Anda di halaman 1dari 77

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Narkoba merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan

adiktif. Dalam Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 narkoba dijelaskan

sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau pun bukan tanaman,

baik sintesis ataupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau

perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi bahkan sampai

menghilangkan rasa nyeri, serta dapat menimbulkan ketergantungan yang

dibedakan ke dalam berbagai golongan. Narkoba telah merambat ke seluruh

elemen masyarakat, tidak terkecuali dengan para remaja. Kaum muda dan

remaja merupakan kelompok yang paling rentan terhadap pengaruh

penyalahgunaan narkoba karena mereka adalah kelompok sosial yang paling

energik dan dinamis (Utomo, 2017). Penyalahgunaan Narkoba merupakan

salah satu permasalahan nasional yang dipandang serius oleh pemerintah

maupun masyarakat, karena penyimpangan tersebut dapat menyebabkan

rusaknya moral generasi penerus bangsa (Nursyifa, 2020).

Kasus penyalahgunaan narkoba oleh remaja di Indonesia terus

menerus meningkat setiap tahunnya (Shafila, 2020). World Drugs Reports

2018 yang diterbitkan United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC),

menyebutkan sebanyak 275 juta penduduk di dunia atau 5,6 % dari

penduduk dunia (usia 15-64 tahun) pernah mengonsumsi narkoba.

Sementara di Indonesia, BNN selaku focal point di bidang Pencegahan dan

Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)

1
2

mengantongi angka penyalahgunaan narkoba tahun 2017 sebanyak

3.376.115 orang pada rentang usia 10-59 tahun. Tahun 2019, jumlah

penduduk yang memakai narkoba di Jawa Timur berjumlah 519.477 orang

laki-laki (93%) dan 34.632 orang perempuan (6,40%). Jawa Timur

merupakan salah satu dari 5 wilayah dengan kasus dan tersangka narkoba

terbanyak yaitu 1.140 kasus dan 1.373 tersangka (Polri & BNN, 2020).

Tahun 2018, angka penyalahgunaan narkoba dikalangan pelajar mencapai

angka 2,29 juta orang, sedangkan pada tahun 2019 penyalahgunaan

narkoba dikalangan anak dan remaja meningkat sebanyak 24-28% (BNN,

2019).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 5

Maret 2021 di SMAN 1 Krucil dengan metode wawancara pada 10 siswa

SMAN 1 Krucil menunjukkan hasil 7 siswa (70%) dari 10 siswa

mengatakan bahwa tidak pernah mengikuti seminar atau penyuluhan

tentang narkoba dan sedikit mengetahui tentang pengertian narkoba dan

bahayanya. Sedangkan 5 siswa (50%) dari 10 siswa menjadi perokok aktif, 4

siswa (40%) dari 10 siswa menjadi perokok pasif dan 1 siswa (10%) pernah

merokok namun sudah berhenti.

Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah serius yang

berpotensi menjadi ancaman bagi generasi muda. Meningkatnya kasus

penyalahgunaan narkoba disebabkan karena masih rendahnya

pengetahuan, sikap, dan perilaku remaja (Kusnan, 2020). Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Andika (2017) menyatakan bahwa ada hubungan antara

pengetahuan dan sikap remaja dengan upaya pencegahan penyalahgunaan

narkoba. Remaja menjadi target utama para pengedar narkotika mengingat


3

perkembangan emosional yang masih labil karena masa remaja merupakan

masa dalam tahap pencarian identitas sehingga sering mudah dipengaruhi

untuk mencoba atau menggunakan narkotika supaya diterima secara social

di lingkungannya (Badan Pusat Statistik, 2018).

Sementara itu dampak yang ditimbulkan akibat penyalahgunaan

narkoba pada remaja dapat dibagi menjadi dampak jangka pendek dan

jangka panjang. Menurut Utomo, (2017) dampak jangka pendek dapat dilihat

dari perubahan perilaku sebab penyalahgunaan obat yang didefinisikan

sebagai pola penggunaan berulang obat yang mengarah pada konsekuensi

yang merusak seperti kegagalan dalam memenuhi tanggung jawab peran

utama seseorang. Perubahan perilaku tersebut diantaranya, kinerja menurun

di sekolah, meningkatnya ketidakhadiran atau keterlambatan, ketidakjujuran

atau sering berbohong serta mencuri, bermasalah dan bisa melakukan

tindakan kriminal, kemarahan yang tidak terkontrol dan mudah tersinggung,

mengurangi motivasi, energi, harga diri dan disiplin. Sedangkan dampak

jangka panjang yang akan dirasakan adalah depresi (karena tidak

semangat), demensia atau kehilangan ingatan, kelemahan otot, bicara yang

tidak cerdas dan beberapa kerusakan saraf dibagian tertentu. Hal ini karena

efek ketergantungan pada obat-obatan terlarang mengubah respons

terhadap sensasi yang semuanya dikendalikan Center Nervous System

(CNS) atau sistem saraf pusat rusak dan tidak dapat diperbaiki lagi

Penyalahgunaan narkoba dikalangan remaja harus segera

ditindaklanjuti karena dapat merusak generasi muda. Salah satu tindakan

yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan edukasi pada remaja

dalam bentuk pendidikan kesehatan tentang bahaya narkoba dengan


4

metode ceramah dan menggunakan leaflet. Ceramah adalah metode yang

cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Ceramah

dilakukan dengan tujuan sebagai pemicu terjadinya kegiatan yang

partisipatif. Media pendukung yang digunakan adalah bahan presentasi yang

ditayangkan dengan LCD (Fitriani, 2011).

Berdasarkan uraian latar belakang diatas peneliti tertarik untuk

menganalisis pengaruh Edukasi Tentang Bahaya Narkoba Terhadap Sikap

Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti merumuskan

masalah pada penelitian ini “adakah Pengaruh Edukasi Tentang Bahaya

Narkoba Terhadap Sikap Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba

Pada Remaja?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis adakah Pengaruh Edukasi Tentang Bahaya Narkoba

Terhadap Sikap Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada

Remaja

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi sikap upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba

pada remaja sebelum di lakukan edukasi tentang bahaya narkoba

2. Mengidentifikasi sikap upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba

pada remaja setelah di lakukan edukasi tentang bahaya narkoba.


5

3. Menganalisis Pengaruh Edukasi Tentang Bahaya Narkoba Terhadap

Sikap Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian ini dapat beguna sebagai sumber data baru yang bisa

digunakan sebagai pemecahan yang ada kaitannya dengan

penyalahgunaan narkoba. Dan sebagai tambahan pengetahuan dari hasil

penelitian untuk dikembangkan pada penelitian berikutnya.

1.4.2 Bagi profesi keperawatan

Setelah dilakukan penelitian ini dapat memberikan informasi baru bagi

profesi keperawatan khususnya keperawatan jiwa tentang Pengaruh

Edukasi Bahaya Narkoba Terhadap Sikap Pencegahan Penyalahgunaan

Narkoba Pada Remaja.

1.4.3 Bagi lahan penelitian

Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi baru bagi lahan penelitian

tentang edukasi bahaya narkoba terhadap sikap pencegahan

penyalahgunaan narkoba pada remaja.

1.4.4 Bagi responden

Dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang

bahaya narkoba.

1.4.5 Bagi peneliti

Dapat menambah pemahaman terhadap ilmu pengetahuan tentang

Pengaruh Edukasi Terhadap Sikap Pencegahann Penyalahgunaan

Narkoba Pada Remaja.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Narkoba

2.1.1 Definisi Narkoba

Menurut Pramesti, (2019) Narkoba (narkoba dan Obat/Bahan

Berbahaya), disebut juga NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif

lain) adalah obat bahan atau zat bukan makanan yang jika diminum,

diisap, dihirup, ditelan, atau disuntikan, berpengaruh pada kerja otak yang

bila masuk kedalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama

otak (susunan saraf pusat).

Narkoba merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan

bahan adiktif. Dalam Undang Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 narkoba

dijelaskan sebagai zat atau obat yang berasal dari tanaman atau pun

bukan tanaman, baik sintesis ataupun semi sintesis yang dapat

menyebabkan penerunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,

mengurangi bahkan sampai menghilangkan rasa nyeri, serta dapat

menimbulkan ketergantungan yang dibedakan ke dalam berbagai

golongan.

Menurut Lisa, (2013) psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah

maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui

pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan

perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat Adiktif Lainnya

adalah bahan lain bukan narkotika atau psikotropika yang

penggunaannya dapat menimbulkan ketergantungan.

6
7

2.1.2 Jenis Jenis Narkoba

Jenis-jenis narkoba menurut Lisa, (2013) sebagai berikut:

1. Heroin

Heroin adalah derivatif 3.6-diasetil dari morfin (karena itulah

namanya adalah diasetilmorfin) dan disintes iskan darinya melalui

asetilasi.. Pertama tama disintesa dari morfin dalam tahun 1874.

Perusahaan Bayer di Jerman pertama tama memulai produksi

komersial dari obat penawar rasa sakit yang baru ini dalam tahun

1898. Heroin murni adalah serbuk putih dengan rasaa pahit. Bentuk

kristal putihnya umumnya adalah garam hidroklorida, diamorfin

hidroklorida. Heroin dapat menyebabkan kecanduan. Heroin atau

diamorfin adalah sejenis opioid alkaloid.

2. Ganja

Nama lain untuk ganja yaitu Canabis Sativa, Marihuana atau

Mariyuana dikenal di Amerika Utara dan Selatan. Daun ganja

mengandung zat THC yaitu suatu zat sebagai elemen aktif yang oleh

para ahli dianggap sebagai hallucinogenio substance atau zat faktor

penyebab terjadinya halusinansi. Kadar zat THC tersebut tertinggi

terdapat pada bunga ganja yang mulai mekar.

Ganja adalah tumbuhan budidaya penghasil serat, namun lebih

dikenal karena kandungan zat narkotika pada bijinya,

tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro Cannabinol) yang dapat

membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang

berkepanjangan tanpa sebab). Cara penggunaannya dihisap dengan


8

cara dipadatkan menyerupai rokok atau dengan menggunakan pipa

rokok.

3. Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang menyebabkan

pengaruh bagi pengguannya. Pengaruh tersebut berupa pembiusan,

hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat, halusinasi atau timbulnya

khayalan-khayalan yang menyebabkan efek ketergantungan bagi

pemakainya. Sensasi (± 30-60 detik) diikuti rasa menyenangkan

seperti mimpi yang penuh kedamaian dan kepuasan atau ketenangan

hati (euforia). Ingin selalu menyendiri untuk menikmatinya. Denyut

nadi melambat.

4. Opiat atau Opium (candu)

Opium merupakan zat adiktif yang didapat dari tanaman candu,

zat ini kadang digunakan dalam ilmu kedokteran sebagai analgesic

atau penghilang rasa sakit.

Opium di bagi 3:

Opium alami : morfin, kodein, tebain

Opium semi sintetis: heroin, hidromorfon

Opium sintetis: meperidin dan propoksifen merupakan golongan

Narkotika alami yang sering digunakan dengan cara dihisap (inhalasi).

5. Morfin

Morfin adalah alkaloid analgesic yang sangat kuat dan merupakan

agen aktif utama yang ditemukan pada opium. Morfin bekerja

langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan sakit. Morfin


9

dapat pula diartikan zat aktif (narkotika) yang diperoleh dari candu

melalui pengolahan secara kimia. Morfin tidak berbau, rasa pahit dan

berwarna gelap semakin tua. Cara pemakaiannya disuntikkan secara

Intra Cutan (di bawah kulit), Intra Muscular (ke dalam otot) atau

secara Intra Vena (ke dalam pembuluh darah).

6. Heroin atau Putaw

Heroin adalah derivative 3.6 dari morfin (karena itu namanya

adalah diasetilmorfin) dan disintesis darinya melalui asetilasi. Heroin

murni berbentuk bubuk putih sedangkan heroin tidak murni berwarna

putih keabuan (street heroin). Bentuk kristal putihnya umumnya

adalah garam hidroklorida, diamorfin hidroklorida. Zat ini sangat

mudah menembus otak sehingga bereaksi lebih kuat dari pada morfin

itu sendiri. Umumnya digunakan dengan cara disuntik atau dihisap.

Timbul rasa kesibukan yang sangat cepat/ rushing sensastion (+ 30-

60 detik) diikuti rasa menyenangkan seperti mimpi yang penuh

kedamaian dan kepuasan atau ketenangan hati (euforia). Ingin selalu

menyendiri untuk menikmatinya.

