F2
Penyuluhan Demam Berdarah Dengue
LATAR Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
BELAKANG oleh virus dengue yang tertular melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti, dengan ciri demam tinggi mendadak
disertai manifestasi pendarahan dan cenderung
menimbulkan renjatan dan kematian. Penyakit ini
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia pada umumnya dan Indonesia pada
khususnya serta sering menimbulkan ledakan Kejadian
Luar Biasa (KLB) dengan jumlah kematian tinggi (Depkes
RI,2004). Menurut World Health Organitation (WHO)
insiden DBD di seluruh dunia meningkat secara drastis
selama 20 tahun terakhir, diperkirakan jumlah orang yang
beresiko terserang penyakit ini sekitar 2,5-3 miliar dan 20
juta pada setiap tahunnya (2010). Indonesia merupakan
daerah yang mempunyai potensi terjadinya infeksi penyakit
DBD(Depkes RI, 2004). Menurut Indrawati (2010) jumlah
kasus DBD di Indonesia terus meningkat dan meluas
penyebarannya, diselingi ledakan KLB dalam kisaran 5-6
tahun. Tahun 2010, terjadi sekitar 150.000 kasus dengan
tingkat kematian 1.317 orang. Sedangkan kasus DBD di
Jawa Tengah pada tahun yang sama terjadi kasus sebanyak
16.858. Dengan tingkat kematian sebanyak 230 orang. 2
Kasus DBD di Sukoharjo pada September 2011 terdata
sebanyak 125 kasus dan 5 kasus yang meninggal dunia.
Salah satu kecamatan yang terkena DBD adalah Kartasura,
kasus DBD di Kecamatan Kartasura sebanyak 40 kasus dan
tidak ada kasus yang meninggal, sedangkan di desa
Pucangan sendiri terjadi 12 kasus dan tidak ada yang
meninggal. Kasus penderita DBD disebabkan karena
menurunnya pola hidup bersih dan tidak efektifnya
pemberantasan sarang nyamuk oleh masyarakat.
(Puskesmas Kartasura, 2011) Pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) merupakan kunci keberhasilan dalam
memutus penyebaran. Tetapi pada umumnya masyarakat
belum memahami secara benar pencegahan dan
penanggulangan masalah penyakit DBD. Oleh karenanya,
pemberian informasi terkait dengan cara pencegahan dan
penggulangan masih diperlukan (Liliweri, 2007). Peran
serta tenaga kesehatan dinas terkait dan kader ibu-ibu PKK
dalam pencegahan penularan penyakit DBD. Merupakan
perilaku yang diharapkan melalui kegiatan sosialisasi
tentang penyuluhan DBD. Untuk mewujudkan perilaku
tersebut, peningkatan sikap dan perbaikan sikap menjadi
hal penting. Menurut Morton (dalam Soga, 2009), bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan
sebagai proses kegiatan mental, dikembangkan melalui
proses belajar. Pengetahuan merupakan hasil stimulus
informasi yang diperhatikan dan diingatkan. Kurang lebih
75-87% pengetahuan diperoleh atau indra pandang,
sedangkan 13% melalui indra dengar dan 12% melalui
indra lain.
PERMASALAHA Meningkatkan kewaspadan masyarakat terhadap
N Demam berdarah dimusim Penghujan seperti sekarang,
karena hampir setiap tahun ditemukan pasien dengan DBD
di lingkungan bayat
PERENCANAAN Diperlukan adanya suatu kegiatan pemberian informasi
DAN PEMILIHAN melalui penyuluhan mengenai DBD bagi warga.
INTERVENSI
Penyuluhan mengenai DBD dilakukan pada :
Hari / tanggal : Rabu, 10 Maret 2021
Lokasi : Balai pertemuan Tawangrejo
Metode : Verbalisasi
Peserta : Warga Tawangrejo
PELAKSANAAN Penyuluhan dilaksanakan pada tanggal 10 Maret
2021. Peserta yang hadir berjumlah 10 orang. Penyuluhan
ini dilaksanakan pada pukul
09.00 WIB. Materi yang diberikan adalah tentang
DBD. Materi penyuluhan disajikan dengan verbalisasi dan
PPT. Penyuluhan dilaksanakan selama 20 menit
dilanjutkan sesi diskusi.
