Anda di halaman 1dari 22

Tugas Makalah

MANAJEMEN PELAYANAN RUMAH SAKIT

(Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Administrasi Rumah Sakit dan
Puskesmas yang diampuh oleh ibu Dosen Dr. Sylva Flora Ninta Tarigan SH, M.Kes)

OLEH

KELOMPOK 4

1. Farah Alfia Fitri (811419121)


2. Kartika Karim (811419127)
3. Syadiah Salsabila P. Sumarkondi (811419155)
4. Nurfahriyani Yahya (811419169)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Manajemen Pelayanan
Kesehatan” untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Administrasi Rumah Sakit dan
Puskesmas

Meskipun jauh dari kesempurnaan kami harapkan makalah ini dapat menjadi salah satu
wadah pembelajaran dalam menimbah ilmu utamanya dalam mata kuliah ini khususnya yang
membahas tentang Manajemen Pelayanan di Rumah Sakit.

Pada kesempatan ini kami ucapkan terima kasih pada dosen pengajar mata kuliah
Manajemen Administrasi Rumah Sakit dan puskesma serta pihak yang telah membantu kami
dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, untuk itu kami membuka diri untuk menerima kritik dan saran yang berguna
untuk perbaikan dalam makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Gorontalo, 15 September 2021

Kelompok 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……………………………………………………..….....................……i

DAFTAR ISI …………………………………………………………..................……...…........ii

BAB 1 PENDAHULUAN…………………………….………………..…...................…............

1.1 Latar Belakang …………………………........................…………………....................…….1


1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………………............................1
1.3 Tujuan ………………………………………………...……………………….......................1
BAB 2 PEMBAHASAN …………………………………………………………..................…
2.1 Pengertian Rumah Sakit ………………………….…………...………..................................
2.2 Jenis-jenis Rumah Sakit yang ada di Indoenesia ............…………........................................
2.3 Struktur Organisasi Rumah Sakit ……………………………………………………………..
2.4 Manajemen Pelayanan Rumah Sakit .....................................................................................
2.5 Pelayanan di Rumah Sakit …………………………………………………………………
BAB 3 PENUTUP ……………………………………........................…………………….........
3.1 Kesimpulan ……………………………………………..................……………………........
3.2 Saran ........................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah pada hakikatnya adalah pelayan publik yang merupakan kepanjangan tangan
berbentuk organisasi publik untuk mewujudkan fungsi- fungsinya sebagai penyelenggara
sekaligus pelayan bagi kepentingan publik. Kehadiran organisasi publik sangatlah diperlukan
bagi penyelenggaraan pemerintahan disuatu negara dalam rangka melaksanakan tugas-tugas
pemerintah diantaranya pelayanan publik terhadap masyarakat. Pengalaman dan pengamatan
sejarah birokrasi sebagai organisasi publik di Indonesia membuktikan bahwa selama ini belum
mampu menunjukkan kondisi prima sebagaimana yang diharapkan masyarakat.

Pelayanan di bidang kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang paling banyak
dibutuhkan oleh masyarakat. Tugas pemerintah yang paling dominan adalah menyediakan
barang-barang publik (public utility) dan memberikan pelayanan (public service) misalnya dalam
bidang pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, perkembangan perlindungan tenagakerja,
pertanian, keamanan dan sebagainya. Tidak mengherankan apabila bidang kesehatan perlu untuk
selalu dibenahi agar bisa memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik untuk masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang dimaksud tentunya adalah pelayanan yang cepat, tepat, murah dan
ramah. Mengingat bahwa sebuah negara akan bisa menjalankan pembangunan dengan baik
apabila didukung oleh masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani.

Dalam perkembangannya pelayanan rumah sakit tidak terlepas dari pembangunan ekonomi
masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada perubahan fungsi klasik RS yang pada awalnya
hanya memberikan pelayanan yang bersifat penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui
rawat inap. Pelayanan RS kemudian bergeser karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya
ilmu kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan di
RS saat ini tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan), tetapi juga bersifat pemulihan
(rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan
(promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian, sasaran pelayanan kesehatan RS
bukan hanya untuk individu pasien, tetapi juga berkembang untuk keluarga pasien dan
masyarakat umum.
Berangkat dari kesadaran tersebut, rumah sakit yang ada di Indonesia baik milik pemerintah
maupun swasta, selalu berupaya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien dan
keluarganya. Baik melalui penyediaan peralatan, pengobatan, tenaga medis yang berkualitas
sampai pada fasilitas pendukung lainnya seperti tempat penginapan, kantin, ruang tunggu, apotik
dan sebagainya. Dengan demikian masyarakat benar-benar memperoleh pelayanan kesehatan
yang cepat dan tepat. Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki
peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan
masyarakat.

Di era globalisasi seperti sekarang ini, diperlukan kondisi tetap unggul baik itu organisasi
publik maupun swasta dalam kerangka kualitas pelayanan. Oleh karena itu, untuk mewujudkan
kualitas pelayanan yang memuaskan pelanggan diperlukan upaya manajemen yang sungguh-
sunguh dan kontinyu. Diperlukan pola manajemen kualitas yang dianggap paling efektif agar
mampu menjadi strategi kompetisi yang dapat diandalkan. Atas dasar sikap seperti itu pelayanan
kesehatan di RS merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (komperhensif dan holistik).
Untuk menciptakan sebuah rumah sakit yang baik dan bermutu tinggi, maka diperlukan
manajemen rumah sakit yang terprogram, terarah dan terpadu.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Rumah Sakit?