7. LSD atau lysergic acid atau acid, trips, tabs

LSD dibuat dari asam lysergic, suatu zat yang dibuat cendawan

ergot yang hidup digandum hitam atau dibuat dari lysergic acid amid,

suatu bahan kimia yang terdapat dalam benih bunga morning glory,

kedua zat yang disebut dalam Schedule Ill CSA LSD untuk pertama

kali disentesa pada tahun 1943 ketika seorang ahli kimia tanpa

sengaja menggunakan LSD. LSD digunakan sebagai alat riset untuk

mengkaji mekanisme penyakit mental. LSD diterima untuk


10

pembudidayaan obat bius. LSD Termasuk sebagai golongan

halusinogen (membuat khayalan) yang biasa diperoleh dalam bentuk

kertas berukuran kotak kecil sebesar 4 perangko dalam banyak warna

dan gambar. Ada juga yang berbentuk pil atau kapsul. Cara

menggunakannya dengan meletakkan LSD pada permukaan lidah

dan bereaksi setelah 30 60 menit kemudian dan berakhir setelah 8-12

jam.

8. Kokain

Kokain merupakan alkaloid yang didapat dari tanaman

Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, daun dari

tanaman ini biasanya dikunyah oleh penduduk setempat untuk

mendapatkan "efek stimulan". Saat ini kokain masih digunakan

sebagai anestetik local, khususnya untuk pembedahan mata, hidung,

dan tenggorokan, karena efek vasokontriksinya juga membantu.

Kokain diklasifikasikan sebagai suatu narkotika, bersama dengan

morfin dan heroin karena efek adiktif. Nama jalanan kadang disebut

koka, coke, happy dust, snow, charlie, srepet, salju, putih.

Disalahgunakan dengan cara menghirup yaitu membagi setumpuk

kokain menjadi beberapa bagian berbaris lurus di atas permukaan

kaca dan benda yang mempunyai permukaan datar. Kemudian dihirup

dengan menggunakan penyedot atau gulungan kertas. Cara lain

adalah dibakar bersama tembakau yang sering disebut cocopuff.

Menghirup kokain berisiko luka pada sekitar lubang hidung bagian

dalam.
11

9. Amfetamin

Amfetamin berupa bubuk warna putih dan keabu-abuan. Ada 2

jenis amfetamin yaitu MDMA (metil dioksi metamfetamin) dikenal

dengan nama ectacy. Nama lain fantacy pils, inex. Metamfetamin

bekerja lebih lama dibanding MDMA (dapat mencapai 12 jam) dan

efek halusinasinya lebih kuat. Nama lainnya shabu, SS, ice. Cara

penggunaan dalam bentuk pil diminum. Dalam bentuk kristal dibakar

dengan menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap

melalui hidung, atau dibakar dengan memakai botol kaca yang

dirancang khusus (bong). Dalam bentuk kristal yang dilarutkan dapat

juga melalui suntikan ke dalam pembuluh darah (intravena).

10. Sedatif-Hipnotik (Benzodiazepin/BDZ)

Sedatif (obat penenang) dan hipnotikum (obat tidur). Nama

jalanan BDZ antara lain BK, Lexo, MG, Rohip, Dum. Batas

keamanannya lebih besar ketimbang batas obat obatan penekan

lainnya. Cara pemakaian BDZ dapat diminum, disuntik intravena, dan

melalui dubur. Ada yang minum BDZ mencapai lebih dari 30 tablet

sekaligus. Dosis mematikan/letal tidak diketahui dengan pasti. Bila

BDZ dicampur dengan zat lain seperti alkohol, putauw dapat berakibat

fatal karena menekan sistem pusat pernafasan. Umumnya dokter

memberi obat ini untuk mengatasi kecemasan atau panik serta

pengaruh tidur sebagai efek utamanya, misalnya alprazolam/ Xanax/

Alviz.
12

11. Alkohol

Alkohol merupakan suatu zat yang paling sering disalah gunakan

manusia. Alkohol diperoleh atas peragian/ fermentasi madu, gula, sari

buah atau umbi-umbian. Dari peragian tersebut dapat diperoleh

alkohol sampai 15% tetapi dengan proses penyulingan (destilasi)

dapat dihasilkan kadar alkohol yang lebih tinggi bahkan mencapai

100%. Kadar alkohol dalam darah maksimum dicapai 30-90 menit.

Setelah diserap, alkohol/etanol disebarluaskan ke suluruh jaringan

dan cairan tubuh. Dengan peningkatan kadar alkohol dalam darah

orang akan menjadi euforia, namun dengan penurunannya orang

tersebut menjadi depresi. Dikenal 3 golongan minuman berakohol

yaitu golongan A; kadar etanol 1%-5% (bir), golongan B; kadar etanol

5%-20% (minuman anggur/wine) dan golongan C kadar etanol 20%-

45% (Whiskey, Vodca, TKW, Manson House, Johny Walker, Kamput).

12. Inhalansia atau Solven

Inhalansia atau Solven adalah uap bahan yang mudah menguap

yang dihirup. Contohnya aerosol, aica aibon, isi korek api gas, cairan

untuk dry cleaning, tinner, uap bensin. Umumnya digunakan oleh

anak di bawah umur atau golongan kurang mampu/anak jalanan.

Penggunaan menahun toluen yang terdapat pada lem dapat

menimbulkan kerusakan fungsi kecerdasan otak.


13

2.1.3 Dampak Penyalahgunaan Narkoba

Menurut Lisa, (2013) dampak penyalahgunaan narkoba adalah

sebagai berikut:

1. Depresan

a. Menekan atau memperlambat fungsi system saraf pusat sehingga

dapat mengurangi aktivitas fungsional tubuh.

b. Dapat membuat pemakai merasa tenang, memberikan rasa

melambung tinggi, member rasa bahagia dan bahkanmembuatnya

tertidur atau tidak sadarkan diri.

2. Stimulan

a. Merangsang system saraf pusat dan meningkatkan kegairahan

(segar dan bersemangat) dan kesadaran.

b. Obat ini dapat bekerja mengurangi rasa kantuk karena lelah,

mengurangi nafsu makan, mempercepat detak jantung, tekanan

darah dan pernafasan.

3. Halusinogen

Dapat mengubah rangsangan indera yang jelas serta merubah

perasaan dan pikiran sehingga menimbulkan kesan palsu atau

halusinasi. Keluhan umum bagi kesehatan badan adalah

terganggunya fungsi otak, daya ingat, menurun, sulit berkonsentrasi,

suka berkhayal, intoksikasi (keracunan), overdosis, gejala Putus Zat,

dan gangguan perilaku/mental-sosial.

Keluhan khusus bagi kesehatan badan adalah berat badan turun

drastis, mata terlihat cekung dan merah, muka pucat, bibir kehitam-

hitaman, buang air besar dan kecil kurang lancar, sakit perut tiba-tiba,
14

batuk dan pilek berkepanjangan, sering menguap, mengaluarkan

keringat berlebihan, dan mengalami nyeri kepala.

4. Dampak Fisik

Adaptasi biologis tubuh terhadap penggunaan narkoba untuk

jangka waktu yang lama bisa dibilang cukup ekstensif, terutama

dengan obat-obatan yang tergolong dalam kelompok downers. Tubuh

bahkan dapat berubah begitu banyak hingga sel-sel dan organ-organ

tubuh menjadi tergantung pada obat itu hanya untuk bisa berfungsi

normal. Salah satu contoh adaptasi biologis dapat dilihat dengan

alkohol. Alkohol mengganggu pelepasan dari beberapa transmisi

syaraf di otak. Alkohol juga meningkatkan cytocell dan mitokondria

yang ada di dalam liver untuk menetralisir zat-zat yang masuk. Sel-sel

tubuh ini menjadi tergantung pada alcohol untuk menjaga

keseimbangan baru ini. Selain ketergantungan sel-sel tubuh, organ-

organ vital dalam tubuh seperti liver, jantung, paru-paru, ginjal,dan

otak juga mengalami kerusakan akibat penggunaan jangka panjang

narkoba.

5. Dampak Mental

Selain ketergantungan fisik, terjadi juga ketergantungan mental.

Ketergantungan mental ini lebih susah untuk dipulihkan daripada

ketergantungan fisik. Ketergantungan yang dialami secara fisik akan

lewat setelah GPO diatasi, tetapi setelah itu akan muncul

ketergantungan mental, dalam bentuk yang dikenal dengan istilah

'sugesti'. Orang seringkali menganggap bahwa sakaw dan sugesti

adalah hal yang sama, ini adalah anggapan yang salah. Sakaw
15

bersifat fisik, dan merupakan istilah lain untuk Gejala Putus Obat,

sedangkan sugesti adalah ketergantungan mental, berupa munculnya

keinginan untuk kembali menggunakan narkoba.

6. Dampak Emosional

Narkoba adalah zat-zat yang mengubah mood seseorang (mood

altering substance). Saat menggunakan narkoba, mood, perasaan,

serta emosi seseorang ikut terpengaruh. Salah satu efek yang

diciptakan oleh narkoba adalah perubahan mood. Narkoba dapat

mengakibatkan ekstrimnya perasaan, mood atau emosi penggunanya.

Jenis jenis narkoba tertentu, terutama alkohol dan jenis-jenis narkoba

yang termasuk dalam kelompok uppers seperti Shabu-shabu, dapat

memunculkan perilaku agresif yang berlebihan dari si pengguna.

seringkali mengakibatkannya dan melakukan perilaku atau tindakan

kekerasan.

Adiksi terhadap narkoba membuat seseorang kehilangan kendali

terhadap emosinya. Seorang pecandu acapkali bertindak secara

impuls, mengikuti dorongan emosi apapun yang muncul dalam

dirinya. Perubahan yang muncul ini bukan perubahan ringan, karena

pecandu adalah orang-orang yang memiliki perasaan dan emosi yang

sangat mendalam. Para pecandu seringkali diselimuti oleh perasaan

bersalah, perasaan tidak berguna, dan depresi mendalam yang

seringkali membuatnya berpikir untuk melakukan tindakan bunuh diri.


16

7. Dampak Spiritual

Adiksi terhadap narkoba membuat seorang pecandu menjadikan

narkoba sebagai prioritas utama didalam kehidupannya. Narkoba

adalah pusat kehidupannya, dan semua hal/aspek lain dalam

hidupnya berputar di sekitarnya. Tidak ada hal lain yang lebih penting

daripada narkoba, dan ia menaruh kepentingannya untuk

menggunakan narkoba di atas segala-galanya. Narkoba menjadi jauh

lebih penting daripada istri, suami, pacar, anak, orangtua, sekolah,

pekerjaan, dan lain lain. la berhenti melakukan aktivitas-aktivitas yang

biasa ia lakukan sebelum ia tenggelam dalam penggunaan

narkobanya. la tidak lagi melakukan hobi-hobinya, menjalani aktivitas

normal seperti sekolah, kuliah, atau bekerja seperti biasa, bila

sebelumnya ia termasuk rajin beribadah bisa dipastikan ia akan

menjauhi kegiatan yang satu ini, apalagi dengan khotbah agama yang

selalu didengar bahwa orang- orang yang menggunakan narkoba

adalah orang- orang yang berdosa.

Secara spiritual, Narkoba adalah pusat hidupnya, dan bisa

dikatakan menggantikan posisi Tuhan. Adiksi terhadap narkoba

membuat penggunaan narkoba menjadi jauh lebih penting daripada

keselamatan dirinya sendiri. la tidak lagi memikirkan soal makan,

tertular penyakit bila sharing needle, tertangkap polisi, dan lain lain.
17

2.1.4 Faktor Penyalahgunaan Narkoba

Penyalahgunaan narkoba ada beberapa faktor menurut Lisa, (2013) yaitu:

1. Lingkungan social

a. Motif ingin tahu

Di masa remaja seseoraang lazim mempunyai rasa ingin lalu

setelah itu ingin mencobanya. misalnya dengan mengenal

narkotika, psykotropika maupun minuman keras atau bahan

berbahaya lainnya. Sesuai dengan data hasil survei yang

dilakukan BNN pada tahun 2018 didapatkan hasil bahwa alas an

keingintahuan atau coba-coba sangat dominan (64%) di kalangan

pelajar dan mahasiswa yang pernah memakai narkoba dan

memakai dalam satu tahun.

b. Adanya kesempatan

Karena orang tua sibuk dengan kegiatannya masing-masing,

mungkin juga karena kurangnya rasa kasih saying dari keluarga

ataupun karena akibat dari broken home.

c. Sarana dan prasarana

Karena orang tua berlebihan memberikan fasilitas dan uang yang

berlebihan, merupakan sebuah pemicu untuk menyalahgunakan

uang tersebut untuk membeli narkotika untuk memuaskan rasa

keingintahuan mereka.

