Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

FORMULASI TEKNOLOGI SEDIAAN SOLID

“KAPSUL”

Disusun Oleh :

Nama Anggota : 1. Alifia Nofita Utami (C12019006)

2. Dyah Faradina Putri (C12019013)

3. Intan Sugandi (C12019022)

4. Lulu Fiqhia Oktaviana (C12019027)

Kelompok/Golongan : A4/A2

Kelas/Semester : Farmasi 2A/Semester 4

PROGRAM STUDI FARMASI PROGRAM SARJANA

STIKES MUHAMMADIYAH GOMBONG

2021

i
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ......................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 2
C. Tujuan Formulasi ..................................................................................................................... 3
D. Manfaat formulasi .................................................................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................................ 4
A. PRAFORMULASI ................................................................................................................... 4
I. Tinjauan bahan farmakologi bahan obat ................................................................................ 4
II. Tinjauan sifat fisiko-kimia bahan obat ............................................................................... 5
III. Bentuk Sediaan, Dosis, dan Cara Pemberian ..................................................................... 7
B. FORMULASI .......................................................................................................................... 7
I. Permasalahan........................................................................................................................ 7
II. Pengatasan masalah........................................................................................................... 7
III. Formula yang akan dibuat ................................................................................................. 7
IV. Perhitungan Formula ......................................................................................................... 7
C. PELAKSANAAN .................................................................................................................... 8
I. Cara Kerja ............................................................................................................................ 8
II. Brosur, Etiket, Kemasan .................................................................................................. 10
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 13
A. HASIL ................................................................................................................................... 13
B. PEMBAHASAN .................................................................................................................... 14
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 19
A. KESIMPULAN ...................................................................................................................... 19
B. SARAN ................................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 20
LAMPIRAN ..................................................................................................................................... 21

ii
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau
lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin; tetapi dapat juga
terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. (Ditjen POM,1995)
Kapsul keras biasanya terbuat dari gelatin yang terdiri dari cangkang kapsul
bagian badan dan bagian tutup kapsul. Kedua bagian tutup kapsul ini akan saling
menutupi bila dipertemukan dan bagian tutupnya akan menyelubungi bagian badan
kapsul. (Ansel, 2005).
Pada umumya kapsul terbuat dari gelatin yang mudah larut dalam lambung,
tetapi dapat juga dibuat dari pati atau bahan lain yang sesuai. Gelatin terbuat dari tulang
sapi, kulit sapi, kulit babi, dan kulit ikan. Pada pembuatan kapsul, kapsul yang berasal
dari tulang sapi dan kulit sapi sedikit digunakan karena terlalu mahal, sulit didapat, dan
membutuhkan waktu waktu yang lama untuk pengerjaannya. Sehingga gelatin yang
banyak digunakan dalam pembuatan kapsul adalah kulit babi. Karena murah, mudah
didapat,dan membutuhkan waktu cepat dalam pengerjaanya. Sedangkan gelatin yang
terbuat dari kulit ikan masih dalam pengembangan dan penelitian.
Gelatin mempunyai beberapa kekurangan, seperti mudah mengalami peruraian
oleh mikroba bila dalam keadaan lembab atau bila disimpan dalam larutan berair .
Sebagai contoh yang lain, cangkang kapsul gelatin menjadi rapuh jika disimpan pada
kondisi kelembaban relatif yang rendah (Chang, R.K. et al, 1998). Selanjutnya, Kapsul
gelatin tidak dapat menghindari efek samping obat yang mengiritasi lambung, seperti
Indometasin. Hal ini dikarenakan kapsul gelatin segera pecah setelah sampai di
lambung.
Macam-macam kapsul ada dua yaitu kapsul cangkang keras (capsulae darae,
hard capsuule) dan kapsul cangkang lunak (capsule molles).
1. Kapsul cangkang keras
Terbuat dari metilselulosa, gelatin, pati atau bahan lain yang sesuai. Ukuran
cangkang kapsul keras bervariasi, dari nomor paling kecil (5) sampai nomor
paling besar(000), kecuali cangkang untuk hewan. Umumnya ukuran terbesar
000 merupakan ukuran yang dapat diberikan kepada pasien. Biasanya cangkang
1
kapsul ini diisi dengan bahan padat atau serbuk, butiran atau granul. Kapsul
cangkang keras mempunyai satu bentuk dan dipakai untuk pemakain oral
2. Kapsul cangkang lunak
Merupakan satu kesatuan berbentuk silindris atau bulat telur yang dibuat dari
gelatin atau bahan lain yang sesuai, biasanya lebih tebal dari kapsul cangkang
keras dan dapat diplastisasi dengan penambahan senyawa poliol. Kapsul ini
biasanya mengandung 6-13%, bobot molekul rendah dan juga dapat diisi
dengan bahan padat atau serbuk atau zat padat kering. (Syamsuni, 2006).
Keuntungan dan kerugian kapsul ( ilmu resep vol.2: hal 138)
1. Keuntungan bentuk sediaan kapsul
a. Bentuk menarik dan praktis
b. Tiak berasa sehingga dapat mengurangi rasa dan bau ari obat yang
kurang enak.
c. Mudah ditelan dan cepat hancur/larut didalam perut sehingga bahan
cepat segera diabsorbsi.
d. Dokter dapat memberikan resep kombinasi dan bermacam-macam
bahan obat an dengan dosis yang berbeda-beda menurut kebutuhan
pasien.
e. Kapsul dapat diisi dengan cepat tanpa memerlukan bahan penolong
seperti pada pembuatan pil atau tablet yang mungkin mempengaruhi
absorbs bahan obatnya.
2. Kerugian sediaan kapsul
a. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat mudah menguap karena pori-pori
cangkang tidak dapat menahan penguapan.
b. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang higroskopis.
c. Tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang bereaksi denngan cangkang
kapsul.
d. Tidak dapat igunakan untuk balita
e. Tidak bisa dibagi (misalnya ½ kapsul)
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara membuat formulasi sediaan kapsul paracetamol?

