Anda di halaman 1dari 15

Review Hepatoprotektor Rosela (Hibiscus sabdariffa): Aktivitas,

Mekanisme Aksi, dan Toksisitas

(Review of Hepatoprotector of Rosela (Hibiscus sabdariffa) : Activity, Mechanism of


Action and Toxicity)

Ade Egie Prayogi


(1904277002)
Prodi D3 Farmasi,STIKes Muhammadiyah Ciamis

ABSTRACT
Keywords:
Hibiscus sabdariffa
Liver cirrhosis has become a health problem in the world that caused
Roselle mortality significantly. Treatment used herbs from various countries has
Hepatoprotective been widely applied, one of them by consuming roselle (Hibiscus
Toxicity sabdariffa) calyx extract. This review will be discusse about the usage of
H.sabdariffa calyx extract as hepatoprotectorwhich can inhibit the
Reviewed by: increasing of clinical parameters, such as ALT, AST, ALP, and LDH in
Ade Egie Prayogi
Prodi D3 Farmasi
various inducer, ie acetaminophen, CCl4, CdCl2, DNPH, and TAA. Its
STIKes MUhammadiyah mechanism of action are as an antioxidant, inhibition of cytochrome
Ciamisr, 46271, Ciamis, enzyme, increase liver cell viability percentage, increase CAT, GSH and
Indonesia decrease protein expression of pJNK, tBid and Bax. Although, the
Phone : 085159134088
Email: adeegi48@gmail.com
consumption of H. Sabdariffa calyx extract may also cause acute,
subchronic, and chronic toxicity depend on the dose.

ABSTRAK

Sirosis hati telah menjadi masalah kesehatan di dunia yang


menyebabkan mortalitas secara signifikan. Penangannya menggunakan
herbal dari berbagai negara telah lama dilakukan, salah satunya dengan
mengkonsumsi ekstrak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa). Makalah review
ini akan membahas tentang penggunaan ekstrak bunga H. sabdariffasebagai
hepatoprotektor yang dapat menghambat terjadinya peningkatan beberapa
parameter klinis, seperti ALT, AST, ALP, dan LDH pada berbagai jenis
penginduksi, yakni asetaminofen, CCl4, CdCl 2, DNPH, dan TAA.
Mekanisme kerja ekstrak bunga H. sabdariffa adalah dengan berperan
sebagai antioksidan, inhibitor enzim sitokrom, meningkatkan persentase
viabilitas sel, meningkatkan CAT, GSH dan menurukan ekspresi protein
pJNK, tBid, dan Bax. Walaupun demikian, konsumsi ekstrak bunga H.
sabdariffa juga dapat menyebabkan toksisitas akut, sub kronis, dan kronis
yang bergantung dari dosis yang diberikan.

Kata Kunci : Hibiscus sabdariffa, rosela, hepatoprotektor, toksisitas.


PENDAHULUAN bunga rosella (Hibiscus sabdariffa). Telah
Hati merupakan organ terbesar di dalam banyak penelitian mengenai efektivitas bunga
tubuh manusia, yang berfungsi sebagai tempat H. sabdariffasebagai hepatoprotektor, yang
untuk metabolisme lemak, karbohidrat, dan mencegah terjadinya kerusakan hati akibat
protein, sebagai tempat detoksifikasi senyawa asetaminofen (Olaleye and Rocha, 2008),
yang bersifat toksin, pembentukan dan karbon tetraklorida (Hashemi, 2014), kadmium
ekskresi garam empedu, dan fungsi vaskular. (Al-kubaisy, Al-groom and Amoush, 2016),
Kerusakan hati ini dapat disebabkan oleh dan 2, 4- dinitro fenil hidrazin (Olusola, 2011).
infeksi, alkohol, autoimun, maupun obat- Aktivitas ini disebabkan oleh kandungan
obatan(Wahyuningsih and Sutjiatmo, 2015). bunga rosella yang mengandung antosianin,
Kerusakan hati kronis (sirosis) telah flavonoid, tanin, dan asam askorbat(Tseng et
menjadi masalah kesehatan internasional yang al., 1997). Oleh karena itu, pada makalah
terjadi pada 31 juta orang dan menyebabkan review ini akan membahas mengenai aktivitas
kematian pada 1 juta orang atau 2% tingkat hepatoprotektor dari H. sabdariffa, baik secara
kematian diseluruh dunia pada tahun 2010. in vitro maupun in vivo, mekanisme dan studi
Penyakit sirosis hati ini terus meningkat sejak toksisitasnya.
tahun 1980. Di Indonesia pada tahun 1980-
2010 penderita sirosis terus bertambah dan AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR
menyebabkan mortalitas, yakni sebesar 19,8% SECARA IN VITRO
(tahun 1980), 22,4% (tahun 1990), 24,3% H.sabdariffa memberikan berbagai
(tahun 2000), 24,8% (tahun 2010) per 100.000 aktivitas secara in vitro sebagai antioksidan,
kematian(Mokdad et al., 2014). inhibitor enzim CYP, dan menghambat
Penanganan kerusakan hati ekspresi protein proapoptosis pada sel hati
menggunakan obat-obat herbal telah lama seperti terlihat pada tabel 1.
dilakukan, salah satunya dengan menggunakan

104
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

Tabel 1 Hasil Studi Identitifikasi Aktivitas Hepatoprotektor H. sabdariffa secara In Vitro


