme
karena dapat mengganggu selama proses dan mempengaruhi
rasa bir yang dihasilkan. Fungsi air dalam proses pembuatan
bir adalah sebagai pelarut dan media reaksi enzimatis dalam
proses fermentasi. Selain bahan baku utama, ada juga bahan
penunjang tambahan seperti asam, CaCl2dan ZnSO4.

4.2.2 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan
minuman bir di PT. Multi Bintang Indonesia Tbk. Sampang Agung
(PT. MBI-SA), antara lain :
1. Malt silo merupakan tempat penampungan bahan baku
sebelum digiling
2. Malt mill “hammer mill” merupakan alat yang digunakan untuk
menggiling malt
3. Mush Tun merupakan bejana untuk proses pemasakan
campuran malt dan air untuk dijadikan gula (sakarifikasi)
4. Mash filter merupakan alat untuk menyaring wort
5. Wort copper merupakan tempat untuk mendidihkan wort,
tempat pelarut hop, penggumpalan protein yang tidak larut.
6. Whirpool merupakan tempat pemisahan ampas atau sludge
dari wort
7. Wort cooling merupakan tempat mendinginkan wort sampai
pada suhu 8oC sebelum di fermentasikan
8. YST “yeast stoge tank” merupakan tempat penyimpanan yeast
atau ragi yang sudah dikembangbiakkan
9. Tangki fermentasi merupakan tempat yang digunakan untuk
proses fermentasi
10. Deareated Water Tank merupakan tanki yang berguna untuk
menampung air yang sudah di karbonisasi (kadar O2
dihilangkan)
11. Kieselguhr Tank merupakan tanki yang digunakan untuk
menyaring bir sisa-sisa ragi yang terbawa
27
12. PVPP Filter merupakan tanki yang digunakan untuk
menyaring protein yang terkandung dalam bir
13. Slurry tank PVPP merupakan tanki melarutkan PVPP
14. BBT “Bright Beer Tank” merupakan tanki penyimpanan bir
hasil filtrasi yaitu bir jernih yang siap untuk dikemas.

4.2.3 Brewhouse
Brewhouse merupakan tempat awal proses produksi bir dari
tahap penyimpanan malt (malt intake) sampai proses brewing
yakni proses pemasakan atau pembuatan adonan (wort) dari
bahan baku berupa Malt. Proses-proses yang terjadi di
brewhouse (Gambar 4.2) adalah sebagai berikut.
1. Malt Intake
Bahan baku berupa Malt sebelum diolah lebih lanjut akan
disimpan di tempat yang bernama Malt Silo. Bentuknya berupa
tabung, dengan bentuk kerucut didasarnya. Dalam malt intake
terdapat dua proses pemisahan sebelum di transfer menuju
malt handing yaitu Precleaner dan magnet filter. Dari Malt Silo,
Malt akan diangkut menuju proses selanjutnya yaitu proses
penggilingan melalui conveyor.
2. Malt Milling (Penggilingan)
Proses penggilingan ini berlangsung di Mill dengan
menggunakan alat penggiling hammer mill. Tujuan dari milling
ini yaitu mempermudah proses Mashing. Pada proses tersebut
Malt digiling sehinggal menghasilkan gilingan kasar malt yang
disebut Malt Grist.
3. Mashing
Proses selanjutnya adalah Mashing pada Mash Tun. Mashing
merupakan proses pencampuran malt grist dengan air hangat
sehingga menjadi bubur gandum atau Mash. Tujuan dari
proses mashing adalah merubah substansi yang tak terlarut
menjadi substansi yang terlarut dalam air. Pada proses ini
ditambahkan enzim glukanase dan CaCl2.
4. Mash Filter
Selanjutnya Mash atau bubur gandum disaring menggunakan
Mash Filter. Penyaringan ini dilakukan untuk memisahkan
larutan yang mengandung zat gula dan protein dari kulit atau

28
sekam yang tersisa sehingga didapatkan cairan ekstrak jernih
yang disebut Wort.
5. Wort Boiling
Cairan ekstrak (wort) hasil filtrasi selanjutnya akan didihkan
pada Wort Copper dengan tujuan menstabilkan bir serta dalam
proses ini juga ditambahkan bunga hops untuk memberi
aroma dan rasa khas bir.
6. Penjernihan
Setelah semua proses pada wort copper selesai, wort
kemudian dibawa ke tangki besar yang disebut whirlpool untuk
dilakukan penjernihan. Disini komponen yang tidak diinginkan
akan diendapkan selama kurang lebih satu jam. Proses
penjernihan ini merupakan proses terakhir pada brewhouse,
selanjutnya proses akan berlangsung di bagian Cellar.

Gambar 4.2 Proses pemasakan bir di Brewhaouse


4.2.4 Cellar
Di Cellar inilah Wort atau adonan dari proses Brewing akan
melalui serangkaian proses pendinginan dan fermentasi sampai
bir siap untuk proses pengemasan (Packaging) seperti yang

29
terlihat pada Gambar 4.3. Berikut adalah proses-proses yang
terjadi di Cellar.
1. Wort Coller
Di proses ini Wort akan didinginkan dengan dua tahap, yaitu
pertama dengan air pada suhu 330C dan yang kedua dengan
Alkohol hingga mencapai suhu 90C. Wort yang sudah jernih
dari proses sebelumnya akan dilewatkan ke alat pendingin
yaitu Wort Coller untuk mencapai suhu ideal bagi ragi atau
Yeast untuk melakukan fermentasi yaitu antara 7 sampe 80C.
2. Fermentasi
Setelah wort didinginkan dan mencapai suhu ideal untuk
dimulai proses peragian, wort dibawa ke tangki fermentasi, di
tempat ini wort yang sudah dingin di beri udara bersih (aerasi),
baru kemudian ditambahkan yeast untuk menjalankan proses
fermentasi. Pemberian udara bersih dilakukan agar ragi dapat
berkembang biak. Proses fermentasi ini berlangsung kurang
lebih selama 2 minggu dalam suhu yang terjaga yaitu sekitar
10,50C. Hasil dari proses ini dinamakan young beer, yakni bir
yang masih dalam keadaan keruh dan perlu disaring serta di
stabilisasi.
3. Beer Filter
Setelah proses fermentasi dan dihasilkan young beer,
selanjutnya young beer perlu disempurnakan dengan
serangkaian proses yang intinya berupa penyaringan untuk
memisahkan bir dari padatan (ragi, protein, dsb) untuk
menghasilkan bir yang jernih.
4. Stabilization
Pada proses ini terjadi proses kimia dimana zat tannin yang
terkandung dalam bir akan diikat oleh PVPP (Polyvinyl
Polypirolidone) agar bir menjadi stabil dan tidak mudah keruh.
5. Dulition & Carbonation
Dilution adalah proses pengenceran bir dengan air bebas
udara untuk memperoleh bir dengan berat jenis dan
kandungan ekstrak yang telah ditentukan. Sedangkan
Carbonation adalah proses melarutkan gas CO2 ke dalam bir
untuk memberikan efek segar pada bir dan mendorong
pembentukan busa.
6. Bright beer tank
30
Setelah semua proses selesai, bir yang sudah jadi selanjutnya
akan di simpan di tangki yang di sebut Bright Beer Tank
sebelum nantinya di kemas oleh bagian Packaging.
Gambar 4.3 Proses fermentasi dan pendinginan Bir (Cellar)

4.2.5 Proses Pengemasan (Packaging Process)


Setelah pembuatan bir selesai, maka proses selanjutnya
adalah pengemasan (Packaging) yang dilakukan di Bottling Hall.
Terdapat 3 jenis pengemasan atau Packaging pada PT. MBI-SA
yakni, Canning (pengemasan dalam kaleng), Bottling
(pengemasan dalam botol) seperti yang terlihat pada Gambar
4.4, dan Racking (pengemasan dalam barel).
Proses pengemasan bir dalam botol (Bottling) melalui
beberapa tahap sebagai berikut :
1. Depalletizer
Dari empty store botol-botol kosong yang berasal dari pasar
(botol bekas) dan botol baru diperiksa terlebih dahulu. Botol-
botol yang telah lulus pemilihan visual kemudian dimasukkan
31
ke krat-krat yang telah tersedia untuk dibawa ke conveyor
unpacker.
2. Unpacking
Pada proses Unpacking, botol-botol diangkat dengan Gripper
menggunakan media udara dengan system vacuum ke atas
conveyor botol, dalam hal ini pengangkatan botol dari krat
menggunakan system otomasi terintegrasi yang disebut
Inkamatic.
3. Pencucian botol dalam Washer
Sebelum masuk ke dalam mesin pencuci, boto-botol perlu
disortir/diisnpeksi terlebih dahulu dengan cara
mengidentifikasi kacacatan pada body botol. Botol-botol
kemudian dijalankan ke mesin pencuci (Washer), lalu dengan
bantuan Infeed (pendorong), botol-botol didorong masuk ke
Pocket Bottle untuk dicuci. Mesin Washer terdiri fari tiga
bagian yakni:
a. Caustic Compartement
Merupakan pencucian menggunakan Coustic Soda dengan
konsentrasi 1,2 – 2 %, dengan suhu antara 80 hingga 850C.
b. Water Compartement
Setelah pencucian menggunakan Coustic Soda,
dilanjutkan dengan pencucian menggunakan Hot Water
Spraying bersuhu 550C .
c. Last rinse
Bagian terakhir pada proses pencucian ini yaitu dengan
perlakuan Fresh Chlorinated Water Spraying.
4. Empty Bottle Inspection (EBI)
Setelah pencucian, botol akan didorong ke Convenyor untuk
melewati EBI (alat untuk mendeteksi botol kosong yang telah
di cuci). Deteksi botol ini bertujuan untuk memastikan botol
sudah sesuai denga standar yaitu ketebalan , diameter, dan
tinggi yang sesuai, juga untuk mendeteksi benda asing dan
sisa larutan caustic soda yang masih tertinggal di dalam botol.
Botol yang lolos deteksi akan mengikuti Convenyor ke bagian
Filler dan Crowner, sedangkan yang tidak lolos deteksi akan
dikeluarkan dari Line Convenyor secara otomatis.
5. Pengisian bir (Filling and Crowner)