2
2. Bagaimana cara melakukan evaluasi fasis granul paracetamol yang baik
sehingga memenuhi persyaratan mutu yang baik?
3. Bagaimana cara mengevaluasi sediaan kapsul paracetamol yang baik
sehingga memenuhi persyaratan mutu yang baik?

C. Tujuan Formulasi
1. Untuk mengetahui cara membuat fprmulasi sediaan kapsul paracetamol.
2. Untuk mengetahui cara melakukan evaluasi fasis granul paracetamol yang
baik sehingga memenuhi persyaratan mutu yang baik.
3. Untuk mengetahui cara mengevaluasi sediaan kapsul paracetamol yang baik
sehingga memenuhi persyaratan mutu yang baik.
D. Manfaat formulasi
Untuk melakukan evaluasi fasis granul paracetamol yang telah dibuat
sebelum dicetak menjadi kapsul.

3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PRAFORMULASI
I. Tinjauan bahan farmakologi bahan obat
1. Farmakokinetik Paracetamol
Paracetamol mudah di serap dari saluran gastrointestinal dengankonsentrasi
puncak plasma terjadi sekitar 10-60 menit setelah dosis oral.Paracetamol
didistribusikan kesebagian besar jaringan tubuh.
Melintasi plasenta dan terdapat pada ASI. Pengikatan plasmaprotein dapat diabaikan
pada konsentrasi terapi, tetapi akan meningkat dengan kenaikankonsentrasi.
Waktu eliminasi paruh paracetamol bervariasi dari sekitar 1-3 jam.Paracetamol
dimetabolisme terutama di hati dan di eksresikan dalam urinterutama sebagai
glukoronida dan sulfat konjugat. Kurang dari 5% dieksresikan dan tidak terjadi
perubahan pada paracetamol. Sebuahmetabolit hidroxylated minor (N-acetyl)-P-
Benzoquinoncimine), biasanyadi produksi dengan jumlah yang sangat kecil oleh
isoenzim sitokrom P450(terutama CYP2EI dan CYP3A4) di hati dan ginjal. Hal ini
biasanyadidetoksifikasi oleh konjugasi dengan glutation tetapi tidak
mungkinmenumpuk ketika overdosis paracetamol dan menyebabkan
kerusakan jaringan (Martindale The Complex Drug Reference36 ℎ ed : 110).
2. Indikasi
Di Indonesia penggunaan paracetamol sebagai analgesik danantipiretik telah
menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesiklainnya, Parasetamol sebaiknya
tidak diberikan terlalu lama karenakemungkinan menimbulkan nefropati analgesik. Jika
dosis terapi tidakmemberikan manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong.
Karenahampir tdak mengiritasi lambung, Parasetamol sering dikombinasi denganAINS
untuk analgesik. (Farmakologi dan Terapi, FK UI edisi 5 hlm 238).
3. Kontra Indikasi
Penggunaan paracetamol tidak diperkenalkan pada penderita yanghipersensitif
terhadap asetaminofen dan penderita yang mempunyaigangguan fungsi hati. (ISO
volume 46)
4. Efek samping

