Aktifitas dakwah yang berbasis pencerahan umat, tentu harus memerlukan pemahaman
yang komprehensif terhadap toleransi umat beragama. Toleransi yang secara etimologis
berarti kesabaran, kelapangan dada atau memperlihatkan sifat sabar harus tercermin
dalam pelaksanaan kegiatan dakwah. Toleransi beragama sangat penting bila dilihat
dari kondisi bangsa dan Negara dengan kehidupan sosial yang multi etnis, budaya, dan
religius. Oleh karena itu, melalui media massa maupun aksi-aksi keagamaan yang
berorientasi dakwah seharusnya tidak hanya sebatas penyampaian pesan Islam, tetapi
harus dibarengi dengan rasa toleran terhadap orang yang berlainan pandangan maupun
keyakinan.
pihak yang negatif, baik secara sosial antara keduanya? Bentuk dakwah
maupun teologis, karena sebutan kafir seperti apakah yang seharusnya
secara terminologis memilki makna diperankan umat Islam dewasa ini?
pengingkaran dan penolakan kepada
kebenaran Islam Epistemologi dakwah
Harmonisasi kerukunan antar umat Secara bahasa, dakwah berasal dari
beragama rrerupakan pilar kehidupan padanan kata da’a – yad’u - da’watan
sosial yang sangat didambahkan setiap wa du’a’an. (Mahmud Yunus:1972:127).
pemeluk agama. Untuk itu, kehadiran Dalam Alquran istilah dakwah
dakwah rahmatan lil alamin secara disebutkan kurang lebih sebanyak
konseptual sebagai bentuk transformasi sepuluh kali dengan berbagai arti yang
sosial Islam dalam membentuk karakter berbeda; ajakan, seruan, pembuktian
sosial Islam yang toleran dan humanis. dan doa. Dalam makna sempit, dakwah
Oleh karena itu yang menjadi problem berarti tugas untuk menyampaikan dan
besar adalah biigaimana mengajarkan ajaran Islam pada yang
mentransformasikan Islam melalui lain agar nilai-nilai Islam terwujud
dakwah yang berbasis rahmatan lil dalam kehidupan manusia (Mawshu’ah
alamin. Islamiyyah: 2001).
Sekilas, keharusan dakwah dan Dengan begitu, apakah dakwah
toleransi beragama tampak saling berarti sebatas islamisasi yang meliputi
bertentangan satu sama lain. Di satu kewajiban untuk mempersatukan umat
sisi dakwah menghendaki orang lain manusia di seluruh jagat raya ini dalam
mengakui kebenaran Islam, sementara satu kesatuan? Jawabannya bisa iya
di lain pihak Islam juga menuntut agar bisa tidak. Sebab, dalam kaitan dakwah
mampu menenggang keyakinan dan toleransi, kita akan menemukan
maupun agama orang lain (tasamuh). dua kebenaran aksiomatik yang
Dalam pengertian ini, keduanya seolah terkesan paradoks. Satu pihak harus
mesti dipilih salah satunya dan mengimani kebenaran Islam secara
mengorbankan yang lainnya. Demi absolut, namun di sisi lain juga
dakwah toleransi dilabrak, semata hendaknya tidak mengingkari
toleransi antarumat beragama, dakwah keniscayaan pluralisme (religious
–setidaknya dalam asumsi kita saat ini plurality) sebagai realitas sosial
mesti diabaikan. (sunnatullah). Adalah kebenaran tak
Kekeliruan dalam merelevansikan terbantahkan jika setiap orang bebas
dua kewajiban inilah berbagai resistensi untuk berkeyakinan, keyakinan
sosial maupun konflik dengan wajah apapun! Hal ini dengan jelas termaktub
agama dan keyakinan tiada kunjung dalam nash Alquran (Q.S. 2: 256/5:
berakhir. Suatu saat ketika keyakinan 48/3: 20).