Semua kegiatan dilakukan dengan protokol
kesehatan seperti mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir, memakai masker, dan menjaga jarak.
MONITORING Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan cukup baik.
DAN EVALUASI Peserta tampak antusias sehingga cukup aktif bertanya dan
membuat diskusi mengenai DBD berjalan dengan lancar.
Penyuluhan Leptospirosis
LATAR Leptospirosis merupakan penyakit zoonosis yang
BELAKANG mempunyai dampak signifikan terhadap kesehatan di
banyak belahan dunia, khususnya di negara beriklim sub
tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden
leptospirosis lebih banyak terjadi di negara beriklim tropis
karena suhu lingkungan mendukung bakteri Leptospira
lebih survive di daerah ini.
Bakteri Leptospira merupakan penyebab
leptospirosis yang dapat menyerang hewan dan manusia.
Infeksi pada manusia merupakan kejadian yang bersifat
insidental, karena reservoir atau penyebar utama Leptospira
adalah tikus (Rusmini, 2011). Air kencing tikus yang
terinfeksi Leptospira terbawa banjir dan dapat masuk ke
tubuh manusia melalui kulit yang terluka dan selaput
mukosa. Penularan leptospirosis paling sering terjadi pada
kondisi banjir yang menyebabkan perubahan lingkungan
seperti genangan air, becek, banyak timbunan sampah
sehingga bakteri Leptospira lebih mudah berkembang biak.
Leptospirosis menjadi suatu masalah di dunia karena
angka kejadian yang tinggi namun dilaporkan rendah di
sebagian besar negara. Hal tersebut diakibatkan karena
sulitnya dalam menentukan diagnosis klinis dan tidak
adanya alat untuk diagnosis sehingga sebagian besar negara
melaporkannya sebagai angka kejadian yang rendah. Di
sisi lain, di suatu negara angka 2 kejadian Leptospirosis
meningkat setiap tahunnya. Di negara tropis diperkirakan
terdapat kasus leptospirosis antara 10-100 kejadian tiap
100.000 penduduk per tahun (WHO, 2003).
Jumlah kasus leptospirosis di Indonesia sendiri pada
tahun 2014 menurun dibandingkan tahun 2013 yaitu dari
641 kasus menjadi 519 kasus, namun angka kematian atau
mortalitas akibat leptospirosis meningkat dari 9,38% pada
tahun 2013 menjadi 11,75% pada tahun 2014 (Kemenkes
RI, 2015). International Leptospirosis Society menguatkan
Indonesia sebagai negara dengan angka mortalitas
leptospirosis 16,7% dan menduduki peringkat ketiga di
dunia setelah Uruguay (100%) dan India (21%) (WHO,
2006). Oleh sebab itu leptospirosis merupakan penyakit
dengan angka mortalitas cukup tinggi di Indonesia.
Kemenkes RI (2015) melaporkan adanya kasus
leptospirosis pada tahun sebelumnya yaitu tahun 2014 di
berbagai provinsi antara lain provinsi DKI Jakarta, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur. Dinkes Jateng (2014)
menyatakan Jawa Tengah merupakan provinsi dengan
jumlah kasus terbanyak di Indonesia pada tahun 2014,
yaitu 207 kasus leptospirosis dengan 34 kasus diantaranya
meninggal dunia. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan
tahun 2013 dengan 156 orang terinfeksi leptospirosis dan
17 orang diantaranya meninggal dunia.
Banyaknya kasus leptospirosis yang terjadi salah
satunya diakibatkan oleh sikap masyarakat yang kurang
peduli terhadap penyakit tersebut. Sikap preventif
masyarakat terhadap leptospirosis saat ini masih tergolong
negatif. 3 Menurut masyarakat, berjalan di genangan air
banjir atau selokan tanpa alat pelindung seperti sepatu bot
bukanlah suatu masalah, masyarakat juga kurang peduli
dengan adanya luka pada tangan atau kaki meskipun kecil
yang beresiko menjadi tempat masuknya bakteri leptospira
(Widoyono, 2008). Selain itu, masyarakat menganggap
keberadaan tikus di rumah atau di lingkungan sekitar
mereka adalah hal yang wajar, mereka hanya menggertak
untuk mengusir tikus-tikus yang ada di dalam rumah.