2. Kepribadian

a. Rendah diri

Perasaan rendah diri di dalam pergaulan di masayarakat ataupun

di lingkungan sekolah, kerja dan sebagainya, mereka mengatasi


18

masalah tersebut dengan cara menyalahgunakan narkotik,

psykotropika maupun minuman keras yang dilakukan untuk

menutupi kekurangan mereka tersebut sehingga mereka

memperoleh apa yang diinginkan seperti lebih aktif dan berani.

b. Emosional dan mental

Pada masa-masa ini biasanya mereka ingin lepas dari segala

aturan-aturan dari orang tua mereka. Dan akhirnya sebagai

tempat pelarian yaitu dengan menggunakan narkotik, psikotropika

dan minuman keras lainnya. Lemahnya mental seseorang akan

lebih mudah dipengaruhi oleh perbuatan-perbuatan negatif yang

akhirnya menjurus ke arah penggunaan narkotik, psikotropika dan

minuman keras lainnya.

2.2 Konsep Remaja

2.2.1 Definisi Remaja

Secara etimiologi, remaja berarti tumbuh menjadi dewasa. Definisi

remaja (adolescence) menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) adalah

periode usia antara 10 sampai 19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa

Bangsa (PBB) menyebut kaum muda (youth) untuk usia antara 15 sampai

24 tahun. Sementara itu, menurut The Health Resources and Services

Administrations Guidelines Amerika Serikat, rentang usia remaja adalah

11-21 tahun dan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14

tahun) remaja menengah (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun)

(Eny, 2014).
19

Menurut Potter & Pery, (2020) masa remaja adalah periode di mana

individu mengalami transisi dari masa kanak-kanak sampai dewasa,

biasanya antara usia 13 dan 20 tahun. Istilah remaja biasanya mengacu

pada pematangan psikologis individu, sedangkan istilah pubertas mengacu

pada titik di mana memungkinkan terjadinya reproduksi. Perubahan

hormonal pada masa pubertas menyebabkan perubahan pada penampilan

dan perkembangan kognitif yang menghasilkan kemampuan untuk

berhipotesis dan setuju terhadap hal yang abstrak. Penyesuaian dan

adaptasi diperlukan untuk mengatasi perubahan simultan ini dan upaya

untuk membangun identitas diri yang matang. Di masa lalu banyak orang

yang memyebut masa remaja sebagai masa badai dan dipenuhi tekanan

dengan kekacauan batin, namun pada saat ini diketahui bahwa

kebanyakan remaja berhasil menghadapi tantangan pada periode ini.

2.2.2 Ciri Ciri Kejiwaan dan Psikososial Remaja

Ciri ciri kejiwaan dan psikososial pada remaja menurut Eny, (2014)

sebagai berikut:

Usia Remaja Muda (12-15 Tahun)

1. Sikap protes terhadap orangtua

Remaja pada usia ini cenderung tidak menyetujui nilai-nilai hidup

orangtuanya, sehingga sering menunjukkan sikap protes terhadap

orangtua. Mereka berusaha mencari identitas diri dan sering kali

disertai dengan menjauhkan diri dari orangtuanya. Dalam upaya

pencarian identitas diri, remaja cenderung melihat kepada tokoh-tokoh

di luar lingkungan keluarganya, yaitu: guru, figur ideal yang terdapat di

film, atau tokoh idola.


20

2. Preokupasi dengan badan sendiri.

Tubuh seorang remaja pada usia ini mengalami perubahan yang

cepat sekali. Perubahan-perubahan ini menjadi perhatian khusus bagi

diri remaja.

3. Kesetiakawanan dengan kelompok seusia.

Para remaja pada kelompok umur ini merasakan keterikatan dan

kebersamaan dengan kelompok seusia dalam upaya mencari

kelompok senasib. Hal ini tercermin dalam cara berperilaku sosial.

4. Kemampuan untuk berpikir secara abstrak.

Daya kemampuan berpikir seorang remaja mulai berkembang dan

dimanifestasikan dalam bentuk diskusi untuk mempertajam

kepercayaan diri.

5. Perilaku yang labil dan berubah-ubah.

Remaja sering memperlihatkan perilaku yang berubah-ubah. Pada

suatu waktu tampak bertanggung jawab, tetapi dalam waktu lain

tampak masa bodoh dan tidak bertanggung jawab. Remaja merasa

cemas akan perubahan dalam dirinya. Perilaku demikian

menunjukkan bahwa dalam diri remaja terdapat konflik yang

memerlukan pengertian dan penanganan yang bijaksana.

Usia Remaja Penuh (16-19 Tahun)

1. Kebebasan dari orangtua

Dorongan untuk menjauhkan diri dari orangtua menjadi realitas.

Remaja mulai merasakan kebebasan, tetapi juga merasa kurang

menyenangkan. Pada diri remaja timbul kebutuhan untuk terikat

dengan orang lain melalui ikatan cinta yang stabil.


21

2. Ikatan terhadap pekerjaan atau tugas

Sering kali remaja menunjukkan minat pada suatu tugas tertentu yang

ditekuni secara mendalam. Terjadi pengembangan cita-cita masa

depan yaitu mulai memikirkan melanjutkan sekolah atau langsung

bekerja untuk mencari nafkah.

3. Pengembangan nilai moral dan etis yang mantap

Remaja mulai menyusun nilai-nilai moral dan etis sesuai dengan cita-

cita.

4. Pengembangan hubungan pribadi yang labil

Adanya tokoh panutan atau hubungan cinta yang stabil menyebabkan

terbentuknya kestabilan diri remaja.

5. Penghargaan kembali pada orang tua dalam kedudukan yang sejajar.

2.2.3 Perkembangan Remaja

Perkembangan yang terjadi pada remaja adalah sebagai berikut,

menurut (Eny, 2014):

1. Perkembangan kognitif

Berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget, kemampuan

kognitif remaja berada pada tahap formal operational. Remaja harus

mampu mempertimbangkan semua kemungkinan untuk

menyelesaikan masalah dan mempertanggungjawabkannya. Berkaitan

dengan perkembangan kognitif, umumnya remaja menampilkan

tingkah laku sebagai berikut:

a. Kritis.
22

Segala sesuatu harus rasional dan jelas, sehingga remaja

cenderung mempertanyakan kembali aturan-aturan yang

diterimanya.

b. Rasa ingin tahu yang kuat.

Perkembangan intelektual pada remaja merangsang adanya

kebutuhan/kegelisahan akan sesuatu yang harus

diketahui/dipecahkan.

c. Jalan pikiran egosentris.

Berkaitan dengan menentang pendapat yang berbeda. Cara

berpikir kritis dan egosentris menyebabkan remaja cenderung sulit

menerima pola pikir yang berbeda dengan pola pikirnya.

d. lmagery audience.

Remaja merasa selalu diperhatikan atau menjadi pusat perhatian

orang lain menyebabkan remaja sangat terpengaruh oleh

penampilan fisiknya dan dapat memengaruhi konsep dirinya.

e. Personal fables.

Remaja merasa dirinya sangat unik dan berbeda dengan orang

lain. Tercapainya tahap perkembangan ini ditandai dengan

individu mampu:

1) berpikir secara kontra-faktual (contra-factual), artinya ia

menyadari bahwa realitas dan pikiran tentang realitas bisa

berbeda, juga bisa memaknai suatu realitas sesuai

kehendaknya.

2) Realitas adalah kondisi nyatanya (objektif) sedangkan pikiran

tentang realitasnya adalah kondisi subjektif (persepsi).


23

2. Perkembangan moral

Menurut Eny, (2014).Perubahan mendasar dalam moralitas

remaja meliputi:

a. Pada masa remaja, mereka mulai memberontak dari nilai-nilai

orangtua dan orang dewasa lainnya serta mulai menentukan nilai-

nilainya sendiri

b. Pandangan moral remaja semakin lama semakin menjadi lebih

abstrak dan kurang nyata

c. keyakinan moral lebih berpusat pada apa yang benar, bukan pada

apa yang salah

d. penilaian moral menjadi semakin kritis sehingga remaja lebih

berani menganalisis norma sosial dan norma pribadi, serta berani

mengambil keputusan berbagai masalah moral yang dihadapinya.

e. penilaian moral menjadi kurang egosentris, tetapi lebih

mengembangkan norma berdasarkan nilai-nilai kelompok

sosialnya

f. penilaian moral cenderung melibatkan beban emosi dan

menimbulkan ketegangan psikologis.

Berdasarkan tahapan perkembangan moral menurut Kohlberg,

remaja harus mencapai tahap moralitas pascakonvensional dengan

menerima sendiri sejumlah prinsip, yaitu:

1) Individu yakin bahwa harus ada fleksibilitas dalam keyakinan

moral sehingga dimungkinkan adanya perbaikan dan perubahan

standar moral yang menguntungkan kelompok secara

keseluruhan.
24

2) Individu menyesuaikan diri dengan standar sosial dan ideal yang

diinternalisasi lebih untuk menghindari hukuman terhadap diri

sendiri daripada tuntutan social.

3) Moralitas didasarkan pada rasa hormat kepada orang lain dan

bukan pada keinginan yang bersifat pribadi.

3. Perkembangan Konsep Diri (Kepribadian)

Menurut Eny, (2014) konsep diri merupakan semua perasaan dan

pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri. Gambaran pribadi

remaja terhadap dirinya meliputi penilaian diri dan penilaian social.

Penilaian diri berisi pandangan dirinya terhadap hal-hal, antara lain:

a. Pengendalian keinginan dan dorongan-dorongan dalam diri.

b. Suasana hati yang sedang dihayati remaja.

c. Bayangan subjektif terhadap kondisi tubuhnya;

d. Merasa orang lain selalu mengamati/memperhatikan dirinya

(kaitannya dengan perkembangan kognitif).

Penilaian sosial berisi evaluasi terhadap bagaimana remaja

menerima penilaian lingkungan sosial pada dirinya. Selain itu, konsep

lain yang terdapat dalam pengertian konsep diri ini adalah self image

atau citra diri, yaitu merupakan gambaran dari hal-hal sebagai berikut:

a. Siapa saya (extant self)

Bagaimana remaja menilai keadaan pribadi dirinya seperti tingkat

intelektual, status ekonomi keluarga, atau peran di lingkungan

sosialnya.
25

b. Saya ingin jadi apa (desired self).

Remaja memiliki harapan-harapan peran dan cita-cita ideal yang

ingin ia capai yang cenderung tidak realistis.

4. Perkembangan motorik

Menurut Dewi, (2015) masa sebelum adolesensi dan adolesensi

merupakan saat peningkatan penampilan gerak seperti lari cepat,lari

jarak jauh dan lompat tinggi. Peningkatan secara kuantitatif yang

berlangsung terusakan mengahasilkan peningkatan penampilan dan

daya tahan. Demikian ini pula sumbangan diri unsur koordinasi tidak

diragukan lagi dalm menunjang peningkatan keterampilan.

Peningkatan gerak secara kuantitatif dalam penampilan gerak pada

masa adolesensi adalah sebagai berikut:

a. Lari

Pengukuaran kuantitatif untuk lari umumnya dilakukan dengan

mengukur kecepatan,lari jarak pendek dan kelincahan. Kelincahan

lari merupakan frekuensi yang dicapai seseorang dalam

mengubah arah. Kecepatan lari anak laki-laki akan terus

meningkat antara umur 4-17 tahun tapi penurunan,selain

menunjukan perempuan itu laki-laki memiliki kecepatan lebih tinggi

dibanding perempuan.

b. Lompat (jumping)

Lompat ke arah depan atau atas menunjukan peningkatan

lompatan kedepan untuk laki-lak dan perempuan kira-kira 33 inchi

pada umur b tahun dan pada umur 10-11 tahun mencapai 60 inchi
26

sesudah itu laki-laki terus meningkat kira- kira 90 inchi pada umur

19 tahun, sedangkan perempuan mengalami kestabilan.

c. Melempar (throwing)

Gerak lemparan sering digunakan untuk lempar adapun

penampilan mengukur kecepatan dan ketepatan juga ikut dinilai.

Penampilan lempar berbeda dari kemampuan lari dan lompat,

demikian pula perbedaan yang ada antara laki-laki dan

perempuan yang terjadi sejak usia muda.

d. Keterampilan Dasar

Sebagian besar penelitian menyatakan bahwa usia untuk belajar

gerak yang paling tepat adalah sebelum masa adolesensi

terutama pada umur 12 tahun atau sebelumnya. Masa kanak-

kanak merupakan waktu untuk belajar kemampuan

dasar,sedangkan masa adolesensi adalah masa penyempurnaan

dan penghalusan serta nmempelajari variasi berbagai macam

keterampilan gerak. Keterampilan gerak pada masa adolesensi

sangat dipengaruhi oleh penguasaan gerak dasar pada masa

anak-anak dan oleh faktor latihan. Oleh karena itu kecenderungan

keterampilan setiap individu pada masa adolesensi semakin

bervariasi ada keterampilan yang berkembang dengan baik ada

pula yang tidak baik.

