Anda di halaman 1dari 6

NAMA : Ita Selviana Manik

NIM : 200101157

GRUP/Sem : E/III

MATA KULIAH : Sejarah Gereja

DOSEN PENGAMPU : Rawatri Sitanggang,M.Pd

Sejarah Gereja Umum

Masalah penulisan sejarah tidak lain adalah usaha membuat suatu rekontruksi peristiwa-peristiwa dan
menempatkan itu dalam konteks yang paling mendekati kebenaran. Hal ini disusul dengan usaha memberi
interpretasi (penafsiran) mengenai peristiwa historis itu. Kamus Besar Bahusa Indonesia menjelaskan arti sejarah,
yaitu: - Silsilah; asal usul (keturunan) - Kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa
lampau; riwayat; tambo (cerita, peristiwa) Pengetahuan atau uraian tentang peristiwa-peristiwa dan kejadian
kejadian yang benar-benar terjadi dalam masa lampau; ilmu sejarah. dalam mempelajari sejarah dibutu informasi
yang tepat dan dapat Dengan demikian, sejarah berupaya menyajikan peristiwa yang venarnya; suatu fakta yang
benar-benar terjadi. Karena itu, mempelajari sejarah dibutuhkan ketelitian sehingga mendapatkan 18 tepat dan
dapat dipercaya. Bila data-data atau informasi yang disampaikan itu akurat, sejarah tersebut dapat dikelompokkan
sebagai ilmu, yang berarti ilmu sejarah. Penyusun dan Penyajian peristiwa ini tidak seperti membuat laporan
jurnal, seperti membuat data dan angket. Bila hal seperti ini yang dilakukan, hal itu akan meruntuhkan daya tarik
mempelajari sejarah. Terkadang itulah yang ada dalam benak dan pemikiran banyak orang bahwa mempelajari
sejarah itu hanya mengarah pada menghafal saja. Akhirnya, sejarah tersebut menjadi sesuatu yang
membosankan. 

Secara etimologi, sejarah berasal dari kata "syajarah" yang berarti pohon, atau "syajara" yang berarti
terjadi. Sebagaimana diketahui, lazimnya pohon (syajaran) memiliki cabang-cabang akar yang kuat menghunjam
dalam perut bumi, menumbuhkan batang yang berdiri tegak, serta memiliki cabang-cabang dan ranting-ranting
tempat tumbuh dan berkembangnya dedaunan, bunga, dan juga buah yang lebat. Demikian juga sejarah.
Diinspirasi dari keadaan pohon itulah dikembangkan pengertian dasar dari sejarah, bahwa kata syajurah
dikonotasikan terhadap pengertian sejarah sebagai: 

• Suatu urutan asal-usul keturunan yang berkesinambungan, sejak jauh sebelum buyut, lalu secara berturut-turut
diteruskan oleh buyut, kakek, ayah, hingga sampai keberadaannya sekarang ini. Suatu silsilah keturunan yang
bercabang-cabang, sejak orangtua, anak, cicit, dan seterusnya. Pertumbuhan dan perkembang dari peristiwa yang
satu menuju peristiwa yang lain secara berkesinambungan (kontinuitas) sesuai dengan garis waktu. 

Lebih terperinci lagi adalah bagian kulit pohon, daging pohon, tangkai dan serat daun. Pokoknya bagian
dari keseluruhan pohon itu; semua bagian dari pohon itu harus diamati, dicermati, dianalisis, diteliti sehingga
dapat mengambil dan menarik kesimpulan. Dalam mempelajari sejarah sama seperti mempelajari bagian dari
nahon besar itu, yang memiliki banyak cabang dan ranting-ranting. Belum joui dengan daun-daunnya. Kemudian
mengamati lebih lanjut tentang pertumbuhan pohon itu; ada yang sulit bertumbuh, cepat bertumbuh, dan ada pula
yang mati (hidup hanya sebentar saja).  Gereja dalam bahasa Inggris adalah "church", dan bentuk serumpunnya
'kirk' (kirche, Jerman; igreja, Portugis; kirk, Skotlandia; kerk, Belanda; eglise, Prancis; eglwys, Wales; iglesia,
Spanyol; kyookai, Jepang; kyoohei, Korea; jahwei, Mandarin; huria, Batak), yang berasal dari bahasa Yunani
kuriakon/kuriakos (kuplaks), bentuk netral ajektif kata "kurios” (kuplos) = Tuhan. Dengan demikian, kata
"kuriakos" artinya “milik Tuhan". Martin Luther berkata, “Istilah kuriake pada mulanya dipakai untuk menyebut
bangunan gereja, dan diserap dalam bahasa Jerman melalui bahasa Gotik. Dengan demikian, istilah kirche bukan
berasal dari istilah Yunani kuria (atau ekklesia, kumpulan yang reguler) atau dari istilah Latin curia (suatu
pertemuan para bangsawan di Romawi kuno)." Istilah ini (gereja: church) dipakai oleh orang-orang Kristen
Yunani untuk menunjuk tempat ibadah. Kata ini muncul dua kali dalam Perjanjian Baru, yaitu: 

