Anda di halaman 1dari 96

Extra Agama Katolik

SMA ST PAULUS NYARUMKOP


Tujuan
• Mengetahui makna simbol secara umum
• Mengetahui makna simbol dalam gereja
Katolik
• Mampu menerapkan makna simbol liturgi
dalam hidup beriman
SIMBOL – SIMBOL
DAN
GERAK LITURGI GEREJAWI
“SIMBOL”
• Simbol berasal dari kata dalam bahasa Yunani
 symballo yang artinya melempar bersama-
sama, melempar atau meletakkan bersama-
sama dalam satu ide atau gagasan objek yang
kelihatan, sehingga objek tersebut mewakili
gagasan
• kata kerja: symbalein yang berarti tanda pengenal
yang menjelaskan dan mengaktualisasikan suatu
perjumpaan dan kebersamaan yang didasarkan oleh
suatu kewajiban atau perjanjian.
• Dapat juga dikatakan bahwa simbol adalah tanda
indrawi, barang atau tindakan, yang menyatakan
realita lain di luar dirinya. Simbol memiliki lingkup
makna dan kandungan isi yang amat luas, karena itu
merupakan sarana ulung untuk mengungkapkan
sesuatu tentang Tuhan
• Simbol dapat mengantarkan seseorang ke
dalam gagasan masa depan maupun masa
lalu.[1] Simbol diwujudkan dalam gambar,
bentuk, gerakan, atau benda yang mewakili
suatu gagasan.
• Meskipun simbol bukanlah nilai itu sendiri, tetapi
simbol sangatlah diperlukan untuk kepentingan
penghayatan akan nilai-nilai yang diwakilinya.
Simbol dapat digunakan untuk keperluan apa saja,
semisal ilmu pengetahuan, kehidupan sosial, juga ke
agamaan. Bentuk simbol tak hanya berupa benda
kasat mata, tetapi juga melalui gerakan dan ucapan.
Simbol juga dijadikan sebagai salah satu
infrastruktur bahasa, yang dikenal dengan bahasa
simbol.
• Simbol paling umum ialah tulisan, yang merupakan
simbol kata-kata dan suara. Lambang dapat
merupakan benda sesungguhnya, seperti salib
 (lambang Kristen) dan tongkat (yang
melambangkan kekayaan dan kekuasaan). Lambang
dapat berupa warna atau pola. Lambang sering
digunakan dalam puisi dan jenis sastra lain,
kebanyakan digunakan sebagai metafora atau 
perumpamaan. Lambang nasional adalah simbol
untuk negara tertentu.
• Simbol berbeda dengan tanda. Simbol
melibatkan emosi individu, gairah,
keterlibatan dan kebersamaan. Selain itu,
simbol juga terbuka terhadap berbagai arti
dan tafsiran, tergantung bagaimana setiap
individu memaknai simbol itu sendiri. Simbol
liturgi biasanya diberkati terlebih dahulu
sebelum digunakan.
• Kesalahan terbesar manusia dalam memahami simbol adalah menganggap
bahwa simbol adalah substansi. Sehingga mereka kerap kali terjebak pada
pembenaran terhadap semua hal yang hanya bersifat kasat mata sebagai
kebenaran hakiki. Muara dari kesalahan itu adalah fanatisme. Contoh
kasus: Agama X menyebut kata Tuhan dengan sebutan X1, sedangkan
agama Y menyebutnya dengan Y1. Masing-masing agama mengklaim
bahwa penyebutan yang benar adalah menurut cara mereka masing-
masing. Di luar penyebutan itu, dianggap sebagai ajaran sesat.

(substansi/sub·stan·si/ n 1 watak yang sebenarnya dari sesuatu; isi; pokok; inti; 2 unsur; zat: pembakaran