2. Apa Saja Jenis-jenis Rumah Sakit yang ada di Indonesia?

3. Bagaimana Struktur Organisasi dalam Rumah Sakit?

4. Bagaimana Manajemen Pelayanan Rumah Sakit?

5. Bagaimana Pelayanan Pasien yang ada di Rumah Sakit?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui Pengertian Rumah Sakit

2. Mengetahui Jenis-jenis Rumah Sakit di Indonesia

3. Mengetahui Strukutur Organisasi dalam Rumah Sakit

4. Mengetahui Manjemen Pelayanan dalam Rumah Sakit

5. Mengetahui Pelayanan Pada Pasien di Rumah Sakit


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan salah satu organisasi di bidang jasa yang bergerak dalam usaha
peningkatan kesehatan masyarakat. Rumah sakit dituntut untuk meningkatkan kualitas
pelayanannya agar dapat memberikan kepuasan bagi masyarakat, selain itu rumah sakit juga
harus mengerti apa yang diinginkan oleh konsumen (pasien) agar nantinya konsumen merasa
puas dengan pelayanan yang ada. Pelayanan kesehatan di Rumah Sakit harus memiliki kriteria
dan tujuan operasional yang jelas dan harus mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang
medik, pelayanan rehabilitasi medik, dan pelayanan perawatan. Selain itu rumah sakit sebagai
salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk
masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administratif. Oleh karena itu sebagai
institusi pelayanan rumah sakit dituntut untuk meningkatkan manajemen kualitas pelayanannya
secara terus-menerus dan berkesinambungan dalam berbagai bidang pelayanan yang diberikan.

Sektor kesehatan merupakan sektor yang harus menjadi prioritas utama mengingat begitu
penting bagi setiap manusia, dari berbagai bidang layanan yang ada. Undang-Undang No. 23
Tahun 1992 tentang kesehatan menjelaskan bahwa kesehatan sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 melalui pembangunan nasional yang
berkesinambungan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk itu,
berdasarkan UU Kesehatan tersebut pemerintah berkewajiban dalam mengupayakan
pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
optimal. Pemerintah dalam hal ini mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dimana pengertian sehat dituangkan dalam
Undang-Undang Pokok Kesehatan RI No. 9 tahun 1960 dan batasan sehat tersebut telah
disesuaikan menurut Undang-Undang No. 23 tahun 1992 bahwa sehat adalah suatu keadaan yang
optimal baik fisik, mental maupun sosial dan tidak hanya terbatas pada keadaan bebas dari suatu
penyakit atau kelemahan saja.

Mewujudkan pengertian kesehatan diatas, terutama dalam hal pelayanan kesehatan kepada
masyarakat, pemerintah telah membangun berbagai sarana dan prasarana pendukung dan salah
satunya adalah rumah sakit. Rumah sakit sebagai salah satu lembaga pelayanan publik (public
service) yang bergerak dalam bidang pelayanan kesehatan dituntut untuk menyediakan layanan
yang tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat mengingat kebutuhan akan kesehatan begitu
penting bagi setiap manusia.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang
bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi
melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang.
Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan
berkesinambungan.

Menurut undang-undang tentang rumah sakit dijelaskan bahwa rumah sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit
diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan
profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan,
perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.

Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan
pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 983/Menkes/SK/XI/1992,
tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara
serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan.
Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pendidikan dan pelatihan,
penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upaya kesehatan, administrasi umum dan
keuangan.

2.2. Jenis-jenis Rumah Sakit yang ada di Indonesia

Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan dan kelasnya.
1. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam RS
 RS Pemerintah (RS Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten)
 RS BUMN/ABRI
 RS Swasta yang menggunakan dana investasi dari sumber dalam negeri (PMDN) dan sumber
luar negeri (PMA).

2. Berdasarkan jenis pelayanan RS Umum

 RS Jiwa
 RS Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung, kangker, dan sebagainya).

3. Berdasarakan kelasnya

 RS kelas A RS kelas A tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk subspesialistik RS


kelas B (pendidikan dan non pendidikan)
 RS kelas B mempunyai pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar.
RS kelas C
 RS kelas C mempunyai minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan,
dan anak). RS kelas D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979).
 Di RS kelas D hanya terdapat pelayanan medis dasar Pemerintah sudah meningkatkan status
semua RS Kabupaten menjadi kelas C (Munijaya, 2004).

