Anda di halaman 1dari 24

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

Jenis kendaraan yang memakai jalan sangat beraneka ragam, bervariasi baik
ukuran, berat total, konfigurasi dari beban sumbu kendaraan sehingga
menimbulkan masalah pada pedeknya umur pelayanan jalan. Tidak terpenuhinya
umur rencana pada konstruksi perkerasan jalan terutama disebabkan karena
overload kendaraan dan kesalahan dalam tahap pelaksanaan.

Lapisan perkerasan jalan harus dapat memberikan kenyamanan dan keamanan


bagi pengguna jalan. Sehingga dalam perencanaan, semua faktor yang
berpengaruh pada fungsi pelayanan konstruksi perkerasan perlu dipertimbangkan
seperti fungsi jalan, kinerja perkerasan, umur rencana, dan beban lalu lintas.
(Silvia Sukirman, 1999).

Dalam perencanaan tebal lapisan perkerasan, sangat ditentukan dari beban yang
dipikul oleh suatu perkerasan jalan. Seperti yang dikemukakan oleh Huang,
(1986) dalam Wang, dkk (2007) bahwa beban axle kendaraan dan volume lalu
lintas sangat berpengaruh dalam perencanaan dan analisis perkerasan.

Disamping itu perlu adanya perencanaan dan pelaksanaan yang baik, sesuai
standar agar diperoleh tebal lapis perkerasan yang dapat memberikan
kenyamanan, keamanan, dan efisien. Seiring dengan kemajuan teknologi
konstruksi jalan raya, maka manajemen dan perawatan perkerasan menjadi hal
penting dalam program pemeliharaan jalan raya. (Hu, 2010)

Pedoman yang digunakan untuk menghitung tebal perkerasan jalan lentur


diantaranya adalah Metode Analisa Komponen SK SNI 1732-1989-F, Metode
Lendutan Pd. T-05-2005-B, dan Road Design System (RDS). Mulai tahun 2011
commit to user
untuk menghitung tebal perkerasan jalan lentur, Direktorat Jendral Bina Marga
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

Departemen Pekerjaan Umum memperkenalkan dan mensosialisasikan Pedoman


Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur No.001/BM/2011 dengan program
komputer Software Desain Perkerasan Jalan Lentur (SDPJL).

2.2 Dasar Teori

2.2.1 Jalan

Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,
termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 34 tahun 2006 bagian-bagian jalan dapat digambarkan seperti pada Gambar
2.1 berikut:

Gambar 2.1 Potongan Melintang Jalan Raya

Keterangan:
a. Jalur lalu lintas : Bagian jalan untuk melayani lalu lintas dan
angkutan jalan.
b. Bahu jalan : Bagian jalan yang diperuntukkan bagi kendaraan
commit to user
berhenti dalam keadaan darurat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

c. Saluran tepi : Bagian jalan untuk menampung dan menyalurkan


air hujan yang jatuh di ruang manfaat jalan.
d. Ambang pengaman : Bagian jalan yang diperuntukkan untuk
pengamanan badan jalan.

Ruang manfaat jalan (Rumaja) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi
oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu. Ruang manfaat jalan meliputi badan
jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.

Ruang milik jalan (Rumija) merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh
lebar, kedalaman, dan tinggi tertentu. Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat
jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan.

Ruang pengawasan jalan (Ruwasja) merupakan ruang sepanjang jalan di luar


ruang milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu. Ruang pengawasan
jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan
konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan.

2.2.2 Jaringan Jalan

Jaringan jalan adalah satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri atas sistem jaringan
primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarkis.
Sesuai Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 tahun 2006 tentang jalan,
sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan menjadi berikut ini:

1) Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan yang disusun
berdasarkan rencana tata ruang dan pelayanan distribusi barang dan jasa
untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional.
2) Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan yang disusun
berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

2.2.3 Fungsi Jalan

Berdasarkan fungsinya, jalan dibedakan menjadi jalan arteri, jalan kolektor, dan
jalan lokal. Jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan umum dengan ciri-
ciri pelayanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk
dibatasi secara efisien. Jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan
pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-
rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan lokal adalah jalan yang
melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan
rata-rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. (Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 34 tahun 2006)

2.2.4 Umur Rencana Jalan

Dalam perencanaan perkerasan jalan, umur rencana harus ditetapkan terlebih


dahulu. Pada umumnya di Indonesia umur rencana ditetapkan 10 tahun.
Sedangkan untuk pemeliharaan berkala dan peningkatan, umur rencana ditetapkan
5 tahun. Menurut Silvia Sukirman (1999) umur rencana perkerasan jalan adalah
jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai
diperlukan suatu perbaikan yang bersifat struktural (sampai diperlukan overlay
lapisan perkerasan).