32
Mesin Filler dan Crowner terdapat dalam satu rangkain mesin
yang melakukan pekerjaan secara kontinu. Mesin Filler
berfungsi untuk mengisi bir yang berada pada Bright Beer
Tank ke dalam botol yang kemudian botol akan ditutup oleh
mesin Crowner.
6. Deteksi Felling Level (FLD Filter)
Setelah keluar dari mesin filler dan crowner, boto-botol
diidnspeksi lagi secara visual menggunakan Fill Level Detector
(FLD) yang menggunakan sinar gamma dengan tujuan
memsatikan botol-botol telah terisi bir, memastikan bahwa bir
telah mencapai volume standar yang diinginkan (not
underfilled) dan memastikan bahwa botol-dotol telah ditutup
dengan benar. Apabila ada yang tidak sesuai, maka botol yang
tidak sesuai tadi akan di keluarkan dari Line Conveyor secara
otomatis.
7. Pasteurizing
Pasteurisasi berfungsi untuk menon-aktifkan bakteri bakteri
yang terdapat didalam bir sehingga tidak dapat berkembang
dengan proses pemanasan. Lamanya proses pasteurisasi ini
adalah sekitar 45 menit terhitung mulai dari masuknya botol ke
dalam mesin pasteurisasi. Didalam mesin pasteurisasi botol
akan mengalami proses pemanasan. Setelah itu botol akan
mengalami proses pendinginan kembali secra bertahap
hingga keluar dari mesin.
8. Labelling dan ink jet coding
Botol-botol yang telah keluar dari proses pasteurisasi
kemudian akan masuk ke Labelling Machine untuk proses
labelling pada dinding luar botol. Pada label akan diberikan
kode produksi menggunakan Lister Jet (Ink Jet Coding) yang
mencakup tanggal, jam produksi, dan masa kadaluarsa.

9. FLD labeler
Pada bagian pengeluaran dari labeler machine dipasang
sensor untuk mendeteksi apakah botol sudah berlabel atau
belum, apakah terdapat label yang miring, dan apakah ada
lubang kebocoran pada tutup botol, serta level bir volumenya
sudah sesuai standar atau belum. Apabila belum, detector

33
akan mengeluarkan botol tersebut dari Line Conveyor secara
otomatis. Proses ini merupakan proses inspeksi terakhir.
10. Inpacking
Selanjutnya botol-botol yang sudah melalui proses inspeksi
terakhir akan otomatis ditransfer ke karton atau krat plastik
untuk proses inpacking. Botol bir dalam kemasan karton atau
krat akan melewati alat timbangan dan akan mengeluarkan
kemasan karton atau krat yang isinya kurang. Secara otomatis
produk dalam karton atau krat disusun diatas pallet dan
kemudian dipindahkan ke gudang. Setelah itu, produk dalam
karton atau krat siap masuk ke full store.

Gambar 4.4 Proses Packaging (Bootling)

4.3 Pengolahan Limbah


Limbah merupakan buangan dari proses industri maupun
aktivitas manusia yang dapat mencemari lingkungan, oleh karena
itu setiap limbah yang dihasilkan harus melalui pengolahan
terlebih dahulu agar tidak mencemari lingkungan.

34
PT. MBI SA merupakan perusahaan yang peduli lingkungan,
hal tersebut ditunjukan dengan diperolehnya ISO 14000, dan
ebagai perusahaan yang peduli lingkungan, PT. MBI-SA telah
memiliki instalasi pengolahan limbah untuk mengolah limbah
yang dihasilkan sehingga tidak lagi berbahaya untuk dibuang ke
lingkungan.

4.3.1 Sumber dan Jenis Limbah


Limbah yang dihasilkan oleh PT. Multi Bintang Indonesia
terdiri dari dua jenis yaitu limbah padat dan limbah cair.
1. Limbah padat
a. Spent Grain
Merupakan sisa sekam atau kulit Malt yang dihasilkan pada
proses filtrasi di Mash Filter. Limbah ini biasanya akan dijual
kembali sebagai pakan ternak.
b. Sludge
Merupakan lumpur buangan dari proses pengolahan
limbah yang dikeringkan atau di saring pada bak yang
dinamakan sludge bed. Selanjutnya sludge ini aka
diserahkan pada pihak ketiga untuk pengolahan lebih lanjut
c. Limbah padat lainnya
Limbah padat lainnya yaitu berupa pecahan botol, label
bekas hasil pencucian dan material padat lainnya. Limbah-
limbah tersebut diserahkan ke pihak ketiga sama seperti
limbah sludge.
2. Limbah cair
a. Caustic soda
Pada proses packaging, PT. MBI-SA menggunakan caustic
soda untuk membersihkan botol-botol yang akan
digunakan. Caustic soda bekas pencucian botol inilah yang
menjadi salah satu jenis limbah cair yang dihasilkan oleh
PT. MBI-SA.

b. Alkohol
Merupakan limbah cair yang dihasilkan dari proses
pendinginan pada brewing. Selain alkohol proses
pendinginan juga dilakukan dengan Air.
c. Air Limbah Produk
35
Merupakan air limbah yang dihasilkan atau berupa sisa
produk yang tidak sesuai standar.
d. Limbah cair lainnya
Berupa limbah cair domestik dari kegiatan yang dilakukan
di PT. MBI-SA yang berasal dari kamar mandi, pantri, dll.

4.3.2 Instalasi Pengolahan Limbah Cair


Unit pengolahan limbah pada WWTP PT. Multi Bintang
Indonesia, Mojokerto dirangkai secara kompleks sesuai dengan
fungsinya dan pengaturan tata letak disesuaikan dengan kondisi
lapang secara efektif dan efisien, adapun bagian-bagian dalam
instalasi pengolahan limbah PT. Multi Bintang Indonesia
Sampang Agung , Mojokerto adalah sebagai berikut:
1. RWW (Raw Waste Water)
Merupakan bak penampung air limbah yang di hasilkan
sebelum dilakukannya treatment.
2. Pump Sump
Pompa yang berfungsi untuk memompa air limbah dari RWW
ke Rotary Screen, terdiri dari tiga pompa dimana pompa-
pompa tersebut beroprasi sesuai kebutuhan.
3. Rotary Screen
Alat penyaring yang berfungsi untuk memisahkan sampah-
sampah padat dan berukuran besar (pecahan botol, crown,
cork, potongan plastic dll) dari influent yang masuk agar tidak
terbawa ke treatment selanjutnya.
4. Equalitation Basin (EQ)
Bak tempat berlangsungnya proses penghomogenan air
limbah oleh Equalitation basin agitator, agar kualitas limbah
tidak berfluktuatif terutama suhu dan pH.
5. Equalitation Basin Agitator
Berfungsi sebagai alat pengaduk pada bak equalisasi.

6. NaOH dan HCl Metering Pump


Pompa yang digunakan ntuk memompa (dosing) NaOH atau
HCl yang akan masuk ke MUR agar pH mencapai set point
yaitu 6,2-7,8.
7. Methane Reactor Feed Pump

36
Pompa yang digunakan untuk memompa air dari bak
equalisasi ke MUR.
8. Static Mixer
Merupakan alat pencampur (mixing) air limbah dari EQ
(setelah dosing NaOH dan HCl) agar lebih homogen.
9. MUR (Methane Upflow Reaktor)
Bak reaktor anaerob tempat terjadinya proses anaerob pada
instalasi pengolahan limbah yang menghasilkan gas methan
(biogas).
10. Biogas Flare
Pipa yang berfungsi untuk mengalirkan biogas yang dihasilkan
di MUR ke pipa biogas dan selanjutnya dibakar (burner).
11. Effluent Holding Tank
Merupakan bak bagian dari MUR yang berfungsi untuk
menampung air limbah setelah melalui proses anaerob pada
kolam MUR.
12. MUR Pump
Pompa yang berfungsi untuk mensirkulasikan air limbah dari
MUR Holding Tank ke EQ atau ke aliran menuju MUR kembali.
13. Aeration Basin (AB)
Tempat terjadinya proses aerob pada instalasi pengolahan
limbah cair.
14. Aeration Air Blow
Blower yang berfungsi mengalirkan udara masuk ke AB
(sirkulasi udara) untuk keperluan proses aerob (terdapat dua
blower yang beroperasi).
15. Aerator Liquid Recycle Pump
Pompa aerator yang digunakan Untuk memompa/
mensirkulasikan air limbah pada AB agar aerasi yang terjadi
lebih maksimal.

16. Final Clarifier (FE)


Kolam tempat penjernihan air dan pengendapan sisa lumpur
dari proses aerob.
17. Activated sludge recycle pump
Pompa yang digunakan untuk memompa dan mengembalikan
endapan lumpur aktif pada FE ke kolam Aerasi.
18. Belt press feed pump
37
Pompa untuk memompa endapan lumpur aktif yang akan di
buang dari FE ke drying bed.
19. Drying bed
Drying bed terdiri dari beberapa bak yang berfungsi untuk
menyaring dan mengeringkan lumpur dari pengendapan di
FE.
20. Fish Pond
Merupakan kolam ikan yang digunakan Untuk menampung
limbah yang telah di treatment dan indikator sebelum di alirkan
ke badan sungai.