terjadi sebagai hasil persenyawaan sebuah -- dengan oksigen; dalam konferensi akan dihimpun -- masalah
yang akan kita bicarakan dalam pertemuan tingkat tinggi mendatang; 3 kekayaan; harta: pikiran itu
merupakan -- yang tidak kelihatan; 4 Ling medium yang dipakai untuk mengungkapkan bahasa)
• Begitu pula dengan bahasa yang dipakai.
Agama A menggunakan bahasa A1 baik dalam 
kitab sucinya, maupun dalam tata cara ibadah.
Di pihak lain, agama B memilih menggunakan
bahasa B1. Perbedaan simbolik yang hanya
terletak pada permukaan itu dijadikan alasan
untuk saling membenci, dan memusuhi satu
sama lain.
ARTI LITURGI
• Liturgi (leitourgia) pada awalnya berarti “karya publik”.
• Dalam sejarah perkembangan Gereja, liturgi diartikan
sebagai keikutsertaan umat dalam karya keselamatan Allah.
• Di dalam liturgi, Kristus melanjutkan karya Keselamatan di
dalam, dengan dan melalui Gereja-Nya. ((lih. Katekismus
Gereja Katolik (KGK) 1069))
• Dalam kitab Perjanjian Baru, yaitu Surat kepada Jemaat di
Ibrani, kata leitourgia dan leitourgein disebut 3 kali (lih. Ibr
8:6; 9:21; 10:11) yang mengacu kepada pelayanan imamat
Kristus.
• Maka, liturgi merupakan wujud pelaksanaan
tugas Kristus sebagai Imam Agung, di mana
Kristus menjadi Pengantara satu-satunya
antara manusia kepada Allah Bapa, dengan
mengorbankan diri-Nya sekali untuk selama-
lamanya (lih. Ibr 9:12; 1 Tim 2:5).
• Korban Kristus yang satu-satunya inilah yang
dihadirkan kembali oleh kuasa Roh Kudus,
dalam perayaan Ekaristi
• Dengan demikian, liturgi merupakan penyembahan Kristus
kepada Allah Bapa di dalam Roh Kudus, dan dalam
melakukan penyembahan ini, Kristus melibatkan TubuhNya,
yaitu Gereja.
• Karena itu, liturgi merupakan karya bersama antara Kristus-
Sang Kepala, dan Gereja yang adalah Tubuh Kristus, ((lih.
Konsili Vatikan II, Sacrosanctum Concillium 7)) sehingga tidak
ada kegiatan Gereja yang lebih tinggi nilainya daripada liturgi
karena di dalam liturgi terwujudlah persatuan yang begitu
erat antara Kristus dengan Gereja sebagai ‘Mempelai’-Nya
dan Tubuh-Nya sendiri. ((lih. KGK 1070, SC 7))
• Jadi definisi liturgi, menurut Paus Pius XII dalam surat
ensikliknya tentang Liturgi Suci, Mediator Dei,
menjabarkan definisi liturgi sebagai berikut:
• “Liturgi adalah ibadat publik yang dilakukan oleh Penebus
kita sebagai Kepala Gereja kepada Allah Bapa dan juga
ibadat yang dilakukan oleh komunitas umat beriman
kepada Pendirinya [Kristus], dan melalui Dia kepada Bapa.
Singkatnya, liturgi adalah ibadat penyembahan yang
dilaksanakan oleh Tubuh Mistik Kristus secara
keseluruhan, yaitu Kepala dan anggota-anggotanya.”
((Paus Pius XII, Mediator Dei 20))
• menurut Rm. Emanuel Martasudjita, Pr,
“Liturgi adalah perayaan misteri karya
keselamatan Allah di dalam Kristus, yang
dilaksanakan oleh Yesus Kristus, Sang Imam
Agung, bersama Gereja-Nya di dalam ikatan
Roh Kudus.” ((Rm. Emanuel Martasudjita,
Pr., Liturgi, Pengantar untuk Studi dan Praksis
Liturgi, (Yogyakarta: Kanisius, 2011), p.22))
SIMBOL-SIMBOL DALAM GEREJA
KATOLIK
Apakah IHS itu?
• Apa arti dari IHS sesungguhnya – Yesus
Nama Yesus, dalam bahasa Yunani, tertulis ιησους dimana jika
dialih bahasakan menjadi “ihsous” dan pengucapannya
adalah iēsous. Inilah Nama Yang Tersuci seperti yang tertulis di
Injil.
Di dalam bahasa Ibrani , nama “Yesus” tertulis ‫ ישוע‬dimana jika
dialih bahasakan menjadi “yeshu‘a” dan pengucapannya
adalah yeshūa.