Ekstrak Metode Hasil Referensi

Etanol 30% Antioksidan DPPH dan IC50 DPPH (289.01 ± 16.68 µg/ml) dan ABTH (Yang et al.,
ABTH (423.25 ± 31.38 µg/ml) 2012)
Metanol Antioksidan DPPH IC50 140,9 ± 8,2 µg/ml (Adetutu and
Owoade, 2013)
Etanol Inhibitor enzim CYP IC50 untuk masing-masing enzim CYP adalah : (Johnson et al.,
CYP1A2 = 306 µg/ml; CYP2A6 = 1660 µg/ml; 2013)
CYP2B6 = 481 µg/ml; CYP2C8 = 424 µg/ml;
CYP2C9 = 744 µg/ml; CYP2C19 = 621 µg/ml;
CYP2D6 = 446 µg/ml; CYP2E1 = 506 µg/ml;
dan CYP3A4 = 633 µg/ml
Air Menggunakan sel Peningkatan % viabilitas pada MTT assay, CAT (Liu et al., 2010)
BALB/c normal liver dan GSH secara signifikan dibandingkan
(BNL) untuk MTT dengan kontrol negatif (asetaminofen).
assay, MDA, CAT, Penurunan MDA serta ekspresi protein pJNK,
GSH, Ekspresi protein tBid, dan Bax secara signifikan dibandingkan
pJNK, tBid, dan Bax dengan kontrol negatif (asetaminofen)
Keterangan : DPPH: 2,2-Diphenyl-1-picrylhydrazyl, ABTH: 2,2-azino-bis(3-ethylbenzthiazoline-6-sufonic
acid), CYP: cytochrome, MTT: 3-(4,5-Dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide, MDA:
malondialdehyde, GSH: Glutahione, CAT: catalase, pJNK: phosphorylated c-Jun N-terminal kinase, tBid :
Truncated BID (BH3 interacting-domain), Bax: BCL 2 associated X

Radikal bebas merupakan molekul yang CYP2C9, CYP2C19, CYP2D6, CYP2E, dan
tidak memiliki pasangan elektron bebas CYP3A4 (Johnson et al., 2013).
sehingga bersifat tidak stabil dan dapat Pada peristiwa kematian sel akibat
menyebabkan kerusakan sel hati. Dengan induksi asetaminofen, terjadi inisiasi awal
adanya ekstrak H. sabdariffa, maka radikal aktivasi JNK menjadi pJNK dan translokasi
bebas tersebut distabilkan oleh efek Bax dimitokondria. Penghambatan terhadap
antioksidannya, yang dapat dilihat dari nilai JNK dapat menyebabkan sel bertahan hidup
IC50 yang dihasilkan terhadap penghambatan dan mencegah kematian sel. JNK teraktivasi
DPPH dan ABTH pada tabel 3 di atas. oleh death receptor dan stres retikulum
Penghambatan pada berbagai variasi endoplasma. Aktivasi terus-menerus pada JNK
enzim sitokrom P450, dapat menurunkan menyebabkan Bim teraktivasi dan mengarah
metabolisme xenobiotik yang bersifat toksik pada disfungsi mitokondria atau menginduksi
dan radikal terhadap sel hati. Sehingga kaspase 8, pelepasan Bid yang mengarah pada
kerusakan hati dapat dicegah. Sitokrom pelepasan sitokrom c dari
isoenzim yang dapat dihambat adalah mitokondria.Pelepasan sitokrom c ini diatur
CYP1A2, CYP2A6, CYP2B6, CYP2C8, oleh Bax. Penurunan ekspresi protein pJNK,
tBid, dan Bax setelah pemberian ekstrak

105
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

menunjukkan mekanisme penurunan stres asetaminofen, CCl4, TAA, DNPH, dan


oksidatif dan apoptosis melalui jalur intrinsik kadmium setelah masuk ke dalam tubuh dan
mitokondria (Liu et al., 2010). dimetabolisme di hati akan membentuk radikal
bebas yang dapat merusak sel hati yang

AKTIVITAS HEPATOPROTEKTOR ditandai dengan peningkatan pada enzim-


enzim tersebut dan perubahan fisiologis sel-sel
SECARA IN VIVO
hati terhadap biosintesis lemak dan protein.
Aktivitas H. sadariffa secara in vivo
Radikal bebas tersebut dapat distabilkan
dapat terlihat dengan adanya penurunan
dengan pemberian ekstrak H. sabdariffa yang
berbagai indikator kerusakan hati, seperti
diukur berdasarkan aktivitasnya sebagai
enzim AST, ALT, ALP, dan LDH. Aktivitas
antioksidan hepatik pada tabel 3.
hepatoprotektor dapat dilihat pada tabel
2.Penginduksi kerusakan hati, seperti

Tabel 2.Hasil Studi Identitifikasi Aktivitas Hepatoprotektor H. sabdariffa pada Parameter Kimia
Darah
Dosis Hewan Penginduksi Kontrol Hasil Referensi
Uji Positif
Ekstrak 100 Mencit Asetaminofen - Penurunan kadar AST dan ALT (Olaleye and
mg/kg BB 250 mg/kg BB yang signifikan terhadap kontrol Rocha,
negatif (asetaminofen saja) 2008)
Ekstrak 200, Tikus CCl4 1 ml/kg - Penurunan kadar AST, ALT, (Hashemi,
400, 600 mg/kg BB ALP, TC, TG, LDL-C, dan 2014)
BB VLDL-C. Peningkatan HDL-C,
dan GSH yang signifikan
dibandingkan kontrol negatif
(CCl4)
Ekstrak dan Kelinci 2, 4- dinitro - Penurunan kadar AST dan ALT (Olusola,
fraksi fenil hidrazin yang signifikan dibandingkan 2011)
antosianin 100 (DNPH) 28 kontrol negatif (DNPH)
mg/kg BB mg/kg BB
Fraksi 100 Tikus Thioacetamide Silymarin 50 Penurunan kadar AST dan ALT (Ezzat et al.,
mg/kg BB (TAA) 200 mg/kg BB yang sebanding dengan 2016)
mg/kg BB silymarin dan berbeda
signifikan dengan kontrol
negatif (TAA)
Ekstrak 200 dan Tikus CCl4 - Peningkatan HDL-C. Penurunan (Usoh et al.,
300 mg/kg BB LDL-C, TG, TC, AST, ALT dan 2012)
ALP yang signifikan

