NIM : 1813015176
Kelas : A 2018
Farmakognosi
Farmakognosi telah diciptakan melalui penggabungan dua kata
dalam bahasa Yunani. Farmakon (obat) dan Gnosis (pengetahuan), yaitu
pengetahuan tentang obat. Manusia selalu menggunakan tumbuhan dengan
banyak cara dalam tradisi masa evolusi manusia. Seleksi tumbuhan obat
merupakan proses yang dilakukan secara hati-hati sehingga sejumlah besar
tumbuhan obat digunakan oleh berbagai budaya dunia. Contoh pengobatan
yang terkenal ada Aryuveda, Jamu, kampo dan masih banyak lagi. Hal ini
merupakan cikal bakal dari adanya pengembangan pendekatan baru
terhadap penelitian dan penggunaan farmasetik tumbuh-tumbuhan.
Sumber :
Farmakogalenika
Istilah galenika di ambil dari nama seorang tabib Yunani yaitu
Claudius Galenos (GALEN) yang membuat sediaan obat-obatan yang
berasal dari tumbuhan dan hewan, sehingga timbulah ilmu obat-obatan yang
disebut ilmu galenika. Jadi Ilmu Galenika adalah Ilmu yang mempelajari
tentang pembuatan sediaan (preparat) obat dengan cara sederhana dan
dibuat dari alam (tumbuhan dan hewan). Pembuatan sediaan galenik secara
umum dan singkat sebagai berikut :
a. Bagian tumbuhan yang mengandung obat diolah menjadi simplisia atau
bahan obat nabati.
a. Derajat kehalusan
Beberapa obat yang terkandung atau zat aktif dalam sediaan tersebut
harus jelas konsentrasinya agar tidak menimbulkan kesulitan dalam
pembuatan.
Suhu dan lamanya waktu penyarian harus disesuaikan dengan sifat obat,
mudah menguap atau tidak, mudah tersari atau tidak.
d. Bahan penyari dan cara penyarian, cara ini harus disesuaikan dengan
sifat kelarutan obat dan daya serap bahan penyari ke dalam simplisia.
Sumber :
Farmakoagronomi
Farmakoagronomi, yaitu ilmu yang mempelajari dan menyelidiki
secara fisiologis mengenai penanaman, cara-cara pemanenan, dan
pengeringan tanaman obat. Agronomi merupakan salah satu istilah dalam
bidang pertanian. Istilah ini sering digunakan dalam membicarakan
pertanian. Terminologi agronomi berasal dari Bahasa Yunani. Kata
agronomi terbentuk dari agros dan nomos. Agros memiliki arti lahan (lahan
produksi, lahan pertanian) dan nomos memiliki arti pengelolaan. Secara
etimologi, agronomi berarti ilmu tentang pengelolaan lahan untuk
berproduksi dengan optimal.
Shapiro dan Elmore (2017) menyatakan bahwa ilmu agronomi
membahas saling keterkaitan antara genetika dan fisiologi tanaman,
pengelolaannya, serta pengaruh dari lingkungan tumbuhnya termasuk tanah.
Sebagai contoh, karena kedelai sangat responsif terhadap panjang hari,
maka kultivar yang dibudidayakan di daerah utara berbeda dengan kultivar
yang dibudidayakan di daerah selatan (di negara sub tropis yang memiliki 4
musim) untuk mendapatkan produksi yang optimal. Definisi yang
melibatkan lingkungan dalam memahami agronomi membuat pengertian
menjadi lebih lengkap. Karena, genetika tanaman terkait erat dengan
persyaratan fisik dasar seperti lingkungan dan fisiologi dasar tanaman yang
perlu dipahami dalam individu tanaman agar dapat berproduksi optimal.
Persyaratan fisik tersebut termasuk suhu, kelembapan, panjang hari dan
lain-lain.
Kamus dalam jaringan (online) Cambridge Dictionary (2021)
mendefinisikan agronomi sebagai ilmu bertani yang meliputi ilmu tentang
tanah, tanaman dan hewan serta cara untuk meningkatkan produksi pangan.
Dalam kamus tersebut dijelaskan bahwa agronomi mencakup banyak sub
bidang dalam pertanian yaitu genetika tanaman, rotasi tanaman, irigasi dan
produksi tanaman.
