ABSTRAK
Tujuan Untuk menentukan jumlah klorin bebas dari natrium hipoklorit 2,5% (NaOCl)
saja dan NaOCl yang dikombinasikan dengan asam etidronat 9% (HEDP) dengan
keberadaan inhibitor, jaringan organik, dan jaringan organik ditambah debris dentin
untuk mengevaluasi pengaruh debris dentin terhadap kapasitas pelarutan jaringan dari
kedua larutan NaOCl, serta menentukan aksi antimikroba dari larutan tersebut ketika
berkontak dengan jaringan organik dan jaringan organik ditambah debris dentin.
Metodologi Ketersediaan klorin dalam larutan seiring waktu dengan ada atau tidak ada
inhibitor diukur menggunakan metode titrasi. Pelarutan jaringan organik dengan larutan
saja dan dengan keberadaan bubuk dentin dievaluasi dengan menimbang spesimen
jaringan sapi sebelum dan setelah paparan terhadap larutan selama 3 dan 10 menit.
Untuk aktivitas antimikroba, biofilm Enterococcus faecalis dipaparkan ke larutan
selama 3 menit dengan ada atau tidak ada jaringan organik dan jaringan organik +
debris dentin. Biovolume dan persentase sel dengan kerusakan membran biofilm diukur
dengan mikroskop konfokal dan teknik live/dead. Uji non-parametrik digunakan untuk
menentukan perbedaan statistik (P < 0,05).
Hasil Kedua inhibitor mengonsumsi klorin bebas yang tersedia dalam larutan seiring
waktu. Keberadaan debris dentin secara signifikan mengurangi kapasitas pelarutan
jaringan dari larutan NaOCl (P < 0,05). Persentase reduksi biovolume tidak dipengaruhi
oleh keberadaan inhibitor pada kedua larutan NaOCl, sedangkan persentase sel dengan
kerusakan membran berkurang secara signifikan (P < 0,001). Secara keseluruhan,
perilaku serupa diamati pada kelompok NaOCl dan NaOCl/HEDP.
Kesimpulan Keberadaan jaringan organik dan jaringan organik + debris dentin
menyebabkan konsumsi cepat dari klorin bebas pada NaOCl dan NaOCl/HEDP. Hal ini
menyebabkan penurunan kemampuan untuk melarutkan jaringan organik tanpa
memengaruhi aktivitas antimikroba jangka pendek.
Kata kunci: Debris dentin, pelarutan, asam etidronat, jaringan organik, agen irigasi
saluran akar, natrium hipoklorit.
PENDAHULUAN
Irigasi memiliki peran penting dalam perawatan saluran akar karena membantu
membersihkan sistem saluran akar dengan membunuh mikroorganisme dan membuang
jaringan anorganik dan organik (Siqueira & Rôças 2008). Hingga saat ini, protokol
irigasi yang paling banyak digunakan meliputi penggunaan NaOCl pada saat
instrumentasi saluran akar yang diikuti dengan agen khelasi seperti EDTA (Zehnder
2006). NaOCl memiliki sifat biologis yang kuat, meliputi aktivitas antimikroba dan
kapasitas pelarutan jaringan organik. Aktivitasnya bergantung pada jumlah klorin bebas
yang tersedia, yang terdiri dari ion hipoklorit dan asam hipoklorit (Baker 1947).
Molekul tersebut dikonsumsi saat NaOCl melakukan aktivitas biologis. Hal ini
mengindikasikan bahwa NaOCl memiliki aksi yang cepat dan efektif. Melihat
ketidakstabilan NaOCl, sebuah konsep baru mengenai irigasi khelasi terus-menerus saat
instrumentasi saluran akar telah diajukan (Neelakantan et al. 2012). Metode ini
melibatkan penggunaan larutan irigasi tunggal pada saat instrumentasi saluran akar,
yakni NaOCl yang dicampurkan dengan agen khelasi lemah seperti HEDP atau
tetrasodium EDTA (Zehnder et al. 2005, Tartari et al. 2017). Penggunaan NaOCl
dengan HEDP mempertahankan sifat kedua larutan pada waktu yang singkat (Zehnder
et al. 2005, Lottanti et al. 2009, Paque et al. 2012, Arias-Moliz et al. 2014, 2015,
Tartari et al. 2015).
