Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menyatakan pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, jelas

bahwa pendidikan di setiap jenjang, harus diselenggarakan secara sistematis

guna mencapai tujuan tersebut, salah satunya yaitu agar manusia memiliki

kreatifitas.

Kreativitas merupakan suatu potensi yang sangat bermakna bagi

hidup anak. Melalui kreativitas, anak akan mampu menemukan cara

memecahkan persoalan yang dihadapinya secara efektif dan efisien sehingga

memiliki kemungkinan lebih besar untuk sukses di masa depannya. Anak

kreatif akan menemukan cara baru, karya baru ataupun solusi baru dari

kesulitan-kesulitan yang dihadapi sehingga kehidupan menjadi lebih maju,

lebih mudah, lebih indah, lebih nyaman, lebih cepat dan sebagainya.

Setiap pendidik tentu menginginkan siswanya dapat tumbuh dan

berkembang menjadi siswa yang kreatif, karena siswa yang kreatif biasanya

cenderung lebih dapat memecahkan berbagai masalah yang harus

1
dihadapinya, terlebih lagi jika kelak siswa telah dewasa. Hanya orang-orang

yang kreatiflah yang dapat memecahkan berbagai masalah seperti melakukan

penemuan yang hebat, menulis buku dan lagu, serta menjadi pemimpin dalam

berbagai bidang. Potensi kreativitas penting untuk dikembangkan sejak

Sekolah Dasar (SD) terutama dalam mengembangkan kemapuan berfikir

kritis, rasa percaya diri melalui aktivitas konrit beragam dan pendekatan

bermain dan melibatkan selutuh panca indra siswa.

Proses pembelajaran untuk anak di Sekolah Dasar pada umumnya

masih kurang memberi peluang bagi pengembangan potensi kreatif anak.

Proses belajar lebih diarahkan pada kemampuan anak untuk menghafal dan

menimbun informasi tanpa upaya pemahaman informasi tersebut

dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Anak didik menjadi pintar secara

teoritis tetapi miskin aplikasi.

Proses belajar seharusnya mampu mendorong anak untuk berhasil

mengembangkan seluruh potensinya agar menjadi anak yang cerdas

sekaligus kreatif. Oleh karena itu proses belajar harus mampu

mengakomodasi faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak dalam

mengembangkan seluruh potensinya agar menjadi anak yang cerdas

sekaligus kreatif. Merangsang dan memupuk kreativitas siswa adalah salah

satu upaya yang perlu dilakukan guru untuk mendapatkan siswa yang kreatif.

Pendidikan yang diberikan melalui rangsangan yang positif dapat

mengembangkan kemampuan dan menumbuhkan kreativitas siswa Sejak dini

siswa memerlukan rangsangan-rangsangan yang dapat mengasah potensinya.

2
Faktor eksternal dan internal dapat mempengaruhi kreativitas seseorang.

Faktor eksternal yang dapat memupuk perkembangan kreativitas seseorang

adalah lingkungan yang memberikan keamanan psikologis dan kebebasan

psikologis.

Sekolah sebagai lingkungan kedua setelah keluarga juga

berpengaruh terhadap kreativitas siswa. Sejalan dengan itu perlu

dikembangkan iklim pembelajaran yang dapat menumbuhkan rasa percaya

diri serta sikap prilaku yang inovatif dan kreatif. Siswa kelas V SD

merupakan usia dalam masa keemasan bagi perkembangan fisik dan mental

siswa tersebut. Potensi siswa pada masa ini amat penting untuk dirangsang

perkembangannya. Pola pikir dan pola tindak yang kreatif perlu dibiasakan

sejak dini. Namun masih banyak guru kelas SD dalam membelajarkan gerak

sebagai besar menggunakan cara konvensional yaitu dengan metode

komando, imitatif, duplikasi, fotokopi yaitu guru mencoba memberi contoh

gerak dan siswa harus meniru gerakan persis yang dilakukan guru, siswa pasif

tidak melibatkan aspek kognitif, belajar gerak hanya mentransfer model gerak

saja, atau siswa dituntut menduplikasi gerak yang dicontohkan guru, cara

mengajar demikian dapat mematikan kreativitas gerak siswa karena guru

menjadi pusat pembelajaran, siswa harus mengikuti bentuk gerak yang sudah

ditentukan oleh guru.

Salah satu mata pelajaran di sekolah dasar yang dapat

memfasilitasi upaya meningkatkan kreativitas siswa adalah mata pelajaran

sains (IPA), sebab dalam pembelajaran siswa dapat bereksplorasi secara

3
luas mengenai konsep-konsep yang dapat dipelajari langsung dari alam.

Dalam konteks pembelajaran di sekolah dasar, setiap siswa memiliki

gagasan/konsepsi tertentu terhadap suatu fenomena alam. Ragam konsepsi

tersebut menunjukkan variasi pemikiran siswa dalam hal mengenali dan

memecahkan permasalahan yang terkandung dalam suatu fenomena alam.

Kenyataan ini mengindikasikan adanya keterkaitan antara pembelajaran

dengan kreativitas. Oleh karena itu, peneliti mencoba menggali konsep dasar

dari kreativitas dan pengembangannya terutama dalam mata pelajaran IPA di

tingkat Sekolah Dasar.

Berdasarkan observasi awal penulis, kondisi di lapangan,

khususnya pada pembelajaran kelas V di SDN Jawilan, terlihat masih

kurangnya kreativitas siswa dalam pembelajaran. Data hasil observasi

menunjukkan kreativitas siswa kelas V SDN Jawilan dari 30 siswa,

kreativitas siswa baru mencapai persentase 45% atau sekitar 13 siswa,

sedangka 55% atau sekitar 17 siswa masih kurang dalam mengembangkan

kreativitas belajarnya. Hal ini disebabkan karena ketidak tepatan guru dalam

memilih metode pembelajaran. Sebagian besar siswa masih pasif selama

proses pembelajaran, sehingga berdampak pada rendahnya nilai kreativitas

belajar siswa di sekolah. Mengingat pentingnya kreativitas siswa tersebut,

maka perlu disusun suatu metode pembelajaran yang dapat mengembangkan

kreativitas siswa dalam pembelajaran.

Salah satu metode yang dapat meningkatkan kreativitas siswa

adalah metode problem solving (metode pemecahan masalah), sebab metode

4
problem solving merupakan suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas

mental siswa untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui situasi

dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran. Model pembelajaran

problem solving sangat diperlukan dalam proses pembelajaran di kelas karena

dapat merangsang kemampuan berpikir siswa secara kreatif. Model

pembelajaran problem solving dimulai dengan adanya pemberian masalah.

Melalui pemberian masalah, siswa akan terlatih untuk memiliki sikap ulet,

kritis, kreatif, dan rasa ingin tahu yang tinggi dalam memecahkan masalah.

Kegiatan pemecahan masalah ini dapat dilakukan dengan berdiskusi dan

bekerja sama dengan teman-temanya.

Atas dasar latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik

melakukan penelitian lebih mendalam tentang pembelajaran problem solving

hubungannya dengan kreativitas siswa. Secara lengkap penelitian ini

berjudul: “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving terhadap

Kreativitas Belajar Siswa Kelas V di SDN Jawilan.”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka

teridentifikasi beberapa masalah sebagai berikut:

1. Semangat belajar siswa kurang yang ditandai dengan kurang aktif dalam

pembelajaran.

2. Masih kurangnya kreativitas siswa dalam pembelajaran.

3. Siswa masih pasif selama proses pembelajaran.

5
4. Kreativitas belajar siswa di sekolah masih rendah.

5. Model pembelajaran yang diterapkan guru kurang mampu meningkatkan

kreativitas Belajar siswa.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka agar penelitian ini

fokus dan tidak meluas peneliti hanya akan membatasinya pada:

1. Model pembelajaran problem solving.

2. Kreativitas Belajar.

3. Pengaruh Model pembelajaran problem solving terhadap kreativitas

Belajar Siswa

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah terdapat pengaruh

model pembelajaran problem solving terhadap kreativitas Belajar Siswa kelas

V di SDN Jawilan?”

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan

dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

model pembelajaran problem solving terhadap kreativitas Belajar Siswa

kelas V di SDN Jawilan.

6
2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui penerapan model pembelajaran problem solving pada

pembelajaran siswa kelas V di SDN Jawilan

b. Untuk mengetahui kreativitas Belajar siswa kelas V di SDN Jawilan

c. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran problem solving

terhadap kreativitas Belajar Siswa kelas V di SDN Jawilan.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan dan wawasan keilmuan khususnya tentang pengaruh model

pembelajaran problem solving terhadap kreativitas Belajar Siswa.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi baru

bagi guru dalam mengembangkan kreativitas siswa dan membantu siswa

memahami pembelajaran dengan baik.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

untuk meningkatkan mutu pendidikan yang berhubungan dengan faktor-

faktor yang mempengaruhi kreativitas dan hasil belajar siswa.