2.2.5 Beban Lalu Lintas Jalan

Salah satu parameter untuk menghitung tebal lapis perkerasan jalan adalah
besarnya beban yang dipikul oleh jalan. Beban lalu lintas berasal dari arus lalu
lintas yang memakai jalan yang besarnya diperoleh dari analisa lalu lintas dan
perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas. Jumlah kendaraan yang memakai jalan
dinyatakan dalam volume lalu lintas. Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan
yang melewati satu titik pengamatan selama satu satuan waktu. Data volume lalu
lintas diperoleh dari survai pencacahan lalu lintas baik itu dengan cara manual,
semi manual (dengan bantuan kamera video), maupun otomatis (menggunakan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

tube/loop). Di Indonesia umumnya masih menggunakan cara manual untuk


menghitung volume lalu lintas.

Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam, bervariasi baik ukuran,
berat total, konfigurasi dan beban sumbu. Menurut Pedoman Teknis No. Pd.T-
19-2004-B penggolongan jenis kendaraan dibagi menjadi 8 golongan seperti
pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Penggolongan Jenis Kendaraan


No Jenis Kendaraan Golongan
1. Sepeda Motor 1 –
2. Sedan, Jeep, Station Wagon 2 1.1
3. Pick-up, Combi 3 1.1
4. Micro Truck, Mobil Hantaran 4 1.1
5. Bus Kecil 5a 1.1
6. Bus Besar 5b 1.2
7. Truk 2 sumbu, 4 roda 6a 1.1
8. Truk 2 sumbu, 6 roda 6b 1.2
9. Truk 3 sumbu 7a 1.2.2
10. Truk Gandengan 7b 1.2.2 – 2.2
11. Truk Semi Trailer 7c 1.2.2.2.2
12. Kendaraan Tidak Bermotor 8 –
Sumber: Pedoman Teknis No. Pd.T-19-2004-B

Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui
roda-roda kendaraan yang besarnya tergantung dari berat total kendaraan,
konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dan perkerasan, kecepatan dan
kendaraan. Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu setiap
kendaraan menggunakan rumus sebagai berikut:

4
 beban sumbu (ton) 
Sumbu Tunggal Roda Tunggal    (2.1)
 5,4 
4
 beban sumbu (ton) 
Sumbu Tunggal Roda Ganda    (2.2)
 8,16 

4
 beban sumbu (ton)  (2.3)
Sumbu Dual Roda Ganda   
commit to user
13,76 
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

4
 beban sumbu (ton) 
Sumbu Triple Roda Ganda   
(2.4)
 18,45 

Distribusi beban sumbu dari berbagai jenis kendaraan dapat dilihat pada Tabel 2.2
berikut:

Tabel 2.2 Distribusi Beban Sumbu Berbagai Jenis Kendaraan

Sumber: Perkerasan Lentur Jalan Raya, Silvia Sukirman

Lajur rencana merupakan salah satu lajur lalu lintas dari suatu ruas jalan yang
menampung lalu lintas terbesar. Jika tidak memiliki tanda batas lajur, maka
jumlah lajur ditentukan dari lebar perkerasan sesuai Tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan


Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur
L < 4,50 m 1
4,50 m ≤ L 8,00 m 2
8,00 m ≤ L 11,25 m 3
11,25 m ≤ L 15,00 m 4
15,00 m ≤ L 18,75 m 5
18,75 m ≤ L 22,50 m 6
Sumber: Pedoman Teknis SNI 1732-1989-F
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

Dalam buku Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya Dengan
Metode Analisa Komponen SK SNI 1732-1989-F, koefisien distribusi kendaraan
(C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat pada jalur rencana ditentukan
oleh Tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Koefisien Distribusi Kendaraan (C)


Kendaraan Ringan Kendaraan berat
Jumlah *) **)
Lajur
1 arah 2 arah 3 arah 4 arah
1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 lajur - 0,30 - 0,45
5 lajur - 0,25 - 0,425
6 lajur - 0,20 - 0,40
Sumber: Pedoman Teknis SNI 1732-1989-F
*) Berat total < 5 ton, misalnya: mobil penumpang, pick up, mobil hantaran.
**) Berat total ≥ 5 ton, misalnya: bus, truck, traktor, semi trailer, trailer.

