I. DESKRIPSI SINGKAT
ORIF pada fraktur radius ulna merupakan salah satu tindakan pembedahan
yang diperlukan untuk mereduksi patahan tulang secara terbuka yang kemudian
akan difiksasi dengan menggunakan piringan plat dan scrup. Dalam modul ini
akan dijelaskan beberapa hal yang harus diketahui oleh perawat kamar bedah
terkait dengan teknik instrumentasi ORIF fraktur radius ulna.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN
A. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti materi ini, peserta dapat mengetahui dan memahami tentang
penatalaksanaan tindakan ORIF pada pasien dengan kasus fraktur radius ulna
di kamar bedah.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:
1. Memahami konsep anatomi fisiologi tulang
2. Memahami konsep fraktur radius ulna
3. Menjelaskan tentang persiapan pasien, alat dan lingkungan pada tindakan
ORIF fraktur radius ulna
4. Mengetahui dan memahami tentang teknik insrumentasi pada tindakan
ORIF fraktur radius ulna
III. POKOK BAHASAN
A. Tinjauan teori
SUB BAHASAN
1. Anatomi Fisiologi Radius Ulna
2. Patofisiologi
3. Mekanisme Cedera
4. Pengertian Fraktur
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Penatalaksanaan
7. Komplikasi
8. Penyulit
9. Konsep ORIF
B. Tenknik Instrumentasi ORIF Fraktur Radius Ulna
1. Defnisi Teknik Instrumentasi ORIF Fraktur Radius Ulna
2. Persiapan Pasien, Lingkungan dan Peralatan pada ORIF Fraktur Radius
Ulna
3. Penatalaksanaan Teknik Instrumentasi ORIF fraktur Radius Ulna
IV. METODE
A. Ceramah dan Tanya Jawab
B. Role Play
C. Praktik Lapangan
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
A. Bahan Ajar
B. LCD
C. Panduan Role Play
D. Panduan Praktik Lapangan
VI. LANGKAH – LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
A. Sesi 1 : Pengkondisian Peserta
Langkah – langkah proses pembelajarannya adalah :
1. Fasilitator menyapa peserta kemudian memperkenalkan diri
2. Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan bahan tayangan
3. Melakukan apersepsi tentang materi yang dibawakan dengan peserta
melalui curah pendapat maupun dengan pertanyaan yang dijawab oleh
peserta
B. Sesi 2 : Penyampaian Pembahasan Tinjauan Teori
Langkah – langkah proses pembelajarannya yaitu fasilitator menyampaikan
materi tentang tinjauan teori dengan menggunakan bahan tayangan melalui
ceramah dan tanya jawab serta mengajak peserta untuk berpartisipasi dan
berinteraksi dalam pembelajaran
C. Sesi 3 : Penyampaian Pembahasan Teknik Instrumentasi ORIF Fraktur
Radius Ulna
Langkah – langkah proses pembelajarannya yaitu fasilitator menyampaikan
materi tentang teknik instrumentasi ORIF Fraktur Radius Ulna dengan
menggunakan bahan tayangan melalui ceramah dan tanya jawab serta
mengajak peserta untuk berpartisipasi dan berinteraksi dalam pembelajaran
D. Sesi 4 : Penyampaian Kesimpulan dan Evaluasi
Langkah – langkah proses pembelajarannya yaitu fasilitator menyampaikan
simpulan dari materi tentang teknik instrumentasi ORIF pada fraktur radius
ulna kemudian memberi pertanyaan kepada peserta terkait dengan materi yang
telah disampaikan
VII. URAIAN MATERI
A. Tinjauan Teori
1. Anatomi Fisiologi Radius Ulna
1.1 Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk
melekatnya otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan
tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat (Price dan
Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang manusia :
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat.
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup
yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin
anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan
kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat
dan elastis (Price dan Wilson, 2006).