5. Perkembangan heteroseksual

Dalam perkembangan heteroseksual ini, remaja belajar

memerankan peran jenis kelamin yang diakui oleh lingkungannya.

Remaja perempuan menemukan adanya double standar, di mana


27

remaja laki-laki boleh melakukan hal yang bagi remaja perempuan

sering sekali disalahkan. Kondisi pandangan budaya tertentu

mengenai peran jenis kelamin remaja mengakibatkan munculnya efek

penggolongan dalam masyarakat, contohnya antara lain (Eny, 2014):

a. Remaja laki-laki memiliki perasaan lebih unggul yang relatif terus

menetap dan diharapkan dapat berperan sebagai pemimpin di

dalam kegiatan masyarakat;

b. Prasangka jenis kelamin melahirkan kecenderungan merendahkan

prestasi perempuan meskipun prestasi itu menyamai atau bahkan

melebihi prestasi laki-laki;

c. Perempuan mengalami perasaan takut untuk sukses karena

didasarkan pada anggapan bahwa keberhasilan akan

mendapatkan dukungan sosial laki-laki dan menjadi halangan

yang besar dalam proses mencari pasangan hidup.

Beberapa ciri penting perkembangan heteroseksual remaja secara

umum antara lain:

a. Remaja mempelajari perilaku orang dewasa sesuai dengan jenis

kelaminnya untuk menarik perhatian lawan jenisnya;

b. Minat terhadap lawan jenis makin kuat disertai keinginan kuat

untuk memperoleh dukungan dari lawan jenis;

c. Minat terhadap kehidupan seksual

d. Remaja mulai mencari cari informasi tentang kehidupan seksual

orang dewasa, bahkan juga muncul rasa ingin tahu dan keinginan

bereksplorasi untuk melakukannya


28

e. Minat dalam keintiman secara fisik. Dengan adanya dorongan

seksual dan ketertarikan terhadap lawan jenis, perilaku remaja

mulai diarahkan untuk menarik perhatian lawan jenis.

2.2.4 Perubahan Fisik Pada Remaja

Menurut Dewi, (2015) perubahan fisik terjadi dengan tepat pada

remaja. Pematangan selksual terjadi dengan perkembangan karakteristik

scksual primer dan sekunder. Empat perubahan fisik utama adalah:

1. Meningkatnya pertumbuhan rangka, otot, dan organ wiscara.

2. Perubahan seksual khusus pada jenis kelamin tertentu seperti

peruhahan bahu dan pinggul

3. Perubahan pada otot dan karakteristik seksual Berkembangnya

sistem reproduksi dan karakteristik seksual sekunder.

Terdapat herbagai variasi waktu perubahan fisik yang terkait

dengan pubertas di antara jenis kelamin yang berbeda dan jenis

kelamin yang sama. Anak perempuan umumnya mengalami

perubahan prepubertas 1 sampai 2 tahun lebih cepat dari anak laki-

laki. Tingkat kenaikan tinggi badan dan berat badan biasanya

proposional, dan sekuen perubahan pertumbuhan pubertas sama

pada kebanyakan individu. Perubahan hormonal di dalam tubuh

membuat perubahan saat hipotalamus mulai memproduksi bormon

gonadotropinl-releusing yang merangsang sel ovarium untuk

menghasilkan sel estrogen dan testis untuk memproduksi testosteron.

Hormon ini berkontribusi pada perkembangan karalkteristik seksual

sekunder seperti pertumbuhan rambut dan perubahan suara yang


29

memainkan peran penting dalam reproduksi. Perubahan konsentrasi

hormon ini juga terkait dengan jerawat dan bau badan.

2.2.5 Tugas Perkembangan Remaja

Dalam tumbuh berdasarkan kembangnya menuju dewasa,

Kematangan psikososial dan seksual, semua remaja akan melewati

tahapan berikut:

1. Masa remaja awal/dini (early adolescence), Umur 11-13 tahun.

2. Masa remajapertengahan(middle adolescence), Umur 14-16 tahun.

3. Masa remaja lanjut (late adolescence), Umur 17-20 tahun.

Menurut Dewi, 2015) dalam proses penyesuaian diri menuju

kedewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja sebagai berikut:

1. Remaja awal (early adolescence)

Seorang remaja pada tahap ini akan terheran-heran akan

perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan

yang menyertai perubahan- perubahan itu. Mereka pikiran-pikiran baru,

cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis.

Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya

kendali terhadap ego menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti

dan dimengerti orang dewasa.

2. Remaja madya (middle adolescence)

Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. la

senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan

narcistic, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman

yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada

dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang


30

mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau

pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya.

3. Remaja akhir (late adolescenc)

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan

ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu:

a. Minat yang makin mantap terhadap fung fungsi intelek.

b. Egonya kesempatan untuk mencari bersatu dengan orang-orang

lain dalam pengalaman-pengalaman baru.

c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi.

d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatiarn pada diri sendiri)

diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri

dengan orang lain.

e. Tumbuh dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan

masyarakat umum (the public).

2.3 Konsep Sikap Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba

2.3.1 Definisi Sikap

Sikap yaitu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu

tindakan ataupun aktivitas, namun merupakan prediposisi tindakan atau

perilaku.

Menurut Salamah (2015) Sikap adalah kecenderungan bertindak,

berpersepsi, berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi,

atau nilai. sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan

untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan


31

tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan

sekitarnya.

2.3.2 Tahapan Sikap

Menurut Donsu, (2017) ada beberapa tahapan sikap yaitu:

1. Menerima

Tahap sikap menerima adalah kepekaan seseorang dalam

menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya

dalam bentuk masalah, situasi, gejala, dan lain-lain. Termasuk dalam

jenjang ini, misalnya adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima

stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan

yang datang dari luar. Receiving atau attempting juga sering diberi

pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau

suatu objek. Pada tahap ini, seseorang dibina agar mereka bersedia

menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka dan mau

menggabungkan diri ke dalam nilai tersebut atau mengidentifikasikan

diri dengan nilai tersebut. Sebagai contoh, seorang ibu menerima bahwa

bayi harus secara rutin dibawa ke posyandu untuk ditimbang agar dapat

menilai pertumbuhan dan perkembangannya.

2. Menanggapi

Tahap sikap menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh

seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena

tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. Tahap ini lebih tinggi

daripada tahap menerima. Sebagai contoh, seorang ibu melihat catatan

pertumbuhan dan perkembangan anak dalam Kartu Menuju Sehat

(KMS).
32

3. Menilai

Tahap sikap menilai adalah memberikan nilai atau memberikan

penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek sehingga apabila

kegiatan tersebut tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian

atau penyesalan. Menilai merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi

daripada menerima dan menanggapi. Dalam kaitannya dengan

perubahan perilaku, seseorang di sini tidak hanya mau menerima nilai

yang diajarkan, tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai

konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang

telah mampu mereka nilai dan mampu untuk Mengatakan "itu adalah

baik , maka hal ini berarti bahwa seseorang telah menjalani proses

penilaian. Nilai tersebut mulai dicamkan (internalized) dalam dirinya.

Dengan demikian, nilai tersebut telah stabil dalam dirinya. Sebagai

contoh, tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri ibu yang memiliki

bayi untuk berlaku disiplin datang secara rutin dalam kegiatan

pelayanan posyandu.

4. Mengelola

Tahap sikap mengelola adalah mempertemukan perbedaan nilai

sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada

perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan

pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di

dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lainnya, serta pemantapan

dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Sebagai contoh, seorang ibu

mendukung aktif adanya program revitalisasi posyandu guna

meningkatkan efektivitas fungsi posyandu.


33

5. Menghayati

Tahap sikap menghayati adalah keterpaduan semua Sistem nilai

yang telah dimiliki oleh seseorang, yang memengaruhi pola kepribadian

dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati

tempat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai tersebut telah tertanam

secara konsisten pada sistemnya dan telah memengaruhi emosinya.

Menghayati merupakan tingkat efektif tertinggi, karena tahap sikap ini

telah benar benar bijaksana. Menghayati telah masuk pada pemaknaan

yang telah memiliki philosophy of life yang mapan. Jadi, pada tahap ini

peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah

lakunya untuk suatu waktu yang lama sehingga membentuk karekteristik

pola hidup tingkah lakunya menetap, konsisten, dan dapat diamalkan

(Budiman, 2014).

2.3.3 Komponen Sikap

Menurut Wawan, (2019) struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang

saling menunjang yaitu

1. Komponen kognitit merupakan representasi apa yang dipercayai oleh

individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan

stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan

penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau

problem yang kontroversial.

2. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek

emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling

dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling

bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah


34

mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan

perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

3. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungann berperilaku

tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi

tendensi atau kecenderungan untuk bertindak/ bereaksi terhadap

sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang

dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap

seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

2.3.4 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Wawan, (2019) ada beberapa faktor yang dapat mempegaruhi

sikap yaitu:

1. Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pemberntukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan

lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi

dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang

konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting.

Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi

dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap

penting tersebut.

3. Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah

sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai


35

sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi

corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

4. Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar mauoun radio atau media

komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara

obyekstif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya

berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga

agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan

jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6. Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan sikap pernyataan yang

didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi

atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.3.5 Manfaat Sikap

Adapun manfaat adanya sikap, menurut Donsu, (2017) antara lain

sebagai berikut:

1. Sebagai Skema

Skema dapat membantu seseorang untuk menginterpretasi

(menilai) segala bentuk intormasi yang masuk. Hal ini berkaitan untuk

membantu pembentukan persepsi. Tanpa skema, persepsi sulit untuk

menerjemahkan dan mengambil kesimpulan. Dengan kata lain, sikap

berīungsi sebagai upaya seseorang untuk memahami dunia sosial.


36

2. Knowledge Function

Skema memang memudahkan seseorang memahami lingkungan

sosialnya. Namun tanpa knowledge function (pengetahuan) skema

dapat menjebak. Karena dengan sikap yang disertai pengetahuan

akan memperkuat perilaku yang memiliki self expression (ekspresi diri)

dan self identity (identitas diri).

3. Sebagai self-esteem

Individu yang sehat adalah invidu yang memiliki self esteem

dengan adannya self esteem inilah, yang meningkatkan harga diri

seseorang. Seseorang yang tidak memiliki kepercayaan diri yang

cukup, terkadang membuat seseorang harga dirinya rendah, tidak

percaya diri dan tidak maksimal dalam beraktivitas. Selain self esteem,

sikap mempertahankan ego terkadang juga perlu. Mempertahan ego

dalam hal ini adalah mempertahankan diri dari informasi negatif dan

merugikan diri.

4. Motivasi Impresi

Motivasi impresi adalah motivasi seseorang untuk menint bulkan

kekaguman dan power semangat terhadap orang lain. Prinsip impresi

yaitu adanya sebab akibat, vang memengaruh dan dipengaruhi.

Semakin besar motivasi impresi yang kuat terhadap orang lain,

semakin kuat pula individu mengaplikasikan dalam bentuk sikap.

2.3.6 Indikator Sikap

Banyak anggapan bahwa terbentuknya sikap karena bawaan sejak

lahir. Namun, hasil penelitian tersebut disanggah oleh beberapa peneliti

psikologi sosial dari luar maupun dari dalam negeri. Seperti Gerungan, Abu
37

Ahmadi, Sarlito Wirawan Sarwono dan Bimo Walgito yang percaya bahwa

terbentuknya sikap karena proses belajar. Berikut adalah indikator atau ciri

ciri sikap menurut Donsu, (2017):

1. Sikap muncul karena proses belajar, yang berdasarkan dengan latihan

dan pengkondisian.

2. Sifat sikap berubah-ubah, sehingga itulah yang menyebabkan

seseorang mempelajari perilaku satu sama lain.

3. Sikap berdiri saling berhubungan dengan objek sikap.

4. Sikap tertuju pada satu objek dan banyak objek.

5. Sikap berjalan dalam waktu lama maupun sebentar.

6. Sikap memiliki rasa dan motivasi, dua hal inilah yang membedakan

dengan pengetahuan.

Dari keenam poin tersebut, memberikan garis batas sejauh mana

terbentuknya sikap. Pada prinsipnya, dalam interaksi sosial semua

manusia melakukan enam hal tersebut baik disadari ataupun tidak.

Bahkan, individu juga dapat mempelajari sikap yang berbeda dari

biasanya lewat proses pengamatan sikap Orang lain, yang dianggan

pantas untuk ditiru.