• In Hoc Signo vinces – didalam tanda ini, engkau akan


menaklukkan
• Iesus Hominum Salvator – Yesus Penyelamat Manusia
In hoc signo vinces
 merupakan sebuah istilah bahasa Latin yang
berarti: dengan tanda ini engkau akan menang.[1]
Berdasarkan tradisi yang berlaku hingga
sekarang, hal ini diyakini sebagai tulisan yang
dilihat oleh Konstantinus pada sebuah salib.[1] Ini
terjadi pada tahun 312, ketika ia ingin
memerangi Maxentius.[1]
 Maxentius menggunakan kekuatan supranatural
dan sihir untuk berperang melawan
Konstantinus, karena itulah Konstantinus berdoa
Kristus untuk membantunya mengalahkan
musuh besarnya. Sepanjang doa malamnya, 
Konstantinus menatap ke langit dan melihat
kumpulan bintang yang membentuk Salib Besar
yang bercahaya dan berkilauan bertuliskan In
hoc signo vinces.
Ketika ia akhirnya tertidur, ia bermimpi melihat 
Kristus memegang tanda dengan tulisan yang
serupa dengan penglihatannya. Tanda inilah
yang menjadi motto sehingga membawanya
maju berperang melawan Maxentius dengan
percaya diri. Peperangan yang berlangsung ini
kemudian dimenangkan oleh Konstantinus.
Salib
• ” Sebab pemberitaan tentang salib memang
adalah kebodohan bagi mereka yang akan
binasa … ”(1Kor. 1:18)
• dahulu salib menjadi bahan olok-olokan orang.
Salib adalah lambang hukuman paling berat
yang harus diderita oleh pelaku kejahatan.
Siapa pun yang mati di kayu salib akan dicap
sebagai orang hina.
• Dunia beranggapan jika berita tentang salib
adalah suatu kebodohan, sebab bagaimana
mungkin lambang kematian justru diagungkan
sebagai lambang keselamatan.
• Berita salib merupakan kebodohan bagi orang-
orang yang tidak percaya kepada karya kasih
Allah
• Bagaimana kita sebagai orang percaya
menyikapi berita tentang salib?
• Salib adalah bukti kemenangan Kristus. Dia menang atas dosa.
• Kebinasaan serta penghukuman yang harusnya kita tanggung
telah ditimpakan kepada-Nya.
• Yesus rela menanggung hukuman mati di kayu salib demi
manusia yang berdosa.
• Ia memberi diri untuk dihukum dan digantung di kayu salib
agar dosa yang membelenggu manusia diangkat dan dilepas.
• Dunia berpikir bahwa pelanggaran dan dosa cukup ditebus
dengan perbuatan baik.
• Namun, sejatinya hanya Kristuslah yang mampu menebus
manusia dari dosa.
Makna Tanda Salib
• Tanda salib ini mengandung arti yang sangat mendalam yaitu
• 1) kemanunggalan dari Allah Trinitas,
• 2) salib menunjukkan keadilan Allah, yang menunjukkan
betapa kejamnya akibat dosa kita, sehingga Allah sendiri yang
menebusnya dengan wafat-Nya di salib itu (lih. Gal 3:13); 3)
• salib menunjukkan kasih Allah yang terbesar, yaitu bahwa Ia
menyerahkan nyawa-Nya bagi kita (Yoh 15:13) agar kita dapat
diselamatkan dan memperoleh hidup yang kekal (Yoh 3:16); 4)
• salib yang merupakan tanda keselamatan dan kemenangan
orang-orang Kristen, yang disebabkan oleh kemenangan
Kristus atas dosa dan maut.
• Jadi tanda salib ini merupakan lambang yang
berdasarkan Alkitab (lih. Yeh 9:4, Kel 17:9-14,
Why 7:3, 9:4 dan 14:1), dan bukanlah sesuatu
yang bertentangan dengan ajaran Yesus.
Bahkan Rasul Paulus sendiri bermegah dengan
pewartaan salib Kristus (Gal 6:14), sehingga
wajarlah jika kita sebagai pengikut Kristus
membawa makna tanda salib ini kemanapun
kita berada.
• Menurut sejarah, diketahui bahwa Tanda Salib
memang merupakan tradisi jemaat awal, yang
dimulai sekitar abad ke-2 berdasarkan kesaksian
para Bapa Gereja, terutama Tertullian, yang
dilanjutkan oleh St. Cyril dari Yerusalem, St.
Ephrem dan St Yohanes Damaskus.
• Jadi walaupun kita tidak membaca ajaran
mengenai tanda salib ini dilakukan oleh para
rasul di dalam Alkitab, namun bukan berarti
bahwa tanda salib ini tidak berdasarkan Alkitab.
• Sebab, biar bagaimanapun, makna yang
terkandung dalam pembuatan tanda salib ini
terpusat pada Kristus, untuk mengingatkan para
beriman akan keselamatan yang dapat diperoleh
oleh jasa Kristus yang tersalib dan bangkit.
• Maka tanda salib ini bagi umat Kristen adalah
tanda yang harus kita bawa kemanapun sebagai
tanda yang mengingatkan kita kepada salib
Kristus yang menyelamatkan kita
Tanda Salib menurut Para Bapa Gereja

