Anda di halaman 1dari 21

TRANSTHEORETICAL MODEL

Transtheoretical Model adalah perubahan perilaku atas kesiapan individu untuk memiliki tindakan yang lebih sehat,
memberikan strategi, atau proses perubahan untuk memandu individu untuk berperilaku sehat melalui tahapan
perubahan dan pemeliharaan kesehatan. Model ini menjelaskan bagaimana individu memodifikasi perilaku yang
menjadi masalah dan memperoleh perilaku positif. Transtheorical model adalah model yang fokus pada pembuatan
keputusan oleh individu. Asumsi dasar model ini adalah pada dasarnya individu tidak dapat merubah perilaku dalam
waktu yang singkat, terutama pada perilaku yang menjadi kebiasaan sehari-hari. Terdapat lima tahapan menuju
perubahan bagi individu: Pre-contemplation, Contemplation, Preparation, Action, dan Maintanance.

            Model transteoritikal merupakan model biopsikososial yang integratif, mengenai perubahan perilaku yang
disengaja.Tidak seperti model ataupun teori perilaku lainnya yang eksklusif hanya terfokus pada dimensi tertentu,
seperti pengaruh sosial atau biologi.

            Model ini juga berupaya menyatukan dan mengintegrasikan konstruksi kunci dari beberapa teori menjadi
suatu model perubahan perilaku yang komperhensif agar dapat digunakan dalam beragam perilaku, populasi dan
keadaan (pengobatan, upaya pencegahan, atau upaya pembuat kebijakan).

            The Transtheoretical Model menurut Prochaska dan DiClemente (1983) adalah suatu model yang integratif
tentang perubahan perilaku. Kunci pembangun dari teori lain yang terintegrasi. Model ini menguraikan bagaimana
orang-orang memodifikasi perilaku masalah atau memperoleh suatu perilaku yang positif dari perubahan perilaku
tersebut.

            Model ini adalah suatu perubahan yang disengaja untuk mengambil suatu keputusan dari individu tersebut.
Model melibatkan emosi, pengamatan dan perilaku, melibatkan pula suatu kepercayaan diri.

            Model ini dikembangkan dari pengalaman dalam pelaksanaan program yang berhubungan dengan perilaku
merokok dan pemakaian obat-obatan terlarang. Program ini meneliti perubahan sebagai sesuatu proses dan
mengakui bahwa tiap orang memiliki tingkat kesediaan atau motivasi yang berbeda untuk berubah. Transtheoretical
model mengemukakan enam tahap (stage) terpisah.  Melalui tahap-tahap ini, seseorang dapat berubah ke arah
perilaku sehat jangka panjang yang positif. Enam tahap tersebut adalah:

1. Pra Kontemplasi (belum menyatakan/ belum siap untuk berubah)

2. Kontemplasi (mempertimbangkan untuk berubah)

3. Persiapan (komitmen yang serius untuk berubah)

4. Aksi (perubahan di mulai)

5. Pemeliharaan ( mempertahankan perubahan)

Tahap Perubahan menurut Transtheoretical model

 Pra Perenungan (Precontemplation)

            Pada tahap ini seseorang tidak peduli untuk melakukan aksi terhadap masa depan yang dapat diperkirakan.
Pengukuran biasanya diukur dalam enam bulan berikutnya.Rasa ketidakpedulian ini terjadi disebabkan oleh kurang
tahunya mengenai konsekuensi suatu perilaku.

 Perenungan (Contemplation)

            Pada tahap ini seseorang peduli untuk berubah pada enam bulan berikutnya.Individu lebih peduli dalam
kemungkinan perubahan.Akan tetapi, seringkali peduli terhadap konsekuensi secara akut.
 Persiapan (Preparation)

            Pada tahap ini seseorang peduli melakukan aksi dengan secepatnya di masa mendatang.Pengukuran
dilakukan biasanya pada bulan berikutnya.Seseorang pada tahap ini secara khusus melakukan beberapa aksi yang
signifikan pada tahun sebelumnya.

 Aksi (Action)

            Tahap dimana seseorang telah melakukan modifikasi spesifik pada gaya hidupnya selama enam bulan
terakhir. Pada tahap ini aksi sudah dapat diamati. Dalam transtheoretical model, aksi hanya ada sekali dari lima
tahap dan tidak semua modifikasi perilaku disebut aksi.

 Pemeliharan (Maintenance)

            Pada tahap yang terakhir ini seseorang berupaya untuk mecegah munculnya perilaku yang tidak diinginkan.
Akan tetapi seringkali seseorang tidak menerapkan proses perubahan aksinya.

APLIKASI TRANSTHEORETICAL MODEL

            Model ini sebelumnya telah diterapkan dalam berbagai masalah perilaku. Berhenti merokok, olahraga, diet
rendah lemak, pengujian radon, penyalahgunaan alkohol, mengontrol berat badan, penggunaan kondom untuk
perlindungan HIV, perubahan organisasi, penggunaan tabir surya untuk mencegah kanker kulit, penyalahgunaan
obat, kepatuhan medis, skrining mamografi, dan manajemen stres. Salah satu contoh yang akan dijelaskan secara
rinci adalah berhenti merokok.

1. Pra kontemplasi: Perokok cenderung menghindari membaca, berbicara atau berpikir tentang bahaya rokok.
2. Kontemplasi: Orang tersebut (perokok) sudah mulai mengetahui atau menyadari bahwa perilaku yang ia
miliki adalah sebuah masalah dan mulai melihat keuntungan dan kerugian yang bisa ditimbulkan jika ia tetap
melakukan perilaku tersebut.
3. Persiapan: Orang tersebut sudah mulai memiliki keinginan untuk melakukan perubahan perilaku dan
mungkin ia mulai dari sesuatu yang kecil, seperti perlahan-lahan mengurangi jumlah rokok yang biasanya
dihabiskan
4. Aksi: Perokok sudah memulai untuk tidak merokok lagi.
5. Pemeliharaan: Perokok mempertahankan untuk tidak merokok lagi walaupun kadang terdapat godaan.

Aplikasi transtheoritical model juga dapat dilakukan pada program diet seseorang. Dengan tahap-tahapannya adalah:

1. Pra kontemplasi: Awalnya orang yang memiliki bentuk tubuh kurang ideal dan memiliki permasalahan
dalam kesehatan tubuh menghindari segala promosi program diet. Bahkan, terkesan tidak percaya dengan segala
program diet yang ada.
2. Kontemplasi: Orang tersebut sudah mulai mengetahui atau menyadari bahwa perilaku yang ia miliki adalah
sebuah masalah dan mulai melihat keuntungan dan kerugian yang bisa ditimbulkan jika ia tetap melakukan
perilaku tersebut.
3. Persiapan: Orang tersebut sudah mulai memiliki keinginan untuk melakukan perubahan perilaku dan
mungkin ia mulai dari sesuatu yang kecil, seperti perlahan-lahan membenahi pola makan dan melakukan
olahraga meski belum rutin.
4. Aksi: Pemilik tubuh yng kurang ideal sudah memulai untuk mengatur pola makan dan melakukan olahraga
rutin.
5. Pemeliharaan: Orang tersebut mempertahankan untuk tetap mengatur pola makan yang baik dan olahraga
ketat, bahkan mungkin sampai menghitung kadar kandungan yang ada di tiap makanan.