2.3 Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Perkerasan lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan


pengikat. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban
lalu lintas ke tanah dasar.

Menurut Silvia Sukirman, (1999) dalam buku Desain Perkerasan Jalan Lentur,
karakteristik yang terdapat pada lapisan perkerasan lentur adalah:

1) Bersifat elastis jika menerima beban, sehingga dapat memberi


kenyamanan bagi pengguna jalan.
2) Pada umumnya menggunakan bahan pengikat aspal.
3) Selama usia rencana diperlukan pemeliharaan secara berkala.
4) Seluruh lapisan ikut menanggung beban.
5) Penyebaran tegangan lapisan tanah dasar sedemikian sehingga tidak
merusak lapisan tanah dasar (subgrade).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

2.3.1 Kriteria Konstruksi Perkerasan Lentur

Konstruksi perkerasan lentur dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu


lintas menurut Silvia Sukirman, (1999) harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:

1) Memiliki permukaan yang rata, tidak bergelombang dan tidak berlobang.


2) Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat
beban yang bekerja di atasnya.
3) Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan
permukaan jalan sehingga tak mudah selip.
4) Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika kena sinar matahari.

Jika dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban,


konstruksi perkerasan lentur harus memenuhi syarat berikut:

1) Memiliki ketebalan yang cukup atau sesuai dengan ketentuan sehingga


mampu menyebarkan beban atau muatan lalu lintas ke tanah dasar.
2) Lapisan perkerasannya harus kedap air, sehingga air tidak mudah dapat
menerobos dan menyerap ke lapisan di bawahnya.
3) Permukaan lapisan perkerasan harus mudah mengalirkan air, sehingga air
terutama air hujan yang jatuh dari atasnya dapat segera dialirkan.
4) Kekakuan lapisan perkerasan jalan untuk memikul beban yang bekerja
tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.

2.3.2 Lapisan Perkerasan Lentur

Perkerasan umumnya terdiri dari beberapa lapisan perkerasan, lapisan-lapisan


tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke
lapisan di bawahnya. Pada Gambar 2.2 terlihat bahwa beban kendaraan
dilimpahkan keperkerasan jalan melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi
rata. Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan (surface) dan disebarkan ke
tanah dasar (subgrade) menjadi lebih kecil dari daya dukung tanah dasar. Karena
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

sifat menyebarkan gaya, maka muatan yang diterima oleh setiap lapisan berbeda
dan semakin kebawah semakin kecil.

Beban

Surface

Base

Subbase

Subgrade
Gambar 2.2 Pembebanan pada Lapisan Perkerasan Lentur

Beban lalu lintas yang bekerja di atas konstruksi perkerasan dapat dibedakan atas:

1) Gaya vertikal akibat berat muatan kendaraan.


2) Gaya horizontal akibat rem dari roda kendaraan.
3) Gaya getar akibat pukulan/tumbukan roda kendaraan.

Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh gaya yang bekerja, lapisan
pondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap
hanya menerima gaya vertikal saja. Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari
empat lapisan, antara lain seperti pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Lapisan Perkerasan Lentur

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

1) Lapisan permukaan (surface), mempunyai fungsi dalam struktur


perkerasan sebagai:

a. Menerima beban langsung dari lalu lintas yang menyebarkan untuk


mengurangi tegangan pada lapisan bawah struktur jalan.
b. Menyediakan permukaan jalan yang aman dan kesat.
c. Menyediakan permukaan yang baik bentuknya dan rata sehingga
nyaman dilalui.
2) Lapisan pondasi atas (base), berfungsi sebagai:

d. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan
menyebarkan beban ke lapisan di bawahnya.
e. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
f. Bantalan terhadap lapisan permukaan.

3) Lapisan pondasi bawah (subbase), berfungsi:

a. Membantu mendistribusikan beban ke tanah dasar sebagai bagian dari


perancangan strukturnya.
b. Mengurangi lapisan di atasnya yang lebih mahal.
c. Mencegah partikel halus dari tanah dasar naik ke lapisan pondasi atas.

4) Lapisan tanah dasar (subgrade), berfungsi sebagai landasan kerja lapisan


perkerasan di atasnya dan sebagai pondasi struktur secara keseluruhan.