7
c. Bagi Peneliti

Menambah wawasan peneliti dan pengalaman baru dalam

mempraktekan hasil perkuliahan dalam bentuk penelitian.

d. Bagi Universitas Muhammadiyah

Hasil penelitian ini dapat menambah referensi diperpustakaan,

khususnya pada Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)

Universitas Muhammadiyah Tangerang.

8
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Deskripsi Teori

1. Kreativitas Belajar

a. Pengertian Kreativitas Belajar

Pada hakikatnya perkataan kreatif adalah penemuan sesuatu

yang baru, dan bukan akumulasi dari keterampilan atau pengetahuan

yang diperoleh dari buku pelajaran.

Menurut Purwanto (2013) kreatif diartikan juga sebagai pola

berpikir atau ide yang timbul secara spontan dan imajinatif, yang

mencerminkan hasil-hasil ilmiah, penemuan ilmiah, dan penciptaan-

penciptaan secara mekanik. Dalam pengertian ini kreatif adalah pola

berfikir atau ide yang timbul secara tiba-tiba tanpa difikir atau tanpa

direncanakan terlebih dahulu dalam melakukan sesutu yang

mencerminkan hasil-hasil ilmiah, penemuan ilmiah dan penciptaan-

penciptaan secara mekanik.

Sementara menurut Winkel (2014), dalam kreativitas berpikir

atau berpikir kreatif, kreativitas merupakan tindakan berpikir yang

menghasilkan gagasan kreatif atau cara berpikir yang baru, asli,

independen, dan imajinatif. Kreativitas dipandang sebuah proses

mental. Daya kreativitas menunjuk pada kemampuan berpikir yang

lebih orisinal dibanding dengan kebanyakan orang lain (h.513).

9
Dalam pengertian ini kreativitas dapat bermakna sebagai kreasi terbaru

dan orisinal yang tercipta, sebab kreativitas suatu proses mental yang

unik untuk menghasilkan suatu yang baru, berbeda dan orisinal.

Kreativitas merupaka kegiatan otak yang teratur , imajinatif menuju

suatu hasil yang orisinal.

Sedangkan menurut Hurlock (2012), ”kreativitas adalah

kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk, atau

gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak

dikenal pembuatnya. Ia dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis

pemikiran yang hasilnya bukan perangkuman. Ia mungkin

mencakup pembentukan pola baru dan gabungan informasi yang

diperoleh dari pengalaman sebelumnya dan pencangcokkan hubungan

lama ke situasi baru dan mungkin mencakup pembentukan korelasi

baru. Ia harus mempunyai maksud atau tujuan, bukan fantasi semata,

walaupun merupakan hasil yang sempurna lengkap. Ia mungkin dapat

berbentuk produk seni, kesusasteraan, produk ilmiah, atau mungkin

bersifat prosedural atau metodologis (h.4). Dalam pengertian ini kreatif

adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik

berupa gagasan maupun karya nyata, baik dalam bentuk karya baru

maupun kombinasi dengan hal-hal yang sudah ada, yang belum pernah

ada sebelumnya dengan menekankan kemampuan yaitu yang berkaitan

dengan kemampuan untuk mengkombinasikan, memecahkan atau

menjawab masalah, dan cerminan kemampuan operasional anak kreatif.

10
Dari definisi di atas disimpulkan bahwa kreativitas adalah

tindakan berpikir yang imajinatif melalui proses mental dari keinginan

yang besar dan disertai komitmen yang menghasilkan gagasan-

gagasan baru, bersifat asli, independen, dan bernilai.

Sedangkan pengertian belajar secara etimologi berasal dari

kata “ajar” yang mendapat awalan ber- dan merupakan kata kerja

yang mempunyai arti berusaha memperoleh kepandaian. Adapun

secara terminologis banyak para pakar pendidikan yang

mendefinisikan tentang belajar.

Slameto (2010) menyatakan bahwa, belajar ialah suatu proses

usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (h. 2).

Dalam pengertian ini belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan

secara sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang telah

dipelajarinya.

Sementara Skinner dalam Dimyati dan Mudjiono (2012)

menyatakan bahwa belajar adalah suatu perilaku. Pada saat orang

belajar, maka responsnya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak

belajar maka responsnya menurun (h.3). Dalam pengertian ini

kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon si

pembelajar dan konsekunsi yang bersifat menguatkan respon tersebut.

Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi

11
tersebut. Jadi, perilaku respon si pembelajar yang baik mendapatkan

hasil yang baik. Sebaliknya, perilaku respon yang tidak baik

mendapatkan hasil yang buruk.

Sedangkan menurut Siregar, Evelin dan Nara (2010)

menghubungkan dengan konsep dasar dalam teori belajar

behavioristik atau tingkah laku, belajar diartikan sebagai proses

perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi atau stimulus dan

respons (h.33). Dalam pengertian ini belajar merupakan suatu

perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada

tingkah laku yang baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah

kepada tingkah laku yang buruk. Perubahan itu tidak harus segera

nampak setelah proses belajar tetapi dapat nampak di kesempatan

yang akan datang.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku berkat adanya

pengalaman. Jadi kreativitas belajar adalah tindakan berpikir yang

imajinatif melalui proses mental dari keinginan yang besar dan

disertai komitmen yang menghasilkan gagasan-gagasan baru, bersifat

asli, independen, dan bernilai untuk menghasilkan perubahan tingkah

laku dari hasil pengalaman belajar.

12
b. Faktor Penghambat dan Pendorong Kreativitas

Musbikin (2011) menyatakan ada delapan penghambat kreativitas

anak diantaranya sebagai berikut:

1) Tidak ada dorongan bereksplorasi

Tidak adanya rangsangan dan kurangnya pertanyaan yang

membangkitan rasa ingin tahu anak yang dapat menghambat kreativitas

anak. Jawaban dari pertanyaan anak dengan jawaban irasional seperti

“sudah dari sananya“ membuat anak tidak bereksplorasi. Kondisi ini

berbeda jika orang tua atau guru memberi alternatif jawaban: “wah, ibu

juga belum tahu. Yuk kita cari jawabanya dibuku.”

2) Jadwal yang terlalu ketat

Penjadwalan kegiatan yang terlalu padat membuat anak

kehilangan salah satu unsur dalam pengembangan kreativitas karena

anak tidak dapat mengeskplorasi kemampuannya.

3) Terlalu menekankan kebersamaan keluarga

Adakalanya anak membutuhkan waktu untuk menyendiri.

Dengan kesendiriannya anak belajar mengembangkan imajinasinya

sebagai bekal untuk menumbuhkan kreativitasnya.

4) Tidak boleh berkhayal

Dengan berkhayal anak belajar mengembangkan kreativitasnya

melalui imajinasinya. Orang tua hanya perlu mengarahkan dan

memfasilitasi anak untuk mengembangkan imajinasinya.

5) Orang tua konservatif

13
Orang tua yang konsevatif biasanya tidak berani menyimpang

dari pola sosial lama. Orang tua model ini biasanya cepat khawatir

dengan proses kreativitas anak yang berada diluar garis kebiasaanya.

Sebagai contoh orang tua merasa takut jika anak-anaknya

menghancurkan barang-barang yang ada didalam rumahnya karena itu

tidak sesuai dengan kebiasaannya. Pada hal dari situ anak mencoba

belajar untuk memenuhi rasa ingin tahunya dan dari situ pulalah

kreativitas anak muncul.

6) Over protektif

Perlindungan yang berlebihan pada anak akan menghilangkan

kesempatan mereka bereksplorasi dalam cara baru atau cara berbeda.

Karena kreativitas anak akan tehalang oleh aturan-aturan dan ketakutan-

ketakutan orang tuan sebenarnya belum tentu benar dan malah

mematikan kreasi anak untuk bereskplorasi.

7) Disiplin otoriter

Disiplin otoriter mengarah pada tidak bolehnya anak

menyimpang dari prilaku yang dituju orang tua. Akibatnya, anak tidak

kreatif dan kreativitas anak menjadi terhalang oleh aturanaturan yang

belum tentu benar.

8) Penyediaan alat permainan yang terstuktur

Alat permainan yang terlalu terstuktur menghilangkan

kesempatan anak melakukan bermain secara kreatif. Karena dengan

14
penyediaan permainaan yang terstruktur membuat anak tidak bisa

mengembangkan imajinasinya (h.7).

Selain kondisi yang menghambat kreativitas tersebut di atas,

Hurlock (2012) menyatakan bahwa kondisi yang dapat meningkatkan

kreativitas anak adalah:

1) Waktu

Anak kreatif membutuhkan waktu untuk menuangkan ide atau

gagasan dan konsep-konsep dan mencobanya dalam bentuk baru atau

orginal.

2) Kesempatan menyendiri

Anak membutuhkan waktu dan kesempatan menyendiri untuk

mengembangkan imajinasinya.