2. 3 Struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Di Indonesia

Ada tiga bahan yang semestinya sangat penting dengan tugas dan wewenang yang
cukup jelas, yaitu:

1. Pemilik Rumah Sakit/Yayasan/Governing Board 

2. Direksi Rumah Sakit.

3. Staf Kedokteran (medical staff)


Ketiga badan ini, sesuai dengan fungsi dan wewenangnya, saling mengisi dan mengontrol,
sehingga tercapai keseimbangan untuk mengarahkantujuan dan hendak dicapai oleh rumah sakit
itu. Tetapi, khusus di Indonesia,ketiga badan ini pada umumnya masih sering terjadi semacam
conflict ofinterest  dari masisng-masing anggota badan tersebut, karena dari
segi personalia sering tidak dapat dipisahkan tugas seorang dokter yang menjadi direksi rumah
sakit yang sekaligus merawat pasien. Tahap sekarang masalah ini memang (dalam batas-batas
tertentu) tidakdapat dihindari, karena peranan yang besar dari para dokter dalam
badan- badan tersebut. Masalah ini dalam tahap pertama tentunya dapat dikurangi dengan suatu
job description yang sejelas-jelasnya. Di masa depan, dengan perkembangan rumah sakit yang
semakin kompleks, tentunya dianjurkan adanya pemisahan yang jelas. Dalam hubungan ini,
untuk kemudahan komunikasi, ketiga badan ini dapat membentuk semacam ”Badan
Musyawarah” yang merumuskan dan menampung permasalahan-permasalahan yang ada
sebelum diputus oleh yayasan/pemilik rumah sakit Untuk Rumah Sakit Umum Kelas A, susunan
organisasinya diatur sesuai dengan SK Menkes No. 543/VI/1994 adalah sebagai berikut :

a. Direktur

b. Wakil direktur terdiri dari Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan, Wadir Penunjang
Medik dan Instalasi, Wadir Umum dan Keuangan Wadir Komite Medik

Tiap-tiap wadir diberikan tanggung jawab dan wewenang mengatur beberapa bidang-bagian
pelayanan dan keperawatan farmasi diberikan tugas untuk menyiapkan fasilitas agar pelayanan
medis dan keperawatan dapat terlakasana dengan baik.

Instalasi RS dipimpin oleh seorang kepala yang diberikan jabatan non struktural. Beberapa
jenis instalasi RS yang ada pada RS kelas A adalah instalasi rawat jalan, rawat darurat, rawat
inap, rawat intensif, bedah sentral, farmasi, patologi anatomi, patologi klinik, gizi, laboratorium,
perpustakaan, pemeliharan sarana rumah sakit (PSRS), pemulasaran jenazah, sterilisasi sentral,
pengamanan dan ketertiban lingkungan dan binatu (Munijaya, 2004).Komite medik (KM) juga
diberikan jabatan nonsturktural yangfungsinya menghimpun anggota yang terdiri dari para
kepala staf medikfungsional (SMF). KM diberikan dua tugas utama yaitu menyusun
standar pelayanan medis dan memberikan pertimbangan kepada direktur dalam hal :

1. Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan etika profesi.
2. Pembinaan, pengawasan dan penilaian mutu pelayanan medis, hak-hak klinis khusus
kepada SMF, program pekayanan medis, pendidikan dan pelatihan (diklat), serta
penelitian dan pengemabangan (litbang)

Semua kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan, Medik Depkes RI berdasarkan usulan direktur
yang berkunjung dan jenis pelayanannya. Masyarakat yang berkunjung ke RS bertujuan untuk
memperoleh pelayanan medis karena kejadian sakit yang dideritanya.

Pembentukan KM di RS sangat diperlukan untuk membantu tugas-tugasdirektur RS dalam


menjaga mutu dan etika pelayanan RS. KM dibentuk berdasarka SK Dirjen Yan. Medik Depkes
RI sesuai dengan usul Direktur RS.Masa kerja Wadir KM adalah tiga tahun. Dibawah wadir KM
terdapat panitiainfeksi nosokomial, panitia rekam medis, farmasi dan terapi, audit medik,
danetika

SMF yang menggantikan UPF (Unit Pelaksanaan Fungsional) terdiridari dokter umum,
dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter subspesialis.Mereka mempunyai tugas pokok
memberikan pengobatan, pencegahan penyakit, peningkatan dan pemulihan kesehatan, penyuluh
an, pelatihan dan penelitian pengembangan pelayanan medis. Untuk RS kelas A, jumlah SMF
yang dimiliki minimal 15 buah yaitu Bedah, Kesehatan Anak, Kebidanan dan Penyakit
Kandungan, Penyakit Dalam, Penyakit Saraf, Penyakit Kulit dan kelamin, THT, Gigi dan Mulut,
Mata, Radiologi, Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Kedoteran Kehakiman, Rehabilitasi Medik,
Anestesi.

Masing-masing Wadir juga dilengkapi sekertariat khusus dan


bidang- bidang yang dibagi lagi menjadi subbagian dan seksi (sesuai dengan SK Menkes No.
134). Susunan organisasi RSU kelas B hampir sama dengan kelas A, bedanya hanya terletak
pada jumlah dan jenis masing-mamsing SMF. Untuk RSU kelas B tidak ada subspesialisnya.

