ABSTRACT
Keywords:
Hibiscus sabdariffa
Liver cirrhosis has become a health problem in the world that caused
Roselle mortality significantly. Treatment used herbs from various countries has
Hepatoprotective been widely applied, one of them by consuming roselle (Hibiscus
Toxicity sabdariffa) calyx extract. This review will be discusse about the usage of
H.sabdariffa calyx extract as hepatoprotectorwhich can inhibit the
Reviewed by: increasing of clinical parameters, such as ALT, AST, ALP, and LDH in
Ade Egie Prayogi
Prodi D3 Farmasi
various inducer, ie acetaminophen, CCl4, CdCl2, DNPH, and TAA. Its
STIKes MUhammadiyah mechanism of action are as an antioxidant, inhibition of cytochrome
Ciamisr, 46271, Ciamis, enzyme, increase liver cell viability percentage, increase CAT, GSH and
Indonesia decrease protein expression of pJNK, tBid and Bax. Although, the
Phone : 085159134088
Email: adeegi48@gmail.com
consumption of H. Sabdariffa calyx extract may also cause acute,
subchronic, and chronic toxicity depend on the dose.
ABSTRAK
104
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
Etanol 30% Antioksidan DPPH dan IC50 DPPH (289.01 ± 16.68 µg/ml) dan ABTH (Yang et al.,
ABTH (423.25 ± 31.38 µg/ml) 2012)
Metanol Antioksidan DPPH IC50 140,9 ± 8,2 µg/ml (Adetutu and
Owoade, 2013)
Etanol Inhibitor enzim CYP IC50 untuk masing-masing enzim CYP adalah : (Johnson et al.,
CYP1A2 = 306 µg/ml; CYP2A6 = 1660 µg/ml; 2013)
CYP2B6 = 481 µg/ml; CYP2C8 = 424 µg/ml;
CYP2C9 = 744 µg/ml; CYP2C19 = 621 µg/ml;
CYP2D6 = 446 µg/ml; CYP2E1 = 506 µg/ml;
dan CYP3A4 = 633 µg/ml
Air Menggunakan sel Peningkatan % viabilitas pada MTT assay, CAT (Liu et al., 2010)
BALB/c normal liver dan GSH secara signifikan dibandingkan
(BNL) untuk MTT dengan kontrol negatif (asetaminofen).
assay, MDA, CAT, Penurunan MDA serta ekspresi protein pJNK,
GSH, Ekspresi protein tBid, dan Bax secara signifikan dibandingkan
pJNK, tBid, dan Bax dengan kontrol negatif (asetaminofen)
Keterangan : DPPH: 2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl, ABTH: 2,2-azino-bis(3-ethylbenzthiazoline-6-sufonic
acid), CYP: cytochrome, MTT: 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide, MDA:
malondialdehyde, GSH: Glutahione, CAT: catalase, pJNK: phosphorylated c-Jun N-terminal kinase, tBid :
Truncated BID (BH3 interacting-domain), Bax: BCL 2 associated X
Radikal bebas merupakan molekul yang CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6, CYP2E, dan
tidak memiliki pasangan elektron bebas CYP3A4 (Johnson et al., 2013).
sehingga bersifat tidak stabil dan dapat Pada peristiwa kematian sel akibat
menyebabkan kerusakan sel hati. Dengan induksi asetaminofen, terjadi inisiasi awal
adanya ekstrak H. sabdariffa, maka radikal aktivasi JNK menjadi pJNK dan translokasi
bebas tersebut distabilkan oleh efek Bax dimitokondria. Penghambatan terhadap
antioksidannya, yang dapat dilihat dari nilai JNK dapat menyebabkan sel bertahan hidup
IC50 yang dihasilkan terhadap penghambatan dan mencegah kematian sel. JNK teraktivasi
DPPH dan ABTH pada tabel 3 di atas. oleh death receptor dan stres retikulum
Penghambatan pada berbagai variasi endoplasma. Aktivasi terus-menerus pada JNK
enzim sitokrom P450, dapat menurunkan menyebabkan Bim teraktivasi dan mengarah
metabolisme xenobiotik yang bersifat toksik pada disfungsi mitokondria atau menginduksi
dan radikal terhadap sel hati. Sehingga kaspase 8, pelepasan Bid yang mengarah pada
kerusakan hati dapat dicegah. Sitokrom pelepasan sitokrom c dari
isoenzim yang dapat dihambat adalah mitokondria.Pelepasan sitokrom c ini diatur
CYP1A2, CYP2A6, CYP2B6, CYP2C8, oleh Bax. Penurunan ekspresi protein pJNK,
tBid, dan Bax setelah pemberian ekstrak
105
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
Tabel 2.Hasil Studi Identitifikasi Aktivitas Hepatoprotektor H. sabdariffa pada Parameter Kimia
Darah
Dosis Hewan Penginduksi Kontrol Hasil Referensi