4.3.3 Proses Pengolahan Limbah Cair


Pada PT. MBI-SA pengolahan limbah atau WWTP yang
digunakan menitik beratkan pada proses pengolahan secara
biologi. Pengolahan limbah secara biologi yang digunakan adalah
kombinasi proses anaerobik dan aerobik. Pada tahap pertama air
limbah akan menjalani proses anaerobik di Methane Upflow
Reactor (MUR), selanjutnya diuraikan secara aerobik di Aeration
Basin. Berikut pengolahan limbah yang ada pada PT. Multi
Bintang Indonesia:
1. Raw Waste Water (RWW)
Air limbah yang dihasilkan PT. Multi Bintang Indonesia mulai
dari produksi, pencucian, hingga pengemasan (packaging)
dan juga limbah cair domestik pada perusahaan, semua
terkumpul di bak RWW sebelum dilakukannya penyaringan
oleh Rotary Screen. Bak raw waste water (RWW) ini
dilengkapi dengan 3 buah pompa (Pump Sump) yang akan
memompa air yang terkumpul di RWW ke Rotary Screen untuk
dilakukan proses pemisahan sampah-sampah padat
berukuran besar. RWW memiliki kedalaman 2 m dengan
panjang dan lebar masing-masing 7.5 m dan 6 m sehingga
mampu menampung air limbah sebanyak 90 m3. Bentuk bak
Raw Waste Water dapat dilihat pada Gambar 4.5.
2. Rotary Screen
Pengolahan limbah cair tahap pertama pada PT. Multi Bintang
Indonesia dilakukan dengan pemisahan partikel padatan atau
sampah berukuran besar dengan menggunakan rotary screen
(Gambar 4.6). Alat ini berbentuk tabung, memiliki pori yang
38
sangat kecil dan terdapat motor sebagai penggeraknya
sehingga mampu memisahkan zat padat yang dapat
menggangu dalam proses selanjutnya.

Gambar 4.5 Raw Waste Water (RWW)

Gambar 4.6 Rotary Screen

3. Equalization Basin (EQ)


Pengolahan selanjutnya yaitu pada equalization basin
(Gambar 4.7) yaitu kolam penghomogenan, kolam tersebut
berguna untuk menghomogenkan limbah yang ada pada
PT.MBI-SA dan juga berfungsi sebagai tempat pengaturan
derajat keasaman (pH). Pengaturan nilai pH pada limbah
dilakukan dengan menambahkan larutan NaOH (Sodium
39
Hydroxide) dan HCL (Hydrochloric Acid) yang berguna untuk
mengondisikan pH mendekati nilai pH netral yaitu antara 6,8-
7,8, sebagai lingkungan mikroba yang optimal dalam proses
anaerob. Setelah disaring oleh rotary screen, air limbah akan
mengalir (Over Flow) ke bak EQ untuk penghomogenan air
limbah, penghomogenan ini dilakukan oleh sebuah agitator
yang terletak di dassar EQ. Kolam penghomogenan (EQ) ini
mampu menampung 1600 m3 air limbah dengan panjang 16m,
lebar 15m, dan kedalaman 6m.

Gambar 4.7 Equalitation Basin

4. Methane Up Flow Reactor (MUR)


Methane upflow reactor merupakan bak yang digunakan untuk
pengolahan limbah dengan metode anaerobik (dapat dilihat
pada Gambar 4.8). Pengolahan ini membutuhkan
mikroorganisme dalam pengaplikasiaannya, di dalam MUR
(methane up flow reactor) zat organik akan diuraikan oleh
mikroorganisme anaerob menjadi senyawa berantai pendek,
senyawa-senyawa tersebut kemudian akan diuraikan kembali
menjadi Volatile Fatty Acid yang kemudian oleh bakteri
methanogen akan dirubah menjadi gas metan dan
karbondioksida (CO2). Setelah melalui proses di EQ, air
dipompa menuju ke kolam MUR dengan flow 150-167 m3/jam,
kemudian gas yang dihasilkan dari proses pada kolam MUR
akan ditampung oleh gas holder dan dibakar secara otomatis
oleh biogas flare, selanjutnya air limbah akan over flow ke
40
effluent holding tank. Kolam MUR (methane up flow reactor)
memiliki panjang 18 m, lebar 16m, dan kedalaman 6 m
sehingga kolam tersebut mampu menampung limbah cair
sebanyak 1720 m3.

Gambar 4.8 Methane Upflow Reactor (MUR)

5. Aeration Basin (AB)


Aeration basin atau kolam aerasi merupakan bangunan yang
digunakan untuk mengurangi zat organik atau asam volatile
yang belum terurai pada kolam MUR (methane up flow
reactor). Kolam ini memiliki fungsi yang sama dengan MUR,
perbedaan AB dengan MUR ialah pada mikroorganisme yang
digunakan atau yang terkandung di dalamnya.
Mikroorganisme yang terkandung pada AB adalah
mikroorganisme aerob, sedangkan pada MUR adalah
anaerob. Aerasi pada AB menggunakan aerasi dengan
menyuntikan oksigen menggunakan blower ke dalam kolam,
dari effluent holding tank yang ada pada MUR, air limbah akan
over flow ke kolam aerasi untuk dilakukannya proses aerasi.
Kolam aerasi yang ada pada PT. Multi Bintang Indonesia
memiliki volume 960 m3 dengan dimensi panjang 12 m, lebar
16m, dan kedalaman 5m.

41
Gambar 4.9 Aeration Basin

6. Final Clarifier (FE)


Tahap terakhir adalah klarifikasi (clarifier), tahap ini adalah
penjernihan limbah dengan pengendapan padatan yang
masih terdapat pada air limbah. Padatan ini pada umumnya
berupa lumpur aerob yang terbawa effluent bak aerasi. Air
limbah dari koolam aerasi akan over flow ke clarifier melalui
dasar clarifier, kemudian dari Clarifier, effluent akan keluar
melalui pembuangan akhir, sementara itu lumpur yang
terakumulasi didasar Clarifier sebagian akan di recycle ke bak
aerasi dan sebagian lagi akan disaring pada drying bed untuk
diserahkan kepada pihak ketiga. Bak pada final clarifier ini
memiliki diameter 18m, dan kedalaman 2.5 m sehingga
mampu manampung volume hingga 850m3. Bentuk kolam
Clarifier ini dapat dilihat pada gambar 4.10 dibawah ini.

Gambar 4.10 Final Clarifier


7. Fish Pond (FP)
Setelah limbah cair masuk dan diendapkan di bak clarifier,
limbah hasil sedimentasi dialirkan ke fish pond (Gambar 4.11)
yang berguna sebagai indikator alami. Pada fish pond terdapat
ikan sebagai indikator apakah limbah tersebut layak atau tidak
terhadap ekosistem perairan sebelum dibuang ke sungai.
Pengambilan sampel effluent juga dilakukan pada fish pond
42
untuk mengetahui parameter dan efektifitas kerja intalasi
pengolahan limbahnya.
Keseluruhan proses pengolahan limbah pada PT. Multi
Bintang Indonesia Sampang Agunge Brewery Mojokerto, dari
mulai penampungan di Raw Waste Water hingga penyaluran ke
badan sungai dapat dilihat pada Gambar 4.12.

Gambar 4.11 Fish Pond

43
Gambar 4.12 Waste Water Treatment Plant PT.MBI-SA Mojokerto

4.3.4 Pengontrolan Parameter


Pengontrolan parameter dilakukan secara berkala dan pada
tempat yang berbeda sesuai dengan kebutuhan untuk baku mutu
air limbah. Berikut merupakan parameter air limbah yang diukur.
1. Temperature
Pemeriksaan temperature air limbah dilakukan setiap hari
dengan tujuan untuk mengetahui perbandingan dalam
menganalisis perubahan yang menentukan tindakan yang
terbaik. Pengujian temperature ini hanya dilakukan pada
influent dan MUR (Methane UpFlow Reactor) dengan
menggunakan sensor suhu yang sudah tertanam pada kolam
MUR.

2. Debit

44
Pengukuran debit aliran limbah cair dilakukan pada debit aliran
equalisation basin ke MUR dan effluent. Pengujian ini
dilakukan dengan menggunakan alat pendeteksi (Ultrasonic
Flow Meter) yang bekerja berdasarkan tinggi rendahnya
gelombang yang terjadi pada saat air limbah mengalir.
3. pH (Derajat Keasaman)
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat pH meter
(mettle toledo 1120) (Gambar 4.13) yang bertujuan untuk
mengetahui derajat keasaman suatu larutan sehingga dapat
menentukan apakah larutan tersebut bersifat basa atau asam.
Cara kerja : hidupkan pH meter dengan menekan tombol “ON”
dan kemudian masukan elektroda pada sampel. Tunggu
hingga pH meter menunjukan angka yang stabil.

Gambar 4.13 pH meter toledo (mettle toledo 1120)

4. DO (Dissolved Oxygen)
Pengujian parameter DO bertujuan untuk mengetahui kadar
oksigen yang terkandung pada larutan limbah. Pengukuran
DO dilakukan dengan menggunakan sensor dan hanya
dilakukan pada bak aerasi (aeration basin).
5. SVl (Settling Volume)
Pengukuran SVl dilakukan untuk mengetahui kandungan
lumpur pada air limbah.
Cara kerja: masukan limbah ke dalam botol kerucut sebanyak
1000 ml kemudian tunggu hingga 30 menit lalu baca skala
lumpur yang terendapkan.
6. VFA (Volatile Fatty Acid)
45
Pengujian VFA dilakukan untuk mengetahui kandungan asam
lemak volatile sebagai data perbandingan untuk mengetahui
efektifitas MUR.
Cara kerja:
a. Siapkan alat dan bahan
b. Masukan 100 ml sempel, 150 ml aquades, dan 5 ml
phosphoric acid ke dalam labu ukur 500 ml dan
homogenkan.
c. Uapkan dengan destilator (Gamba 4.14) sampai diperoleh
200 ml air dalam Erlenmeyer.
d. Tambahkan 6 tetes indicator PP dan titrasi dengan NaOH
0.05 N sampai berwarna merah muda.
e. Catat hasil ml (milliliter) NaOH yang didapat.
f. Lakukan perhitungan VFA dengan rumus: VFA= X ml
NaOH x 48.95 (48.95 merupakan factor pengali, dapat
berubah sesuai konsentrasi NaOH yg digunakan)
7. COD (Chemical Oxygen Demand)
Pengujian ini dilakukan di laboratorium WWTP sebanyak satu
kali sehari yang bertujuan untuk mengetahui jumlah oksigen
yang dibutuhkan selama proses pengolahan. Pengukuran
COD menggunakan alat spektrofotometer DR-900 (Gambar
4.15).
Cara kerja: Siapkan masing-masing COD pekat 3 buah dan
COD encer 2 buah masing-masing untuk RWW, MURoff , EQ
(pekat) dan FE, FP.
a. Siapkan larutan reagen (Gambar 4.17) untuk masing-
masing ke-lima jenis sample tersebut, tambahkan sample 2
ml dan masukan ke dalam tabung analisis COD.
b. Letakkan masing-masing tabung COD yang sudah
bercampur dengan larutan yang akan dianalisis ke
Thermoreactor TR-320 (Gambar 4.15). Panaskan dengan
suhu 150oC dalam 2 jam.
c. Kemudian analisis kandungan COD dengan menggunakan
alat DR-900.