106
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

dibandingkan kontrol negatif


(CCl4).
Fraksi 50 dan Tikus CCl4 1,25 - Penurunan kadar AST, ALT, (Adetutu and
100 mg/kg BB mg/kg BB ALP, dan LDH yang signifikan Owoade,
dibandingkan kontrol negatif 2013)
(CCl4)
Fraksi 100 dan Tikus DNPH 3 Silymarin 25 Penurunan kadar AST, ALT, (Obouayeba
200 mg/kg BB mg/kg BB mg/kg BB LDH, T-BIL dan D-BIL, serta et al., 2014)
peningkatan ALB yang
signifikan dibandingkan kontrol
negatif (DNPH)
Ekstrak 200, Mencit Asetaminofen - Penurunan kadar AST dan ALT (Liu et al.,
400, dan 600 1000 mg/kg yang signifikan dibandingkan 2010)
mg/kg BB BB kontrol negatif (asetaminofen)
Keterangan AST :aspartate transaminase, ALT:alanine transaminase, ALP: alkaline phosphatase, TC: total
cholesterol, TG: triglyceride, HDL-C: high-density lipoprotein cholesterol, LDL-C: low-density lipoprotein
cholesterol, VLDL-C: very low-density lipoprotein cholesterol, CCl4: carbon tertachloride, LDH: lactate
dehydrogenase, T-BIL: total bilirubin, D-BIL: direct bilirubin, ALB: albumin

Pada keadaan normal serum AST dan paru. LDH-4 dan LDH-5 terdapat di hati, otot
ALT berada di dalam sitosol sel hati dan rangka, ginjal (Drent et al., 1996).
disintesis dalam jumlah yang sedikit. Jika Penurunan kadar kolesterol total,
terjadi kerusakan hati, maka enzim ini akan VLDL-C, LDL-C, dan TG serta peningkatan
meningkat dan ketika sel hati mengalami lisis, kadar HDL-C dalam serum darah
maka AST dan ALT akan masuk ke dalam mengindikasikan tidak adanya penghambatan
sistem peredaran darah (Brent and Rumack, metabolisme kolesterol dihati. Dimana, jika
1993). ALP adalah enzim yang dibentuk di terjadi kerusakan pada hati, maka perombakan
hati dan disekresikan melalui saluran empedu. kolesterol di dalam hati terganggu dan
Terjadinya gangguan pada saluran empedu, kolesterol dalam serum meningkat (Pooja and
seperti pada steatosis hepatik menyebabkan Priscilla, 2009). Albumin adalah protein yang
peningkatan enzim ini di dalam serum(Mishra, paling utama disintesis di hati. Sitolisis hepatik
2012). LDH merupakan enzim yang dihasilkan menyebabkan penghambatan produksi
pada semua organ dan berada di dalam albumin dan menurunkan kadarnya di dalam
membran plasma. Peningkatan kadar LDH darah. Albumin berfungsi menjaga tekanan
dalam darah menunjukkan terjadinya onkotik serta transport besi, asam lemak,
kerusakan pada organ. LDH terdiri dari 5 kalsium, hormon, dan bilirubin. Penghambatan
isoenzim yang mengindikasikan tempat produksi albumin menyebabkan peningkatan
terbentuknya. LDH-1 dan LDH-2 terdapat di bilirubin (Douhri et al., 2014). Peningkatan
jantung, eritrosit, otak. LDH-3 terdapat di albumin dan penurunan bilirubin secara

107
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

langsung memberikan gambaran bahwa


pemberian ekstrak mencegah terjadinya
kerusakan hati.

Tabel 3.Hasil Studi Identitifikasi Aktivitas Hepatoprotektor H. sabdariffa pada Antioksidan Hepatik
Dosis Hewan Penginduksi Kontrol Hasil Referensi
Uji Positif
Ekstrak 100 Mencit Asetaminofen - PeningkatanSOD, GPx, CAT, (Olaleye and
mg/kg BB 250 mg/kg BB dand-ALA-D, serta penurunan Rocha,
TBARSyang signifikan 2008)
dibandingkan dengan kontrol
negatif (asetaminofen)
Ekstrak 250 Tikus Kadmium - Penurunan MDA, peningkatan (Al-kubaisy,
mg/kg BB klorida GSH, CAT, dan SOD yang Al-groom
(CdCl2) 4 signifikan dibandingkan dengan and
mg/kg BB kontrol negatif (CdCl2) Amoush,
2016)
Ekstrak 200, Tikus Karbon - Penurunan kadar MDA dan (Hashemi,
400, 600 mg/kg tetraklorida peningkatan GSH yang 2014)
BB (CCl4) 1 signifikan dibandingkan dengan
mg/kg BB kontrol negatif (CCl4)
Ekstrak dan Kelinci 2, 4- dinitro - Penurunan kadar MDA yang (Olusola,
fraksi fenil hidrazin signifikan dibandingkan dengan 2011)
antosianin 100 (DNPH) 28 kontrol negatif (DNPH)
mg/kg BB mg/kg BB
Fraksi 100 Tikus Thioacetamide Silymarin 50 Peningkatan SOD dan (Ezzat et al.,
mg/kg BB (TAA) 100 mg/kg BB Penurunan MDA yang lebih 2016)
mg/kg BB baik daripada silymarin.
Peningkatan GSH yang
sebanding dengan silymarin.
Parameter ini berbeda signifikan
dengan kontrol negatif (TAA)
Ekstrak 200 dan Tikus CCl4 - Penurunan kadar MDA yang (Usoh et al.,
300 mg/kg BB signifikan dibandingkan dengan 2012)
kontrol negatif (CCl4)
Fraksi 50 dan Tikus CCl4 1,25 - Penurunan TBARS, (Adetutu and
100 mg/kg BB mg/kg BB peningkatan GSH, SOD, dan Owoade,
CAT yang signifikan 2013)
dibandingkan dengan kontrol
negatif (CCl4)

