Anda di halaman 1dari 27

TEKNIK INSTRUMENTASI ORIF FRAKTUR RADIUS ULNA

I. DESKRIPSI SINGKAT
ORIF pada fraktur radius ulna merupakan salah satu tindakan pembedahan
yang diperlukan untuk mereduksi patahan tulang secara terbuka yang kemudian
akan difiksasi dengan menggunakan piringan plat dan scrup. Dalam modul ini
akan dijelaskan beberapa hal yang harus diketahui oleh perawat kamar bedah
terkait dengan teknik instrumentasi ORIF fraktur radius ulna.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat mengetahui dan memahami tentang
penatalaksanaan tindakan ORIF pada pasien dengan kasus fraktur radius ulna
di kamar bedah.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Memahami konsep anatomi fisiologi tulang
2. Memahami konsep fraktur radius ulna
3. Menjelaskan tentang persiapan pasien, alat dan lingkungan pada tindakan
ORIF fraktur radius ulna
4. Mengetahui dan memahami tentang teknik insrumentasi pada tindakan
ORIF fraktur radius ulna
III. POKOK BAHASAN
A. Tinjauan teori
SUB BAHASAN
1. Anatomi Fisiologi Radius Ulna
2. Patofisiologi
3. Mekanisme Cedera
4. Pengertian Fraktur
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Penatalaksanaan
7. Komplikasi
8. Penyulit
9. Konsep ORIF
B. Tenknik Instrumentasi ORIF Fraktur Radius Ulna
1. Defnisi Teknik Instrumentasi ORIF Fraktur Radius Ulna
2. Persiapan Pasien, Lingkungan dan Peralatan pada ORIF Fraktur Radius
Ulna
3. Penatalaksanaan Teknik Instrumentasi ORIF fraktur Radius Ulna
IV. METODE
A. Ceramah dan Tanya Jawab
B. Role Play
C. Praktik Lapangan
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
A. Bahan Ajar
B. LCD
C. Panduan Role Play
D. Panduan Praktik Lapangan
VI. LANGKAH – LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
A. Sesi 1 : Pengkondisian Peserta
Langkah – langkah proses pembelajarannya adalah :
1. Fasilitator menyapa peserta kemudian memperkenalkan diri
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan bahan tayangan
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang dibawakan dengan peserta
melalui curah pendapat maupun dengan pertanyaan yang dijawab oleh
peserta
B. Sesi 2 : Penyampaian Pembahasan Tinjauan Teori
Langkah – langkah proses pembelajarannya yaitu fasilitator menyampaikan
materi tentang tinjauan teori dengan menggunakan bahan tayangan melalui
ceramah dan tanya jawab serta mengajak peserta untuk berpartisipasi dan
berinteraksi dalam pembelajaran
C. Sesi 3 : Penyampaian Pembahasan Teknik Instrumentasi ORIF Fraktur
Radius Ulna
Langkah – langkah proses pembelajarannya yaitu fasilitator menyampaikan
materi tentang teknik instrumentasi ORIF Fraktur Radius Ulna dengan
menggunakan bahan tayangan melalui ceramah dan tanya jawab serta
mengajak peserta untuk berpartisipasi dan berinteraksi dalam pembelajaran
D. Sesi 4 : Penyampaian Kesimpulan dan Evaluasi
Langkah – langkah proses pembelajarannya yaitu fasilitator menyampaikan
simpulan dari materi tentang teknik instrumentasi ORIF pada fraktur radius
ulna kemudian memberi pertanyaan kepada peserta terkait dengan materi yang
telah disampaikan
VII. URAIAN MATERI
A. Tinjauan Teori
1. Anatomi Fisiologi Radius Ulna
1.1 Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price dan
Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia :

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat.
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup
yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin
anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan
kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat
dan elastis (Price dan Wilson, 2006).
Radius adalah tulang disisi lateral lengan bawah, merupakan tulang pipa
dengan sebuah batang dan 2 ujung yang lebih pendek dari pada ulna. Ujung atas
radius kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan permukaan
dangkal yang bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi kepala radius
bersendi dengan taktik radius dan ulna. Dibagian bawah kepala terletak leher, dan
di bawah serta disebelah medial dari leher ada tuberositas radii, yang dikaitkan
pada tendon dari insersi otot biseps. Batang radius disebelah atas batangnya lebih
sempit dan lebih bundar dari pada dibawah dan melebar makin mendekati ujung
bawah. Batangnya melengkung kesebalah luar dan terbagi dalam beberapa
permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan kepada flexor dan pronator
yang letaknya dalam disebalah anterior; dan disebelah posterior memberi kaitan
pada ekstensor dan supinator disebelah dalam lengan bawah dan tangan.

Ligamentum interosea berjalan di radius ke ulna dan memisahkan otot


belakang dari yang depan lengan bawah. Ujung bawah agak berbentuk segiempat
dan masuk dalam formasi dibawah sendi. Persendian inferior dari ujung bawah
radius bersendi dengan skafoid (os.navikular radii) dan tulang semilunar (lunatum)
dalam formasi persendian pergelangan tangan. Permukaan persendian disebelah
medial dari ujung bawah bersendi dengan kepala dari ulna dan formasi persendian
radio ulna inferior. Sebelah lateral dari ujung bawah diperpanjang kebawah menjadi
prosessus stiloid radius (Brunner and Suddarth 2002).
Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat
oleh ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh sendi
radioulnar yang diperkuat oleh ligamen radioulnar, yang mengandung fibrokartilago
triangularis. Membranes interosea memperkuat hubungan ini sehingga radius dan
ulna merupakan satu kesatuan yang kuat. Oleh karena itu, patah yang hanya
mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila patahnya hanya mengenai satu
tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang dekat dengan patah
tersebut. Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antartulang, yaitu otot
supinator, m.pronator teres, m.pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-
supinasi. Ketiga otot itu bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan
ulna menyebabkan patah tulang lengan bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi,
terutama pada radius (Brunner and Suddarth ,2002).
1.2 Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan peran dalam
pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka, tendon, ligament, bursa, dan
jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson,
2006). Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan
membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks tulang dan jaringan
osteoid melalui suatu proses yang di sebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan
jaringan osteoid , osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks
tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran darah dengan demikian maka kadar
fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat
pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis
kanker ke tulang.
Osteosit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi.
Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini
menghasilkan enzim-enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam
yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran
darah. Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara lain:
1). Sebagai kerangka tubuh.
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk tubuh.
2). Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting, misalnya otak
dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung dan paru-paru terdapat pada
rongga dada (cavum thorax) yang di bentuk oleh tulang-tulang kostae (iga).
3). Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan tubuh dan
perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system pengungkit yang di
gerakan oleh otot- otot yang melekat pada tulang tersebut ; sebagai suatu system
pengungkit yang digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat padanya.
4). Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen lain. Tulang
mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh
5). Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk menghasilkan sel- sel
darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu.
(Brunner and Suddarth ,2002)