Perlu diingat bahwa sistem saluran akar merupakan sebuah lingkungan yang
memiliki anatomi kompleks serta keberadaan materi organik dan anorganik yang terdiri
dari biofilm bakteri, jaringan pulpa, dan dentin. Aksi dari instrumen juga membentuk
lapisan smear, yakni lapisan residu organik dan anorganik pada dinding saluran akar,
serta akumulasi debris jaringan keras pada daerah non-instrumentasi (Paqué et al.
2009). Komponen tersebut mungkin memiliki dampak terhadap aksi biologis dari
larutan NaOCl. Slutzky-Goldberg et al. (2013) melaporkan bahwa keberadaan dentin
yang berkontak dengan pulpa mengurangi kapasitas pelarutan jaringan dari NaOCl.
Selain itu, lapisan smear dan debris dentin berfungsi sebagai pelindung fisik yang
secara signifikan memengaruhi aktivitas antimikroba dari larutan NaOCl terhadap
tubulus dentin yang terinfeksi dan permukaan biofilm (Wang et al. 2013, Arias-Moliz et
al. 2016, Morago et al. 2016). Saat NaOCl diuji bersama dengan HEDP dengan ada
atau tidak ada lapisan smear dan debris dentin, sifat tersebut tidak terpengaruh (Arias-
Moliz et al. 2016, Morago et al. 2016). Saat ini, tidak ada penelitian yang telah
dilakukan untuk membedakan pengaruh materi organik/anorganik terhadap sifat
biologis dari NaOCl. Karena itu, penelitian memiliki tiga tujuan, yakni mengetahui
klorin bebas yang tersedia dari NaOCl saja dan NaOCl yang dikombinasikan dengan
HEDP dengan terhadap keberadaan jaringan organik dan jaringan organik + debris
dentin, mengevaluasi pengaruh debris dentin terhadap kapasitas pelarutan jaringan pada
kedua larutan NaOCl, dan mengetahui aksi antimikroba dari kedua larutan saat
berkontak dengan jaringan organik dan jaringan organik + debris dentin. Hipotesis nol
yang diajukan adalah debris dentin tidak memengaruhi kapasitas pelarutan dan jaringan
organik saja atau jaringan organik dan debris dentin tidak memengaruhi aktivitas
antimikroba larutan NaOCl.
Gambar 1. Klorin yang tersedia dari 2.5% NaOCl dan 2.5% NaOCl / 9% HEDP tanpa
adanya jaringan organik dan jaringan organik ditambah puing dentin. Rata-rata dan
standar deviasi (bar)
Analisis statistik
Semua hasil penelitian digambarkan dalam persentase, yakni persentase kelarutan
jaringan organik, persentase total reduksi biovolume dibandingkan dengan kontrol dan
persentase sel dengan kerusakan membran. Perbandingan global dilakukan dengan uji
Kruskal-Wallis, dan perbandingan pairwise dilakukan menggunakan uji Mann-Whitney.
Tingkat signifikansi sebesar P < 0,05. Analisis statistik dilakukan menggunakan piranti
lunak SPSS 20.0 (SPSS Inc., Chicago, IL).
HASIL PENELITIAN
Jaringan organik saja dan jaringan organik + bubuk dentin mengurangi jumlah
klorin bebas yang tersedia pada larutan seiring waktu dengan perilaku yang serupa
untuk kedua jenis larutan. Penurunan klorin tertinggi didapatkan ketika larutan
dipaparkan ke jaringan organik + debris dentin pada konsentrasi lebih tinggi (Gambar
1).
Keberadaan bubuk dentin menghasilkan penurunan kapasitas pelarutan jaringan
yang signifikan dari NaOCl dan NaOCl/HEDP pada 3 dan 10 menit (Tabel 1). Pada
waktu 3 menit, perilaku kedua larutan serupa dengan keberadaan bubuk dentin, namun
setelah 3 menit pada ketiadaan bubuk dentin dan setelah 10 menit dengan atau tanpa
bubuk dentin, NaOCl/HEDP melarutkan lebih sedikit jaringan secara signifikan (P <
0,05). Peningkatan berat jaringan diamati pada semua kelompok HEDP pada semua
waktu (perbandingan dengan kelompok lain tidak dilakukan).