108
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

Fraksi 100 dan Tikus DNPH 3 Silymarin 25 Penurunan TBARS, FRAP, dan (Obouayeba
200 mg/kg BB mg/kg BB mg/kg BB DPPH yang signifikan et al., 2014)
dibandingkan dengan kontrol
negatif (DNPH)
Ekstrak 200, Mencit Asetaminofen - Penurunan MDA, peningkatan (Liu et al.,
400, dan 600 1000 mg/kg GSH, CAT yang signifikan 2010)
mg/kg BB BB dibandingkan dengan kontrol
negatif (asetaminofen)
Keterangan : MDA: malondialdehyde, GSH: Glutahione, CAT: catalase, SOD: superoxide dismutase, TBARS:
thiobarbituric reacting substances, GPx: gluthathione peroxidase, d-ALA-D: d-aminolevulinate dehydratase

Metabolit reaktif dari penginduksi, 2009). Penurunan pada TBARS, FRAP, dan
seperti NAPQI (dari asetaminofen) dapat DPPH berkorelasi dengan penurunan
bereaksi secara langsung dengan gugus –SH hepatotoksisitas dari penginduksi. Senyawa
dari d-ALA-D menyebabkan inaktivasi enzim. yang bersifat sebagai antioksidan di dalam
Inhibisi pada enzim ini mengindikasikan ekstrak dapat menstabilkan radikal bebas dan
penurunan kadar glutation atau peningkatan mencegah terjadinya kerusakan membran sel
oksidasi ALA-D (Bechara, 1996). Peningkatan (Obouayeba et al., 2014). Superoksida
pada d-ALA-D menunjukkan bahwa ekstrak dismutase, Katalase, dan glutation peroksidase
bunga H. sabdariffa dapat melindungi enzim adalah enzim yang berperan penting sebagai
tersebut dari oksidasi. Glutation di dalam hati antioksidan seluler dalam mendegradasi
pada proses metabolisme senyawa toksik akan oksigen reaktif dan hidrogen peroksida
mengalami penurunan, pada saat kadar endogen(Sharma et al., 2012). Enzim ini
glutation berada sangat rendah di dalam hati, mengalami penurunan yang signifikan setelah
senyawa-senyawa toksik tersebut dapat pemberian penginduksi. Pemberian ekstrak
berinteraksi dengan sel hati dan menyebabkan menunjukkan efektivitas sebagai antioksidan
kerusakan (Hewawasam et al., 2003). dengan meningkatkann enzim-enzim tersebut.
Peningkatan kadar glutation setelah pemberian
ekstrak pada penelitian-penelitian di atas STUDI TOKSISITAS
mengindikasikan bahwa ekstrak bunga H. Toksisitas adalah segala hal yang
sabdariffa dapat mencegah terjadinya memiliki efek berbahaya dari zat kimia atau
penurunan kadar glutation dan kerusakan sel obat pada organisme uji. Uji toksisitas adalah
hati lebih lanjut. suatu uji untuk mendeteksi efek toksik suatu
Pemberian ekstrak bunga H. sabdariffa zat sistem biologi dan memperoleh data dosis-
terlebih dahulu dapat mencegah terjadinya respon yang khas dari sediaan uji. Data
peroksidasi lipid akibat proses kerusakan sel tersebut digunakan sebagai informasi
oleh penginduksi, yang ditandai dengan mengenai dosis sediaan uji yang aman
penurunan MDA (malonaldehida)(Guo et al., digunakan dalam terapi. Pengujian

109
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

toksisitas terhadap hewan dilakukan sebagai sensitisasi kulit, iritasi mata, iritasi akut
representatif berbagai reaksi biokimia, dermal, iritasi mukosa vagina, toksisitas akut
fisiologik dan patologik pada manusia dermal, dan toksisitas subkronis dermal
terhadap suatu sediaan uji yang (Kepala BPOM RI, 2014). Hasil pengujian
digunakan(Kepala BPOM RI, 2014). toksisitas akut oral, subkronis oral, dan kronis
Serangkaian uji toksisitas yang oral pada penggunaan ekstrak H. sabdariffa,
dilakukan terhadap hewan meliputi uji dapat dilihat pada tabel 4.
toksisitas akut oral, subkronis oral,
kronis oral, teratogenisitas, Tabel 4. Hasil
Studi Toksisitas
Hewan Lama
Toksisitas Dosis Ekstrak Hasil Referensi
Uji Pemberian
Akut Ekstrak air dan Mencit 7 hari Tidak terdapat kematian (Reanmongkol
etanol 15 g/kg BB jantan and Itharat,
2007)
Ekstrak air, air : Tikus 8 hari Kematian dengan penurunan (Fakeye et al.,
etanol (1:1) dan jantan berat badan dan diare pada 2009)
etanol 2000 semua hewan uji
mg/kg BB
Ekstrak air 5000 Tikus 14 hari Tidak terdapat kematian, (Sireeratawong
mg/kg BB jantan perubahan berat badan dan et al., 2013)
dan organ, serta perlakuan hewan
betina uji
Sub kronis Ekstrak air 1.15, Tikus 60 hari Toksisitas testikular (Orisakwe,
2.30, and 4.60 jantan Husaini and
g/kg Afonne, 2004)
Ekstrak air : Tikus 40 hari Kematian pada seluruh hewan (Fakeye et al.,
etanol (1:1) 300 jantan uji, peningkatan kadar AST 2009)
mg/kg BB dan kreatinin, tidak terjadi
perubahan histologi organ.
Ekstrak air 300 Tikus 60 hari Kematian pada 80% hewan (Fakeye et al.,
mg/kg BB jantan uji, peningkatan kadar AST 2009)
dan kreatinin, tidak terjadi
perubahan histologi organ.
Ektrak etanol 300 Tikus 90 hari Tidak terjadi kematian, (Fakeye et al.,
mg/kg BB jantan peningkatan kadar kreatinin, 2009)
tidak terjadi perubahan
histologi organ.
Kronis Ektrak air 50, Tikus 270 hari Tidak terdapat kematian, (Sireeratawong