3) Dorongan

Terlepas seberapa jauh hasil belajar anak memenuhi standar

orang dewasa, mereka memerlukan dorongan atau motivasi untuk

kreatif dan bebas dari ejekan yang sering kali dilontarkan pada anak

kreatif.

4) Sarana

Sarana untuk bermain dan sarana lainnya disediakan untuk

merangsang dorongan eksperimen dan eksploitasi yang penting untuk

mengembangkan kreativitas. Cerita merupakan salah satu sarana untuk

mengembangkan kreativitas anak, karena dengan mendengarkan cerita

imajinasi dan fantasi anak dapat terasah. Selain itu cerita dapat

15
meningkatkan rasa ingin tahu anak, menambah perbendaharaan kata

serta meningkatkan rentang perhatian anak. Apabila imajinasi dan rasa

ingin tahu anak berkembang maka secara otomatis kreativitas anak akan

meningkat (h.11).

Dari paparan tersebut penulis menyimpulkan bahwa ada banyak

kondisi yang dapat diciptakan untuk meningkatkan kreativitas anak

diantaranya dengan menyediakan waktu, memberi kesempatan untuk

menyendiri, dorongan atau motivasi dan sarana.

c. Pentingnya Kreativitas Bagi Siswa

Para pakar psikolog Hawadi (2011) telah menyadari betapa

pentingnya kreativitas bagi individu maupun masyarakat. namun, haruslah

diakui, biar bagai manapun kreativitas masih merupakan satu bidang yang

masih kurang perhatian dalam penelitian ilmiah dan penyebabnya adalah:

1) Adanya pandangan tradisional bahwa kreativitas yang secara umum

dapat disebut “genus” merupakan hal yang hereditair.

2) Hanya sedikit orang yang percaya mereka memiliki kemampuan untuk

berkreasi. Hal ini terlihat dari sedikitnya jumlah produk kreatif dalam

seni, buku, musik, ataupun ilmu pengetahuan.

3) Adanya peryentangan pandangan antara orang dengan intelegensi tinggi

dan dengan prestasi lebih akan berhasil dari pada orang ynag kreatif.

Orang-orang yang kreatif ini sering kali hidup dan mati di dalam

16
kemiskinan. Akibatnya, tidak ada rewards terhadap masalah kreativitas,

dan anak-anak pun sedikit yang di dorong untuk bersikap kreatif.

4) Pandangan tradisional juga menilai bahwa orang-orang kreatif ini

kebanyakan sex inappropriate, yaitu pada laki-laki yang kreatif akan

bersikap sissies (keperempuanan), dan pada perempuan yang kreatif

akan bersikap lebih maskulin dari pada bersikap feminine, akibat orang

tua enggan mendorang anaknya untuk bersikap kreatif. Contohnya,

kebanyakan ayah menentang anak laki-lakinya berminat dalam musik,

seni, ataupun penulisan tetapi ia akan lebih memiji prestasi anak

lakilaki dalam bidang olah raga.

5) Kreativitas memang suatu hal yang sukar untuk diteliti bahkan untuk di

ukur sekalipun, sehingga jika pengukuran dalam bidang inteligensi,

kepribadian dan kemampuan mekanik biasa berkembang baik, tidak

demikan halnya pada kreativitas (h.25).

2. Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan hasil kegiatan manusia

yang berupa pengetahuan, gagasan dan konsep-konsep yang terorganisasi

tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman melalui

serangkaian proses kegiatan ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan

dan pengujian gagasan-gagasan.

17
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara

sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang

dilakukan oleh manusia. Oleh karenanya, sekolah mempersiapkan

mereka untuk hidup dalam masyarakat yang akan datang. Ilmu

pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris

yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Natural

artinya berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam,

science artinya ilmu pengetahuan alam. Jadi ilmu pengetahuan alam

(IPA) atau science itu pengertiannya dapat disebut sebagai ilmu tentang

alam.

Dalam keputusan mentri pendidikan dan kebudayaan nomor

060/U/1993 tentang kurikulum pendidikan dasar 9 tahun bahwa IPA

amerupakan hasil kegiatan manusia berupa pengetahuan, gagasan, dan

konsep yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari

pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyalidikan,

penyusunan dan pengujian gagasan.

Maka dari itu tujuan Pembelajaran di SD/MI bertujuan agar siswa:

1) Memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dengan kehidupan

sehari-hari.

2) Memiliki ketrampilan proses untuk mengembangkan pengetahun,

gagasan tentang alam sekitar.

3) Mempunyai minat untuk mengenal dan mempelajari benda-benda

serta kejadian di lingkungan sekitar.

18
4) Bersikap ingin tahu, tekun, terbuka, kritis, mawas diri, bertanggung

jawab, bekerjasama dan mandiri.

5) Mampu menerapkan berbagai konsep IPA, untuk menjelaskan gejala-

gejala alam dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

6) Mengenal dan mamupuk rasa cinta terhadap alam sekita, sehingga

menyadari kebesaran dan keagungan Tuhan Yang Maha Esa.

Dari tujuan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa IPA

merupakan mata pelajaran yang penting karena IPA menghubungkan

antara materi yang di terima siswa dengan penerapan di kehidupan

sehari-hari.

b. Materi Organ Gerak Hewan dan Manusia

Salah satu ciri dari makhluk hidup adalah bergerak. Secara

umum, gerak dapat diartikan berpindah tempat atau perubahan posisi

sebagian atau seluruh bagian dari tubuh. Makhluk hidup akan bergerak

apabila ada rangsangan yang mengenai sebagian atau seluruh bagian

tubuhnya. Gerak pada manusia dan hewan menggunakan organ gerak yang

tersusun dalam sistem gerak. Organ gerak berguna untuk berjalan, berlari,

melompat, meloncat, memegang, menggali, memanjat, berenang, dan

sebagainya. Organ gerak pada hewan dan manusia memiliki kesamaan.

Alat-alat gerak yang digunakan pada manusia dan hewan ada dua macam,

yaitu alat gerak pasif berupa tulang dan alat gerak aktif berupa otot. Kedua

alat gerak ini akan bekerja sama dalam melakukan pergerakan. Kerja sama

19
antara kedua alat gerak tersebut membentuk suatu sistem yang disebut

sistem gerak.

Tulang disebut alat gerak pasif karena tulang tidak dapat bergerak

dengan sendirinya. Tanpa adanya alat gerak aktif yang memengaruhi

tulang, maka tulang-tulang pada manusia dan hewan akan diam dan tidak

dapat membentuk alat pergerakan yang sesungguhnya. Walaupun

merupakan alat gerak pasif, akan tetapi tulang mempunyai peranan yang

besar dalam sistem gerak manusia dan hewan. Otot disebut alat gerak aktif

karena otot memiliki suatu senyawa kimia yang membuatnhya dapat

bergerak. Pada saat otot yang menempel pada tulang bergerak, otot

tersebut akan membuat tulang bergerak.

3. Model Pembelajaran Problem Solving

a. Pengertian Model Pembelajaran

Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan

guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorentasi pada

peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses

pembelajaran.

Aunurrahman, (2009) menyatakan bahwa pengembangan model

pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan

kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat meraih hasil

belajar dan prestasi yang optimal (h.140). Model pembelajaran dapat

diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

20
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para

perancang pembelajaran dan para guru untuk merencanakan dan

melaksanakan aktivitas pembelajaran.

Aunurrahman (2009) lebih dalam menyatakan “Model

pembelajaran juga dapat dimaknai sebagai perangkat rencana atau pola

yang dapat dipergunakan untuk merancang bahan-bahan pembelajaran

serta membimbing aktivitas pembelajaran di kelas atau di tempat-tempat

lain yang melaksanakan aktivitas-aktivitas pembelajaran (h.146).”

b. Pengertian Problem Solving

Masalah merupakan suatu hal yang selalu ada dalam kehidupan

setiap manusia, mulai dari anak sampai orang lanjut usia. Masalah tidak

mungkin ditinggalkan begitu saja, namun harus dihadapi walaupun

dengan menggunakan berbagai cara.

Menurut Seefeldt and Wasik (2013) pemecahan masalah adalah

ciri khas kegiatan matematika dan sebuah alat penting untuk

mengembangkan pengetahuan matematika. Bagi anak usia dini,

memecahkan masalah merupakan kegiatan biasa sekali karena begitu

banyak yang baru di dunia mereka dan mereka terus menerus

memperlihatkan rasa ingin tahu, kecerdasan, dan kelenturan dalam

berpikir waktu menghadapi situasi-situasi baru (h.403). Dalam pengertian

ini pemecahan masalah adalah kegiatan yang sering digunakan pada

pembelajaran matematika yaitu dalam rangka mencari jalan keluar atau

21
ide berkenaan dengan tujuan yang ingin dicapai yang diawali dari sebuah

situasi tertentu.