http://hanif-fpsi13.web.unair.ac.id/artikel_detail-155439-Psychology-Transtheoretical%20Model
%20dan%20Penerapannya.html
Aplikasi Teori perilaku  Transtheoritical Model
Judul Jurnal “Application of the Transtheoretical Model for HIV Prevention in a Facility-
Based and a Community-Level Behavioral Intervention Research Study”
Fokus dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan penggunaan kondom dan kontrasepsi.
Model ini diaplikasi dengan dua pendekatan intervensi yang berbeda yaitu  fasilitas-based 
intervensi (konseling individual untuk perempuan di klinik, penampungan, dan pusat-pusat
perawatan narkoba) dan intervensi pada tingkat masyarakat (termasuk produksi media kecil
bahan, jalan penjangkauan, dan masyarakat mobilisasition). Pada penelitian ini menunjukkan
bahwa transtheoretical model memiliki nilai untuk desain dan  pelaksanaan program pencegahan
HIV.
Contoh Intervensi untuk mencegah  HIV dengan menggunakan kondom :
1.    Precontemplation
Wanita/mereka tidak berniat dalam menggunakan kondom secara konsisten dalam hubungan badan pada masa
mendatang (6 bulan ke depan).
2.    Contemplation
Mereka sudah memikir serius/niat dalam menggunakan kondom secara konsisten dalam berikutnya 6 bulan tetapi
belum membuat komitmen untuk mengambil indakan dalam waktu dekat).
3.    Preparation
Mereka sudah berniat untuk mulai menggunakan kondom setiap kali mereka berhubungan badan pada 1 bulan
kedepan dan mungkin sudah mulai menggunakan tapi  tidak konsisten).
4.    Action
Mereka telah mulai menggunakan kondom setiap kali berhubungan intim tetapi merek melakukannya masih kurang
dari 6 bulan).
5.    Maintenance
(Kondom telah digunakan pada setiap tindakan hubungan seksual selama 6 bulan atau lebih).
http://mynewbloglindut.blogspot.com/2016/11/transtheoretical-model-mata-kuliah.html

 Model transtheoretical adalah suatu model yang diterapkan untuk menilai kesiapan
seorang individu untuk bertidak atas perilaku sehat yang baru dan memberikan strategi atau
proses perubahan untuk memandu setiap individu melalui tahapan perubahan untuk bertindak
dalam pemeliharaan kesehatan. Suatu model yang teoritis tentang perubahan perilaku, yang telah
(menjadi) basis untuk mengembangkan intervensi yang efektif untuk mempromosikan perubahan
perilaku kesehatan. Transteoretical model ini adalah sebuah model integrative pada perubahan
perilaku.

Model Transtheoretical adalah model perubahan yang disengaja. Ini adalah model yang
berfokus pada pengambilan keputusan individu. pendekatan lain untuk promosi kesehatan telah
berfokus terutama pada pengaruh sosial terhadap perilaku atau pengaruh biologis terhadap
perilaku. Untuk merokok, sebuah contoh dari pengaruh sosial akan menjadi model pengaruh peer
(Flay, 1985) atau perubahan kebijakan (Velicer, Laforge, Levesque, & Fava, 1994). Contoh
pengaruh biologis akan model pengaturan nikotin (Leventhal & Cleary, 1980; Velicer, Redding,
Richmond, Greeley, & Swift, 1992) dan terapi penggantian (Fiore. Smith, Jorenby, & Baker,
1994). Dalam konteks Model Transtheoretical, ini dipandang sebagai pengaruh luar, berdampak
melalui individu.
Model ini melibatkan emosi, kognisi, dan perilaku. Ini melibatkan kepercayaan pada diri-
laporan. Misalnya, dalam berhenti merokok, laporan diri telah terbukti sangat akurat (Velicer,
Prochaska, Rossi, & Snow 1992). pengukuran yang akurat memerlukan serangkaian item jelas
bahwa individu dapat merespon secara akurat dengan sedikit kesempatan untuk distorsi.
Pengukuran isu sangat penting dan salah satu langkah penting untuk aplikasi model melibatkan
pengembangan langkah-langkah pendek, handal, dan berlaku dari kunci konstruksi.
Transtheoretical Model mengusulkan satu set membangun format itu adalah suatu ruang hasil
multivariate dan meliputi ukuran yang adalah sensitif untuk maju di seluruh langkah-langkah. Ini
membangun meliputi yang pro dan kontra dari Decisional Balance Scale, Temptation atau Self-
efficacy, dan perilaku target. Suatu lebih terperinci presentasi dari aspek/pengarah ini pada
model disajikan di tempat lain (Velicer, Prochaska, Rossi, & Diclemente, 1996).

Proses Transtheoretical Model


Kemunduran terjadi ketika individu berbalik ke suatu lebih awal langkah perubahan.
Berbuat tidak baik lagi adalah satu format dari kemunduran, menyertakan kemunduran dari
Maintenance atau Action (bagi/kepada) suatu langkah yang lebih awal.
1.    Tahap Perubahan Perilaku
Tahapan perubahan model pada awalnya dikembangkan pada tahun 1970-an dan 1980-an oleh James
Prochaska dan Carlo DiClemente di Universitas Rhode Island ketika mereka sedang belajar bagaimana perokok bisa
melepaskan kebiasaan atau kecanduan, sebagai perubahan perilaku yang menjelaskan proses mulai dari
diperolehnya sebuah perilaku baru hingga pada pemeliharaan perilku tersebut. Tahapan perubahan berguna dalam
menjelaskan kapan terjadinya perubahan dalam kognitif, emosi, dan perilaku.

Precontemplation
Langkah dimana orang-orang tidak mempunyai niat untuk bertindak dimasa depan yang
dapat diduga pada umunya 6 bulan ke depan. Orang-orang yang mungkin termasuk di langkah
ini adalah mereka yang tidak diberitahu tentang konsekuensi dari perilaku mereka. Mereka
bersifat menentang atau tanpa motivasi atau mempersiapkan promosi kesehatan.
Pada tahap precontamplation menuju ke contamplation melalui proses :
1)        Peningkatan kesadaran : memberikan informasi.
2)        Dramatic relief : adanya reaksi seara emosional
3)        Environmental reevaluation : mempertimbangkan pandangan ke lingkungan.
b.                                          Contemplation / Perenungan.
Orang-orang berniat untuk merubah ke 6 bulan berikutnya. Mereka sadar akan pro
menguvbah perilaku tetapi juga sangat sadar akan memberdayakan. Tahapan ini
menyeimbangkan anatara biaya dan keuntungan untuk menghasilkjan 2 sifat bertentangan yang
dapat menyimpan dalam periode lama.
Belum membuat keputusan yang tepat suatu reaksi. Pada tahap contemplation ke
preparation melalui proses :
           Self-reevaluation    : penilaian kembali pada diri sendiri.
c.                                           Preparation / Persiapan.
Langkah dimana orang-orang berniat untuk mulai bertindak di masa mendatang. Secara
khas mereka mengambil keputusan penting dari masa yang lalu. Individu ini mempunyai suatu
rencana kegiatan seperti sambungan suatu kelas pendidikan kesehatan, bertemu dengan dokter
mereka, membeli suatu buku bantuan diri atau bersandar pada suatu perubahan.
           Pada tahap preparation ke action melalui proses : self liberation
d.                                          Action/ Tindakan
Langkah dimana orang sudah memodifikasi spesifik antara pikiran dengan perilaku.
Banyaknya anggapan tindakan sama dengan perilaku. Namun dalam model ini perilaku tidak
menghitung semua tindakan. Langkah action adalah juga langkah dimana kewaspadaan melawan
terhadap berbuat tidak baik lagi adalah kritis.
Mulai aktif berperilaku yang baru. Pada tahap action ke maintenance melalui proses :
                    Contingency management : adanya penghargaan, bisa berupa punishment juga.
                    Helping relationship : adanya dorongan / dukungan dari orang lain untuk mengubah perilaku.
                    Counter conditioning : alternatif lain dari suatu perilaku.
                    Stimulus control : aadanya control pengacu untuk merubah perilaku.
e.                                           Maintenance / Pemeliharaan
Dimana orang-orang sedang aktif untuk mencegah berbuat tidak baik lagi tetapi mereka
tidak menggunakan proses perubahan sering seperti halnya orang-orang dalam perang. Suatu
langkah yang mana diperkirakan untuk terakhir. Ketika hasil dari maintenance positif / dapat
mengubah perilaku yang lebih baik maka akan terjadi termination / perhentian.
Ketika setelah maintenance terjadi relaps maka bisa kembali pada tahap contemplation-
preparation-action-maintence. Tidak lagi kembali ke Precontemplation, karena sudah ada
kesadaran / niat.
f.                                            Relaps (Kekambuhan)
Relaps (kekambuhan) atau disebut juga sebagai revolving door schema dapat terjadi pada proses perubahan
perilaku menurut teori ini. Kekambuhan merupakan kembalinya perilaku seseorang pada kebiasaan yang lama.
Biasanya pada tahap pelaksanaan (action) maupun pemeliharaan (maintenance) kekambuhan dapat terjadi, apalagi
bila seseorang tidak mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ogden, J. Health Psichology. Open University Press Buckingham Philadelphia