Uji Positif
Ekstrak 100 Mencit Asetaminofen - Penurunan kadar AST dan ALT (Olaleye and
mg/kg BB 250 mg/kg BB yang signifikan terhadap kontrol Rocha,
negatif (asetaminofen saja) 2008)
Ekstrak 200, Tikus CCl4 1 ml/kg - Penurunan kadar AST, ALT, (Hashemi,
400, 600 mg/kg BB ALP, TC, TG, LDL-C, dan 2014)
BB VLDL-C. Peningkatan HDL-C,
dan GSH yang signifikan
dibandingkan kontrol negatif
(CCl4)
Ekstrak dan Kelinci 2, 4- dinitro - Penurunan kadar AST dan ALT (Olusola,
fraksi fenil hidrazin yang signifikan dibandingkan 2011)
antosianin 100 (DNPH) 28 kontrol negatif (DNPH)
mg/kg BB mg/kg BB
Fraksi 100 Tikus Thioacetamide Silymarin 50 Penurunan kadar AST dan ALT (Ezzat et al.,
mg/kg BB (TAA) 200 mg/kg BB yang sebanding dengan 2016)
mg/kg BB silymarin dan berbeda
signifikan dengan kontrol
negatif (TAA)
Ekstrak 200 dan Tikus CCl4 - Peningkatan HDL-C. Penurunan (Usoh et al.,
300 mg/kg BB LDL-C, TG, TC, AST, ALT dan 2012)
ALP yang signifikan
106
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
Pada keadaan normal serum AST dan paru. LDH-4 dan LDH-5 terdapat di hati, otot
ALT berada di dalam sitosol sel hati dan rangka, ginjal (Drent et al., 1996).
disintesis dalam jumlah yang sedikit. Jika Penurunan kadar kolesterol total,
terjadi kerusakan hati, maka enzim ini akan VLDL-C, LDL-C, dan TG serta peningkatan
meningkat dan ketika sel hati mengalami lisis, kadar HDL-C dalam serum darah
maka AST dan ALT akan masuk ke dalam mengindikasikan tidak adanya penghambatan
sistem peredaran darah (Brent and Rumack, metabolisme kolesterol dihati. Dimana, jika
1993). ALP adalah enzim yang dibentuk di terjadi kerusakan pada hati, maka perombakan
hati dan disekresikan melalui saluran empedu. kolesterol di dalam hati terganggu dan
Terjadinya gangguan pada saluran empedu, kolesterol dalam serum meningkat (Pooja and
seperti pada steatosis hepatik menyebabkan Priscilla, 2009). Albumin adalah protein yang
peningkatan enzim ini di dalam serum(Mishra, paling utama disintesis di hati. Sitolisis hepatik
2012). LDH merupakan enzim yang dihasilkan menyebabkan penghambatan produksi
pada semua organ dan berada di dalam albumin dan menurunkan kadarnya di dalam
membran plasma. Peningkatan kadar LDH darah. Albumin berfungsi menjaga tekanan
dalam darah menunjukkan terjadinya onkotik serta transport besi, asam lemak,
kerusakan pada organ. LDH terdiri dari 5 kalsium, hormon, dan bilirubin. Penghambatan
isoenzim yang mengindikasikan tempat produksi albumin menyebabkan peningkatan
terbentuknya. LDH-1 dan LDH-2 terdapat di bilirubin (Douhri et al., 2014). Peningkatan
jantung, eritrosit, otak. LDH-3 terdapat di albumin dan penurunan bilirubin secara
107
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
Tabel 3.Hasil Studi Identitifikasi Aktivitas Hepatoprotektor H. sabdariffa pada Antioksidan Hepatik
Dosis Hewan Penginduksi Kontrol Hasil Referensi
Uji Positif
Ekstrak 100 Mencit Asetaminofen - PeningkatanSOD, GPx, CAT, (Olaleye and
mg/kg BB 250 mg/kg BB dand-ALA-D, serta penurunan Rocha,
TBARSyang signifikan 2008)
dibandingkan dengan kontrol
negatif (asetaminofen)
Ekstrak 250 Tikus Kadmium - Penurunan MDA, peningkatan (Al-kubaisy,
mg/kg BB klorida GSH, CAT, dan SOD yang Al-groom
(CdCl2) 4 signifikan dibandingkan dengan and
mg/kg BB kontrol negatif (CdCl2) Amoush,
2016)
Ekstrak 200, Tikus Karbon - Penurunan kadar MDA dan (Hashemi,
400, 600 mg/kg tetraklorida peningkatan GSH yang 2014)
BB (CCl4) 1 signifikan dibandingkan dengan
mg/kg BB kontrol negatif (CCl4)
Ekstrak dan Kelinci 2, 4- dinitro - Penurunan kadar MDA yang (Olusola,
fraksi fenil hidrazin signifikan dibandingkan dengan 2011)
antosianin 100 (DNPH) 28 kontrol negatif (DNPH)
mg/kg BB mg/kg BB
Fraksi 100 Tikus Thioacetamide Silymarin 50 Peningkatan SOD dan (Ezzat et al.,
mg/kg BB (TAA) 100 mg/kg BB Penurunan MDA yang lebih 2016)
mg/kg BB baik daripada silymarin.
