4 Sistem Reproduksi atau Perkembangbiakan Mikroalga
2.4.1 Sistem Reproduksi Chlorophyceae
Menurut Richmond (2004), Chlorophyceae yang masuk dalam organisme
eukariotik memiliki reproduksi vegatatif dengan pembelahan sel. Pembelahan sel meliputi peningkatan ukuran sel dan pertambahan koloni. Reproduksi aseksualnya (vegetatif) terjadi dengan fragmentasi atau produksi spora. Spora Chlorophyceae disebut zoospora apabila memiliki flagella dan aplanospora/hipnospora jika tidak memiliki flagella. Pembelahan biner dilakukan oleh mikroalga uniseluler. Fragmentasi dilakukan pada alga yang berbentuk benang atau yang berkoloni. Reproduksi seksual (generatif) pada kelas Chlorophyceae terjadi secara anisogami. Pada reproduksi seksual anisogami, gamet jantan bergerak bebas menyerupai zoospora dan gamet betina kadang tidak bergerak atau menjadi oogonium. Reproduksi seksual lainnya pada Chlorophyceae adalah konjugasi. Terjadi akibat adanya perpaduan dua gamet yang membentuk zigospora. Zigospora tidak memiliki alat gerak, sehingga tidak dapat berpindah tempat. Untuk memahami lebih lanjut, di bawah ini dijelaskan langsung mengenai mekanisme reproduksi dari Chlorophyceae spesies Chlamydomonas reinhardtii.
Sumber: Ramawat, et al., 2014
Gambar x. Siklus Hidup Chlamydomonas reinhardtii
Menurut Ramawat et al. (2014), pada reproduksi seksual Chlamydomonas
reinhardtii memiliki dua tipe kawin yaitu kawin plus (mt +) dan kawin minus (mt -). Pada awalnya, kondisi ini disebut sel vegetatif M+ dan M-. Akan tetapi saat berada pada kondisi kekurangan nitrogen maka sel vegetatif (V) akan berdiferensiasi menjadi mt+ dan mt- (membentuk dua sel gamet dalam proses gametogenesis). Setelah gamet jantan dan betina bersatu, molekul agglutinin plus dan minus pada permukaan flagella akan melekat dan melepaskan sinyal. Sinyal tersebut memicu pelepasan dinding sel gamet dan terjadi pengaktifan struktur kawin. Sel yang bergabung kemudian membentuk sel QFC (Quadrifl Binukleat). Setelah itu, QFC berubah menjadi Zigot yang memiliki respon terhadap cahaya dan masukan nitrogen. Zigot tersebut tahan terhadap suhu tinggi ataupun rendah. Kemudian Zigot membelah menjadi 4 melalui pembealahan meiosis dan melepaskan empat sel vegetatif haploid. Setelah itu terjadi perkembangbiakan secara vegetatif (aseksual) dengan sel vegetatif yang haploid dan nitrogen yang memadai di lingkungan.
2.4.2 Sistem Reproduksi Bacillariophyceae
Padang (2012) menyatakan bahwa reproduksi dari Bacillariophyceae atau
Diatom terjadi secara seksual dan aseksual. Proses pembelahan sel secara aseksual terjadi dengan sel membelah menjadi dua sel baru, rangka luar (frustula) terbagi menjadi dua yaitu katub atas (epiteka) dan katub bawah (hipoteka). Masing-masing bagian frustula yang terpisah ini akan membentuk hipoteka dan epiteka baru. Hipoteka dari sel asal akan menjadi epiteka dari sel baru, dengan demikian sel yang terbentuk dari hipoteka akan memiliki ukuran yang lebih kecil dari sel yang terbentuk dari epiteka. Proses pembelahan sel yang berulang-ulang akan menyebabkan terjadinya penurunan ukuran sel. Guna mengembalikan ukuran sel dan bentuk yang normal, maka dilakukan dengan reproduksi seksual. Reproduksi seksual dapat terjadi ketika diatom dalam ukuran kritis dan tidak membutuhkan pengurangan ukuran sel sehingga akan menghasilkan sel dengan sedikit kandungan silikatnya. Reproduksi seksual Bacillariophyceae dapat berupa oogami dan isogami. Dalam bereproduksi diatom juga mengalami masa istrahat (resting spore atau auxospore). Masa inilah yang merupakan masa dimana terjadi reproduksi seksual. Pembentukan auxspora berfungsi untuk mempertahankan diri dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan dan untuk mempertahankan besarnya ukuran. Auxospora terbentuk ketika protoplasma dari sel-sel yang normal menjadi terkonsentrasi dan dikelilingi oleh dinding yang keras. Sumber: Padang, 2012
Gambar y. Siklus Reproduksi Bacillariophyceae
2.4.3 Sistem Reproduksi Cyanophyceae
Menurut Nirmalasari, (2018), reproduksi Cyanophyceae yaitu dengan
pembelahan diri (cell division). Pada proses ini terjadinya pemisahan sel keturunan yang selanjutnya tumbuh dan berkembang membentuk koloni atau filament. Bentuk koloni dan fillament Cyanophyceae dihasilkan oleh fragmentasi sel induk yang kemudian memisah dan menjadi individu baru. Potongan fragment dari trichome disebut hormogonia dan dihasilkan dari proses pemisahan pada dinding sel trichome atau oleh sel yang mati dan menjadi separation disc. Menurut Prajitno (2005), pembelahan binner yaitu perkembangbiakan dengan cara memanjangkan sel yang selanjutnya diikuti dengan pembelahan inti. Pembelahan binner pada cyanophyceae dapat terjadi secara uniseluler maupun multiseluler yang berbentuk benang/filamen. Hasil dari pembelahan berupa sel- sel yang sebagian langsung memisah dan bergabung sehingga membentuk koloni, contohnya Gleocapsa sp. Sel-sel yang berfilmen dari hasil pembelahan akan terus bertambah panjang.