Menurut Rich (2013) anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang

tinggi, sehingga seringkali ia bertanya dan mencoba hal-hal baru yang

dirasa menarik bagi mereka. Anak-anak dapat menjadi ahli dalam hal

pemecahan masalah apabila anak-anak tersebut banyak bertanya dan

menjawab pertanyaan (h.35). Pertanyaan yang diajukan pada anak-anak

hendaknya bukan pertanyaan yang hanya membutuhkan jawaban “ya”

atau “tidak”. Pertanyaan yang ideal untuk anak-anak adalah pertanyaan

terbuka. Pertanyaan terbuka dapat mendorong anak untuk berpikir kritis.

Menurut Jones (2012) meningkatkan kemampuan murid dalam

memecahkan masalah dapat dengan cara sebagai berikut:

1) Beri murid kesempatan luas untuk memecahkan masalah dunia

nyata. Jadikan ini sebagian dari pengajaran. Susun masalah yang

relevan dengan kehidupan anak. Masalah dunia nyata/keseharian

sering disebut sebagai problem “autentik”, yang berbeda dengan

masalah buku ajar yang sering kali tidak ada maknanya bagi

kehidupan anak.

2) Pantau apakah strategi pemecahan masalah efektif atau tidak.

Meminimalisir rintangan dalam pemecahan masalah seperti fiksasi,

bias, tidak termotivasi, dan tidak gigih

3) Libatkan orang tua dalam pemecahan masalah anak.

22
4) Gunakan teknologi secara efektif (h.377). Dari uraian di atas, maka

perlu adanya pemberian kesempatan yang luas untuk anak agar

mampu memecahkan masalah dengan baik. Terkait dengan

pemecahan masalah sederhana yang dikait kan dengan keseharian

anak ini juga dapat melibatkan orang tua dalam pembelajaran. Guru

dapat mengkomunikasikan kepada orang tua bahwa orang tua juga

dapat mengajari anak persoalan penjumlahan terkait dengan

keseharian yang sering dialami anak. Hal ini akan mempermudah

guru di sekolah dalam merecalling atau mengulas kembali persoalan

tersebut.

Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan metode

pembelajaran problem solving adalah suatu penyajian materi

pelajaran yang menghadapkan siswa pada persoalan yang harus

dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Dalam pembelajaran ini siswa di haruskan melakukan penyelidikan

otentik untuk mencari penyelesaian terhadap masalah. perlu adanya

pemberian kesempatan yang luas untuk anak agar mampu

memecahkan masalah dengan baik. Terkait dengan pemecahan

masalah sederhana yang dikait kan dengan keseharian anak ini juga

dapat melibatkan orang tua dalam pembelajaran.

23
c. Kesulitan dalam Pembelajaran Problem Solving

Dalam pemecahan masalah juga ada beberapa rintangan

dalam memecahkan masalah yang harus di atasi oleh pendidik menurut

Jones (2012), yaitu adalah:

1) Fiksasi

Fiksasi adalah menggunakan strategi sebelumnya dan gagal

untuk melihat problem dari sudut pandang baru yang segar. Orang

mudah terpaku pada satu strategi tertentu untuk memecahkan masalah.

Contohnya adalah murid yang menggunakan sepatu untuk memalu

paku adalah anak yang sudah bisa mengatasi keterpakuan fungsional

guna memecahkan masalah.

2) Mental set

Adalah tipe fiksasi dimana individu berusaha memecahkan

masalah dengan cara khusus yang berhasil di masa lalu.

3) Kekurangan motivasi

Jika murid sangat terampil dalam memecahkan masalah,

mereka akan sulit melakukannya jika tidak punya motivasi untuk

menggunakan kemampuan tersebut.

4) Kontrol emosi yang tidak memadai

Emosi dapat membantu atau merintangi pemecahan masalah.

Pada saat orang sangat termotivasi, pemecahan masalah yang baik

sering kali dapat mengontrol emosinya dan berkonsentrasi pada solusi

permasalahan (h.373).

24
Berdasarkan teori di atas, problem solving merupakan ciri khas

kegiatan matematika dan alat penting guna mengembangkan

pengetahuan matematika pada anak usia dini. Problem solving terkait

pemecahan masalah sehari-hari akan membantu anak untuk

memahami bahwa matematika bukanlah pelajaran yang ada di

sekolah, akan tetapi setiap anak juga membutuhkan pemecahan

masalah tersebut terkait dengan kehidupan sehari-hari yang dialami

anak.

d. Kelebihan dan Kelemahan Problem Solving

Dalam pengimplementasiannya model pembelajaran Problem

Solving memiliki kelebihan dan kelemahan.

Tabel 2.1
Kelebihan dan Kelemahan Problem Solving
No Kelebihan Kelemahan
1 Teknik yang cukup untuk lebih Ketika siswa tidak memiliki
memahami isi pelajaran. minat terhadap masalah tersebut
dan percaya bahwa masalah
tersebut sulit untuk dipecahkan,
mereka akan merasa enggan
untuk mencoba.
2 Menantang kemampuan anak dan Tanpa mengetahui mengapa
memberikan kepuasan untuk mereka harus memecahkan
menemukan pengetahuan baru bagi masalah tersebut, mereka tidak
siswa akan mempelajarinya
3 Meningkatkan aktivitas pembelajaran
4 Membantu siswa menstransfer
pengetahuan mereka untuk
memahami masalah dalam kehidupan
nyata.
5 Membantu siswa mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung
jawab terhadap pembelajaran yang

25
No Kelebihan Kelemahan
mereka lakukan.
6 Mendorong siswa untuk melakukan
evaluasi diri, baik terhadap hasil
maupun proses.
7 Lebih menyenangkan bagi anak.
8 Mengembangkan kemampuan siswa
untuk berpikir kritis dan menyesuaikan
pengetahuan baru.
9 Memberi kesempatan pada anak
untuk mengaplikasikan pengetahuan
yang mereka miliki dalam dunia nyata.
10 Mengembangkan minat anak untuk
belajar
Sumber: Hamruni (2012: h. 114)

Dari beberapa kelebihan di atas maka problem solving akan

baik digunakan untuk meningkatkan kemampuan penjumlahan karena

akan menantang kemampuan anak. Dengan anak merasa tertantang

maka anak akan termotivasi untuk menemukan pengetahuan baru

bagi anak. Selain itu juga mampu mengembangkan kemampuan

anak untuk berpikir kritis dan menyesuaikan dengan pengetahuan

baru. Dengan desain problem solving yang sesuai dengan

keseharian anak maka akan memberi kesempatan anak untuk

mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia

nyata.

Untuk mengatasi kelemahan tersebut maka perlu adanya peran

guru dalam pembelajaran penjumlahan dengan problem solving.

Guru memberi pendampingan ketika anak merasa enggan

memecahkan persoalan penjumlahan tersebut karena dirasa persoalan

tersebut susah dipecahkan, guru membantu anak ketika anak merasa

26
kesulitan dalam persoalan tersebut. Agar anak mau memecahkan

persoalan penjumlahan, maka problem solving didesain terkait

keseharian anak, agar anak hanya merasa sedang bermain saja,

berbeda dengan soal penjumlahan yang sering diberikan oleh guru

kelas.

e. Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Solving

Penyelesaian masalah menurut J.Dewey dalam bukunya W. Gulo

(2012) dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu:

Tabel 2.2
Tahapan Model Pembelajaran Problem Solving
Tahap – Tahap Kemampuan yang diperlukan
1) Merumuskan masalah Mengetahui dan merumuskan
masalah secara jelas.
2) Menelaah masalah Menggunakan pengetahuan untuk
memperinci menganalisa masalah
dari berbagai sudut.
3) Merumuskan hipotesis Berimajinasi dan menghayati ruang
lingkup, sebab-akibat dan alternative
penyelesaian.
4) Mengumpulkan dan Kecakapan mencari dan menyusun
mengelompokkan data data menyajikan data dalam bentuk
sebagai bahan pembuktian diagram, gambar dan tabel.
hipotesis
5) Pembuktian hipotesis  Kecakapan menelaah dan
membahas data, kecakapan
menghubung-hubungkan dan
menghitung.
 Ketrampilan mengambil
keputusan dan kesimpulan.
6) Menentukan pilihan Kecakapan membuat altenatif
penyelesaian penyelesaian kecakapan dengan
memperhitungkan akibat yang terjadi
pada setiap pilihan. (h.115)

Penerapan Problem Solving dalam contoh kegiatan belajar mengajar

sesuai dengan kemampuan guru adalah sebagai berikut:

27
Tabel 2.3
Skenario Model Pembelajaran Problem Solving
Kegiatan
No Langkah Pembelajaran
Pembelajaran
1 Kegiatan Awal  Guru melakukan apersepsi.
 Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran.
2 Kegiatan Inti Pelaksanan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran
problem solving, langkah-langkahnya
yaitu:
 Guru menentukan dan menjelaskan
masalah.
 Guru dan siswa menyediakan alat/buku-
buku yang relevan dengan masalah
tersebut.
 Siswa mengadakan identifikasi masalah.
 Siswa merumuskan jawaban sementara
dalam memecahkan masalah tersebut.
 Siswa mengumpulkan data atau
keterangan yang relevan dengan
masalah tersebut.
 Siswa berusaha memecahkan masalah
yang dihadapinya dengan data yang ada
baik secara individu maupun kelompok.
 Setelah selesai siswa ditunjuk untuk
menjelaskan ke depan kelas hasil dari
pemecahan masalahnya.
3 Kegiatan Penutup Sebagai evaluasi metode pemecahan
masalah, langkah pembelajarannya adalah:
 Siswa membuat kesimpulan pemecahan
masalah.
 Guru menutup pembelajaran.