Susunan organisasi RS kelas C dan D lebih sederhana jika dibandingkandengan kelas A dan
kelas B. Disini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi engan staf khusus yang mengurusi
administrasi. Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan medis dan jumlah staf profesional
(medis dan paramedic) yang dipekerjakan pada tiap-tiap RS ini. Secara umum, jenis
kebutuhanmasyarakat akan pelayanan kesehatan juga akan ikut menentukan peningkatan kelas
sebuah RS di suatu wilayah, terutama yang berlokasi di ibu kota provinsi.
2.4 Manajemen Pelayanan Rumah Sakit

Dalam menilai manajemen kualitas pelayanan kesehatan Rumah Sakit mengacu pada teori
segitiga pelayanan. Komponen segitiga pelayanan meliputi : strategi pelayanan, sumber daya
pemberi pelayanan dan sistem pelayanan. Hal ini penting untuk diketahui mengingat dalam isu
peningkatan kualitas pelayanan diperlukan upaya untuk mengelola (memanajemen) komponen-
komponen pelayanan agar pelayanan yang diberikan dapat lebih baik atau lebih berkualitas.

Selain masalah manajemen, rumah sakit juga menghadapi masalah-masalah yang lebih
mendasar, yaitu aspek-aspek filosofi. Apakah RS harus tetap merupakan instansi sosial yang
non-profit making atau diperbolehkan profit making? Dalam Majalah Manajemen (No. 4, Mei
1981) telah dikemukakan sebuah artikel: “Organisasi Rumah Sakit Mengapa Kurang Efektif?”
Artikel tersebut ditulis oleh J. Sadiman, dan mengemukakan aspek-aspek hubungan antara
pengurus/yayasan yang memiliki rumah sakit dengan direksi rumah sakit serta kemungkinan
adanya kekaburan mengenai menejemen organisasi rumah sakit. Masalah manajemen rumah
sakit pada akhir-akhir ini memang banyak disorok. Tidak saja atas keluhan-keluhan masyarakat
yang merasa kecewa dengan pelayanan rumah sakit, baik dari segi mutu, kemudahan, dan tarif,
tetapi juga perkembangan zaman yang memang sudah mendesak ke arah perbaikan-perbaikan
itu.

Setidak-tidaknya ada beberapa alasan untuk meningkatkan kemampuan manajemen rumah


sakit :

1. Perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran yang cepat. Dalam 10-20 tahun terakhir,
ilmu kedokteran (termasuk di Indonesia) telah berkembang tidak saja ke tingkat spesialis dalam
bidangbidang ilmu kedokteran, tetapi sudah ke superspesialisasi. Selain dengan ini, teknologi
yang dipergunakan juga semakin meningkat. Bisa dipahami bahwa investasi dalam dunia
kedokteran dan rumah sakit akan semakin mahal (termasuk human invesment-nya). Karena itu,
manajemen rumah sakit yang tidak baik akan menimbulkan pelayanan kesehatan yang semakin
mahal atau sebaliknya, bahwa rumah sakit tidak dapat berjalan dan bangkrut. Dalam hal ini perlu
disadari bahwa dengan perkembangan tersebut, pelayanan rumah sakit pada dasarnya memang
cenderung menjadi “mahal”.
2. Demand masyarakat yang semakin meningkat dan meluas. Masyarakat tidak saja
menghendaki mutu pelayanan kedokteran yang baik, tetapi juga semakin meluas. Masalah-
masalah yang dahulu belum termasuk bidang kedokteran sekarang menjadi tugas bidang
kedokteran. Terjadi apa yang disebut proses medicalization. Dapat dipengerti bahwa karenanya
beban rumah sakit akan semakin berat.

3. Dengan semakin luasnya bidang kegiatan rumah sakit, semakin diperlukan unsur-unsur
penunjang medis yang semakin luas pula, misalnya: masalahmasalah administrasi, pengelolaan
keuangan,hubungan masyarakat dan bahkan aspek-aspek hukum/legalitas. Belum lagi kehendak
pasien yang menghendaki unsur penunjang non-medis yang semakin meningkat sesuai dengan
kebutuhan manusia masa kini. Makin lama makin dirasakan perlunya pengingkatan pengelolaan
rumah sakit secara professional

Rumah sakit di Indonesia untuk sebagian besar (±70%) dimiliki oleh Pemerintah. Sebagian
rumah sakit swasta didirikan oleh lembagalembaga/yayasan,khususnya dengan latar belakang
keagamaan atau lembagalembaga sosial lainnya, yang biasanya diprakarsai oleh kalangan
masyarakat atau orang-orang yang terhormat. Sudah tentu, rumah sakit seperti ini membawa
missi sosial dan karena itu tidak profit making. Mungkin karena sifat non-profit making inilah,
ada kesan bahwa rumah sakit seperti ini dikelola “asal jalan” dan semata-mata mengutamakan
pelayanan medis pasienpasien yang dirawat. Kerugian yang ada biasanya akan ditangani
lembagalembaga keagamaan/sosial yang bersangkutan, dari donasi/sumbangan yang
diperolehnya.