46
Gambar 4.14 Destilator Gambar 4.15
Thermoreactor TR-320

Gambar 4.16 DR-900 Gambar 4.17 Reagen DR-


900

8. MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid) dan MLVSS (Mixed


Liquor Volatile Suspended Solid)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah MLSS yang
terdapat dalam air limbah.
Tujuan lain dalam pengukuran MLVSS adalah untuk
mengetahui kandungan mikroorganisme dalam limbah.
Cara kerja (MLSS):
a. Ambil dan siapkan cawan kosong untuk dimasukan ke
oven 120oC dan lakukan selama 30 menit.
47
b. Ambil cawan dari oven untuk didinginkan, kemudian
timbang dan catat hasilnya.
c. Ambil 50 ml larutan yang akan dianalisis ABfilter dan
ABunfilter, taruh kedalam cawan yang sudah ditimbang
tadi.
d. Masukan cawan yang berisi larutan yang dianalisis ke
dalam oven selama 24 jam.
e. Dinginkan selama kurang lebih 30 menit, kemudian
timbang hasilnya
Cara kerja (MLVSS):
a. Hasil dari proses analisis MLSS yaitu padatan mengering
pada cawan tersebut dibasahi dengan NH4NO3 hingga
merata.
b. Masukan ke oven furnace dengan suhu 600o C hingga 2
jam dan padatan sampai berwarna putih tulang.
c. Ambil cawan tersebut dan dinginkan dengan suhu 120oC
selama 1 jam.
d. Dinginkan pada suhu ruang.
e. Kemudian timbang dengan timbangan analitik
9. TSS (Total Suspended Solid)
Total suspended solid (TSS) merupakan pengukuran
parameter dengan melihat kandungan partikel yang
tersuspensi sehingga dapat diketahui partikel yang
tersuspensi dalam larutan limbah cair yang dibuang.
Pengukuran TSS menggunakan alat DR-900.
Cara kerja:
a. Siapkan alat dan sampel.
b. Masukan sampel ke dalam gelas tabung yang sudah
terdapat pada DR-900
c. Atur alat untuk pengujian TSS
d. Lakukan kalibrasi dengan aquades.
e. Masukan sampel yang sudah ada pada gelas berbentuk
tabung.
f. Analisis dengan alat DR-900

BAB V
TUGAS KHUSUS
48
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR METODE ANAEROB PADA
KOLAM MUR (Methane Upflow Reactor)

5.1 Pendahuluan
5.1.1 Latar Belakang
Pengolahan limbah cair yang dapat digunakan dalam
penanganan limbah cair industri antara lain adalah pengolahan
secara fisika, kimia dan juga biologi. Pengolahan secara fisika
bertujuan untuk menyaring atau memisahkan limbah cair dari
bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah
mengendap ataupun bahan-bahan yang terapung. Sedangkan
pengolahan secara kimia biasanya dilakukan untuk
menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap
(koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik
beracun dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang
diperlukan. Pengolahan secara biologi umumnya untuk
pendegradasian atau untuk mendekomposisikan bahan-bahan
organik yang terkandung di dalam air limbah agar potensi bahaya
air limbah dapat terkurangi.
Pengolahan limbah secara biologi dapat dilakukan dengan
metode anaerob dan metode aerob. Perbedaan utama dari
pengolahan secara aerob dan anaerob terletak pada kondisi
lingkungannya. Pada pengolahan secara aerob, kehadiran
oksigen mutlak diperlukan untuk metabolisme bakteri, sementara
pada kondisi anaerob sebaliknya (Eckenfelder, 1988).
Proses anaerob menghasilkan lumpur dan memerlukan lebih
sedikit nutrient dibandingkan dengan proses aerob. Proses
anaerob juga dapat mengolah limbah dengan kadar COD
(chemical oxygen demand) yang tinggi. Pada proses ini senyawa
organik yang terkandung dalam limbah akan dikonversi menjadi
gas metana (CH4) dalam anaerobic digestion (Mai, 2006). Metode
anaerob sesuai digunakan sebagai pengolahan pendahuluan
untuk menangani limbah berkadar BOD dan COD tinggi
(Seejuhn,2002).

49
Dalam beberapa dekade terakhir, reactor Upflow Anaerobic
Sludge Blanket (UASB) adalah sistem anaerobik yang paling
banyak dikembangkan dalam pengolahan air limbah domestic
dan indurstri (Letingga, 1991). Sistem inilah yang digunakan PT.
MBI mojokerto dalam pengolahan limbah secara anaerob pada
kolam MUR (Methane Upflow Reactor).

5.1.2 Tujuan
Tujuan dari tugas khusus ini adalah mempelajari proses
pengolahan limbah cair Metode anaerob pada kolam MUR
(Methane Upflow Reactor)

5.2 Tinjauan Pustaka


5.2.1 Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerob
Pengolahan air limbah secara anaerobik digunakan untuk
pengolahan air limbah dengan kandungan BOD dan COD yang
cukup tinggi (Said, 2002). Proses anaerob merupakan proses
pengolahan air limbah yang memanfaatkan aktivitas
pertumbuhan mikroorganisme yang berkontak dengan air
buangan, sehingga mikroorganisme tersebut dapat
menggunakan pencemar-pencemar yang ada sebagai bahan
makanan dalam kondisi lingkungan tanpa keberadaan oksigen
(Madyanova, 2005). Tingkat efektifitas pengolahan secara
anaerobik sangat dipengaruhi oleh karakteristik biomassa lumpur
anaerobik dan senyawa organik kompleks yang terkandung
dalam air limbah yang akan diolah. Prinsip pada Proses anaerob
adalah biodegradasi senyawa organik menjadi gas metan (CH4)
dan karbondiok-sida (CO2) tanpa tersedianya molekul oksigen.
Pengolahan limbah cair secara anaerobik merupakan proses
yang dapat terjadi secara alami yang melibatkan beberapa jenis
mikroorganisme yang berperan dalam proses tersebut. Proses
yang terjadi pada pengolahan secara anaerobik ini adalah
hidrolisis, fermentasi, asidogenik, asetogenesis, dan
metanogenesis. Beberapa jenis bakteri bersama-sama secara
bertahap mendegradasi bahan-bahan organik dari limbah cair
(Deublein dan Steinhauster, 2008).

50
Pada pengolahan secara anaerobik, bakteri yang berperan
adalah bakteri fermentasi, bakteri asetogenik dan bakteri
matanogenik yang memiliki peran masing-masing dalam
mendegradasi senyawa organik menjadi produk akhir berupa gas
metan. Tiap fase dari proses fermentasi metana melibatkan
mikroorganisme yang spesifik dan memerlukan kondisi hidup
berbeda-beda. Bakteri pembentuk gas metana merupakan
bakteri yang tidak memerlukan oksigen bebas dalam
metabolismenya, bahkan adanya oksigen bebas dapat menjadi
racun atau mempengaruhi metabolism bakteri tersebut (Deublein
D. dan Steinhauster, 2008).

5.2.2 Bioreaktor anaerob


Bioreaktor anaerob merupakan suatu tangki yang efektif
untuk mengolah limbah organik pada industri, dimana hasil
samping dari pengolahan limbah ini berupa gas metan (CH4).
Proses pada bioreaktor ini dengan memanfaatkan aktifitas dari
mikroorganisme pada lingkungan tanpa udara (anaerob).
Mikroorganisme dapat tumbuh dengan mengkonsumsi nutrisi
atau substrat yang tersedia, pada kondisi lingkungan (temperatur,
pH) yang mendukung. Substrat disini dapat berupa limbah
organik (Katherin, 2012).
Proses yang terjadi di dalam bioreaktor anaerob adalah
proses fermentasi limbah oleh mikrorganisme dan dapat pula
disebut sebagaian aerobic digestion (pencernaan anaerob).
Proses fermentasi merupakan proses degradasi suatu komponen
menjadi komponen lain yang berbeda sifat secara kimia dan fisika
yang diakibatkan kinerja dari mikroorganisme. Anaerobic
digestion (AD) juga dapat didefinisikan sebagai konversi bahan
organik menjadi gas metan, karbon dioksida, dan lumpur melalui
penggunaan bakteri dalam lingkungan yang oksigennya banyak
dikurangi. Dapat pula dikatakan bahwa AD adalah proses
penguraian senyawa organik menjadi komponen kimia yang lebih
sederhana tanpa menggunakan oksigen.

