Fungsi sebuah pelabuhan paling tidak ada 4, yaitu (1) tempat pertemuan
(interface): pelabuhan merupakan tempat pertemuan dua moda transportasi
utama, yaitu darat dan laut serta berbagai kepentingan yang saling terkait; (2)
gapura (gateway): pelabuhan berfungsi sebagai gapura atau pintu gerbang suatu
negara. Warga negara dan barang-barang dari negara asing yang memiliki
pertalian ekonomi masuk ke suatu negara akan melewati pelabuhan tersebut.
Sebagai pintu gerbang negara, citra negara sangat ditentukan oleh baiknya
pelayanan, kelancaran serta kebersihan di pelabuhan tersebut. Pelayanan dan
kebersihan di pelabuhan merupakan cermin negara yang bersangkutan; (3)
entitas industri: dengan berkembangnya industri yang berorientasi ekspor maka
fungsi pelabuhan menjadi sangat penting. Dengan adanya pelabuhan, hal ini
akan memudahkan industri mengirim produknya dan mendatangkan bahan baku.
Dengan demikian, pelabuhan berkembang menjadi suatu jenis industri sendiri
yang menjadi ajang bisnis berbagai jenis usaha, mulai dari transportasi,
perbankan, perusahaan leasing peralatan dan sebagainya; dan (4) mata rantai
transportasi: pelabuhan merupakan bagian dari rantai tansportasi. Di pelabuhan
berbagai moda transportasi bertemu dan bekerja. Pelabuhan laut merupakan
salah satu titik dari mata rantai angkutan darat dengan angkutan laut. Orang dan
barang yang diangkut dengan kereta api bisa diangkut mengikuti rantai
transportasi dengan menggunakan kapal laut. Oleh karena itu, akses jalan mobil,
rel kereta api, jalur dari dan ke bandar udara sangatlah penting bagi suatu
pelabuhan. Selain itu, sarana pendukung, seperti perahu kecil dan tongkang
akan sangat membantu kelancaran aktivitas pelabuhan sebagai salah satu mata
rantai transportasi (Suyono 2001).
Secara umum pelabuhan berfungsi sebagai salah satu pintu gerbang
kegiatan perekonomian nasional dan internasional (gateway), sebagai simpul
dalam jaringan transportasi, sebagai tempat kegiatan bongkar muat transportasi,
dan sebagai tempat untuk mendukung pembangunan industri dan pertumbuhan
ekonomi daerah hinterland. Sedangkan peranan pelabuhan adalah sebagai
penghubung antara daratan dan laut. Pelabuhan juga dapat berperan sebagai
tempat percepatan pertumbuhan industri dan perdagangan, dan dalam beberapa
situasi dapat berperan sebagai stabilitator harga. Pelabuhan memiliki arti penting
dalam mobilitas barang dan jasa, karena posisinya sebagai titik pertemuan
antara transportasi darat dan laut. Dalam perspektif makro, pelabuhan juga dapat
berperan sebagai salah satu instrumen terpenting untuk mendorong dan
menunjang pertumbuhan ekonomi wilayah, baik secara fisik (non-ekonomi)
16
17
2000; Ismail 2005; Danial 2002; 2006). Sehubungan dengan hal itu maka
pengembangan PP diarahkan sebagai suatu pengembangan komunitas
perikanan (fisheries community development) secara terpadu (DJPT 2003; Ismail
2005), yaitu :
(1) Pengembangan PP, dengan segala sarana dan prasarana, untuk
meningkatkan usaha perikanan (produksi, pengolahan dan distribusi hasil
perikanan), menunjang tumbuhnya industri-industri perikanan dan pada
akhirnya menunjang pembangunan perikanan secara keseluruhan.
(2) Pengembangan masyarakat nelayan, dengan penyediaan fasilitas untuk
kegiatan operasional dan pembangunan perkampungan nelayan untuk
rumah tangga nelayan.
(3) Pembinaan sumber daya manusia (SDM) perikanan, melalui peningkatan
ketrampilan dan profesionalisme melalui program-program pelatihan maupun
manajemen secara terarah.
Untuk itu pengembangan PP di suatu wilayah harus dilakukan secara
terencana dan terpadu dengan menganalisis tiga elemen penting dalam sistem
PP yang saling terkait (Guckian 1970; Lubis 2000; Chaussade 2000), yaitu:
(1) Foreland adalah suatu komponen yang terdiri dari parameter-parameter yang
berkaitan dengan potensi SDI, daerah penangkapan dan lingkungan
perairan.
(2) Fishing port dalam analisisnya merupakan komponen yang meliputi kondisi
fisik existing, potensi perikanan (produksi, nilai produksi, unit penangkapan)
dan organisasi yang ada didalamnya.
(3) Hinterland merupakan salah satu komponen penting dalam analisis karena
komponen itu meliputi konsumen, sarana prasarana pendukung, lembaga
dan organisasi yang mendukung aktivitas pendistribusian, dan lain-lain.
Berdasarkan dokumen FAO (1973) menyebutkan bahwa terlepas dari
permasalahan yang spesifik seperti faktor politik dan sosial, ada beberapa
langkah-langkah bersifat menentukan yang harus diambil menyangkut rencana
detail dari suatu unit pelabuhan yaitu:
(1) Melakukan suatu studi mengenai laut dan SDI (termasuk inland, payau dan
laut) meliputi perairan nasional dan internasional yang dapat dijadikan
sebagai tempat industri dan potensial untuk dieksploitasi.
(2) Menentukan maximum sustainable yield (MSY).
19
(3) Mengadakan persiapan secara terencana untuk menangkap SDI meliputi tipe
kapal, ukuran, jumlah, alat tangkap dan metode, tenaga kerja dan ABK yang
tersedia.
(4) Mempelajari daerah distribusi, pemasaran dan menangani sistem dan
metode pengolahan untuk mengetahui lokasi yang paling efektif sebagai
tempat pendaratan ikan.
(5) Merinci hal-hal penting yang mencakup komponen dalam suatu garis besar
unit pelabuhan untuk memenuhi aktivitas yang diusulkan.
(6) Menyiapkan suatu pengaturan yang terorganisasi untuk keadaan nasional
dan lokal.
(7) Menentukan lokasi yang diinginkan (di dalam propinsi atau negara) untuk
penetapan fasilitas, berdasarkan studi kelayakan, ketentuan umum dan
informasi yang tersedia.
Kegiatan perikanan yang maju biasanya didukung oleh potensi SDI yang
memadai, tingkat teknologi usaha perikanan yang cepat guna serta didukung
oleh nelayan yang mempunyai ketrampilan dan jiwa bisnis yang tinggi. Informasi
mengenai sumber daya perikanan sangat penting artinya, karena keberhasilan
pembangunan PP atau PPI tidak terlepas dari ketepatan dalam pemilihan lokasi
yang akan dikembangkan tersebut antara lain adalah adanya potensi sumber
daya perikanan yang memadai, jumlah armada dan produksi, sistem pemasaran,
ketersediaan lahan serta memiliki nilai manfaat yang besar.
Lubis (2000) menyatakan bahwa pada umumnya PP atau PPI yang ada
di wilayah perairan Laut Jawa masih belum berfungsi optimal khususnya PPI
karena adanya berbagai permasalahan internal seperti pengelolaan dan
operasionalnya. Permasalahan pengelolaan ini khususnya karena minimnya
kualitas SDM yang ada terutama di PPI dan juga kurangnya peraturan-peraturan
dengan kelembagaan yang berhubungan dengan pengelolaan PP. Pengelolaan
PP atau PPI yang ada saat ini masih kurang mengkaitkan dengan kondisi
foreland dan hinterland-nya. Sebagai contoh faktor-faktor yang menjadi
hambatan dalam distribusinya kurang diperhatikan seperti sarana transportasi
yang dipakai untuk mendistribusikan ikan, cara-cara dalam pengolahan dan
penanganan yang belum memperhatikan sanitasi dan higienis.
Manurung (1995) melakukan penelitian tentang “Urgensi PP di Jawa
Tengah”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengemukakan keberadaan dan
perkembangan PP di Indonesia pada umumnya dan di Jawa Tengah pada
khususnya. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil penelitian
menyatakan bahwa dikaitkan dengan sentra produksi pembangunan PP berjalan
lambat, bahkan pemeliharaan PP yang sudah tersedia belum dapat berjalan
sesuai dengan kebutuhan, antara lain karena keterbatasan dana. Sebagian
besar PP berukuran kecil dan belum dilengkapi dengan fasilitas yang memadai.
Walaupun PP pada hakekatnya diharapkan sebagai pusat pengembangan
industri perikanan di desa pantai, tetapi lembaga-lembaga pendukungnya belum
tersedia secara seimbang di wilayah pelabuhan tersebut. Bahkan lembaga-
lembaga yang telah ada di wilayah itu kurang berperan dan terkoordinasi dengan
baik. Dilihat dari konsepsi agribisnis, kegiatan ekonomi perikanan di wilayah
pelabuhan masih lebih terfokus pada pelelangan ikan, pengolahan tradisional
dan distribusi produksi hasil tangkapan nelayan yang belum terintegrasi antar
tiap sub sistem.
Beberapa penelitian yang terkait dengan aplikasi pendekatan sistem
dalam pemanfaatan SDI antara lain Effendy (2005) meneliti tentang ”Rancang
Bangun Sistem Informasi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan dalam
Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan secara Terpadu: Prototipe
Kabupaten Sumenep Madura”. Penelitian tersebut bertujuan merancang bangun
sistem informasi pemanfaatan sumber daya perikanan dalam pengelolaan
sumber daya pesisir dan lautan secara terpadu yang merupakan integrasi sistem
informasi manajemen (management information system, MIS) dan sistem
28