• 1 Korintus 11:20-menunjuk perjamuan Tuhan. 

• Wahyu 1:10-menunjuk hari Tuhan. 

Kata ini kemudian mulai biasa digunakan untuk menunjukkan hal hal lain, seperti tempat, orang-orang,
denominasi, atau tanah air yang bertalian dengan kelompok orang yang menjadi milik Tuhan. Jadi, istilah gereja
berarti tempat ibadah atau rumah Tuhan. 

Tinjauan di atas mengarah pada pengertian tempat berkumpul sama, yang menekankan tentang milik Allah atau
rumah Allah. engan kesadaran, tempat itu memiliki makna hanya karena umat Allah umpul di dalamnya. Makna itu
diaplikasikan pada pertemuan itu sendi 

1. Dari makna ini berkembang menjadi berbagai istilah yang saat ber ini dipakai: 

- Suatu tempat pertemuan.

- Organisasi orang percaya setempat.

- Kelompok orang percayasecara universal.

- Denominasi tertentu, misalnya gereja Lutheran, Calvinis, Pentakosta, Kharismatik.

- Suatu organisasi orang percaya yang dikaitkan dengan daerah atau bangsa, misalnya HKBP, GMIM, GKJ,
GKJW, Gereja Inggris (Anglikan). 

Pengertian kedua; "gereja" (ekklesia, KK o ia; kata kerjanya adalah ekkaleo, ekkałe(o), yang terdiri dari
dua suku kata, yaitu: 

 ek (EK) yang berarti keluar dari, dan 


 kaleo (kalaw) yang berarti memanggil. 

Kata ini secara harfiah berarti "memanggil keluar". Millard J. Erickson melihat konsep ini dalam
Perjanjian Baru dengan latar belakang bahasa Yunani kiasik. Dalam bahasa Yunani klasik, ekkinola ditemukan
sejak zaman Herodotus, Thucydides, Xenophen, Plato, serta Euripides (abad ke-5 s.M. dan seterusnya). Istilah ini
merujuk pada sekelompok warga negara sebuah kota (polis). Perkumpulan-perkumpulan tersebut dilaksanakan
pada saat-saat tertentu, dan dalam kasus Athena bahkan sampai tiga puluh atau empat puluh kali dalam setahun.
Sekalipun wewenang ekkinola terbatas pada hal-hal tertentu, semua anggota memiliki hak suara dalam setiap hal
itu. Dalam arti kata yang sekular, istilah ini merujuk pada sekelompok orang yang berkumpul; pengertian ini
masih tampak dalam Kisah Para Rasui 19:32, 39, dan 40. Hanya dalam tiga kasus luar biasa istilah ini dalam
bahasa Yunani klasik dipakai untuk merujuk pada sekutuan keagamaan atau serikat kultus. Dalam kasus kasus
itupun istilah ini dipakai untuk merujuk pada pertemuan bisnis anggota kelompok keagamaan tersebut dan bukan
kelompok keagamaan itu sendiri. 

istilah "ekklesia" bukanlah suatu hal yang baru pada zaman Kristus. Kata ini tidak bermakna religius
atau rohani. Kata ini dipergunakan di dunia Yunani kuno untuk kelompok apa pun yang berkumpul untuk
bertemu. Istilah ini sudah dikenal oleh orang-orang Israel, orang-orang Romawi maupun orang Yunani. Ekklesia
adalah suatu dewan (kumpulan orang) yang dipanggil keluar dari rakyat biasa untuk bergabung dengan raja atau
presiden untuk memerintah sebuah kerajaan atau negara. Jadi, ekklesia adalah raja-raja kecil yang memerintah
bersama dengan raja besar. Kerajaan Allah adalah kerajaan yang terdiri dari raja-raja. Raja yang memanggil dan
memilih kita adalah Raja di atas segala raja, yaitu Yesus Kristus. Oleh karena itu, kita harus mencerminkan
pribadi Yesus Kristus. 