Radius adalah tulang disisi lateral lengan bawah, merupakan tulang pipa
dengan sebuah batang dan 2 ujung yang lebih pendek dari pada ulna. Ujung atas
radius kecil dan memperlihatkan kepala berbentuk kancing dengan permukaan
dangkal yang bersendi dengan kapitulum dari humerus. Sisi-sisi kepala radius
bersendi dengan taktik radius dan ulna. Dibagian bawah kepala terletak leher, dan
di bawah serta disebelah medial dari leher ada tuberositas radii, yang dikaitkan
pada tendon dari insersi otot biseps. Batang radius disebelah atas batangnya lebih
sempit dan lebih bundar dari pada dibawah dan melebar makin mendekati ujung
bawah. Batangnya melengkung kesebalah luar dan terbagi dalam beberapa
permukaan, yang seperti pada ulna memberi kaitan kepada flexor dan pronator
yang letaknya dalam disebalah anterior; dan disebelah posterior memberi kaitan
pada ekstensor dan supinator disebelah dalam lengan bawah dan tangan.
2. Patofisiologi
Tulang adalah bahan yang rapuh dan meskipun tahan terhadap tekanan, tetapi
tidak mampu menahan daya renggang. Jika tulang ditekan sampai titik batas dimana
akan terjadi fraktur akan timbul gaya tekan dan gaya geser. Arah garis fraktur
ditentukan oleh gaya mana yang lebih menonjol. Dengan demikian bila gaya
renggang tidak ada, maka terjadilah garis fraktur yang melintang, sedang gaya tekan
yang diikuti oleh gaya geser akan menghasilkan garis fraktur yang miring.
Melihat susunan anatomis radius menyebabkan mudah terjadi fraktur terbuka
dan biasanya fragmen frakturnya bergeser. Sering kali fraktur ini melibatkan
kerusakan jaringan lunak berat karena jaringan subkutis di daerah ini sangat tipis
(Kumpulan Ilmu Bedah, 1995). Fraktur terbuka pada fraktur radius sering dilakukan
tindakan ORIF yang akan mengakibatkan gangguan rasa nyaman (nyeri pada lengan).
1). Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b. Faktor intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbs dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang. (Ignatavicius, Donna D, 1995).
2). Biologi penyembuhan tulang
Tulang biasa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk
oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
(1). Fase hematum
a. Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar
fraktur.
b. Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat.
c. Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari
pembuluh darah yang robek
d. Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum dan otot)
(2). Fase proliferasi sel
a. Terjadi 2-5 hari setelah injury
b. Sel – sel berproliferasi dari lapisan dalam periosteum di sekitar lokasi
fraktur
c. Sel – sel ini menjadi precursor osteoblast dan aktif tumbuh kea rah
fragmen tulang
d. Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang
(3). Fase pembentukan kallus
a. Terjadi 6-10 hari setelah injury
b. Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus)
c. Kallus memberikan rigiditas pada fraktur
(4). Fase konsolidasi
a. Mulai 2-3 minggu setelah injury
b. Callus permanent akhirnya terbentuk tulang mature dengan endapan
garam kalsium yang menyatukan tulang yang patah.
(5). Fase remodelling
a. Dalam waktu lebih 10 minggu lapisan bulbous mengelilingi tulang
khususnya pada lokasi eks fraktur
b. Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast
c. Pada anak anak remodeling dapat sempurna, sedangkan pada dewasa
masih ada tanda penebalan tulang
(Margareth, 2012)
3. Mekanisme Cedera Fraktur Antebrachi
Jatuh pada tangan yang terentang dapat memaksa siku ke dalam valgus dan
menekan kaput radius pada kapitulum. Kaput radius dapat retak atau pecah. Selain itu,
rawan sendi pada kapitulum mungkin memar atau pecah; ini tidak dapat ditemukan
pada pemeriksaan sinar-X tetapi merupakan komplikasi yang penting (Margareth,
2012).
4. Konsep Fraktur
4.1 Pengertian Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya (Smeltzer, 2002).
Menurut Mansjoer (2000) fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa (Sugeng Jitowiyono, 2010).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang, baik itu tulang
rawan, sendi, tulang epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. (
Chairuddin, 2000 : 388 )
4.2 Etiologi
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit di atasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor
dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomilitis: dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat
timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis: suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi
diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau
oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
4) Secara spontan: disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada
penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
2) Fase proliferasi
Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari
osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan
proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan
ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan
melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal
pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur
kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 – 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir
pada minggu ke 4 – 8.