American Society of Agronomy (2021) menjelaskan bahwa
agronomi memandang pertanian dari perspektif yang terintegrasi dan
holistis. Oleh karena itu, seorang agronom akan memperhatikan sifat-sifat
tanah, interaksi tanah dan tanaman, kebutuhan hara tanaman, waktu dan cara
pemberian pupuk, pertumbuhan dan perkembangan tanaman, faktor iklim
dan tanah yang memengaruhi pertumbuhan tanaman, pengelolaan dan
pengendalian organisme pengganggu tanaman, dan konservasi lingkungan.
Sumber :
Sagala,Danner, dkk. 2021. Dasar-Dasar Agronomi. Yayasan Kita Menulis.
ETNOBOTANI
Etnobotani adalah cabang ilmu yang mendalami hubungan antara
manusia dengan tumbuhan disekitarnya. Mengunakan pengalaman
pengetahuan tradisional dalam memajukan kualitas hidup, tidak hanya bagi
manusia tetapi juga kualitas lingkungan. Tumbuhan obat adalah semua jenis
tumbuhan yang diketahui memiliki kandungan senyawa yang bermanfaat
dan berkhasiat untuk mencegah, meringankan atau menyembuhkan suatu
penyakit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui jenis tanaman obat, bagian
tumbuhan yang dimanfaatkan dan paling banyak digunakan oleh masyarakat
Kampung Padang Kecamatan Sukamara Kabupaten Sukamara.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
eksploratif dengan metode survey dan teknik wawancara semi terstruktur.
Pelaksanaan penelitian yang dilakukan untuk mengumpulan data tentang
pengetahuan penduduk Kampung Padang Kecamatan Sukamara Kabupaten
Sukamara terhadap pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat adalah sebagai
berikut, Observasi dilakukan dengan menggunakan teknik deskriptif, yaitu
terjun langsung ke lapangan. Wawancara dalam penelitian ini melalui
wawancara semi terstruktur dengan berpedoman pada daftar pertanyaan. Isi
daftar pertanyaan pada kuisioner meliputi nama responden, usia, pekerjaan,
nama lokal tumbuhan yang digunakan, bagian yang digunakan, manfaat,
dan cara pemanfaatannya.
Penelitian kajian etabotani tumbuhan obatan tradisional yang
dilakukan di kampung padang kecamatan sukamara kabupaten sukamara
terdapat 47 jenis tumbuhan obat yang diketahui dan dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai tumbuhan obat tradisional. Tumbuhan obat terbagi
menjadi 3 bagian berdasarkan yang digunakan oleh masyarakat diantaranya,
sering sekali digunakan sebanyak 40,42%, sering digunakan 31,91%, dan
jarang digunakan sebanyak 27,65%. Tumbuhan sering kali digunakan
diantaranya; Bawang Dayak, Bawang Merah, Bawang putih, Jahe, Kunyit,
Kunyit Putih, Katuk, Kelor, Kencur, Ketumbar, Lengkuas, Serai, Seledri,
sirsak, Beluntas, Sirih, Sirih merah, Kumis kucing dan salam. Tumbuhan
sering digunakan diantaranya; Jambu biji, Pandan, pepaya, Binahung, Lidah
buaya, Lidah mertua, Cocor bebek, Kaca piring, Jengger Ayam, Bidara,
Pacar air, dan Mangkokan Ketelah, Terong pipit dan Ketepeng. Tumbuhan
jarang digunakan diantaranya; Jerangau, Lalang, Tapak dara, Mahkota
dewa, Mengkudu, Orang aring, Putri malu, Patah kemudi, Pegagan,
brotowali, Cengkodok, Samanerat, dan Tembora. Bagian tumbuhan yang
dimanfaatkan dan paling banyak digunakan sebagai obat tradisional oleh
masyarakat Kampung padang Kecamatan Sukamara Kabupaten Sukamara
diantaranya, yang paling banyak digunakan daun (70,21%), rimpang
(12,76%), akar (10,63%), buah (10,63%)batang (8,51%), umbi (8,51%),
sedangkan biji (2,12%), dan bunga (2,12%) merupakan bagian yang sedikit
digunakan.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai
berikut jenis tumbuhan yang terdapat di Kampung padang Kecamatan
Sukamara Kabupaten Sukamara, ada 47 jenis tumbuhan obat, diantaranya:
Sering sekali digunakan 40,42%, Sering 31,91%, dan jarang 27,65%.
Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan dan paling banyak digunakan sebagai
obat tradisional diantaranya, yang paling banyak digunakan daun (70,21%),
rimpang (12,76%), akar (10,63%), buah (10,63%)batang (8,51%), umbi
(8,51%), sedangkan biji (2,12%), dan bunga (2,12%) merupakan bagian
yang sedikit digunakan.