B. Penelitian yang Relevan

Di bawah ini ada beberapa peneliti yang mengungkapkan

keberhasilannya menanamkan suatu konsep pembelajaran dengan

menggunakan model problem solving yang akan mendukung dalam penelitian

ini, diantaranya:

28
1. Penelitian yang dilakukan oleh Naning Tri Hadianti sugita (2015) yang

berjudul: “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Dan Problem

Posing Terhadap Hasil Belajar Ditinjau Dari Kreativitas Siswa Pada

Materi Termokimia Kelas Xi Sma Negeri 1 Karanganyar Tahun Pelajaran

2015/216” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) pengaruh

penggunaan model pembelajaran problem solving dan problem posing

terhadap hasil belajar siswa; (2) pengaruh kreativitas terhadap hasil

belajar siswa; dan (3) interaksi antara penggunaan model pembelajaran

problem solving dan problem posing dengan kreativitas terhadap hasil

belajar siswa pada materi termokimia di SMA Negeri 1 Karanganyar.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain faktorial

2x2. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI MIA SMA

Negeri 1 Karanganyar tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 9 kelas.

Sampel penelitian ditentukan secara acak melalui teknik cluster random

sampling dan diambil 2 kelas sebagai sampel. Teknik pengumpulan

data menggunakan teknik tes untuk mengukur hasil belajar aspek

pengetahuan dan kreativitas siswa dan teknik non tes untuk hasil

belajar aspek sikap yang meliputi angket, observasi, jurnal guru dan

untuk hasil belajar aspek keterampilan yang meliputi observasi dan

penulisan laporan praktikum. Uji hipotesis penelitian menggunakan uji

parametrik anava dua jalan untuk hasil belajar aspek pengetahuan dan

keterampilan, dan uji non parametrik Kruskal Wallis untuk hasil belajar

aspek sikap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh

29
pembelajaran kimia menggunakan model problem solving dan problem

posing terhadap hasil belajar aspek pengetahuan dan keterampilan,

namun tidak ada pengaruh terhadap hasil belajar aspek sikap. Siswa

yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran problem solving

memiliki hasil belajar aspek pengetahuan dan sikap lebih baik

dibandingkan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

problem posing; (2) ada pengaruh kreativitas tinggi dan rendah terhadap

hasil belajar aspek sikap, namun tidak ada pengaruh terhadap hasil belajar

aspek dan keterampilan. Siswa dengan kreativitas tinggi memiliki hasil

belajar aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan lebih baik

dibandingkan siswa dengan kreativitas rendah; (3) tidak ada interaksi

antara penggunaan model pembelajaran problem solving dan problem

posing dengan kreativitas siswa terhadap hasil belajar aspek

pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Pada penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan.

Persamaannya adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran

promblem solving sedangkan perbedaanya yaitu sample yang diteliti,

Penelitian ini menggunakan sample siswa kelas XI SMA sedangkan

sample yang digunakan penelitian saya yaitu siswa kelas V SD.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rizal Ardiyansyah (2014) yang berjudul:

“Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Terhadap Kreativitas

Belajar Siswa SD” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan

30
melalui model pembelajaran Problem Solvingdengan kelompok siswa

yang dibelajarkan tanpa menggunakan model pembelajran Problem

Solving. Penelitian ini termasuk penelitian eksperimen semu yang

menggunakan desain non-equivalent post-test only control group

design. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD N di

Gugus III Kecamatan Pekutatan dan sampel penelitian adalah siswa

kelas V SD N 2 Medewi sebagai kelompok eksperimen dan SDN 2

Pulukan sebagai kelompok kontrol. Metode pengumpulan data

menggunakan metode tes dengan instrument tes kreativitas Belajar.

Analisis data menggunakan uji-t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara kelompok

siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran Problem

Solving dengan perolehan hasil analisis (t=4,08 dan Sig.(2-

tailed)=0,000) deangan kelompok siswa yang dibelajarkan tanpa

menggunakan model pembelajaran Problem Solving. Jadi, model

pembelajaran Problem Solving berpengaruh terhadap kreativitas Belajar.

Dalam penelitian ini persamaan dengan penelitian yang saya teliti

adalah sama-sama menggunakan model pembelajaran problem solving

yang menggunakan pelajaran IPA pada kelas 5 SD. Perbedaannya adalah

terletak pada variabel terikat, penelitian ini menggunakan hasil belajar

sedangkan penelitian yang saya teliti menggunakan kreativitas.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Yuniarti Koeswardhani (2013) yang

berjudul: “Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Dan Problem

31
Posing Pada Pokok Bahasan Konsep Mol Terhadap Prestasi Belajar

Siswa Kelas X Semester Genap Sma Negeri 6 Surakarta Tahun Pelajaran

2013/2014.” Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah

penggunaan model pembelajaran Problem Posing dapat menghasilkan

prestasi belajar lebih tinggi dibandingkan model pembelajaran

Problem Solving pada materi konsep mol siswa kelas X SMA Negeri 6

Surakarta semester genap tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini

menggunakan metode eksperimen semu, sampel terdiri dari dua kelas

yaitu kelas X MIA 1 dan kelas X MIA 3. Teknik pengambilan data

dengan tes untuk aspek kognitif dan angket untuk aspek afektif.

Teknik analisis data menggunakan uji t-pihak kanan. Berdasarkan

hasil penelitian dapat disimpulkan penggunaan model pembelajaran

Problem Posing menghasilkan prestasi belajar lebih tinggi daripada model

pembelajaran Problem Solving, terbukti dari nilai rata-rata aspek kognitif

dan afektif siswa serta dari hasil uji t-pihak kanan. Nilai rata-rata

aspek kognitif siswa kelas Problem Posing yaitu 84,79, sedangkan

untuk kelas Problem Solving yaitu 79,50. Nilai rata-rata aspek afektif

siswa kelas Problem Posing yaitu 102,82, sedangkan untuk kelas

Problem Solving yaitu 98,97. Dari hasil uji t-pihak kanan untuk prestasi

belajar aspek kognitif dan afektif diperoleh nilai t hitung lebih besar dari t

tabel. Untuk prestasi belajar aspek kognitif nilai thitung (2,220) lebih besar

daripada nilai t tabel (1,668) dan untuk prestasi belajar aspek afeektif

nilai t hitung (2,134) lebih besar daripada nilai t tabel (1,668).

32
Pada penelitian ini ada beberapa perbedaan yaitu penelitian ini

menggunakan 3 variabel menggunakan sample kelas X SMA sedangkan

penelitan yang saya teliti menggunakn dua variabel menggunakan sample

kelas V SD. persamaanya adalah sama-sama menggunakan model

pembelajaran problem solving.

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teoretis diatas dapat dirumuskan kerangka berpikir

dalam penelitian ini untuk melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada atau

tidak ada pengaruh variabel-variabel yang akan diteliti.

Metode problem solving sangat potensial untuk melatih siswa berpikir

kreatif dalam menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi

maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri ataupun secara

berkelompok. Ketika metode problem solving digunakan dalam proses

pembelajaran maka penekanannya harus pada siswa yang mempelajarinya,

bukan hanya pada belajar untuk memecahkan suatu masalah.