2.3.7 Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner

KAP (Knowledge, Attitude and Practice) Gochman, (1988) yang

dimodifikasi oleh Yang, (2020). Kuesioner ini terdiri dari tiga indikator yaitu

pengetahuan, sikap, dan perilaku namun peneliti hanya memfokuskan

pada bagian sikap pencegahan. Sikap pencegahan terdiri dari 3 dimensi

yaitu kesadaran akan perlunya pencegahan, persepsi, dan kesediaan


38

melakukan pencegahan. Pengukuran sikap dilakukan menggunakan model

Likert yang terdiri dari 5 point (Sangat setuju, Setuju, Ragu-ragu, Tidak

setuju, Sangat Tidak Setuju). Nilai tertinggi untuk pernyataan positif yaitu 5

dengan jawaban Sangat Setuju dan nilai paling rendah yaitu 1 dengan

jawaban Sangat Tidak Setuju. Sebaliknya untuk pernyataan negative yaitu

nilai 5 untuk jawaban sangat tidak setuju dan nilai 1 untuk jawaban sangat

setuju. (Wawan, 2019). Dari hasil pengukuran, maka sikap dapat

dikategorikan menjadi baik (76-10%), cukup (56-75%), dan kurang (≤56%)

Nursalam, (2016).

2.4 Konsep Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba

2.4.1 Definisi

Menurut Yuningsih, (2019) upaya pencegahan merupakan salah satu

upaya sangat penting dilakukan, yang bertujuan untuk menunda timbulnya

penggunaan narkoba dan mengatasi penyebab mendasari penggunaan

narkoba. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

Tentang Narkotika Pasal 4 yang berbunyi “mencegah, melindungi dan

menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika”.

Preventif merupakan pengendalian yang dilakukan sebagai upaya untuk

mencegah terjadinya kecurangan (Muamar, 2019).

2.4.2 Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba

Di dalam upaya pencegahan, tindakan yang dijalankan dapat

diarahkan pada dua sasaran proses. Pertama diarahkan pada upaya untuk

menghindarkan remaja dari lingkungan yang tidak baik dan diarahkan ke

suatu lingkungan yang lebih membantu proses perkembangan jiwa remaja.


39

Upaya kedua adalah membantu remaja dalam mengembangkan dirinya

dengan baik dan mencapai tujuan yang diharapkan (suatu proses

pendampingan kepada si remaja, selain: pengaruh lingkungan pergaulan di

luar selain rumah dan sekolah). Jadi remaja sebenarnya berada dalam 3

(tiga) pengaruh yang sama kuat, yakni sekolah (guru), lingkungan

pergaulan dan rumah (orang tua dan keluarga); serta ada 2 buah proses

yakni menghindar dari lingkungan luar yang jelek, dan proses dalam diri si

remaja untuk mandiri dan menemukan jati dirinya.

Dalam rangka membimbing dan mengarahkan perkembangan remaja,

bidang yang menjadi pusat perhatian adalah:

1. Sikap dan tingkah laku

Tujuan dari suatu perkembangan remaja secara umum adalah

merubah sikap dan tingkah lakunya, dari cara yang kekanak-kanakan

menjadi cara yang lebih dewasa. Untuk itu dibutuhkan perhatian dan

bimbingan dari pihak orang tua. Orang tua harus mampu untuk

memberi perhatian, memberikan kesempatan untuk remaja mencoba

kemampuannya. Berikan penghargaan dan hindarkan kritik dan

celaan.

2. Emosional

Untuk mendapatkan kebebasan emosional, remaja mencoba

merenggangkan hubungan emosionalnya dengan orang tua, ia harus

dilatih dan belajar untuk memilih dan menentukan keputusannya

sendiri. Usaha ini biasanya disertai tingkah laku memberontak atau

membangkang. Dalam hal ini diharapkan pengertian orang tua untuk

tidak melakukan tindakan yang bersifat menindas, akan tetapi


40

berusaha membimbingnya secara bertahap. Usahakan jangan

menciptakan suasana lingkungan yang lain, yang kadang-kadang

menjerumuskannya. Anak menjadi nakal, pemberontak dan malah

mempergunakan narkotika (menyalahgunakan obat).

3. Mental intelektual

Dalam perkembangannya mental - intelektual diharapkan remaja dapat

menerima emosionalnya dengan memahami mengenai kelebihan dan

kekurangan dirinya. Dengan begitu ia dapat membedakan antara cita-

cita dan angan-angan dengan kenyataan sesungguhnya. Pada

mulanya daya pikir remaja banyak dipengaruhi oleh fantasi, sejalan

dengan meningkatnya kemampuan berpikir secara abstrak. Pikiran

yang abstrak ini seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang ada

dan dapat menimbulkan kekecewaan dan keputusasaan. Untuk

mengatasi hal ini dibutuhkan bantuan orang tua dalam menumbuhkan

pemahaman diri tentang kemampuan yang dimilikinya berdasarkan

kemampuan yang dimilikinya tersebut. Jangan membebani remaja

dengan berbagai macam harapan dan angan-angan yang

kemungkinan sulit untuk dicapai.

4. Sosial

Untuk mencapai tujuan perkembangan, remaja harus belajar bergaul

dengan semua orang, baik teman sebaya atau tidak sebaya, maupun

yang sejenis atau berlainan jenis. Adanya hambatan dalam hal ini

dapat menyebabkan ia memilih satu lingkungan pergaulan saja

misalnya suatu kelompok tertentu dan ini dapat menjurus ke tindakan

penyalahgunaan zat. Sebagaimana kita ketahui bahwa ciri khas


41

remaja adalah adanya ikatan yang erat dengan kelompoknya. Hal ini

menimbulkan ide, bagaimana caranya agar remaja memiliki sifat dan

sikap serta rasa (Citra: disiplin dan loyalitas terhadap teman, orang tua

dan cita- citanya. Selain itu juga kita sebagai orang tua dan guru, harus

mampu menumbuhkan suatu Budi Pekerti/ Akhlaq yang luhur dan

mulia, suatu keberanian untuk berbuat yang mulia dan menolong

orang lain dan menjadi teladan yang baik.

5. Pembentukan identitas diri

Pada saat ini segala norma dan nilai sebelumnya merupakan sesuatu

yang datang dari luar dirinya dan harus dipatuhi agar tidak mendapat

hukuman, berubah menjadi suatu bagian dari dirinya dan merupakan

pegangan atau falsafah hidup yang menjadi pengendali bagi dirinya.

Untuk mendapatkan nilai dan norma tersebut diperlukan tokoh

identifikasi yang menurut penilaian remaja cukup di dalam

kehidupannya. Orang tua memegang peranan penting dalam preoses

identifikasi ini, karena mereka dapat membantu remajanya dengan

menjelaskan secara lebih mendalam mengenai peranan agama dalam

kehidupaan dewasa, sehingga penyadaran ini memberikan arti yang

baru pada keyakinan agama yang telah diperolehnya. Untuk dapat

menjadi tokoh identifikasi, tokoh tersebut harus menjadi kebanggaan

bagi remaja. Tokoh yang dibanggakan itu dapat saja berupa orang tua

sendiri atau tokoh lain dalam masyarakat, baik yang masih ada

maupun yang hanya berasal dari sejarah atau cerita.


42

Sebagai ikhtisar dari apa yang dapat dilakukan orang tua dan guru

dalam upaya pencegahan, dapat dikemukakan sebagai berikut:

a. Memahami sikap dan tingkah laku remaja dan menghadapinya

dengan penuh kasih sayang dan kesabaran.

b. Memberikan perhatian yang cukup baik dalam segi material,

emosional, intelektual, dan sosial.

c. Memberikan kebebasan dan keteraturan serta secara bersamaan

pengarahan terhadap sikap, perasaan dan pendapat remaja.

d. Menciptakan suasana rumah tangga/keluarga yang harmonis,

intim, dan penuh kehangatan bagi remaja.

e. Memberikan penghargaan yang layak terhadaap pendapat dan

prestasi yang baik.

f. Memberikan teladan yang baik kepada remaja tentang apa yang

baik bagi remaja.

g. Tidak mengharapkan remaja melakukan sesuatu yang ia

tidakmampu atau orang tua tidakmelaksanakannya (panutan dan

keteladanan).

2.5 Konsep Edukasi

2.5.1 Definisi Edukasi

Edukasi kesehatan merupakan bentuk yang paling banyak ditemukan

dari pemberian promosi kesehatan. Edukasi dinilai dapat meningkatkan

pemahaman akan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam

melaksanakan perilaku kesehatan (Grabowski, 2017).


43

Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang

dinamis, bukan proses pemindahan materi (pesan) dari seseorang ke

orang lain dan bukan pula seperangkat prosedur. Pendidikan kesehatan

adalah komponen program kesehatan (kedokteran) yang isinya

perencanaan untuk perubahan perilaku individu, kelompok dan masyarakat

sehubungan dengan pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan

pemulihan kesehatan (Steuart, 1968). Menurut Joint Commiission On

Health Education, USA (1973) Pendidikan kesehatan adalah kegiatan-

kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan orang dan

membuat keputusani yang tepat sehubungan dengan pemeliharaan

kesehatan (Fitriani, 2011)

2.5.2 Tujuan edukasi kesehatan

Menurut Fitriani, (2011) tujuan pendidikan kesehatan dibagi menjadi 2

bagian yaitu:

1. Tujuan pendidikan kesehatan untuk mengubah perilaku orang atau

masyarakat dari perilaku yang tidak sehat atau belum sehat menjadi

perilaku sehat.

2. Mengubah perilaku yang kaitanya dengan budaya. Sikap dan perilaku

merupakan bagian dari budaya. Kebudayaan adalah kebiasaan, adat

istiadat, tata nilai atau norma. Ahli sosial mengartikan konsep

kebudayaan dalam arti yang amat luas yaitu seluruh dari total pemikiran,

karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar pada naluri dan yang

terjadi melalui proses belajar.


44

2.2.3 Sasaran Pendidikan Kesehatan

Menurut Fitriani, (2011) sasaran pendidikan kesehatan di Indonesia

berdasarkan pada program pembangunan Indonesia adalah:

1. Masyarakat umum.

2. Masyarakat dalam kelompok tertentu seperti wanita, pemuda, remaja,

termasuk dalam kelompok khusus adalah lembaga pendidikan mulai

dari TK sampai Perguruan tinggi, sekolah agama baik negeri atau

swasta.

3. Sasaran Individu dengan tehnik pendidikan kesehatan individual.

2.2.4 Tahapan Kegiatan Pendidikan Kesehatan

Menurut Fitriani, (2011) tahapan yang dilalui oleh pendidikan

kesehatan adalah:

1. Tahap sensitisasi

Pada tahapan ini dilakukan guna untuk memberikan informasi dan

kesadaran pada masyarakat tentang hal penting mengenai masalah

kesehatan seperti kesadaran pemanfaatan fasilitas kesehatan, wabah

penyakit, imunisasi. Pada kegiatan ini tidak memberikan penjelasan

mengenai pengetahuan, tidak pula merujuk pada perubahan sikap,

serta tidak atau belum bermaksud pada masyarakat untuk mengubah

perilakunya. Bentuk kegiatan: siaran radio, poster, selebaran lainnya.

2. Tahap publisitas

Tahap ini merupakan tahapan lanjutan dari tahap sensitisasi.

Bentuk kegiatan berupa Press release yang dikeluarkan Departemen

Kesehatan untuk memberikan penjelasan lebih lanjut jenis atau

macam pelayanan kesehatan.


45

3. Tahap edukasi

Tahap ini kelanjutan pula dari tahap sensitisasi yang mempunyai

tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap serta

mengarahkan pada perilaku yang diinginkan.

4. Tahap motivasi

Tahap kelanjutan dari tahap edukasi. Masyarakat setelah

mengikuti kegiatan pendidikan kesehatan benar benar mampu

mengubah perilakunya sesuai dengan yang dianjurkan kesehatan.

2.2.5 Proses Pendidikan Kesehatan

Menurut Fitriani, (2011) prinsip pokok dalam pendidikan kesehatan

adalah proses belajar. Dalam proses belajar ini terdapat 3 persoalan pokok

yaitu:

1. Persoalan masukan (input)

Menyangkut pada sasaran belajar (sasaran didik) yaitu individu,

kelompok serta masyarakat yang sedang belajar itu sendiri dengan

berbagai latar belakangnya.

2. Persoalan proses

Mekanisme dan interaksi terjadinya perubahan kemampuan

(perilaku) pada diri subjek belajar tersebut. Dalam proses ini terjadi

pengaruh timbal balik antara berbagai faktor antara lain subjek belajar,

pengajar (pendidik dan fasilitator) metode, tehnik belajar, alat bantu

belajar serta materi atau bahan yang dipelajari.

3. Persoalan keluaran (out put)

Merupakan hasil belajar itu sendiri yaitu berupa kemampuan atau

perubahan perilaku dari subjek belajar.


46

2.2.6 Ruang Lingkup Pendidikan Kesehatan

Menurut Fitriani, (2011) ruang lingkup pendidikan kesehatan dapat

dilihat dari berbagai dimensi yaitu:

1. Dimensi sasaran, ruang lingkup pendidikan kesehatan dibagi menjadi

3 kelompok yaitu:

a. Pendidikan kesehatan individual dengan sasaran individu.

b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok

c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat

luas.