3) Fase Pembentukan Kalus
Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai
terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau
umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini
masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan wovenbone. Pertumbuhan jaringan
berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah
sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan
fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume
dibutuhkanuntuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan
jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu
agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous.
Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari
pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari
faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian
banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-
B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari
osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular
Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses
angiogenesis selama penyembuhan fraktur. (chen,et,al,2004).
Pusat dari kalus lunak adalah kartilogenous yang kemudian bersama
osteoblast akan berdiferensiasi membentuk suatu jaringan rantai osteosit, hal ini
menandakan adanya sel tulang serta kemampuan mengantisipasi tekanan
mekanis. (Rubin,E,1999) Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang
kemudian berlanjut sampai fase remodelling adalah masa kritis untuk
keberhasilan penyembuhan fraktur. (Ford,J.L,et al,2003).
Jenis-jenis kalus dikenal beberapa jenis kalus sesuai dengan letak kalus
tersebut berada terbentuk kalus primer sebagai akibat adanya fraktur terjadi dalam
waktu 2 minggu Bridging (soft) callus terjadi bila tepi-tepi tulang yang fraktur
tidak bersambung. Medullary (hard) Callus akan melengkapi bridging callus
secara perlahan-lahan. Kalus eksternal berada paling luar daerah fraktur di bawah
periosteum periosteal callus terbentuk di antara periosteum dan tulang yang
fraktur. Interfragmentary callus merupakan kalus yang terbentuk dan mengisi
celah fraktur di antara tulang yang fraktur. Medullary callus terbentuk di dalam
medulla tulang di sekitar daerah fraktur. (Miller, 2000)
4) Stadium Konsolidasi
Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang
yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan
tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris
pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara
fragmen dengan tulang yang baru.
Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang
cukup kuat untuk menerima beban yang normal.
5) Stadium Remodelling.
Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan
bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus
menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi.
Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada
ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya,
terutama pada anak-anak.
Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi.
4.8 Komplikasi
1) Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak aadanya nadi, CRT
(capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar,
dan dinding pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan darurat splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. Sindrome Kompartemen
Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini
disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh
darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips atau pembebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat Embolism Syndrome
Adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang
panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning
masuk ke aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi
rendah. Hal tersebut ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardia, hipertensi,
takipnea, dan demam.
d. Avaskuler nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia.
e. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedi infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan
bahan lain pembedahan seperti pin an plate.
f. Syok
Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi
pada fraktur.
1. Teknik Instrumentasi :
1. Diruang Premedikasi/ Sebelum pasien dilakukan pembiusan di tanyakan ke
pasien, Identitas pasien, rencana tindakan, persetujuan tindakan operasi,
penandaan area operasi, riwayat alergi obat, dll sesuai checklist (Sign In).
2. Setelah pasien ditidurkan terlentang (supinasi) dengan tangan terlentang dan
mendapat general anestesi (GA), Circulating nurse :
pasang folley catheter no.16 + urobag
cuci lapangan operasi dengan sabun antiseptik dan dikeringkan dengan
doek kecil steril
pasang torniquet bila diperlukan
Pasang ground pada tungkai kaki kanan pasien dan tourniquet pada lengan
kiri.
3. Perawat instrumen:
Lakukan surgical scrub, gowning dan gloving, kemudian bantu operator dan
asisten mengenakan handuk steril + gown + handscone steril sesuai ukuran.
4. Berikan disinfeksi klem + povidone iodine + deepers dalam bengkok dan cucing
kepada asisten 1 dan operator untuk dilakukan disinfeksi area operasi.