• Maka bagi umat Kristiani, tradisi membuat


tanda salib ini sudah berakar sejak lama,
bahkan dari Alkitab Perjanjian Lama, dan juga
Perjanjian Baru, yaitu dari kitab Wahyu Why
7:3; 9:4; 14:1. Berakar dari ajaran Kitab Suci
inilah, maka Para Bapa Gereja mengajar
demikian:
Tertullian (abad 2)
• Mengajarkan dalam De cor Mil, iii:
• “Dalam perjalanan kita dan pergerakan kita,
pada saat kita masuk atau keluar, ….. pada
saat berbaring ataupun duduk, apapun
pekerjaan yang kita lakukan kita menandai
dahi kita dengan tanda salib.”
St. Cyril dari Yerusalem (315-386)
• Dalam Catecheses (xiii, 36)  mengajarkan,
“Maka, mari kita tidak merasa malu untuk
menyatakan Yesus yang tersalib. Biarlah tanda
salib menjadi meterai kita, yang dibuat dengan
jari-jari kita, di atas dahi … atas makanan dan
minuman kita, pada saat kita masuk ataupun
keluar, sebelum tidur, ketika kita berbaring
dan ketika bangun tidur ketika kita bepergian
ataupun ketika kita beristirahat.”
St. Ephrem dari Syria (373)
• mengajarkan, “Tandailah seluruh kegiatanmu dengan
tanda salib yang memberi kehidupan. Jangan keluar darin
pintu rumahmu sampai kamu menandai dirimu dengan
tanda salib.
• Jangan mengabaikan tanda ini, baik pada saat sebelum
makan, minum, tidur, di rumah maupun di perjalanan.
Tidak ada kebiasaan yang lebih baik daripada ini.
• Biarlah ini menjadi tembik yang melindungi segala
perbuatanmu, dan ajarkanlah ini kepada anak-anakmu
sehingga mereka dapat belajar menerapkan kebiasaan ini.”
St. Yohanes Damaskus (676-749)
• mengajarkan, “Tanda salib diberikan sebagai
tanda di dahi kita, …. sebab dengan tanda ini
kita umat yang percaya dibedakan dari mereka
yang tidak percaya.”
• Memang dalam hal cara membuat tanda salib
itu terjadi perkembangan, karena pada awalnya
tanda salib hanya dibuat di dahi saja, namun
kemudian diajarkan juga untuk membuat tanda
salib di mulut (St Jerome, Epitaph Paulae) dan
di hati (Prudentius, Cathem., vi, 129). Tanda
salib seperti yang kita kenal sekarang, yang
secara jelas diajarkan oleh Paus Innocentius III
(1198–1216), seperti demikian:
• “Tanda Salib dibuat dengan tiga jari, sebab penandaan diri tersebut dilakukan
sembari menyerukan Tritunggal Mahakudus….
• Beginilah cara melakukannya: dari atas ke bawah, dan dari kanan ke kiri, sebab
Kristus turun dari surga ke bumi, dan dari Yahudi (kanan) Ia menyampaikannya
kepada kaum kafir (kiri).”
• ( Sembari memperhatikan kebiasaan membuat Tanda Salib dari bahu kanan ke bahu
kiri, yang dilakukan baik oleh gereja-gereja barat maupun timur, Paus Inosensius
melanjutkan,)
• “Namun demikian, yang lain, membuat Tanda Salib dari kiri ke kanan, sebab dari
sengsara (kiri) kita harus beralih menuju kemuliaan (kanan), sama seperti Kristus
beralih dari mati menuju hidup, dan dari Tempat Penantian menuju Firdaus.
• [Sebagian imam] melakukannya dengan cara ini, sehingga mereka dan umat
menandai diri mereka dengan cara yang sama. Kalian dapat dengan mudah
membuktikannya - bayangkan imam menghadap umat untuk menyampaikan berkat -
ketika kami membuat Tanda Salib atas umat, kami melakukannya dari kiri ke kanan…”
Cara membuat tanda salib

• Memang terdapat beberapa cara untuk membuat tanda salib.


Yang terpenting di sini adalah makna yang ingin disampaikannya,
dan penghayatan orang yang membuat tanda salib ini.
• Maka cara yang mendetail sebenarnya tidak terlalu menjadi
masalah, seperti apakah membuatnya dengan dua jari (jari
penunjuk dan jari tengah, yang melambangkan dua kodrat Yesus,
yaitu Allah dan manusia) atau tiga jari (yang melambangkan
Trinitas), atau kelima jari (melambangkan kelima luka-luka Yesus
di kayu salib).
• Atau arah salibnya ke kanan dulu baru kiri (seperti yang dilakukan
Gereja-gereja Timur dan Orthodox) atau ke kiri dahulu baru ke
kanan (seperti yang dilakukan oleh Gereja Katolik Roma).
Umumnya caranya adalah demikian:

• Dengan dua atau tiga (atau lima jari) jari tangan


kanan di dahi (sambil mngucapkan: “Dalam nama
Bapa”), tangan kemudian ke dada -melambangkan
hati atau ke perut -menunjuk kepada luka Yesus di
perut-Nya ataupun rahim di mana Yesus dikandung
oleh Bunda Maria (sambil mengucapkan “dan
Putera”, kemudian tangan menuju ke bahu kiri dan
kanan (sambil mengucapkan “dan Roh Kudus”
Amin). Dan tangan kembali terkatup.
Kapan kita membuat tanda salib?
• 1) Pada saat sebelum dan sesudah kita berdoa.
• 2) Ketika kita melewati setiap bangunan gereja Katolik, untuk
menghormati kehadiran Tuhan Yesus di dalam tabernakel.
• 3) Ketika memasuki gereja (membuat tanda salib dengan air suci)
• 4) Saat-saat sedang menghadapi ketakutan ( misalnya: ketika kita
mendengar sirine ambulans, mobil kebakaran) ataupun ketika
menerima kabar duka cita orang yang meninggal.
• 5) Ketika kita melihat Salib Kristus, ataupun di saat- saat lain untuk
menghormati Kristus, memohon pertolongan-Nya,
• 6) Ketika hendak mengusir godaan, ketakutan maupun mengusir
pengaruh kuasa jahat.
• 7) Ketika ayah, sebagai imam dalam keluarga memberkati anak-
anaknya, ia dapat menandai anak-anaknya dengan tanda salib di dahi
mereka, misalnya sebelum anak-anak berangkat ke sekolah atau
sebelum mereka tidur pada waktu malam hari.
• Semoga kita dapat menghayati makna tanda salib ini, dan
menjadikan tanda salib sebagai bagian dari hidup kita
sendiri.
• Setiap kita membuat tanda salib kita mengingat dan
menhormati Kristus yang oleh kasih-Nya rela menyerahkan
hidup-Nya di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita.
• Semoga kita dapat berkata bersama dengan Rasul Paulus,
“Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain
dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia
telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” (Gal 6:14)
MENGENAL WARNA-
WARNA LITURGIS
Seringkali, dalam debat mengenai inkulturasi, kita
bertumpukan salah satunya dengan masalah penggunaan
warna liturgis. Budaya-budaya yang berbeda memaknai
warna dengan berbeda pula. Misalnya, kebudayaan Tionghoa
menganggap warna merah sebagai warna kemakmuran.
Warna putih, dalam kebudayaan Tionghoa dianggap sebagai
warna kematian yang kerap dikenakan untuk melayat,
sedangkan dalam kebudayaan Barat justru dianggap sebagai
warna kesucian yang layak dikenakan dalam upacara
pernikahan. Warna hitam, yang dalam kebudayaan Barat
melambangkan dukacita, dalam kebudayaan Jawa malah
sering digunakan sebagai busana pengantin.
• Kenyataan bahwa masyarakat Indonesia itu
multikultural lantas menimbulkan argumentasi dalam
pemilihan warna liturgis. Padahal, warna-warna ini
sebenarnya sudah diatur dalam dokumen Institutio
Generalis Missali
Romani (http://www.vatican.va/roman_curia/congrega
tions/ccdds/documents/rc_con_ccdds_doc_20030317_
ordinamento-messale_en.html), tepatnya nomor IGMR
#346. Semua warna tersebut dipilih karena memiliki
makna yang Kristosentris (berpusat pada Kristus).
Warna Hijau
Warna hijau dikenakan dalam Masa Biasa
(Inggris: Ordinary Time). Masa Biasa ini jatuh
sesudah Masa Paskah, mulai Hari Minggu
Pentakosta sampai hari Sabtu sebelum Hari
Minggu Pertama Masa Adven. Masa Biasa
berpusat pada masa tiga tahun karya misi Kristus
di tengah masyarakat; ini dilihat dari bacaan-
bacaan Injil yang biasanya mengisahkan ajaran-
ajaran dan mukjizat-mukjizat Tuhan di bumi.
Warna hijau adalah warna alam dan pepohonan; ia
menyerupai warna tunas-tunas muda yang
menyembul pada awal musim semi. Ia adalah warna
kehidupan dan harapan baru, melambangkan harapan
yang ada pada diri kita setelah dicurahkannya Roh
Kudus pada hari Pentakosta. Pada hari Pentakosta ini
Sang Penolong yang dijanjikan hadir di tengah-tengah
kita, dan lahir pulalah Gereja Katolik, yaitu Tubuh
Kristus, tanda Kerajaan Allah di bumi, sekaligus satu-
satunya Pengantin Perempuan Tuhan.
Warna Merah
Merah sebagai warna liturgis dikenakan pada hari-hari
berikut:
• Hari Minggu Palma
• Hari Jumat Agung
• Hari Minggu Pentakosta
• Perayaan-perayaan Sengsara Tuhan
• Pesta para rasul dan pengarang Injil (kecuali Santo