Persentase penurunan biovolume bakteri lebih tinggi secara signifikan (P < 0,001)
pada kelompok NaOCl dan NaOCl/HEDP dibandingkan dengan kelompok HEDP.
Tidak ada perbedaan statistik antara kedua kelompok NaOCl dengan ada atau tidak ada
jaringan organik, namun tidak pada keberadaan jaringan organik + bubuk dentin (Tabel
2). Secara keseluruhan, persentase sel dengan kerusakan membran yang lebih tinggi
didapat pada kelompok larutan dibandingkan dengan kelompok kontrol (Tabel 3).
Persentase ini lebih tinggi secara signifikan (P < 0,001) pada kelompok NaOCl dan
NaOCl/HEDP tanpa perbedaan signifikan antar kedua kelompok. Selain itu, persentase
sel dengan kerusakan membran berkurang dengan keberadaan jaringan organik dan
jaringan organik + debris dentin (P < 0,05). Pada kelompok HEDP, persentase reduksi
biovolume dan persentase sel yang mengalami kerusakan membran lebih tinggi secara
signifikan (P < 0,001 dan P = 0,006) dengan adanya jaringan organik. Gambar 2
menunjukkan gambaran representatif confocal laser scanning microscopy pada dentin
terinfeksi yang diberikan NaOCl 2,5% dan NaOCl 2,5%/HEDP 9% dengan ada atau
tidak ada jaringan organik dan jaringan organik + debris dentin.
Tabel 1. Persentase jaringan organic larut setelah terpapar ke larutan selama 3
dan 10 menit di tidak adanya dan adanya bubuk dentin
Tabel 3. Persentase sel membran yang rusak dari biofilm E. faecalis setelah
terpapar solusi untuk 3 menit tanpa kehadiran dengan kehadiran dari jaringan o
rganik dan bubuk dentin
Gambar 2. Gambar CLSM representatif dari kontrol positif (a), kontrol positif dengan
adanya jaringan organik (b) dan di adanya jaringan organik + bubuk dentin (c); NaOCl
(d), NaOCl di hadapan jaringan organik (e) dan di hadapan dari jaringan organik +
bubuk dentin (f); NaOCl / HEDP (g), NaOCl / HEDP di hadapan jaringan organik (h)
dan di hadapan dari jaringan organik + bubuk dentin (i); dan HEDP (j), HEDP dengan
adanya jaringan organik (k) dan dengan jaringan organik + bubuk dentin
DISKUSI
Penelitian ini mengevaluasi pengaruh dua inhibitor yang terdapat pada saluran
akar, yakni jaringan organik dan debris dentin terhadap sifat NaOCl saja dan NaOCl
yang dikombinasikan dengan HEDP. Pengaruh bubuk dentin terhadap pengaruh
antimikroba dari disinfektan saluran akar yang berbeda sudah pernah dijelaskan
sebelumnya di bawah kondisi laboratorium (Haapasalo et al. 2000, Portenier et al.
2001). Hipotesis nol yang diajukan diterima sebagian karena hasil penelitian
menunjukkan bahwa kapasitas pelarutan berkurang secara signifikan ketika larutan
berkontak dengan debris dentin, sedangkan aktivitas antimikroba hampir tidak
terpengaruh oleh inhibitor setelah paparan selama 3 menit. Perilaku serupa juga
ditemukan pada kelompok NaOCl dan NaOCl/HEDP, mengonfirmasi bahwa HEDP
sedikit sekali memengaruhi kehilangan sifat NaOCl jangka pendek (Zehnder et al. 2005,
Arias-Moliz et al. 2015, 2016, Ulusoy et al. 2018). Daging sapi digunakan sebagai
sampel jaringan organik sebagai pengganti pulpa karena tersedia secara luas, memiliki
komposisi seragam yang menyerupai jaringan pulpa, dan dapat dipotong menjadi
beberapa bagian dengan ukuran dan berat yang sama sehingga memungkinkan
standardisasi sampel (Stojicic et al. 2010, Tartari et al. 2015, 2017).