Tahap intervensi

Setelah pengisian data karakteristik responden dan pengisian kuesioner aktivitas fisik pada minggu
pertama, selanjutnya pada minggu kedua sampai keempat penelitian, responden pada kelompok
intervensi diberikan intervensi edukasi berdasarkan transtheoretical model di masing-masing rumah
responden selama tiga minggu sampai mencapai lima kali pertemuan edukasi. Frekuensi edukasi tiga kali
dalam satu minggu dengan waktu 30-60 menit untuk tiap sesinya. Sebelum melakukan edukasi
berdasarkan transtheoretical model (TTM) kepada responden kelompok intervensi, responden terlebih
dahulu diberikan kuisioner transtheoretical model (TTM) yang hasilnya akan memberitahukan
responden berada di tahapan pre contemplation (pre kontemplasi), contemplation (kontemplasi),
preparation (persiapan), action (tindakan) atau maintenance (pemeliharaan). Untuk mengingatkan
responden dalam aktivitas fisiknya dan agar terus berpartisipasi dalam setiap sesi edukasi, peneliti akan
menggunakan media komunikasi handphone.

Adapun tahap-tahap dalam pelaksanaan edukasi berdasarkan transtheoretical model (TTM) adalah:

1. Sesi pertama adalah tahap pre contemplation. Adapun edukasi yang diberikan kepada
responden pada tahap ini seperti menjelaskan tentang pengetahuan dasar dari: konsep
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) yang meliputi (1) pengertian PPOK, (2) faktor
resiko PPOK, dan (3) manifestasi klinis PPOK, serta konsep aktivitas fisik yang meliputi
(4) pengertian aktivitas fisik, (5) faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik, (6)
manfaat aktivitas fisik, (7) aktivitas fisik pasien PPOK, (8) manfaat aktivitas fisik pasien
PPOK, dan (9) akibat tidak melakukan aktivitas fisik.

2. Sesi kedua adalah tahap contemplation. Sebelum masuk pada sesi kedua, peneliti
mengeksplorasi pengetahuan responden tentang materi yang telah disampaikan pada sesi
pertama dengan diskusi. Selanjutnya peneliti memberikan edukasi tentang piramida
aktivitas fisik yang dapat menggambarkan penggolongan aktivitas fisik berdasarkan level
aktivitas fisiknya.

3. Sesi ketiga adalah tahap preparation (persiapan). Sebelum masuk pada sesi ketiga,
peneliti kembali mengeksplorasi pengetahuan responden tentang materi yang telah
disampaikan pada sesi kedua dengan diskusi. Selanjutnya peneliti memberikan edukasi yang
membahas tentang: (1) intervensi untuk meningkatkan aktivitas fisik pada pasien PPOK
seperti latihan fisik home based walking exercise dan latihan kekuatan otot tubuh bagian
atas (arm raising, arm extension, elbow circle) dan latihan kekuatan otot tubuh bagian
bawah (leg lift, knee extension, step ups, sit to stand, strength exercise, mobility thoracic
exercise) serta (2) pilihan aktivitas fisik berdasarkan intensitasnya. Pada sesi ketiga ini
peneliti juga menjelaskan strategi pengolahan pernapasan apabila terjadi sesak napas saat
beraktivitas seperti latihan pernapasan pursedlips breathing, diafragmatic breathing dan
posisi tubuh yang tepat untuk mengurangi sesak napas.

4. Sesi keempat adalah tahap action (tindakan). Sebelum masuk pada sesi keempat, peneliti
kembali mengeksplorasi pengetahuan responden tentang materi yang telah disampaikan
pada sesi ketiga dengan diskusi. Selanjutnya peneliti memberikan edukasi yang membahas
tentang edukasi yang dilakukan adalah dengan membahas: (1) tips dalam melakukan
aktivitas fisik pada pasien PPOK, dan (2) teknik untuk membuat aktivitas fisik dan olah raga
menjadi kegiatan yang menyenangkan.

5. Sesi kelima adalah tahap maintenance (pemeliharaan). Sebelum masuk pada sesi kelima,
peneliti kembali mengeksplorasi pengetahuan responden tentang materi yang telah
disampaikan pada sesi keempat dengan diskusi. Selanjutnya peneliti memberikan edukasi
yang membahas tentang strategi untuk mengatur program aktivitas fisik dan olah raga
secara teratur. Pada sesi edukasi kali ini peneliti memberikan contoh strategi untuk
mengatur program latihan aktivitas fisik secara teratur pada responden dengan cara
membuat catatan aktivitas fisik responden yang dibuat dalam tabel yang berisi kolom
latihan aktivitas fisik, manajemen sesak napas saat aktivitas dan kolom hari. Apabila
responden melakukan latihan aktivitas fisik dalam sehari maka responden dapat menceklist
(√) di bagian kolom hari yang tersedia.

Teori S-O-R
Teori S-O-R (Stimulus Organism Respon) yang di kemukakan
oleh Houland, et. al pada tahun 1953 ini lahir karena adanya
pengaruh dari ilmu psikologi dalam ilmu komunikasi. Hal ini
bisa terjadi karena psikologi dan komunikasi memiliki objek
kajian yang sama, yaitu jiwa manusia; yang meliputi sikap,
opini, prilaku, kognisi, afeksi dan konasi. Asumsi dasar teori S-
O-R adalah bahwa penyebab terjadinya perubahan prilaku
bergantung ada kualitas rangsangan (stimulus) yang
berkomunikasi dengan organism
Sebuah perubahan dalam masyarakat tidak dapat dilakukan
tanpa adanya bantuan serta dorongan dari pihak luar, meskipun
masyarakat tersebut menginginkan perubahan. Teori ini dapat
diterapkan sebagai strategi untuk melakuka penyuluhan atau
penyadaran masyarakat mengenai suatu hal, misalnya
penyadaran akan pentingnya gaya hidup sehat yang dilakukan
pemerintah pada masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai.

Pengaplikasian Teori SOR


Teori ini dapat digunakan dalam berbagai bidang, baik dalam bidang
bisnis, kesehatan politik, pemerintahan, atau bidang lain yang memiliki
tujuan untuk merubah sikap seseorang atau suatu kelompok. Dalam
contoh ini penulis mengambil kasus dalam bidang kesehatan, merubah
prilaku masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai agar tidak
membuang sampai kesungai, karena selain merusak lingkungan, air
sungai juga digunakan untuk mencuci, mck, dan semacamnya oleh
masyarakat di hilir sungai.

