Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Secara farmakologis, obat menawarkan terapi lengkap dengan paket sifat-sifat

kimia dan karakteristiknya, mekanisme tindakan, respon fisiologis terhadap obat,

dan penggunaannya secara klinis. Farmakologi bersimpangan dengan toksikologi

saat respon fisiologis terhadap obat menyebabkan terjadinya efek samping.

Toksikologi sering dianggap sebagai ilmu yang mempelajari tentang racun atau

keracunan, namun toksikologi ini mengembangkan suatu definisi yang ketat

sehubungan dengan masalah racun atau keracunan tersebut. Toksikologi adalah

cabang ilmu yang mempelajari segala hal yang berkaitan dengan zat-zat

kimia(racun), tidak hanya berkaitan dengan sifat-sifat zat kimia saja namun juga

mempelajaribagaimana pengaruh zat kimia tersebut di dalam tubuh atau dikenal

dengan istilah xenobioti(xeno = asing).Menurut Casarett and Doulls,

1995,Toksikologi adalah ilmu yang menetapkan batas aman dari bahan kimia.Selain

itu toksikologi juga mempelajari jelas/kerusakan/ cedera pada organisme (hewan,

tumbuhan, manusia) yang diakibatkan oleh suatu materi substansi/energi,

mempelajari racun, tidak saja efeknya, tetapi juga mekanisme terjadinya efek

tersebut pada organisme dan mempelajari kerja kimia yang merugikan terhadap

organisme. Banyak sekali peran toksikologi dalam kehidupan sehari-hari tetapi bila

dikaitkan dengan lingkungan dikenal istilah toksikologi lingkungan dan

ekotoksikologi.
Racun adalah setiap zat, termasuk obat yang memiliki kapasitas membahayakan

organisme. Paracelsus (1493-1541) seorang dokter pada masa Renaissance

mendefinisikan istilah racun dengan sebuah pertanyaan "Apa ada yang bukan

termasuk racun?, pada dasarnya semua hal/zat adalah racun dan tidak ada satu zat

pun yang tidak dapat menyebabkan keracunan. Dosislah yang semata-mata


membedakan suatu zat itu racun atau bukan". Keracunan menunjukan adanya efek

fisiologis yang merusak akibat paparan zat atau obat tertentu. Jadi secara umum

dapat dinyatakan bahwa semua obat adalah racun yang potensial, dosis, kondisi

individu, lingkungan dan faktor-faktor yang berhubungan dengan gen yang akan

berkontribusi menentukan apakah obat tersebut memberikan efek racun atau tidak.

Beberapa senyawa kimia secara inheren dapat menjadi racun, seperti timah,

yang tidak diketahui bagaimana peran fisiologisnya dalam tubuh namun dapat

menyebabkan cedera neural bahkan pada tingkat paparan yang sangat rendah.

Kebanyakan obat-obatan adalah racun pada ambang batas tertentu, pada dosis terapi

obat memberikan efek yang menguntungkan, tetapi pada dosis yang lebih tinggi

dapat menyebabkan keracunan. Sebagai contoh, besi merupakan nutrisi yang

penting untuk sintesis heme dan berbagai fungsi fisiologis enzim, tetapi over dosis

besi sulfat dapat menyebabkan disfungsi berbagai organ yang mengancam jiwa.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Toksikologi?
2. Jenis – Jenis Toksikologi?
3. Bahan – Bahan Yang Mengandung Toksik?
4. Bagaimana Klasifikasi Toksik?
5. Organ Apa yang Diserang Dalam Keracunan?
1.3. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Toksikologi
2. Mengetahui Jenis – Jenis Toksikologi
3. Mengetahui Bahan Yang Mengandung Toksik
4. Mengetahui Klasifikasi Toksik
5. Mengetahui Organ Apa Saja Yang Diserang Dalam Keracunan

BAB II
ISI

2.1. Pengertian Toksikologi

Secara sederhana dan ringkas, toksikologi dapat didefinisikan sebagai kajian tentang

hakikat dan mekanisme efek berbahaya (efek toksik) berbagai bahan kimia terhadap

makhluk hidup dan system biologik lainnya. Ia dapat juga membahas penilaian
kuantitatif tentang berat dan kekerapan efek tersebut sehubungan dengan terpejannya

(exposed) makhluk tadi. Toksikologi merupakan studi mengenai efek-efek yang tidak

diinginkan dari zatzat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas

tentang penilaian secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang

serta efek yang di timbulkannya. Efek toksik atau efek yang tidak diinginkan dalam

sistem biologis tidak akan dihasilkan oleh bahan kimia kecuali bahan kimia tersebut

atau produk biotransformasinya mencapai tempat yang sesuai di dalam tubuh pada

konsentrasi dan lama waktu yang cukup untuk menghasilkan manifestasi toksik. Faktor

utama yang mempengaruhi toksisitas yang berhubungan dengan situasi pemaparan

(pemajanan) terhadap bahan kimia tertentu adalah jalur masuk ke dalam tubuh, jangka

waktu dan frekuensi pemaparan. Pemaparan bahan-bahan kimia terhadap binatang

percobaan biasanya dibagi dalam empat kategori: akut, subakut, subkronik, dan kronik.