Dari kata ekklesia berkembanglah suatu pengajaran yang mengatakan bahwa gereja adalah orang yang
dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang-Nya yang ajaib (bnd. 1 Ptr. 2:9). Selain itu, gereja wadah
kumpulan orang yang telah dipanggil keluar dari dalam kegelapan dunia dan masuk dalam terang Yesus
Kristus. Yesus memanggil.dan mereka datang dari mana-mana. Yesus Kristus mengumpulkan, Yesus
memanggil... untuk diri-Nya sendiri. Perkumpulan orang Kristen bukanlah hal manusiawi, artinya dari Tuhan
sendiri, dari Yesus Kristus sendiri. Kristus memilih umat-Nya, umat yang terpilih dan dikasihi menjadi gereja. Ini
berarti umat-Nya dipanggil keluar untuk menjadi kelompok atau kumpulan. Kristus mengumpulkan gereja-Nya
ini dari segenap umat manusia dengan Roh dan firman-Nya dalam kesatuan iman yang benar sejak awal sampai
akhir zaman. 

Kata ekklesia muncul 114 kali di Perjanjian Baru; 3 kali di Injil, dan 111 kali di surat-surat. Di kitab Injil
hanya muncul di Matius 16:18 dan 18:17 (dua kali). Pemunculan yang terakhir itu kemungkinan besar digunakan
dalam pengertian non-teknis dari suatu jemaat Yahudi. Jadi, dalam bentuk teknis, ekklesia digunakan hanya sekali
dalam kitab Injil dan dalam bagian itu berkaitan dengan referensi profetik pada gereja. Hal ini menolong untuk
menyatakan bahwa gereja dimulai setelah peristiwa Renaikan sebagaimana yang dicatat di Kisah Para Rasul dan
secara khusus dalam doktrin Paulus. 

Dalam bahasa Ibrani, "gereja" (qahal) menjadi semacam istilah teknis untuk Israel dalam Perjanjian
Lama, artinya umat Allah Millard J. Erickson berkata, "Istilah qahal yang mungkin sekali berakar pada kata yang
artinya suara, merujuk pada panggilan untuk berkumpul serta tindakan berkumpul itu sendiri. Istilah ini lebih
menampilkan unsur terjadinya peristiwa-peristiwa berkumpul itu dan bukan perincian anggota-anggota kelompok
tersebut. Unsur religius kadang-kadang tampak dalam penggunaan istilah ini (Ul. 9:10; 10:4; 23:1-3). Namun,
istilah ini juga dapat menunjuk kepada perkumpulan yang lebih umum (1 Raj. 12:3), perkumpulan wanita (Yer.
44:15), dan perkumpulan anak anak (Ezr. 10:1; Neh. 8:2). Istilah ini dipakai untuk menunjuk iuga kepada pasukan,
dan dalam kitab Yehezkiel istilah ini menunjuk kepada negara negara non-Israel lainnya." 

