Anda di halaman 1dari 7

TANGGUNG JAWAB KEBUDAYAAN MUSLIM:

BERSYUKUR BIL ILMU, BIL HAL, DAN BIL AMAL*)


Syamsul Sodiq

Assalaamu'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

ALhamdulillahirabil alamin. Asyhadu anlaa ilaaha illallah wa asyhadu anna muhammadan


rasulullah. Allahumma shalli alaa Muhammad wa alaa aali Muhammad.

Qaalallahu ta’ala fil qurnail karim, Yaa ayyuhalladhiina aamanuu ittaqullaha haqqa
tuqaatih wala tamutunna illa wa antum muslimuun.

Allah berfirman dalam QS At-Tiin, 95:4, bahwa penciptaan manusia adalah


“ahsani taqwiim”, sebaik-baik ciptaan.

Laqod kholaqnal insaana fii ahsani taqwiim.

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-


baiknya.”

Demikian juga Allah berfirman dalam QS As-Shad, 38:72, bahwa “penciptaan


manusia dari Ruh-Nya”. Sebuah ciptaan yang penuh dengan nilai
kesempurnaan.

Faidzaa sawwaytuhuu wanafakhtu fiihi min ruuhii faqo’uu lahuu saajiduun.

“Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan ruh-
Ku kepadanya; maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya.”

Bahkan, di dalam QS Lukman, 31:20, dinyatakan bahwa “Allah swt


menundukkan semua yang ada di langit dan bumi (hanya) untuk manusia”

Alam taraa annallaha sakhkhara lakum maa fissamaawaati wal ardli, wa asbagha ‘alaykum
na’amahu dhaahiratan wa baathinah, wa minannasi man yujaadilu fillahi bighayri ‘ilmin
walaa hudaa walaa kitaabin muniir.

“Tidakkah kamu perhatikan bahwa Allah telah menundukkan semua yang


ada di langit dan yang ada di bumi untuk kepentinganmu dan
menyempurnakan nikmat-Nya untukmu lahir batin. Tetapi di antara manusia
ada yang membantah keesaan Allah tanpa ilmu atau petunjuk dan tanpa kitab
yang memberi penerangan"

1
Dengan semua kondisi di atas, tidak ada pilihan bagi kita kecuali ber-syukur.
Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa bersyukur terdiri atas 3 komponen:
‘ilmu, hal, dan ‘amal.

Ilmu, menunjukkan kesadaran kita akan ni’mat-ni’mat Allah yang


dianugerahkan kepada kita. Kita tahu bahwa sifat Rahman Allah yang
menyebabkan kita masih hidup sampai hari ini, masih dapat menikmati tahun
2014 M; masih sanggup berkumpul beserta keluarga dan sahabat-sahabat kita.
Kita tahu bahwa sifat Rahim Allah jualah yang menyebabkan kita masih
sanggup beribadah, memenuhi panggilan shalat wajib dan mengerjakan shalat
sunnah, munfarid dan apalagi berjamaah. Sifat Rahiim Allah pula yang
menggerakkan kita bertauhid lurus dan berakhlak bagus. Kita mudah peka
(sensitif) tehadap hal-hal yang mengancam tauhid kita. Kita peka terhadap
ketidakadilan yang terjadi, baik yang dilakukan oleh orang lain maupun
mungkin yang kita lakukan sendiri.

Komponen tasyakur yang kedua adalah hal. Hal yang menggambarkan sikap
kita akan ni’mat Allah. Kita memiliki rasa senang karena Allah selalu menolong
kita saat kita perlukan. Hati kita penuh dengan rasa terima kasih kepada-Nya
karena Dia telah membawa kita kepada keadaan seperti sekarang ini. Orang
yang bersyukur, di hatinya, dipenuhi rasa senang dan terima kasih ini.

Rasulullah saw bersabda:

”Liyattakhidza ahadukum qolban syaakiran wa lisaanan dzaakiran wa zaujatan mu’minatan


tu’iinuhuu ‘alal amri aakhiroh”

“Hendaklah kamu berbahagia bila mempunyai hati yang bersyukur, lidah yang
berdzikir, dan istri/suami mu’min yang membantumu dalam urusan akhirat (HR
Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)

Komponen syukur yang ketiga adalah‘amal. ‘Amal diwujudkan dengan seluruh


anggota badan kita. Al-Ghazali berkata bahwa bersyukur adalah:

“Isti’maalu ni’amillahi ta’aala fii thaa’atihi wattauqii minal isti’aanati biha ‘alal
ma’shiyatihi”.