Untuk manusia pemaparan akut biasanya terjadi karena suatu kecelakaan atau disengaja,

dan pemaparan kronik dialami oleh para pekerja terutama di lingkungan industri-

industri kimia. Interaksi bahan kimia dapat terjadi melalui sejumlah mekanisme dan

efek dari dua atau lebih bahan kimia yang diberikan secara bersamaan akan

menghasilkan suatu respons yang mungkin bersifat aditif, sinergis, potensiasi, dan

antagonistik. Karakteristik pemaparan membentuk spektrum efek secara bersamaan

membentuk hubungan korelasi yang dikenal dengan hubungan dosis-respons. Apabila

zat kimia dikatakan berracun (toksik), maka kebanyakan diartikan sebagai zat yang

berpotensial memberikan efek berbahaya terhadap mekanisme biologi tertentu pada

suatu organisme. Sifat toksik dari suatu senyawa ditentukan oleh: dosis, konsentrasi

racun di reseptor “tempat kerja”, sifat zat tersebut, kondisi bioorganisme atau sistem

bioorganisme, paparan terhadap organisme dan bentuk efek yang ditimbulkan.

2.2. JENIS-JENIS TOKSIKOLOGI

Jenis-jenis keracunan dapat dibagi atas :


1) Cara terjadinya

a. Self poisoning

Pada keadaan ini pasien memakan obat dengan dosis yang berlebih tetapi dengan

pengetahuan bahwa dosis ini tak membahayakan. Pasien tidak bermaksud bunuh diri

tetapi hanya untuk mencari perhatian saja.

b. Attempted Suicide

Pada keadaan ini pasien bermaksud untuk bunuh diri, bisa berakhir dengan kematian

atau pasien dapat sembuh bila salah tafsir dengan dosis yang dipakai

c. Accidental poisoning

Keracunan yang merapukan kecelakaan, tanpa adanya factor kesengajaan

d. Homicidal poisoning

Keracunan akibat tindakan kriminal yaitu seseorang dengan sengaja meracuni orang

lain.

2) Mula waktu terjadi

a. Keracunan kronik

Keracunan yang gejalanya timbul perlahan dan lama setelah pajanan. Gejala dapat

timbul secara akut setalah pemajanan brkali-kali dalam dosis relative kecil cirri khasnya

adalah zat penyebab diekskresikan 24 jam lebih lama dan waktu paruh lebih panjang

sehingga terjadi akumulasi.

b. Keracunan akut

Biasanya terjadi mendadak setelah makan sesuatu, sering mengenai banyak orang (pada

keracunan dapat mengenai seluruh keluarga atau penduduk sekampung ) gejalanya

seperti sindrom penyakit muntah, diare, konvulsi dan koma.

3) Menurut alat tubuh yang terkena

Pada jenis ini, keracunan digolongkan berdasarkan orang yang terkena contohnya racun

hati, racun ginjal, dan racun jantung.


4) Menurut jenis bahan kimia

Golongan bahan kimia tertentu biasanya memperlihatkan sifat toksis yang sama,

biasanya golongan alcohol, fenol, logam berat, organoklorin dan sebagainya.

2.3. BAHAN-BAHAN YANG MENGANDUNG TOKSIK

1. Logam/metalloid

- Pb(PbCO3): Syaraf, ginjal dan darah

Timbal (Pb), timah hitam terdapat dimana-mana dalam lingkungan, karena

terdapat di alam dan digunakan dalam indrustri.Makanan dan minuman yang

bersifat asam, seperti air tomat, air buah, minuman kola, air apel dan asinan dapat

melarutkan Pb yang terdapat pada lapisan mangkuk dan panci.Makanan dan

minuman yang terkena kontaminasi tersebut telah menyebabkan keracunan fatal

pada manusia. Kasus sporadis keracunan Pb bersumber dari Pb dalam mainan; debu

ditempat latihan menembak; pipa ledeng; pigmen cat para artis; abu dan asap dari

pembakaran kayu yang dicat; limbah tukang emas atau perhiasan, industri rumah,

baterai dan percetakan (huruf cetak dari Pb). Keracunan pada anak cukup sering

karena termakannyaseripahan cat yang berasal dari bangunan tua atau karena

kebiasaan menggerogoti lis dan kerangka jendela yang dicat Pb . cat tersebut

mengandung Pb karbonat (berwarna putih) dan Pb oksida (berwarna merah)

sebanyak 5-40%.