PERMASALAHA Meningkatkan kewaspadan masyarakat terhadap
N leptospirosis dimusim Penghujan seperti sekarang rawan
terjadi banjir, karena hampir setiap tahun ditemukan pasien
dengan leptospirosis di lingkungan bayat
PERENCANAAN Diperlukan adanya suatu kegiatan pemberian informasi
DAN PEMILIHAN melalui penyuluhan mengenai leptospirosis bagi warga.
INTERVENSI
Penyuluhan mengenai leptospirosis dilakukan pada :
Hari / tanggal : Senin, 8 Maret 2021
Lokasi : Balai pertemuan Tawangrejo
Metode : Verbalisasi
Peserta : Warga Tawangrejo
PELAKSANAAN Penyuluhan dilaksanakan pada tanggal 8 Maret 2021.
Peserta yang hadir berjumlah 15 orang. Penyuluhan ini
dilaksanakan pada pukul 09.00 WIB. Materi yang
diberikan adalah tentang Leptosipirosis. Materi penyuluhan
disajikan dengan verbalisasi. Penyuluhan dilaksanakan
selama 20 menit dilanjutkan sesi diskusi. Semua kegiatan
dilakukan dengan protokol kesehatan seperti mencuci
tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai masker,
dan menjaga jarak.
MONITORING Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan cukup baik.
DAN EVALUASI Peserta tampak antusias sehingga cukup aktif bertanya dan
membuat diskusi mengenai Leptospirosis berjalan dengan
lancar.
F3
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
F4
Posyandu Lansia dalam Pengendalian Penyakit Tidak Menular dalam Program Posbindu
PTM Desa Tawangrejo 3
ASI EKSLUSIF
LATAR ASI yang memiliki berbagai manfaat yang baik untuk
BELAKANG pertumbuhan dan perkembangan bayi juga dapat
menurunkan risiko terjadinya penyakit akut dan kronik.
McNiel, mengemukakan bayi yang diberikan ASI
memiliki risiko lebih rendah untuk terkena penyakit otitis
media, asma, diabetes tipe 1 dan 2, dermatitis atopik, dan
infeksi saluran napas bagian bawah. Penelitian yang
dipublikasikan oleh Off Our Backs, Inc (2011)
menunjukkan ASI juga dapat melindungi bayi dari
penyakit yang biasa diderita bayi seperti campak dan
influenza. Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya
makanan alami untuk bayi yang berasal dari ibu. ASI
memiliki kemungkinan risiko alergi yang sangat kecil jika
dibandingkan dengan nutrisi lainnya. Oleh sebab itu, ASI
dapat dikatakan sebagai makanan terbaik dan sempurna
untuk bayi karena mengandung zat gizi sesuai kebutuhan
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Siregar,
2004). Kebaikan ASI tersebut mendorong WHO
merekomendasikan pemberian ASI selama enam bulan
secara eksklusif. Pemberian ASI eksklusif yang dimaksud
adalah memberi ASI saja tanpa tambahan cairan atau
makanan padat lainnya kecuali vitamin, mineral, atau obat
dalam bentuk tetes atau sirup
Sebanyak 193.000 anak Indonesia kehilangan
kesempatan hidup sebelum berusia 5 tahun (UNICEF,
2011). Meskipun angka kematian bayi di dunia turun dalam
sepuluh tahun terkahir, UNICEF menyatakan angka
kematian bayi di Indonesia masih tinggi. Jika dibandingkan
negara-negara di ASEAN, angka kematian bayi di
Indonesia 3,4 kali lebih tinggi dari Malaysia dan 1,3 kali
lebih tinggi dari Filipina. Bayi memiliki risiko tinggi untuk
terkena penyakit karena daya tahan tubuh yang belum
sempurna. Infeksi saluran pernapasan akut merupakan
penyebab utama kematian pada bayi dan anak balita di
Indonesia (Naim,2001). Naim dalam penelitiannya
menemukan bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif
memiliki risiko mengidap pneumonia lebih besar 4,89 kali
daripada bayi yang diberi ASI.
PERMASALAHA Kurangnya pengetahuan ibu tentang manfaat dari pemberian
N ASI eksklusif
PERENCANAAN Diperlukan adanya suatu kegiatan pemberian informasi
DAN PEMILIHAN
melalui penyuluhan bagi ibu agar mengetahui manfaat ASI
INTERVENSI
eksklusif.