Penentuan jumlah klorin bebas yang tersedia dapat memberikan informasi
mengenai perubahan yang terlibat pada pengaruh biologis dari larutan NaOCl saat
dipaparkan ke jaringan organik dan jaringan organik + debris dentin dengan dua
konsentrasi berbeda (Guneser et al. 2015, Arias-Moliz et al. 2016). Sesuai dugaan,
jaringan organik saja dan jaringan organik bersama dengan debris dentin mengonsumsi
klorin bebas yang tersedia dalam larutan. Penurunan ini lebih besar saat larutan
berkontak dengan debris dentin dengan konsentrasi lebih tinggi (100 mg mL -1)
dibandingkan dengan konsentrasi lebih rendah (10 mg mL -1). Hal ini menunjukkan
bahwa debris dentin memiliki pengaruh kuat terhadap konsumsi klorin. Hal ini berarti
bahwa konsumsi klorin bebas pada NaOCl tidak hanya bergantung pada materi organik,
namun juga permukaan kontak yang lebih besar pada bubuk dentin (Stojicic et al. 2010,
Slutzky-Goldberg et al. 2013).
Penurunan klorin progresif saat larutan berkontak dengan debris dentin
mencerminkan penurunan aktivitas pelarutan dari kedua larutan NaOCl selama 3 dan 10
menit. Meskipun pengaruh ini sudah dilaporkan sebelumnya untuk NaOCl (Guneser et
al. 2015), tidak ada penelitian yang sudah dilakukan menggunakan NaOCl/HEDP.
Tartari et al. (2015) mengamati penurunan progresif aktivitas pelarutan kombinasi
larutan seiring waktu hingga 26% setelah 15 menit, namun tanpa debris dentin. Hasil
tersebut berlawanan dengan hasil yang didapat pada penelitian ini, yakni persentase
pelarutan jaringan ditemukan lebih tinggi pada kedua larutan NaOCl. Perbedaan ini
dapat disebabkan oleh penggunaan metodologi yang berbeda, misal ukuran sampel
organik dan volume larutan.
Keberadaan jaringan organik dan jaringan organik + debris dentin tidak
memengaruh kapasitas NaOCl dan NaOCl/HEDP untuk mengurangi biovolume biofilm.
Persentase penurunan biovolume sangat tinggi, mencapai lebih dari 98%, dan hasil ini
serupa pada kedua larutan. Meskipun persentase penurunan biovolume pada larutan
NaOCl/HEDP sangat mirip, yakni 98,95%, 99,53%, dan 99,01%, perbandingan statistik
menunjukkan perbedaan dengan keberadaan jaringan organik dibandingkan dengan ada
atau tidak ada kedua inhibitor. Hal ini mungkin disebabkan oleh persebaran data yang
rendah. Dalam aspek pelarutan jaringan, aktivitas kedua larutan NaOCl terhadap
biovolume biofilm dapat diharapkan karena permukaan biofilm lebih kecil dari jaringan
organik sehingga NaOCl dapat dengan mudah beraksi dengan bakteri. Berbeda dengan
biovolume, inhibitor menurunkan efek pembunuhan dari larutan NaOCl. Perlu
diperhatikan bahwa persentase sel yang mengalami kerusakan membran yang dievaluasi
pada biovolume residual mengalami penurunan hingga 99% setelah dipaparkan pada
larutan. Penurunan aktivitas larutan NaOCl dapat ditemukan di bawah kondisi in vivo,
saat terdapat dinding dentin dan lapisan smear. Penelitian lebih lanjut harus dilakukan
untuk mengatasi keterbatasan ini.
Kelompok HEDP menunjukkan peningkatan berat jaringan dan aktivitas
antimikroba yang lebih tinggi dengan keberadaan materi organik (sendiri atau bersama
dengan debris dentin). Hal ini mungkin disebabkan oleh hidrasi jaringan organik
sebagai akibat dari deposisi ion natrium pada permukaan sehingga meningkatkan
adsorpsi air (Hand et al. 1978, Tartari et al. 2017). Ketika diuji tanpa kehadiran jaringan
organik, deposisi tersebut akan terjadi pada lapisan organik yang membentuk biofilm,
mengganggu aktivitas khelasi dari HEDP, sehingga melepaskan bakteri dari permukaan
dentin.