2. Patofisiologi
Tulang adalah bahan yang rapuh dan meskipun tahan terhadap tekanan, tetapi
tidak mampu menahan daya renggang. Jika tulang ditekan sampai titik batas dimana
akan terjadi fraktur akan timbul gaya tekan dan gaya geser. Arah garis fraktur
ditentukan oleh gaya mana yang lebih menonjol. Dengan demikian bila gaya
renggang tidak ada, maka terjadilah garis fraktur yang melintang, sedang gaya tekan
yang diikuti oleh gaya geser akan menghasilkan garis fraktur yang miring.
Melihat susunan anatomis radius menyebabkan mudah terjadi fraktur terbuka
dan biasanya fragmen frakturnya bergeser. Sering kali fraktur ini melibatkan
kerusakan jaringan lunak berat karena jaringan subkutis di daerah ini sangat tipis
(Kumpulan Ilmu Bedah, 1995). Fraktur terbuka pada fraktur radius sering dilakukan
tindakan ORIF yang akan mengakibatkan gangguan rasa nyaman (nyeri pada lengan).
1). Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b. Faktor intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbs dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
2). Biologi penyembuhan tulang
Tulang biasa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
(1). Fase hematum
a. Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar
fraktur.
b. Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat.
c. Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari
pembuluh darah yang robek
d. Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum dan otot)
(2). Fase proliferasi sel
a. Terjadi 2-5 hari setelah injury
b. Sel – sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum di sekitar lokasi
fraktur
c. Sel – sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kea rah
fragmen tulang
d. Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
(3). Fase pembentukan kallus
a. Terjadi 6-10 hari setelah injury
b. Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
c. Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
(4). Fase konsolidasi
a. Mulai 2-3 minggu setelah injury
b. Callus permanent akhirnya terbentuk tulang mature dengan endapan
garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.
(5). Fase remodelling
a. Dalam waktu lebih 10 minggu lapisan bulbous mengelilingi tulang
khususnya pada lokasi eks fraktur
b. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
c. Pada anak anak remodeling dapat sempurna, sedangkan pada dewasa
masih ada tanda penebalan tulang
(Margareth, 2012)
3. Mekanisme Cedera Fraktur Antebrachi
Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan
menekan kaput radius pada kapitulum. Kaput radius dapat retak atau pecah. Selain itu,
rawan sendi pada kapitulum mungkin memar atau pecah; ini tidak dapat ditemukan
pada pemeriksaan sinar-X tetapi merupakan komplikasi yang penting (Margareth,
2012).

4. Konsep Fraktur
4.1 Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer, 2002).
Menurut Mansjoer (2000) fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Sugeng Jitowiyono, 2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang, baik itu tulang
rawan, sendi, tulang epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. (
Chairuddin, 2000 : 388 )
4.2 Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit di atasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomilitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
4) Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