A. Elemen Teori SOR

Berikut adalah beberapa elemen yang ada di dalam teori S-O-R,


diantaranya adalah:

1. Stimulus (S): gagasan untuk menyadarkan masyarakat yang tinggal


di sekitar aliran sungai untuk tidak membuang sampah kesungai
2. Orgamisme (O): masyarakat yang tinggal di pinggir sungai
3. Respon (R): berupa efek yang diharapkan terjadi, yaitu masyarakat
merubah kebiasaan mereka mencemari lingkungan.

B. Proses Tahapan

Selain beberapa elemen yang ada di teori S-O-R, terdapat pula berbagai
proses tahapan yang diadaptasi dari teori S-O-R tersebut. iantaranya:

1. Tahap pertama, komunikator mencari cara pemberian stimulus


yang tepat agar mendapatkan perhatian dari komunikan (baca juga: teori
komunikasi public relations).
2. Setelah mendapatkan perhatian, selanjutnya komunikator berusaha
bagaimana caranya agar komunikan mendapatkan perngertian bahwa
membuang sampah ke sungai itu tidak baik.
3. Selanjutnya komunikan mengolah gagasan yang diterimanya dari
komunikator, disii komunikan menentukan sikap apa yang dipilihnya.
4. Tahap terakhir, masyarakat mulai mengubah prilakunya dengan
tidak lagi membuang sampah di sungai dan lebih mencintai lingkungan.

. Kelebihan dan Kekurangan


Sebagai sebuah teori komunikasi, terdapat beberapa kelebihan dan
kekurangan dalam penerapan teori S-O-R dalam mewujudkan
komunikasi yang efektif, diantaranya:

A. Kelebihan:

 Cukup efektif untuk mempersuasi seseorang, atau sekelompok


orang sebab teori S-O-R menekankan untuk melakukan kajian
mendalam mengenai komunikan agar proses persuasi dapat dilakukan
dengan mudah.
 Kemungkinan keberhasilan teori S-O-R cukup tinggi, terutama jika
dilakukan dalam konteks antarpribadi yang memiliki komunikasi dan
diskusi yang lebih intens (baca juga: komunikasi antar pribadi).
 Teori S-O-R dapat digunakan untuk memprediksi respon yang
timbul, berdasakan stimuli dan data karakteristik komunikan yang
dimiliki.

B. Kekurangan:

 Teori ini tidak menjamin bahwa stimuli yang diberikan akan


berkasil mempersuasi seseorang atau sekelompok orang untuk merubah
sikapnya. Sebab gagasan yang disampaikan komunikator dapat ditolak
oleh komunikan.
  Keberhasilan teori S-O-R sangat bergantung pada proses yang
terjadi antara komunikator dan komunikan. Jika komunikan tidak
memperhatikan komunikator, komunikan tidak akan mengerti gagasan
yang diberikan oleh komunikator, akibatnya tidak akan terjadi
pemahaman sehingga gagasan tersebut akhirnya ditolak.

Demikian artikel mengenai teori S-O-R yang memiliki asumsi


dasar bahwa penyebab terjadinya perubahan prilaku bergantung
ada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan
organisme ini. 
BAB II
Teori S-O-R
Teori S-O-R (Stimulus-Organisme-Respons) ini lahir karena adanya pengaruh dari ilmu
psikologi, hal ini karena  objek kajian psikologi terutama yang berhubungan dengan
behavioristik dan komunikasi adalah sama, yaitu jiwa manusia yang meliputi sikap, opini,
perilaku, kognisi afeksi dan konasi.
Komponen dalam model S-O-R : ( Effendy, 2013 :254)
a.       Stimulus, yaitu berupa rangsangan yang di dalamnya mengandung pesan-pesan atau gagasan.
b.      Organism, yaitu individu atau komunikan yang akan menjadi objek proses momunikasi
persuasif.
c.       Respons, yaitu berupa efek yang akan terjadi sebagai sebuah akibat dari adanya stimulus.
Pada prosesnya  perubahan sikap dapat berubah, jika hanya stimulus yang menerpa benar-benar
melebihi stimulus semula. Prof. Dr. Ma’rat dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan serta
Pengukurannya”, mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelley yang menyatakan bahwa dalam
menelah sikap yang baru ada tiga variabel penting yaitu : 
a.        perhatian, komunikasi akan terjadi jika ada perhatian dari komunikan (organisme)
b.       pengertian, yaitu bagaimana komunikan mengerti akan stimuli yang diberikan
c.        penerimaan. Hal ini jika komunikan telah mengolah stimuli dan menerimannya, maka terjadilah
kesediaan untuk mengubah sikap ( Framanik, 2012 : 58)
faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi teori S-O-R :
a.       Komunikator
Hal ini berkaitan dengan siapa yang memberikan stimuli, sorang komunikator dituntut untuk
memiliki kredibilitas yang tinggi, kemampuan berkomunikasi yang memadai, dan juga daya tarik
yang dapat menarik perhatian komunikan.
b.      Media
Agar pesan atau gagasan dapat mudah diterima oleh komunikan maka seorang komunikator
harus mampu menggunakan media yang sesuai dengan karakteristik komunikan, hal ini
bertujuan untuk memudahkan proses pemahaman.
c.       Karakteristik komunikan (organisme)
Faktor ini sngat menentukan apakah gagasan yang disampaikan akan diterima atau tidak,
sehingga pendalaman terhadap komunikan akan memunggkinkan tingkat keberhasilan stimuli
yang diberikan sangat besar.
d.      Status sosial, berkaitan dengan tingkat ekomomi komunikan
e.       Tingkat pendidikan
f.       Karakteristik budaya
g.      Suku/ras
Hambatan/gangguan teori S-O-R ( Framanik, 2012 : 25 )
Hambatan ini sebenernya berlaku untuk semua kegiatan komunikasi, namun karena toeri ini
merupakan bagian dari teori komunikasi sehingga hambatannya akan mengalami kesamaan.
Effendy (1993:45) mengatakan bahwa ada beberapa jenis gangguan terhadap jalannya
komunikasi yang menurut sifatnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.       Gangguan mekanik, adalah gangguan yang bersifat fisik.
b.      Gangguan semantic, gangguan yang berhubungan dengan keterbatasan atau perbedaan bahasa.
c.       Gangguan kepentingan, hal ini karena komunikan selektif dalam memilih pesan apa yang
penting untuknya.
d.      Gangguan motivasi,berkaitan dengan emosi dan pengalaman.
e.       Gangguan keinginan, adanya perubahan keingginan pada waktu tertentu.
f.       Gangguan prasangka, adanya rasa curiga komunikan terhadap komunikator.
g.      Gangguan evasi komunikasi, memiliki dua sifat yaitu objektif dan subjektif.