Sumber :
Helmina, S., & Hidayah, Y. (2021). Kajian Etnobotani Tumbuhan Obat
Tradisional Oleh Masyarakat Kampung Padang Kecamatan Sukamara
Kabupaten Sukamara. Jurnal Pendidikan Hayati, 7(1).
ETNOFARMAKOLOGI
Tekanan darah tinggi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik
(TDS) rata-rata ≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik rata-rata (TDD)
≥90 mmHg, tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol didefinisikan sebagai
rata-rata TDS ≥140 mmHg atau rata-rata TDD ≥90 mmHg. Penyakit
tekanan darah tinggi telah menempati kasus nomor 1 yang paling banyak
dilaporkan dengan hasil data pemantauan status kesehatan. Berdasarkan data
dari Puskesmas Anutoluwu Kecamatan Petasia Barat pada tahun 2019-2020
di desa Onepute jumlah pasien darah tinggi sebesar 65%.
Desa Onepute Kecamatan Petasia Barat Kabupaten Morowali Utara
adalah desa yang dimana nama desa Onepute diambil dari bahasa Mori
Lolongoio yang artinya “lurus” desa Onepute merupakan suatu desa yang
berada di Kabupaten Morowali Utara yang menjadi salah satu desa
pedalaman. Menurut hasil pengamatan terhadap kebiasaan masyarakat
Onepute menunjukkan pola hidup yang tidak sehat seperti mengonsumsi
makanan yang tinggi lemak dan garam. Salah satu tanaman yang dipercayai
oleh masyarakat Onepute dalam mengobati penyakit tekanan darah tinggi
yaitu daun sirsak (Annona muricata. L) bagian tanaman yang digunakan
untuk pengobatan penyakit tekanan darah tinggi yaitu daun, yang dimana
tanaman sirsak yaitu jenis pohon pinus yang mempunyai daun berbentuk
bulat Panjang dengan ujung lancip pendek bertekstrur kasar.
Daun sirsak mempunyai kandungan senyawa yang dapat
menurunkan tekanan darah tinggi senyawa tersebut adalah
monotetrahidrofuran asetogenin, seperti anomurisin A dan B, gigantetrosin
A, annonasin10-one, murikatosin A dan B, annonasin, dan goniotalamisin
dan ion kalium. Daun sirsak memiliki antioksidan yang dapat menangkal
radikal bebas, sama halnya dengan bahan alami lainnya, antioksidan ini
dapat melenturkan dan melebarkan pembuluh darah serta menurunkan
tekanan darah tinggi.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang menggunakan metode
kualitatif. Dengan cara observasi lapangan dan wawancara menggunakan
kuesioner untuk mengetahui penggunaan tumbuhan yang diketahui
penggunannya oleh masyarakat Onepute Kecamatan Petasia Barat
Kabupaten Morowali Utara sebagai obat tekanan darah tinggi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di desa Onepute Kecamatan Petasia
Barat Kabupaten Morowali Utara didapatkan 6 jenis tumbuhan sebagai obat
tekanan darah tinggi tumbuhan tersebut yaitu belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi L.), daun sirsak (Annona muricata L.), daun kelor (Moringa oleifera
Lam.), Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe.), daun jarak pagar/balacai
(Jatropha curcas L.), daun kersen/gersen (Muntingia calabura L.).
Persentase bagian tumbuhan yang digunakan untuk obat tekanan darah
tinggi oleh masyarakat Onepute Kecamatan Petasia Barat Kabupaten
Morowali Utara yaitu 66,67% daun, 16,67% rimpang dan 16,67% buah.
Pengolahan tumbuhan sehingga menjadi ramuan obat tradisional
menggunakan cara tradisional seperti diparut, direbus, dan diseduh
menggunakan air panas. Cara penggunaan dan takaran yang dianjurkan
yaitu dengan cara diminum dan dengan takaran mulai dari 1x1 gelas, 2x1
gelas hingga 3x1 gelas. Cara pengolahan tumbuhan yaitu daun kelor dicuci
lalu direbus daun kelor menggunakan air bersih sebanyak 7 gelas air
menjadi 3 gelas, belimbing wuluh dicuci belimbing wuluh lalu dipotong-
potong direbus 3 gelas air menjadi 1 gelas setelah dingin lalu disaring, jahe
merah jahe dibersihkan lalu diparut, ditambahkan air hangat lalu disaring
sebanyak setengah gelas, daun jarak pagar diambil beberapa lembar lalu
disiram/diseduh menggunakan air diambil beberapa lembar biasanya
diambil dalam hitungan ganjil lalu direbus menjadi 1 gelas, daun kersen
diambil beberapa lembar daun kersen lalu dicuci setelah itu direbus 3 gelas
menjadi 1 gelas.