110
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

100, dan 200 jantan perubahan berat badan, et al., 2013)


mg/kg BB dan histologi organ, hematologi,
betina kimia klinik darah, serta
perlakuan hewan uji

METODE PREPARASI H. sabdariffa memisahkan senyawa aktif pada sampel,


Perbedaan metode preparasi, sehingga yang digunakan pada pengujian
penginduksi dan penggunaan ekstrak pada aktivitas in vivo adalah ekstrak H. sabdariffa
hewan uji dapat dilihat pada tabel 5. dan hasil fraksinasinya. Untuk pengujian
Penggunaan pelarut dan proses ektraksi yang toksisitas, metode preparasi dan lokasi
dilakukan berpengaruh dalam penarikan pengambilan sampel sangat berpengaruh
senyawa aktif yang terdapat pada H. terhadap kandungan senyawa aktif dan sifat
sabdariffa. Beberapa metode juga memakai toksik dari H. sabdariffa seperti terlihat pada
proses fraksinasi untuk tabel 6.

Tabel 5. Metode Preparasi dan Penggunaan H. sabdariffa pada Pengujian Aktivitas In Vivo
Metode Preparasi Ekstrak Metode Penggunaan Ekstrak terhadap Referensi
hewan Uji
500 gram bunga kering diserbukkan dan Hewan uji diinduksi dengan asetaminofen (Olaleye and
direbus dengan 300 ml air selama 1 250 mg/kg BB, 3 jam kemudian diberikan Rocha, 2008)
jam. Kemudian dikeringkan dengan ekstrak 100 mg/kg BB. Ekstrak
freeze-drying kembali diberikan sekali sehari selama
7 hari. Kemudian hewan uji dianastesi,
diambil darah dan dikorbankan setelah
24 jam perlakuan terakhir.
100 gram bunga kering direndam Hewan uji diberi ekstrak 250 mg/kg BB (Al-kubaisy, Al-
dengan air 500 ml selama 24 jam pada selama 7 hari. Kemudian diberikan injeksi groom and
40 0C. Kemudian ekstrak disaring dan CdCl2 4 mg/kg BB dalam larutan salin Amoush, 2016)

dikeringkan pada suhu 40 0C. secara subkutan setelah 12 jam


pemberian ekstrak terakhir. Kemudian
hewan uji dianastesi dan dikorbankan
untuk diambil hatinya.
100 gram serbuk bunga kering diekstraksi Hewan uji diberikan ekstrak 200, 400, dan (Hashemi, 2014)
dengan 300 ml etanol selama 3 jam pada 600 mg/kg BB selama 2 minggu, kemudian
0 diinjeksikan dengan CCl4 1 ml/kg BB dalam
50 C. Kemudian ekstrak cair disaring
dan dievaporator pada 37 0C , residu parafin cair (1:1 v/v) setiap 72 jam selama
dilarutkan dengan 250 ml air, diaduk 2 minggu. Hewan uji dibius dengan etil eter
0
selama 3 jam pada 40 C, supernatannya untuk mengambil sampel darah dari retro

111
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

disaring dan diliofilisasi. orbital plexu setelah 48 jam perlakuan


terakhir. Hewan uji kemudian dikorbankan
dan diambil hatinya untuk pengujian
histopatologi dan antioksidan hepatik.
1 kg serbuk bunga kering diekstraksi Ekstrak bunga dan fraksi antosianin masing- (Olusola, 2011)
dengan 10 liter 0,1% trifluoroacetic masing 100 mg/kg BB diberikan kepada

acid (TFA) selama 12 jam pada 20 0C hewan uji selama 23 hari. Kemudian

dengan pengadukan. Kemudian diinjeksi dengan 2,4 DNPH 28 mg/kg BB


disaringan dan dikeringkan untuk selama 5 hari (dimulai dari hari ke-24
mendapatkan ektrak sampel. Sebagian sampai ke-28). Darah diambil dari vena
ekstrak dimasukkan ke dalam kolom bagian telinga hewan uji dan hewan uji
dicuci dengan 3 liter air, dielusi dengan dianastesi lalu dikorbankan untuk
50% larutan etanol yang mengandung diambil hati dan otaknya.
0,1% TFA, kemudian dikeringkan untuk
mendapatkan fraksi antosianin.
1 kg serbuk bunga kering diekstraksi Hewan uji diinduksi dengan injeksi (Ezzat et al.,
dengan 10 liter 0,1% trifluoroacetic intraperitoneal TAA 100 mg/kg BB sekali 2016)