Penyuluhan mengenai ASI eksklusif dilakukan pada :
Hari / tanggal : Senin, 19 Oktober 2020
Lokasi : Rumah Lurah Gantiwarno
Peserta : Ibu hamil di wilayah Ngandong
PELAKSANAAN Penyuluhan dilaksanakan pada hari Senin tanggal 19
Oktober 2020. Peserta yang hadir berjumlah 12 ibu hamil di
wilayah Ngandong. Penyuluhan ini dilaksanakan pada pukul
10.30 WIB. Materi yang diberikan adalah tentang manfaat ASI
eksklusif. Materi penyuluhan disajikan dengan menggunakan
lembar balik. Penyuluhan diawali dengan menanyakan
pengetahuan ibu hamil tentang manfaat ASI ekslusif,
kemudian dilakukan pemaparan materi yang dilaksanakan
kurang lebih selama 20 menit dan dilanjutkan sesi diskusi.
Semua kegiatan dilakukan dengan protokol kesehatan seperti
mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai masker,
dan menjaga jarak.
MONITORING Pelaksanaan penyuluhan berjalan dengan cukup baik. Peserta
DAN EVALUASI
tampak antusias sehingga cukup aktif bertanya dan membuat
diskusi mengenai manfaat ASI esklusif berjalan dengan lancar.
F5
Kegiatan Bulan Imunisasi Anak Sekolah ( BIAS) di SD Muhammadiyah
F6
SEORANG PEREMPUAN USIA 33 TAHUN DENGAN ISK
Anamnesis
a. Keluhan Utama : BAK tidak tuntas
Riwayat penyakit sekarang: Pasien datang dengan keluhan BAK
tidak tuntas sejak 1 minggu yll. Keluhan disertai nyeri pada
perut bagian bawah yang timbul terutama saat akan BAK,
pasien juga mengeluh rasa panas di daerah saluran kencing dan
BAK berwarna kemerahan. Keluhan keputihan, gatal-gatal serta
trauma di area kemaluan disangkal oleh pasien.
Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Hiegene : Tampak terawat
Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36.5o C
Kepala : Mesosefal
Mata : Conjunctiva palpebra anemis (-/-),
ikterik (-/-)
Abdomen
- Inspeksi : Dinding dada lebih tinggi dari
dinding abdomen
- Auskultasi : Bising Usus (+)
- Perkusi : Timpani di seluruh lapang perut
- Palpasi : Nyeri Tekan Hypogastric
Diagnosis: ISK
PERENCANAAN Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan
DAN PEMILIHAN
menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati
INTERVENSI
bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi
risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan
pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan
efek samping yang minimal. Oleh karenan itu pola
pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan
anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta
lainnya. Bermacam cara pengobatan yang dilakukan untuk
berbagai bentuk yang berbeda dari ISK, antara lain :
a. Pengobatan dosis tunggal
b. Pengobatan jangka pendek (10-14 hari)
c. Pengobatan jangka panjang (4-6 minggu)
d. Pengobatan profilaksis dosis rendah
e. Pengobatan supresif.
Terapi Farmakologi
Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah :
a. Eradikasi bakteri penyebab dengan
menggunakan antibiotik yang sesuai
b. Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan
faktor predisposisi
2. KIE :
- Obat diminum sesuai aturan pakai
- Cukup minum air putih
- Menjaga dengan baik kebersihan sekitar organ intim dan
saluran kencing
- Jangan menahan kencing
- Kontrol bila gejala belum membaik
Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Sanam : Bonam
Quo ad Fuctionam : Bonam
Quo ad kosmeticam : Bonam
MONITORING Apabila pasien datang untuk kontrol, dilakukan evaluasi
DAN EVALUASI
terhadap keluhan yang dialami apakah keluhan sudah
berkurang atau belum. Apabila keluhan pasien belum juga
mereda maka perlu dilakukan koreksi terhadap faktor risiko
yang menyebabkan berulangnya infeksi saluran kemih
tersebut dengan disertai edukasi pada pasien agar dapat
memodifikasi faktor risiko tersebut. Selain itu, pasien juga
dapat dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan urin rutin
untuk menganalisa ketepatan dari pemberian obat terutama
obat antibiotik yang digunakan sebagai terapi eradikasi
bakteri penyebab ISK.