2. Dimensi tempat pelaksanaanya, pendidikan kesehatan dapat

berlangsung di berbagai tempat yang dengan sendirinya sasaran

berbeda pula yaitu:

a. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran murid.

b. Pendidikan kesehatan di rumah sakit atau puskesmas dengan

sasaran pasien dan keluarga pasien.

c. Pendidikan kesehatan di tempat kerja dengan sasaran buruh

3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan atau

karyawan yang bersangkutan. Dapat dilakukan berdasarkan 5 tingkat

pencegahan dari Leavel dan Clark.

a. Promosi kesehatan

Pada tingkat ini pendidikan kesehatan sangat diperlukan seperti:

peningkatan gizi, perbaikan kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi

lingkungan serta hiegine perorangan.


47

b. Perlindungan khusus

Program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan

khusus sangat dibutuhkan terutama di negara berkembang. Hal ini

juga sebagai akibat dari kesadaran dan pengetahuan masyarakat

tentang imunisasi sebagai perlindungan terhadap penyakit pada

dirinya maupun anak anak masih rendah.

c. Diagnosis dini dan pengobatan segera

Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap

kesehatan dan penyakit maka sering kesulitan mendeteksi

penyakit yang terjadi pada masyarakat, bahkan masyarakat sulit

atau tidak mau diperiksa dan diobati sehingga masyarakat tidak

memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.

d. Pembatasan kecacatan

Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang

penyakit sehingga masyarakat tidak melanjutkan pengobatan

sampai tuntas. Dengan kata lain pengobatan dan pemeriksaan

yangtidak sempurna mengakibatkan orang tersebut mengalami

ketidak mampuan atau kecacatan.

e. Rehabilitasi

Untuk memulihkan kecacatan kadang kadang diperlukan latihan

latihan tertentu. Karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran

masyarakat segan melakukan latihan yang dianjurkan. Kecacatan

juga mengakibatkan menimbulkan perasaan malu untuk kembali

ke masyarakat. Karena masyarakat pun kadang kadang tidak mau

menerima mereka sebagai anggota masyarakat yang normal.


48

2.2.7 Media Pendidikan Kesehatan

Menurut Fitriani, (2011) media pendidikan kesehatan pada hakekatnya

adalah alat bantu pendidikan. Disebut media pendidikan karena alat-alat

tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan

karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah penerimaan

pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau klien. Berdasarkan

fungsinya sebagai penyaluran pesan pesan kesehatan (media), media ini

dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Media cetak

Media cetak sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan sangat bervariasi antara lain:

a. Booklet ialah suatu media untuk menyampaikan pesan-pesan

kesehatan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.

b. Leaflet ialah bentuk penyampaian informasi atau pesan-pesan

kesehatan melalui lembaran yang dilipat. Isi informasi dapat dalam

bentuk kalimat maupun gambar, atau kombinasi.

c. Flyer (selebaran) ialah seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk

lipatan.

d. Flip chart (lembar balik) ialah media penyampaian pesan atau

informasi-informasi kesehatan daiam bentuk lembar balik.

Biasanya dalam bentuk buku dimana tiap lembar (halaman) berisi

gambar peragaan dan dibaliknya berisi kalimat sebagai pesan

atau infomasi berkaitan dengan gambar tersebut.


49

e. Rubrik atau tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah

mengenai bahasan suatu masalah kesehatan atau hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan.

f. Poster ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/ informasi

kesehatan yang biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-

tempat umum, atau di kendaraan umum.

g. Foto yang mengungkapkan informasi informasi kesehatan

2. Media Elektronik

Media elektronik sebagai sasaran untuk menyampaikan pesan-pesan

atau informasi-informasi kesehatan, jenisnya berbeda-beda antara lain:

a. Televisi

Penyampaian pesan atau informasi-informasi kesehatan melalui

media televisi dapat dalam bentuk sandiwara, sinetron, forum

diskusi atau tanya jawab sekitar masalah kesehatan, pidato

(ceramah), TV spot, quiz atau cerdas cermat, dan sebagainya.

b. Radio

Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan melalui radio

juga dapat berbentuk macam-macam antara lain obrolan (tanya

jawab), sandiwara radio, ceramah, radio spot, dan sebagainya.

c. Video

Penyampaian informasi atau pesan-pesan kesehatan dapat

melalui video.

1) Slide

Slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan atau

informasi-informasi kesehatan.
50

2) Film strip

Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan

pesan kesehatan.

3. Media Papan (Billboard)

Papan (billboard) yang dipasang di tempat-tempat umum dapat

dipakai dan diisi dengan pesan-pesan atau informasi-informasi

kesehatan. Media papan disini juga mencakup pesan-pesan yang

ditulis pada lembaran seng yang ditempel pada kendaraan-kendaraan

umum (bus dan taksi).

2.2.8 Metode Pendidikan Kesehatan

Menurut Fitriani, (2011) metode yang dapat digunakan dalam

pendidikan kesehatan yaitu:

1. Metode pendidikan Individual (perorangan)

Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk:

a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling)

Yaitu kontak antara klien dengan petugas lebih intensif, Setiap

masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu

penyelesaiannya, akhirnya klien tersebut akan dengan sukarela dan

berdasarkan kesadaran, penuh pengertian akan menerima perilaku

tersebut (mengubah perilaku)

b. Interview (wawancara)

Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan, menggali

informasi mengapa la tidak atau belum menerima perubahan, untuk

mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu
51

mempunyal dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabild Delun

maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2. Metode pendidikan Kelompok

Metode pendidikan Kelompok harus memperhatīkan apakah

kelompok itu besar atau kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas

metodenya pun akan tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.

a. Kelompok besar

1) Ceramah adalah metode yang cocok untuk sasaran yang

berpendidikan tinggi maupun rendah. Metode ceramah yang

dimaksud disini adalah ceramah dengan kombinasi metode yang

bervariasi. Mengapa disebut demikian, sebab ceramah dilakukan

dengan ditujukan sebagal pemicu terjadinya kegiatan yang

partisipatif (curah pendapat, disko, pleno, penugasan, studi kasus,

dll). Selain itu, ceramah yang dimaksud disini adalah ceramah

yang cenderung interaktif, yaitu melibatkan peserta melalui

adanya tanggapan balik atau perbandingan dengan pendapat dan

pengalaman peserta. Media pendukung yang digunakan, seperti

bahan serahan (handouts), transparansi yang ditayangkan dengan

OHP, bahan presentasi yang ditayangkan dengan LCD, tulisan-

tulisan di kartu metaplan dan/kertas plano.

2) Seminar; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan

pendidikan menengah ke atas. Seminar adalah suatu penyajian

(presentasi) dari satu ahli atau beberapa ahli tentang suatu topik

yang dianggap penting dan biasanya dianggap hangat di

masyarakat.
52

b. Kelompok kecil

1) Diskusi kelompok

Diskusi kelompok dibuat sedemikian rupa sehingga saling

berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh duduk diantara peserta

agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok punya kebebasan

mengeluarkan pendapat, pimpinan diskusi memberikan

pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi berjalan

hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta. Sama seperti

diskusi, diskusi kelompok adalah pembahasan suatu topik dengan

cara tukar pikiran antara dua orang atau lebih, dalam kelompok-

kelompok kecil, yang direncanakan untuk mencapai tujuan

tertentu. Metode ini dapat membangun suasana saling

menghargai perbedaan pendapat dan juga meningkatkan

partisipasi peserta yang masih belum banyak berbicara dalam

diskusi yang lebih luas. Tujuan penggunaan metode ini adalah

mengembangkan kesamaan pendapat atau kesepakatan atau

mencari suatu rumusan terbaik mengenai suatu persoalan.

Setelah diskusi kelompok, proses dilanjutkan dengan diskusi

pleno. Pleno adalah istilah yang digunakan untuk diskusi kelas

atau diskusi umum yang merupakan lanjutan dari diskusi

kelompok yang dimulai dengan pemaparan hasil diskusi

kelompok.
53

2) Curah pendapat (Brain Storming)

Merupakan modifikasi diskusi kelompok, dimulai dengan

memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan

jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan

ditulis dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya

mencurahkan pendapat tidak boleh ada komentar dari siapapun,

baru setelah semuanya mengemukaan pendapat, tiap anggota

mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.

Metode Curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam

rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan,

pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi,

dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung,

dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada

penggunaan metode curah pendapat pendapat orang lain tidak

untuk ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat

kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua

peserta yang sama atau berbeda. Hasilnya kemudian dijadikan

peta informasi, peta pengalaman, atau peta gagasan (mindmap)

untuk menjadi pembelajaran bersama.

3) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)

Kelompok langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil

sama/tidak kemudian dilontarkan suatu permasalahan sama/tidak

sama dengan kelompok lain, dan masing-masing kelompok

mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya kesimpulan

kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.


54

4) Memainkan peranan (Role Play)

Beberapa anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang

peranan tertentu untuk memainkan peranan tertentu, misalnya

sebagai dokter puskesmas, sebagai perawat atau bidan, dll,

sedangkan anggota lainnya sebagai pasien/anggota masyarakat.

Mereka memperagakan bagaimana interaksil komunikasi sehari-

hari dalam melaksanakan tugas.

5) Permainan simulasi (Simulation Game)

Merupakan gambaran role play dan diskusi kelompok.

Pesan-pesan disajikan dalam bentuk permainan seperti

permainan monopoli. Cara memainkannya persis seperti bermain

monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah), dan

papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi

berperan sebagai narasumber. Metode simulasi adalah bentuk

metode praktek yang sifatnya untuk mengembangkan ketermpilan

peserta belajar (keterampilan mental maupun fisik/teknis). Metode

ini memindahkan suatu situasi yang nyata ke dalam kegiatan atau

ruang belajar karena adanya kesulitan untuk melakukan praktek di

dalam situasi yang sesungguhnya

3. Metode pendidikan Massa

Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung.

Biasanya menggunakan atau melalui media massa.

a. Ceramah umum (public speaking)

Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional,

misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.


55

b. Pidato-pidato diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik

TV maupun radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk

pendidikan kesehatan massa.

c. Simulasi, dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan

lainnya tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui Iv

atau radio adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa.

Contoh: ”Praktek Dokter Herman Susilo" di Televisi.

d. Sinetron "Dokter Sartika" di dalam acara TV juga merupakan bentuk

pendekatan kesehatan massa.

e. Tulisan-tulisan di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun

tanya jawab /konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga

merupakan bentuk pendidikan kesehatan massa.

f. Bill Board, yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan

sebagainya adalah juga bentuk pendidikan kesehatan massa.


BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Faktor yang
mempengaruhi sikap:
1. Pengalaman pribadi
2. Pengaru orang lain
yang dianggap
penting
3. Pengaruh
kebudayaan
4. Media massa
5. Lembaga pendidikan a. Baik (76-100%)
dan lembaga agama Sikap
pencegahan b. Cukup (56-75%)
6. Faktor emosional c. Kurang (≤56%)
Narkoba penyalahgunaan
narkoba pada
remaja (Nursalam, 2016)
Faktor yang
mempengaruhi
penyalahgunaan
narkoba:
1. Lingkungan social Edukasi tentang
a. Motif ingin tau bahaya narkoba
b. Adanya
kesempatan
c. Sarana dan
prasarana
Pendidikan kesehatan adalah kegiatan-kegiatan yang
2. Kepribadian
ditujukan untuk meningkatkan kemampuan orang dan
a. Rendah diri
membuat keputusan yang tepat sehubungan dengan
b. Emosional dan
pemeliharaan kesehatan (Fitriani, 2011)
mental

Keterangan:

Tidak di teliti :

Di teliti :

Garis pengaruh:

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Pengaruh Edukasi Tentang Bahaya


Narkoba Terhadap Sikap Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada
Remaja Di SMAN 1 Krucil

56
57

Kerangka konsep merupakan abstrak dari suatu realitas sehingga dapat

dikomunikasikan dan membentuk teori yang menjelaskan keterkaitan antara

variabel yang diteliti (Nursalam 2017).

Berdasarkan Bagan 3.1 dapat di jelaskan bahwa penyalahgunaan

narkoba disebabkan karena faktor lingkungan social dan kepribadian.

Lingkungan social meliputu motif ingin tau, adanya kesempatan, dan adanya

sarana prasarana sedangkan faktor kepribadian meliputi rendah diri dan

emosional. Sedangkan faktor yang mempengaruhi sikap remaja adalah

pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh

kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan

faktor emosional.