acid (TFA) selama 12 jam pada 20 0C seminggu selama sebulan. Kemudian


dengan pengadukan. Kemudian hewan uji diberikan ekstrak 100 mg/kg BB
disaringan dan dikeringkan untuk sebagai kelompok uji dan 50 mg/kg
mendapatkan ektrak sampel. Sebagian silymarin sebagai kontrol positif. Setelah 24
ekstrak dimasukkan ke dalam kolom jam perlakuan terakhir, sampel darah
dicuci dengan 3 liter air, dielusi dengan diambil bersamaan dengan hewan uji
50% larutan etanol yang mengandung dikorbankan untuk mengambil hatinya.
0,1% TFA, kemudian dikeringkan untuk
mendapatkan fraksi antosianin.
Bunga kering diekstraksi dengan Hewan uji diberikan ekstrak 200 dan 300 (Usoh et al.,
metode sokletasi menggunakan etanol mg/kg BB selama 7 hari dan diinduksi 2012)
80%, kemudian diliofilisasi. dengan 0,25 mg/kg BB CCl4 dalam parafin
cair (1:1) secara intraperitoneal pada hari ke-
7. Kemudian darah hewan uji diambil.
100 gram serbuk bunga kering diekstraksi Hewan uji diberikan ekstrak 50 dan 100 (Adetutu and
dengan 300 ml etanol selama 3 jam pada mg/kg BB selama 7 hari kemudian diinduksi Owoade, 2013)
0 dengan 1,25 mg/kg BB CCl4 dalam olive oil
50 C. Kemudian ekstrak cair disaring

dan dievaporator pada 37 0C , residu (1:1) intraperitoneal pada hari ke-7.


dilarutkan dengan 100 ml air dan Setelah 24 jam, hewan uji dianastesi dan
diekstraksi dengan 200 ml heksan untuk dikorbankan untuk diambil darah dan
menghilangkan pigmen (seperti klorofil hatinya.
dan kareteniod). Fase air diekstraksi
sebanyak 3 kali dengan 180 ml etil asetat,

112
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

dan dievaporasi pada 37 0C.


100 gram bunga kering diekstraksi dengan Hewan uji diberikan ekstrak 100 dan 200 (Obouayeba et al.,
200 ml metanol asam dengan TFA 0,1% mg/kg BB sebagai sediaan uji, dan 25 mg/kg 2014)
0 BB silymarin sebagai kontrol positif
selama 24 jam pada 4 C. Kemudian

dievaporator pada 380C untuk mendapatkan masing-masing selama 7 hari. Satu jam

ekstrak kering. Ektrak dilarutkan dalam 200 setelah perlakuan hari ke-7, DNPH 3 mg/kg
ml air dan disaring untuk menghilangkan BB diinjeksikan secara intraperitoneal dalam
glukosa dan pigmen klorofil dan NaCl 0,9%. Kemudian diambil darah dan
ditambahkan 100 ml metanol, lalu hati hewan uji.
dievaporasi pada 380C. Ekstrak kering
dilarutkan dalam 100 ml air, kemudian
diliofilisasi dengan freeze dryer.
150 gram bunga kering dimaserasi dengan 6 Hewan uji diberikan ekstrak 200, 400, dan (Liu et al., 2010)
0
liter air panas (95 C) selama 2 jam dan 600 mg/kg BB sekali sehari selama 2
dievaporasi pada vakum -850C. Kemudian minggu. Kemudian diinjeksikan
ekstrak cair disaring dan diliofilisasi. asetaminofen 1000 mg/kg BB secara
intraperitoneal dalam dimetil sulfoksida.
Setelah 6 jam, hewan uji dikorbankan
untuk diambil darah dan hatinya.

Tabel 6. Metode Preparasi dan Variasi H. sabdariffa pada Pengujian Toksisitas


Metode Preparasi Asal Negara Referensi
Serbuk bunga kering diektraksi dengan air (1:10 b/v) Abuja, Nigeria (Orisakwe, Husaini
menggunakan metode refluks selama 2 jam, kemudian and Afonne, 2004)
dievaporasi untuk mendapatkan ekstrak kering
Bunga kering diekstrak dengan air panas (700C), dan etanol Distrik Khounmeet, (Reanmongkoland
kemudianekstrakdievaporatormenggunakanuntuk Provinsi Songkhla, Itharat, 2007)
mendapatkan ekstrak kering Thailand
100 gram bunga kering diinfus selama 4 jam dengan pelarut air, Ibadan, Nigeria (Fakeye et al., 2009)
air:etanol (1:1), dan etanol masing-masing sebanyak 1 L.
Kemudian bunga kering kembali diekstraksi dengan pelarut
yang sama. Ekstrak cair yang diperoleh kemudian dipekatkan
untuk mendapatkan ekstrak kering
Bunga kering diekstrak dengan air panas (700C), kemudian Distrik Khounmeet, (Sireeratawong et al.,
ekstrak dievaporator menggunakan vacuum drying (400C) Provinsi Songkhla, 2013)
Thailand

113
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

PEMBAHASAN menyatakan bahwa ekstrak air, air : etanol


Mekanisme kerja H. sabdariffa sebagai (1:1), dan etanol pada dosis 2000 mg/kg BB
hepatoprotektor berdasarkan pada aktivitasnya dapat menimbulkan kematian dengan
sebagai antioksidan, menghambat enzim penurunan berat badan dan diare pada mencit.
sitokrom P450, menekan ekspresi protein Pengujian toksisitas subkronis menunjukkan
proapoptosis dan meningkatkan persentase bahwa ekstrak air H. sabdariffa menyebabkan
viabilitas sel hati. Penginduksi kerusakan hati, toksisitas testikular dengan dosis 1,15 g/kg BB

seperti asetaminofen, CCl4, TAA, DNPH, dan mencit yang diberikan selama 60 hari.