2.4 Kerusakan Perkerasan Lentur

Kerusakan pada perkerasan lentur dikategorikan menjadi dua yaitu kerusakan


struktural (structural failure) dan kerusakan fungsional (functional failure).
Penyebab kerusakan disebabkan oleh faktor lalu lintas dan faktor non lalu lintas.
Kegagalan struktural terjadi apabila terdapat kerusakan pada satu atau lebih
bagian dari perkerasan jalan yang disebabkan lapisan tanah dasar yang tidak
commit
stabil, beban lalu lintas, dan pengaruh to userlingkungan. Sedangkan kegagalan
kondisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

fungsional adalah jika perkerasan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan yang
direncanakan.

Kerusakan pada perkerasan konstruksi jalan pada umumnya dapat disebabkan


oleh :
1) Adanya peningkatan beban lalu lintas dan repetisi beban.
2) Air hujan dan sistem drainase jalan yang tidak baik.
3) Material konstruksi perkerasan. Dalam hal ini dapat disebabkan oleh sifat
material itu sendiri atau dapat pula disebabkan oleh sistem pengelolaan
yang tidak baik.
4) Iklim Indonesia yang beriklim tropis, dimana suhu udara dan curah hujan
umumnya tinggi.
5) Kondisi tanah dasar yang tidak stabil. Kemungkinan disebabkan oleh
sistem pelaksanaan yang kurang baik, atau dapat juga disebabkan oleh
sifat tanah dasar yang memang jelek.
6) Proses pemadatan di atas lapisan tanah dasar yang kurang baik.

Pada umumnya kerusakan yang timbul disebabkan oleh beberapa faktor yang
saling berkaitan. Agar penanganannya tepat sasaran, maka dalam mengevaluasi
kerusakan perlu ditentukan:

1) Jenis Kerusakan (distress type) dan Penyebabnya.


2) Tingkat Kerusakan (distress severity)
3) Jumlah kerusakan (distress amount)

Kerusakan pada perkerasan lentur dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1) Deformasi
a. Alur (rutting)
b. Bergelombang/keriting (corrugation)
c. Sungkur (shoving)
d. Ambles (depression)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

2) Retak (crack)
a. Retak Blok (block crack)
b. Retak Kulit Buaya (crocodile crack)
c. Retak Garis (line crack)

3) Kerusakan Permukaan (Surface Defect)


a. Lobang (potholes)
b. Delaminasi (delamination)
c. Kegemukan Aspal (bleeding)
d. Pengausan Batu (polishing)
e. Pelepasan Batu (reveling)
f. Pengelupasan Batu (Striping)
g. Tambahan (patching)

Kerusakan yang terjadi pada perkerasan aspal perlu adanya penanganan dalam
rangka pemeliharaan untuk mempertahankan kondisi jalan dan mengurangi laju
kerusakan. Klasifikasi pemeliharaan jalan:

1) Pemeliharaan Rutin (major maintenance)


2) Pemeliharaan Berkala (resurfacing)
3) Peningkatan (urgent maintenance)

Gambar 2.4 Grafik


commit to userKinerja Jalan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

Menurut Tata Cara Penyusunan Program Pemeliharaan Jalan


No.18/T/BNKT/1990, definisi Pemeliharaan Rutin adalah penanganan yang
diberikan hanya terhadap lapis permukaan yang sifatnya untuk meningkatkan
kualitas berkendara, tanpa meningkatkan kekuatan structural, dan dilakukan
sepanjang tahun. Pemeliharaan Berkala adalah pemeliharaan yang dilakukan
terhadap jalan pada waktu-waktu tertentu (tidak sepanjang tahun) dan sifatnya
meningkatkan kemampuan structural. Peningkatan adalah penanganan jalan guna
memperbaiki pelayanan jalan yang berupa peningkatan struktural agar mencapai
tingkat pelayanan yang direncanakan.

2.5 Perencanaan Lapis Tambahan (Overlay)

Perencanaan lapis tambahan merupakan penentuan ketebalan dari lapisan aspal


atau lapisan butir yang akan melapisi perkerasan yang ada, sebagai usaha dalam
mengatasi penurunan kekuatan perkerasan serta melindungi struktur selama
periode desain.

Menurut Praveen Kumar dan Ankit Gupta (2010) metode pemeliharaan


perkerasan jalan dibagi menjadi:

1) Teknik pelaksanaan.
2) Pemilihan bahan dan rencana campuran perkerasan.
3) Pemilihan metode perbaikan perkerasan jalan.
4) Evaluasi kinerja.
5) Pelatihan tenaga pelaksana.

Metode pemilihan pemeliharaan perkerasan jalan harus dicantumkan dalam tahap


perencanaan dan tahap pelaksanaan proyek.