Peningkatan GSH yang
sebanding dengan silymarin.
Parameter ini berbeda signifikan
dengan kontrol negatif (TAA)
Ekstrak 200 dan Tikus CCl4 - Penurunan kadar MDA yang (Usoh et al.,
300 mg/kg BB signifikan dibandingkan dengan 2012)
kontrol negatif (CCl4)
Fraksi 50 dan Tikus CCl4 1,25 - Penurunan TBARS, (Adetutu and
100 mg/kg BB mg/kg BB peningkatan GSH, SOD, dan Owoade,
CAT yang signifikan 2013)
dibandingkan dengan kontrol
negatif (CCl4)
108
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
Fraksi 100 dan Tikus DNPH 3 Silymarin 25 Penurunan TBARS, FRAP, dan (Obouayeba
200 mg/kg BB mg/kg BB mg/kg BB DPPH yang signifikan et al., 2014)
dibandingkan dengan kontrol
negatif (DNPH)
Ekstrak 200, Mencit Asetaminofen - Penurunan MDA, peningkatan (Liu et al.,
400, dan 600 1000 mg/kg GSH, CAT yang signifikan 2010)
mg/kg BB BB dibandingkan dengan kontrol
negatif (asetaminofen)
Keterangan : MDA: malondialdehyde, GSH: Glutahione, CAT: catalase, SOD: superoxide dismutase, TBARS:
thiobarbituric reacting substances, GPx: gluthathione peroxidase, d-ALA-D: d-aminolevulinate dehydratase
Metabolit reaktif dari penginduksi, 2009). Penurunan pada TBARS, FRAP, dan
seperti NAPQI (dari asetaminofen) dapat DPPH berkorelasi dengan penurunan
bereaksi secara langsung dengan gugus –SH hepatotoksisitas dari penginduksi. Senyawa
dari d-ALA-D menyebabkan inaktivasi enzim. yang bersifat sebagai antioksidan di dalam
Inhibisi pada enzim ini mengindikasikan ekstrak dapat menstabilkan radikal bebas dan
penurunan kadar glutation atau peningkatan mencegah terjadinya kerusakan membran sel
oksidasi ALA-D (Bechara, 1996). Peningkatan (Obouayeba et al., 2014). Superoksida
pada d-ALA-D menunjukkan bahwa ekstrak dismutase, Katalase, dan glutation peroksidase
bunga H. sabdariffa dapat melindungi enzim adalah enzim yang berperan penting sebagai
tersebut dari oksidasi. Glutation di dalam hati antioksidan seluler dalam mendegradasi
pada proses metabolisme senyawa toksik akan oksigen reaktif dan hidrogen peroksida
mengalami penurunan, pada saat kadar endogen(Sharma et al., 2012). Enzim ini
glutation berada sangat rendah di dalam hati, mengalami penurunan yang signifikan setelah
senyawa-senyawa toksik tersebut dapat pemberian penginduksi. Pemberian ekstrak
berinteraksi dengan sel hati dan menyebabkan menunjukkan efektivitas sebagai antioksidan
kerusakan (Hewawasam et al., 2003). dengan meningkatkann enzim-enzim tersebut.