Metode problem solving dapat mempengaruhi hasil belajar karena dalam

metode ini peserta didik dituntut untuk belajar aktif berpikir ilmiah dan

mandiri untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Penelitian ini

dilakukan terhadap siswa kelas V SDN Jawilan dengan pertimbangan materi

yang ada di kurikulum SDN Jawilan. Adapun penjelasan di atas dapat dilihat

pada gambar berikut ini:

33
Pengaruh Model Pembelajaran Problem Solving Terhadap Kreativitas Belajar IPA
Siswa Kelas V di SDN GONDRONG 7 Kecamatan Cipondoh Kota Tangerang

Model Pembelajaran

Problem Solving Ceramah

1. Pembentukan kelompok (4-5 peserta setiap 1. Guru memaparkan materi pembelajaran,


kelompok) sehingga siswa dapat memahami terlebih
2. Penjelasan prosedur pembelajaran (petunjuk dahulu.
kegiatan) 2. Buat kelompok kecil terdiri 3 orang,
3. Pendidik menyajikan situasi problematik dan
berikan rangsangan pertanyaan awalan
menjelaskan prosedur solusi kreatif kepada
peserta didik (memberikan pertanyaan, 3. Beri kesempatan kepada siswa untuk
pertanyaan problematis, dan tugas). memberikan jawaban
4. Pengumpulan data dan verifikasi mengenai sebanyakbanyaknya
suatu peristiwa yang dilihat dan dialami 4. Biarkan antar siswa berargumen
(dilakukan dengan mengumpulkan data di mengenai jawaban dari pertanyaan yang
lapangan) diajukan
5. Eksperimentasi alternatif pemecahan masalah
dengan diperkenankan pada elemen baru ke 5. Guru memberikan kesimpulan dari
dalam situasi yang berbeda (diskusi dalam pelajaran.
kelompok kecil)
6. Memformulasikan penjelasan dan menganalisis
proses solusi kreatif (dilakukan dengan diskusi
kelas yang didampingi oleh pendidik). Dalam
mencari informasi dalam menyelesaikan
masalah atau menjawab pertanyaan, peserta
didik diberi kesempatan untuk urun pendapat
(brain storming), baik berdasarkan pengalaman
dan pengetahuan siswa, membaca referensi,
maupun mencari data atau informasi dari
lapangan.

Perbedaan Kreativitas

Gambar 2.3
Bagan Kerangka Berpikir

34
C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka yang

menjadi hipotesis (dugaan sementara) dalam penelitian ini adalah:

H0 : Tidak terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap

kreativitas Belajar Siswa kelas V di SDN Jawilan.

H1 : Terdapat pengaruh model pembelajaran problem solving terhadap

kreativitas Belajar Siswa kelas V di SDN Jawilan.

35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SDN Jawilan. Penelitian dilaksanakan

di kelas V pada mata pelajaran IPA (Organ Gerak Hewan dan Manusia).

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian berlangsung pada semester genap tahun ajaran

2017/2018, dimulai pada bulan Mei 2018 sampai bulan September 2018.

Berikut perencanaan waktu penelitian yang akan dilaksanakan:

Tabel 3.1
Jadwal Rencana Penelitian
Bulan
No Kegiatan Jul Agust Sept Oktober Novemb
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul
2 Bimbingan Proposal
3 Seminar Proposal Skripsi
4 Bimbingan Hasil Revisi
5 Pembuatan instrumen
6 Pengumpulan data
7 Pengolahan dan Analisis Data
8 Sidang Skripsi

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan

jenis Quasi Eksperimen. Dalam penelitian ini, manipulasi atau pelakuan yang

diberikan adalah model pembelajaran problem solving kepada kelompok

36
eksperimen. Selain terdapat kelompok eksperimen, dalam penelitian ini juga

terdapat kelompok kontrol.

Desain yang digunakan dalam ekperimen ini adalah desain

nonequivalent control design, maka rancangan penelitiannya dapat

ditampilkan sebagai berikut:

Kelompok Pretes Perlakuan Postes


Eksperimental YE X YE
Kontrol YK - YK

Keterangan:

YE : Data hasil pretes/postes kelas ekspermen

YK : Data hasil pretes/postes kelas ekspermen kontrol

X : Perlakuan yang di eksperimenkan

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Kountur (2013) populasi adalah suatu kumpulan

menyeluruh dari suatu obyek yang menjadi perhatian peneliti. Obyek

penelitian dapat berupa makhluk hidup, benda-benda, sistem dan prosedur,

fenomena dan lain-lain (h.124). Yang dijadikan populasi dalam penelitian

ini adalah seluruh siswa SDN Jawilan.

2. Sampel

Menurut Sudjana (2012) sampel adalah sebagian populasi yang

memiliki sifat dan karakteristik yang sama sehingga benar-benar mewakili

populasi (h.84). Teknik yang diigunakan untuk mengambil sampel dalam

37
penelitian ini adalah random sampling (random kelas/tidak merandom

siswa). Sehingga yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah kelas

V A sebagai kelas eksperimen dan V B sebagai kelas kontrol yang masing-

masing berjumlah 60 siswa.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,

peneliti menggunakan metode sebagai berikut:

1. Angket

Menurut Arikunto (2012) Angket merupakan pengumpulan data

yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau

pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (h.60). Metode ini

digunakan untuk mengetahui bagaimana kreativitas Belajar siswa dengan

menggunakan model pembelajaran Problem Solving terutama dalam

menjawab masalah yang terdapat dalam soal.

2. Observasi

Menurut Sudijono (2013) metode observasi merupakan cara

menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan

mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan (h.76).

Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang keadaan dan fasilitas

yang ada, mengamati segala kejadian yang berhubungan dengan keefektifan

model pembelajaran Problem Solving, serta hal-hal yang dianggap perlu.

38
3. Wawancara

Wawancara menurut Sugiyono (2016) merupakan pertemuan dua

orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat

dikostruksikan makna dalam suatu topik tertentu (317). Teknik wawancara

yang digunakan adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara ini

dilakukan pada kepala sekolah dan guru kelas V untuk memperoleh

informasi tentang variabel penelitian.

4. Dokumentasi

Metode dokumentasi menurut Margono (2010) merupakan metode

yang digunakan untuk mencari data melalui peninggalan tertulis, seperti

arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori dan lain-lain

yang berhubungan dengan masalah penelitian (h.181). Metode ini

digunakan untuk memperoleh data berupa jumlah dan nama-nama peserta

didik serta hal-hal lain.

E. Instrumen Penelitian Kreativitas (Variabel Terikat)

a. Definisi Konseptual

Kreativitas adalah tindakan berpikir yang imajinatif melalui proses

mental dari keinginan yang besar dan disertai komitmen yang

menghasilkan gagasan-gagasan baru, bersifat asli, independen, dan

bernilai.

39
b. Definisi Operasional

Untuk mengetahui tingkat Kreativitas belajar siswa, penelitian ini

akan menyajikan Angket yang diberikan kepada kelas V yang berjumlah

60 siswa.

c. Kisi-Kisi Intrumen

Angket kreativitas melibatkan keterampilan berpikir dan

kecenderungan bertindak. Adapun indikator variabel kreativitas dapat di

lihat pada kisi-kisi instrumen kreativitas sebagai berikut:

Tabel 3.3
Kisi-kisi Instrumen Kreativitas Belajar
No. Aspek yang No. Soal
Indikator Kreativitas
Urut diukur Positif Negatif
1 Keterampilan a. Mencetuskan banyak 1, 2, 27
berpikir gagasan, jawaban,
lancar penyelesaian masalah dan
(fluency), pertanyaan.
b. Memberikan banyak cara 3, 4
atau saran untuk melakukan
berbagai hal.
c. Selalu memikirkan lebih 5, 6
dari satu jawaban.

2 Keterampilan a. Menghasilkan gagasan, 7,


berpikir jawaban atau pertanyaan 21,22
luwes yang bervariasi.
(flexibility) b. Dapat melihat suatu masalah 23, 24
dari sudut pandang yang
berbeda-beda.
c. Mencari banyak alternatif 8, 25
atau arah yang berbeda-
beda.
d. Mampu mengubah cara 9
pendekatan atau cara
pemikiran.

3 Keterampilan a. Mampu melahirkan 10


berpikir ungkapan yang baru dan

40
No. Aspek yang No. Soal
Indikator Kreativitas
Urut diukur Positif Negatif
orisinal unik.
(originality) b. Memikirkan cara yang tidak 11
lazim untuk
mengungkapkan diri.
c. Mampu membuat 12
kombinasi-kombinasi yang
tidak lazim dari bagian-
bagian atau unsur-unsur.

4 Keterampilan a. Mampu memperkaya dan 13 14


merinci atau mengembangkan suatu
penguraian gagasan atau produk.
(elaboration) b. Menambahkan atau merinci 15, 16,
secara detail dari suatu 28
obyek, gagasan atau situasi
sehingga lebih menarik.

5 Keterampilan a. Menentukan apakah suatu 18 19


perumusan pertanyaan benar, suatu
kembali rencana sehat, atau suatu
(redefinition) tindakan bijaksana.
b. Mampu mengambil 20, 26, 17
keputusan terhadap situasi 29, 30
yang terbuka, serta tidak
hanya mencetuskan gagasan
tetapi juga melakukan.
Jumlah 30

d. Uji Validitas dan Reliabilitas

1. Uji Validitas

Menurut Arikunto (2012) validitas adalah suatu ukuran yang

menujukan tingkat-tingkat validitas atau kesahihan sesuatu intrumen.

Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukan sejauh mana data yang

terkumpul tidak menyimpang dari gambaran variabel yang dimaksud

(h.170).