Kata "qahal" semata-mata berarti sejumlah orang yang berhimpun bersama. Namun, perhimpunan
tersebut tidak selalu pasti berhubungan dengan perkara-perkara rohani (Kej. 28:3; 49:6; Mzm. 26:5), bahkan tidak
selalu berhubungan dengan perhimpunan manusia (Mzm. - Dalam Alkitab bahasa Indonesia-LAI-diterjemahkan
"orang-orang kudus". Artinya hanya tertulis "Qadoshim” artinya "yang kudus", bisa manusia atau pun makhluk
pada perhimpunan jemaat Israel).  Kata "qahal” dalam Perjanjian Lama diterjemahkan menjadi "ekklesia” dalam
terjemahan Septuaginta (LXX). Pemakaian ekklesia dalam 77 nats Perjanjian Lama telah ditelaah beberapa sarjana
sebagai bukti yang memadai bahwa gereja dalam arti religi dijumpai di Perjanjian Lama. John F. Walfoord
menulis, "Suatu penelitian akan nats-nats itu mengungkapkan juga bahwa jikalau qahal disalin dengan ekklesia,
selalu dipakai dalam kaitan dengan suatu perkumpulan atau pertemuan tertentu di satu tempat, sebagai suatu
kumpulan jasmani dan tidak pernah digunakan untuk menyampaikan gagasan mengenai gabungan mistik para
orang kudus grafis. Gagasan tentang gereja (jemaat) sebagai ekklesia yang terdiri dari orang-orang kudus yang
tersebar luas secara geografis tidak pernah ditemui dalam Perjanjian Lama. Walaupun dalam arti tertentu Israel
merupakan satu masyarakat rohani, pada prinsipnya lebih bersifat rasial dan politis daripada suatu keadaan rohani. 

Kata "gahal” dalam Perjanjian Lama, yang berarti perkumpulan,  jemaat, dapat digunakan untuk hampir
semua model kumpulan orang, seperti: Kumpulan-kumpulan yang bergabung untuk kejahatan (Kej. 49:6; Mzm.
26:5). - Untuk persoalan negara (1 Raj. 12:3; Ams. 5:14). - Untuk perang atau invansi (Bil. 22:4; Hak. 20:2). -
Untuk rombongan yang kembali dari pembuangan (Yer. 31:8). - Kumpulan agama untuk mendengarkan firman
Allah (Ul. 9:10). - Menyembah Dia dalam berbagai cara (2 Taw. 20:5; Neh. 5:13). - Digunakan untuk jemaat Israel
(Mi. 2:5). - Untuk orang yang berkumpul (Kej. 28:3; 35:11). 

Dengan demikian,"qahal”, yang berarti suatu kumpulan; siapa yang berkumpul dan apa makna kumpulan
itu harus ditambah secara eksplisit maupun implisit dalam konteks. Tambahan kata "Tuhan" memperjelas bahwa
kumpulan itu adalah jemaat Allah. 

Kata kedua yang berhubungan dengan gereja, dalam bahasa Ibrani adalah 779 ('edah), yang berasal dari
kata ya'adh, yang artinya "memilih", "menunjuk", atau "bertemu bersama-sama di satu tempat yang telah ditunjuk".
Istilah ini muncul secara khusus dalam Pentateukh, lebih dari separuh terdapat dalam kitab Bilangan. Istilah ini
merujuk kepada umat, khususnya yang berkumpul di dalam kemah pertemuan. Kenyataan bahwa istilah ini yang
dipakai pertama kali dalam Keluaran 12:3 mengusulkan bahwa jemaah Israel itu berawal pada perintah untuk
merayakan Paskah dan meninggalkan Mesir. Istilah 779 ('edah) dengan demikian merujuk kepada umat vang
berkumpul di sekeliling sistem keagamaan tersebut atau di sekitar hukum Taurat. tetapi tidak pernah untu dengan
istilah συναγωγή (S rada saat meneliti Septuaginta tampak bahwa istilah ekkinola Sla) sering kali dipakai untuk
menerjemahkan istilah 5777 (qahal), tidak pernah untuk istilah 'edah. Istilah 'edah diterjemahkan nah ouvaywyn
(sunagoge), istilah yang juga dipakai untuk menerjemahkan qahal. Kata ekkingua (ekklesia) merupakan sum utama
kita untuk mengerti konsep gereja dalam Perjanjian Baru. 

Dari pengertian gereja tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu:

1. Gereja adalah gedung atau tempat beribadah umat Kristen.

2. Namun, gereja secara khusus adalah setiap orang percaya yang dipanggil dan dikuduskan oleh Allah untuk
memberitakan karya baik tentang penyelamatan Allah. Artinya, setiap pribadi adalah gereja.

3. Pribadi-pribadi yang dipanggil oleh Allah itu menyatukan diri dalam persekutuan. Persekutuan yang
memberitakan kabar baik itu juga disebut gereja.