4
Reaksi alergi terhadap derivat p-aminofenol jarang terjadi. Manifestasinya
berupa aritema atau urtikaria dan gejala yang
lebihberat berupa demam dan lesi pada mukosa. Fenasetin dapat menyebabkanan
emia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia hemolitikdapat terjadi
berdasarkan mekanisme autoimun, defisiensi enzim GGPDdengan adanya
metabolit yang abnormal.

II. Tinjauan sifat fisiko-kimia bahan obat


1. Paracetamol
a. Organoleptis
Bau : tidak berbau
Warna : serbuk hablur putih
Rasa : rasa pahit
b. Struktur kimia dan berat molekul

c. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan


d. Kelarutan
larut dalam 7 bagian etanol (95%) P , dalam 13 bagian aseton P, dalam
40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol
P ,larut dalam larutan alkali hidroksida (Farmakope Indonesia III, 37)
e. Stabilitas
peningkatansuhu dapat mempercepat degradasi. Terhidrolisis pada pH
minimal 5-7, stabil pada temperatur 45oC (dalam bentuk serbuk).
f. Titik lebur168°C - 172°C
g. Higroskopis
Tidak Higroskopis (FI V hal 984).
h. Inkompatibilitas

5
tidak bercampur dengan senyawa yang memiliki ikatan hidrogen dan
beberapa antasida
2. Mg Stearat
a. Organoleptis
Warna : Putih
Bau : Bau Khas Lemah
Rasa :-

b. Struktur kimia dan berat molekul

c. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan


d. Kelarutaan : Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol (95%)
e. Stabilitas : Stabil dalam keadaan kering.
f. Titik lebur : 88,50C
g. Higroskopis
h. Inkompatibilitas : Dengan asam dan basa kuat serta garam besi. Hindari
pencampuran dengan zat pengoksidasi kuat
3. Laktosa
a. Organoleptis
Warna : Putih
Bau : Tidak berbau
Rasa : Manis
b. Struktur Kimia dan berat molekul

c. Ukuran partikel, bentuk ataupun luas permukaan


d. Kelarutan : Larut dalam 5,24 air, sebagian tidak larut etanol.
e. Stabilitas : Dalam keadaan lembab dapat tumbuh jamur dan kapang.
6
f. Titik lebur : 202,8ºC
g. Higroskopis
h. Inkompatibilitas : Dapat terjadi reaksi kondensasi dengan senyawa yang
memiliki gugus amin primer, menghasilkan produk berwarna coklat.

III. Bentuk Sediaan, Dosis, dan Cara Pemberian


 Bentuk sediaan : Kapsul
 Dosis : 2 x sehari 1 kapsul
 Cara pemberian : Diberikan secara peroral

B. FORMULASI
I. Permasalahan
Laktosa merupakan pengisi yang paling sering digunakan dalam fomulasi
sediaan kapsul.
II. Pengatasan masalah
Karena laktosa mempunyai dua bentuk yaitu anhidrat dan hidrat.Bentuk hidrat
dapat memberikan reaksi menjadi berubah warna kecoklatan dengan adanya
senyawa amin dan senyawa alkali, sementara bentuk anhidrat tidak memberikan
reaksi ini. Stabilitas baik dalam pencampuran dengan bahan aktif yang hidrat
maupun anhidrat. Pelepasan bahan aktif sangat cepat.