b. Keluhan Utama
BAB cair lebih dari 5 kali
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengaku BAB cair sejak tadi malam lebih dari 5 kali,
darah (-), lender (+) seperti cucian beras (-).Keluhan tidak
disertai mual, muntah, maupun nyeri perut.Tetapi pasien juga
mengeluhkan demam yang tidak begitu tinggi sejak kemarin
disertai batuk dan pilek. Riwayat jajan (-) riwayat makan-
makanan pedas (+)
d. Riwayat penyakit dahulu :
Keluhan serupa (-)
Hipertensi (-)
Riwayat mondok (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat alergi obat (-)
f. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Cukup, Compos Mentis
Vital Sign : TD 100/60 N:110x/menit R: 18x/menit
T: 37
Kepala/Leher : CA (-), SI (-), sianosis (-)
Thorax : cor/ cardiomegali (-), S1-S2 reguler
pulmo/ retraksi dinding dada (-), sonor (+/+), vesikuler (+/+),
suara tambahan (-/-)
Abdomen : peristaltik (meningkat), supel (+), NT
(+)ulu hati, timpani (+)
Extremitas : akral hangat (+), nadi kuat (+), CRT<2
detik, edema (-), Tanda dehidrasi (-)
Pemeriksaan Penunjang
Feses Rutin
Warna : Kuning
Konsistensi : Cair
Bau : negative
Darah : negative
Telur cacing : negative
Lendir : (+)
Protozoa : E. Coli
PERENCANAAN Tujuan utama pengobatan dyspesia adalah mengurangi rasa
DAN PEMILIHAN tak nyaman di perut. Berdasarkan teori saat ini penyebab
INTERVENSI
dyspepsia adalah peningkatan zat pelepas hormon gastrin di
lambung, dismotilitas dan hipersensitivitas viseral, psikologis,
infeksi bakteri serta pola diet dan lingkungan. Sehingga
pengobatan terbagi dalam dua kategori, farmakologi dan non
farmakologis.
Pengobatan farmakologis:
1. Antasida
2. Agen penghambat asam: H2 blocker dan PPI
3. Agen prokinetik
4. Antiemetik
5. Antispasmodik
6. Sitoprotektor
Pengobatan non-farmakologis:
1. Pengubahan pola diet
2.Manajemen stres
PELAKSANAAN 1. Rehidrasi :
Bila pasien keadaan umum baik tidak dehidrasi, asupan cairan
yang adekuat dapat dicapai dengan minuman ringan, sari
buah, sup dan keripik asin. Bila pasien kehilangan cairan yang
banyak dan dehidrasi, penatalkasanaan yang agresif seperti
cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonic
mengandung elektrolit dan gula atau starch harus
diberikan.Terapi rehidrasi orla murah, efektif dan lebih
praktis dairpada cairan intravena. Cairan oral antara lain:
ringer laktat dll. Cairan diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam
tergantung kebutuhan dan status dehidrasi.
2. Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-
muntah hebat.Pasien dianjurkan minum minuman sari buah,
the, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti
pisang, nasi, keripik, dan sup.Susu sapi harus dihindarkan
karena adanya defisiensi lactase transien yang disebabkan
oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alcohol
harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan
sekresi usus
3. Obat anti-diare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala.
a) yang paling efektif yaitu derifat opiad missal loperamid,
difenoksilat-atropin dan tinktur opium. Loperamid paling
disukai karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling
kecil. Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat
digunakan tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat
menimbulkan ensefalopati bismuth. Obat antimotilitas
penggunaannya harus hati-hati pada pasien disentri yang
panas (termasuk infeksi shigella) bila tanpa disertai anti
mikroba, karena dapat memperlama penyembuhan penyakit.
b) obat yang mengeraskan tinja: atapulgit 4 x 2 tab/hari,
smectite 3 x 1 saset diberikan tiap diare/BAB encer sampai
diare berhenti.
c) obat anti sekretorik atau anti enkephalinase: Hidrasec 3 x 1
tab/hari.