Pendidikan kesehatan adalah kegiatan-kegiatan yang ditujukan untuk

meningkatkan kemampuan orang dan membuat keputusan yang tepat

sehubungan dengan pemeliharaan kesehatan (Fitriani, 2011)

Sikap yaitu reaksi atau respons seseorang yang masih tertutup terhadap

suatu stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan ataupun

aktivitas, namun merupakan prediposisi tindakan atau perilaku. Adapun

kategori sikap yaitu baik (76-100%), cukup (56-75% )dan kurang (≤56%).

3.2 Hipotesis penelitian

Secara umum pengertian hipotesis berasal dari kata hipo (lemah) dan

tesis (pernyataan), yaitu suatu pernyataan yang masih lemah dan

membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis tersebut

dapat diterima atau harus ditolak. Berdasarkan fakta atau data empiris yang

telah dikumpulkan dalam penelitian (Hidayat, 2017).


58

Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1 : Ada pengaruh edukasi tentang bahaya narkoba terhadap sikap upaya

pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan suatu strategi untuk mencapai tujuan

penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau

penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian.

Penelitian ini menggunakan desain quasy experiment dengan pendekatan

metode one-group pre-post test design merupakan metode penelitian yang

mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu

kelompok subjek diberi intervensi. Kelompok subjek diobservasi sebelum

dilakukan intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam,

2016).

Subjek Pra Perlakuan Pasca-tes

K O I OI

Waktu 1 Waktu 2 Waktu 3

Keterangan :

K : Remaja

O :Observasi (Sikap remaja sebelum dilakukan edukasi tentang

bahaya narkoba)

I : Intervensi ( Edukasi tentang bahaya narkoba )

OI : Observasi (sikap remaja sesudah dilakukan edukasi tentang

bahaya narkoba)

59
60

4.2 Kerangka Kerja Penelitian

Kerangka kerja penelitian adalah tahapan dalam suatu penelitian yang

menyalurkan alur penelitian terutama variabel yang di gunakan dalam

penelitian (Nursalam, 2016).

Pengaruh Edukasi Tentang Bahaya Narkoba Terhadap Sikap Pencegahan


Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja

Populasi
Seluruh siswa SMAN 1 Krucil kelas XI IPS berjumlah 46

Tehnik Sampling
purposive sampling

Sampel
Sebagian siswa SMAN 1 krucil kelas XI IPS berjumlah 41 orang

Desain Penelitian
Rancangan Penelitian : one group pre-post test

Pengumpulan Data
Kuesioner

Pengolahan Data
Editing, coding, scoring, tabulating

Analisa Data
Wilcoxon

Kesimpulan
H1 di terima jika p value ≤ α dengan α = 0,05
Hο di terima jika p value > α dengan α = 0,05

Tabel 4.1 Kerangka kerja penelitian Pengaruh Edukasi Tentang Bahaya Narkoba
Terhadap SIkap Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada
Remaja di SMAN 1 Krucil Probolinggo
61

4.3 Populasi dan sampel

4.3.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:

subjek/objek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang di

tetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan kemudian di tarik

kesimpulannya (Hidayat, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMAN 1 Krucil

kelas XI IPS berjumlah 46 orang. Pemilihan populasi sebagai sasaran

penelitian dikarenakan lingkungan berada pada daerah resiko / rawan

terhadap penyalahgunaan narkoba.

4.3.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Nursalam, 2016).

Rumus menurut (Nursalam, 2016) :

n=

Keterangan :

n : Besar Sample

N : Besar populasi

d : Tingkat segnifikan

jadi:

n= 46

1 + 46 (0,05)²

= 46

1 + 46 (0,0025)
62

= 46

1 + 0,115

= 46

1, 115

= 41

Berdasarkan perhitungan sample di atas, maka jumlah sample yang

diperoleh adalah 41 orang.

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah subjek penelitian dapat mewakili dalam

sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel (Nursalam,

2016). Kriteria inklusi pada sampel ini adalah:

a. Bersedia menjadi responden

b. Bersedia menandatangani informed consent

c. Remaja yang menjadi siswa pelajar aktif di SMAN 1 Krucil

2. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi merupakan kriteria dengan subjek penelitian yang

tidak dapat mewakili sample karena tidak memenuhi syarat sebagai

sampel penelitian (Nursalam, 2016). Kriteria eksklusi pada penelitian ini

yaitu:

a. Siswa yang tidak masuk dalam kelompok inklusi

b. Siswa yang mengalami hambatan tidak bisa melanjutkan sebagai

responden seperti sakit dan pindah sekolah


63

4.3.3 Teknik Sampling

Teknik Sampling merupakan suatu proses dalam menyeleksi sampel

yang digunakan dalam penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah

sampel akan mewakili dari keseluruhan populasi yang ada, secara umum

ada dua jenis pengambilan sample yakni probability sampling dan non

probability sampling (Hidayat, 2018).

Dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik purposive sampling yaitu

suatu tehnik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara

populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel

tersebut dapat mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal

sebelumnya (Nursalam, 2016).

4.4 Variabel Penelitian

Variabel merupakan perilaku karakteristik yang memberikan nilai beda

terhadap sesuatu benda, manusia, dll (Nursalam, 2016). Dalam penelitian

ini terdiri dari 2 variabel yaitu variabel independen dan variabel dependen.

4.4.1 Variabel Independen (bebas)

Variabel independen ini merupakan variabel yang mempengaruhi atau

nilainya menentukan variabel lain. Variabel ini juga dikenal dengan nama

variabel bebas yang artinya stimulus atau intervensi keperawatan yang

diberikan kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku klien (Nursalam,

2016). Dalam penelitian ini variabel independen yang digunakan pada

penelitian ini adalah edukasi tentang bahaya narkoba.


64

4.4.2 Variabel Dependen (terikat)

Variabel dependen ini merupakan variabel yang dipengaruhi nilainya

ditentukan oleh variabel lain. Variabel ini disebut juga variabel terikat yang

artinya aspek tingkah laku yang diamati dari suatu organisme yang dikenai

stimulus. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah sikap remaja.

4.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2021 bertempat di SMAN 1

Krucil untuk mengetahui Pengaruh Edukasi Tentang Bahaya Narkoba

Terhadap Sikap Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada

Remaja.

4.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah mendefinisikan berdasarkan karakteristik

yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang

dapat diamati artinya memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi

atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena yang

kemudian dapat diulang lagi oleh orang lain (Nursalam, 2016).


65

Dalam penelitian ini definisi operasionalnya adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2 Definisi Operasional Pengaruh Edukasi Tentang Bahaya Narkoba


Terhadap Sikap Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada
Remaja di SMAN 1 Krucil Probolinggo

Variabel Definisi Indikator Alat Ukur Skala Skor


Oprasional
Variabel Pendidikan 1. Pengertian - SAP - -
independen: kesehatan narkoba - Leaflet
Edukasi adalah 2. Bahaya
tentang proses penyalahgun
bahaya perubahan aan narkoba
narkoba perilaku 3. Upaya
yang remaja
dinamis, menghindari
bukan penyalahgun
proses aan narkoba
pemindahan
materi (Hidayati, 2019)
(pesan) dari
seseorang
ke orang lain
dan bukan
pula
seperangkat
prosedur
Variabel Sikap yaitu 1. Kognitif Kuesioner Ordinal Skor
dependen: reaksi atau 2. Afektif KAP 1. sangat setuju:
sikap remaja respons 3. Konatif 5
seseorang (Yang,2020 2. setuju: 4
yang masih (Salamah, 2015) ) 3. ragu ragu: 3
tertutup 4. tidak setuju:2
terhadap 5. sangat tidak
suatu setuju: 1
stimulus
atau objek
Dikategorikan:
1. Baik: ≥76-
100%
2. Cukup: ≥56-
75%
3. Kurang:
<56%
(Nursalam,
2016)

4.7 Prosedur Penelitian


66

4.7.1 Prosedur Administratif

Mendapatkan surat izin penelitian dari Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Hafshawaty Jurusan S1 Keperawatan, Kemudian peneliti

mengajukan permohonan izin, peneliti juga mengajukan ijin kepada kepala

Sekolah SMAN 1 Krucil.

4.7.2 Prosedur Teknis atau Alur Penelitian

1. Peneliti melakukan pengajuan judul berdasarkan beberapa jurnal

yang mendukung terhadap judul.

2. Peneliti membuat surat perijinan dari kampus STIKES Hafshawaty

Zainul Hasan Genggong.

3. Peneliti meminta izin dari Kepala Sekolah SMAN 1 Krucil.

4. Peneliti tetep melakukan protokol kesehatan.

5. Memberi informed consent pada remaja yang setuju menjadi

responden untuk mendatangani .

6. Peneliti mengumpulkan data dengan cara memberikan kuesioner

pada remaja sebagai pre test untuk mengetahui sikap sebelum

diberikan edukasi.

7. Peneliti menjelaskan tujuan dan maksud dalam penelitian yang akan

dilakukan.

8. Setelah memberikan edukasi peneliti mengobservasi memberikan

kuesioner pada remaja sebagai post test untuk mengetahui sikap

setelah dilakukan intervensi

9. Peneliti menganalisa hasil data dari pengisian kuesioner yang sudah

diisi oleh responden.


67

10. Kemudian peneliti melakukan olah data untuk diuji menggunakan

SPSS.

4.8 Pengumpulan Data

4.8.1 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang akan digunakan

untuk pengumpulan data, seperti kuesioner (daftar pertanyaan), formulir

observasi, formulir-formulir lain yang berkaitan dengan pencatatan data

dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

Penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner sikap (KAP)

yang terdiri dari 21 pertanyaan. Kuesioner ini terdiri dari tiga dimensi yaitu

kesadaran akan perlunya pencegahan, persepsi, dan kesediaan untuk

melakukan pencegahan. Skor masing-masing item sebagai berikut: sangat

setuju=5, setuju=4, ragu-ragu=3, tidak setuju=2, sangat tidak setuju= 1.

Skor yang sudah transformasikan dapat diketahui dengan hasil sebagai

berikut: baik (76-100%), cukup (56-75%), dan kurang (≤56%).

Sebelum instrument digunakan sebagai alat pengumpulan data pada

penelitian ini, terlebih dahulu dilakukan uji coba pada kuisioner sikap yang

dilakukan dengan 20 responden yang mirip dengan kriteria inklusi.

4.8.2 Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Prinsip validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti

prinsip ke andalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen

harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2011).


68

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana ketepatan

suatu alat ukur dalam mengukur suatu data. Untuk mengetahui validitas

suatu instrumen (dalam hal ini kuesioner) dilakukan dengan cara

melakukan korelasi antar skor masing-masing variabel dengan skor

totalnya. Teknik korelasi yang digunakan korelasi Pealson product

moment. Suatu variabel (pertanyaan) dinyatakan valid bila skor variabel

tersebut berkorelasi secara signifikan dengan skor totalnya dengan

cara membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hitung bila r hasil

(hitung) > r tabel maka pertanyaan tersebut valid (Nursalam, 2016).

Pada uji validitas kuesioner sikap terdapat 21 pertanyaan dan

seluruh item pertanyaan tersebut dinyatakan valid. Dimana diperoleh r

hitung minimal 0,450 dan nilai maksimal 0,961 dengan r tabel (n:20) =

0,423.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan

bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali

dalam waktu yang berlainan. Alat dan cara mengukur atau mengamati

sama-sama memegang peranan yang penting dalam waktu yang

bersamaan. Perlu diperhatikan bahwa reabil belum tentu akurat

(Nursalam, 2016).

Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil

pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan aIat

ukur yang sama. Dinyatakan reliabel bila skor variabel tersebut

berkorelasi secara signiflkan dengan skor totalnya dengan cara


69

membandingkan nilai r tabel dengan nilai r hitung. Bila r (Alpha) > r

Tabel, maka pernyataan tersebut reliabel.

Hasil uji realibilitas kuisioner sikap didapatkan Cronbach’s Alpha

sebesar 0,967 lebih besar dari 0,423. Instrument tersebut dinyatakan

reliable, sehingga instrument dapat digunakan untuk mengukur sikap

pencegahan penyalahgunaan narkoba pada remaja.

4.8.3 Teknik Pengumpulan Data

Setelah semua data terkumpul, maka dilakukan pengelolahan data

yaitu dengan cara :

1. Editing

Upaya umtuk mememeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

atau dikumpulkan. Editing data dilakukan pada tahap pengumpulan data

atau setelah data terkumpul.

Dalam hal ini, dilakukan pemeriksaan data, hasil data harus dilakukan

penyuntingan (editing) terlebih dahulu

a. Apakah lengkap, dalam arti semua pertanyaan sudah terisi

b. Apakah jawaban atau tulisan masing-masing pertanyaan cukup jelas

atau terbaca.

c. Apakah jawabannya relevan dengan pertanyaannya.

d. Apakah jawaban-jawaban pertanyaan konsisten dengan jawaban

pertanyaan yang lainnya (Notoatmodjo, 2012).