KESIMPULAN
Jaringan organik dan jaringan organik + bubuk dentin meningkatkan konsumsi
klorin bebas dalam larutan NaOCl saja dan larutan NaOCl yang dikombinasikan dengan
HEDP. Secara spesifik, semakin besar jumlah bubuk dentin, semakin besar kehilangan
klorin bebas dari larutan. Hal ini menyebabkan penurunan kemampuan untuk
melarutkan jaringan organik tanpa memengaruhi aktivitas antimikroba jangka pendek.
PEMBAHASAN
Keberhasilan perawatan saluran akar dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain
preparasi biomekanis, irigasi, disinfeksi, dan obturasi saluran akar. Tujuan dari
preparasi biomekanis adalah untuk membentuk saluran akar, menghilangkan dentin
yang terinfeksi, dan pengambilan jaringan pulpa vital dan nekrotik. Namun,
pembersihan dari residu organik dan anorganik, serta disinfeksi secara keseluruhan sulit
dicapai karena anatomi yang kompleks dari saluran akar. Oleh karena itu, bermacam
macam bahan irigasi digunakan selama prosedur instrumentasi perawatan saluran akar
untuk meminimalisir residu, debris, jaringan nekrotik, bakteri, serta smear layer yang
terbentuk selama preparasi dentin.1 Smear layer merupakan lapisan yang dihasilkan oleh
instrumen tangan dan rotatory files yang terdiri dari substansi organik, inorganik,
termasuk fragmen dari prosesus odontoblastik, mikroorganisme, dan jaringan nekrotik.
Lapisan smear layer menghambat penetrasi dari desinfektan intrakanal dan sealer ke
tubulus dentin sehingga harus dibuang dengan menggunakan larutan irigasi.2
Larutan irigasi yang ideal seyogyanya memiliki efek antibakteri dengan spektrum yang
luas, tidak toksik, mampu melarutkan sisa jaringan pulpa nekrotik, mencegah
terbentuknya smear layer selama preparasi saluran akar atau mampu melarutkannya
segera setelah terbentuk.3 Terdapat beberapa jenis larutan irigasi, namun tidak ada yang
dapat memenuhi kriteria sebagai larutan irigasi yang sempurna dalam satu jenisnya.
Oleh karena itu dalam satu kali penggunaan diperlukan beberap jenis larutan irigasi
untuk mengkombinasikan sifatnya agar didapatkan tujuan yang diinginkan. Beberapa
jenis larutan irigasi yang sering digunakan antara lain: Chlorhexidine (CHX), Sodium
Hypoclorite (NaOCl), Ethylene Diamine Tetraacetic Acid (EDTA).4
NaOCl digunakan sebagai bahan irigasi selama preparasi saluran akar dan untuk
menghilangkan jaringan nekrotik dan bakteri. NaOCl memecah protein dan
menghilangkan komponen organik dari sisa jaringan biologis dalam saluran akar.
Kelebihan sodium hipoklorit adalah mampu melarutkan jaringan pulpa vital dan
nekrotik, membilas debris keluar dari saluran akar, bersifat anti mikroba dengan
spekrum luas, sporisid, virusid, pelumas, harganya ekonomis dan mudah diperoleh.3
Pada konsentrasi yang tinggi, NaOCl bersifat toksik dan dapat menyebabkan inflamasi
periapikal, tetapi pada konsentrasi rendah tidak efektif membunuh mikroorganisme
yang spesifik.