4.3 Tanda Dan Gejala


a. Deformitas
Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terliht maupun teraba) ektermitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ektermitas normal. Ekstermitas tak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya
otot.
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya perubahan keseimbangan dan struktur / bentuk terjadi seperti:
1) Rotasi pemendekan tulang
2) Penekanan tulang
b. Edema
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma
dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa
jam atau hari setelah cidera.
c. Echumosis (perdarahan subkutan) dari Perdarahan Subculaneous.
d. Spasme otot/spasme involunters
e. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inchi).
f. Tenderness / keempukan.
g. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
h. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan).
i. Pergerakan abnormal.
j. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah.
k. Krepitasi
Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya (uji krepitus
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
l. Hasil foto rontgen yang abnormal. (Sugeng Jitowiyono, 2010)
4.4 Klasifikasi Fraktur
a. Berdasarkan sifat fraktur.
1) Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
a) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
b) Tingkat 2: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
c) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
2) Fraktur terbuka (open / compound), bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit, fraktur terbuka
dibagi menjadi tiga derajat, yaitu:
a) Derajat I
- luka kurang dari 1 cm
- kerusakan jaringan lunak sedikit tidak ada tanda luka remuk.
- Fraktur sederhana, transversal, obliq atau kumulatif ringan.
- Kontaminasi ringan
b) Derajat II
- Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse.
- Fraktur komuniti sedang
c) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan
neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.
b. Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur.
1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau fraktur
pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser
dari posisi normal).
2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang atau
patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang seperti:
a) Buckle atau torus fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
b) Green stick fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
1) Fraktur transversal
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.
2) Fraktur oblik
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi juga.
3) Fraktur spiral
Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi
4) Fraktur kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kea rah
permukaan lain.
5) Fraktur avulse
Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya
pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur komunittif: fraktur dimana garis patah dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut dislokasi fragmen, terbagi atas:
3) Dislokasi ad longitudinal cum contractionum (pergeseran serah sumbu dan
overlapping).
a) Dislokasi ad axim (pegeseran yang membentuk sudut).
b) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
c) Fraktur kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
d) Fraktur patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
f. Berdasarkan lokasi
Tulang panjang dibagi menjadi 3 bagian : proksimal, bagian tengah dan distal.
Fraktur pada tulang panjang dideskripsikan dengan hubungannya dengan posisinya
terhadap tulang. Deskripsi lainnya digunakan saat fraktur mengenai kepala atau
leher dari tulang, melibatkan persendian atau dekat dengan prominen seperti pada
kondilus atau malleolus. (Margareth, 2012)
4.5 Proses Penyembuhan Fraktur
Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha
tubuh untuk memperbaiki kerusakan – kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari
fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor lokal :
a. Lokasi fraktur
b. Jenis tulang yang mengalami fraktur.
c. Reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil.
d. Adanya kontak antar fragmen.
e. Ada tidaknya infeksi.
f. Tingkatan dari fraktur.
Adapun faktor sistemik adalah :
a. Keadaan umum pasien
b. Umur
c. Malnutrisi
d. Penyakit sistemik.
Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa fase, sebagai berikut :
a. Fase Reaktif
1) Fase hematom dan inflamasi
2) Pembentukan jaringan granulasi
b. Fase Reparatif
1) Fase pembentukan callus
2) Pembentukan tulang lamellar
c. Fase Remodelling
Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas
penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder.
a. Proses Penyembuhan Fraktur Primer
Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya
langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas
terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus
menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk membangun
kontinuitas mekanis.
Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling
dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah.
Ada 3persyaratanuntuk remodeling Haversian pada tempat fraktur adalah:
1) Pelaksanaan reduksi yang tepat
2) Fiksasi yang stabil
3) Eksistensi suplay darah yang cukup
Penggunaan plate kompresi dinamis dalam model osteotomi telah diperlihatkan
menyebabkan penyembuhan tulang primer. Remodeling haversian aktif terlihat pada
sekitar minggu ke empat fiksasi.
b. Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder.
Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan
lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5
fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan
remodelling.
1) Fase Inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan
berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang
cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang
mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan
inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel
dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau
pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, Sitokin, dapat membuat kondisi
mikro yang sesuai untuk :
a) Menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra membran
pada tempat fraktur.
b) Menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur.
c) Menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan
osifikasiendokondral yang mengiringinya. (Kaiser 1996).
Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan
pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada
perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan
pembuluh darah tetapi juga berperan faktor – faktor inflamasi yang menimbulkan
kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur
terjadi sampai 2 – 3 minggu.

2) Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir
pada minggu ke 4 – 8.
3) Fase Pembentukan Kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai
terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau
umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini
masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan
berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah
sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume
dibutuhkanuntuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous.
Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari
pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari
faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian
banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-
B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari
osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses
angiogenesis selama penyembuhan fraktur. (chen,et,al,2004).
Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama
osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini
menandakan adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan
mekanis. (Rubin,E,1999) Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang
kemudian berlanjut sampai fase remodelling adalah masa kritis untuk
keberhasilan penyembuhan fraktur. (Ford,J.L,et al,2003).
Jenis-jenis kalus dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus
tersebut berada terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam
waktu 2 minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur
tidak bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus
secara perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah
periosteum periosteal callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang
fraktur. Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi
celah fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam
medulla tulang di sekitar daerah fraktur. (Miller, 2000)

4) Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang
yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan
tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris
pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara
fragmen dengan tulang yang baru.
Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang
cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
5) Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan
bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus
menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada
ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya,
terutama pada anak-anak.
Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.