5.2.3 Upflow Anaerob Sludge Blanked (UASB)


UASB (upflow anaerob sludge blanked) merupakan reaktor
anaerobik dimana pengolahan secara anaerob yang terjadi pada
51
reaktor ini dilakukan oleh mikroorganisme yang membentuk flok
tersuspensi di bagian bawah reaktor. Reaktor UASB
diperkenalkan oleh Gatze Lettinga, pakar proses anaerob dari
Universitas Pertanian Wageningen di Belanda pada 1970-an
sebagai inovasi dan solusi bagi kesulitan operasional pada
proses Upflow Anaerobic Filter buatan Young dan McCarty
(Seejuhn, 2002) .
Kunci utama UASB adalah diketemukannya bahwa lumpur
anaerob mempunyai karakteristik flokulasi dan pengendapan
yang sangat baik yang memberikan kondisi-kondisi fisik dan
kimia yang diperlukan untuk flokulasi lumpur. Jika kondisi-kondisi
disarankan, suatu SRT yang tinggi pada pembebanan yang tinggi
dapat tercapai dengan pemisahan gas dari padatan lumpur.
Reaktor terdiri dari tiga zona yang dapat dibedakan yaitu lapisan
lumpur(sludge bed), selimut lumpur (sludge blanket) dan zona
pengendapan/pemisahan gas (Letingga, 1991). Lumpur
ditempatkan dalam suatu reaktor yang didisain dengan aliran
keatas. Air limbah akan masuk melalui dasar bak secara merata
dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran sludge akan
tetap berada dan tertahan dalam reaktor. Kecepatan upflow
harus dipertahankan sedemikian rupa sehingga dapat
menciptakan pembentukan sludge blanket yang memberikan
area yang luas untuk kontak antara sludge dan air limbah.
1. Prinsip Kerja UASB
Air limbah masuk dari bagian bawah reaktor lalu dialirkan secara
vertikal ke atas. Air limbah pertama-tama akan melewati suatu
lapisan yang dinamakan sludge bed. Pada lapisan ini air limbah
yang masuk akan mengalami kontak dengan mikroba anaerob
yang berbentuk granula (pellet) yang menyusun sludge bed
tersebut. Biogas yang terbentuk dari metabolisme anaerob akan
bergerak ke atas dan mengakibatkan terjadinya proses vertical
mixing di dalam reaktor. Dengan demikian, tidak diperlukan alat
mekanik untuk pengadukan di dalam reaktor. Pada bagian atas
reaktor terdapat dua jenis saluran, yaitu saluran untuk
mengeluarkan limbah hasil olahan (efluen) serta saluran untuk
mengeluarkan biogas. Karena gas dan efluen bergerak ke atas,
maka diperlukan suatu struktur untuk menahan granula agar
tidak ikut terbawa ke aliran efluen. Struktur inilah yang
52
dinamakan Gas-Liquid-Solid separator (GLSS). Menurut Anh
(2004), GLSS merupakan bagian penting dari UASB karena
memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Mengumpulkan, memisahkan, dan mengeluarkan biogas
yang terbentuk
b. Mengurangi turbulensi didalam kompartemen
pengendapan yang terjadi akibat pembentukan gas
c. Memungkinkan terjadinya pemisahan lumpur secara
sedimentasi, flokulasi, atau terperangkap di dalam sludge
blanket
d. Membatasi ekspansi sludge bed
e. Mencegah terjadinya wash-out lumpur (terbawanya lumpur
ke aliran effluen)
Kecepatan tipikal aliran ke atas yang disarankan oleh Lettinga
dan Hulshoff Pol (1991) adalah 1-1,25 m/jam meskipun
sebaiknya kurang dari 1 m/jam. Bahkan Henze et.al (1995)
mencatat kisaran yang jauh lebih rendah yakni antara 0,01 -
0,15 m/jam. Sebagai pemisah fase padat/cair/gas, di bagian
atas reaktor dipasang separator. Selain itu, juga diberi
pengendap (internal settler) dengan regim aliran tenang dan
laminer agar flok yang terbawa ke atas bisa kembali ke reaktor.
Secara konsep, UASB serupa dengan reaktor high rate yang
lain, yakni menahan biomassa secara swahenti dengan cara
membentuk agregat atau aglomerat yang tersusun oleh
sejumlah bakteri dengan fisiologi berbeda (konsorsium).
Menurut Calleja (1984) agregat mikroba adalah sekumpulan
mikroba yang berhubungan karib (intimate contact) seperti flok,
granule dan biofilm meskipun biofilm perlu media lekat.
2. Lettinga dan Hulshoff Pol (1991) menyusun konsep dasar UASB
yaitu:
a. Sludge dapat mengendap dengan baik karena tidak ada
pengadukan mekanis.
b. Sludge terdispersi akibat aliran biogas khususnya reaktor
yang tinggi dengan beban organik besar namun dapat
ditahan oleh separator di bagian atas UASB. Di sinilah biogas
dilepaskan.
c. Sludge yang mengendap di settler difasilitasi agar dapat
tergelincir ke ruang digester dan mengendap lagi meskipun
53
melawan upflow dan turbulensi akibat produksi gas. Untuk
pengembangan ke depan, UASB sebaiknya dilengkapi
dengan unit clarifier terpisah (externalclarifier) agar biomassa
yang hanyut dapat diresirkulasi ke reaktor.
d. Agar scumlayer pada permukaan air di ruang pengendap
tidak hanyut maka perlu dipasang sekat (baffle) di depan
pelimpah efluen.
3. Secara luas teknologi UASB digunakan untuk mengolah
berbagai macam air limbah industri seperti industri
penyulingan, produksi makanan, penyamakan air limbah kota
dll. Keuntungan utama teknologi ini adalah membutuhkan
investasi yang lebih rendah di bandingkan dengan anaerobik
filter atau sistem fluidized bed. Sedang kerugiannya adalah
waktu start up lama bersamaan dengan kebutuhan
pembentukan pembutiran lumpur dengan jumlah yang cukup
untuk mempercepat start up (Medhat MA Saleh,2004).
4. Problem yang dihadapi pada UASB adalah pada sludge yang
bergerak naik yang disebabkan turunnya densitas sludge,
disamping itu juga turunnya aktivitas spesifik butiran.
Beragamnya densitas sludge memberikan ketidak seragaman
sludge blangket hasilnya sludge akan ikut keluar reaktor.
Tingginya konsentrasi suspended solid dan fatty mineral
dalam air limbah juga merupakan masalah operasi yang
serius. Suspended solid dapat menyebabkan
clogging/penyumbatan atau channeling. Adsorpsi suspended
solid pada butiran sludge juga akan mempengaruhi proses.
Dan juga air limbah yang mengandung protein atau lemak
menyebabkan pembentukan busa (Anh, 2004).

5.2.4 Faktor yang mempengaruhi proses anaerob


Dalam proses anaerob , pendegradasian bahan organic
kompleks menjadi gas methan dan CO2 selain dipengaruhi oleh
jenis mikroorganisme yang berperan juga dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan, antara lain (Metclaf, 2003):
1. pH (Derajat Keasaman)
Proses anaerob sangat sensitive terhadap perubahan pH
lingkungan, oleh karena itu agar proses dapat berlangsung
baik, pH lingkungan harus mendekati 6,6 – 7,6, apabila pH
54
kurang dari 6,6 dapat menghambat aktivitas metanogenik
(Rittmann and McCcarty, 2001). Pengaturan pH awal proses
sangat penting, tahap pembentukan asam akan menurunkan
pH awal, jika penurunan ini cukup besar akan dapat
menghambat aktivitas mikroorganisme penghasil metana.
Untuk meningkatkat pH dapat dilakukan dengan penambahan
kapur, karena itu, kunci utama dalam kesuksesan operasional
biodigester adalah dengan menjaga agar pH konstan (tetap)
dan input material sesuai.
2. Senyawa Inhibitor dan Racun
Parkin dan Owen (1986) menyatakan bahwa kehadiran
beberapa senyawa baik organik maupun anorganik dapat
menjadi inhibitor atau bersifat toksik dalam proses anaerob.
Garam-garam (seperti Na+, K+, Ca+, Mg+, Cu2+, Zn2+, Ni2+,
dan lain-lain), bahan organik (seperti fenol,
formaldehid,propanol dll) dan bahan anorganik (seperti NH4+,
H2S dll) dapat menghambat laju reaksi metanogenik bila
konsentrasinya cukup tinggi.
Beberapa senyawa kimia yang bersigat racun terhadap
mikroba anaerobik adalah:
a. Oxigen: kehadiran oksigen sangat mengganggu aktivitas
mikroba anaerobik, terutama kelompok mikroba pembentuk
gas (methanogen), karena bakteri methanogen termasuk
bakteri anaerob obligat yang akan mati apabila terdapat
oksigen.
b. Sulfida: bakteri methanogen sangat sensitif terhadap
senyawa sulfida. Diketahui konsentrasi senyawa sulfida
lebih dari 200 mg/l akan meracuni bakteri methanogen.
c. Amonium: konsentrasi NH3 bebas sangat mempengaruhi
produktivitas bakteri methanogen, apabila pH diatas 7,5
konsentrasi NH3 bebas sebesar 150 mg/l dialam bioreaktor
menyebabkan produksi biogas turun sampai 50%.
d. Asam-asam organik: akumulasi asam-asam organik
menghalangi aktivitas bakteri methanogen. Konsentrasi
asam asetat diatas 3.000 mg/l atau konsentrasi asam
propionat 4.000 mg/l menyebabgan produksi biogas
menurun drastis.