Baru pada akhir-akhir ini, terutama pada sekitar tahun 1975, muncul rumah sakit swasta di
kota-kota besar, yang dikelola dengan motivasi yang agak berlainan. Meskipun rumah sakit ini
tidak secara berteras terang merupakan lembaga yang profit making, akhirnya toh tidak dapat
disembunyikan bahwa rumah sakit ini mempunyai kemampuan finansial yang kuat tentunya sulit
untuk menyatakan bahwa rumah sakit ini mempunyai kemampuan finansial yang kuat yang
tentunya sulit untuk menyatakan bahwa rumah sakit ini adalah non-profit making dan sosial
semata-mata. Fenomena ini telah menumbuhkan polemik baru dari segi filosofi, yaitu apakah
rumah sakit dimungkinkan dikelola secara “bisnis” dalam arti menjadi suatu instansi yang profit
making? Polimik ini sudah tentu menyangkut landasan kenegaraan/falsafah kenegaraan kita,
yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Meskipun demikian, dalam perkembangan dewasa ini, rumah sakit toh tidak mungkin
dikelola semata-mata sosial. Dalam keadaan sekarang, hamir seluruh rumah sakit swasta
menghadapi realita kehidupan yang semakin meterialistis. Rumah sakit harus membayar
teknologi kedokteran, listrik, air, dapur dan bahkan imbalan jasa dokter dan paramedis dengan
mengikuti harga pasar. Dalam keadaan inilah, dari segi manajemen, rumah sakit yang selama ini
memang lebih mementingkan aspek sosial, seolah-olah ketinggalan “kereta”. Tidak terlepas
dalam hubungan ini adalah rumah sakit pemerintah di mana meskipun seluruh biaya
eksploitasi/personel/gedung dan lain sebagainya ditanggung oleh pemerintah (secara teoritis),
keperluan mengelola rumah sakit sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen adalah sangat
mutlak.

Pengelolaan rumah sakit sehari-hari menjadi wewenang dan tugas dereksi rumah sakit
sendiri. Pada dasarnya, betapapun (mungkin) kebijaksanaan yang diberikan oleh pengurus
yayasan/pemiklik rumah sakit mungkin sudah baik, citra rumah sakit akan terbebtuk oleh
pelaksanaan tugas sehari-hari.

Seperti dikatakan di atas, masalah-masalah ini menjadi semakin kompleks. Pelayanan


administrasi/penunjang/hubungan masyarakat dan aspek-aspek hukum/peraturan rumah sakit
semakin luas. Hal ini memerlukan penanganan manajemen secara lebih profesional. Hospital
managemen telah berkembang menjadi ilmu yang tersendiri. Sebaliknya, ada anggapan bahwa
dokter-dokter (secara profesional) sayang apabila menangani masalah-masalah yang nonmedis.

Masalah itu perlu dikemukakan, karena peranan dokter adalah sangat kuat dan pengelolaan
rumah sakit di Indonesia dewasa ini, yang dengan sendirinya mempengaruhi jalannya organisasi-
organisasi rumah sakit.

Manajemen Kualitas menurut Vincent Gaspersz memiliki pengertian suatu cara


meningkatkan performansi dalam setiap proses dan area dari suatu organisasi secara
berkesinambungan dengan menggunakan sumber daya yang dimiliki. Manajemen kualitas
pelayanan dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mengelola komponen-komponen pelayanan
agar pelayanan yang dihasilkan menjadi berkualitas. Komponen Pelayanan yang dikelola
meliputi strategi pelayanan, sumber daya pemberi pelayanan dan sistem pelayanan.

Albrecht dan Zemke mengemukakan suatu model interaktif yang menghubungkan antara
organisasi pemberi pelayanan dengan pengguna pelayanan. Model ini dinamakan service triangel
(segitiga pelayanan) yang terdiri dari tiga elemen dengan pengguna pelayanan atau pelanggan
sebagai titik fokusnya.

Sevice triangel atau segitiga pelayanan ini digambarkan sebagai berikut :

1. Strategi : Pernyataan yang jelas dan dikomunikasikan dengan baik mengenai posisi dan
sasaran organisasi dalam hal layanan pelanggan.

2. Sumber Daya Manusia : Karyawan disemua posisi yang memiliki kapasitas dan hasrat untuk
responsif terhadap kebutuhan pelanggan.

3. Sistem Pelayanan : Program, prosedur dan sumber daya organisasi yang dirancang untuk
mendorong, menyampaikan dan menilai layanan yang nyaman dan berkualitas tinggi bagi
pelanggan.

4. Pelanggan (masyarakat pengguna jasa). Merupakan strategi untuk memperbaiki proses-proses


organisasi agar dapat memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapan pelanggan.

Pelayanan diartikan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara
langsung. (H.A.S Moenir, 2000:16-17). Sedangkan Groonroos (dalam Ratminto 2006:2)
mendefinisikan

“Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata
(tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan
karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi layanan yang dimaksudkan
untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan”.

Pelayanan merupakan hak setiap orang dan tiap-tiap orang berhak mendapatkan pelayanan
dari organisasi publik. Dan hal ini merupakan aturan yang mengikat tentang kewajiban
organisasi publik untuk memberikan pelayanan umum tanpa terkecuali. Menurut Keputusan
Mentri Penerapan Aparatur Negara No. 81/1993 pengertian pelayanan umum adalah sebagai
berikut:

“Segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah pusat,
di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau
jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka
pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan”.

Faktor-faktor yang mendukung pelayanan menurut H.A.S Moenir (2000:88-119):

1) Faktor-faktor kesadaran dari para petugas yang memberikan pelayanan dimana dengan adanya
kesadaran para petugas diharapkan mereka mampu melaksanakan tugas dengan penuh
keikhlasan, kesungguhan dan disiplin.

2) Faktor aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan, meliputi:

 Kewenangan (termuat dalam ketentuan-ketentuan keorganisasian)

 Pengetahuan dan pengalaman untuk diharapkan dapat menghasilkan perubahan di waktu


yang akan datang.

 Kemampuan bahasa dalam membuat aturan. Yang dimaksud adalah mampu


menggunakan bahasa sederhana dan mudah dimengerti

 Pemahaman oleh pelaksana. Pelaksana dalam memberikan penjelasan mengenai maksud


pengertian dan penerapan pemberian pelayanan harus dapat dilaksanakan secara serentak
tanpa membedakan jenjang kepangkatan dan waktu pelaksanaan.

 Disiplin dalam pelaksanaan yaitu taat terhadap aturan baik aturan tertulis maupun yang
tidak tertulis dan bertanggung jawab terhadap tugas yang diemban.

3) Faktor organisasi yang merupakan alat serta sistem yang memungkinkan berjalannya
mekanisme kegiatan pelayanan.

4) Faktor pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum. Pendapatan adalah
seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atau jasa tenaga dan atau pikiran yang telah
dicurahkan untuk orang lain atau organisasi,baik dalam bentuk uang maupun fasilitas dalam
jangka waktu tertentu.
5) Faktor kemampuan dan ketrampilan. Kemampuan berarti dapat melakukan tugas atau
pekerjaan sehingga menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan
ketrampilan adalah kemampuan melaksanakan tugas dengan menggunakan anggota badan dan
peralatan yang tersedia.

6) Faktor sarana pelayanan. Sarana pelayanan yang dimaksud adalah segala jenis peralatan,
perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang berfungsi sebagai alat utama atau alat pembantu dalam
pelaksanaan pekerjaan.

David W. Cottle (1990) dalam Sri Yuliani (2004:40-41), mengemukakan lima prinsip yang
harus diperhatikan, agar kualitas pelayanan dapat dicapai antara lain meliputi :

1) Realibility (kehandalan), kemampuan menyediakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat


dan ajeg.

2) Assurance (jaminan), perasaan klien atau keyakinan bahwa problemnya ditangani orang yang
ahli di bidangnya.

3) Tangibles (berwujud/kasat mata), wujud atau bentuk-bentuk fisik pelayanan yang kasat mata
seperti gedung, ruang kantor, fasilitas dan peralatan, komunikasi material, dan penampilan
pegawai (seragam).

4) Responsiveness (daya tanggap), kesediaan untuk membantu klien dan kemampuan


menyediakan pelayanan setiap saat.

5) Empathy (empati), perhatian pegawai pada kepentingan klien.

Sementara itu Kotler (1992:107) menyebutkan beberapa dimensi mengukur mutu jasa
sebagai penilai kualitas organisasi jasa. Untuk dimensi tersebut yaitu :

a) Akses. Jasa harus mudah dijangkau dalam lokasi yang mudah dicapai pada saat yang tidak
merepotkan dan cepat.

b) Komunikasi. Jasa harus diuraikan dengan jelas dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh
konsumen.

c) Kompetensi. Karyawan harus memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan.

d) Kesopanan. Karyawan harus bersikap ramah, penuh hormat, dan penuh perhatian.
e) Kredibilitas. Perusahaan dan karyawan harus bisa dipercayai dan memahami keinginan utama
yang diharapkan konsumen.

f) Reliabilitas. Jasa harus dilaksanakan dengan konsisten dan cermat.

g) Cepat-tanggap. Karyawan harus memberikan tanggapan dengan cepat dan kreatif atas
permintaan dan masalah konsumen.

h) Kepastian. Jasa harus bebas dari bahaya, risiko, atau hal-hal yang meragukan.

i) Hal-hal yang berwujud. Hal-hal yang berwujud pada sebuah jasa harus dengan tepat
memproyeksikan mutu jasa yang akan diberikan

j) Memahami/mengenali konsumen. Karyawan harus berusaha memahami kebutuhan-kebutuhan


konsumen dan memberikan perhatian secara individu

2.5 Pelayanan Rumah Sakit

Penerimaan pasien yang akan berkunjung ke poli klinik, unit rawat jalan, unit gawat darurat
ataupun yang akan dirawat adalah bagian dari sistem prosedur pelayanan rumah sakit. Disinilah
pelayanan pertama kali yang diterima oleh seorang pasien saat tiba di rumah sakit, sehingga
sangat menentukan kesan baik dan buruk dari rumah sakit tersebut. Dilihat dari segi pelayanan
rumah sakit dapat dibedakan menjadi :

 Pasien yang dapat menunggu

 Pasien berobat jalan yang datang dengan perjanjian

 Pasien yang datang tidak dalam keadaan gawat

 Pasien yang segera ditolong (pasien gawat darurat)

Menurut jenis kedatangannya pasien dapat dibedakan, Pasien baru adalah pasien yang baru
pertama kali datang ke rumah sakit untuk keperluan mendapatkan pelayanan, Pasien lama adalah
pasien yang pernah datang sebelumnya untuk keperluan mendapatkan pelayanan. Kedatangan
pasien dapat terjadi karena dikirim oleh dokter praktek di luar RS, dikirim oleh rumah sakit lain,
puskesmas atau jenis pelayanan kesehatan lainnya serta pasien yang datang atas kemauan sendiri

Prosedur Pelayanan Rawat Jalan (pasien baru dan pasien lama) Pelayanan rawat jalan
(ambulatory) adalah satu bentuk dari pelayanan kedokteran.secara sederhana yang dimaksud
dengan pelayanan rawat jalan adalah pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak
dalam bentuk rawat inap (hospitalization).pelayanan rawat jalan ini termasuk tidak hanya yang
diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal rumah sakit atau
klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien (home care) serta di rumah perawatan
(nursing homes).

