Tata gerak dalam liturgi mengungkapankan penghayatan batin kita partisipasi kita dalam
pelayanan kita dalam perayaan Ekaristi itu. Yang seragam menandakan kesatuan jemaat yang
berhimpun untuk merayakan liturgy suci. Sebab sikap tubuh yang sama mencerminkan dan
membangun sikap batin yang semula. Tata gerak atau sikap tubuh seluruh jemaat dan para
pelayannya juga menjadi jemaat dan pelayannya juga menjadi bagian terpenting dalam
simbolisasi kebersamaan dan kesatuan gereja yang sedang berdoa. Apabila di lakukan dengan
baik maka:
a. Berjalan
Berjalan merupakan geraakan manusia yang amat elementer. Dalam liturgy pun, berjalan
menjadi simbol liturgis yang elementer. Namun berjalan dalam liturgy berjalan asal-
asalan, seperti misalnya orang mabuk atau lomba jalan, melainkan berjalan dalam arti
ritmis atau teratur, dengan badan dan kepala tegak, tenang, dan agung. Pada umumnya
berjalan debgan badan dan kepala tegak merupakan ungkapan simbolis manusia yang
bermartabat dan berwibawa. Secara liturgis berjalan menjadi ungkapan hakikat umat
Allah yang sedang berziarah dan bergerak menuju tanah surgawi, tanah air sejati. Dalam
perayaan liturgi, tindakan berjalan bisa dilakukan bersama-sama dalam suatu prosesi,
entah perarakan masuk dan keluar gereja, perarakan persembahan ataupun perarakan
maju untuk menyambut komuni, dan juga prosesi dalam liturgi lain. Dengan prosesi itu,
semakin tampaklah dimensi kebersamaan umat Allah yang sedang berziarah. Berjalan
juga bisa dipahami sebagai ungkapan kesiapsediaan kita untuk secara aktif menyambut
dan menanggapi tawaran kasih karunia Allah yang selalu ada di depan kita. Itulah
sebabnya berjalan secara liturgis selalu berjalan maju dan bukan mundur atau
menyamping.
b. Berdiri
Berdiri merupakan simbol liturgi yang mengungkapkan perhatian, kepedulia,
penghormatan, dan siapsediaan, terhadap kehadiran Tuhan. Dengan berdiri, umat
menyambut kehadiran Tuhan melalui pemimpin ibadat, sabda, dan doa. Simbol berdiri
dibuat umat tatkala imam dan pengiringnya masuk ketempat ibadat atau
meninggalkannya, injil didiwartakan, dan mendoakan syahadat iman atau bapa kami.
Berdiri juga merupakan sikap dasar liturgis yang sejak kuno melambangkan situasi dan
keberadaan orang-orang yang sudah diselamatkan oleh Kristus.
c. Duduk
Pada umumnya, duduk dipadang sebagai sikap tenang untuk mendengarkan sesuatu atau
untuk menanti sesuatu ataupun untuk beristirahat. Dalam liturgi sikap duduk
melambangkan kesiapsediaan untuk beriman untuk mendengarkan sabda Tuhan. Bagi
pemimpin liturgi resmi seperti uskup dan imam, sikap duduk tidak hanya
mengungkapakan kesiapsediaan uskup atau imam itu untuk mendengarkan sabda Tuhan,
melainkan untuk mengungkapkan martabatnya sebagai seorang pemimpin atau pengajar.
Duduk sebagai ungkapan simbol martabat pemimpin ini dapat dibandingkan dengan
seorang Raja yang duduk di singgasana untuk menjalankan tugas kepemimpinannya.
Tentu saja seorang pemimpin liturgi adalah pemimpin dan pengajar in Christi. Artinya
pemimpin liturgi menghadirkan Yesus Kristus, satu-satunya pemimpin dan pengajar
umatv beriman.
e. Meniarap (prostration)
Gerakan liturgis meniarap sebenarnya merupakan ungkapan penghormatan dan
perendahan diri yang paling intensif. Dengan kata lain, gerakan meniarap merupakan
kelanjutan tindakan berlutut dan membungkuk, namun secara paling intensif. Debgan
gerakan meniarap, mau diungkapkan kerendaahan hati, kekecilan diri, penghormatan,
kerendahan hati dihadapan Allah secara paling intensif. Dalam liturrgi Barat, tindakan
liturgis meniarap digunakan untuk menyampaikan suatu doa permohonan yang amat
penting dan biasanya hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, sebagaimana
dilaksanakan dalam liturgi tabisan, kaul kekal dan tidak perna dilakakukan oleh seluruh
jemaat.
g. Penumpangan tangan
Di samping termasuk simbol liturgi, penumpangan tangan juga merupakan simbol liturgi
tersendiri tersendiri yang memiliki makna yang kaya dan mendalam. Kitab suci banyak
menyebut tindakan simbolis penumpangan tangan ini. Melalui penumpangan tangan
terjadilah suatu pengalihan atau pelimpahan : kepemilikan (Mzm 139:5),kesalahan (Im
16:21), tanggung jawab (Im 24:14), kuasa roh (Bil 27:18-23). Penumpangan tangan juga
melambangkan permohonan atau penganugerahan berkat (Kej 48;14-20). Dalam
perjanjian baru penumpangan tangan menjadi ritus sacramental untuk pelimpahan atau
penganugerahan roh kudus (Kis 8:17) dan untuk pelimpahan wewenang atau kuasa
(tabisan dalam Kis 6:6; 13:3). Demikianlah dalam liturgi gereja, penumpangan tangan
merupakan ungkapan liturgis bagi permohonan dan pencurahan Roh Kudus dan berkat
serta bagi pelimpahan kuasa atau wewenang kepemimpinan untuk tugas mengembalakan,
mengajar, dan menguduskan, (dalam liturgi tahbisan ).
l. Perarakan
Perarakan menandakan suatu kemeriahan maka hendaknya tata gerak ini dilaksanakan
dengan anggun dan diiringi dengan nyanyian yang serasi. Bahkan apabila dirasa perlu bisa
juga dengan tarian atau ekspresi budaya lainnya. Perarakan dilakukan ketika: perarakan
Imam bersama diaken dan para pelayan menuju Altar dan menuju Sakristi perarakan daikon
yang membawa kitab injil sebelum pemakluman Injil. Perarakan umat beriman yang
mengantar bahan persembahan dan maju untuk Komuni.