Di dalam air, sodium hipoklorit terurai menjadi Na+ dan OCl-, hipoklorit, yang
membentuk kesetimbangan dengan asam hipoklorit, HOCl. Selanjutnya NaOCl + H2O
↔ NaOH +HOCl ↔Na+ + OH- + H+ + OCl- Reaksi di atas menunjukkan peran
sodium hipoklorit sebagai pelarut organik dan lemak melalui reaksi saponifikasi,
menghasilkan sabun dan gliserol. Sabun membuat tegangan permukaan berkurang, yang
memudahkan pelepasan debris dari dinding saluran akar. Asam hipoklorus (HOCl-) dan
ion hipoklorit (OCl-) yang terbentuk dalam reaksi tersebut, bila berkontak dengan
jaringan organik, melepaskan klorin, yang merupakan zat aktif dari larutan sodium
hipoklorit. Klorin mampu merusak metabolisme sel bakteri dengan menghambat enzim
bakteri, merusak sintesis DNA dan menghidrolisis asam amino.3
Pemilihan konsentrasi sodium hipoklorit masih menjadi perdebatan, berkisar antara 0,5-
5,25%.5 Beberapa penelitian in vitro menunjukkan larutan 5,25% NaOCl mampu
mematikan kuman E.faecalis dalam waktu 30 detik dan semua sel jamur dalam waktu
15 detik, dibandingkan dengan waktu 10-30 menit yang diperlukan oleh larutan 2,5%
dan 0,5% NaOCl.4 Namun pada penelitian lain menunjukan bahwa reduksi mikrobiota
di saluran akar tidak lebih banyak pada larutan irigasi sodium hipoklorit 5,25% jika
dibandingkan 0,5%.5 Pada penelitian in vivo lain menunjukkan larutan sodium
hipoklorit 2.5% yang ditahan selama 5 menit dalam saluran akar, mampu membuat
saluran akar menjadi steril.3 Konsentrasi NaOCl yang dianjurkan sebagai bahan irigasi
adalah larutan dengan konsentrasi 2,5%.1 Efektifitas NaOCl dapat bertambah bila
digunakan bersama dengan chelating agent (agen kelasi).4
Ada dua cara untuk menyederhanakan penggunaan chelator yaitu, menggunakan
chelator yang tidak mengganggu dengan natrium hipoklorit atau menggunakan chelator
dengan kapasitas desinfektan yang kuat sebagai irigasi akhir. Etidronik asam (juga
dikenal sebagai 1-hydroxyethylidene-1, 1-bisphosphonate atau HEBP) adalah chelator
biokompatibel yang dapat digunakan dalam kombinasi dengan natrium hipoklorit tanpa
kerugian jangka pendek dari properti yang diinginkan dari salah satu senyawa ini bisa
memiliki keuntungan bahwa kombinasi natrium asam hipoklorit-etidronat dapat
digunakan sebagai irigan tunggal selama dan setelah instrumentasi jadi bahwa smear
layer tidak pernah dibuat. Namun, kapasitas khelasi asam etidronat relatif lemah, dan
tidak diketahui apakah bahan itu gunakan menunjukan hasil di saluran akar yang
sebersih menggunakan NaOCl diikuti dengan EDTA.6
Salah satu upaya untuk meningkatkan efektivitas larutan NaOCl adalah dengan
meningkatkan suhu larutan, yang secara langsung meningkatkan kapasitas melarutkan
jaringan. Pengeluaran debris organik dan sifat antimikroba meningkat 2 kali lipat pada
setiap kenaikan suhu 5 derajat. Kemampuan melarutkan jaringan pulpa dari larutan
NaOCl 1% pada suhu 45°C sama dengan larutan 5,25% NaOCl pada suhu 20°C. Selain
itu, toksisitas sistemik lebih rendah pada larutan irigasi yang dipanaskan dibandingkan
dengan yang tidak dipanaskan.3 Pemanasan ini akan meningkatkan kemampuan
melarutkan jaringan tanpa mempengaruhi stabilitas jangka pendeknya.6 Hingga saat ini,
belum ada penelitian yang mendukung penggunaan sodium hipoklorit yang dipanaskan
terlebih dahulu.3
Teknik irigasi juga berperan terhadap efektivitas larutan irigasi. 3 Terdapat beberapa
teknik irigasi yaitu manual dan rotatory. Teknik irigasi manual termasuk irigasi dengan
jarum, brush, dan manual dynamic agitation dengan files dan guttapercha points. Irigasi
dengan rotatory termasuk rotatory brushes, sonik dan ultrasonik. Teknik ultrasonik pada
perawatan endodontik telah meningkatkan kualitas perawatan pada banyak aspek,
termasuk akses masuk ke lubang saluran akar, pembersihan, pembentukan, pengisian
saluran akar, mengeleminasi material obturasi, intrakanal dan bedah endodontik.
Penelitian sebelumnya mengatakan smear layer terbuang dengan ultrasonik, sebaliknya
penelitian lainnya menunjukan aktivasi ultrasonik menggunakan NaOCl tidak efektif
dalam membuang smear layer. Teknik aktivasi sonik terbukti sebagai metode yang
efektif untuk desinfeksi saluran akar, sistemnya dapat secara efektif membersihkan
saluran utama, membersihkan smear layer dan mempersiapkan pengisian saluran lateral.