4. Dalam keterkaitan sebagai suatu persekutuan, setiap anggota saling menolong dan menguatkan. Oleh karena itu,
Paulus menyebut gereja sebagai Tubuh Kristus (1 Kor. 12:12-17) dan Kristus adalah Kepala Nya (Ef. 5:23). 

Sebutan gereja dapat menunjuk suatu jemaat setempat (Rm. 16:5; 1 Kor. 1:2; Gal. 1:2; 1 Tes. 1:1).
Kadang-kadang kata "gereja" juga terdapat dalam bentuk jamak untuk menunjukkan kelompok-kelompok orang
percaya. Gereja juga adalah kumpulan orang yang telah dilahirkan kembali tanpa memerhatikan tempat atau waktu.
Dalam hal ini, kata tersebut selalu muncul dalam bentuk tunggal-gereja atau jemaat (Ef. 1:22. 3:21; Ibr. 12:23)-
yang menitikberatkan kesatuan orang-orang Kristen di seluruh dunia. Kesimpulan akhir yang diambil adalah kata
ekklesia mencakup dua pengertian, yaitu: sidang yang tidak kelihatan dan sidang yang kelihatan atau sidang
setempat. 

Gereja yang tidak kelihatan, yaitu semua orang yang dipanggil Yesus untuk datang kepada-Nya. Kita
tidak dapat mengetahuinya secara pasti, karena pada satu sisi, gereja tidak tampak oleh mata. Kita tidak dapat
mengamat-amati kondisi hati seseorang apakah ia seorang percaya yang sejati. Namun, di sisi lain, gereja juga
tampak mata. Kita dapat mengamati mereka yang menyebut diriya orang-orang Kristen, dan melalui cara hidup
mereka, dapat dibuktikan iman yang sejati.

Perbedaan antara gereja yang tidak kelihatan dan kelihatan ini secara tidak langsung menunjukkan
bahwa orang-orang yang tidak percaya dapat ditemukan juga di dalam gereja-gereja setempat. Kenyataan ini benar
khususnya di daerah-daerah yang memiliki tradisi Kristen. Misalnya gereja-gereja yang bersifat kedaerahan di
Indonesia, seperti: HKBP, GKJ atau GKJW, GMIT, GMIM, dan lain-lain atau ada juga yang bukan gereja yang
bersifat kedaerahan. 
Pertama, kelompok itu paling sedikit harus menyebut dirinya orang-orang Kristen. Kelompok mana pun
yang mengakui mereka bukanlah orang-orang percaya (bukanlah sebuah gereja). Kedua, mereka harus percaya dan
meniberitakan ajaran Kristen, yang ditemukan dalam Alkitab. Jika sebuah kelompok mengakui mereka orang-orang
Kristen, tetapi menolak Alkitab, berarti mereka bukanlah gereja yang sejati. Ketiga, kelompok itu harus menjadi
gereja. Banyak kelompok Kristen, seperti perguruan-perguruan tinggi Kristen dan Pendalaman Alkitab di rumah-
rumah, tidak mengakui mereka gereja atau ingin menjadi sebuah gereja. Tanda alkitabiah dari keinginan ini ialah
praktik sakramen-ritual khusus tempat kita mengalami dan merayakan kehadiran Allah, belajar menerima-Nya, dan
mendekatkan diri kepada-Nya. Jadi, gereja merupakan wadah orang-orang Kristen, yang percaya dan
memberitakan Alkitab, dan ingin berfungsi sebagai gereja. Tidak ada gereja yang sempurna, tetapi ketika
memenuhi ketiga aspek fungsional tersebut, Ailah dapat memakai kita untuk orang-orang yang berada di luar. Hal
yang dipelajari dalam sejarah gereja adalah gereja yang kelib inatan, yaitu organisasi, gedung, tempat; tempat
orang-orang percaya berkumpul memuji dan memuliakan Tuhan. Tidak hanya gereja yang kelihatan saja, tapi
dalam sejarah gereja juga mempelajari gereja yang tidak kelihatan, yaitu orang-orang percaya. Pada bagian ini, kita
akan melihat perjuangan beberapa tokoh gereja (sebagai gereja yang tidak kelihatan) yang memperjuangkan
imannya dan pengajaran firman Allah. 