Perencanaan lapis tambahan (overlay), bertujuan untuk meningkatkan kekuatan


struktur perkerasan yang ada agar dapat melayani lalu lintas yang direncanakan
selama kurun waktu yang akan datang. Dalam buku Perkerasan Lentur Jalan
commit
Raya, untuk merencanakan tebal lapis to userperlu dilakukan:
tambahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

1) Survei kondisi permukaan

Survei ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kenyamanan permukaan


jalan saat ini. Survei ini dapat dilakukan secara visual, meliputi:

a. Penilaian kondisi dari lapisan permukaan, baik, kritis atau rusak.


b. Penilaian kenyamanan berkendaraan dengan memmpergunakan mobil
Toyota berkecepatan 40 km/jam. Penilaian dikelompokkan menjadi
nyaman, kurang nyaman dan tidak nyaman.
c. Penilaian berat kerusakan yang terjadi, penilaian dilakukan terhadap
retak-retak, lubang, amblas dan lain-lain.

Kondisi kekasaran permukaan jalan lama dapat pula dilakukan dengan


cara visual dan besaran RCI (Road Condition Index) diperoleh dengan
menggunakan pedoman skala pada Tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 RCI (Road Condition Index) Secara Visual


RCI Kondisi Awal Tipe Permukaan
8-10 Sangat rata dan halus Hotmix (AC dan HRS) yang baru dibuat
/ditingkatkan dengan beberapa lapisan
aspal
7-8 Sangat baik, rata Hotmix setelah dipakai beberapa tahun
atau lapisan tipis hotmix diatas penetrasi
Macadam. Dipakai untuk pelaksanaan
pekerjaan konstruksi sekitar ruas jalan
yang ditingkatkan
6-7 Baik Hotmix lama, NACAS / Lasbutag baru
5-6 Cukup, sedikit /tidak ada Penetrasi Macadam, NACAS baru atau
lubang, permukaan rata Lasbutag berumur beberapa tahun
4-5 Jelek, kadang - kadang Penetrasi Macadam berumur 2 - 3 tahun,
berlubang, tidak rata NACAS lama, jalan kerikil
3-4 Rusak, bergelombang, Penetrasi Macadam lama,
banyak lubang NACAS lama, jalan kerikil tidak terawat
2-3 Rusak berat Semua tipe perkerasan yang ada sudah
lama tidak terpelihara
1-2 Tidak dapat dilalui oleh
Jeep 4 WD
Sumber: Perkerasan Lentur Jalan Raya, Silvia Sukirman
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

2) Survei kelayakan struktural konstruksi perkerasan

Kelayakan struktural konstruksi perkerasan dapat ditentukan dengan cara


pemeriksaan dengan mempergunakan alat yang diletakkan di atas
permukaan jalan sehingga tidak berakibat rusaknya konstruksi perkerasan
jalan. Alat yang umum dipergunakan di Indonesia saat ini adalah
benkelman beam.

3) Survei kekuatan tanah dasar

CBR pertama kali diperkenalkan oleh California Division of Highways


pada tahun 1928. CBR lapangan adalah perbandingan antara beban
penetrasi suatu lapisan/bahan tanah atau perkerasan terhadap bahan
standar dengan kedalaman dan kecepatan penetrasi yang sama. Nilai CBR
lapangan dapat juga diperoleh dengan menggunakan hasil pemeriksaan
Dynamic Cone Penetrometer (DCP). DCP mulai diperkenalkan di
Indonesia sejak tahun 1985/1986. DCP adalah alat yang digunakan untuk
mengukur daya dukung tanah dasar jalan langsung di tempat pengamatan.

Emanuel O. Ewako dan Dennis B. Eme (2009) telah mengadakan


penelitian perencanaan perkerasan lentur jalan dengan metode CBR
dengan standard dan metode dari Asphalt Institute, national Crushed Stone
Association dan Nigerian CBR. Kesimpulan dari penelitian tersebut
adalah:

a. Penggunaan metode CBR untuk perencanaan perkerasan lentur


menimbulkan kerusakan dini yang disebabkan oleh deformasi alur.
b. Untuk Negara tropis, kriteria desain juga merupakan salah satu faktor
kerusakan dini perkerasan.
c. Untuk perencanaan perkerasan jalan, perlu dipertimbangkan metode
mekanistik untuk daerah tropis.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

2.6 Metode Analisa Komponen

Perhitungan perencanaan ini didasarkan pada kekuatan relatif masing-masing


lapisan perkerasan, dimana penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh ITP
(Indeks Tebal Perkerasan), dengan rumus sebagai berikut:

ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 (2.5)

keterangan:
a1, a2, a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan perkerasan.
D1, D2, D3 = Tebal masing-masing lapis perkerasan (cm).
Angka 1, 2, 3 = Masing-masing untuk lapis permukaan lapis pondasi dan lapis
pondasi.

Langkah-langkah pengolahan data dengan menggunakan Metode Analisa


Komponen adalah sebagai berikut:

1) Koefisien Distribusi Kendaraan (C).

Koefisien distribusi kendaraan (C) ditentukan dari Tabel 2.4.

2) Lalu lintas Harian Rata-rata dan Rumus-rumus Lintas Ekivalen

Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan ditentukan pada
awal umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median
atau masing-masing arah pada jalan dengan median.

(2.6)

3) Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan.

Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap


kendaraan) ditentukan menggunakan Persamaan 2.1, Persamaan 2.2,
Persamaan 2.3, dan Persamaan 2.4.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

4) Menentukan Lintas Ekivalen.

a. Lintas Ekivalen Permulaan (LEP) dihitung dengan rumus sebagai


berikut:

(2.7)

keterangan:
j = Jenis Kendaraan

b. Lintas Ekivalen Akhir (LEA) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(2.8)

keterangan:
i = Perkembangan lalu lintas
j = Jenis kendaraan

c. Lintas Ekivalen Tengah (LET) dihitung dengan rumus sebagai berikut:

(2.9)

d. Lintas Ekivalen Rencana (LER) dihitung dengan rumus sebagai


berikut:

(2.10)

e. Faktor Penyesuaian (FP) ditentukan dengan rumus:

(2.11)

5) Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) dan California Bearing Ratio (CBR)

Daya Dukung Tanah Dasar (DDT) ditetapkan berdasarkan grafik korelasi


harga yang mewakili dari sejumlah
commit to userharga CBR yang dilaporkan ,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

ditentukan sebagai berikut :

a. Tentukan harga CBR terendah.


b. Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama dan lebih besar dari
masing masing nilai CBR.
c. Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai 100%. jumlah lainya
merupakan persentase dari 100%.
d. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi.
e. Nilai CBR yang mewakili adalah yang didapat dari angka persentase
90%.

6) Faktor Regional (FR)

Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah, perlengkapan drainase,


bentuk alinyemen serta persentase kendaraan dengan berat 13 ton, dan
kendaraan yang berhenti, sedangkan keadaan iklim mencakup curah hujan
rata-rata per tahun. Faktor Regional hanya dipengaruhi oleh bentuk
alinyemen (kelandaian dan tikungan), persentase kendaraan berat dan yang
berhenti serta iklim (curah hujan) seperti pada Tabel 2.6 berikut:

Tabel 2.6 Faktor Regional (FR)


Kelandaian I Kelandaian II Kelandaian III
( < 6 %) (6 – 10 %) ( > 10%)
% kendaraan berat % kendaraan berat % kendaraan berat
≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 % ≤ 30 % > 30 %
Iklim I < 900 mm/th 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
Iklim II > 900 mm/th 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
Sumber: Pedoman Teknis SNI 1732-1989-F

Pada bagian-bagian jalan tertentu, seperti persimpangan, pember-hentian


atau tikungan tajam (jari-jari 30 m) FR ditambah dengan 0,5. Pada daerah
rawa FR ditambah dengan 1,0.

7) Indeks Permukaan

Indeks Permukaan ini menyatakan nilai daripada kerataan / kehalusan serta


commit
kekokohan permukaan yang to user
bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

lintas yang lewat. Adapun beberapa nilai IP beserta artinya adalah seperti
yang tersebut di bawah ini:

IP = 1,0 : adalah menyatakan permukaan jalan dalam keadaan rusak


berat sehingga sangat mengganggu lalu Iintas kendaraan.

IP = 1,5: adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin


(jalan tidak terputus).
IP = 2,0: adalah tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih
mantap
IP = 2,5: adalah menyatakan permukaan jalan yang masih cukup
stabil dan baik.

a. Indeks Permukaan (IP) pada akhir umur rencana

Dalam menentukan indeks permukaan (IP) pada akhir umur rencana,


perlu dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan
jumlah lintas ekivalen rencana (LER), menurut Tabel 2.7 berikut:

Tabel 2.7 Indeks Permukaan Pada Akhir Umur Rencana (IP)


LER = Lintas Klasifikasi Jalan
Ekivalen Rencana *) lokal kolektor arteri tol
< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -
10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2,0 – 2,5 -
> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5
Sumber: Pedoman Teknis SNI 1732-1989-F
*) LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal

Pada proyek-proyek penunjang jalan, JAPAT / jalan murah atau jalan


darurat maka IP dapat diambil 1,0.

b. Indeks Permukaan (IP) pada awal umur rencana

Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (IPo)


perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan / kehalusan
serta kekokohan) pada awal umur rencana, menurut Tabel 2.8 berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

Tabel 2.8 Indeks Permukaan Pada Awal Umur Rencana (IPo)


Jenis Permukaan IPo Roughness *) (mm/km)
LASTON ≥4 ≤ 1000
3,9 – 3,5 > 1000
LASBUTAG 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
BURDA 3,9 – 3,5 < 2000
BURTU 3,4 – 3,0 < 2000
LAPEN 3,4 – 3,0 ≤ 3000
LATASBUM 2,9 – 2,5 > 3000
2,9 – 2,5
BURAS 2,9 – 2,5
LATASIR JALAN 2,9 – 2,5
TANAH JALAN ≤ 2,4
KERIKIL ≤ 2,4
Sumber: Pedoman Teknis SNI 1732-1989-F

8) Menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP)

Index Tebal Perkerasan (ITP) diperoleh dari nomogram dengan


menggunakan LER, DDT dan FR, selama umur rencana. Lihat pada
Lampiran C 8.

9) Koefisien Kekuatan Relatif (a)

Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan lapis permukaan,


agregat A, agregat B, ditentukan secara korelasi sesuai nilai Marshall Test,
kuat tekan, atau CBR. Dalam menentukan nilai koefisien kekuatan relatif
(a) ditentukan beradasarkan Tabel 2.9 berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

Tabel 2.9 Koefisien Kekuatan Relatif (a)


Koefisien Kekuatan Relatif Kekuatan Bahan
Kt Jenis Bahan
a1 a2 a3 MS (Kg) CBR (%)
(Kg/Cm)
0,40 - - 744 - - Laston
0,35 - - 590 - -
0,32 - - 454 - -
0,30 - - 340 - -
0,35 - - 744 - - Lasbutag
0,31 - - 590 - -
0,28 - - 454 - -
0,26 - - 340 - -
0,30 - - 340 - - HRA
0,26 - - 340 - - Aspal Macadam
0,25 - - - - - Lapen (mekanis)
0,20 - - - - - Lapen (manual)
- 0,28 - 590 - -
- 0,26 - 454 - - Laston Atas
- 0,24 - 340 - -
- 0,23 - - - - Lapen (mekanis)
- 0,19 - - - - Lapen (manual)
- 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dg semen
- 0,13 - - 18 -
- 0,15 - - 22 - Stab. Tanah dg kapur
- 0,13 - - 18 -
- 0,14 - - - 100 Batu pecah (kelas A)
- 0,13 - - - 80 Batu pecah (kelas B)
- 0,12 - - - 60 Batu pecah (kelas C)
- - 0,13 - - 70 Sirtu/pitrun (kelas A)
- - 0,12 - - 50 Sirtu/pitrun (kelas B)
- - 0,11 - - 30 Sirtu/pitrun (kelas C)
- - 0,10 - - 20 Tanah/lempung kepasiran
Sumber: Pedoman Teknis SNI 1732-1989-F

Untuk perhitungan pelapisan tambahan (overlay), kondisi perkerasan jalan


lama (existing pavement) dinilai sesuai Tabel 2.10 berikut:

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

Tabel 2.10 Nilai Kondisi Perkerasan Jalan


No Lapisan Kondisi Persentase
1 Lapis Perkukaan Umumnya tidak retak, hanya sedikit deformasi pada jalur roda 90-100 %
Terlihat retak halus, sedikit deformasi pada jalur roda namun
70-90 %
masih tetap stabil
Retak sedang, beberapa deformasi pada jalur roda, pada
50-70 %
dasarnya masih menunjukkan kestabilan
Retak banyak, demikian juga deformasi pada jalur roda,
30-50 %
menunjukkan gejala ketidakstabilan
2 Lapis Pondasi a) Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam
Umumnya tidak retak 90-100 %
Terlihat retak halus, namun masih tetap stabil 70-90 %
50-70 %
Retak sedang, pada dasarnya masih menunjukkan kestabilan
Retak banyak, menunjukkan gejala ketidakstabilan 30-50 %
b) Stabilisasi Tanah dengan Semen atau Kapur:
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 10 70-100 %
c) Pondasi Macadam atau Batu Pecah:
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 80-100 %
3 Lapis Pondasi Bawah
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) ≤ 6 90-100 %
Indeks Plastisitas (Plasticity Index = PI) > 6 70-90 %
Sumber: Pedoman Teknis SNI 1732-1989-F

10) Menghitung Tebal Lapis Tambahan (Overlay)

Dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.5), dan untuk menghitung


tebal lapis tambahan dihitung sesuai dengan Umur Rencana (UR) yang
ditetapkan dengan menggunakan Persamaan 2.12 berikut:

(2.12)

2.7 Metode Software Desain Perkerasan Jalan Lentur (SDPJL)

Software Desain Perkerasan Jalan Lentur (SDPJL) adalah alat bantu perencana
untuk melakukan desain perkerasan jalan lentur, dengan merujuk pada Pedoman
Interim Desain Perkerasan Jalan Lentur No 001/BM/2011.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

Program lunak Software Desain Perkerasan Jalan Lentur (SDPJL) menggunakan


perangkat lunak Microsoft Excel dan merupakan pengembangan dari Road Design
System (RDS). Beberapa prinsip utama dari software ini antara lain :

1) Penyeragaman dalam metoda pengambilan data lapangan dan metoda


perencanaan untuk seluruh Indonesia, sehingga memudahkan dan
mempercepat pemantauan.
2) Koordinasi pekerjaan lebih mudah, sehingga seluruh pekerjaan diharapkan
dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dan
dikerjakan sesuai dengan metoda yang ditetapkan.
3) Seluruh kegiatan Perencanaan dapat disimpan dalam satu file perencanaan
dan dapat di link dengan perangkat lunak Analisa Harga Satuan.
4) Mempermudah Perencanan dalam mengerjakan beberapa perencanaan
konstruksi perkerasan jalan.

Langkah-langkah pengolahan data dengan menggunakan Metode Software Desain


Perkerasan Jalan Lentur (SDPJL) adalah sebagai berikut:

1) Menu Awal

Langkah pertama adalah membuka perangkat Software Desain Perkerasan


Jalan Lentur (SDPJL).

2) Isian Data

Memasukkan data perencanaan sesuai dengan kebutuhan lapangan sesuai


kolom yang diminta, berupa data umum, data geometrik, data surveyor,
data perencana (designer), dan data proses sorting.

3) Input Desain Data Ruas Jalan dan Data Lalu Lintas

Input desain data ruas jalan meliputi lebar existing, lendutan, desain
lendutan, RCI, CBR, temperatur perkerasan aspal, dan tebal lapis aspal
existing. Sedangkan input data lalu lintas meliputi tahun survei, tahun
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

pembukaan jalan, umur rencana, tingkat pertumbuhan lalu lintas dan data
lalu lintas. Data dimasukan sesuai kolom yang diminta.

4) Analisis Lalu Lintas (Traffic Analysis)

Analisis lalu lintas adalah analisis tentang distribusi beban kendaraan dan
faktor perusakan akibat beban kendaraan. Lalu lintas yang digunakan
dalam metode ini adalah lalu lintas kumulatif selama umur rencana.
Besaran ini didapat dengan mengalikan beban sumbu standar kumulatif
pada lajur rencana selama setahun dengan besaran kenaikan lalu lintas.

5) Analisis Ruas Jalan

Pada tahap ini, data lapangan lebar jalan, lendutan, RCI (Road Condition
Index), CBR (daya dukung tanah) dan data lapangan (hasil survei)
dikoreksi dengan kondisi lapangan.

6) Pengelompokan Data Lapangan

Pada tahap ini adalah awal proses lapangan, yaitu pengelompokan data
lapangan (lebar perkerasan, lendutan, CBR, dan RCI) dalam grafik.

7) Hasil Sorting

Setelah sampai pada tahap ke-6, kemudian akan diperoleh hasil sorting
dalam bentuk tabel.

8) Proses Desain

Tahap ini adalah memasukkan data geometrik (jenis perkerasan) sesuai


dengan isian yang diminta.

9) Proses Keluaran (Output)

Tahapan berikutnya adalah running data atau memproses hasil masukan


data untuk mendapatkan hasil keluaran Software Desain Perkerasan Jalan
Lentur (SDPJL). commit to user

Anda mungkin juga menyukai