BAB III
Implementasi Teori S-O-R dalam Penyadaran Gaya Hidup Sehat Masyarakat yang
Tinggal di Sekitar Aliran Sungai
3.1. implementasi
Teori S-O-R dapat digunakan dalam berbagai bidang, seperti bisnis, politik dan bidang lain yang
mengandung tujuan tentang bagaimana mengubah sikap seseorang atau sekelompok orang,
termasuk bidang penyuluhan lingkungan. Masih banyaknya masyarakat yang belum menyadari
tentang pentingnya hidup sehat  menyebabkan kondisi lingkungan terutama air sungai menjadi
tercemar oleh limbah rumah tangga. Kebiasaan-kebiasaan buruk masyarakat seperti membuang
sampah ke sungai, mencuci piring/pakaian dan mandi dilakukan ditempat yang sama adalah
sikap yang kurang baik bagi kesehatan. Masyarakat yang tinggal di sekitar hulu sungai
membuang kotoran serta limbah rumah tangga ke sungai, sementara air sungai digunakan
kembali oleh masyarakat yang tinggal di hilir sungai, adalah sesuatu yang perlu diperbaiki. Pihak
pemerintah maupun lembaga yang bergerak di bidang lingkungan haruslah menjadikan masalah
ini sebagai perhatian yang serius. Lembaga maupun pemerintah perlu melakukan pendekatan-
pendektan agar kegiatan persuasi hanya berlangsung beberapa kali sehingga masyarakat dapat
sadar hanya dengan beberapa stimuli.
Jika kita menempatkan sebagai seorang komunikator lingkungan atau pemerintah yang bergerak
untuk memperbaiki kebiasaan buruk yang merusak lingkungan maka teori S-O-R ini dapat
digunakan sebagai cara untuk mengubah prilaku tersebut. Seperti dijelaskan di awal bahwa inti
dari teori ini adalah tentang bagaimana mengubah sikap maka mari kita bedah tentang
implementasi teri ini dalam  penyadaran masyarakat akan kesehatan.
Dikatakan bahwa elemen atau unsure dari teri S-O-R adalah :
-          S= stimulus, dalam kasus ini rangsangannya adalah tentang bagaimana menyadarkan
masyarakat yang tinggal di sekitar aliran sungai untuk lebih memperhatikan kesehatan diri dan
lingkungannya dengan cara tidak membuang sampah dan limbah rumah tangga ke sungai.
Gagasan inilah yang akan disampaikan kepada masyrakat.
-          O=Organisme, organism atau komunikan berarti adalah masyarakat yang tinggal di bantaran
sungai. Jadi organism inilah yang akan kita rubah sikapnya, mereka adalah komunikannya.
-          R=Respons, respons disini artinya efek yang kita harapkan atas stimulus yang telah kita berikan,
respons dalam hal ini berarti masyarakat mau menyadari dan mengubah kebiasaan mereka yang
mencemari lingkungan
Proses tahapan menelaah sikap yang baru adalah sebagai berikut :
-          Yang perlu dilakukan pertama kali adalah tentang bagaimana mendapatkan perhatian
masyarakat setempat, hal ini bertujuan agar terjadi komunikasi antara komunikator penyuluhan
dengan masyarakat setempat. Jadi minimal harus mengadakan komunikasi dengan tokoh
mayarakat setempat agar bisa melancarkan gagasan yang sudah disiapkan.
-          Selanjutnya adalah proses pengertian, jika sudah dilakukan komunikasi dengan masyarakat
setempat, maka tahap ini adalah tentang bagaimana mendapatkan pengertian untuk dapat
melakukan penyuluhan tentang manfaat hidup sehat dengan harapan bahwa mereka dapat
menerima maksud tersebut. Pada tahap ini tergantung pada kemampuan komunikan untuk
selanjutnya diteruskan pada tahap selanjutbya.
-          Setelah masyarakat (komunikan) mengolah gagasan yang disampaikan oleh komunikator maka
akan terjadilah perubahan sikap seperti apa yang diharapkan oleh komunikator, artinya gagasan
tentang hidup sehat dapat diterima sehingga masyrakat mulai mengubah sikapnya untuk lebih
mencintai lingkungan.
Factor yang mempengaruhi keberhasilan penyuluhan gaya hidup sehat di masyarakat sekitar
aliran sungai
-          Komunikator, berhasilnya gagasan hidup sehat yang akan komunikator sampaikan kepada
masyarakat dipengaruhi oleh komunikator itu sendiri, artinya karena komunikan mempunyai
kemampuan menyeleksi tentang pesan apa yang akan ia terima, komunikan juga menyeleksi
tentang komunikator seperti apa yang bisa komunikan terima dan percaya. Artinya komunikator
harus memiliki kredibilitas, dapat dipercaya sebagai orang yang memang pantas menyampaikan
gagasan. Kalau dalam konteks proses penyuluhan ada baiknya untuk memilih komunikator yang
dipercaya oleh masyarakat di mana penyuluhan akan dilakukan, seperti tokoh masyarakat
setempat atau opinion leader atau siapapun orang yang dianggap mempunyai pengaruh.
-          Media, dalam memilih media yang tepat untuk penyluhan program kebersihan lingkungan juga
harus diperhatikan betul-betul. Karena media yang tepat dapat meningkatkan kemungkinan
gagasan akan diterima oleh komunikan. Terkait media yang tepat itu berupa media yang sesuai
dengan karkteristik komunikan. Media disini lebih ke arah metode yang digunakan, jadi metode
penyuluhan tentang kebersihan lingkungan akan lebih efektif dilakukan secara bertatap muka
dan para komunikator melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya meneladani. Bisa saja para
pemberi penyuluhan untuk lansung mempraktekan tentang tata cara hidup bersih terkait
penggunaan air, kemana harus membuang limbah rumah tangga, atau menyediakan MCK.
-          Karaktristik komunikan
Dengan memahami karakteristik komunikan seperti apa, maka komunikator bisa menentukan
strategi seperti apa yang tepat agar gagasannya dapat diterima, sehingga dalam implementasi ini
komunikator harus melakukan pendalaman/pemahaman terkait seperti apa komunikannya,
tingkat pendidikan, status sosialnya , suku maupun agama. Kenapa karakteristik penting, sebab
pemahaman karakteristik dapat memeperkecil kemungkinan gagasan yang disampaiakan akan
ditolak. Dengan mengetahui level pendidikan masyarakat setempat kita bisa menentukan
penggunaan bahasa harus bagaimana, jangan sampai menggunakan bahasa yang mengandung
kata-kata yang rumit seperti kalimat untuk orang yang berpendididkan tinggi, kalimat harus
sederhana, mudah dipahami. Tingkat ekonomi soisal masyarakat tergolong mana, apakah rendah
atau menengah atau bahkan atas, sehingga memahami karakteristik ini dapat menentukan akan
seperti apa komunikator akan menstimuli. Budaya, hal ini berkaitan dengan karakter yang sangat
melekat dengan masyarakat, artinya budaya ini bisa menentukan daya tarik masyarakat akaan
gagasan yang akan disampaikan, misalnya jika masyarakat berbudaya sunda maka komunikator
minimal hasrus mengetahui karakter orang sunda seperti apa, entah itu sopan, tegas, pemalu atau
yang lainnya. Karena jika karakter mereka yang pemalu dan pasif maka tugas komunikatorlah
untuk membuat komunikasi yang terjalin menjadi komunikatif, lebih aktif dan membuat suasana
tidak canggung dan sebagainya.
Hambatan/gangguan dalam melakukan penyuluhan “proses penyadaran akan pentingnya gaya
hidup bersih”
Setiap komunikasi yang terjalin tidak pernah terlepas dari berbagai macam gangguan, hal inilah
yang menyebabkan efektifitas dari kegiatan komunikasi menjadi berkurang atau bahkan gagal.
Dalam melakukan penyuluhan lingkungan jelas bukan merupakan hal yang mudah, merubah
sikap yang telah menjadi kebiasaaan butuh proses yang panjang untuk akhirnya bisa benar-benar
berubah. Dalam teori ada sekitar enam hambatan yang akan mungkin terjadi dalam melakukan
kegiatan komunikasi. Jika dikaitkan dengan contoh kasuss maka demikian penjelasannya :
-          Hambatan mekanis. Dalam penyuluhan, sebagus dan sematang apapun rencana penyuluhan
dipersiapkan biasanya kemungkinan akan adanya gangguan teknis dilapangan akan selalu ada,
ketika komunikator penyuluhan melakukan pengarahan-pengarahan bisa saja micropon yang
digunakan tiba-tiba tidak adanya suaranya, atau listrik di tempat penyuluhan mati, atau
kegaduhan yang timbul oleh sekelompok kecil masyarakat dalam hal ini anak-anak yang tidak
bisa dikoordinir, sehingga jalannya penyuluhan tidak kondusif. Bagaimana pesan yang akan
disampaikan dapat diterima dengan baik jika pada tahap komunikasinya saja sudah mendapatkan
gangguan.
-          Semantic, ini terkait bahasa yang biasanya tidak terjadi sinkronisasi antara komunikator dengan
komunikan, bisa saja pada saat komunikator sedang berbicara tiba-tiba ia keceplosan
menggunakan bahasa yang sulit dimengerti, entah bahasa ilmiah atau bahasa yang dipergunakan
untuk kaum intelektual. Bisa juga karena adanya perbedaan budaya komunikator dalam beberapa
kesempatan menggunakan bahasa daerah yang berbeda sehingga menimbulkan kesalahpahaman
makna, missal komunikan orang sunda, sedangkan komunikator orang jawa. Kalau tujuannya
untuk guyonan dan mencairkan suasan boleh-boleh saja namun jika ini akibat keterbatasan
bahasa maka akan sangat mengganggu proses jalannya komunikasi.
-          Gangguan kepentingan, kemampuan masyarakat untuk menyeleksi pesan dan komunikator yang
mereka anggap penting atau tidak, menjadikan komunikator harus bisa mengangkat issu-issu
yang dianggap penting namun masih dalam ranah tujuan diadakannya penyuluhan tersebut, jika
tujuan akan mengubah kebiasaan gaya hidup yang kurang bersih sehingga muncul permasalahn
pencemaran lingkungan, maka komunikator harus mengangkat issu tentang betapa bahayanya
gaya hidup demikian. Munculkan issu seperti banyak penyakit yang akan timbul, entah itu
penyakit kulit, gangguan pencernaan atau hal lain yang buruk yang disebabkan oleh kebiasaan
mereka. Dengan mengangkat issu yang komunikan anggap penting maka besar kemungkinan
komunikan akan mengikuti proses jalannya penyuluhan karena ada rasa ketertarikan terkait issu
yang dibawakan.
-          Gangguan motivasi, karena ini berkaitan dengan pengalaman dan emosi komunikan, maka
munkin saja masyarakat setempat sebelumnya sudah pernah mendapatkan penyuluhan serupa,
hal ini bisa berdampak respon yang diberikan biasa saja bahkan tidak ada sama sekali, karena
mereka menganggap bahwa program ini tidak akan berhasil. Sehingga sebagai komunikator
harus bisa mengolah emosi komunikan dengan berbagai pendekatan yang tentunya memerlukan
pemahaman mendalam akan karakter dari komunikan.
-          Gangguan keinginan, masyarakat yang keinginannya selalu berubah, bisa saja mengangap
gagasan yang kita sampaikan bukan merupakan hal yang penting lagi, karena mereka memiliki
permasalahan yang lebih serius dibandingkan masalah kesehatan dan kebersihan lingkungan
yang akan komunikator penyuluhan sampaikan.
-          Gangguan prasangka, dalam proses penyuluhan gangguan inilah yang lumayan berat, karena
komunikan bahkan mengambil kesimpulan ssebelum kegiatan penyuluhan dilakaukan.
Prasangka yang timbul di komunikan bisa disebabkan oleh beberapa hal, misalnya sebelumnya
sudah ada program penyuluhan lingkungan yang mereka dapatkan dari istansi berbeda, dan
mereka merasakan tidak adanya perubahan bahkan malah menimbulkan adanya kesalahpahaman
antara komunikan dan komunikator pada saat itu. Hal ini jelasa sangat mengganggu proses
pemberian stimuli terhadap organism karena belum apa-apa, mereka sudah menolak duluan.
-          Gangguan evasi komunikasi, terbagi dua yaitu objektif dan subjektif, objektif artinya terjadi
gangguan selama proses penyuluhan namun gangguan itu bukan merupakan suatu hal yang
sengaja dilakaukan. Gangguan tersebut bisa saja berupa gangguan cuaca pada saat akan adanya
pelaksanaan, dan ganguan-gangguan lain yang diluar kendali manusia. Sedangkan gangguan
subjektif yaitu gangguan yang sengaja dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak senang akan
adannya program penyuluhan tersebut. Namun rasanya untuk masalah kegiatan yang berkaitan
dengan lingkungan hambatan ini akan jarang ditemukan.
Gangguan-gangguan di atas bukan merupakan hal yang dapat diababaikan begitu saja, karena ini
berkaitan dengan respons yang diharapkan akan sesuai atau tidak. Gangguan diatas dapat
dihindari dengan melakukan kajian mendalam terhadap semua elemen yang terdapat dalam teori
tersebut sebelum melakukan eksekusi dilapangan.
3.2. Kelebihan
-  Kelebihan dari teori ini adalah bahwa teori ini termasuk teori yang cukup efektif untuk
mempersuasi seseorang atau sekelompok orang. Hal ini karena teori ini menekankan untuk
melakukan kajian mendalam terhadap komunikan untuk mempermudah proses persuasi.
- kemungkinan berhasil dari teri ini lebih besar, terutama jika dilakukan dalam kontek
komunikasi antarpribadi, hal ini karena lebih komunikatif atau diskusi yang intens.
- teori ini bisa dugunakan dalam memprediksikan respon yang akan timbul berdasarkan stimuli
dan data organism yang dimiliki.
3.3. Kelemahan
- adanya pernyataan bahwa teri ini bisa diterima atau ditolak, maka artinya teori ini tidak
menjamin bahwa stimuli yang diberikan dapat berhasil mempersuasi untuk merubah sikap
seseorang atau sekelompok orang.
- Keberhasilan teori ini bergatung proses yang terjadi pada individu atau komunikan, sehingga
jika komunikan tidak memperhatikan maka komunikan tidak akan mengerti sehingga komunikan
tidak akan menerima gagasan yang disampaikan.

