Anda di halaman 1dari 16

Tujuan Hidup Manusia

Oleh :
Ir. Hermawan Wana, M. Si
Institut Pertanian Bogor
Arti Agama

Agama : akar kata gacc yang artinya ‘adalah pergi ke, menuju, atau datang,
kepada suatu tujuan’, menemukan suatu kebenaran. Penjelasan makna
agama:
1. Tanpa arah, tanpa pedoman, mencari pegangan hidup benar menuju
kehidupan sejahtera dan kebahagiaan tertinggi.
2. Terbiasa melakukan perbuatan rendah di masa lalu, beralih melakukan
perbuatan sehingga sejahtera dan bahagia.
3. kehidupan tanpa mengetahui hukum kesunyataan (hukum kebenaran
mutlak), dari kegelapan batin, mengetahui dan mengerti suatu hukum
kebenaran yang diajarkan oleh Sang Buddha.
Kebenaran Mutlak Dhamma
➢ Dhamma merupakan hukum abadi yang meliputi seluruh alam semesta.
➢ Dhamma kebenaran mutlak dari segala sesuatu yang berkondisi. juga tidak
berkondisi,
➢ Sifat dhamma adalah mutlak, abadi, dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. Ada
Buddha atau tidak ada Buddha, hukum abadi (dhamma) ini akan tetap ada
sepanjang zaman.
➢ Sang Buddha bersabda demikian: “O, para bhikkhu, apakah para Tathagatha
muncul di dunia atau tidak, terdapat hukum yang tetap dari segala sesuatu
(dhamma), terdapat hukum yang pasti dari segala sesuatu”. (Dhamma
Niyama Sutta)
Menuju Kebahagiaan Mutlak
◼ Buddha Dhamma memberikan pandangan hukum abadi, yaitu hukum alam
semesta yang berkondisi dan yang tidak berkondisi.
◼ Ada kehidupan keduniaan yang fana ini, yang masih berkondisi, atau belum
terbebas dari bentuk-bentuk penderitaan.
◼ Di sisi lain, ada kehidupan yang lebih tinggi, membangun kekuatan-kekuatan
batin yang baik dan benar untuk diarahkan pada tujuan luhur dan suci.
◼ Mengerti hukum kebenaran ini manusia sudah berada di dalam dhamma, dari
semua bentuk penderitaan atau akan dapat merealisasi nibbana terhentinya
semua derita.
◼ Terhentinya derita direalisasi dengan meningkatkan perkembangan batin,
dengan jalan berbuat kebajikan, mengendalikan pikiran, dan mengembangkan
kebijaksanaan sehingga dapat mengikis semua kekotoran batin dan
tercapailah tujuan akhir.
◼ Buddha bersabda: “Engkau sendirilah yang harus berusaha, para Tathagata
hanya menunjukkan jalan” (Dhammapada, 276).
Tujuan Hidup Umat Buddha
Tujuan hidup umat Buddha adalah tercapainya kebahagiaan,
baik kebahagiaan yang masih bersifat keduniawian (yang
masih berkondisi) maupun kebahagiaan yang sudah bersifat
mengatasi keduniaan (yang sudah tidak berkondisi) yang
memang merupakan tujuan akhir dan merupakan sasaran
utama dalam belajar Buddha Dhamma.
Inti Ajaran Buddha
Dhammapada 183-184-185
Tidak melakukan segala bentuk kejahatan,
senantiasa mengembangkan kebajikan
dan membersihkan batin;
inilah Ajaran Para Buddha.

Kesabaran adalah praktek bertapa yang paling


tinggi.
"Nibbana adalah tertinggi", begitulah sabda Para
Buddha.
Dia yang masih menyakiti orang lain
sesungguhnya bukanlah seorang pertapa
(samana).

Tidak menghina, tidak menyakiti, mengendalikan


diri sesuai peraturan,
memiliki sikap madya dalam hal makan, berdiam di
tempat yang sunyi
serta giat mengembangkan batin nan luhur; inilah
Ajaran Para Buddha.
Kesejahteraan
◼ Terdapat dalam Kitab Suci Vyagghapajja Sutta
◼ Tentang Perumah-tangga yang masih menyenangi
kesenangan duniawi, menanggung anak dan istri,
menggunakan minyak wangi, menghiasi diri
dengan kosmetik, dan menggunakan perhiasan
emas dan perak.
◼ Tentang cara mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan dalam kehidupan ini dan kehidupan
mendatang.”
Empat Kondisi Pencapaian Kesejahteraan
dan Kebahagiaan
◼ Memiliki ketekunan (utthana-sampada);
◼ apapun yang dilakukan oleh perumah-tangga untuk
memenuhi kebutuhannya, baik sebagai petani,
pedagang, peternak, atau dengan keahlian lainnya, dia
harus rajin bekerja, mau belajar menjadi terampil dalam
cara dan jalan yang benar; tekun dan giat dalam
melaksanakan semua tugas dan kewajiban
◼ Memiliki keseksamaan (arakkha-sampada),
◼ Hati-hati dan waspada menjaga kekayaan yang
diperoleh secara benar agar tidak merosot atau hilang,
seperti misalnya disita oleh raja, diambil oleh pencuri,
terbakar api, dihanyutkan oleh banjir atau diambil oleh
pewaris yang bersikap tidak baik.
Empat Kondisi Pencapaian Kesejahteraan
dan Kebahagiaan (lanjutan)
◼ Memiliki sahabat yang baik (kalyana-mitta):
Memiliki sahabat yang mempunyai keyakinan (saddha), kesusilaan (sila),
kedermawanan (caga) dan kebijiksanaan (panna).,
Dia berbuat dengan mencontoh sahabat yang memiliki keyakinan, kebajikan,
kedermawanan, dan kebijaksanaan tersebut.

◼ Hidup selaras serta seimbang (sama-jivikata).


◼ Mengetahui penghasilan dan pengeluarannya, akan mengatur hidupnya
seimbang, tidak boros tetapi juga tidak kikir.
◼ Dengan pengetahuan itu ia akan berusaha agar penghasilannya lebih besar
dari pengeluarannya.
Keinginan Perumahtangga
◼ Anguttara Nikaya II-65. Sang Buddha menyatakan beberapa keinginan yang
wajar dari perumahtangga:.
◼ Semoga saya menjadi kaya dan kekayaan itu terkumpul dengan cara
yang benar dan pantas.
◼ Semoga saya beserta keluarga dan kawan-kawan dapat mencapai
kedudukan sosial yang tinggi.
◼ Semoga saya selalu berhati-hati di dalam kehidupan ini sehingga saya
dapat berusia panjang.
◼ Apabila kehidupan dalam dunia ini telah berakhir, semoga saya dapat
terlahirkan kembali di alam kebahagiaan (surga).
Fungsi Kesejahteraan
Bila sudah mencapai kesejahteraan yang memadai, maka
Kesejahteraan harus diusahakan dengan pengertian benar dan
digunakan untuk hal-hal yang benar. Kekayaan yang diperoleh
dengan kerja keras tanpa membahayakan, merusak atau
memanfaatkan orang lain.
Kekayaan harus dimanfaatkan untuk
1. membahagiakan keluarga, orangtua, dan teman.
2. jaminan terhadap bencana yang disebabkan oleh api, air, dll.
3. melakukan kewajiban terhadap kerabat, tamu dan negara serta
untuk aktifitas religius-budaya, dan
4. menyokong mereka yang terlibat daIam pengembangan
spiritual.
Kemashyuran Dan Panjang Umur
Kebahagiaan setelah Kematian
Jika seseorang telah menjalani kehidupan moral yang
baik dan mencapai usia lanjut dengan rasa keberhasilan,
kepuasan hati dan ketenangan, ia tidak akan memiliki
penyesalan. Hidup yang dijalani tanpa melakukan
kesalahan, menurut agama Buddha akan membuahkan
kebahagiaan di balik nisan. Orang seperti itu dikatakan
sebagai orang yang melangkah dari cahaya ke cahaya
yang lebih terang (jotijoti parayano, A.ll, 86).
Kebiasaan hidup yang dihindari umat
◼ Kebiasaan hidup tamak dan kikir yang berlebihan.
Sementara kekikiran dipandang rendah, kesederhanaan
disanjung sebagai kebajikan.
◼ Pemborosan, adalah kebiasaan yang disesalkan dan bahkan
ini dianggap sebagai antisosial.
◼ Suatu kali Ananda menerangkan kepada seorang raja
bagaimana cara para bhikkhu menggunakan barang-barang
pemberian semaksimum mungkin. Ketika jubah baru yang
diberikan pada mereka, maka jubah usang digunakan
sebagai selimut, selimut usang digunakan untuk sprei, sprei
usang digunakan untuk alas lantai, alas lantai usang
digunakan untuk lap debu, lap debu usang yang sobek
dicampur bersama abu dan dipakai kembali untuk
memperbaiki lantai dan dinding (Vin. II, 291).
Terimakasih – Hatur Nuwun

Anda mungkin juga menyukai