“Menggunakan nikmat Allah ta’ala untuk menaati-Nya serta menjaga agar tidak
menggunakan nikmat-nikmat-Nya itu untuk maksiyat kepada-Nya (Ihya’ 4:72)”

Allah swt telah mengaruniai Rasulullah saw berbagai kewenangan, kecintaan


umatnya, dan ketinggian namanya. Segala keistimewaan itu digunakannya

2
untuk membesarkan Allah yang Mahakuasa. Sampai suatu saat, istrinya melihat
dia bangun tengah malam, berdiri di depan Allah, sehingga pecah dan bengkak-
bengkak kedua telapak kakinya. Ketika Aisyah bertanya, “Mengapa engkau
lakukan ini, padahal telah diampuni Allah dosamu yang lalu dan yang
kemudian?” Rasulullah yang mulia menjawab, “Bukankah aku belum menjadi
hamba yang bersyukur?” (HR Bukhari dan Muslim).

Daud a.s. berhasil mengalahkan Raja Jalut yang perkasa. Ia diangkat menjadi
penguasa. Akan tetapi, sebagaimana dilukiskan oleh Imam Hasan Al-Bashri,
“Nabi Daud (yang hebat ini) makan roti jelai di biliknya, dan memberi makan
keluarganya dengan santapan kasar, sedangkan kepada rakyatnya diberikan
jagung pilihan. Bila malam tiba, dikenakannya kain kesat dan diikatkannya
sebuah tangannya pada lehernya (kedinginan), dan ia menangis sampai fajar.”
(AJ Arberri, Pasang Surut Aliran Tasawuf, 39). Suatu malam Nabi Daud
merintih kepada Tuhan, “Ya Rabbi, bagaimana mungkin saya dapat bersyukur
kepada-Mu. Padahal mensyukuri-Mu saja sudah merupakan kenikmatan yang
patut saya syukuri.” Allah swt menjawab, “Sekarang engkau telah bersyukur
kepada-Ku, hai Daud.” (Ibnul-Qayyim, Madarijus-Salikin, 2:245).

Yusuf a.s diberi kepercayaan untuk mengatur seluruh kekayaan negara.


Kepadanya diamantkan seluruh logistik Mesir. Ketika ia menjadi menteri
logistik, hampir setiap hari Nabi Yusuf berpuasa. Ketika orang bertanya,
“Mengapa engkau berpuasa.” Nabi Yusuf menjawab:

“Akhaafu an asyba’a wa ansaljaai’a”

“Aku takut kenyang dan melupakan orang yang lapar.”

Dengan demikian tasyakkur yang benar adalah bila kita memasukkan unsur
takbir, membesarkan nama Allah di dalamnya, dan menggunakan nikmat-
nikmat Allah swt secara tepat. Kita gunakan nikmat hidup untuk membesarkan
asma-Nya, menjunjung tinggi syari’at-Nya, menghidupkan agama-Nya, dan
menyayangi hamba-hamba-Nya. Kita gunakan kekuasaan, kekayaan,
pengetahuan pengaruh, bahkan hanya kesempatan untuk sebesar-besarnya
mewujudkan kehendak Allah swt di bumi.

Raja Timurlenk, raja Keturunan Jenghiz Khan itu, hampir saja terkena anak
panah seorang pemuda yang membidik mangga. Raja marah, merasa tidak
dihargai, merasa dihina, merasa direndahkan. Raja meminta agar pemuda itu
ditangkap dan dihukum dengan ditancap anak panah.

3
Saat genting itulah tampil Syekh Juha, “Kalau paduka tadi tertancap panah,
adillah jika sang pemuda dihukum dengan ditancap anak panah. Kalau anak
panah hanya melesat di dekat Paduka, apakah adil jika pemuda ini harus mati
karena tertancap anak panah? Sebaiknya Baginda bertanya dulu pada nurani
dengan hati yang jernih!” Baginda pun tersenyum, menyuruh agar pemuda itu
dilepaskan. Raja telah memenangkan hati nuraninya daripada naluri
kepenguasaannya. Raja telah mensyukuri kewenangan yang diterima dari Allah.

Allah mengajarkan cara tasyakkur ‘amal ini:

“fa’amma binikmati rabbika fahaddits”

“Dan nikmat Tuhanmu, kabarkanlah” (QS Al-Dhuha, 93:11).