Yohanes yang tidak dimartir)
• Perayaan-perayaan para martir
• Jika kita cermati, sebagian besar hari-hari itu
memiliki persamaan, yaitu DARAH. Warna
merah, yang adalah warna darah, merupakan
lambang pengorbanan Kristus dan para martir-
Nya. Melalui warna merah, kita diingatkan
akan Darah Kudus yang telah tercurah bagi kita
di kayu salib. Kita yang telah berdosa melawan
Dia, telah ditebus-Nya sehingga semua yang
percaya pada-Nya beroleh hidup kekal.
• Kita pun juga dikuatkan oleh jasa-jasa para
martir Gereja. Saat ini mereka sudah hidup
bersama Allah di surga, namun senantiasa
mendoakan kita, Gereja yang masih berziarah
di bumi, agar kelak kita juga bisa ikut
merayakan Perjamuan Anak Domba di surga.
Warna merah darah para martir memberi kita
semangat untuk meniru kesaksian mereka
dalam mengikuti Kristus sampai mati.
• Selain itu, merah juga melambangkan API,
sesuai dengan Hari Raya Pentakosta. Lidah-lidah
api adalah lambang Roh Kudus; api inilah yang
mengobarkan iman para rasul sehingga mereka
berani mewartakan Kristus kepada sahabat
maupun musuh. Iman mereka menyala-nyala
dan memukau semua yang mendengar
kesaksian mereka, sehingga semakin banyaklah
jiwa yang dimenangkan bagi Kristus.
Warna Kuning (Emas) atau Putih
Warna kuning (emas) atau putih dikenakan pada:
• Masa Natal
• Masa Paskah
• Perayaan-perayaan Tuhan Yesus (kecuali peringatan sengsara-Nya)
• Pesta-pesta Santa Perawan Maria, para malaikat, dan para kudus yang
bukan martir
• Pesta Pertobatan Santo Paulus Rasul (25 Januari)
• Pesta Takhta Santo Petrus Rasul (22 Februari)
• Kelahiran Santo Yohanes Pembaptis (24 Juni)
• Pesta Santo Yohanes Rasul dan Pengarang Injil (27 Juni)
• Hari Raya Semua Orang Kudus (1 November)
• Misa Arwah (opsional)
• Kuning atau putih melambangkan sukacita dan kemenangan,
kekudusan dan kemurnian, serta cahaya ilahi. Melalui kedua
warna ini, kita diingatkan akan peristiwa-peristiwa gembira
dalam kehidupan Tuhan Yesus dan Bunda-Nya, serta juga
kesucian para orang kudus yang patut kita teladani.
Peristiwa-peristiwa gembira menunjukkan kepada kita
bagaimana memperoleh kebahagiaan sejati, yaitu dengan
mendengarkan dan mematuhi Kehendak Allah. Kebahagiaan
ala Kristen adalah kebahagiaan yang berlandaskan
kepercayaan akan janji setia Allah melalui suka dan duka,
tidak melulu gejolak emosi yang hanya sementara saja.
• Putih juga adalah lambang kebangkitan, maka warna ini
digunakan pada Masa Paskah untuk memperingati
kebangkitan Kristus seturut Kitab Suci. Warna putih,
walaupun boleh dikenakan saat Misa arwah seturut
PUMR (versi bahasa Inggris) secara teologis tidaklah tepat
untuk mengenakan warna tersebut. PUMR juga tidak
memberikan ketentuan warna apa yang harus menjadi
prioritas, semua disamakan dalam status opsional.
Namun, warna yang seharusnya digunakan ialah warna
hitam. Silakan baca artikel berjudul Penggunaan Warna
Hitam dalam Liturgi.
Warna Ungu
• Warna ungu paling sering dikenakan selama Masa Adven
dan Masa Prapaskah, serta juga dapat dikenakan dalam
Misa Arwah sebagai pengganti warna hitam.
• Warna ungu terutama melambangkan pertobatan dan
penitensi. Warna ini, yang disebut juga violet,
mengingatkan kita akan bunga violet yang kuntumnya
tertunduk ke tanah sebagai simbol kerendahan hati. Masa
Prapaskah adalah masa untuk memperbanyak puasa, doa,
dan amal kasih; kita dengan rendah hati menyesali dosa-
dosa kita sementara menantikan hidup baru di dalam
Kristus yang wafat dan bangkit.
• Sementara itu, Masa Adven adalah masa
penantian akan kelahiran Mesias yang
dijanjikan para nabi. Warna ungu pada Masa
Adven sesuai dengan warna semburat fajar
sebelum terbitnya matahari; dengan penuh
harapan kita menunggu datangnya Sang Timur
yang akan menghalau kegelapan dosa.
• Terakhir, warna ungu pun sesungguhnya
warna kerajaan; pada zaman Yesus, ungu
merupakan warna yang mahal karena
memerlukan zat warna khusus. Jubah warna
ungu seringkali dikenakan oleh raja, atau
untuk menyambut raja.
Warna Hitam
Warna hitam mungkin sekarang jarang sekali
dipergunakan, namun warna ini juga merupakan
salah satu warna liturgis Gereja.