kadmium setelah masuk ke dalam tubuh dan Sedangkan pada penelitian lain menunjukkan
adanya kematian pada hewan uji dengan
dimetabolisme di hati akan membentuk radikal
pemberian ekstrak air : etanol (1:1) dan
bebas yang dapat merusak sel hati. Dengan
ekstrak air dosis 300 mg/kg BB mencit selama
adanya ekstrak H. sabdariffa, maka radikal
40 dan 60 hari. Untuk pengujian toksisitas
bebas tersebut dapat distabilkan oleh efek
kronis selama 270 hari dengan ekstrak air
antioksidannya. Hal ini dapat dilihat dari
dosis 50, 100, dan 200 mg/kg BB mencit tidak
penurunan berbagai indikator kerusakan hati,
menunjukkan adanya kematian dan perubahan
seperti enzim AST, ALT, ALP, LDH,TC, TG,
terhadap parameter lainnya. Sehingga ekstrak
LDL-C, VLDL-C, MDA, T-BIL, dan D-BIL,
H. sabdariffa lebih aman dikonsumsi dengan
disertai dengan peningkatan kadar HDL-C,
dosis di bawah 300 mg/kg
SOD, GPx, GSH, CAT, dan d-ALA-D.
BB dengan menggunakan pelarut air atau
Pada review jurnal ini digunakan
etanol.
berbagai metode ekstraksi terhadap H.
Perbedaan hasil setiap pengujian
sabdariffa yang diujikan dengan variasi dosis
toksisitas (tabel 6) dapat dikarenakan 2 faktor,
dan hewan uji. Pada metode ekstraksi dengan
yakni metode ekstraksi (pelarut dan metode
menggunakan pelarut air, dosis minimun yang
administrasi) dan varietas dari H. sabdariffa
dapat memberikan efek sebagai
yang digunakan berdasarkan tempat
hepatoprotektor adalah 100 mg/kg BB mencit.
pengambilannya. Hal ini mengakibatkan
Sedangkan dengan menggunakan pelarut
perbedaan kadar antosianin pada tiap sampel
etanol, dosisnya adalah 200 mg/kg BB mencit.
yang berakibat adanya perbedaan efek toksik
Senyawa yang berkhasiat sebagai antioksidan
yang dihasilkan. Kadar maksimum antosianin
pada H. sabdariffa adalah antosianin yang
terdapat pada ekstrak hidroalkohol, kemudian
berwarna merah, dengan dosis 50 mg/kg BB
ekstrak air dan ekstrak etanol (Fakeye et al.,
mencit.
2009).
Pada pengujian toksisitas akut, ekstrak
air dan etanol H. sabdariffa relatif aman
dengan dosis 15 g/kg BB tidak menimbulkan
kematian pada mencit (Reanmongkol and 114

Itharat, 2007). Akan tetapi, hal ini berbeda


dengan penelitian (Fakeye et al., 2009) yang
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

Ezzat, S. M., Salama, M. M., El-Din, S. H. S.,


Saleh, S., El-Lakkany, N. M., Hammam,
O. A., Salem, M. B. and Botros, S. S.
(2016) ‘Metabolic Profile and
Hepatoprotective Activity of the
Anthocyanin-Rich Extract of Hibiscus
sabdariffa Calyces’, Pharmaceutical
Biology, 0209(September), pp. 1–10.
doi: 10.1080/13880209.2016.1214739.
DAFTAR PUSTAKA
Fakeye, T. O., Pal, A., Bawankule, D. U.,
Yadav, N. P. and Khanuja, S. P. S.
Adetutu, A. and Owoade, A. O. (2013) (2009) ‘Toxic Effects of Oral
‘Hepatoprotective and Antioxidant Administration of Extracts of Dried
Effect of Hibiscus Polyphenol Rich Calyx of Hibiscus sabdariffa Linn.
Extract (HPE) Against Carbon (Malvaceae)’, Phytotherapy Research,
Tetrachloride (CCl4) – Induced Damage 23(2009), pp. 412–416. doi:
in Rats’, British Journal of Medicine & 10.1002/ptr.
Medical Research, 3(4), pp. 1574–1586.
Guo, H., Sun, J., He, H., Yu, G. C. and Du, J.
Al-kubaisy, K. N., Al-groom, R. M. and (2009) ‘Antihepatotoxic Effect of corn
Amoush, A. A.- (2016) ‘Changes in the Peptides Against Bacillus
Oxidative Stress Biomarkers in Rat Calmetteguerin/ Lipopolysaccharide-
Liver Tissue Exposed to Cadmium and Induced Liver Injury in Mice’, Food
Protect with Hibiscus sabdariffa L . ( Ro Chem.Toxicol, 47, pp. 2431–2435.
` ssle ) Flower Extract’, 5(8), pp. 818–
824. Hashemi, J. M. (2014) ‘Hibiscus Sabdariffa
Calyx Extract Alleviate Hepatotoxicity
Bechara, E. J. H. (1996) ‘Oxidative Stress in Induced by Carbon Tetrachloride on
Acute Intermittent Porphyria and Lead Male Albino Rats.’, 12(6), pp. 111–120.
Poisoning may be Triggered by 5-
Aminolevulinic Acid’, Brazil J Med Hewawasam, R. P., Jayatilaka, K. A.,
Biol Res, 29, p. 841. Pathirana, C. and Mudduwa, L. K.
(2003) ‘Protective Effect of
Brent, J. A. and Rumack, B. H. (1993) ‘Role Asteracantha longifolia Extracts in
of Free Radicals in Toxic Hepatic Injury Mouse Liver Injury Induced by CCl4
II’, Clin Toxicol, 31, pp. 173–196. and Paracetamol’, J. Pharm.
Pharmacol, 55(10), pp. 1413–1418.
Douhri, B., Idaomar, M., Senhaji, N. S.,
Ennabili, A. and Abrini, J. (2014) Johnson, S. S., Oyelola, F. T., Ari, T. and
‘Hepatoprotective Effect of Origanum Juho, H. (2013) ‘In vitro Inhibitory
elongatum Against carbon Tetrachloride Activities of the Extract of Hibiscus
(CCl4) Induced Toxicity in Rats’, Eur J sabdariffa L., (Family Malvaceae) on
Med Plants, 4, pp. 14–28. Selected Cytochrome P450 Isoforms’,
10, pp. 533–540.
Drent, M., Cobben, N. a M., Henderson, R. F.,
Wouters, E. F. M. and Van Dieijen- Kepala BPOM RI (2014) Peraturan Kepala
Visser, M. (1996) ‘Usefulness of lactate Badan Pengawas Obat dan Makanan
Dehydrogenase and Its Isoenzymes as Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
Indicators of Lung Damage or 2014 tentang Pedoman Uji Toksisitas
Inflammation’, European Respiratory Nonklinik secara In Vivo.
Journal, 9(8), pp. 1736–1742. doi:
10.1183/09031936.96.09081736. Liu, L. C., Wang, C. J., Lee, C. C., Su, S. C.,
Chen, H. L., Hsuf, J. D. and Lee, H. J.