Absorbsi Pb terutama melalui saluran cerna dan saluran napas. . Absorpsi

melalui usus pada orang dewasa kira-kira 10%, pada anak kira-kira 40%.Akumulasi

Pb dalam tulang mirip dengan akumulasi kalsium, tetapi sebagai Pb fosfat tersier.

Garam Pb di tulang (fosfat karbonat) tidak menyebabkan efek toksik. Pada pajanan

yang baru terjadi, kadar Pb lebih tinggi dalam tulang pipih dari pada tulang panjang,

meskipun secara keseluruhan tulang panjang mengandung lebih banyak Pb


- Hg(organik&anorganik):Saraf dan ginjal ;

- Cadmium: Hati, ginjal dan darah

Kadnium merupakan logam toksik yang penting saat ini. Dalam alam kadnium

tercampur dengan Pb dan seng; ekskresi dan pengolahan kedua logam terakhir ini

sering mengakibatkan pencemaran lingkungan oleh kadnium. Kadnium digunakan

secara luas dalam electroplating dan galvanisasi, dalam pembuatan plastik,warna cat

(kuning) dan batrai nikel-kadnium. Bahan makanan yang tidak tercemar

mengandung kadnium kurang dari 0.05 µg per gram berat basah,dan jumlah asupan

rata rata perhari kira-kira 50 µg. Setiap satu batang rokok mengandung 1 sampai 2

µg kadnium. Kerang serta hati dan ginjal hewan mengandung kadnium melebihi

0.05 µg.

FARMAKOKINETIK

Kadium sukar diabsorpsi dari saluran cerna. Absorpsinya pada hewan coba kira-kira

1.5% dan pada manusia kira-kira 5%. Selanjutnya kadnium diangkut dalam darah

,sebagian besar terikat oleh eritrosit dan albumin. Setelah distribusi kira – kira 50%

kadnium dalam tubuh ditemukan pada hati dan ginjal. Eliminasi kadnium melalui

fases secara kuantitatif lebihpenting daripada melalui urin.

KERACUNAN KADNIUM AWAL

Keracunan awal biasanya terjadi karena menghisap debu dan asap yang

mengandung kadnium (kadnium oksida),dan garam kadnium yang termakan.

Kadnium yang termakan menimbulkan muntah, mual,salivasi,diare dan kering perut.

KERACUNAN KADNIUM KRONIS

Paru. Sesak napas merupakan keluhan yang paling sering terjadi karena emfisema

dan fibrosis paru.

Sistem Kardiovaskular. Penelitian menunjukkan bahwa orang yag meninggal

karena hipertensi mengandung kadnium lebih tinggi dalam ginjal dibandingkan


denganorang yang meninggalkarena sebab lain.

Tulang. Penyimpanan kalsium dalam tulang menurun pada orang terpajankadium.

Testis. Nekrosis testikular terjadi dengan hewan coba dengan pajan akut

kadnium;tetapi hal ini tidak ditemukan pada manusia.

PENGOBATAN KERACUNAN KADNIUM

Setelah penghirupan akut, pasien harus dipindah dari sumber kadnium dan ventilasi

paru harus dipantau dengan cermat. Napas buatan dan terapi steroid mungkin

diperlukan, dan dapat pula diberikan terapi CaNa2EDTA.

- Merkuri

Merkuri (Hg) merupakan obat penting selama beradab-adab, yaitu sebagai

diuretik, antibakteri, antiseptik, salep kulit, dan laksan. Sekarang ini obat yang lebih

efektif dan spesifik telah menggantikan Hg, sehingga keracunan merkuri dari obat

berkurang, namun keracunan merkuri dari pencemaran lingkungan semkain

menonjol ini dikarenakan dari penggunanan bahan bakar fosil yang mengandung

merkuri dalam jumlah banyak dan meningkatnya penggunaan merkuri di bidang

indusrti dan pertanian.

Garam Hg terdapat dalam bentuk garam monovalen (Hg2Cl2) dan divalen

(HgCl2). HgCl2 yang dahulu diindikasi sebagai obat cacing dan masih terdapat

dalam sejumlah krim kulit sebagai antiseptik. Garam Hg merupakan bahaya iritan

dan racun yang sangat kuat dari logam tersebut.

Hg organik merupakan senyawa kelompok heterogen, dan masing-masing

mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menghasilkan efek toksik. Garam

alkilmekuri paling berbahaya dari kelompok senyawa ini, terutama metilmerkuri.