AB IV
Penutup
4.1. kesimpulan
Teri ini dapat menyelesaikan berbagai persoalan terkait bagaimana mempersuasi seseorang atau
sekelompok orang. Tentu keberhasilan teori ini juga tergantung dari proses yang dijalani
terhadap semua elemen yang ada, dimana stimulus yang akan disampaikan harus benar-benar
memiliki kekuatan yang besar agar dapat mengubah sikap organsime, sehingga dengan kuatnya
stimuli yang diberikan maka kemungkinan organism akan merubah sikapnya sesuai rencana awal
pemberian stimuli dapat terlaksana. Pada prosesnya seorang komunikator harus mampu
mendapatkan perhtaian dari komunikan untuk dapat memberikan  stimuli, jika komunikan
memperhatikan maka komunikan akan mengerti maksud dari gagasan yang disampaikan, tahap
selanjutnya tergantung pada kemampuan komunikan mengolah gagasan yang telah distimulikan
sehingga dengan pertimbangan komunikan maka ia dapat memutuskan untuk berubah atau tidak.
Keberhasilan dalam implementasi penyuluhan tentang “Penyadaran Gaya Hidup Sehat
Masyarakat yang Tinggal di Sekitar Aliran Sungai” dipengaruhi oleh banyak factor, baik dari
komunikator, media atau teknik yang digunakan serta pemahaman tentang karakteristik
komunikan.  Jika beberapa factor tersebut dipahami secara mendalam maka kemungkinan
persuasi akan berhasil cukup tinggi, atau minimal dapat sampai pada tahap komunikan menaruh
perhatian pada gagasan yang akan disampaikan. teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat
berubah hanya apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar-benar melebihi dari stimulus
semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus
dapat meyakinkan organisme. jadi kesimpulannya menurut teory ini adalah perubahan prilaku 
tidak akan terjadi apabila tidak  ada rangsangan. Sehingga jika dikaitkan dengan contoh kasus,
sebenarnya kebiasaan masyarakat yang kurang baik dalam masalah kesehatan dan kebersihan
lingkungan bisa dirubah jika ada dorongan dari pihak luar, karena mereka tidak bisa sadar dan
berubah dengan sendirinya, maka disinilah teori S-O-R dapat berperan dalam program
penyuluhan untuk menyadarkan masyarakat untuk hidup lebih bersih dan sehat.
4.2. Saran
Teori ini memang mempunyai kelebihan tersendiri dalam hal mempersuasi orang namun dengan
adanya kelemahan maka teri ini juga hanya bisa efektif bila dihadapkan pada konteks yang
sesuai. Dalam bukunya Effendy, 1993 dikatakan bahwa suksesnya teori ini tergantung pada
proses stimuli yang terjadi pada organism, namun pada prakteknya tidak hanya proses yang
terjadi pada komunikan saja melainkan juga tergantung pada komunikator dan media yang
digunakan karena semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang saling mempengaruhi.

DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Onong Uchjana. 1993. Teory dan Filsafat Komunikasi. PT.Citra Aditya Bakti.
Bandung.
Framanik, Naniek Aprilla. 2012. Komunikasi Persuasi. Kocipta Publishing. Serang.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu komunikasi. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Konsep New Normal dan Teori Kurt Lewin


KONSEP new normal life belakangan ini viral atau diperbincangkan hampir di seluruh dunia.
Istilah new normal merupakan konsep dari badan kesehatan dunia (WHO) yang merujuk pada
kondisi kenormalan yang berbeda dengan masa prapandemi covid-19.

New normal merupakan perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal, tetapi
ditambah dengan penerapan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan
Covid-19. Prinsip new normal adalah bisa menyesuaikan dengan pola hidup. Dalam
konsep new normal, aktivitas hidup akan dikembalikan pada kondisi sebelum terjadinya
Covid-19 dimana masyarakat dituntut untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru dan harus
menerapkan protokol pencegahan penularan virus di setiap kegiatan yang melibatkan banyak
orang.

Perubahan ini tidak semata-mata langsung terjadi, dibutuhkan kajian yang matang agar dalam
proses perubahan tersebut menghasilkan sesuatu yang diharapkan bukan malah mempersulit
keadaan. Hal ini sesuai dengan teori manajemen perubahan yang dikemukakan oleh Kurt
Lewin bahwa dalam menghadapi tekanan, organisasi harus melakukan perubahan hingga
perubahan tersebut menghasilkan sesuatu yang diharapkan.

Menurut Lewin (1951), perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap


organisasi, individu, atau kelompok. Teori ini memfokuskan pada pertanyaan “mengapa”,
yaitu mengapa individu, kelompok, atau organisasi berubah. Dari situ Lewin mencari tahu
bagaimana perubahan dapat dikelola dan menghasilkan sesuatu. Lewin berkesimpulan bahwa
kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan keengganan (resistances) untuk
berubah, perubahan itu sendiri dapat terjadi dengan memperkuat driving forces itu atau
melemahkan resistances tersebut. Dari situlah Lewin merumuskan langkah-langkah yang
dapat diambil untuk mengolah perubahan, yaitu unfreezing, changing, dan refreezing.

Unfreezing merupakan suatu proses penyadaran tentang perlunya atau adanya kebutuhan


untuk berubah. Changing merupakan langkah yang berupa tindakan, baik memperkuat
“driving forces” maupun memperlemah resistences. Refreezing merupakan upaya membawa
kembali organisasi kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium).
Jika dikaitkan antarkonsep new normal life dengan teori Lewin, ini berbanding lurus dalam
proses terjadinya perubahan.

Kasus pandemi Covid-19 yang mulai muncul pada akhir 2019 dan masih terjadi hingga saat
ini telah mempersulit semua orang tanpa terkecuali. Hal inilah yang mendasari
diberlakukannya new normal dengan melakukan perubahan pada pola hidup masyarakat agar
tetap dapat beraktivitas di tengah pandemi covid-19. Hal ini juga menjawab pertanyaan dari
teori Lewin “mengapa” perubahan tersebut dilakukan. Jika dikaitkan dengan tahapan
melakukan perubahan dalam teorinya, kita dapat menganalisis sebagai berikut:

Pertama, unfreezing dapat dilihat dari pergerakan manusia yang mulai sadar bahwa harus
beradaptasi dan membuat perubahan yang efektif untuk memperbaiki keadaan di tengah
pandemi Covid-19.

Kedua changing, ini terlihat dari aturan-aturan dan protokol penanggulangan covid-19 yang
diberlakukan untuk melawan virus tersebut.

Terakhir yaitu refreezing, ini terlihat dengan diberlakukannya konsep new normal sebagai


upaya dalam membawa kembali manusia pada kehidupan yang baru.

Mengacu pada teori Lewin, apabila dilakukan perubahan dengan langkah yang tepat, maka
perubahan tersebut akan menghasilkan sesuatu yang baik pula. Begitupun dengan
diberlakukannya new normal dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang tepat dan
didukung dengan kesadaran masyarakat untuk patuh terhadap aturan pemerintah, maka
perubahan ini akan menjadi langkah efektif dalam menyesuaikan diri agar dapat bertahan
hidup di tengah kasus pandemi covid-19. (*)

Penulis adalah Mahasiswa Program Studi Manajemen Universitas Sembilanbelas November (USN)
Kolaka. 

Bagaimana Manajemen Perubahan versi Kurt Lewin : Three Step


Model?

Three Step Model yang ditemukan oleh Kurt Lewin merupakan suatu analisis kekuatan


lapangan atau lingkungan internal dan eksternal organisasi. Ia lebih mengedepankan
pertanyaan “mengapa” individu, kelompok, atau organisasi melakukan perubahan.

Bagaimana Manajemen Perubahan versi Kurt Lewin Three Step Model ?

Dalam memahami perubahan, terdapat metode yang dikembangkan oleh seorang ahli fisika
serta ilmuwan sosial yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1950-an. Lewin
mengembangkan konsep force field analysis atau teori perubahan
untuk membantu menganalisa dan mengerti suatu kekuatan terhadap
suatu inisiatif perubahan.
Force field analysis adalah sebuah teknik untuk melihat gambaran utama yang melibatkan
semua kekuatan yang berjalan sejalan dengan perubahan (driving forces) dan kekuatan
yang merintangi sebuah perubahan (resisting forces).

(Gambar Lewin’s Three Steps Model)

Metode Lewin atau sering disebut Lewin’s three step model mengacu pada


tiga konsep atau fase, yaitu unfreezing – movement – refreezing. Dari gambar tersebut
dapat dilihat tiga fase perubahan menurut Lewin dengan perbandingan antara driving forces
dengan restraining forces.