Peningkatan kadar glutation setelah pemberian
ekstrak pada penelitian-penelitian di atas STUDI TOKSISITAS
mengindikasikan bahwa ekstrak bunga H. Toksisitas adalah segala hal yang
sabdariffa dapat mencegah terjadinya memiliki efek berbahaya dari zat kimia atau
penurunan kadar glutation dan kerusakan sel obat pada organisme uji. Uji toksisitas adalah
hati lebih lanjut. suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu
Pemberian ekstrak bunga H. sabdariffa zat sistem biologi dan memperoleh data dosis-
terlebih dahulu dapat mencegah terjadinya respon yang khas dari sediaan uji. Data
peroksidasi lipid akibat proses kerusakan sel tersebut digunakan sebagai informasi
oleh penginduksi, yang ditandai dengan mengenai dosis sediaan uji yang aman
penurunan MDA (malonaldehida)(Guo et al., digunakan dalam terapi. Pengujian
109
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
toksisitas terhadap hewan dilakukan sebagai sensitisasi kulit, iritasi mata, iritasi akut
representatif berbagai reaksi biokimia, dermal, iritasi mukosa vagina, toksisitas akut
fisiologik dan patologik pada manusia dermal, dan toksisitas subkronis dermal
terhadap suatu sediaan uji yang (Kepala BPOM RI, 2014). Hasil pengujian
digunakan(Kepala BPOM RI, 2014). toksisitas akut oral, subkronis oral, dan kronis
Serangkaian uji toksisitas yang oral pada penggunaan ekstrak H. sabdariffa,
dilakukan terhadap hewan meliputi uji dapat dilihat pada tabel 4.
toksisitas akut oral, subkronis oral,
kronis oral, teratogenisitas, Tabel 4. Hasil
Studi Toksisitas
Hewan Lama
Toksisitas Dosis Ekstrak Hasil Referensi
Uji Pemberian
Akut Ekstrak air dan Mencit 7 hari Tidak terdapat kematian (Reanmongkol
etanol 15 g/kg BB jantan and Itharat,
2007)
Ekstrak air, air : Tikus 8 hari Kematian dengan penurunan (Fakeye et al.,
etanol (1:1) dan jantan berat badan dan diare pada 2009)
etanol 2000 semua hewan uji
mg/kg BB
Ekstrak air 5000 Tikus 14 hari Tidak terdapat kematian, (Sireeratawong
mg/kg BB jantan perubahan berat badan dan et al., 2013)
dan organ, serta perlakuan hewan
betina uji
Sub kronis Ekstrak air 1.15, Tikus 60 hari Toksisitas testikular (Orisakwe,
2.30, and 4.60 jantan Husaini and
g/kg Afonne, 2004)
Ekstrak air : Tikus 40 hari Kematian pada seluruh hewan (Fakeye et al.,
etanol (1:1) 300 jantan uji, peningkatan kadar AST 2009)
mg/kg BB dan kreatinin, tidak terjadi
perubahan histologi organ.
Ekstrak air 300 Tikus 60 hari Kematian pada 80% hewan (Fakeye et al.,
mg/kg BB jantan uji, peningkatan kadar AST 2009)
dan kreatinin, tidak terjadi
perubahan histologi organ.
Ektrak etanol 300 Tikus 90 hari Tidak terjadi kematian, (Fakeye et al.,
mg/kg BB jantan peningkatan kadar kreatinin, 2009)
tidak terjadi perubahan
histologi organ.
Kronis Ektrak air 50, Tikus 270 hari Tidak terdapat kematian, (Sireeratawong
110
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
Tabel 5. Metode Preparasi dan Penggunaan H. sabdariffa pada Pengujian Aktivitas In Vivo
Metode Preparasi Ekstrak Metode Penggunaan Ekstrak terhadap Referensi
hewan Uji
500 gram bunga kering diserbukkan dan Hewan uji diinduksi dengan asetaminofen (Olaleye and
direbus dengan 300 ml air selama 1 250 mg/kg BB, 3 jam kemudian diberikan Rocha, 2008)
jam. Kemudian dikeringkan dengan ekstrak 100 mg/kg BB. Ekstrak
freeze-drying kembali diberikan sekali sehari selama
7 hari. Kemudian hewan uji dianastesi,
diambil darah dan dikorbankan setelah
24 jam perlakuan terakhir.