III. Formula yang akan dibuat

Formula kapsul parasetamol

No Bahan Jumlah (mg) Fungsi

1. Parasetamol 250 mg Zat aktif

2. Mg stearat 1% Pelicin

3. Laktosa Ad 500 mg Pengisi

Dibuat sebanyak 50 kapsul

IV. Perhitungan Formula


Formulasi akan dibuat 50 kapsul sehingga hasil perhitungan dikali 50

7
 Parasetamol 250 mg x 50 kapsul = 125000 mg = 12,5 g
 Mg stearat (1: 100) x 500 mg= 5 mg x 50 kapsul

= 250 mg =0,25 g

 Laktosa (500 mg x50)

= 25000 mg = 25 g

= (12,5 g – 0,25 g)

= 12,5 g

C. PELAKSANAAN
I. Cara Kerja
Formulasi kapsul parasetamol
Pembuatan serbuk
 Ditimbang bahan-bahan yang dibutuhkan
 Dicampurkan bahan-bahan yang memiliki bobot kecil terlebih
dahulu, aduk sampai homogeny.
 Ditambahkan bahan dengan bobot yang lebih besar atau persatu,
masing-masing aduk sampai homogeny
 Setelah semua bahan dicampurkan dan homogen, ditimbang kembali
bobotnya dan dicatat
 Diayak dengan ayakan mesh 30
Pengisian serbuk
 Ditimbang cangkang kapsul kosong, dicatat bobotnya
 Disiapkan alat pengisi kapsul
 Dibuka cangkang kapsul dan disusun bagian badan kapsul
 Diisikan serbuk ke dalam badan kapsul, kemudian diratakan hingga
badan kapsul terisi penuh
 Kemudian badan kapsul ditutup dengan penutup kapsul hingga
tertutup rapat

8
 Bersihkan sisa serbuk yang menempel pada permukaan luar kapsul
dengan menggunakan kapas/kain kasa.
Pemeriksaan sifat fisik granul
1. Uji waktu alir
 Ditimbang 100 gram granul
 Granul dituangkan ke dalam corong yang ujung tangkainya tertutup
 Penutup dibuka dan granul dibiarkan mengalir sampai habis
 Mencatat lama waktu yang diperlukan dengan menggunakan alat
pencatat waktu (stopwatch)
 Diulang 3 kali
2. Uji sudut diam
 Ditimbang 100 gram granul, masukkan secara pelanpelan lewat
lubang bagian atas, sementara bagian bawah ditutup
 Buka penutupnya dan biarkan granul mengalir keluar
 Ukur tinggi kerucut yang terbentuk
 Ulangi percobaan sebanyak 3 kali Tinggi kerucut yang dibentuk
diukur sudut diam dihitung dengan rumus: Tan ß = t/r Keterangan : ß
: sudut diam t: tinggi kerucut r : jari-jari kerucut.
3. Uji pengetapan
 Dituang granul secara pelan-pelan ke dalam gelas ukur sampai
volume 100 mL, catat sebagai V1
 Pasang gelas ukur pada alat, dan hidupkan motor
 Mencatat perubahan volume setelah pengetapan (V2) bila t = 5 menit.
Pengetapan diteruskan sampai permukaan serbuk tidak turun lagi
(volume sudah konstan)
 Mencatat tinggi granul Indeks pengetapan dapat dihitung dengan
rumus: V1 – V2 x 100% V1
Uji evaluasi kapsul
1. Uji keseragaman bobot
 Timbang seksama 10 kapsul satu persatu, beri identitas tiap kapsul