Berikut penjelasan untuk masing-masing fase dalam Lewin (Lewin, 1951):

1. Unfreezing
Fase yang pertama ini dibentuk dengan teori perilaku manusia dan perilaku
perusahaan, yang terbagi dalam tiga subproses yang mempunyai relevansi terhadap
kesiapan perubahan yaitu perlunya kondisi perubahan karena adanya kesenjangan
yang besar antara tujuan dan kenyataan. Umumnya, fase ini melibatkan tiga
aktivitas berikut:

o Menelaah dan memahami status quo atau keadaan perusahaan saat ini
untuk melihat jarak yang ada antara keadaan yang diharapkan dengan keadaan saat
ini.
o Meningkatkan dan menekankan faktor-faktor yang menguatkan untuk
melakukan perubahan.
o Mengurangi faktor-faktor yang bersifat resisten terhadap perubahan tersebut.

Proses perubahan ini dipimpin oleh orang yang memiliki jabatan yang tinggi,
misalnya adalah manajer. Manajer perlu memahami pentingnya perubahan tersebut
terlebih dahulu, kemudian barulah melakukan edukasi ke para anggota lainnya
mengenai perubahan tersebut.

Proses edukasi tersebut memerlukan desakan dan motivasi bahwa perubahan yang


dilakukan tersebut merupakan hal yang positif, mendatangkan keuntungan,
serta membantu kegiatan dalam perusahaan kedepannya.

Selain itu, manajer juga perlu memperhatikan dan mengatasi faktor-faktor lainnya


yang dapat menghambat perubahan tersebut, sehingga akhirnya perubahan
tersebut mendapatkan dukungan penuh dari berbagai pihak. Kemudian, manajer
perlu membuat rencana-rencana jangka pendek dan panjang yang berkaitan dengan
perubahan tersebut.

2. Movement
Menganalisa kesenjangan antara desire status dengan status quo, dan mencermati
program-program perubahan yang sesuai untuk dilakukan agar dapat memberi
solusi yang optimal untuk mengurangi resistensi terhadap perubahan.
Sebagaimana peran berubah, suatu kondisi inefisiensi terjadi, manakala tujuan
perubahan terabaikan. Penerapan gaya kepemimpinan yang baik adalah penting
dan dengan mencermati strategi-strategi perubahan yang sesuai untuk dilakukan
agar dapat memberi solusi yang optimal untuk mengurangi resistensi terhadap
perubahan. Tujuan akhir dari fase ini adalah agar setiap orang tetap dalam kondisi
siap berubah.

3. Refreezing
Merupakan fase dimana perubahan yang terjadi distabilisasi
dengan membantu orang-orang yang terkena dampak perubahan,
mengintegrasikan perilaku dan sikap yang telah berubah ke dalam cara yang normal
untuk melakukan sesuatu. Hal ini dilakukan dengan memberi mereka kesempatan
untuk menunjukkan perilaku dan sikap baru. Sikap dan perilaku yang sudah mapan
kembali tersebut perlu dibekukan, sehingga menjadi norma-norma baru yang diakui
kebenarannya, atau dengan kata lain membawa kembali perusahaan kepada
keseimbangan baru.

Fase ini adalah fase dimana keadaan yang diharapkan sudah dapat tercapai
sehingga perubahan tersebut harus diperkuat dan dipermanenkan. Untuk
memperkuat perubahan tersebut dapat dilakukan dengan cara menetapkan aturan
dan kebijakan baru, menciptakan budaya-budaya baru, dan
menerapkan sistem penghargaan terhadap perubahan tersebut. Dengan melakukan
hal-hal tersebut, maka perubahan tersebut mencapai titik stabil

Dengan menerapkan tiga fase perubahan Lewin maka dapat membuat kekuatan
pendukung semakin banyak dan kekuatan penolak semakin sedikit.

Metode lewin digunakan sebagai landasan utama dalam menyusun kerangka


baru manajemen perubahan dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan metode Lewin secara
efektif memungkinkan bisnis untuk sukses dalam merencanakan, mendesain dan
mengimplementasikan perubahan (Longo, 2011).

Pendekatan metode Lewin adalah penting karena tidak hanya merepresentasikan


pendekatan struktur yang bernilai dari manajemen perubahan, tapi juga secara
efektif membantu pengguna untuk mengetahui sampai mana pencapaian yang pengguna
dapatkan dalam arti dari proses perubahan berbeda yang pengguna jalankan dan akhirnya
untuk lebih baik lagi dalam mengikuti kecepatan dunia perubahan.

Keterbatasan dari metode manajemen perubahan Lewin adalah:

1. Metode Lewin terlalu sederhana dan tidak cocok untuk organisasi besar yang


memiliki inovasi yang tinggi.
2. Metode Lewin terlihat menganjurkan pendekatan manajemen perubahan dari atas
ke bawah, dilain pihak mengesampingkan pendekatan manajemen dari bawah ke
atas.
Kurt Lewin (1951) tercatat sebagai Bapak Manajemen Perubahan dimana secara
khusus melakukan studi tentang manajemen perubahan secara ilmiah. Ia
mengembangkan model perubahan terencana yang disebut force-field model karena
mengedepankan kekuatan-kekuatan penekanan, dimana menurutnya perubahan
terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap organisasi, individu,
atau kelompok. Model ini dibagi dalam tiga tahap, yang menjelaskan cara-cara
mengambil inisiatif, mengelola, dan menstabilkan proses perubahan,
yaitu: unfreezing , changing atau moving dan refreezing .

(Secara skematis, proses perubahan model Lewin dapat dikemukakan sebagai


berikut,)

Gambar Model perubahan terencana Lewin : Force field model. Sumber: Greenberg &


Baron, 2003

Pencairan ( Unfreezing )

Pencairan merupakan tahap pertama yang fokus pada penciptaan motivasi untuk berubah.


Induvidu didorong untuk mengganti perilaku dan sikap lama dengan yang
diinginkan organisasi. Pencairan merupakan usaha perubahan untuk
mengatasi resistensi individual dan kesesuaian kelompok. Proses pencairan merupakan
adu kekuatan antara faktor pendorong dan faktor penghalang bagi perubahan status quo.
Untuk dapat menerima suatu perubahan diperlukan kesiapan individu. Pencairan
dimaksudkan agar seseorang tidak terbelenggu oleh keinginan untuk mempertahankan
status quo dan bersedia membuka diri.

Changing atau Moving

Changing atau moving merupakan tahap pembelajaran dimana karyawan


diberi informasi baru, model perilaku baru, atau cara baru dalam melihat sesuatu.
Tujuannya adalah membantu karyawan dalam mempelajari konsep atau titik pandang baru.
Para pakar merekomendasikan, hal terbaik untuk menyampaikan gagasan kepada
keryawan mengenai perubahan, bahwa perubahan suatu proses pembelajaran kontinu dan
bukan kejadian sesaat. Dengan demikian dibangun kesadaran bahwa pada dasarnya
kehidupan adalah suatu proses perubahan kontinu.

Pembekuan kembali ( Refreezing )

Refreezing merupakan tahap dimana perubahan yang terjadi distabilisasi


dengan membantu karyawan mengintegrasikan perilaku dan sikap yang telah berubah ke
dalam cara yang normal untuk melakukan sesuatu. Hal ini dilakukan dengan memberi
keryawan kesempatan untuk menunjukkan perilaku dan sikap baru. Dengan terbentuknya
perilaku dan sikap baru, maka harus diperhatikan, apakah masih sesuai dengan
perkembangan lingkungan yang terus berlangsung? Bila ternyata diperlukan perubahan
kembali, maka proses unfreezing akan dimulai lagi.

Anda mungkin juga menyukai