4.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Foto Rontgen
a. Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur dan garis fraktur secara
langsung.
b. Mengetahui tempat dan type fraktur.
c. Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses
penyembuhan secara periodic.
2. Skor tulang tomography, skor C1, MRI: dapat digunakan mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat (hematokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfuse multiple
atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76) (Sugeng Jitowiyono, 2010)
4.7 Penatalaksanaan
1). Fraktur harus segera diimobilisasi agar hematom fraktur dapat terbentuk dan
untuk memperkecil kerusakan.
2). Penyambungan kembali tulang (reduksi) penting dilakukan agar posisi dan
rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat dilakukan tanpa
intervensi bedah (reduksi tertutup). Apabila diperlukan tindakan bedah untuk
fiksasi (reduksi terbuka), dapat dipasang plate atau screw untuk mempertahankn
sambungan. Mungkin diperlukan traksi untuk mempertahankan reduksi dan
merangsang penyembuhan. (Elizabeth J. Corwin, 2001)
a. Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek.
b. Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang (Sugeng
Jitowiyono, 2010)
3). Fraktur immobilisasi
a. Pembalutan (gips)
b. Eksternal fiksasi
c. Internal fiksasi
d. Pemilihan traksi
4). Perlu dilakukan imobilisasi jangka panjang setelah reduksi agar kalus dan tulang
baru dapat terbentuk. Imobilisasi jangka panjang biasanya dilakukan dengan gips
atau penggunaan bebat.
a. Pembedahan debridement dan irigasi.
b. Imunisasi tetanus
c. Terapi antibiotic prophylactic
d. Immobilisasi (Smeltzer, 2001)

4.8 Komplikasi
1) Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak aadanya nadi, CRT
(capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar,
dan dinding pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Sindrome Kompartemen
Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini
disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips atau pembebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat Embolism Syndrome
Adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning
masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi
rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardia, hipertensi,
takipnea, dan demam.
d. Avaskuler nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedi infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain pembedahan seperti pin an plate.
f. Syok
Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi
pada fraktur.

2) Komplikasi dalam waktu lama


a. Delayed Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang
menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-
5 bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak
bawah).
b. Non Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Mal Union
Penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan
perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
remobilisasi yang baik. (Black, J.M, et.al, 1993) (M. Clevo Rendy, 2012)
4.9 Penyulit
Lesi saraf jarang terjadi pada fraktur tertutup. Apabila terjadi, bisa mengenai
saraf radialis, u1naris maupun medianus atau cabangnya. Cedera saraf radialis
ditemukan pada fraktur Monteggia, sedangkan cedera saraf medianus sering terjadi
pada fraktur radius distal. Karena di lengan bawah terdapat banyak pembuluh darah
kolateral, kerusakan pembuluh darah jarang berakibat berat terhadap lengan bawah.
Penyulit yang segera tampak berupa sindrom kompartemen juga relatif jarang. Apabila
terdapat sindrom ini, biasanya sulit (Margareth, 2012).