Mengabarkan adalah menyebarkan, meneruskan, membagi nikmat yang kita


terima kepada orang lain, bukan malah memamerkannya. Kita bagikan
kebahagiaan kepada orang lain. Makin banyak orang ikut merasakan nikmat
yang kita peroleh, makin bersyukurlah kita. Kita akan menjadi orang kaya yang
paling bersyukur jika kekayaan kita dapat dinikmati oleh orang banyak.

Jika kita orang yang berilmu, kita ber-tasyakkur saat ilmu yang kita miliki itu
kita sebarkan sehingga orang lain mendapat manfaat dari pengetahuan yang kita
miliki. Kita gunakan ilmu kita untuk memberi petunjuk kepada orang yang
bingung, hiburan bagi orang yang sedih, pengetahuan bagi orang yang belum
mengerti. Kita telah menyebarkan nikmat; kita telah membuat hidup kita penuh
manfaat, berarti kita telah ber-tasyakkur.

Rasulullah saw bersabda:

“ahabbul ‘ibaadi ilallahi ta’aalaa anfa’unnasi linnasi, wa afdlalul a’maali idkhalu alsuruuri
‘alaa qalbil mu’mini yathrudu ‘anhu juu’an au yaksyifu ‘anhu kurban au yaqdlii lahu
daynan.”

“Manusia yang paling dicintai Allah ta’ala adalah manusia yang paling
bermanfaat bagi manusia yang lain. Amal yang paling utama adalah
memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang beriman, mengenyangkan yang
lapar, melepaskan kesulitan, atau membayarkan utang (HR Ibnu Hajar Al-
Asqolani dalam Nashailul ‘Ibad: 4).”

Sayang, tasyakkur manusia yang begitu indah dan mengindahkan itu sering
tidak sekonsisten, tidak setaatasas, tasyakur dan takbir para binatang. Kualitas
syukur manusia kadang berkobar, tetapi kadang redup. Hal itu disebabkan, pada

4
diri manusia terdapat gulma attakatsur. Al-Quran surat Attakatsur (102: 1)
menjelaskan gulma yang menyebabkan takbir tidak tumbuh subur:

Alhaakumuttakaatsur.

“Attatsur telah melalaikan kamu”

Attakatsur artinya keinginan memperbanyak kesenangan dan perhiasan dunia


dan mengalahkan orang lain dengan harta dan anak buah (Thabathaba'i dalam
tafsir Al-Mizan). Yusuf Ali menyebut dengan istilah acquisitiveness, sebagai
kerakusan untuk menambah jumlah kekayaan, kedudukan, pengikut,
pendukung, dan produksi massa. Jadi attakaatsur adalah kerakusan untuk
mencari kekayaan, jabatan, dan pengaruh untuk mengalahkan orang lain.

Karena takatsur-lah orang menjadi takabur. Karena merasa memiliki kekayaan


yang banyak, kita merendahkan orang yang nasibnya malang. Kasih sayang
kepada orang yang kekayaannya tidak sama dengan kita berubah menjadi
kebencian. Kita tidak mengundang mereka saat pesta. Kita usir mereka karena
kita anggap mengganggu keindahan kota. Kita sisihkan mereka dari lingkungan
pergaulan kita. Kita lupa bahwa Allah swt telah mengamanatkan harta kepada
kita buat menyayangi mereka.

Ketika di masjid kita bersyukur, di tengah masyarakat kita ber-takabur. Bibir


kita kering karena kehausan, perut kita kempis karena kelaparan, tetapi tangan-
tangan kita kotor karena kemaksiatan. Naudzubillahi mindzalik.

Astaghfirullahal ‘adziim! Semoga Allah swt mengampuni kealpaan dan


kekhilafan kuta, sehingga jiwa dan raga kita menjadi jiwa dan raga yang
bersyukur.

Khutbah kedua

Hadirin yang berbahagia,


Begitu indah keraturan alam yang dapat kita baca sebagai paduan antara
keindahan ayat-ayat kauniyah dan qoauliyah Allah swt. Al-Quran dimulai
dengan asma Allah swt, bismillah, dan diakhiri dengan nama manusia, An-Nas.
Shalat dimulai dengan takbiratul ihram, penghormatan kepada Allah swt, dan
diakhiri dengan salam (assalaamu’alaikum), penghormatan kepada sesama
manusia. Demikian pula, puasa diamulai dengan menahan makan, dan diakhiri
dengan memberikan makanan kepada orang lain, zakat. Itu semua menunjukkan
bahwa perjalanan hidup dan amal seorang muslim selalu diawali dengan

5
dimulai dengan membesarkan nama Allah swt, dan diakhiri dengan Tasyakkur,
mendatangkan manfaat kepada sesama manusia.