9
 Keluarkan isi kapsul dengan cara yang sesuai
 Ditimbang seksama tiap cangkang kapsul kosong dan hitung bobot
netto dari isi tiap kapsul dengan cara mengurangkan bobot cangkang
kapsul dari masing-masing bobot kapsul
2. Uji waktu hancur
 Dimasukkan masing-masing 1 kapsul pada tabung keranjang
 Gunakan media air bersuhu 37±2°C
 Dilakukan pengamatan terhadap kapsul, semua kapsul harus hancur
kecuali bagian dari cangkang kapsul
 Bila 1 atau 2 kapsul tidak hancur sempurna, pengujian diulangi
dengan 12 kapsul lainnya, tidak kurang 16 dari 18 kapsul yang diuji
hancur sempurna
 Dicatat waktu yang diperlukan kapsul untuk hancur sempurna
3. Uji higroskopisitas
 Sejumlah 3 kapsul ditempatkan di dalam botol coklat dan disimpan
 Masing-masing perlakuan diamati setiap hari selama 7 hari dalam
seminggu. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan bobot kapsul,
bentuk kapsul, dan isi kapsul

II. Brosur, Etiket, Kemasan


1. Brosur
Komposisi
Tiap kapsul menganung
Paracetamol………. 250 mg
Mg stearat…………..1%
Laktosa……………...500 mg

Dosis
2 x sehari 1 kapsul

10
Indikasi
Di Indonesia penggunaan paracetamol sebagai analgesik danantipiretik
telah menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesiklainnya,
Parasetamol sebaiknya tidak diberikan terlalu lama karenakemungkinan
menimbulkan nefropati analgesik.

Kontra Indikasi
Penggunaan paracetamol tidak diperkenalkan pada penderita
yanghipersensitif terhadap asetaminofen dan penderita yang
mempunyaigangguan fungsi hati.

Efek Samping
Reaksi alergi terhadap derivat p-aminofenol jarang terjadi.Manifestasinya
berupa aritema atau urtikaria dan gejala yang
lebihberat berupa demam dan lesi pada mukosa. Fenasetin dapat menyeb
abkananemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia
hemolitikdapat terjadi berdasarkan mekanisme autoimun, defisiensi
enzim GGPDdengan adanya metabolit yang abnormal.

11
2. Etiket
APOTEK SEHAT FARMA
Jl. Yos Sudarso No. 461, tlp/fax (02988)42433
Apoteker : Alifia Nofita Utami, S,Farm
SIPA : 241/per/XII/2020
No. 06 Tgl : 30-06-21
Ny. Sugandi (35 th)
2 x sehari 1 kapsul
Sesudah/sebelum makan

SEMOGA LEKAS SEMBUH

3. Kemasan

Komposisi
Tiap kapsul
menganung
Paracetamol 250 mg
Mg stearat .1%
OCAPSUL
Laktosa 500 mg

250 mg Dosis
2 x sehari 1 kapsul
Indikasi
Paracetamol sebgai
analgesit antipireti.
Efek Samping
PT.KIMIA Reaksi alergi yang
terjadi berupa demam.
FARMA

12
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
1. Uji waktu alir
1. 16,6 detik
2. 17,7 detik
3. 14,3 detik
Rata-rata= 16,2 detik
25 g/16,2 detik= 1,543 g/detik
2. Uji sudut diam
1. Tinggi= 5,7 cm
Diamete = 10 cm
2. Tinggi = 4 cm
Diameter = 9,8 cm
3. Tinggi = 3,4 cm
Diameter = 9 cm
-Berat granul = 25 g
1) Tan β 3,7/5 = 0,74
β = 36,5o
2) Tan β 4/4,9 = 0,82
β = 39,35o
3) Tan β 3,4/4,5 = 0,76
β = 37,23o
3. Uji pengetapan
-V0 = 53 ml
-V1= 31 ml
V0-V1/V0 x 100% = 53-31/53 x 100% = 41,50%
4. Uji keseragaman bobot
-rata-rata isi kapsul= 0,435 g
isi kapsul-(rata-rata isi kapsul)/rata-rata isi kapsul x 100%
1) 0,479-0,435/0,435 x 100% = 10,11 %
2) 0,463-0,435/0,435 x 100%= 6,43%
13
3) 0,452-0,435/0,435 x 100%= 3,90%
4) 0,400-0,435/0,435 x 100%= -8,04%
5) 0,440-0,435/0,435 x 100%= 1,14%
6) 0,400-0,435/0,435 x 100%= -8,04%
7) 0,431-0,435/0,435 x 100%= -0,91%
8) 0,465-0,435/0,435 x 100%= 6,89%
9) 0,427-0,435/0,435 x 100%= -1,83%
10) 0,400-0,435/0,435 x 100%= -8,04%
5. Uji waktu hancur
1) 9,07 menit
2) 9,21 menit
3) 9, 39 menit
4) 9,58 menit
5) 10,25 menit
6) 10,27 menit
Rata-rata= 9,6 menit
6. Uji higroskopis
-Bobot = Tetap
-Bentuk = Tetap
-Isi = Tetap

B. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini membuat sediaan solid berupa kapsul
paracetamol. Praktikum ini bertujuan untuk memahami dan
mengaplikasikan pembuatan sediaan kapsul paracetamol dan melakukan
evaluasi sediaan kapsul paracetamol yang baik sehingga memenuhi
persyaratan mutu yang baik. Pada praktikum kali ini menggunakan bahan
aktif paracetamol, Mg stearate sebagai pelicin, dan laktosa sebagai pengisi.
Pemilihan bahan magnesium stearate sebagai bahan pelicin bertujuan untuk
meningkatkan sifat alir campuran serbuk dan mengurangi gesekan antar
partikel sehingga campuran serbuk lebih mudah mengalir ke dalam ruang

14
cetak tablet. Sedangkan pemilihan laktosa sebagai bahan pengisi yaitu
karena laktosa mempunyai sifat hidrofobik yang akan membuat lapisan film
pada partikel bahan padat sehingga dapat mengurangi gesekan antar partikel
dan memudahkan partikel tersebut mengalir sama seperti magnesium
stearate. Laktosa juga tersedia dalam jumlah yang cukup banyak dan
harganya yang relative murah yang sudah sesuai dengan kriteria bahan
pengisi yang ditetapkan.
Kapsul adalah sediaan padat yang terdiri obat cangkang keras atau lunak
yang dapat larut,cangkang umumnya terbuat dari gelatin bisa juga pati atau
bahan lain yang sesuai (Depkes RI, 1995). Metode pembuatan granul
dengan metode granulasi kering karena dosis dari zat aktif yang terlau kecil
sehingga sulit untuk dikempa langsung dan juga zat aktif yang sensitif
terhadap lembab jadi tidak mungkin menggunakan metode granulasi basah
(Siregar CJ, 2010).
Proses pembuatan granul paracetamol dengan cara mencampurkan
bahan – bahan yang memiliki bobot kecil terlebih dahulu, diaduk hingga
homogen dalam mortar, kemudian ditambah dengan bahan yang memliki
bobot yang lebih besar aduk hingga homogeny. Setelah homogen,
ditimbang kembali bobotnya lalu diayak dengan ayakan mesh 30. Granul
yang terbentuk berbentuk serbuk halus dan berwarna putih, granul
kemudian melakukan uji evaluasi granul. Evaluasi granul perlu dilakukan
untuk menilai kualitas dari granul dan dapat dijadikan tolak ukur kelayakan
suatu granul untuk dimasukan kedalam cangkang kapsul. Evaluasi granul
yang dilakukan meliputi uji waktu alir, uji sudut diam, dan uji pengetapan.
Waktu alir yaitu waktu yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah
granul pada suatu alat. Kecepatan alir dipengaruhi oleh bentuk, ukuran,
kondisi permukaan, kelembaban granul dan penambahan bahan pelican
(Sa’adah, Supomo dan Halono. 2016). Kecepatan alir dipengaruhi oleh
bentuk, ukuran, kondisi permukaan,kelembaban granul dan penambahan
bahan pelican apabila granul mempunyai sifat alir yang baik. campuran
granul dikatakan memiliki sifat alir yang baik jika kecepatan alirnya tidak <