4.10 Konsep ORIF (Open Reduction Internal Fixation)


Open Reduction Internal Fixation, apabila diartikan dari masing-masing kata
adalah sebagai berikut; Open berasal dari bahasa Inggris yang berarti buka, membuka,
terbuka (Jamil,1992), Reduction berasal dari bahasa Inggris yang berarti koreksi patah
tulang (Ramali, 1987), Internal berasal dari bahasa Inggris yang berarti dalam
(Ramali, 1987), Fixation berasal dari bahasa Inggris yang berarti keadaan
ditetapkannya dalam satu kedudukan yang tidak dapat berubah (Ramali, 1987). Jadi
dapat disimpulkan sebagai koreksi patah tulang dengan jalan membuka dan memasang
suatu alat yang dapat membuat fragmen tulang tidak dapat bergerak.
Reduksi terbuka adalah tindakan reduksi dan melakukan kesejajaran tulang yang
patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi atau pemajanan tulang yang patah.
Fiksasi interna adalah stabilisasi tulang yang sudah patah yang telah direduksi dengan
skrup, plate, paku dan pin logam. Maka, dapat ditarik kesimpulan Open Reduksi
Internal Fiksasi (ORIF) adalah sebuah prosedur bedah medis, yang tindakannya
mengacu pada operasi terbuka untuk mengatur tulang, seperti yang diperlukan untuk
beberapa patah tulang, fiksasi internal mengacu pada fiksasi sekrup dan piring untuk
mengaktifkan atau memfasilitasi penyembuhan (Brunner&Suddart, 2003).
Metode penatalaksanaan patah tulang dengan cara pembedahan reduksi terbuka
dan fiksasi internal dimana insisi dilakukan pada tempat yang mengalami cedera dan
ditemukan sepanjang bidang anatomik tempat yang mengalami fraktur, fraktur
diperiksa dan diteliti. Hematoma dan jaringan lunak yang menutup garis fraktur
dibersihkan. Fraktur direposisi agar menghasilkan posisi yang normal kembali,
sesudah reduksi, fragmen-fragmen tulang dipertahankan dengan alat – alat ortopedi
berupa pin, plate, srew, paku. (Wim de Jong,m, 2000).
Plate berarti struktur pipih atau lapisan (Dorland,1998). Screw berarti silinder
padat (Dorland,2002). Plate and screw berarti suatu alat untuk fiksasi internal yang
berbentuk struktur pipih yang disertai alat berbentuk silinder padat untuk memfiksasi
daerah yang mengalami perpatahan.
Plate and screw adalah suatu alat untuk menstabilkan patah tulang panjang yang
menggunakan lempeng dan sekrup yang dipasang diluar tulang.
B. Tenknik Instrumentasi ORIF Fraktur Radius Ulna
1. Pengertian
Merupakan metode atau cara perawat instrumen dalam menyiapkan,
merencanakan, mengatur, melaksanakan, dan mamantau instrument atau bahan yang
digunakan selama tindakan ORIF fraktur radius ulna agar dapat berjalan dengan baik
dan lancar
2. Persiapan Lingkungan :
1). Beri alas pada meja operasi
2). Periksa kelayakan fungsi mesin suction, lampu operasi dan foto rontgen,
mesin ESU dan listrik agar bisa digunakan
3). Atur suhu ruangan
3. Persiapan Pasien :
1). Pastikan ketepatan identifikasi pasien