4. Antimikroba seperti metronidazole pada kasus amoebiasis
MONITORING Diare mudah dicegah antara lain dengan cara:
DAN EVALUASI
1. Mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada lima
waktu penting:
1) sebelum makan
2) setelah buang air besar
3) sebelum memegang bayi
4) setelah menceboki anak dan
5) sebelum menyiapkan makanan;
2. Meminum air minum sehat, atau air yang telah diolah,
antara lain dengan cara merebus, pemanasan dengan sinar
matahari atau proses klorinasi;
3. Pengelolaan sampah yang baik supaya makanan tidak
tercemar serangga (lalat, kecoa, kutu, lipas, dan lain-lain);
4. Membuang air besar dan air kecil pada tempatnya,
sebaiknya menggunakan jamban dengan tangki septik.
SEORANG PEREMPUAN USIA 31 TAHUN DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE II
II. Anamnesis
1. Keluhan Utama: Sering kencing pada malam hari
2. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan
sering kencing pada malam hari. Pasien juga mengeluhkan
kesemutan pada jari-jari kaki dan tangan. Keluhan ini dirasakan
sejak 3 bulan terakhir. Serta,pasien merasakan badan cepat
letih Tiga bulan yang lalu pasien pernah memeriksakan diri ke
mantri dengan keluhan serupa disertai dengan rasa haus terus
menerus dan nafsu makan yang meningkat namun berat badan
turun. Kemudian oleh mantri dilakukan pemeriksaan gula darah
sewaktu dan didapatkan hasil gula darah diatas normal namun
pasien lupa tepatnya berapa. Sejak saat itu pasien
mengonsumsi obat DM yang dibelinya sendiri di apotek
(glibenklamid) dan ini adalah pertama kalinya pasien
memeriksakan diri ke dokter karena merasa keluhannya tidak
berkurang.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat asma/alergi : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
- Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial,
epigastrium dan parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis
sinistra
batas jantung kiri bawah: spatium intercostale V, 1 cm medial
linea medio clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea
sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea
sternalis dextra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 85 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas
normal,bising (-), gallop (-)
- Pulmo
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-).
Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi
Kanan : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Kiri : suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-),
venektasi (-)
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan
lien tidak teraba
II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesa pada tanggal 9
Maret 2021
1. Keluhan Utama
Pusing
4. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
6. Riwayat Gizi
Pasien sehari – hari makan dengan nasi sayur tiga kali sehari @
1 piring dengan lauk tahu tempe, kadang telur, jarang makan
buah dan tidak minum susu.
3. Kulit
Ikterik (-), ekhimosis di kaki (-), turgor menurun (-), kulit kering
(-).
4. Kepala
bentuk mesocephal, rambut warna hitam dan putih
5. Wajah
Simetris, eritema (-)
6. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), perdarahan
subkonjungtiva (-/-), pupil isokor dengan diameter 3 mm/3
mm, reflek cahaya (+/+) normal, oedem palpebra (-/-),
strabismus (-/-), cowong (-/-)
7. Telinga
Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-) gangguan fungsi
pendengaran (-)
8. Hidung
Deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping hidung (-),
sekret (-)
9. Mulut
Sianosis (-), gusi berdarah (-), kering (-), stomatitis (-), pucat (-),
papil lidah atropi (-)
10. Leher
JVP (R+2) cm, trakea di tengah, simetris, pembesaran tiroid (-),
pembesaran kelenjar getah bening (-).
11. Thoraks
Bentuk normochest, simetris, retraksi intercostalis (-),
pernafasan abdominothorakal, sela iga melebar (-)
Jantung :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak, pulsasi precardial,
epigastrium dan parasternal tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat.
Perkusi :
batas jantung kiri atas : spatium intercostale II, linea sternalis
sinistra
batas jantung kiri bawah: spatium intercostale V, 1 cm medial
linea medio clavicularis sinistra
batas jantung kanan atas : spatium intercostale II, linea
sternalis dextra
batas jantung kanan bawah : spatium intercostale IV, linea
sternalis dextra
pinggang jantung : spatium intercostale III, linea parasternalis
sinistra
Kesan : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : HR 85 x/menit, bunyi jantung I-II intensitas
normal,bising (-), gallop (-)
Pulmo Depan
Inspeksi
Statis : simetris, sela iga tidak melebar, iga tidak mendatar.