Warna hitam biasanya digunakan saat:


• Peringatan Arwah Semua Orang Beriman
• Misa Arwah
• Hitam adalah warna yang melambangkan duka atas
kematian, serta gelapnya makam orang mati. Lalu
mengapa Gereja mengenakan warna yang murung ini?
• Meskipun iman kita adalah iman yang penuh
pengharapan, namun iman kita juga menyadari realita
dosa dan penghakiman. Kita tidak dengan serta-merta
menghakimi apakah jiwa seseorang masuk neraka atau
masuk surga. Kita memang memiliki pengharapan atas
kebahagiaan jiwa-jiwa terutama jiwa-jiwa Kristen, namun
dengan rendah hati kita juga mengakui bahwa kita tidak
mengetahui hasil penghakiman Allah atas jiwa tersebut.
• Gereja selalu menekankan bahwa kita semua
adalah pendosa yang harus terus bertobat dan
memperbaiki diri. Karena itulah, memiliki
pengharapan bukan berarti kita tidak berdoa
dan bertobat; justru pengharapan inilah yang
semestinya mendorong kita agar semakin
menyadari kelemahan-kelemahan manusiawi
kita di hadapan Allah.
• Warna hitam mengingatkan kita akan realita ini, serta
kemungkinan terburuk yang kita hadapi apabila kita tidak
berusaha hidup kudus. Jika kita menganggap keselamatan
itu “otomatis”, kapan kita mau serius mengikuti ajaran-
ajaran Kristus? Maka, baiklah kita saling mendoakan dan
menguatkan agar kita semua boleh mendapatkan
kebahagiaan abadi bersama Allah dan para kudus di surga.
Jangan lupa juga untuk mendoakan mereka yang masih
berada di Api Penyucian; mereka ini jiwa-jiwa suci yang
rendah hati, yang belum merasa pantas untuk menikmati
surga sehingga rela dimurnikan terlebih dahulu. Doakanlah
supaya Allah berkenan untuk segera menghadiahkan surga
kepada mereka.
Warna Rose
• Warna rose ini mungkin jarang kita lihat karena
tergolong warna opsional (boleh dikenakan, boleh
tidak), namun sebaiknya digunakan (silakan membaca
artikel berjudul Kasula Rose dan Minggu Sukacita).
Warna rose hanya digunakan pada Hari Minggu Ketiga
Masa Adven, yang disebut sebagai Minggu Gaudete; dan
Hari Minggu Keempat Masa Prapaskah, yang disebut
Minggu Laetare. Untuk Masa Adven, kita mungkin ingat
bahwa warna rose ini cocok dengan rangkaian lilin
Adven, yang terdiri dari 3 lilin ungu dan 1 lilin rose.
• Warna rose mengingatkan kita bahwa kita
sudah memasuki pertengahan masa
penantian kita. Rose adalah warna
kebahagiaan, sebab waktu penantian kita
tidak lama lagi. Kita meyakini janji setia Allah
akan keselamatan yang datang melalui
Mesias, yaitu Tuhan kita Yesus Kristus.
• Namun perlu diingat bahwa warna rose
dikelilingi oleh warna ungu; maksudnya, kita
harus tetap menjaga sikap hati dalam suasana
tobat dan penyesalan, agar layak dan pantas
menyambut kelahiran Mesias, serta
kebangkitan-Nya yang membawa keselamatan
dan hidup abadi.
• Pertanyaan selanjutnya adalah: Mengapa kita
perlu mengikuti kaidah-kaidah liturgis seperti
ini?
• Pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan berbagai cara,
namun perlu kita merenungkan ini: saat menyembah Allah
sebagai satu kesatuan Gereja Universal, maka baiklah kita
berbicara dalam satu bahasa. Ya, bahasa itu adalah bahasa
Liturgi Suci. Ingat, Allah menceraiberaikan Israel Lama
dengan mengacaukan bahasa mereka; selanjutnya, Allah
pula yang menyatukan Israel Baru (Gereja) dengan
mencurahkan karunia berbahasa. Kini Gereja telah berbicara
dengan satu bahasa dalam satu iman dan satu baptisan;
baiklah kita dengan rendah hati mempelajari bahasa ini
sebagai satu kesatuan Tubuh Mistik Kristus.
Alat-Alat Liturgi

Alat Alat dan Fungsi Liturgi Kristen Khatolik


Alat liturgi merupakan peralatan buatan yang
digunakan dalam rangka  perayaan liturgy.
Perlengkapan piala. Urutan : piala – kain piala(purificatorium) –
sendok kecil – patena – hosti besar – palla – korporal.