5. Berikan underpad steril pada operator untuk alas pada tangan sebelah kiri
6. Drapping area operasi:
pasang duk besar untuk bagian bawah tangan pasien,
berikan 1 duk kecil (Segitiga) dan 1 duk klem untuk bagian proksimal
tangan penderita,
pasang duk besar untuk menutupi tubuh pasien, ulangi 2x
tambahkan duk dan bedi bawah area operasi lalu fiksasi dengan duk klem
berikan steril drape untuk menutup area operasi,
pasang slang suction dan kabel couter lalu fiksasi dengan duk klem di dekat
area ops
7. Dekatkan meja mayo, meja instrument dan baskom.
8. Tim bedah melakukan “time out briefing” ( konfirmasi nama klien, umur,
ruangan / bangsal, diagnosa, jenis tindakan, tim operasi, antibiotik, lama operasi
dan antisipasi kejadian kritis / Time Out).
9. Sebelum incisi, pastikan torniquet dipompa bila digunakan
ORIF P-S TULANG RADIUS
10. Berikan mess 1 pada operator untuk membuka kulit.
11. Berikan pean cantik dan kassa serta coutter pada assisten untuk merawat
perdarahan dan pinset cirurgis untuk membuka area insisi.
12. Setelah fat terlihat berikan mess 2 sampai ketemu fasia, kemudian berikan
gunting kasar untuk membuka fasia
13. berikan langenback (2) pada asisten memperluas lapang pandang operasi.
14. Rawat perdarahan berikan operator pean manis dan coutter, berikan asisten
suction.
15. Berikan raspatorium pada operator untuk membuka otot lapis demi lapis sampai
nampak tulang.
16. Berikan cobra pada asisten atau operator untuk mengelevasikan tulang
17. Berikan bone tang/ reduction untuk memegang fragmen tulang
18. Berikan bone curretes dan semprot dengan NS 0,9% menggunakan spuit 10cc
19. Berikan knable apabila terdapat jaringan fibrokalus
20. Lakukan cara yang sama pada fragmen tulang yang satunya
21. Operator melakukan proses reduksi
22. Berikan plate sesuai kebutuhan
23. Berikan verburgee untuk memfiksasi tulang dan plate.
24. Berikan bor listrik yang telah dipasang mata bor ukuran 2.5 mm pada operator
dan berikan juga sleave untuk melindungi jaringan sekitarnya. Pada saat
mengebor semprot dengan cairan NS menggunakan spuit 10 cc.
25. Setelah dibor berikan pengukur atau penduga untuk menentukan ukuran screw
26. Berikan tapper untuk membuat alur, kemudian berikan screw sesuai ukuran
27. Lakukan langkah 22 - 24 sampai jumlah screw yang diminta terpasang semua,
Plate terpasang, tutup luka dengan kassa
28. ORIF P-S ULNA
Ulangi langkah 9 – 25 untuk teknik instrumentasi pada bagian tulang ulna
29. Setelah tindakan definitiv selesai, cek kembali garis fraktur yang telah
direduksi, pastikan kesejajaran tulang dan rotasinya. Kemudian cek ketabilan
fiksasinya.
30. Matikan torniquet lalu rawat perdarahan, siapkan kasa untuk menekan
perdarahan kemudian berikan klem pean hemostatic untuk merawat perdarahan
31. Setelah perdarahan terkontrol, taruh bengkok dibawah area operasi untuk irigasi
luka.
32. Cuci dengan NS 0,9% sebanyak 1 liter bagian radius dan 1 liter bagian ulna,
assisten menyedot dengan suction dan operator membersihkan dengan kassa.
33. Lakukan Sign Out sebelum lapangan operasi ditutup
34. Siapkan benang untuk menutup luka operasi. Fasia sampai dengan fat dijahit
dengan memberikan neddle horder dan poly glycolic acid no 2.0/3.0 dan kulit
dengan propiline 3-0/4-0.
35. Setelah proses penutupan luka selesai, bersihkan area operasi dengan kassa yang
dibasahi dengan NS lalu keringkan dengan kassa.
36. Tutup luka operasi dengan sufratule, kemudian kassa kering, dan hypafix.
37. Kemudian balut dengan softban 10 cm lalu elastic bandage 10 cm.
38. Operasi selesai lalu bersihkan pasien
VIII. REFERENSI
A. Technical Surgical
B. Modul Pelatihan
C. Manual Operating Room Nursing
IX. LAMPIRAN