Penelitian sebelumnya menunjukan irigasi sonik dan ultrasonik memberi hasil yang
lebih baik dalam menghilangkan smear layer pada sepertiga apikal lengkung saluran
akar daripada irigasi konvensional.2
Penelitian lain menggunakan thermal image analysis menunjukkan aliran larutan irigasi
dipengaruhi oleh diameter jarum irigasi, kedalaman jarum irigasi dalam saluran akar
dan ukuran akhir dari saluran akar. Sebaiknya diameter jarum irigasi sesuai dengan
besarnya ukuran akhir preparasi untuk menghindari turbulensi larutan. Akan tetapi
jarum irigasi diameter kecil, 27 atau 30 gauge dilaporkan lebih efektif, karena bisa
masuk lebih jauh ke dalam saluran akar sehingga pertukaran larutan dan pembersihan
lebih baik. Untuk menghindari terdorongnya larutan irigasi ke periapikal, dianjurkan
penggunaan jarum irigasi yang ujungnya bermuara ke samping (side-vented needle).
Jarum irigasi ditempatkan kurang lebih 1 mm dari ujung panjang kerja dan maksimal
sepertiga apikal, kemudian larutan irigasi diinjeksikan secara perlahan dengan
kecepatan dan tekanan yang konstan serta dalam jumlah dan frekuensi yang banyak.3
Larutan Irigasi
Sifat larutan irigasi yang diinginkan:
1. Menghilangkan debris
2. Mengurangi friksi instrumen selama preparasi (lubrikan)
3. Menghilangkan dentin (lubrikan)
4. Melarutkan jaringan anorganik (dentin)
5. Penetrasi ke kanal perifer
6. Melarutkan bahan organik (dentin kolagen, jaringan pulpa, biofilm)
7. Membunuh bakteri dan jamur
8. Tidak mengiritasi atau merusak jaringan periapikal, tidak kaustik atau sitotoksik
9. Tidak melemahkan struktur gigi
Sodium hipoklorit (NaOCl) adalah larutan irigasi yang paling sering digunakan.
NaOCl terurai dalam air menjadi Na+ dan ion hipoklorit OCl-, menghasilkan
keseimbangan dalam asam hipoklorus (HOCl). Asam hipoklorus memiliki aktivitas
antibakteri dengan mengganggu fungsi vital sel mikroba, menyebabkan kematian
sel. NaOCl digunakan dalam konsentrasi 0,5% dan 6%, agen antimikroba yang
kuat, langsung membunuh sebagian besar bakteri saat berkontak dengan larutan.
NaOCl juga efektif melarutkan sisa pulpa dan kolagen, sebagai komponen utama
dentin. Hipoklorit adalah satu-satunya larutan irigasi saluran akar yang dapat
melarutkan jaringan organik vital dan jaringan nekrotik. Meskipun hipoklorit
sendiri tidak menghilangkan smear layer, namun dapat memengaruhi bagian
organik dari smear layer, sehingga memungkinkan penghilangan seluruh smear
layer jika dikombinasi dengan EDTA atau asam sitrat. Kelemahan NaOCl antara
lain: rasanya yang tidak enak, toksisitas, dan kemampuannya yang hanya
menghilangkan bagian organik smear layer.
2. Klorheksidin (CHX)
Kelebihan Kekurangan
- efek antibakteri yang kuat - tidak melarutkan jaringan
- mampu berikatan dengan jaringan - tidak menghilangkan biofilm dan
keras gigi debris organik lainnya
- tidak menyebabkan erosi dentin
- baik digunakan sebagai preparasi
kemomekanis terakhir untuk
memaksimalkan efek antibakteri
3. EDTA
Kelebihan Kekurangan
- melarutkan bahan anorganik - tidak berefek terhadap jaringan
- Penghilangan smear layer oleh EDTA organik
meningkatkan efek antibakteri agen - tidak memiliki antibakteri
disinfektan lain pada lapisan dentin
yang lebih dalam
Kekurangan :
- EDTA menurunkan jumlah klorin pada NaOCl
sehingga menurunkan aktivitas NaOCl.
CHX + NaOCl Kekurangan : tidak dapat bercampur warna coklat-
orange
CHX + EDTA Kekurangan : warna putih awan dan presipitasi
DAFTAR PUSTAKA