2). Cek Surat Persetujuan Operasi (Informed consent) dan Anestesi
3). Cek penandaan area operasi
4). Cek kelengkapan data lain sesuai checklist lembar serah terima pasien
4. Persiapan Alat-Alat dan Bahan Penunjang :
a. Peralatan Steril
Di Meja Mayo
 Desinfeksi klem/ Dressing forceps : 1 buah
 Towel forceps / duk klem : 5 buah
 Handle mess (Scaple handle) no.3 / no.7 : 1/1 buah
 Pinset chirugis/ Delicate Tissue Forceps : 2 buah
 Pinset anatomis/ Delicate Disseding Forceps : 2 buah
 Gunting metzemboum/ Metzemboum sccisors : 1 buah
 Gunting mayo / gunting kasar/ Mayo sccisors : 1 buah
 Gunting benang / suture scissors : 1 buah
 Mosquito klem/ Baby hoemostatic forceps : 1 buah
 Arteri van pean straight/Pean hoemostatic forceps : 2 buah
 Pean cantik (sweet clamp / chrome clamp) : 1 buah
 Arteri van cocher lurus/Cocher hoemostatic forceps : 2 buah
 Nald voeder/ Needle horder : 2 buah
 Knable tang / bone rongeurs : 1 buah
 Elevator/ Elevatories : 1 buah
 Raspatorium / raspatories : 1 buah
 Bone curret / scrappellapple : 1 buah
 Cobra / hohmann / bone lever : 2 buah
 Hak kombinasi : 2 buah
 Bone tang / bone holding forcep : 2 buah
 Verburgge / bone holder : 2 buah
 Canule suction : 1 buah
Di Meja Instrumen
 Set linen, terdiri dari :
 Duk besar (buntu) : 4 buah
 Duk panjang : 4 buah
 Duk kecil : 4 buah
 Gown / jas operasi / scort : 5 buah
 Handuk steril : 5 buah
 Sarung meja mayo : 1 buah
Set Tambahan
 Bor baterai : 1 buah
 Jack cob / kepala bor : 1 buah
 Chucky key / kunci bor / drilling chuck : 1 buah
 Mata bor / drill 2.5 mm : 2 buah
 Sleave 2.5 mm : 1 buah
 Pengukur / dept gauge : 1 buah
 Tapper 3,5 mm : 1 buah
 Screw drivers : 1 buah
 Bander : 2 buah
 Kotak implan small set : 1 set
 Pinset implan : 1 buah
Di Waskom
 Selang suction : 1 buah
 Handpiece ESU : 1 buah
 Bengkok besar + kecil : 2 / 1 buah
 Round bowls (kom) besar / cucing : 1 / 1 buah
b. Peralatan Non Steril
 Bandage scissors / gunting verban : 1 buah
 Mesin suction : 1 buah
 Mesin Anastesi : 1 buah
 Lampu operasi : 2 buah
 Lampu foto rontgent : 1 buah
 Meja operasi : 1 buah
 Alas meja operasi : 1 buah
 Meja mayo : 1 buah
 Meja instrument : 1 buah
 Standar infus : 1 buah
 Tempat sampah medis : 1 buah
 Mesin diatermi (ESU) / plat diatermi : 1 / 1 buah
 Tourniquet : 1 buah
 Throlly waskom : 2 buah
c. Bahan Habis Pakai
 Handscoen sesuai ukuran : sesuai kebutuhan
 NS 0.9 % : 3000cc
 Deppers steril : 8 buah
 Kasa kecil steril : 4 bendel
 Under pad on/ steril : 2/2 buah
 Paragon mess/Scalpel blade no. 10/ 15 : 1/1 buah
 Spuit 10cc : 2 buah
 Folley catheter no.16 : 1 buah
 Urobag : 1 buah
 Povidone iodine 10% : 250 cc
 Elastic bandage no. 10 cm : 1 buah
 Softband no. 10 : 2 buah
 Cairan normal saline/NS 0,9% 1 liter : 2 buah
 Steril drape : 1 buah
 Water for Injection : 1 buah
 Tule Dressing : 1 buah
 Cairan chlorhexidine 4 % : 50 cc
 Poliglicolik acid 3.0 : 2 buah
 Polipropylene 4.0 : 1 buah