Garam ini biasanya digunakan sebagai fungsida dan dapat menimbulkan efek toksik

pada manusia.
- Arsen: Iritasi kanker

Arsen (As) digunaka dari 2400 tahun yang lampau di Yunani dan Roma

sebagai racun dan pengobatan. Arsen dijumpai dalam tanah, air dan udara. Unsur As

ditemukan sebagai hasil sampingan dari peleburan tembaga, timah, seng dan logam

lainnya. Jumlah As yang dikonsumsi manusia rata-rata perhari ialah 300 µg. Hampir

semua jumlah ini ditelan bersama makanan dan air.

MEKANISME KERJA

Arsen adalah suatu uncoupler pada proses fosforilasi oksidatif mitokondria.

Kerjanya berhubungan dengan subtitusi kompetitif arsenat dengan fosfat anorganik

sehingga terbentuk ester arsenat yang cepat dihidrolisis.

FARMAKOKINETIK

Absorpsi As organik sebagai obat melalui usus bervariasi. Distribusi tergantung

dari lama pemberian dan jenis As. Sebagian besr disimpan dalam hati,ginjal,jantung dan

paru. Arsen dieliminasi melalui tinja, urin, keringan , ASI, rambut, kulit dan paru.

FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI

Sistem Kardiovaskuler. Dosis kecil As anorganik menyebabkan vasodilasi ringan.

Dosis lebih besar menyebabkan dilatasi kapiler dan meningkatnya permeabilitas kapiler

yang paling nyata didaerah splanik.

Saluran Cerna. Dosis kecil As anorganik, menyebabkan hiperemia splanik ringan.

Dosis lebih besar menyebabkan transudasi kapiler plasma.

Ginjal . arsen dapat mengakibatkan kerusakan pembuluh kapiler ginjal,tubuli dan

glomeluri.

Kulit . secara akut, As bersifat vesikan mengakibtkan nekrosis dan pengelupasan kulit.
Sistem Saraf. Pajanan kronis terhadap As anorganik bisa menyebabkan neuritis perifer.

Darah . arsen anorganik mempengaruhi sumsum tulang dan mengubah komposisi sel

darah merah.

Hati . arsen organik dan sejumlah As anorganik sangat toksik terhadap hati dan

menyebabkan infiltrasi lemak, nekrosis sentral dan sirosis hepatis.

Karsinogenesis dan teratogenesis. Arsen menyebabkan putusnya kromosom pada

kultur leukosit manusia dan mersifat teratogenik pada hamster.

KERACUNAN ARSEN

Gejala awal keracunan As adalah rasa tidak enak dalam perut, bibir rasa

terbakar, penyempitan tenggorokan dan susah menelan, disusul oleh nyeri lambung

hebat , muntah proyektil, dan diare berat.

KERACUNAN ARSEN KRONIS

Gejala kronis yang paling umum ialah kelemahan dan nyeri otot, pigmentasi

kulit, hiperkeratosis dan edema.

PENGOBATAN KERACUNAN ARSEN

Keracunan arsen dapat diobati dengan dimekaprol dan penisilamin, tetapi

penisilamin per oral saja sudah cukup.

- Phospor: Gangguan metabolisme

- Besi

Meskipun besi bukan suatu racun lingkungan, garam besi yang digunakan

untuk mengobati anemia kekurangan besi sering merupakan sumber keracunan

yang tidak disengaja pada anak.


- Logam Berat Radioaktif

Meluasnya produksi dan penggunaan logam berat radioaktif untuk

pembangkit listrik tenaga nuklir, senjata nuklir, riset laboratorium, industri dan

diagnosis medis menimbulkan masalah dalam keracunan oleh logam

tersebut.Karena hampir semua toksisitas logam radioaktif merupakan akibat

radiasi ion, maka pengobatan bukan saja ditujukan pada kelasi logam tersebut,

tetapi juga untuk mengeluarkan logam dari tubuh secepat dan sesempurna

mungkin.Pengobatan sindrom radiasi akut sebagian besar bersifat simtomatik.

Telah diselediki efektivitas reduktor organik misalnya sisteamin untuk mencegah

pembentukan radikal bebas, tetapi keberhasilannya masih terbatas.