Pelayanan kesehatan pasien rawat jalan kini merupakan salah satu pelayanan yang menjadi
perhatian utama rumah sakit di seluruh dunia.hampir seluruh rumah sakit di Negara maju kini
meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan terhadap pasien rawat jalan. Berdasarkan DEPKES,
1997 sistem penerimaan pasien baru rawat jalan yaitu : a. Pasien mengisi formulir pendaftaran
pasien baru b. Data pada formulir pendaftaran pasien baru diinput pada komputer c. Mencetak
ringkasan riwayat klinik d. Mencetak kartu pasien e. Mencetak kuitansi pembayaran f. Mencetak
nomor urut poli g. Mencetak kartu index utama pasien h. melaksanakan pendaftaran pasien baru
Rawat Jalan.

Ringkasan riwayat klinik dikirim ke poliklinik tujuan dengan Sistem yaitu: a. Melaksanakan
transaksi pendaftaran pasien lama dengan mengentry nomor pasien b. Membuat tracer c.
Mencetak nomor urut poliklinik d. Mencetak kuitansi pembayaran e. Mengarahkan pasien sesuai
tujuan poliklinik f. Melaksanakan pendafataran pasien di tempat pasien lama di TPP II

Prosedur penerimaan Pasien Rawat Jalan

A. Pasien Baru : Setiap pasien baru diterima di tempat penerimaan pasien baru (TPP),
Diwawancarai oleh petugas guna mendapatkan data identitas yang akan diisikan pada formulir
ringkasan riwayat klinik, Setiap pasien baru akan memperoleh nomor pasien yang akan
digunakan sebagai kartu pengenal yang harus dibawa pada setiap kunjungan berikutnya ke
rumah sakit yang sama, Setelah selesai dalam proses pendaftaran, pasien baru dipersilahkan
menunggu di poliklinik yang dituju dan petugas rekam medis mempersiapkan berkas rekam
medisnya kemudian dikirim ke poliklinik tujuan pasien.

B. Pasien Kunjungan Lama : Setiap pasien lama diterima di tempat penerimaan pasien lama
(TPPL), Diwawancarai tentang poliklinik yang dituju, Setelah selesai melaksanakan proses
pendaftaran pasien dipersilahkan menunggu di poliklinik. Pasien lama dapat dibedakan menjadi
Pasien yang datang dengan perjanjian serta Pasien yang datang atas kemauan sendiri (tidak
dengan perjanjian) Setelah mendapat pelayanan yang cukup dari poliklinik, ada beberapa
kemungkinan dari setiap pasien yaitu Pasien boleh langsung pulang diberi slip perjanjian oleh
petugas klinik untuk datang kembali pada hari dan tanggal yang telah ditetapkan, dan kepada
pasien yang diminta datang kembali, harus lapor kembali ke TPP untuk Pasien dirujuk/dikirim ke
rumah sakit lain. Semua berkas rekam medis pasien yang telah selesai mendapatkan pelayanan
harus kembali ke bagian rekam medis.

Prosedur Penerimaan Pasien Rawat Inap

a. Penerimaan pasien rawat inap dinamakan Admitting Office/ Central Opname.

b. Fungsi utamanya adalah menerima pasien untuk dirawat di rumah sakit

c. Tata cara penerimaan pasien yang disebut admitting prosedure harus wajar sesuai dengan
keperluannya.

d. Dengan makin meningkatnya jumlah pasien, pimpinan rumah sakit harus memberikan
perhatian yang konstan dalam membina sistem dan prosedur penerimaan pasien yang sebaik-
baiknya Pasien yang memerlukan perawatan, dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu Pasien
yang tidak urgen, penundaan perawatan pasien tersebut tidak akan menambah penyakitnya
Pasien yang urgen, tetapi tidak darurat gawat, dapat dimasukkan ke dalam daftar tunggu. Pasien
gawat darurat (emergency), langsung dirawat.