• Piala/cawan : berasal
dari Bahasa Latin calix,
artinya piala. Piala ini
tempat anggur yang
pada saat misa
dikonsekrir menjadi
darah Kristus.
• PURIFIKATORIUM
•  Purificatorium/kain piala :
merupakan kain kecil persegi
empat  yang digunakan      untuk
membersihkan piala dan juga alas
untuk selubung bagi tangan
petugas liturgy.
• berasal dari bahasa
Latin “purificatorium”, yaitu
sehelai kain lenan berwarna putih
berbentuk segi empat untuk
membersihkan piala, sibori dan
patena. Sesudah dipergunakan,
purifikatorium dilipat tiga
memanjang lalu diletakkan di atas
piala.
PATENA
• Patena : sejenis piring kecil berbentuk bulat yang berlapis emas,
yang digunakan untuk meletakkan hosti besar.
• berasal dari bahasa Latin yang artinya “piring”. Patena, yang
sekarang berbentuk bundar,datar, dan dirancang untuk roti
pemimpin Perayaan Ekaristi, aslinya sungguh sebuah piring.
Dengan munculnya roti-roti kecil yang dibuat khusus untuk umat
yang biasanya disimpan dalam sibori, fungsi dari patena sebagai
piring menghilang. Maka bentuknya menjadi lebih kecil (Sejak abad
11). Menurut PUMR 2000, “untuk konsekrasi hosti, sebaiknya
digunakan patena yang besar, di mana ditampung hosti, baik
untuk imamdan diakon, maupun untuk para pelayan dan umat
• Patena, hendaknya dibuat serasi dengan pialanya, dari bahan yang
sama dengan piala, yaitu dari emas atau setidak-tidaknya disepuh
emas. Patena diletakkan di atas purifikatorium.
CORPORALE

Korporal : dalam bahasa latin yaitu corpus yang artinya tubuh,


karena  disitulah akan diletakkan Tubuh Tuhan Yesus. Korporal ini
merupakan kain persegi empat yang lebar yang dibentangkan
dialtar sebagai alas piala , patena dan piksis.
Sehelai kain lenan putih berbentuk bujur sangkar dengan gambar
salib kecil di tengahnya. Seringkali pinggiran korporale dihiasi
dengan renda.
Dalam perayaan Ekaristi, imam membentangkan korporale di atas
altar sebagai alas untuk bejana-bejana suci roti dan anggur.
Setelah selesai dipergunakan,korporale dilipat menjadi tiga
memanjang, lalu dilipat menjadi tiga lagi dari samping dan
ditempatkan di atas Palla.
Ampul
2 gelas kecil yang berisi
air dan anggur. Jika
ampul tidak terbuat
dari kaca, biasanya
terdapat tulisan
V(vinum=anggur) dan A
(Aqua=air).
Cerek Lavabo dan kain lavabo 
merupakan tempat untuk
mencuci tangan imam
yang selalu disertai
dengan kain lavabo.
Sibori :
berasal dari bahasa
Latin ciborium
artinya makanan.
Sibori hampir serupa
piala tetapi yang
digunakan untuk
tempat hosti kecil
Piksis :
berbentuk seperti
kaleng kecil yang isinya
lebih sedikit
dibandingkan sibori dan
biasanya digunakan
untuk mengirim komuni
orang sakit dan
menyimpan hosti besar.
Monstrans :
digunakan untuk
mentahtakan
Sakramen
Mahakudus(hosti
besar) dalam Ibadat
Pujian atau adorasi
kepada Sakramen
Mahakudus
Hisop/aspergil
•  : disebut hisop karena di Yahuditanaman hisop
inilah yang digunakan untuk pemercikan, disebut
juga dengan aspergil karena pemercikan diiringi
lagu “asperges me” yang berarti percikilah aku.
Hisop ini merupakan alat pemercik yang dipakai
untuk memerciki umat dengan air suci yang
melambangkan pembersihan dosa atau
mengingatkan akan pembaptisan, biasanya juga
digunakan untuk memerciki benda.
Wiruk / TURIBULUM
terdiri atas navikula(tempat
ratus/dupa) dan alat untuk
mendupai yang terbuat dari
logam dan di gantung
dengan rantai. Turibulum
digunakan di Gereja Katolik,
Gereja Ortodoks, Gereja
Ortodoks Oriental, Gereja
Anglikan, Gereja Lutheran,
Gereja Apostolik Armenia
serta Gereja Gnostik.
Lilin besar berkandelar tinggi (kandelar=
tempat lilin)
  digunakan pada
saat perarakan
masuk, pembacaan
injil, dan perarakan
persembahan.
Tempat air suci sebagai pasangan hisop
Salib dan salib altar
Keprak :
• keprak digunakan
sebagai pengganti
lonceng pada masa
Prapaskah dan
Adven.
Bel, gong dan lonceng
PALLA
•  berasal dari bahasa Latin palla
corporalis yang berarti kain
untukTubuh Tuhan, adalah kain
lenan putih yang keras dan kaku
seperti papan, berbentuk
bujursangkar, dipergunakan
untuk menutup piala.
• Palla melambangkan batu
makam yang digulingkan para
prajurit Romawi untuk menutup
pintu masuk ke makam
Yesus. Palla diletakkan di atas
Patena.
SACRAMENTARIUM :
•  Buku Misa adalah
buku pegangan imam
pada waktu
memimpin perayaan
Ekaristi, berisi doa-
doa dan tata perayaan
Ekaristi.

Anda mungkin juga menyukai