dan agama akhirnya beralih fungsi Menekankan dakwah dalam arti
menjadi kekuatan ampuh dalam mempromosikan dan menjajakan
memusnahkan dan membinasakan keyakinan dalam ruang formal-legal,
yang lain (collective violence). terang saja akan mengakibatkan
Dalam kaitan inilah penulis hendak fragmentasi sosial antara umat
mencoba mengkaji kembali makna beragama benar-benar terjadi. Islam,
dakwah Islam. Apa sebenarnya yang juga agama lain, akan saling
dikehendaki Allah SWT melalui bersitegang dalam memperebutkan
dakwah? Benarkah dakwah penganut dan berlomba-lomba dalam
mengancam sendi-sendi toleransi memperbanyak jumlah pengikut
beragama? Apa sebenarnya relevansi (dakwah kuantitatif). Karena
pelakunya, melainkan diperintahkan Semua itu tiada lain agar setiap unsur
untuk didakwahi sifat dan perilakunya. membutuhkan kehadiran yang lainnya
Perintah dalam Alquran untuk mereka sebagai unsur pengimbang dan evaluasi
adalah ud’u (ajaklah) bukan uqtul (check and balance) dalam mewujudkan
(bunuhlah), (Q.S. 16: 125). kehidupan yang dinamis dan harmonis
Lagi pula, kufur tidaklah semata (maslahat). Tidak dibenarkan bagi
bermakna personal-formal untuk siapapun untuk memusnahkan satu
agama dan ajaran tertentu di luar Islam eksistensi oleh yang lainnya (mafsadat).
(i’tikadi). Tetapi juga memaknakan Meyakini kewajiban dakwah harus
segala bentuk pengingkaran pada ritus dibarengi kesadaran pengakuan tulus
formal (syar’i), dan penyelewengan akan kenyataan keragaman. Dakwah
moral (akhlaqi). Kekufuran adalah adalah cita-cita sosial dalam rangka
gejala yang bisa juga menimpa umat membangun kesadaran internal akan
Islam sendiri. berbagai kelemahan diri menuju
Dakwah, menurut Dr Khalifa Husein kehidupan yang saling berdampingan
(2001), tidaklah hanya berorientasi dengan yang lain. Dari dakwah bil haq
eksternal dalam mengajak umat lain (dialog verbal-eksternal antariman)
pada kebenaran Islam, tetapi lebih menuju dakwah bil hal (pembinaan
berarti internalisasi perbaikan dan internal SDM umat sebagai proyek
pendewasaan diri dalam tubuh umat percontohan bagi umat yang lain).
Islam sendiri secara spiritual, moral, Toleransi akhirnya menjadi
dan sosial. keniscayaan sosial bagi seluruh umat
Untuk menyelami tujuan dakwah beragama dalam menata kehidupan
lebih lanjut, hendaknya kita juga bersama. Dakwah bukanlah semata
mampu menangkap pesan-pesan bertujuan untuk meng’agama’kan
realitas kosmologis yang menjadi seluruh segmen kehidupan melainkan
sunnatullah Tuhan di muka bumi ini. bagaimana mewujudkan kesejahteraan
Pertama, dakwah tidak bertujuan dan menegakkan nilai-nilai
mempersatukan umat yang kemanusiaan terutama dalam
kenyataannya plural dan beragam. menghargai keragaman.
Penekanan “umatan wahidatan”, adalah Menggarisbawahi semua itu, yang
pada ‘umat yang satu’ dan bukan pada namanya kewaspadaan tetap
‘penyatuan umat’. Yang pertama dibutuhkan, agar semua yang
menekankan sikap untuk menghargai berpotensi memicu konflik bisa diredam
keragaman, sementara makna kedua sehingga tidak muncul lagi ke
justru berpotensi memaksa yang lain permukaan, mengusik toleransi umat
untuk bergabung. Meski tidak dapat beragama. Jika tidak diantisipasi
disangkal bahwa Alquran dengan cermat, apalagi kalau dai
memerintahkan persatuan dan sampai ikut bermain di dalamnya,
kesatuan, namun itu tetap dengan memperlebar jurang perbedaan dan
menghargai kenyataan pluralisme dan mempertajam potensi konflik; tentu
guna mengampanyekan pentingnya ancaman perpecahan tak terhindarkan
kerja sama (fastabiqul khairat) lagi. Betapa tidak, karena isu agama
antariman. Kedua, kenyataan yang tak terkendali cepat sekali
pluralitas, keragaman, dan berpasang- memompa sikap tak bersahabat, atau
pasangan (lelaki-perempuan, siang- berseberangan, priori terhadap orang
malam, kaya-miskin) adalah lain, saling membenci dan malah
keniscayaan sunnatullah yang tidak mengundang terjadinya perbuatan
dapat diubah oleh siapapun selain-Nya. anarkis.