Dinamis : pengembangan dada simetris kanan = kiri, sela iga
tidak melebar, retraksi intercostal (-). Palpasi
Statis : simetris
Dinamis : pergerakan kanan = kiri, fremitus raba kanan = kiri
Perkusi
Kanan : sonor
Kiri : sonor
Auskultasi
Kanan : Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Pulmo Belakang
Inspeksi :
Statis : punggung kanan kiri simetris
Dinamis : pengembangan dada simetris
Palpasi : fremitus raba simetris
Perkusi : paru kanan sonor, paru kiri sonor
Batas paru kanan bawah setinggi vertebre thoraks VI
Batas paru kiri bawah setinggi vertebre thoraks VII
Penanjakan diafragma : 5 cm kanan sama dengan kiri
Auskultasi:
Kanan: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
Kiri: Suara dasar vesikuler normal, suara tambahan (-)
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada, distended (-),
venektasi (-), sikatrik (-).
Auskultasi : peristaltik (+) normal
Perkusi : tympani, pekak alih (-), ascites (-), undulasi (-)
Palpasi : supel (-), nyeri tekan (-), Ballotement (-), Hepar dan
lien tidak teraba
13. Kelenjar getah bening inguinal
tidak membesar
Terapi Non-farmakologis:
Pengendalian faktor risiko yang dapat saling berpengaruh
terhadap terjadinya hipertensi, hanya terbatas pada faktor
risiko yang dapat diubah, dengan usaha-usaha sebagai
berikut :
a. Mengatasi obesitas/menurunkan kelebihan berat badan
b. Mengurangi asupan garam didalam tubuh
c. Ciptakan keadaan rileks dan melakukan olah raga teratur
Anamnesis
Keluhan utama : Pasien merasakan perut terasa penuh
RPS : Pasien adalah penderita penyakit lambung lama. Keluhan
saat ini perut terasa penuh dan tidak nyaman 3 hari terakhir.
Terkadang pasien merasakan mual dan kembung serta
bersendawa. Riwayat makan tidak teratur 1-4x per hari, sekali
makan langsung porsi banyak.
RPD : -
R. sosial: Keseharian sebagai ibu rumah tangga, sering makan
bersantan dan pedas.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : compos mentis, GCS E4V5M6, kesan
gizi cukup
Vital Sign
Tekanan Darah: 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Diagnosis
Dyspepsia syndrome
PERENCANAAN Tujuan utama pengobatan dyspesia adalah mengurangi rasa
DAN PEMILIHAN
tak nyaman di perut. Berdasarkan teori saat ini penyebab
INTERVENSI
dyspepsia adalah peningkatan zat pelepas hormon gastrin di
lambung, dismotilitas dan hipersensitivitas viseral, psikologis,
infeksi bakteri serta pola diet dan lingkungan. Sehingga
pengobatan terbagi dalam dua kategori, farmakologi dan non
farmakologis.
Pengobatan farmakologis:
1. Antasida
2. Agen penghambat asam: H2 blocker dan PPI
3. Agen prokinetik
4. Antiemetik
5. Antispasmodik
6. Sitoprotektor
Pengobatan non-farmakologis:
1. Pengubahan pola diet
2. Manajemen stres
PELAKSANAAN Pada pasien ini, karena tidak bekerja dan sebagai ibu rumah
tangga, faktor psikologis kemungkinan besar perannya. Saran
agar mengurangi pikiran – pikiran tidak penting dan tidak
memendam uneg – uneg seyogyanya diberikan. Pola makan
yang tidak teratur dan seringnya mengkonsumsi makanan
pedas, bersantan dan asam juga berperan penting dan
disarankan untuk menghindarinya. Terapi farmakologis yang
diberikan adalah antasida tablet kunyah tiga kali sehari
dikombinasikan dengan cimetidine tablet dua kali sehari
untuk menurunkan kadar asam lambung dan menghambat
pengeluaran zat histamin yang menyebabkan
hipersensitivitas viseral.
MONITORING Pasien diberikan edukasi mengenai penyakitnya, meliputi:
DAN EVALUASI
• Menjelaskan pasien tentang penyakitnya
• Menginformasikan tentang pentingnya makan teratur
• Menginformasikan tentang pantangan makanan dan
minuman
• Menginformasikan tentang manajemen stres dan
kepentingannya dalam pengobatan penyakitnya