2. Bahan pelarut

- Hidrokarbon alifatik (bensin, minyak tanah): Pusing, koma

- Hidrocarbon terhalogensisasi(Kloroform, CCl4): Hati dan ginjal

- (etanol, methanol): Saraf pusat, leukemia, saluran pencernaan

- Glikol: Ginjal, hati, tumor

3. Gas beracun

- Aspiksian sederhana (N2,argon,helium): Sesak nafas, kekurangan oksigen

- Aspiksian kimia asam cyanida(HCN), Asam Sulfat (H2SO4)

- Karbonmonoksida (CO), Notrogen Oksida (NOx): Pusing, sesak nafas, kejang,

pingsan

4. Karsinogenik

- Benzene:Leukemia

- Asbes:Paru-paru

- Bensidin:Kandungkencing

- Krom:Paru-paru
- Naftilamin:Paru-paru

- Vinil klorida: Hati, apru=paru, syaraf pusat, darah

5. Pestisida

- Organoklorin:Pusing,kejang,hilang

- Organophosphat :Kesadaran dan

- Karbamat:kematian

- Arsenik

2.3.1. Bahan kimia umum yang sering menimbulkan keracunan:

Golongan pestida, yaitu organo klorin, organo fosfat, karbamat, arsenik.

Golongan gas, yaitu Nitrogen (N2), Metana (CH4), Karbon Monoksida (CO), Hidrogen

Sianida (HCN), Hidrogen Sulfida (H2S), Nikel Karbonil (Ni(CO)4), Sulfur Dioksida

(SO2), Klor (Cl2), Nitrogen Oksida (N2O; NO; NO2), Fosgen (COCl2), Arsin (AsH3),

Stibin (SbH3).

Golongan metalloid/logam, yaitu timbal (Pb), Posfor (P), air raksa (Hg), Arsen (As),

Krom (Cr), Kadmium (Cd), nikel (Ni), Platina (Pt), Seng (Zn).

Golongan bahan organic, yaitu Akrilamida, Anilin, Benzena, Toluene, Xilena, Vinil

Klorida, Karbon Disulfida, Metil Alkohol, Fenol, Stirena, dan masih banyak bahan

kimia beracun lain yang dapat meracuni setiap saat, khususnya masyarakat pekerja

industri.

2.3.2. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KERACUNAN TOKSIK

TERHADAP TUBUH

Pengaruh efek racun terhadap badan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Sifat fisik bahan kimia, yang dapat berwujud gas, uap (gas dari bentuk padat/cair),

debu (partikel padat), kabut (cairan halus di udara), fume (kondensasi partikel padat),

awan (partikel cair kondensasi dari fase gas), asap (partikel zat karbon).

2. Dosis beracun: jumlah/konsentrasi racun yang masuk dalam badan.


3. Lamanya pemaparan.

4. Sifat kimia zat racun: jenis persenyawaan; kelarutan dalam jaringan tubuh, jenis

pelarut.

5. Rute (jalan masuk ke badan), yang bisa melalui pernapasan, pencernaan, kulit serta

selaput lendir.

6. Faktor-faktor pekerja, seperti umur, jenis kelamin, derajat kesehatan tubuh, daya

tahan/toleransi, habituasi/kebiasaan, nutrisi, tingkat kelemahan tubuh, factor generik.

2.3.3. PROSES FISIOLOGI

Bahan kimia yang masuk ke badan dapat mempengaruhi fungsi tubuh manusia

sehingga dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan atau keracunan, bahkan

dapat menimbulkan kematian.

1. Penyebaran racun ke dalam tubuh:

Racun masuk ke dalam tubuh melalui kulit atau selaput lendir, misal pada jalan

pencernaan, pernapasan atau mata. Kemudian melalui peredaran darah akhirnya dapat

masuk ke organ-organ tubuh secara sistematik. Organ-organ tubuh yang biasanya

terkena racun adalah paru-paru, hati (hepar), susunan saraf pusat (otak dan sumsum

tulang belakang), sumsum tulang, ginjal, kulit, susunan saraf tepi, dan darah.

Efek racun pada tubuh juga akan memberikan efek local seperti iritasi, reaksi

alergi, dermatitis, ulkus, jerawat, dan gejala lain. Gejala-gejala keracunan sistematik

juga tergantung pada organ tubuh yang terkena.

2. Fungsi detoksikasi hati (hepar):

Racun yang masuk ke tubuh akan mengalami proses detoksikasi (dinetralisasi)

didalam hati oleh fungsi hati (hepar). Senyawa racun ini akan diubah menjadi senyawa

lain yang sifatnya tidak lagi beracun terhadap tubuh. Jika jumlah racun yang masuk

kedalam tubuh relatif kecil/sedikit dan fungsi detoksikasi hati (hepar) baik, dalam tubuh
kita tidak akan terjadi gejala keracunan. Namun apabila racun yang masuk jumlahnya

besar, fungsi detoksikasi hati (hepar) akan mengalami kerusakan.