15
10 g/detik atau 100 g granul waktu alirnya tidak lebih dari 10 detik. Granul
yang digunakan pada praktikum kali ini sebanyak 25 gram sehingga granul
yang baik memenuhi persyaratan apabila waktu alirnya < 2,5 g/detik. Sifat
alir dapat diukur dengan metode langsung (uji waktu alir) dan metode tidak
langsung (uji sudut diam dan indeks pengetapan) (Reiza Z, 2010).
Hasil uji waktu alir menyatakan bahwa formula memenuhi syarat sifat
alir yang baik yaitu sifat alir formula sebesar 1,543 g/detik. Hal ini
disebabka karena penambahan laktosa yang cukup banyak sehingga dapat
mempengaruhi sifat alir granul. Mg stearate berfungsi sebagai pelicin pada
formula. Sifat aliran dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk partikel ukuran
yang lebih besar dan bulat menunjukkan aliran yang lebih baik. Kecepatan
aliran maksimum dicapai setelah aliran menurun apabila ukuran partikel
mendekati ukuran lubang. Terkadang, aliran buruk dapat disebabkan oleh
kelembaban suatu sediaan yang dapat mempengaruhi waktu alir dalam
suatu formula (Siregar CJ, 2010).
Sudut diam yaitu sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel
bentuk kerucut dengan bidang horizontal. Besar kecilnya sudut diam
dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan kelembaban granul. Bila sudut diam
lebih kecil dari 25° biasanya menunjukan bahwa bahan dapat mengalir
bebas, bila sudutnya lebih besar atau sama dengan 40° biasanya daya
mengalirnya kurang baik (Nurani, et al. 2017). Mg stearate berfungsi
sebagai pelicin, sehingga jika tidak digunakan bahan pelicin dalam
pembuatan granul maka kemungkinan granul tidak dapat mengalir bebas
dan sudut diam yang terbentuk akan lebih besar dari 400.
Hasil uji sudut diam didapatkan pada replikasi 1 didapatkan sudut diam
sebesar 36,5o, pada replikasi 2 didapatkan sudut diam sebesar 39,35o, dan
pada replikasi 3 didapatkan sudut diam sebesar 37,23o. Hal ini menunjukan
bahwa pada uji sudut diam granul masih dalam batas syarat granul yang
baik.
Pengetapan merupakan penurunan volume sejumlah granul atau serbuk
akibat hentakan (tapped) dan getaran (vibrating). Granul dengan indeks

16
pengetapan < 20% menunjukan sifat alir yang baik. Indeks pengetapan
dilakukan dengan mengamati perubahan volume sebelum dan sesudah
pengetapan. Indeks pengetapan dilakukan dengan cara sebanyak 25 gram
granul dimasukkan ke dalam gelas ukur, kemudian dicatat volume awal.
Gelas ukur diketuk – ketuk selama 5 menit, pengetapan dilakukan dengan
manual dimana gelas ukur diketuk – ketuk menggunakan tangan selama 5
menit (Sa’adah, Supomo dan Halono. 2016).
Hasil uji pengetapan yaitu sebesar 41,50%, hal ini menunjukan bahwa
formula tidak memenuhi persyaratan sifat alir yang baik yaitu dikatakan
serbuk memiliki sifat alir yang baik jika memiliki sudut diam berkisar <20 %
. Hal ini disebabkan karena jumlah fines pada formula banyak sehingga
terdapat banyak rongga- rongga pada granul dan kurangnya penggunaan
magnesium stearate sebagai bahan pelicin. Hal ini menyebabkan granul
susah untuk dimampatkan. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin
meningkatnya penggunaan konsentrasi magnesium stearate sebagai bahan
pelicin mengakibatkan semakin rendahnya nilai kompresibilitas. Dimana
dengan semakin rendahnya nilai kompresibilitas, maka granul mudah
menyusun diri saat memasuki ruang cetak kemudian mengalami deformasi
menjadi bentuk yang mampat. Dari permasalahan tersebut maka pengatasan
yang tepat adalah dengan menambahkan jumlah magnesium stearate
sebagai bahan pelicin agar uji pengetapan memenuhi persyaratan mutu
granul yang baik.
Setelah melakukan uji evaluasi granul kemudian melakukan pengisian
kapsul dengan cara ditimbang kapsul kosong dan dicatat. Pada praktikum
kali ini membuat 50 kapsul dengan bobot isi kapsul sebanyak 500 mg.
Kapsul yang sudah ditimbang kemudian diisikan serbuk ke dalam kapsul,
diratakan hingga badan kapsul terisi penuh. Tutup kapsul hingga tertutup
rapat dan bersihkan sisa serbuk yang menempel pada permukaan luar
kapsul dengan menggunakan kapas/kain kasa. Setelah kapsul sudah diisi
dilakukan uji evaluasi kapsul. Evaluasi kapsul meliputi uji keseragaman
bobot, uji waktu hancur dan uji higroskopis.