55
e. Logam berat: kehadiran ion-ion Cu2+, Pb+2, Cd+2, Ni+2,
Zn+2, Cr+6 dalam air limbah industri pada konsentrasi
tinggi sangat mengganggu proses anaerobik.
3. Temperature
Dalam proses degradasi anaerob, temperatue merupakan
faktor penting dalam menentukan laju degradasi, terutama laju
hidrolisis dan pembentukan metana. Bakteri utama
pembentuk metana merupakan mikroorganisme yang sensitif
terhadap perubahan temperatur. Parkin dan Owen (1986)
menyarankan perubahan temperatur operasi harus kurang
dari 0.50C/hari agar tidak berpengaruh terhadap kinerja proses
pendegradasian bahan organik. Secara umum, sistem
anaerobik dirancang beroprasi dalam range temperature
mesofilik yaitu 30-380C, dan juga termofilik yaitu 50-570C.
4. HRT (Hydraulic Retention Time)
Hydraulic Retention Time (HRT) merupakan lamanya air
limbah tertahan dalam reaktor atau sistem. HRT merupakan
landasan desain parameter operasi proses anaerobik.
Semakin tinggi HRT, cairan atau limbah cair semakin lama
berada di dalam sistem, akibatnya waktu kontak antara
mikroorganisme pendegradasi dalam reaktor dengan substrat
dalam air limbah umpan semakin lama, dengan demikian,
diharapkan proses degradasi biologis anaerob berlangsung
semakin baik.
Nilai HRT terlalu kecil dapat mengakibatkan terjadinya laju
pertumbuhan bakteri yang tidak cukup untuk menghilangkan
polutan (Anh, 2004). HRT tidak boleh kurang dari 2 jam,
karena mikroorganisme anaerob terutama bakteri penghasil
metana memiliki tingkat pertumbuhan yang lambat pada HRT
yang rendah, sehingga kemungkinan bakteri (granul sludge)
ikut terbuang atau washout lebih besar (BAL & DHAGAT,
2001). Pada umumnya HRT optimum pada reaktor UASB
adalah 2 sampai 10 jam (Letingga. 1991).
5. Nutrient
Seperti halnya manusia, mikroba tidak dapat hidup dari
karbohidrat saja. Mikroba dalam pengolahan air limbah secara
biologis membutuhkan N, P, Fe, dan mineral lainnya.
Meskipun proses anaerobik menhasilkan sedikit lumpur,
56
sehingga senyawa nitrogen dan fosfor untuk pertumbuhan
biomassa sedikit, namun pada kebanyakan limbah cair
industri, jumlah kebutuhan nutrien sering tidak mencukupi.
Tidak mencukupinya kebutuhan nutrien menyebabkan sering
diperlukan penambahan senyawa nitrogen dan fosfor.
Speece (1983) melaporkan bahwa sel bakteri terdiri dari 10
persen N dan 2 persen P. lima puluh persen bahan organik
dalam BOD di konversi menjadi sel bakteri. Ratio BOD:N:P
adalah 100:5:1. Kekurangan nutrien sangat mempengaruhi
tinggi proses anaerob, dimana laju pertumbuhan dan
metabolisme menjadi cepat. Mikroba membutuhkan nutrien
untuk tumbuh dan berkembang biak.

5.3 Metodologi
5.3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penyelesaian tugas khusus dilaksanakan sesuai jadwal yang
telah ditentukan yaitu tanggal 16 Februari 2015 sampai dengan
20 Februari 2015 dengan melakukan studi literature dan
pengamatan di PT. Multi Bintang Indonesia Department
Engineering-WWTP (Waste Water Treatment Plan), Mojokerto.

5.3.2 Metode Pelaksanaan


Dalam melaksanakan tugas khusus ini, metode pelaksanaan
yang digunakan meliputi:
1. Pengamatan langsung
Pengamatan secara langsung atau observasi dilakukan
terhadap objek kerja atau pada kondisi nyata pada lapang
sehingga dapat diperoleh data untuk diolah selanjutnya.
2. Pengumpulan data
Pengumpulan data untuk menunjang penyelesaian tugas
khusus berupa laporan ini dilakukan dengan beberapa
metode, yaitu:
a. Studi pustaka atau literature
Studi pustaka dilkukan untuk mengkaji dan menganalisa
masalah berdasarkan teori yang didapatkan dari literature
buku, jurnal, karya ilmiah, dan media studi lainnya.
b. Diskusi

57
Diskusi dilaksanakan untuk mendapatkan wawasan dan
pembahasan yang lebih luas dalam suatu masalah.

c. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada nara sumber yang sudah
berpengalaman untuk mendapat data dan informasi secara
kongkrit untuk membantu melengkapi keperluan laporan
praktek kerja lapang.

5.4 Pembahasan
5.4.1 Pengolahan limbah cair secara Biologi pada PT. MBI
Pengolahan limbah cair pada IPAL PT. MBI-SA menitik
beratkan pada pengolahan secara biologi, hal tersebut
dikarenakan limbah cair yang dihasilkan tidak mengandung
bahan kimia yang berbahaya seperti logam berat dan sejenisnya.
Limbah cair yang dihasilkan PT. MBI-SA adalah limbah cair
dengan karakteristik COD dan BOD yang cukup tinggi yaitu
diatas 2500 mg COD/liter saat sedang produksi.
Pengolahan limbah cair secara biologi yang digunakan pada
IPAL PT. MBI-SA adalah pengolahan anaerob dan pengolahuan
aerob. Pengolahan anaerob berlangsung di sebuah kolam /bak
yang disebut kolam MUR (Methane Upflow Reactor) sedangkan
pengolahan aerob berlangsung di Aeration basin (AB). Pada
kolam MUR bahan organik dengan kadar COD yang tinggi akan
dikonversi atau didegradasi menjadi gas methane dan CO2,
sehingga kandungan COD pada air limbah akan menurun drastis.
Selanjutnya bahan organik yang masih tersisa pada proses
anaerob pada kolam MUR akan diuraikan kembali oleh
mikroorganisme aerob pada kolam aerasi (AB). Pada kolam
aerasi diberikan suntikan udara menggunakan blower agar
mikroorganisme anaerob dapat bekerja secara optimal.

5.4.2 Mekanisme Proses anaerob pada MUR (Methane


Upflow Reaktor)
Methan Upflow Reactor (MUR) merupakan bak reaktor
anaerob tempat terjadinya proses anaerob pada pengolahan
58
limbah PT. MBI-SA, prinsip pengolahan limbah anaerob adalah
mendegradasi bahan organik kompleks yang ada pada limbah
menjadi gas methan dan CO2 dengan bantuan mikrobiologi
anaerob. MUR memiliki struktur khusus yang disebut reactor
UASB (upflow anaerobic sludge blanket). Prinsip kerja UASB
sesuai dengan namanya yaitu air limbah masuk dari dasar tangki
dan keluar ke atas melalui internal bafle untuk memisahkan gas,
lumpur, dan air, pada bak MUR air limbah akan masuk melalui
dasar bak, namun sebelum ke MUR, air limbah akan
dihomogenkan terlebih dahulu pada kolam equalisasi (EQ).
Tujuan penghomogenan ini adalah agar kualitas atau
karakteristik limbah yang akan masuk ke MUR tidak berfluktuasi
terutama temperature dan pH. Temperature dan pH air sangat
berpengaruh dalam proses anaerob pada MUR. Sebelum
diproses di MUR, pada EQ dilakukan proses homogenisasi oleh
agitator yang berada pada dasar kolam EQ, agitator ini akan
mengaduk air limbah yang masuk ke dalam EQ sehingga
diharapkan air limbah sebelum ke MUR sudah terhomogenkan
secara maksimal. Dalam bak EQ juga akan terjadi pemecahan
fermentative (asidifikasi) zat-zat organik yang tidak terlarut oleh
bakteri asam sehingga dihasilkan asam-asam organic (VFA).
VFA adalah asam-asam organik yang nantinya akan diuraikan
oleh bakteri anorganik manjdai gas metan dan CO2 pada kolam
MUR.
Proses asidifikasi pada EQ diharapkan berjalan secara
maksimal dan menghasilkan VFA sebnyak-banyaknya, karna
apabila tidak maka proses asidifikasi akan berlangsung di MUR,
hal ini dapat berbahaya bagi bakteri yang berada di MUR, karena
proses asidifikasi akan menurunkan nilai pH yang menyebabkan
bakteri anaerob pada MUR bekerja tidak maksimal bahkan bisa
menyebabkan kematian pada bakteri anaerob apabila pH
dibawah 5. Bakteri anaerob dapat bekerja pada rentang pH 6.8 –
7.8, diatas atau dibawah pH tersebut bakteri masih dapat bekerja,
tetapi efisiensinya akan menurun. Untuk menjaga agar pH dalam
range dimana bakteri anaerob dapat bekerja secara optimum,
pada bak EQ juga dilengkapi dosing asm kloria (HCl) dan caustic
soda (NaOH).

59
Setelah melalui proses di EQ, selanjutnya air dipompa
menuju ke bak MUR dengan flow 150-160 m3/jam (flow dari EQ
maksimal 40 m3/jam dan ditambah flow dari effluent holding tank
maksimal 140 m3/jam) , air limbah dari EQ akan masuk melalui
bagian bawah MUR, kemudian dialirkan secara vertical keatas
sesuai prinsip kerja UASB yang dijelaskan sebelumnya. Pertama-
tama air limbah akan melewati sludge bed, pada sludege bed ini
air limbah yang masuk akan mengalami kontak langsung dengan
bakteri anaerob yang berbentuk granula yang menyusun sludge
bed tersebut. Kontak langsung antara air limbah dengan granula
akan mendegradasi bahan organik yang terdapat dalam limbah
dan menghasilkan biogas (CH4 dan CO2), yang kemudian akan
bergerak ke atas dan mengakibatkan terjadinya vertical mixing
secara alami dalam MUR. Dengan demikian tidak diperlukan alat
mekanik untuk pengadukan didalam MUR. Bagian atas bak MUR
memilki dua jenis saluran untuk mengeluarkan limbah hasil
olahan (effluent), dan saluran untuk mengeluarkan biogas. Pada
saluran tersebut akan terjadi proses pemisahan antara effluent
(air limbah), granul, dan biogas yang disebut 3 phase separation.
Pemisahan ini didukung oleh struktur raktor UASB yang
memadai, dimana pada proses pemisahan ini biogas dan effluent
yang naik ke atas akan dipisahkan oleh baffles sehingga biogas
akan ditangkap oleh gas holding dan dialirkan ke pipa biogas
atau gas dome, kemudian effluent akan mengalir dan masuk ke
effluent holding tank melalui parallel plate untuk nantinya dialirkan
kembali ke kolam MUR dan over flow ke kolam aerasi seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan granul akan
terhalang oleh buffles dan akan terendapkan kembali ke sludge
bed pada dasar MUR untuk kembali melakukan proses degradasi
air limbah. Selanjutnya biogas yang mengalir ke gas dome akan
di bakar di burner yang menyala otomatis begitu tekanan
mencapai 25 mBar. Sedangkan air limbah (effluent) yang masuk
ke effluent holding tank akan mengalir (over flow) ke aeration
basin untuk menjalani pemecahan lebih lanjut oleh bakteri
aerobik. Selain over flow ke aeration basin, air limbah akan
disirkulasikan kembali kedalam kolam MUR dengan digabungkan
dengan flow dari EQ seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.
Proses anaerob pada UASB dari mulai masuknya inffluent ke
60
dalam reaktor UASB, pembentukan biogas, sehingga pemisahan
3 bagian atau 3 phase separation dan keluarnya air limbah dari
effluent dapat dilihat pada Gambar 5.1 di bawah.