2.3.4. GEJALA-GEJALA KERACUNAN

- Gejala nonspesifik: Pusing, mual, muntah, gemetar, lemah badan, pandangan

berkunang-kunang, sukar tidur, nafsu makan berkurang, sukar konsentrasi, dan

sebagainya.

- Gejala spesifik: Sesak nafas, muntah, sakit perut, diare, kejang-kejang, kram perut,

gangguan mental, kelumpuhan, gangguan penglihatan, air liur berlebihan, nyeri otot,

koma, pingsan, dan sebagainya.

2.4. Klasifikasi dan Karakteristik Toksikan (Bahan Toksik)

Klasifikasi toksikan (Bahan Toksik). Bahan toksik dapat diklasifikasikan

berdasarkan:

- Organ tujuan, misalnya ginjal, hati, dan sistem hematopoitik

- Penggunaan, misalnya pestisida, pelarut, dan food additive

- Sumber, misalnya tumbuhan atau hewan

- Efek yang ditimbulkan, misalnya kanker dan mutasi

- Bentuk fisik, misalnya gas, cair, dan debu

- Label kegunaan, misalnya bahan peledak dan oksidator

- Susunan kimia, misalnya amino aromatis, halogen, dan hidrokarbon

- Potensi racun, misalnya organofosfat lebih toksik daripada karbamat


Untuk dapat diterima dalam spektrum agen toksik, suatu bahan tidak hanya ditinjau

dari satu macam klasifikasi saja, tetapi dapat pula ditinjau dari beberapa kombinasi dan

beberapa faktor lain. Klasifikasi bahan toksik dapat dibagi secara kimiawi, biologi, dan

karakteristik paparan yang bermanfaat untuk usaha pengontrolan.

Ada pula sumber lain yang mengklasifikasikan toksik sebagai berikut :

1. Klasifikasi atas dasar sumber

- Sumber alamiah/buatan : klasifikasi ini membedakan racun asli yang berasalkan fauna

dan flora, dan kontaminasi organisme dengan berbagai racun berasalkan lingkungan

seperti bahan baku industri yang beracun ataupun buangan beracun dan bahan sintetis

beracun.

- Sumber berbentuk titik, area, dan bergerak. Klasifikasi ini biasanya digunakan untuk

orang yang berminat dalam melakukan pengendalian. Tentunya sumber titik lebih

mudah dikendalikan daripada sumber area yang bergerak.

- Sumber domestik, komersial, dan industri, yang lokasi sumbernya. Sifat, dan jenisnya

berbeda, kecuali terkontaminasi oleh buangan insektisida, sisa obat, dll.

2. Klasifikasi atas dasar wujud

Klasifikasi atas dasar wujud sangat bermanfaat dalam memahami efek yang mungkin

terjadi serta pengendaliannya:

- Wujud pencemar dapat bersifat padat, cair, dan gas. Racun dapat dibedakan atas

dasar wujudnya ini terutama karena efeknya yang berbeda. Gas dapat berdifusi,

sehingga menyebar lebih cepat daripada cairan dan zat padat. Efek terhadap masyarakat

tentunya akan sangat berbeda. Gasa dan padatan yang sangat halus akan cepat

menimbulkan efek, dan apabila konsentrasi masyarakat di tempat tersebut padat, maka

efeknya akan menjadi sangat drastis.


- Ukuranpencemar bentuk,, dan densitas, serta komposisi kimiawi dan fisika sangat

erat hubungannya dengan wujud. Hal ini akan memberikan petunjuk mudah tidaknya

sesuatu pencemar memasuki tubuh host dan cepat tidaknya menimbulkan efek dan

sampai seberapa jauh efeknya. Padatan halus dengan sifat-sifat tersebut dapat berbentuk

sangat aerodinamis, sehingga mudah masuk ke dalam paru-paru, sekalipun ukurannya

sangat relatif besar

3. Klasifikasi atas dasar sifat kimia-fisika

Klasifikasi ini sering digunakan untuk bahan beracun (B3), dan pengelompokan

xenobiotik tersebut adalah sebagai B3 yang:

- Korosif

- Radioaktif

- Evaporatif

- Eksplosif

- Reaktif; semua ini menghendaki penanganan, transportasi, dan pembuangan yang

berbeda, karena bahaya yang mungkin ditimbulkan akan berbeda.

4. Klasifikasi atas dasar terbentuknya pencemar/xenobiotik

Pencemar yang terbentuk dan keluar dari sumber disebut pencemar prmer. Selanjutnya,

setelah transformasi pertama di lingkungan, ia akan disebut pencemar sekunder, dan

kemudian dapat menjadi pencemar tersier, dan seterusnya. Klasifikasi ini menjadi

penting jika kita melakukan pengukuran ataupun pemantuan pencemar. Lokasi, jarak,

dari sumber, dan sifat reaktifitasnya dengan zat yang ada di media lingkungan akan

menentukan terjadinya perubahan sifat kimia pencemar. Pencemar sekunder, dan

seterusnya tentu akan bersifat berbeda dari sifat primer.