Aturan yang harus dipenuhi dalam penerimaan pasien a). Bagian penerimaan pasien
bertanggung jawab sepenuhnya mengenai pencatatan seluruh informasi yang berkenaan dengan
diterimanya seorang pasien di rumah sakit b). Bagian penerimaan pasien harus segera
memberitahukan bagian-bagian lain terutama bagian yang berkepentingan langsung setelah
diterimanya seorang pasien untuk dirawat. c). Semua bagian harus memberitahukan bagian
penerimaan pasien, apabila seorang pasien diijinkan meninggalkan rumah sakit. d). Membuat
catatan yang lengkap tentang jumlah tempat tidur yang terpakai dan yang tersedia di seluruh
rumah sakit. e). Rekam medis yang lengkap, terbaca dan seragam harus disimpan oleh seluruh
bagian selama pasien dirawat. f). Intruksi yang jelas harus diketahui oleh setiap petugas yang
bekerja dalam proses penerimaan dan pemulangan pasien

Alur Pelayanan Berkesinambungan dari Pasien IGD dan Rawat Inap


Prosedur Gawat Darurat Instalasi gawat darurat adalah salah satu sumber utama pelayanan
kesehatan di rumah sakit. Ada beberapa hal yang membuat situasi di IGD menjadi khas,
diantaranya adalah pasien yang perlu penanganan cepat walaupun riwayat kesehatannya belum
jelas. Maksud dari pelayanan rawat darurat adalah bagian dari pelayanan kedokteran yang
dibutuhkan oleh penderita dalam waktu segera untuk menyelamatkan kehidupannya. Unit
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan rawat darurat disebut dengan nama Instalasi Gawat
Darurat (IGD). Tergantung dari kemampuan yang dimiliki, keberadaan IGD dapat beraneka
macam. Namun yang lazim ditemukan adalah yang tergabung dalam rumah sakit. Meskipun
telah majunya sistem rumah sakit yang dianut oleh suatu negara bukan berarti tiap rumah sakit
memiliki kemampuan mengelola IGD sendiri. Penyebab utama kesulitan untuk mengelola IGD
adalah karena IGD merupakan salah satu dari unit kesehatan yang paling padat modal, padat
karya, serta padat teknologi. Prinsip umum lain dalam asuhan keperawatan yang di berikan oleh
perawat di ruang gawat darurat antara lain Penjaminan keamanan diri perawatan dan klien
terjaga, perawat harus menerapkan prinsip universal precaution, mencegah penyebaran infeksi
dan memberikan asuhan yang nyaman untuk klien

Alur Prosedur Pasien Gawat Darurat Prosedur Pelayanan Gawat Darurat : 1) Pasien datang
dan langsung dilakukan tindakan terlebih dahulu dan sekaligus dilakukan pendaftaran 2)
Pendaftaran dilakukan dan dibuat kartu pasien 3) Medical Record dibuat (jika baru) atau dicari
(jika pasien lama) 4) Dilihat catatan medik jika pasien lama dan jika pasien baru dibuat catatan
medik 5) Dalam tindakan dilakukan penanganan, jika pasien perlu dirawat (Opname)
berdasarkan hasil pemeriksaan diagnosa, Laboratorium dan radiologi. 6) Setelah pasien dirawat
inap dilakukan pengurusan biaya admin dan pelayanan jasa baik menggunakan BPJS maupun
NON BPJS.
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan maka dapat disimpulkan:

1. Berdasarkan undang-undang No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksudkan


dengan rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat
jalan, dan gawat darurat

2. Di Indonesia Rumah Sakit dibedakan menjadi tiga macam yaitu RS Pemerintah (RS
Pusat, RS Provinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI, RS Swasta yang menggunakan dana
investasi dari sumber dalam negeri (PMDN) dan sumber luar negeri (PMA).

3. Ada tiga bahan yang semestinya sangat penting dengan tugas dan wewenang yang
cukup jelas, yaitu Pemilik Rumah Sakit/Yayasan/Governing Board, Direksi Rumah Sakit,
Staf Kedokteran (medical staff) Ketiga badan ini, sesuai dengan fungsi dan wewenangnya,
saling mengisi dan mengontrol, sehingga tercapai keseimbangan untuk mengarahkan tujuan
dan hendak dicapai oleh rumah sakit itu.

4. Dalam menilai manajemen kualitas pelayanan kesehatan Rumah Sakit mengacu pada
teori segitiga pelayanan. Komponen segitiga pelayanan meliputi : strategi pelayanan,
sumber daya pemberi pelayanan dan sistem pelayanan. Hal ini penting untuk diketahui
mengingat dalam isu peningkatan kualitas pelayanan diperlukan upaya untuk mengelola
(memanajemen) komponen-komponen pelayanan agar pelayanan yang diberikan dapat lebih
baik atau lebih berkualitas
5. Penerimaan pasien yang akan berkunjung ke poli klinik, unit rawat jalan, unit gawat
darurat ataupun yang akan dirawat adalah bagian dari sistem prosedur pelayanan rumah
sakit. Disinilah pelayanan pertama kali yang diterima oleh seorang pasien saat tiba di rumah
sakit, sehingga sangat menentukan kesan baik dan buruk dari rumah sakit tersebut.
3.2 Saran
Kami sebagai penyusun sadar bahwa pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan,
sehingga kami sangat membutuhkan saran dan kritik dari pembaca guna untuk pembuatan
makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Tjandra Yoga. 2006. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta : Penerbit
Universitas Indonesia.

Mamik. 2014. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan. Sidoarjo : Penerbit Zifatama

Munijaya, A.A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.Siregar.

Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan I. Jakarta: Penerbit EGC

Sulastomo. 2000. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Trisnantoro,

Anda mungkin juga menyukai