Gambar Perkembangbiakan Secara Pembelahan Binner/Sel
Sumber Yasman, R (2020) Proses reproduksi secara fragmentasi yaitu dengan pemutusan sebagian tubuh organisme tersebut dan bagian tubuh yang terputus tersebut akan menjadi individu yang baru. Cyanophyceae yang melakukan fragmentasi merupakan cyanophyceae berfilamen. Pemutusan sebagian tubuh terjadi pada bagian tertentu dalam sel-sel yang mati. Filamen hasil dari pemutusan tersebut disebut sebagai hormogonium dan memiliki panjang filamen yang berbeda-beda. Apabila terlepas, akan membentuk menjadi cyanophyceae yang baru. Cyanophyceae yang mengalami fragmentasi diantaranya adalah Oscillatoria sp. dan Plectonema boryanum.
Gambar Reproduksi Secara Fragmentasi
Sumber Yasman, R (2020)
Sel yang mengandung endospore disebut akinet. Menurut Fauzi (2014)
akinet merupakan sel yang berperan sebagai spora pada kondisi yang sedang tidak menguntungkan dan akan membentuk filamen baru pada kondisi lingkungan sudah membaik. Umumnya, ukuran akinet lebih besar dari ukuran sel-sel lainnya karena berdinding tebal dan mengandung cadangan makanan. Bentuk alga biru yang bisa membentuk akinet yaitu alga biru benang atau multiseluler. Contoh reproduksi secara endospore cyanophyceae adalah Nostoc sp
Gambar. Perkembangbiakan Spora
Sumber Yasman, R (2020) 2.4.4 Chrysophyceae
Menurut Saptasari et al, (2006), Pada Chrysophyceae spesies Syunara
peterseniji proses reproduksi seksual yaitu gamet jantan dibawa oleh hormone, namun diseksresikan oleh betina, sel jantan dan sel betina secara morfologi itu sama, namun yang membedakan yaitu sel vegetatifnya. Selanjutnya gamet jantan memisah dari koloni induknya, kemudian berenang menuju gamet betina pada koloninya dan menyatu. Hasil penyatuan tersebut munculnya kista zigot yang memiliki dinding silika. Kemudian memasuki tahap meiosis, siklus ini disebut dengan siklus hidup haplontik. Sedangkan reproduksi aseksual pada Chrysomonadalis reproduksi yang soliter dengan pembelahan sel secara longitudinal, kemudian mendapatkan hasil dua sel anak. Bentuk koloni Chysomonadalis seperti Syunaraini, saat koloni sudah terbentuk, maka ia melepaskan satu protoplas yang selanjutnya tumbuh menjadi koloni baru. Proses terjadinya perbanyakan koloni bisa meliputi koloni flagel atau koloni tidak berflagel.
Gambar Reproduksi Chrysophyceae
Sumber www.e-dukasi.net DAFTAR PUSTAKA
Fauzi, R.P. 2014. Nostoc commune vaucer ex bornet &flahaut sebagai
fikoremediator logam berat kadmium (Cd (II)). Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Nirmalasari, R. Analisis Kualitas Air Sungai Sebangau Pelabuhan Kereng
Bengkiray Berdasarkan Keanekaragaman dan Komposisi Fitoplankton. 2018. Jurnal Ilmu Alam dan Lingkungan, 9 (17), 48 – 58.
Padang, A. (2012). Peranan Diatom Bagi Produktivitas Primer di Lingkungan
Bentik. Bimafika, 4(1), 421.
Pratijo, A. 2005. Dikat kuliah parasit dan penyakit ikan. Universitas Brawijaya. 104 hlm.
Ramawat, K. G., Merillon, J. M. & Shivanna, K. R. (Ed). (2014). Reproductive
Biology of Plants. United States: CRC Press. 390 hlm.
Richmond, A. (Ed). (2004). Handbook of Microalgal Culture: Biotechnology and