5. Klasifikasi atas dasar efek kesehatan


Klasifikasi atas dasar efek kesehatan atau lebih tepat atas dasar gejala yang timbul

mengelompokkan pencemar sebagai penyebab gejala:

- Fibrosis atau terbentuknya jaringan ikat secara berlebih

- Granuloma atau didapatnya jaringan radang yang kronis

- Demam atau temperatur badan melebihi normal

- Asfiksia atau keadaan kekurangan oksigen

- Alergi atau sensitivitas yang berlebih

- Kanker atau tumor ganas

- Mutan adalah generasi yang secar genetik berbeda dari induknya

- Cacat bawaan akibat teratogen

- Keracunan sistemik, yakni keracunan yang menyerang seluruh anggota tubuh.

6. Klasifikasi atas dasar kerusakan/organ target

Racun dapat dikelompokkan atas dasar organ yang diserangnya. Klasifikasi ini

digunakan oleh para ahli superspesialis organ target tersebut. Dalam klasifikasi ini,

racun dinyatakan sebagai racun yang:

- Hepatotoksik atau beracun bagi hepar/hati

- Nefrotoksik atau beracun bagi nefron/ginjal

- Neurotoksik atau beracun bagi neuron/saraf

- Hermatotoksik atau beracun bagi darah/sistem pembentukan sel darah

- Pneumotoksik atau beracun bagi pneumon/paru-paru

Klasifikasi atas dasar organ target ini sering digunakan karena sifat kimia-fisika racun

yang berbeda dengan racun biologis ataupun kuman patogen.

7. Klasifikasi atas dasar hidup/matinya racun

Klasifikasi atas dasar hidup/motinya racun atau yang bersifat biotis dan abiotis dibuat,

karena bahaya yang terjadi akan beda. Zat yang hidup dapat berkembang biak bila
lingkungannya mengizinkan, sedangkan yang abiotis dapat berubah menjadi berbagai

senyawa. Dengan demikian, pengendaliannya akan berbeda pula.

2.5. SASARAN ORGAN YANG DISERANG

Untuk mengerahkan efek toksik, agen harus dapat mencapai jaringan rentan,

organ, sel, atau kompartemen selular sub atau struktur dalam konsentrasi yang cukup

pada waktu yang memadai pula. Artinya, suatu paparan atau dosis yang tepat

diperlukan. Dosis kecil alkohol tidak akan ada pengaruhnya, tetapi dosis besar selama

waktu yang lama dapat mempengaruhi organ rentan seperti hati dan akhirnya

menyebabkan sirosis. Dosis optimal dari parasetamol akan menghilangkan rasa sakit,

tetapi dosis yang melebihi jumlah ini dapat menyebabkan kerusakan hati. Di sisi lain,

jumlah yang jauh lebih rendah daripada dosis yang optimal tidak akan memberikan

berpengaruh sama sekali. Gangguan toksik (keracunan) dari bahan kimia terhadap tubuh

berbeda-beda. Misalnya CCL4 dan benzene dapat menimbulkan kerusakan pada hati ;

metal isosianat dapat menyebabkan kebutaan dan kematian ; senyawa merkuri dapat

menimbulkan kelainan genetic atau keturunan ; dan banyak senyawa organic yang

mengandung cincin benzene, senyawa nikel dan krom dapat bersifat karsinogenik atau

penyebab kanker. Gangguan-gangguan tersebut diatas sangat tergantung pada kondisi

kesehatan orang yang terpaparnya. Kondisi badan yang sehat dan makan yang bergizi

akan mudah mengganti kerusakan sel-sel akibat keracunan. Sebaliknya kondisi badan

yang kurang gizi akan sangat rawan terhadap keracunan.

 Dalam sebuah buku forensik medis yang ditulis oleh JL Casper, racun

diklasifikasikan menjadi 5 golongan, yaitu:

a) Racun iritan, yaitu racun yang menimbulkan iritasi dan radang. Contohnya

asam mineral, fungi beracun, dan preparasi arsenik.


b) Racun penyebab hiperemia, racun narkotik, yang terbukti dapat berakibat

fatal pada otak, paru-paru, dan jantung. Contohnya opium, tembakau, konium,

dogitalis, dll.

c) Racun yang melumpuhkan saraf, dengan meracuni darah, organ pusat saraf

dapat lumpuh dan menimbulkan akibat yang fatal seperti kematian tiba-tiba.