41
Suatu instrumen dikatakan valid jika instrumen yang digunakan

dapat mengukur apa yang hendak diukur. Pengujian validitas instrumen ini

menggunakan rumus korelasi Product Moment yaitu:

N . ∑ xy - (∑ x )( ∑ y )
r xy =
2 2
√ {N .∑ x - (∑ x) }{N .∑ y - (∑ y ) }
2 2

Keterangan:

rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y

N = Jumlah responden

∑X = Jumlah skor butir soal

∑Y = Jumlah skor total

∑XY = Jumlah perkalian skor butir soal

∑X2 = Jumlah kuadrat skor butir soal

∑Y2 = Jumlah kuadrat skor total

Hasil rxy hit dikonsultasikan dengan r tabel dengan taraf signifikansi

5%. Jika didapatkan harga rxy hit> r tabel, maka butir instrument dikatakan

valid, akan tetapi sebaliknya jika harga rxy hit < r tabel, maka dikatakan

bahwa butir instrumen tersebut tidak valid. Hasil uji validitas variabel

kreativitas Belajar dapat dilihat pada lampiran.

2. Uji Reliabilitas

Setelah dilakukan uji validitas, selanjutnya uji reliabilitas

instrumen. Reliabilitas menunjukan sejauh mana suatu instrumen dapat

dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Reliabilitas

menunjukan bahwa tingkat keterandalan suatu butir instrumen. Instrumen

42
yang sudah dapat dipercaya (reliable) akan menghasilkan data yang dapat

dipercaya juga dapat diandalkan.

Pengujian reliabilitas instrumen ini digunakan dengan

menggunakan rumus Cranbach’s Alpha yaitu:

r 2
∑ σb
r 11= [ ][
k
k−1
1−
σ 12 ]
Keterangan:

r11 = Reliabilitas Instrumen

k = Banyaknya butir soal

Σα12 = Jumlah varian butir

σ12 = Varian total

Selanjutnya hasil uji reliabilitas angket penelitian dikonsultasikan

dengan harga r product moment pada taraf signifikansi 5%. Jika harga r11>

r tabel, maka instrumen dikatakan reliabel, dan sebaliknya jika harga r 11< r

tabel maka dikatakan instrumen tersebut tidak reliabel.

Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen butir yang valid dari

tiap-tiap variabel dapat dilihat dalam lampiran.

F. Instrumen Penelitian Problem Solving (Variabel Bebas)

a. Definisi Konseptual

Metode pembelajaran problem solving adalah suatu penyajian

materi pelajaran yang menghadapkan siswa pada persoalan yang harus

dipecahkan atau diselesaikan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam

pembelajaran ini siswa di haruskan melakukan penyelidikan otentik untuk

43
mencari penyelesaian terhadap masalah. Perlu adanya pemberian

kesempatan yang luas untuk anak agar mampu memecahkan masalah

dengan baik. Terkait dengan pemecahan masalah sederhana yang dikait

kan dengan keseharian anak ini juga dapat melibatkan orang tua dalam

pembelajaran.

b. Definisi Operasional

Tujuan utama dari metode Problem Solving adalah untuk

mengembangkan kemampuan berpikir, terutama dalam mencari sebab

akibat dalam memecahkan suatu masalah. Langkah-langkah metode

Problem Solving tersebut sebagai berikut:

Kegiatan
No Langkah Pembelajaran
Pembelajaran
1 Kegiatan Awal  Guru melakukan apersepsi.
 Guru menyampaikan tujuan
pembelajaran.
2 Kegiatan Inti Pelaksanan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran
problem solving, langkah-langkahnya
yaitu:
 Guru menentukan dan menjelaskan
masalah.
 Guru dan siswa menyediakan alat/buku-
buku yang relevan dengan masalah
tersebut.
 Siswa mengadakan identifikasi masalah.
 Siswa merumuskan jawaban sementara
dalam memecahkan masalah tersebut.
 Siswa mengumpulkan data atau
keterangan yang relevan dengan
masalah tersebut.
 Siswa berusaha memecahkan masalah
yang dihadapinya dengan data yang ada
baik secara individu maupun kelompok.
 Setelah selesai siswa ditunjuk untuk
menjelaskan ke depan kelas hasil dari
pemecahan masalahnya.

44
Kegiatan
No Langkah Pembelajaran
Pembelajaran
3 Kegiatan Penutup Sebagai evaluasi metode pemecahan
masalah, langkah pembelajarannya adalah:
 Siswa membuat kesimpulan pemecahan
masalah.
 Guru menutup pembelajaran.

G. Hipotesis Statistik

Hipotesis statistik yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Hipotesis Statistik Pretes

H0 : µ1 = µ 2

H 1 : µ1 ≠ µ2

2. Hipotesis Statistik Postes

H0 : µ1 = µ 2

H 1 : µ1 ≠ µ2

H. Teknik Analisa Data

1. Analisis Statistika Deskriptif

Analisis statistika deskriptif adalah menganalisis data dengan cara

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku

untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2011). Pada penelitian ini

peneliti akan menyajikan data dalam bentuk tabel distribusi frekuensi,

histogram, poligon dan diagram ogive. Selain itu akan dicari ukuran

pemusatan data dan penyebaran data.

45
a. Mencari Rata-Rata

x=
∑ fx
∑f
keterangan:

x = nilai rata-rata

f = frekuensi

x = titik tengah

b. Simpangan Baku

Simpangan baku (standar deviasi) adalah nilai yang menunjukkan

tingkat variasi kelompok data atau ukuran standar penyimpangan dari

nilai rata-ratanya. Rumusnya sebagai berikut:

∑ f ( x− x́ )2
s=
√ n−1

c. Median

1
Me =
Lo +
2
( )
n−F
f

Keterangan:

Me = Median

Lo = Batas bawah nyata dari interval yang mengandung median

F = Frekuensi kumulatif di bawah interval yang mengandung median

f = Frekuensi interval yang mengandung median

i = Lebar interval

n = Jumlah (frekuensi) individu dalam distribusi

46
d. Modus

b1
M o = Lo +i
( b1 +b2 )
Keterangan:

Mo = Modus

Lo = Batas bawah kelas modus

i = Lebar kelas

b1 = Selisih antara frekuensi kelas modus dengan frekuensi tepat satu

kelas sebelum kelas modus

b2 = Selisih antara frekuensi kelas modus dengan frekuensi tepat satu

kelas sesudah kelas modus.

2. Uji Persyaratan Data

Uji persyaratan data meliputi uji normalitas data dan uji homogenitas

data. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Uji Normalitas

Menurut Sugiyono (2011) uji normalitas data ini untuk mengetahui

apakah sampel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas

data yang digunakan yaitu rumus chi kuadrat (h. 172):


2
2 ( f o −f h )
X =∑
fh

Keterangan:

X2 = Nilai chi kuadrat

fo = Frekuensi kelompok

47
fh = Frekuensi harapan

Kriteria pengujian:

1) Jika X2hitung < X2tabel, maka data berdistribusi normal

2) Jika Jika X2hitung >X2tabel, maka data tidak berdistribusi normal

b. Uji Homogenitas

Menurut Sugiyono (2011) uji homogenitas dilakukan dengan

menggunakan uji F (Fisher):

varian terbesar
F=
varianterkecil

Kriteria pengujian nilai homogenitas adalah sebagai berikut:

1) Jika Fhitung < Ftabel, maka kedua kelas tersebut memiliki kondisi yang

homogen.

2) Jika Jika Fhitung > Ftabel, maka kedua kelas tersebut memiliki kondisi

yang tidak homogen (h. 197).

c. Uji Perbedaan Rata-rata

Menurut Sugiyono (2011) bila hasil test yang diperoleh berdistribusi

normal dan homogeny, maka menggunakan uji rata-rata dua pihak yaitu

uji t dengan rumus Separated Varians:

X́ 1− X́ 2
t=
( n 1−1 ) s 1 + ( n2−1 ) s 2 1 1
√ 2

n1+ n2−2
2

+
(n n )
1 2

Keterangan:

X́ 1 = Rata-rata kreativitas belajar siswa pada kelas yang menggunakan

48
Model pembelajaran problem solving.

X́ 2 = Rata-rata kreativitas belajar siswa pada kelas yang tidak

menggunakan Model pembelajaran problem solving.

n1 = Banyaknya siswa pada kelas yang menggunakan model pembelajaran

problem solving

n2 = Banyaknya siswa pada kelas yang tidak menggunakan Model

pembelajaran problem solving

s1 = Varians data kelompok eksperimen


2

s2 2 = Varians data kelompok kontrol

Harga ttabel dapat dilihat pada tabel nilai persentil untuk distribusi t

harga ttabel untuk distribusi t. dengan taraf signifikansi  = 0,05.