Dalam mempelajari sejarah gereja tidak semata-mata hanya menghafal tokoh dan tanggal peristiwa, atau
tempat peristiwa itu terjadi. Inilah yang membuat sebagian orang kurang tertarik dalam belajar sejarah, khususnya
sejarah gereja. 

Kesaksian dari tokoh dalam ilmu sejarah gereja, Eddy Kristiyanto menceritakan awal mula
ketertarikannya dalam bidang sejarah. Eddy kagum terhadap sosok guru ketika ia masih SMP dan SMEP (Sekolah
Menengah Ekonomi Pertama), yaitu bapak guru "Kardiyat Wiharyanto", yang bila mengajar tidak pernah
membawa buku pelajaran yang diajarkannya. Namun, sang guru ini dapat menyampaikan bahan ajar dengan baik
dan lengkap. Sepertinya, pelajaran yang disampaikannya sudah tersusun baik di otaknya. Ia tinggal hanya
menyalurkan saja. Pengajaran yang disainpaikannya bagaikan aliran air yang mengalir deras, bahkan memberi soal
ujian pun pak guru tidak membacakan teksnya. Soalnya langsung mengalir begitu saja. Padahal, pertanyaan yang
diberikan bisa mencapai 30 soal. Pak guru ini mengajar bidang sejarah. 

Pengajaran sejarah saat itu berarti pengalihan informasi dari guru yang serba bisa kepada murid yang
serba siap-tidak-siap digelontori "informasi”. Analisis, sejarah, pencarian pesan dan relevansinya bagi para murid,
serta bagaimana bersikap kritis terhadap sejarah, dan lain sebagainya, merupakan pekerjaan rumah (home work)
yang tidak pernah dilatih dan dikerjakan baik di ruang kelas maupun di rumah. 

Kemudian, Eddy bertutur, "Suasana ini menarik saya terutama karena belajar sejarah berarti
memperlengkapi diri dengan kecakapan untuk memahami duduk perkara dan hal ihkwal suatu ajaran dan peristiwa.
Pada kemudian hari, saya menyadari bahwa minat saya bertumbuh bukan pertama-tama pada materi sejarah yang
diajarkan guru saya, melainkan terutama pada kemampuan guru untuk mengaitkan satu peristiwa dengan peristiwa
yang lain. Guru yang pengetahuannya 

Ensiklopedis pada bidangnya merupakan fenomena yang interesan. Kemampuan ini tidak mungkin
berkembang tanpa pengetahuan yang lebih kurang komprehensif tentang fakta historis." Melalui pengalaman Eddy
dalam minatnya terhadap sejarah menunjukkan bahwa kita diajak untuk belajar mengatahui dan memahami sejarah
gereja secara komprehensif. Artinya, pemahaman yang komprehensif membuat wawasan kita menjadi luas dan
dapat menghubungkannya dengan kejadian lainnya. Lebih indah lagi adalah menghubungkannya dengan keadaan
sekarang sehingga pelajaran sejarah itu menjadi menguntungkan, yang dapat dimanfaatkan dan diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. 
Dietrich Kuhl berkeyakinan bahwa tidak ada mata kuliah lain yang sekaligus memaksakan kita untuk
bertanya dan menolong kita menjawab pertanyaan tentang realitas iman dalam kehidupan gereja.Dengan mengutip
Herman Bezze!, Dietrich Kuhl menulis: Bilamana Tuhan menyerahkan suatu gerakan kepada pemusnahan, Dia
akan membutakan mata dan menggelapkan pengertian anggota gerakan itu terhadap sejarah. Gerakan itu kemudian
hanya hidup dalam 'hari ini', pada saat yang singkat dan cepat berlalu. Mereka hidup hanya untuk detik sejarah
belaka dan oleh detik sejarah itu mereka akan hanyut Mereka akan tenggelam dalam gelombang detik sejarah itu,
karena mereka sudah kehilangan perspektif kekal. Allah kita adalah Tuhan atas sejarah. Ia memimpin sejarah-Nya
pada tujuan dan kesudahannya. 

Sumber:

SEJARAH GEREJA UMUM

Jonar S.

Anda mungkin juga menyukai