Berdasarkan hasil penelitian dapat menyimpulkan bahwa tumbuhan yang
dapat digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi di desa Onepute
Kecamatan Petasia Barat Kabupaten Morowali Utara yaitu daun sirsak,
daun kelor, daun kersen, daun jarak pagar, belimbing wuluh, dan jahe
merah. Serta bagian tumbuhan yang digunakan yaitu daun, buah, dan
rimpang
.
Sumber:
Sakaria, H., Rumi, A., & Masyita, A. A. (2021). Studi Etnofarmakologi
Obat Tradisional Tekanan Darah Tinggi Di Desa Onepute Kecamatan
Petasia Barat Kabupaten Morowali Utara. Journal of Islamic
Pharmacy, 6(1), 22-27.
Etnomedisin
Etnomedisin secara etimologi berasal dari kata ethno (Etnis) dan
medicine (Obat). Etnomedisin berhubungan dengan dua hal yaitu etnis dan
obat. Etnomedisin merupakan salah satu bidang kajian etnobotani yang
mengungkapkan pengetahuan lokal berbagai etnis dalam menjaga kesehatan
atau cabang antropolohi kesehatan yang membahas tentang asal mula
penyakit dan cara pengobatan menurut kelompok masyarakat tertentu
(Silalahi,2015).
Penelitian etnomedisin yang dilakukan (Silalahi,dkk., 2018)
mengenai “Etnomedisin Tumbuhan Obat oleh Subetnis Batak Phakpak di
Desa Surung Mersada, Kabupaten Phakpak Bharat, Sumatera Utara” Tujuan
penelitian ini untuk mendokumentasikan tumbuhan obat yang dimanfaatkan
oleh sub-etnis Batak Phakpak sebagai obat dan mengetahui use value dan
indeks cultural significance tumbuhan obat. Adapun metode penelitian
tersebut yaitu dengan wawancara dan jelajah bebas. Wawancara dilakukan
semiterstruktur dan observasi parsipatif meliputi jenis tumbuhan obat,
bagian yang dimanfaatkan, cara pemanfaatan, dan sumber perolehan. Jelajah
bebas juga dilakukan di pekarangan, kebun dan agrofores, serta hutan untuk
membuat voucher spesimen (spesimen bukti) tumbuhan obat yang
digunakan. Jelajah bebas merupakan eksplorasi tumbuhan obat di seluruh
lokasi yang diyakini ditemukan tumbuhan obat.
Silalahi, Marina. 2015. Studi Etnomedisin Di Indonesia Dan Pendekatan
Penelitiannya. JDP Volume 9, Nomor3, November 2016: 117-124
Silalahi, Marina, Nisyawati, Eko Baroto Walujo dan Wendy
Mustaqim.2018. Etnomedisin Tumbuhan Obat oleh Subetnis Batak Phakpak
di Desa Surung Mersada, Kabupaten Phakpak Bharat, Sumatera Utara.
Jurnal Ilmu Dasar, Vol.19 No.2 Juli 2018:77-92
Prinsip 5: Kurangi operasi unit dan pilih proses yang aman, kuat, dan
terkendali.
Untuk menjadi industri yang kompetitif yang terlibat dalam ekstraksi
produk alam (parfum, kosmetik, farmasi, makanan, dan bahan bakar nabati)
harus menggabungkan intensifikasi proses dengan protokol ekstraksi yang
lebih bersih dan aman. Intensifikasi proses mencakup semua pengembangan
peralatan, teknik, atau prosedur baru yang membawa kemajuan signifikan
dibandingkan dengan metode produksi saat ini. Tantangan pengembangan
industri dari proses intensif adalah beberapa: unit produksi yang lebih
kompak dan pengurangan jumlah unit operasi, penghematan energi dan
bahan baku, kontrol keamanan proses, pengurangan limbah dan jejak
ekologis.
Sumber :
Chemat, F., Vian, M. A., & Cravotto, G. (2012). Green extraction of natural
products: concept and principles. International journal of molecular
sciences, 13(7), 8615-8627.