100 gram bunga kering direndam Hewan uji diberi ekstrak 250 mg/kg BB (Al-kubaisy, Al-
dengan air 500 ml selama 24 jam pada selama 7 hari. Kemudian diberikan injeksi groom and
40 0C. Kemudian ekstrak disaring dan CdCl2 4 mg/kg BB dalam larutan salin Amoush, 2016)
111
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
acid (TFA) selama 12 jam pada 20 0C hewan uji selama 23 hari. Kemudian
112
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
dievaporator pada 380C untuk mendapatkan masing-masing selama 7 hari. Satu jam
ekstrak kering. Ektrak dilarutkan dalam 200 setelah perlakuan hari ke-7, DNPH 3 mg/kg
ml air dan disaring untuk menghilangkan BB diinjeksikan secara intraperitoneal dalam
glukosa dan pigmen klorofil dan NaCl 0,9%. Kemudian diambil darah dan
ditambahkan 100 ml metanol, lalu hati hewan uji.
dievaporasi pada 380C. Ekstrak kering
dilarutkan dalam 100 ml air, kemudian
diliofilisasi dengan freeze dryer.
150 gram bunga kering dimaserasi dengan 6 Hewan uji diberikan ekstrak 200, 400, dan (Liu et al., 2010)
0
liter air panas (95 C) selama 2 jam dan 600 mg/kg BB sekali sehari selama 2
dievaporasi pada vakum -850C. Kemudian minggu. Kemudian diinjeksikan
ekstrak cair disaring dan diliofilisasi. asetaminofen 1000 mg/kg BB secara
intraperitoneal dalam dimetil sulfoksida.
Setelah 6 jam, hewan uji dikorbankan
untuk diambil darah dan hatinya.
113
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
seperti asetaminofen, CCl4, TAA, DNPH, dan mencit yang diberikan selama 60 hari.
kadmium setelah masuk ke dalam tubuh dan Sedangkan pada penelitian lain menunjukkan
adanya kematian pada hewan uji dengan
dimetabolisme di hati akan membentuk radikal
pemberian ekstrak air : etanol (1:1) dan
bebas yang dapat merusak sel hati. Dengan
ekstrak air dosis 300 mg/kg BB mencit selama
adanya ekstrak H. sabdariffa, maka radikal
40 dan 60 hari. Untuk pengujian toksisitas
bebas tersebut dapat distabilkan oleh efek
kronis selama 270 hari dengan ekstrak air
antioksidannya. Hal ini dapat dilihat dari
dosis 50, 100, dan 200 mg/kg BB mencit tidak
penurunan berbagai indikator kerusakan hati,
menunjukkan adanya kematian dan perubahan
seperti enzim AST, ALT, ALP, LDH,TC, TG,
terhadap parameter lainnya. Sehingga ekstrak
LDL-C, VLDL-C, MDA, T-BIL, dan D-BIL,
H. sabdariffa lebih aman dikonsumsi dengan
disertai dengan peningkatan kadar HDL-C,
dosis di bawah 300 mg/kg
SOD, GPx, GSH, CAT, dan d-ALA-D.
BB dengan menggunakan pelarut air atau
Pada review jurnal ini digunakan
etanol.
berbagai metode ekstraksi terhadap H.
Perbedaan hasil setiap pengujian
sabdariffa yang diujikan dengan variasi dosis
toksisitas (tabel 6) dapat dikarenakan 2 faktor,
dan hewan uji. Pada metode ekstraksi dengan
yakni metode ekstraksi (pelarut dan metode
menggunakan pelarut air, dosis minimun yang
administrasi) dan varietas dari H. sabdariffa
dapat memberikan efek sebagai
yang digunakan berdasarkan tempat
hepatoprotektor adalah 100 mg/kg BB mencit.
pengambilannya. Hal ini mengakibatkan
Sedangkan dengan menggunakan pelarut
perbedaan kadar antosianin pada tiap sampel
etanol, dosisnya adalah 200 mg/kg BB mencit.
yang berakibat adanya perbedaan efek toksik
Senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan
yang dihasilkan. Kadar maksimum antosianin
pada H. sabdariffa adalah antosianin yang
terdapat pada ekstrak hidroalkohol, kemudian
berwarna merah, dengan dosis 50 mg/kg BB
ekstrak air dan ekstrak etanol (Fakeye et al.,
mencit.
2009).
Pada pengujian toksisitas akut, ekstrak
air dan etanol H. sabdariffa relatif aman
dengan dosis 15 g/kg BB tidak menimbulkan
kematian pada mencit (Reanmongkol and 114
115
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
116
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117
Yang, L., Gou, Y., Zhao, T., Zhao, J., Li, F.,
Zhang, B. and Wu, X. (2012)
‘Antioxidant Capacity of Extracts from
calyx Fruits of Roselle (Hibiscus
sabdariffa L.)’, African Journal of
Biotechnology, 11(17), pp. 4063–4068.
doi: 10.5897/AJB11.2227.
117