Kuesioner yang telah diisi pada saat pengumpulan data, perlu dilihat

kembali apakah semua jawaban terbaca, semua pertanyaan terjawab,

hasil isian sesuai tujuan yang diinginkan peneliti.


70

2. Coding

Yang dimaksud dengan coding adalah mengubah data berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan (Notoatmodjo,

2012).

Kategori :

a. Data umum

1. Kelas

a) X :1

b) XI : 2

c) XII : 3

b. Data khusus

1) Sangat setuju :5

2) Setuju :4

3) Ragu ragu :3

4) Tidak setuju :2

5) Sangat tidak setuju :1

1. Scoring

Scoring merupakan memberikan penilaian terhadap item-item

yang perlu diberikan penilaian atau skor. Untuk variabel independen,

edukasi tentang bahaya narkoba tidak membutuhkan scoring. Untuk

variabel dependen di ukur menggunakan observasi. Skor untuk sikap

remaja, yaitu :

a. Baik : 76-100%

b. Cukup : 56-75%

c. Kurang : ≤56%
71

2. Tabulating

Tabulating adalah menampilkan data yang diperoleh dalam

bentuk tabulasi. Proses ini merupakan tahapan akhir pengolahan data

yang sangat berguna untuk kegiatan selanjutnya yaitu tehnik penyajian

data. Penelitian ini datanya berbentuk ordinal, maka setelah data

dikumpulkan dan diperiksa, kemudian akan dilakukan analisa data

dengan komputerisasi untuk menguji hipotesis yang akan dilakukan.

Untuk menguji hipotesisi yang menyatakan Pengaruh Edukasi Tentang

Bahaya Narkoba Terhadap Sikap Upaya Pencegahan

Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja di SMAN 1 Krucil

Probolinggo.

4.9 Analisa Data

Penelitian ini datanya berbentuk ordinal, maka setelah data dikumpulkan

dan diperiksa, kemudian akan dilakukan analisa data dengan komputerisasi

untuk menguji hipotesis yang akan dilakukan. Untuk menguji hipotesisi yang

menyatakan Pengaruh Edukasi Tentang Bahaya Narkoba Terhadap Sikap

Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja, digunakan uji

statistic ”Wilcoxon” kemudian peneliti menyimpulkan hasil penelitian sebagai

berikut: “apabila nilai p <0,05 maka H1 diterima, H0 ditolak artinya ada

Pengaruh Edukasi Terhadap Sikap Upaya Pencegahan Penyalahgunaan

Narkoba Pada Remaja Di SMAN 1 Krucil Probolinggo”.

4.10 Etika Penelitian

Dalam penelitian kesehatan yang menjadikan manusia sebagai

objek yang diteliti harus memperhatikan hubungan antara peneliti dan


72

yang diteliti, yang diteliti masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang

sama harus di akui dan dihargai oleh masing-masing pihak (Notoatmodjo,

2012).

Untuk menentukan standart atau kriteria pengambilan keputusan

persetujuan kelayakan etik atas usulan protokol penelitian yang melibatkan

manusia sebagai subjek penelitian maka Komisi Etik Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Nasional (KEPPKN) menetapkan 7 standart

universal yang harus terpenuhi dalam sebuah protokol penelitian, berikut

hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penelitian (KEPPKN,

2017)

4.10.1 Nilai Sosial atau Nilai Klinis

Parameter nilai sosial adalah adanya kebaruan fenomena (novelty)

dan upaya mendiseminasikan hasil (KEPPKN, 2017). Penelitian memiliki

nilai keterbaruan karena informasi yang didapatkan valid dari jurnal dan

buku terbaru, relevansi kesehatan serta dapat memberikan informasi

maupun pengetahuan mengenai pengaruh edukasi tentang bahaya

narkoba terhadap sikap upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba

pada remaja.

4.10.2 Nilai Ilmiah

Terdapat beberapa standar nilai ilmiah yaitu desain penelitian

mengikuti logika ilmiah yang menjelaskan secara rinci, menghasilkan

informasi yang valid dan handal, terdapat penjelasan tentang penelitian

lanjut yang dapat dilakukan dari hasil penelitian sekarang. Hasil penelitian

memberikan data dan informasi yang dapat dimanfaatkan untuk

mengambil keputusan klinis, relavan bermakna dengan masalah


73

kesehatan, kontribusi terhadap penciptaan atau evaluasi intervensi

(KEPPKN, 2017)

4.10.3 Pemerataan Beban dan Manfaat

Penelitian dapat diterima secara etik apabila telah meminimalisir

dampak negatif yang mungkin terjadi dan manfaat dari penelitian lebih

besar dibandingkan risiko yang ditimbulkan (KEPPKN, 2017). Dalam

penentuan subjek penenlitian harus di dasarkan oleh pertimbangan

ilmiah, ke khususan subjek dengan menggunakan kriteria inklusi dan

eksklusi. Prinsip keadilan menjamin bahwa semua subjek penelitian

memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama tanpa membedakan

gender, agama, etnis, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2012).

4.10.4 Potensi Risiko dan Manfaat

Terdapat penjelasan tentang manfaat atau keuntungan yang diperoleh

dan nuraian tentang kerugian yang di alami oleh objek, namun masih

dalam ambang resiko minimal (KEPPKN, 2017).

4.10.5 Kerahasiaan (Confidentiality) atau Privasi

Kerahasiaan adalah hak responden untuk tetap terjaga privasi terkait

informasi dirinya yang didapat selama penelitian berlangsung

(Notoatmodjo, 2012). Hanya kelompok data tertentu saja yang disajikan

dalam laporan penelitian. Peneliti tidak dibenarkan untuk menyampaikan

informasi kepada pihak lain diluar kepentingan pencapaian tujuan

penelitian. Peneliti juga menggunakan anonym (tanpa nama) untuk

merahasiakan identitas responden dan diganti dengan memberikan tanda

atau kode pada lembar pengumpulan data.


74

4.10.6 Persetujuan setelah Penjelasan (PSP) atau Informed Consent (IC)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan anatara peneliti

dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan

informed consent tersebut diberiakn sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden (Notoatmodjo,

2012).

4.10.7 Bujukan (Inducements)

Penelitian harus dihindari dari kecurigaan atas klaim adanya

“eksploitatif” terhadap subjek yang berkaitan dengan aspek manfaat dan

bahaya (benefit and harm) kerentanan (vulnerability) dan persetujuan

(consent). Secara etis penelitian dapat diterima apabila peneliti mengganti

biaya apapun untuk individu yang berhubungan dengan keikut sertaan

dalam penelitian, termasuk biaya transport, pengasuhan anak (child care)

kehilangan penghasilan saat mengikuti penelitian dan mengganti waktu

yang dipakai saat mengikuti penelitian (KEPPKN,2017)


75

DAFTAR PUSTAKA

Andika, Mira. 2018. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja dengan Upaya
Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba di SMPN 29 Padang. Jurnal
Kesehatan Prima Nusantara Bukittinggi (9) 100-108

Budiman dan Agus Riyanto. 2014. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan dan
Sikap dalam Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika.

Bunsaman, Shafila Mardiana & Hetty Krisnani. 2020. Peran Orangtua Dalam
Pencegahan dan Penanganan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja.
Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat. Vol 7, No 1 (221-
228).

Badan Narkotika Nasional. 2019. Infografis P4GN Triwulan IV 2020.

Badan Narkotika Nasional. 2019. Survei Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap


Narkoba. Pusat Penelitian Data dan Informasi Badan Narkotika Nasional.

Badan Narkotikaa Nasional Republik Indonesia. 2019. Hasil Survey Nasional


Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba pada Kumpulan Pelajar
Dan Maharemaja di 33 Propinsi di Indonesia.

Dewi, Cintya Rizki dkk. 2015. Teori dan Konsep Tumbuh Kembang Bayi, Todler,
Anak dan Usia Remaja. Yogyakarta: Nuha Medika.

Donsu, Jenita Doli Tine. 2017. Psikologi Keperawatan. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press.

Eny, Kusmiran. 2014.Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta: Salemba Medika

Fitriani, Sinta. 2011. Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Hadriansyah. 2014. Pengetahuan Dan Sikap Keluarga Dalam Upaya


Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba Pada Remaja Di Desa
Seuleukat Kecamatan Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan. Jurnal
Ilmiah Dikdaya. 6(2):149-202.
76

Hayati, Fatihatul. 2019. Penyuluhan Tentang Bahaya Narkoba Pada Remaja.


Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK). Vol.1 No. 3 (190-193).

Hidayat, A Aziz 2018. Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan.


Jakarta: Salemba Medika

Isninna. Dkk. 2020. Hubungan Pengetahuan, Peran Orang Tua dan Lingkungan
sosial Dengan Penyalahgunaan Zenith (Carnophen) Pada Remaja di
Kelurahan Sungai Jingah Kota Banjarmasin Tahun 2020. Universitas Islam
Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.

Julaecha. 2019. Penyuluhan Bahya Penyalahgunaan Napza Terhadap Sikap


Remaja di SMPN 13 Jambi. Jurnal Kesehatan (12) 57-65.

Komisi Etik Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Nasional Kemenkes RI,


2017. Pedoman Dan Standar Etik Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan Nasional, Jakarta : Keeppkn Kemenkes Ri

Kusnan, Adius. 2020. Penyuluhan Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan


Sikap Tentang Bahaya Narkotika. Holistik Jurnal Kesehatan, vol 14 (195-
201).

Lestari, I., dkk. 2014. Hubungan Pengetahuan, Sikap Remaja dan Pekerjaan
Orangtua tentang Narkoba pada Remaja SMA Negeri 1 Takalar. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Diagnosis. 5(2):117-122.

Lisa, F.R & Sutrisna, W. 2013. Narkoba, Psikotropika dan Gangguan Jiwa
Tinjauan Kesehatan dan Hukum. Yogyakarta : Nuha Medika.

Muamar. 2019. Sikap Sosial Mahasiswa Umus Brebes Terhadap


Penanggulangan Dan Penyalahgunaan Narkoba. Jurnal Ilmiah Indonesia.
Vol.4. No. 11. 92-103.

Nursalam. 2016. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis


Edisi 4. Jakarta: Salemba Medika

Nursyifa, Aulia.2020. Pencegahan Perilaku Menyimpang Akibat Penyalahgunaan


Narkoba pada Remaja Milenial di Pulau Untung Jawa. Jurnal Pengabdian
Pada Masyarakat. Vol. 5, No, 4 (1110-1121).

Notoadmojo, Soekijo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta
77

Potter & Perry. 2020. Dasar Dasar Keperawatan. Singapore: Elsivier

Prajayanti, Hilda dan Maslikhah. 2020. Penyuluhan tentang Bahaya


Penggunaan Narkotika, Psikotropika dan Obat-Obat Adiktif di MAS
Yapensa jenggot Kota Pekalongan. Jurnal Abdimas. Vol 1 (1).

Pramesti, Theresia Anita. Dkk. 2019. Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba dan


Seks Bebas di Kalangan Remaja Milenial. Prosiding Seminar Nasional.
STIKes Wira Medika Bali

Purwanti, Angki. Dkk. 2021. Upaya Peningkatan Pengetahuan Penyalahgunaan


NAPZA dan Minuman Keras Oplosan Bagi Siswa SMPN 192 dan SMPN
259 Jakarta Timur. Journal of Community Engagement in Health. Vol. 4 (1)

Salamah, Ummu & Akmal Muhibban. 2015. Pengaruh Kredibilitas Komunikator


Dalam Sosialisasi P4GN (Pencegahan, Pemberantasan, Penyalahgunaan
Dan Pengedaran Gelap Narkoba) Terhadap Sikap Anak. Jurnal
Komunikasi Hasil Pemikiran dan Penelitian. Vol.1 No 2.

Sugiono, 2017. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta,


Bandung.

Utomo, Iswahyudi & Evi Winingsih. 2017. Studi Kepustakaan Penggunaan Media
Poster dalam Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba di Kalangan Remaja.
Studi Kepustakaan Penggunaan Media Poster. 133-119.

Wawan, A dan Dewi M. 2019. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Manusia Dilengkapi Contoh Kuesioner. Yogyakarta: Nuha Medika.

Yang K, Liu H, Ma L, et al. Knowledge, attitude and practice of residents in the


prevention and control of COVID-19: An online questionnaire survey. J Adv
Nurs. 2020;00:1–17. https://doi.org/10.1111/jan.14718

Yuningsih, Agnes Erva.dkk. 2019. Strategi Badan Narkotika Nasional Provinsi


Sumatera Barat Dalam Upaya Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba.
Journal of Indonesian Public Administration and Govermance Studies. 58-
73.

Anda mungkin juga menyukai