17
Hal ini menunjukan bahwa berat netto kapsul yang dibuat tidak
memenuhi persyaratan kapsul yang baik. Masalah ini dapat diatasi dengan
cara menimbang isian kapsul sebanyak 500 mg terlebih dahulu, kemudian
dimasukan ke dalam beberapa cangkang kapsul dengan nomor cangkang
kapsul yang berbeda dan pilih nomor cangkang kapsul yang pas untuk isian
sebanyak 500 mg. Cangkang kapsul yang cocok untuk isi formula sebanyak
500 mg menggunakan cangkang kapsul nomor 0, dimana pada cangkang
kapsul nomor 0 bisa berisi formula 300 – 500 mg.
Syarat uji waktu hancur menurut Farmakope Indonesia edisi III yaitu di
bawah 15 menit. Hasil uji evaluasi diketahui bahwa pada kapsul 1 waktu
hancur yang diperlukan yaitu 9 menit 07 detik, untuk kapsul 2 waktu hancur
yang diperlukan yaitu 9 menit 21 detik, untuk kapsul 3 waktu hancur yang
diperlukan yaitu 9 menit 39 detik, untuk kapsul 4 waktu hancur yang
diperlukan yaitu 9 menit 58 detik, untuk kapsul 5 waktu hancur yang
diperlukan yaitu 10 menit 25 menit dan untuk kapsul 6 waktu hancur yang
diperlukan yaitu 10 menit 27 detik. Jadi diperoleh waktu hancur rata – rata
yaitu 9 menit 6 detik. Pada uji waktu hancur rata – rata waktu yang
diperlukan untuk waktu hancur dari formula 14 menit lebih hal ini masih
bisa dikatakan kapsul masuk dalam persyaratan kapsul yang baik. Namun
jika waktu hancur semakin lama maka efek dari obat akan semakin lama
juga sehingga pada penggunaan kapsul akan lambat dalam memberikan
efek terapinya.
Dalam uji higroskopitas dilakukan dengan cara kapsul disimpan dalam
botol coklat dan masing – masing perlakuan diamati setiap hari selama 3
hari. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan bobot kapsul, bentuk
kapsul dan isi kapsul. Hasil yang didapatkan dari uji higroskopitas untuk
bentuk, bobot dan isi kapsul tetap dan tidak terdapat perubahan, pada
pengamatan isi kapsul warna isi kapsul tetap dan tidak ada perubahan.

18
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa hasil percobaan yang dilakukan pada evaluasi granul terdapat uji yang
tidak memenuhi persyaratan yaitu pada uji pengetapan, hal ini disebabkan
karena jumlah fines pada formula terlalu banyak sehingga terdapat banyak
rongga- rongga pada granul dan kurangnya penggunaan magnesium stearate
sebagai bahan pelicin. Hal ini menyebabkan granul susah untuk dimampatkan.

B. SARAN
Untuk praktikkum selanjutnya diharapkan lebih berhati-hati dan teliti dalam
melakuka praktikkum agar sediaan yang dibuat memenuhi persyaratan yang
ditetapkan baik uji evaluasi granul maupun uji evaluasi kapsulnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1997. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta; Gadjah Mada University Press

Ansel H.C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta.

Agustina. 2014. Ilmu resep Vol.2 Jakarta ; EGC

Dep kes RI, 1995, Farmakope Indonesia, IV., Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

Jakarta.

Chang, R.K., Raghavan, K.S., dan Hussain, M.A. 1998. A study on gelatin capsule brittleness ;

moisture transfer between the capsule shell an its content. J Pharm Sci. May ; 87(5);
5568.

Syamsuni., 2006. Ilmu resep. Jakarta. EGC

20
LAMPIRAN

21
22

Anda mungkin juga menyukai