1. Teknik Instrumentasi :
1. Diruang Premedikasi/ Sebelum pasien dilakukan pembiusan di tanyakan ke
pasien, Identitas pasien, rencana tindakan, persetujuan tindakan operasi,
penandaan area operasi, riwayat alergi obat, dll sesuai checklist (Sign In).
2. Setelah pasien ditidurkan terlentang (supinasi) dengan tangan terlentang dan
mendapat general anestesi (GA), Circulating nurse :
 pasang folley catheter no.16 + urobag
 cuci lapangan operasi dengan sabun antiseptik dan dikeringkan dengan
doek kecil steril
 pasang torniquet bila diperlukan
 Pasang ground pada tungkai kaki kanan pasien dan tourniquet pada lengan
kiri.
3. Perawat instrumen:
Lakukan surgical scrub, gowning dan gloving, kemudian bantu operator dan
asisten mengenakan handuk steril + gown + handscone steril sesuai ukuran.
4. Berikan disinfeksi klem + povidone iodine + deepers dalam bengkok dan cucing
kepada asisten 1 dan operator untuk dilakukan disinfeksi area operasi.
5. Berikan underpad steril pada operator untuk alas pada tangan sebelah kiri
6. Drapping area operasi:
 pasang duk besar untuk bagian bawah tangan pasien,
 berikan 1 duk kecil (Segitiga) dan 1 duk klem untuk bagian proksimal
tangan penderita,
 pasang duk besar untuk menutupi tubuh pasien, ulangi 2x
 tambahkan duk dan bedi bawah area operasi lalu fiksasi dengan duk klem
 berikan steril drape untuk menutup area operasi,
 pasang slang suction dan kabel couter lalu fiksasi dengan duk klem di dekat
area ops
7. Dekatkan meja mayo, meja instrument dan baskom.
8. Tim bedah melakukan “time out briefing” ( konfirmasi nama klien, umur,
ruangan / bangsal, diagnosa, jenis tindakan, tim operasi, antibiotik, lama operasi
dan antisipasi kejadian kritis / Time Out).
9. Sebelum incisi, pastikan torniquet dipompa bila digunakan
ORIF P-S TULANG RADIUS
10. Berikan mess 1 pada operator untuk membuka kulit.
11. Berikan pean cantik dan kassa serta coutter pada assisten untuk merawat
perdarahan dan pinset cirurgis untuk membuka area insisi.
12. Setelah fat terlihat berikan mess 2 sampai ketemu fasia, kemudian berikan
gunting kasar untuk membuka fasia
13. berikan langenback (2) pada asisten memperluas lapang pandang operasi.
14. Rawat perdarahan berikan operator pean manis dan coutter, berikan asisten
suction.
15. Berikan raspatorium pada operator untuk membuka otot lapis demi lapis sampai
nampak tulang.
16. Berikan cobra pada asisten atau operator untuk mengelevasikan tulang
17. Berikan bone tang/ reduction untuk memegang fragmen tulang
18. Berikan bone curretes dan semprot dengan NS 0,9% menggunakan spuit 10cc
19. Berikan knable apabila terdapat jaringan fibrokalus
20. Lakukan cara yang sama pada fragmen tulang yang satunya
21. Operator melakukan proses reduksi
22. Berikan plate sesuai kebutuhan
23. Berikan verburgee untuk memfiksasi tulang dan plate.
24. Berikan bor listrik yang telah dipasang mata bor ukuran 2.5 mm pada operator
dan berikan juga sleave untuk melindungi jaringan sekitarnya. Pada saat
mengebor semprot dengan cairan NS menggunakan spuit 10 cc.
25. Setelah dibor berikan pengukur atau penduga untuk menentukan ukuran screw
26. Berikan tapper untuk membuat alur, kemudian berikan screw sesuai ukuran
27. Lakukan langkah 22 - 24 sampai jumlah screw yang diminta terpasang semua,
Plate terpasang, tutup luka dengan kassa
28. ORIF P-S ULNA
Ulangi langkah 9 – 25 untuk teknik instrumentasi pada bagian tulang ulna
29. Setelah tindakan definitiv selesai, cek kembali garis fraktur yang telah
direduksi, pastikan kesejajaran tulang dan rotasinya. Kemudian cek ketabilan
fiksasinya.
30. Matikan torniquet lalu rawat perdarahan, siapkan kasa untuk menekan
perdarahan kemudian berikan klem pean hemostatic untuk merawat perdarahan
31. Setelah perdarahan terkontrol, taruh bengkok dibawah area operasi untuk irigasi
luka.
32. Cuci dengan NS 0,9% sebanyak 1 liter bagian radius dan 1 liter bagian ulna,
assisten menyedot dengan suction dan operator membersihkan dengan kassa.
33. Lakukan Sign Out sebelum lapangan operasi ditutup
34. Siapkan benang untuk menutup luka operasi. Fasia sampai dengan fat dijahit
dengan memberikan neddle horder dan poly glycolic acid no 2.0/3.0 dan kulit
dengan propiline 3-0/4-0.
35. Setelah proses penutupan luka selesai, bersihkan area operasi dengan kassa yang
dibasahi dengan NS lalu keringkan dengan kassa.
36. Tutup luka operasi dengan sufratule, kemudian kassa kering, dan hypafix.
37. Kemudian balut dengan softban 10 cm lalu elastic bandage 10 cm.
38. Operasi selesai lalu bersihkan pasien

VIII. REFERENSI
A. Technical Surgical
B. Modul Pelatihan
C. Manual Operating Room Nursing
IX. LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai