Anda di halaman 1dari 2

Selepas Kau Pergi

“Mira, bagaimana bisa? Kau berbohong selama ini, seharusnya kamu jujur sejak awal, hingga aku tidak
terlalu mencintaimu sedalam ini, rasanya sesak sekali disini” lirihmu, suaramu bergetar sembari
memegang dadamu. Aku tahu kau menahan tangismu. Aku ingin memelukmu, seperti yang biasa
kulakukan saat kau merasa sedih, tapi sekarang aku tak bisa. Karena aku lah sebab kamu bersedih.

“Maafkan aku, Aris. Aku tahu aku bodoh, aku pikir kita bisa terus bersama. Aku pikir kita tak sampai
kehubungan yang lebih serius, dari awal aku tak pernah benar-benar mencintaimu. Tapi, sekarang aku
benar-benar bingung, aku ingin mengakhiri ini tapi di satu sisi aku ingin mempertahankanmu. Aris,
kumohon maafkan aku. Aku tak bisa menerima lamaranmu, aku tak ingin lagi terjebak dalam perasaan
ini” Aku tahu Aris tak mungkin semudah itu memaafkan diriku. Diriku yang tak pernah benar-benar
mencintainya, yang selalu berbohong dan tak pernah benar-benar tulus untuknya, mungkin aku terlalu
mempermainkan dirinya. Entahlah apa yang kupikirkan dulu, tak pernah mengira jika aku sejauh ini
mempermainkannya. Aku pikir dengan lamanya hubungan kami, dan sikapku yang tidak terlalu peduli
padanya akan membuat dirinya bosan terhadap ku dan dia yang akan mengambil keputusan untuk
mengakhiri hubungan ini. Tapi ternyata rencana ku tak semulus itu, buruk sekali memang rencanaku.
Namun hanya itu satu-satunya cara agar dia tak terlalu tersakiti. Lagi-lagi, itu semua hanya rencana.
Nyatanya kini dia tersakiti dan kecewa terhadapku, aku bisa menanggung nya. Mungkin memang lebih
baik kami berakhir seperti ini, tidak apa aku terlihat buruk dimatanya, atau memang aku sudah terlihat
buruk dari awal? Aku tak mengerti dengan ini semua, tindakan ku, perasaan ku, perasannya, semuanya.
Karena dari awal aku tak pernah baik, orang baik mana yang tak percaya ‘cinta’. Tentu saja aku termasuk
jahat, membodohi lelaki yang percaya dan mencintaiku begitu dalamnya.

“Aku tak paham, Mira. Terbuat dari apa hatimu? Padahal aku serius denganmu dan sudah yain kau akan
menerima lamaranku tapi kenapa sekarang kau berkata seperti ini? Kamu pikir hubungan kita ini main-
main? Aku tak bisa memaafkan mu, Mira. Tapi aku juga tak mau terlihat jahat dengan memaksakan
perasaanmu terhadapku. Lebih baik kita akhiri saja sekarang, biar saja semua orang disekitar kita
termasuk aku kecewa, yang terpenting kamu bisa merasa bebas. Tanpa terbebani hubungan kita lagi. Aku
pergi, Mira. Semoga kamu sadar, jika memainkan seseorang yang mencintaimu itu sangat jahat” ucapmu
untuk terakhir kalinya, kamu pergi. Bahkan aku belum membalas ucapanmu. Punggungmu terlihat
bergetar, jalanmu tak seperti biasanya, kau seperti menangis. Aris, aku ingin menahan mu untuk tidak
pergi, tapi kenapa kaki ku tak bisa bergerak? kenapa aku merasa sesak, aku bodoh dalam hal ini. Aku tak
mengerti. Aris, aku mohon jangan pergi. Tapi semua telah terlambat, sekarang bagi Aris aku adalah
wanita jahat yang telah memainkan perasaannya.

Sudah sejak lama kejadian itu berlalu saat aku memutuskan jujur padamu, saat itu pula kau kecewa dan
pergi meninggalkan ku. Aku berusaha keras melupakanmu dan hari itu, tapi kenapa hari ini aku harus
melihatmu. Kamu terlihat tenang, menikmati ramainya kota. Langit yang cerah dan angin berhembus
kencang, mengibarkan rambutmu. Dan melihatmu hari ini membuat perasaan ini lagi-lagi datang.
Perasaan ingin memilikimu, kembali.

Seharusnya aku menghapus semua perasaan ini saat kau mengucapkan pamit padaku dulu. Tapi
bagaimana bisa? Kamu terlalu baik untuk kulupakan sampai akhir pun kamu tetap baik terhadapku.
Padahal aku jahat sekali untukmu, mungkin kata orang “Lelaki yang baik untuk wanita yang baik” dan
aku adalah wanita yang jahat, dari awal sudah tak sepantasnya aku bersamamu.

Setelah 2 tahun berlalu, kamu masih menghantui diriku. Dalam setiap kegiatan yang kulakukan, dirimu
selalu terlintas dipikiranku. Sekarang aku percaya cinta, karena kamu aku mempercayainya. Untuk
pertama kalinya aku jatuh cinta, dan pertama kalinya juga aku mematahkan hatimu. Padahal dulu aku tak
pernah percaya dengan kata ‘penyesalan selalu dating terlambat’ namun sekarang aku sangat percaya kata
itu. Sehingga diriku selalu melakukan sesuatu dengan sungguh-sungguh agar aku tak menyesal lagi
dikemudian hari. Seperti saat ini, penyesalan terbesar ku adaalah kehilangan dirimu, kehilangan cintamu,
dan kehilangan kepercayaanmu.

Sekarang aku paham arti rindu, senyuman tulus mu saat menyapaku, sapaan manismu saat bertemu
denganku, obrolan akrab kita saat menghabiskan waktu bersama, genggaman tanganmu yang terasa
nyaman, dan pelukan hangatmu yang selalu terasa saat aku butuh sandaran, aku rindu semua. Semua
tentang kita dan dirimu.

Walaupun hanya melihatmu dari kejauhan tapi ini sudah cukup untukku, sedikit melihat wajahmu yang
terlihat lebih baik, dari terakhir kali kita bertemu. Kamu terlihat sangat bahagia. Duduk dibangku taman
kota, dibawah pohon rindang, melihat orang-orang berlalu lalang, dan aku disini yang memerhatikanmu.

Puluhan menit berlalu, aku melihat seorang wanita menghampirimu. Wajahmu terlihat lebih bahagia dari
sebelumnya, kamu menyambutnya dalam pelukanmu. Terlihat sangat harmonis, kalian berbincang sesaat
sebelum kalian pergi bergandengan tangan meninggalkan taman kota dan juga tanpa kamu sadari
meninggalkan diriku. Haruskah aku juga merasa bahagia terhadap dirimu yang sudah menemukan
kebahagianmu sendiri? Ya, sepertinya aku memang harus. Karena akulah dulu kau terpuruk. Dan tentu
saja bukan aku yang membuat mu bahagia.

Seharusnya aku tak menyia-nyiakan dirimu dulu, jika tahu aku mungkin tak pernah berkata jujur padamu.
Tapi mungkin pada akhirnya akan sama, karena dari awal hubungan kita penuh kebohongan.

Sekarang tinggal diriku, seorang wanita jahat yang harus mencari kebahagiaannya sendiri. Bahagia?
Pantaskah aku?

Lebih baik aku kembali sekarang, walaupun melihat dirimu tanpa sengaja, namun aku tak berharap lebih
dari ini. Karena hanya aku yang menyadarinya, dan aku tak percaya dengan kata ‘takdir’ jika itu untuk
kembali denganmu lagi. Karena aku tahu kemungkinan kita kembali bersama tak akan pernah ada. Aku
hanya bisa berharap setiap langkah berlawanan darimu yang kuambil ini, setiap langkahnya aku harap
dapat melupakan segalanya tentangmu. Secara perlahan, seiring langkah yang ku pijak, dan setiap kaki
yang melangkah.

Semoga kamu selalu bahagia, Aris.

Anda mungkin juga menyukai