Kriteria pengujian adalah bahwa:

1) Ho diterima jika thitung ≤ ttabel, maka tidak terdapat perbedaan kreativitas

belajar siswa yang diajarkan dengan menggunakan Model

pembelajaran problem solving.

2) Ho ditolak jika thitung > ttabel, maka terdapat perbedaan kreativitas belajar

siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran

problem solving (h. 128).

49
DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Akbar, Reni dan Hawadi. 2011. Psikologi Perkembangan Anak, Jakarta: PT


Gramedia Widiarsarana Indonesia.

Alma, Buchori. 2012. Kewirausahaan. Bandung: CV Alfabeta.

Arends, Richard I. 2013. Belajar Untuk Mengajar, Learning to Teach. Jakarta:


Salemba.

Arikunto, Suharsimi. 2012. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta. 

Dimyati dan Mudjiono. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.

Gardner, H. 2013. Creating minds, An Anatomy of Creativity. New York: Basic


Books.

Gulo, W. 2012. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Grasindo.

Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.

Hurlock, Elizabeth B. 2012. Perkembangan Anak (jilid 2 edisi ke enam), Jakarta:


Erlangga.

Jones, Richard Nelson, 2012. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 060/U/1993 Tentang


Kurikulum Pendidikan Dasar 9 Tahun.

Kountur, Ronny. 2013. Metode Penelitian untuk Penulisan Skripsi dan Tesis,
Jakarta: PPM. 

Margono, S. 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Morris, Wayne. 2011. Creativity: Is Place in Education. New Zealand: Jpb.

50
Munandar, Utami. 2014. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Berbakat.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.
Musbikin, Imam. 2011. Mendidik Anak Kreatif Ala Einstein, Yogyakarta:
Mitra Pustaka.

Purwanto, Ngalim. 2013. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Rich, Elaine dan Knight, Kevin. 2013. Artificial Intelligence. New York:
McGraw-Hill Inc.

Sarjan, et all, 2013. Buku Paket Sains Sekolah dasar dan Madrasah Ibtidaiyah.
Klaten: CV. Sahabat.

Seefeldt, Carol dan Barbara A.Wasik. 2013. Pendidikan Anak Usia Dini
Menyiapkan Anak Usia Tiga, Empat dan Lima Tahun Masuk Sekolah.
Jakarta: PT Indeks.

Simanjuntak, Lisnawaty. 2013. Metode Mengajar Matematika 1. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Siregar, Eveline & Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:
Galia Indonesia.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Sudijono, Anas. 2013. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.

Sudjana, 2012. Metode Statistika, Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian & Pengembangan Research and


Development. Bandung: Alfabeta.

Sumaji. et all. 2013. Pendidikan Sains yang Humanistik, Yogyakarta: Kanisius.

Supriyadi, Dedi. 2012. Kreativitas, Kebudayaan, dan Perkembangan Iptek.


Bandung: CV Alfabeta.

Winkel, W.S. 2014. Psikologi Pengajaran. Edisi Revisi. Jakarta: Raja Grasindo
Persada.

Jurnal/Undang-Undang:

Depdikbud, 2014. Kurikulum Pendidikan Dasar dalam Garis-garis Besar


Program Pendidikan (GBPP).

51
Haryati. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving sebagai Upaya
untuk Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VII
Mata Pelajaran IPS Terpadu SMP Negeri 2 Jatiyoso Tahun Ajaran
2009/2010. Skripsi. Surakarta. UNS.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

52
Lampiran 1

ANGKET PENELITIAN
SEBELUM UJI VALIDITAS

Nama: .................................. No. Responden : .................................


Kelas: .................................. Jenis Kelamin : (P/L)

Petunjuk Pengisian:
Bacalah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dan berilah tanda cek list (√)
pada kolom jawaban sesuai dengan pendapat kamu. Alternatif jawaban dan skor
yang disediakan adalah sebagai berikut:
Untuk skor jawaban pertanyaan positif adalah sebagai berikut:
Selalu (SL) : 5 Kadang-Kadang (KD) : 3 Tidak Pernah (TP) :1
Sering (SR) : 4 Jarang (J) :2
Jawaban
No Pertanyaan & Pernyataan
SL SR KK J TP
1 Saya mengerjakan semua PR di rumah
Saya senang belajar dan mencari jawaban
2
sendiri di rumah.
Saya mecari jawaban dari sumber-sumber
3
lain dalam belajar selain buku di sedkolah.
Saya mencari berbagai cara untuk
4
menyelesaikan tugas
Saya tidak memiliki banyak jawaban dalam
5
menyelesaikan tugas
Saya tidak menjawab soal yang tidak mampu
6
dikerjakan
Saya tidak memiliki variasi jawaban dalam
7
menjawab pertanyaan
Saya berusaha mencari banyak alternatif dan
8
cara yang berbeda
Saya mengubah cara pikir yang monoton
9 dalam belajar dan mencari cara belajar yang
lebih menyenangkan
Saya mengungkapkan gagasan-gagasan baru
10
dalam mengerjakan tugas kelompok

53
Jawaban
No Pertanyaan & Pernyataan
SL SR KK J TP
Saya suka mengajak teman-teman bermain
11
dan bercanda saat mengerjakan tugas
Saya mengajak teman-teman untuk belajar
12
kelompok menyelesaikan PR
Saya memperkaya dan mengembangakn
13 gagasan dengan cara membaca saat jam
istirahat
14 Belajar di sekolah membuat saya pusing

15 Saya suka belajar dengan cara sendiri

Saya memberikan jawaban yang rinci saat


16
menjawab pertanyaan

Belajar kelompok membuat saya tidak


17
nyaman
Saya merasa tugas yang diberikan guru saya
18 sudah benar dan menggunaan metode
pembelajaran yang menyenangkan
Saya merasa tidak perlu aktif dalam
19
menjawab pertanyaan
Belajar dengan praktek langsung lebih
20
memotivasi diri

Saya tidak suka jika guru memberikan tugas


21
yang sulit

22 Belajar dengan diskusi membosankan

Saya merasa tertantang jika diberikan tugas


23
yang sulit
Saya tidak berhenti mencari jawaban sampai
24 mendapatkan jawaban yang saya rasa sudah
sesuai
Saya senang belajar dan bermain bersama
25
dengan teman-teman
Saya menyukai belajar dengan metode
26
diskusi

54
Jawaban
No Pertanyaan & Pernyataan
SL SR KK J TP
Dengan belajar kelompok saya menjadi
27 terbantu dan mendapatkan banyak gagasan
dan jawaban baru
28 Saya suka belajar diluar lingkungan kelas
Belajar di luar kelas lebih menyenangkan
29
daripada di dalam kelas
Saya senang mendengarkan guru bercerita
30
dan mengadakan tanya jawab

55
Lampiran 2

ANGKET PENELITIAN
SESUDAH UJI VALIDITAS

Nama: .................................. No. Responden : .................................


Kelas: .................................. Jenis Kelamin : (P/L)

Petunjuk Pengisian:
Bacalah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dan berilah tanda cek list (√)
pada kolom jawaban sesuai dengan pendapat kamu. Alternatif jawaban dan skor
yang disediakan adalah sebagai berikut:
Untuk skor jawaban pertanyaan positif adalah sebagai berikut:
Selalu (SL) : 5 Kadang-Kadang (KD) : 3 Tidak Pernah (TP) :1
Sering (SR) : 4 Jarang (J) :2
Jawaban
No Pertanyaan & Pernyataan
SL SR KK J TP
1 Saya mengerjakan semua PR di rumah
Saya senang belajar dan mencari jawaban
2
sendiri di rumah.
Saya mecari jawaban dari sumber-sumber
3
lain dalam belajar selain buku di sedkolah.
Saya mencari berbagai cara untuk
4
menyelesaikan tugas
Saya tidak memiliki banyak jawaban dalam
5
menyelesaikan tugas
Saya berusaha mencari banyak alternatif dan
6
cara yang berbeda
Saya mengubah cara pikir yang monoton
7 dalam belajar dan mencari cara belajar yang
lebih menyenangkan
Saya mengungkapkan gagasan-gagasan baru
8
dalam mengerjakan tugas kelompok
Saya memperkaya dan mengembangakn
9 gagasan dengan cara membaca saat jam
istirahat
10 Saya suka belajar dengan cara sendiri

56
Jawaban
No Pertanyaan & Pernyataan
SL SR KK J TP
Saya memberikan jawaban yang rinci saat
11
menjawab pertanyaan

Saya merasa tugas yang diberikan guru saya


12 sudah benar dan menggunaan metode
pembelajaran yang menyenangkan
Belajar dengan praktek langsung lebih
13
memotivasi diri
Saya merasa tertantang jika diberikan tugas
14
yang sulit
Saya senang belajar dan bermain bersama
15
dengan teman-teman
Saya menyukai belajar dengan metode
16
diskusi
Belajar di luar kelas lebih menyenangkan
17
daripada di dalam kelas

57

Anda mungkin juga menyukai