115
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

(2010) ‘Aqueous Extract of Hibiscus pp. 295–298. doi:


sabdariffa L. Decelerates 10.1016/j.reprotox.2003.11.001.
Acetaminophen-Induced Acute Liver
Damage by Reducing Cell Death and Pooja, C. O. and Priscilla, D. M. (2009)
Oxidative Stress in Mouse Experimental ‘Antioxidant and Hyperlipidemic
Models’, Journal of the Science of Food Activity of Hibiscus sabdariffa Leaves
and Agriculture, 90(2), pp. 329–337. and Calyces Extracts in Rats’, Indian J.
doi: 10.1002/jsfa.3821. of Exp. Biol., 47(3), pp. 276–282.

Mishra, S. (2012) ‘Serum and Hepatocyte Reanmongkol, W. and Itharat, A. (2007)


Enzyme’, 1(3), pp. 1–4. ‘Antipyretic Activity of the Extracts of
Hibiscus sabdariffa L. Calyces in
Mokdad, A. a, Lopez, A. D., Shahraz, S., Experimental Animals’, Songklanakarin
Lozano, R., Mokdad, A. H., Stanaway, Journal of Science and Technology,
J., Murray, C. J. L. and Naghavi, M. 29(SUPPL. 1), pp. 29–38.
(2014) ‘Liver Cirrhosis Mortality in 187
Countries between 1980 and 2010: A Sharma, P., Jha, A. B., Dubey, R. S. and
Systematic Analysis.’, BMC medicine, Pessarakli, M. (2012) ‘Reactive Oxygen
12(1), p. 145. doi: 10.1186/s12916-014- Species, Oxidative Damage, and
0145-y. Antioxidative Defense Mechanism in
Plants under Stressful Conditions’,
Obouayeba, A., Boyvin, L., MBoh, G., Diabat, Journal of Botany, 2012, pp. 1–26. doi:
S., Kouakou, T., Djaman, A. and 10.1155/2012/217037.
NGuessan, J. (2014) ‘Hepatoprotective
and Antioxidant Activities of Hibiscus Sireeratawong, S., Itharat, A., Khonsung, P.,
sabdariffa Petal Extracts in Wistar Rats’, Lertprasertsuke, N. and Jaijoy, K.
International Journal of Basic & (2013) ‘Toxicity Studies of the Water
Clinical Pharmacology, 3(5), p. 774. Extract from the Calyces of Hibiscus
doi: 10.5455/2319-2003.ijbcp20141034. sabdariffa L. in Rats’, Afr J Tradit
Complement Altern Med., 10(4), pp.
Olaleye, M. T. and Rocha, B. T. J. (2008) 122–127.
‘Acetaminophen-Induced Liver Damage
in Mice: Effects of Some Medicinal Tseng, T., Kao, E., Chu, C., Chou, F., Wu, H.
Plants on the Oxidative Defense L. and Wang, C. (1997) ‘Protective
System’, Experimental and Toxicologic Effects of Dried Flower Extracts of
Pathology, 59(5), pp. 319–327. doi: Hibiscus sabdariffa L. Against
10.1016/j.etp.2007.10.003. Oxidative Stress in Rat Primary
Hepatocytes’, Food Chem Toxicol, 35,
Olusola, A. O. (2011) ‘Evaluation of the pp. 1159–1164.
Antioxidant Effects of Hibiscus
Sabdariffa Calyx Extracts on 2 , 4- Usoh, I. F., Ekaidem, I. S., Etim, O. E., Akpan,
Dinitrophenylhydrazine-Induced H. D., Akpan, E. J. and Fakoya, A.
Oxidative Damage in Rabbits’, (2012) ‘Antioxidant and
WebmedCentral BIOCHEMISTRY, pp. Hepatoprotective Effects of Dried
1–11. Available at: Flower Extracts of Hibiscus sabdariffa
http://www.webmedcentral.com/article_ L. on Rats Treated with Carbon
view/2283. Tetrachloride’, Journal of Applied
Pharmaceutical Science, 2(8), pp. 156–
Orisakwe, O. E., Husaini, D. C. and Afonne, 159. doi: 10.7324/JAPS.2012.2832.
O. J. (2004) ‘Testicular Effects of Sub-
Chronic Administration of Hibiscus Wahyuningsih, S. and Sutjiatmo, A. B. (2015)
sabdariffa Calyx Aqueous Extract in ‘Uji Aktivitas Hepatoprotektor Ekstrak
Rats’, Reproductive Toxicology, 18(2), Air Akar Kuning (Fibraurea tinctoria

116
Liem et al./Jurnal Farmasi Galenika (Galenica Journal of Pharmacy) 2014; 3 (2): 103-117

Lour) Pada Tikus Putih Betina Galur


Wistar’, Aristoteles, 4(1).

Yang, L., Gou, Y., Zhao, T., Zhao, J., Li, F.,
Zhang, B. and Wu, X. (2012)
‘Antioxidant Capacity of Extracts from
calyx Fruits of Roselle (Hibiscus
sabdariffa L.)’, African Journal of
Biotechnology, 11(17), pp. 4063–4068.
doi: 10.5897/AJB11.2227.

117

Anda mungkin juga menyukai