Akhirnya, marilah kita berdoa kepada Allah. Semoga hidup kita dan keluarga
kita mampu menyuburkan Tasyakkur sebagai etos hidup muslim dalam ridla
Allah.

Bismillahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillahirabbil alamiin
Allahumma shalli alla muhammad, wa alaa aali muhammad.
Kama shallayta alla ibraahiim, wa aali ibraahim.

Qulillahumma maalikal mulki


Yaa Allah, Engkaulah Dzat yang menguasai, merajai kerajaan langit dan
bumi.

Tu’til mulka mantasyaa’u,


Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki.
Watanziul mulka min mantasyaa’u
Tetapi juga Engkau cabut kembali, Engkau pungut kembali kekuasaan itu
dari siapa pun yang Engkau kehendaki.
Watu’izzu man tasyaa’u
Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki
Watudzillu man tasyaa’u
Akan tetapi, juga Engkau hinakan, Engkau rendahkan, Engkau buat
terpuruk siapa pun yang Engkau kehendaki
Biyadikal khoiiru,
Di tangan-Mu-lah segala kekuasaan dan kebajikan itu
Innaka alaa kulli syai’in qodiir
Sesungguhnya Engkau yaa Allah, Maha Menguasai semua yang kami
inginkan, segala yang kami perlukan, dan kami kehendaki, meskipun
yang masih tersirat di hati

Ya Allah, Engkau saksikan umat yang biasanya bercerai berai berpadu memuji
keagungan-Mu di masjid ini. Siang ini, umat yang biasanya melupakan-
Mu, datang bersimpuh di hadapan-Mu. Hari ini, umat yang sering
mengabaikan firman-Mu, berusaha untuk kembali ke jalan-Mu. Ya Allah
inilah hamba-hamba-Mu yang lemah, yang terseret hawa nafsu, yang
diperbudak oleh dunia, yang bergelimang dengan dosa, berserah diri
kepada-Mu. Ampunilah dosa-dosa kami, Yaa Ghaffur, rahmatilah kami,
Ya Rahiim, ya arhama raahimiin.

6
Yaa Allah, bimbinglah kami untuk senantiasa khusuk dan istiqomah bersyukur,
dan tetapkan kami pada jalan-Mu. Yaa muqollibal quluub, tsabit qolbi
‘alaa diinika

Yaa Allah, dari sahabat rasul-Mu, Ali bin Abi Thalib, kami paham bahwa anak
kami bukanlah milik kami, tetapi mereka adalah milik zaman mereka.
Karena itu yaa Allah, dengan rahmat-Mu jadikan kesusahpayahan kami,
kesungguhan kami, kerelaberkorbanan kami ini, sebagai wasilah agar
mereka menjadi anak dan generasi yang bermartabat, berbudaya,
berakhlak mulia, dan cakap dalam memecahkan masalah-masalah hidup
mereka kelak.
Yaa Allah, sehatkan tubuh mereka; cerdaskan otak mereka; bersihkan hati
mereka; dan indahkanlah akhlak mereka
Yaa Allah, karuniakan kepada kami, kesabaran, ketegasan bersikap,
kedermawanan dan, kebijaksanaan dan penghambaan kepada ilmu,
sebagaimana
kesabaran yang telah Engkau anugerahkan kepada Abu Bakar Ashidiq,
ketegasan bersikap yang telah Engkau anugerahkan kepada Umar bin
Khotob,
kedermawanan yang telah Engkau anugerahkan kepada Utsman bin
Affan, dan
kebijaksanaan dan penghambaan pada ilmu yang telah Engkau
anugerahkan kepada Ali bin Abi Tholib.

Fasihkanlah lidah kami yaa Allah, untuk tidak berkata yang menyakitkan, untuk
tidak berkata yang membuat kerusakan, untuk tidak berkata hanya untuk
mencari keuntungan pribadi dengan rela mendzalimi orang lain,
sebagaimana fasihnya Bilal bin Rabbah.

Subhaana man asarol jamiil, wa satarol qobiih


Maha Suci Allah yang menampakkan yang indah-indah dan
menyembunyikan yang buruk yang ada pada kami, keluarga kami, dan
komunitas dakwah kami.

Rabbana atina fiddunya hasanah, wafil akhirati hasanah, waqinaa


adzaabannar.
Wasubhaana rabbil izzati amma yasifuun
Walhamdulillahi rabbil aalamiin.

*) Khutbah Jumat, di Masjid Gunung Sari, Wiyung, Surabaya, 11 Januari 2012.

Anda mungkin juga menyukai