Gambar 5.1. Mekanisme Proses anaerob pada UASB

5.4.3 Pendegradasian bahan organik pada MUR


Penguraian senyawa organik seperti karbohidrat, lemak dan
protein yang terdapat dalam limbah cair dengan proses anaerobik
dan dengan bantuan reactor UASB yang berada pada MUR akan
menghasilkan biogas yang mengandung metana (50-70%), CO2
(25-45%) dan sejumlah kecil nitrogen, hidrogen dan hidrogen
sulfida. Reaksi sederhana penguraian senyawa organik secara
anaerob adalah sebagai berikut:

Pada proses anaerobik atau fermentasi metana, hampir


semua polimer organik dapat diuraikan menjadi senyawa karbon

61
tunggal. Tahap penguraian ini meliputi tahap pembentukan asam
dan tahap pembentukan gas metana. Proses fermentasi ini
berlangsung dalam 4 tahap (seperti yang terlihat pada Gambar
5.2) yaitu Hidrolisa, Asidogenesa, Asetogenesa, dan
Metanogenesa. Berikut adalah penjelasan tentang ke-empat
proses tersebut.
1. Hidrolisa
Hidrolisa merupakan tahap pemutusan rantai atau
pemecahan molekul bahan organik kompleks yang panjang
menjadi lebih pendek sehingga terbentuk bahan organik
yang lebih sederhana. Bahan organik sebagai sumber
nutrien yang diserap dari substrat atau dalam hal ini adalah
limbah cair. Pemutusan rantai bertujuan agar bahan organik
tersebut lebih mudah diserap dan dicerna oleh bakteri dalam
metabolismenya. Produk akhir pada proses ini terutama
monosakarida, asam lemak, asam amino, serta purin dan
pirimidin dan bahan-bahan organik yang sukar terhidrolisis,
namun Hasil proses ini belum dapat merubah nilai COD
(Said, 2002). Proses pada tahap ini didukung oleh enzim-
enzim ekstraseluler yang dihasilkan mikroorganisme seperti
lipase (Bakteri Lipolytik), protoase (Bakteri Proteolytik), dan
sellulosa (Bakteri Cellulytik). Molekul hasil hidrolisa akan
dimanfaatkan mikroorganisme sebagai sumber karbon dan
energi.
2. Asidogenesa
Pada tahapan ini terjadi penguraian lebih lanjut dari sebagian
materi-materi organik hasil hidrolisa menjadi senyawa-
senyawa alkohol dan asam-asam volatile seperti asam
butirat, formiat, propionat, serta H2 dan CO2. Proses ini
dilakukan oleh bakteri-bekteri pembentuk asam atau juga
disebut bakteri fermentatif yang bersifat fakultatif. Asam-
asam yang terbentuk akan menurunkan pH sehingga
diperlukan kontrol pH agar tidak menghambat pertumbuhan
bakteri pembentuk metan yang membutuhkan pH optimal.
3. Asetogenesa
Pada tahap acetogenesa asam-asam volatile, alkohol dan
sebagian materi-materi organik hasil hidrolisa akan diubah
menjadi asam asetat, H2 dan CO2. Tahapan ini penting untuk
62
menghindari akumulasi asam lemak volatile yang
menghambat terjadinya tahap metagogenesa. Sebagian
besar asam asetat dan H2 dihasilkan dari penguraian
monosakarida dan asam-asam amino pada tahap
acidogenesa. Sebagian besar juga diproduksi dari
penguraian asam-asam lemak yang mempunyai gugus
karbon lebih tinggi oleh bakteri acetogenesis atau bakteri
penghasil hidrogen melalui tahap acetogenesa
4. Metanogenesa
Metanogenesa merupakan tahap akhir proses anaerob
dimana terbentuk metan (CH) dan CO2 sebagai produk akhir.
Asam asetat dirubah menjadi CH4 dan CO2 dan kemudian
CO2 dan H2direduksi menjadi CH4. Proses ini dilakukan oleh
dua grup mikroorganisme yang secara kolektif disebut
metanogenik (Metclaf & Eddy, 2003). Kedua jenis
mikroorganisme tersebut sama-sama menghasilkan gas
metan dan CO2. Grup pertama disebut asetilastik metanogen
berfungsi mengubah substrat asam asetat menjadi metana
dan CO2. Grup kedua disebut bakteri metanogenik pengguna
hidrogen atau methanogen hidrogenotropik yang
menggunakan hidrogen (H2) sebagai elektron donor dan CO2
sebagai akseptor untuk membentuk metana. Dalam proses
anaerobik, tahap metanogenesa ini merupakan tahap yang
paling penting dalam pengolahan limbah cair, karena pada
tahap initerjadi reduksi COD atau BOD yang cukup tinggi.
Dalam proses ini, setiap kg COD atau BOD ultimate yang
dihilangkan dan atau diproses menghasilkan 0,35 m3
metana pada temperature standar.

63
Gambar 5.2 Proses Anaerobik/Fermentasi Metana

5.4.4 Presentase penurunan COD pada MUR


Presentase penurunan COD atau removal COD menunjukan
efektifitas kinerja proses anaerob. Pada kolam MUR yang
menerapkan struktur UASB, presentasi optimal untuk penurunan
COD adalah 70-90% (Letingga, 1991). Apabila presentase
penurunan COD pada kolam MUR mencapai angka 70-90%,
maka proses pengolahan air limbah metode anaerob pada kolam
MUR dapat dikatakan effisien.
Salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam proses
anaerob adalah pH. Pengaruh tersebut dapat diketahui dengan
melihat data sampel yang diambil di kolam MUR pada tanggal 09
Februari 2015 – 13 Februari 2015 berikut:

Tabel 5.1 Data sampel presentase penurunan COD

COD Influent COD Effluent % COD


Tanggal pH
(mg/Lt) (mg/Lt) Removal

09/02/15 7.7 1272 251 80.27

10/02/15 7.1 3018 312 89.66

11/02/15 7.35 2679 307 88.54

64
12/02/15 7.31 2625 320 87.81

13/02/15 7.30 2376 388 83.67

Berdasarkan tabel data sampel diatas, dapat ditarik suatu


grafik hubungan antar faktor. Berikut ini grafik hubungan pH
terhadap presentase penurunan COD pada kolam MUR dapat
dilihat pada Gambar 5.2.
8,5 100,00
95,00
8
90,00

% COD
pH

7,5 85,00
80,00
7
75,00 pH
6,5 70,00
% COD

Tanggal

Gambar 5.3 Grafik presentase penurunan COD


Berdasarkan grafik hubungan pH dengan presentase
penurunan COD didapatkan bahwa:
 9 februari 2015
Nilai derajat keasaman (pH) sebesar 7.7 dan presentase
penurunan COD sebesar 80.27%. Dilihat dari nilai pH yang
mendekati batas optimal penurunan COD masih terbilang baik
dan efisien, hal tersebut menunjukan bakteri anaerob pada
kolam MUR sudah bekerja dengan baik.
 10 februari 2015
Nilai derajat keasaman (pH) sebesar 7.1 dengan presentase
penurunan COD sebesar 89.66%. nilai pH pada tanggal ini
cukup baik, dan hal tersebut membuat mikroorganisme
anaerob bekerja dengan sangat baik sehingga presentase
penurunan CODnya cukup besar. Ketika pH lingkungan

65
sesuai, maka mikroorganisme anaerob akan dapat bertahan
hidup dan mendegradasi limbah secara optimum.
 11 februari 2015
Nilai derajat keasaman (pH) sebesar 7.35 dan presentase
penurunan COD sebesar 88.54%. dengan pH yang naik dari
hari sebelumnya presentase penurunan COD sedikit menurun
namun masih dalam nilai optimum yang sangat baik

 12 februari 2015
Nilai derajat keasaman (pH) sebesar 7.31 dengan presentase
penurunan COD sebesar 87.81%. Kali ini walaupun nilai pH
lebih kecil dari hari sebelumnyan, presentase penurunan COD
masih sedikit menurun namun tetap pada keadaan optimal.
 13 februari 2015
Nilai derajat keasaman (pH) sebesar 7.30 dan presentase
penurunan COD sebesar 83.67%. pada hari ke-5 ini pH pH
sama dengan hari sebelumnya, namun presentase penurunan
COD berbeda dan lebih kecil.
Hasil analisa diatas menunjukan presentase penurunan
COD pada kolam MUR pada keseluruh hari memenuhi standar
dan sangat optimal. Presentase penurunan COD yang paling baik
berada pada hari kedua dengan nilai pH sebesar 7.1, sedangkan
untuk presentase penurunan COD yang terendah berada pada
hari pertama dengan pH mendekati batas optimal yaitu 7.7. Data
pada tiga hari berikutnya menunjukan presentase penurunan
COD cukup berfluktuatif, hal tersebut dapat terjadi karena adanya
pengaruh lain selain pH seperti temperature, nutrient, kandungan
lemak volatile dll.
Berdasarkan hasil pengamatan presentase penurunan COD
pada kolam MUR selama 5 hari, dapat disimpulkan bahwa kinerja
proses anaerob pada kolam MUR dengan struktur UASB sudah
cukup efisien dengan presentase penurunan COD yang optimal
selama lima hari berturut-turut 80.27%, 89.66%, 88.54%,
87.81%, dan 83.67%. Hasil tersebut sudah sesuai dengan
literatur yag menyebutkan bahwa persentase penurunan COD
pada reaktor UASB adalah 70-90% (Letingga, 1991).

5.4.5 Permasalahan yang terapat pada MUR


66
Efektifitas kinerja proses anaerob pada kolam MUR sudah
sesuai dengan literatur, hal tersebut dapat dilihat dari presentase
penurunan COD pada kolam MUR yang sudah berada pada
rentang presentase penurunan COD optimum yang disebutkan
dalamdi literatur yaitu 70-90%. Walaupun kinerja proses anaerob
pada kolam MUR sudah tergolong cukup
efisien, namun masih terdapat masalah yang dapat
menyebabkan efesiensi kinerja proses anaerob pada kolam MUR
menurun.
Permasalahan yang terdapat pada proses anaerob di kolam
MUR adalah munculnya atau terbentuknya busa yang kemudian
akan naik ke permukaan kolam MUR, hal tersebut
mengindikasikan pembentukan biogas atau pendegradasian
bahan organik pada kolam MUR masih belum maksimal,
sehingga dapat menyebabkan efisiensi kinerja proses anaerob
menurun. Faktor yang memungkinkan terjadinya masalah
tersebut adalah terlalu tingginnya konsentrasi TSS yang masuk
kedalam kolam MUR. Berdasarkan literatur TSS influent pada
UASB haruslah kurang dari 15% konsentrasi COD influen (Pillay
et al., 2006).
Tingginya TSS yang masuk dan berada pada kolam MUR
menyebabkan permukaan granul yang terdapat dalam kolam
MUR tertutup. Granul merupakan kumpulan bakteri-bakteri
anaerob yang membentuk flok dan merupakan bagian penyusun
sludge bed. Tertutupnya permukaan granul menyebabkan
bakteri-bakteri penyususn granul tersebut kurang maksimal
dalam mendegradasi bahan organik. Bahan organik yang tidak
terdegradasi terutama protein dan lemak inilah yanag akan
membentuk atau menghasilkan busa yang nantinya naik ke
permukaan MUR.
Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan cara
mengurangi kandungan TSS yang akan masuk ke dalam kolam
MUR kurang dari 15% dari kandungan COD yang akan masuk ke
kolam MUR sesuai dengan literatur. Untuk mengatasi masalah
tersebut, PT. MBI-SA telah melakukan treatment yaitu dengan
penambahan kapur pada bak EQ untuk menurunkan kandungan
TSS yang akan masuk kedalam kolam MUR. Kapur sendiri
merupakan flokulan yaitu bahan kimia yang dapat
67
menggumpalkan partikel halus menjadi partikel yang lebih besar
sehingga partikel padatan mudah diendapkan dan terpisah dari
cairannya, dengan begitu kandungan TSS pada air limbah dapat
berkurang.
Treatment yang dilakukan PT. MBI-SA dalam mengatasi
masalah tersebut sudah cukup efektif, namun terdapat dampak
negatif dari penggunaan kapur. Dampak negatif penggunaan
kapur atau flokulan pada bak EQ adalah terbentuknya endapan
akibat menggumpalnya partikel-partikel yang apabila terlalu
banyak, endapan tersebut akan ikut mengalir ke dalam kolam
MUR sehingga dapat menyumbat saluran influent pada kolam
MUR (MUR in). Penyumbatan MURin ini berdampak pada flow
air limbah yang masuk ke kolam MUR, dimana flow yang masuk
ke dalam MUR akan berkurang dari flow yang seharusnya.
Kurangnya flow aliran air limbah yang masuk ke dalam kolam
MUR akan berpengaruh pada efisiensi kinerja kolam MUR.
Dengan adanya dampak negatif dari treatmen yang
dilakukan, maka untuk mengatasi masalah tersebut disarankan
untuk dibuatnya kolam sedimentasi awal sebelum bak EQ. Kolam
sedimentasi awal ini berfungsi sebagai tempat penambahan
kapur sekaligus tempat mengendapnya partikel-partikel yang
menggumpal akibat penambahan kapur sehingga dapat
menurunkan kandungan TSS air limbah sebelum masuk ke
kolam MUR. Dengan begitu endapan tersebut tidak akan ikut
terbawa ke dalam kolam MUR dan TSS yang akan masuk ke
kolam MUR sudah berkurang.

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian dan pembahasan umum tentang
perusahaan dan penanganan limbah cair yang ada pada PT.
Multi Bintang Indonesia, Mojokerto dapat disimpulkan bahwa:
68
1. PT multi bintang Indonesia sudah menerapkan K3 (kesehatan
dan keselamatan kerja) dengan standart internasioal yaitu
OHSAS (Occupation Health and Safety Assessment Series),
dan juga memperoleh tiga serifikat dari ISO yaitu ISO
9001:2000 (efektif menejemen), ISO 22000 (hazard analisis
critical control plan), dan ISO 14000 mengenai menejemen
pengolahan limbah dan lingkungan.
2. Pengolahan limbah pada PT multi bintang Indonesia sudah
cukup efektif dan sesuai dengan baku mutu BLH (Badan
lingkungan hidup).
3. Pengolahan limbah yang ada PT Multi bintang Indonesia
menitik beratkan pada pengolahan secara biologi. Salah satu
pengolahan secara biologi tersebut adalah dengan
menggunakan proses anaerob pada kolam MUR (Methane
Upflow Reactor) sebagai pengolahan awal penurunan beban
organik pada hasil buangan berupa limbah cair.

6.2 Saran
Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh
pada saat Praktek Kerja Lapang, saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut:
1. Pembuatan rambu-rambu K3 pada bagian atau wilayah yang
belum terdapat rambu K3 nya seperti pada wilayah atau area
WWTP
2. Perlu adanya karyawan atau tenaga ahli pada bagian WWTP
yang benar benar memahami tentang limbah atau WWTP

3. Melengkapi alat pada laboratorium satelit WWTP, seperti alat


analisis N/P ratio dan pembenahan alat-alat yang rusak
seperti destilator.
4. Disarankan dilakukannya perawatan yang baik untuk alat-alat
yang ada pada laboratorium satelit WWTP agar tidak mudah
rusak dan tetap dapat berfungsi dengan baik.
5. Disarankan untuk melakukan uji parameter BOD5 dan FOG.

69
DAFTAR PUSTAKA

Annonimous. http://www.uasb.org/discover/agsb.htm.
Tanggal Akses 15 februari 2015

Ari, 2008. Bab 4 Pengolahan Limbah Cair Lumpur Aktif. ITS.


Surabaya.

70
Aryulina dan Diah. 2009. Biologi Jilid 3. ESIS. Jakarta.

Deublein, D. dan Steinhauster, A., (2008). “Biogas from Waste


and Renewabe Resources. An Introduction”. WILEY-
VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim.

Eckenfelder, W. 1998. Industrial Water Pollution Control 2nd


Edition. McGraw-Hill Book Co. New York

Ginting P. 2007. Sistem Pengolahan Lingkungan dan Limbah


Industri. Edisi 1. CV. Grama Widya. Bandung.

Gunawan. 2006. Peluang Penerapan Produksi Bersih pada


Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik Waste Water
Treatment Plant #48, Studi Kasus Di PT Badak NGL
Bandung. Tesis. Program Megister Ilmu Lingkungan.
Universitas Diponegoro Semarang.

Hambali, dkk, 2007. Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan


Limbah Cair. www.dephut.go.id. Diakses tanggal 15
Februari 2015.

Indriawati, Katherin. 2012. Implementation Of Statistical


Process Control (Spc) In Predictive Control Algorithm
for Increasing methane Production Of Anaerobic
Bioreactor. Fakultas teknologi industri. ITS :Surabaya.

Lettinga, G. and Hulshoff Pol, L.W. 1991. UASB Process


Design for Various Types of Wastewater. Water Sci.
Technol. 24,8 (1991) 87-109.
Madyanoya, Mutiara. 2005. Pengolahan Senyawa Organik
Limbah Cair Domestik dengan Menggunakan
Anaerobic Baffled Reactor (ABR). Bandung : Tugas
Akhir TL-ITB.

Mai, H.N.P. (2006). Integrated Treatment of Tapioca


Processing Industrial Wastewater. Wageningen
University: Ph.D Thesis.
71
Nicholas PC. 1996. Biotechnology for Waste and Waste
Water Treatment. Nayes Publication. West Wood, New
Jersey.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia.


Nomor 5. Tahun 2014.

Rantasari, F, 2013. 40 Perbandingan Limbah dan Lumpur


Aktif terhadap Pengaruh Sistem Aerasi pada
Pengolahan Limbah CPO. Konversi. Universitas
Lambang Mangkuat. Banjar Baru. (vol.2:1).

Said, Nusa Idaman, dan Herlambang. 2002. Teknologi


Pengolahan Air Limbah. BBPT. Jakarta.

Seejuhn, R., (2002). Waste Audit in a Starch Tapioca Milk


Processing Factory. Asian Institute of Technology:
Master Thesis.

Setyawan dan Heri, 2010. Karakteristik Proses Klarifikasi


dalam Sistem Nitrifikasi-Denitrifikasi Untuk
Pengolahan Limbah Cair Dengan Kandungan N-Nh3
Tinggi. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Jawa tengah

Steven Myer, 2011. Waste Water Microbiology.


www.youtube.com/wastewatermicrobiology . Diakses
tanggal 10 februari.

Sugiharto, 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah.


Universitas Indonesia. UI-Press.

Suharto, 2010. Limbah Kimia dalam Pencemaran Air dan


udara. Andi. Yogyakarta.

72
Widjaja, Tri. 2009.Pengantar Pengolahan Limbah Secara
Biologis: Aerobic“Activated Sludge/Lumpur Aktif”.FTI-
ITS. Surabaya

73
Lampiran I. Struktur Organisasi PT. MBI-SA , Mojokerto

74
Lampiran II. Sertifikat Hasil Pengujian Parameter oleh BLH
Provinsi Jawa Timur

75
Lampiran III. Grafik Hasil Inspeksi Bulanan oleh BLH Tahun
2014

76
77
Lampiran IV. Lembar kerja PKL

78
79
Lampiran V. Kartu kendali pembimbimng PKL

80
Lampiran VI. Dokumentasi PKL

81
82

Anda mungkin juga menyukai