Contohnya asam hidrosianat, sianida seng, dan kloroform.

d) Racun yang menyebabkan marasmus, biasanya bersifat kronis dan dapat

berakibat fatal bagi kesehatan secara perlahan. Contohnya bismut putih, asap

timbal, merkuri, dan arsenic. Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan

gizi yang buruk paling sering ditemui pada balita penyebabnya antara lain

karena masukan makanan yang sangat kurang, infeksi, pembawaan lahir,

prematuritas, penyakit pada masa neonatus serta kesehatan lingkungan.

Marasmus sering dijumpai pada anak berusia 0 - 2 tahun dengan gambaran sbb:

berat badan kurang dari 60% berat badan sesuai dengan usianya, suhu tubuh bisa

rendah karena lapisan penahan panas hilang, dinding perut hipotonus dan

kulitnya melonggar hingga hanya tampak bagai tulang terbungkus kulit, tulang

rusuk tampak lebih jelas atau tulang rusuk terlihat menonjol, anak menjadi

berwajah lonjong dan tampak lebih tua (old man face)), Otot-otot melemah,

atropi, bentuk kulit berkeriput bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan,

perut cekung sering disertai diare kronik (terus menerus) atau susah buang air

kecil.

e) Racun yang menyebabkan infeksi (racun septik), dapat berupa racun makanan

yang pada keadaan tertentu menimbulkan sakit Pyaemia (atau pyemia) dan tipus

pada hewan ternak.


Racun dapat dikelompokkan atas dasar organ yang diserangnya.

Klasifikasi ini digunakan oleh para ahli superspesialis organ target tersebut.

Dalam klasifikasi ini, racun dinyatakan sebagai racun yang,

o Hepatotoksik atau beracun bagi hepar/hati


o Nefrotoksik atau beracun bagi nefron/ginjal
o Neurotoksik atau beracun bagi neuron/saraf
o Hermatotoksik atau beracun bagi darah/sistem

pembentukan sel darah


o Pneumotoksik atau beracun bagi pneumon/paru-paru

Klasifikasi atas dasar organ target ini sering digunakan karena sifat

kimia-fisika racun yang berbeda dengan racun biologis ataupun kuman patogen.

 Racun pada Sistem Saraf Pusat (neurotoksik)


Beberapa substansi dapat mengganggu respirasi sel, dapat menyebabkan

gangguan ventilasi paru-paru atau sirkulasi otak yang dapat menjadikan

kerusakan irreversible dari saraf pusat. Substansi itu antara lain : Etanol,

antihistamin, bromide, kodein.


 Racun Jantung (kardiotoksik) Beberapa obat dapat menyebabkan

kelainan ritme jantung sehingga dapat terjadi payah jantungatau henti

jantung.
 Racun Hati Hepatotoksik menyebabkan manifestasi nekrosis
lokal

ataupun sistemik. Dengan hilangnya sebagian sel hati, menyebabkan

tubuh lebih rentan terhadap aksi biologi senyawa lain. Kelainan hati lain

yang sering ditemui adalah hepatitis kholestatik


 SASARAN ORGAN
 Kepekaan Organ
Neuron dan otot jantung sangat bergantung pada adenosis trifosfat

(ATP), yang dihasilkan oleh oksidasi mitokondria; kapasitasnya dalam

metabolisme anaerobik juga kecil, dan ion bergerak dengan cepat melalui

membran sel. Maka jaringan itu sangat peka terhadap kekurangan


oksigen yang timbul karena gangguan sistem pembuluh darah atau

hemoglobin (misalnya, keracunan CO).


Sel-sel yang membelah cepat, seperti sel-sel di sumsum tulang dan

mukosa usus, sangat peka terhadap racun yang mempengaruhi

pembelahan sel.
 Penyebaran
Saluran napas dan kulit merupakan organ sasaran bagi toksikan yang

berasal dari industri dan lingkungan karena di sinilah terjadi penyerapan.

Berdasarkan satuan berat, volume darah di hati dan ginjal paling tinggi.

Akibatnya mereka paling banyak terpajan toksikan. Lagi pula, fungsi

metabolisme dan ekskresi pada kedua organ ini lebih besar, sehingga

keduanya lebih peka terhadap toksikan.


 Ambilan Selektif
Beberapa sel tertentu mempunyai afinitas yang tinggi terhadap zat kimia

tertentu. Contohnya, pada saluran napas, sel-sel epitel alveolus tipe I dan

II yang mempunyai sistem ambilan aktif untuk poliamin endogen, akan

menyerap parakuat, yang struktur kimianya mirip. Proses ini dapat

menyebabkan kerusakan jaringan alveoli walaupun parakuat masuk

secara oral.
 Biotransformasi
Akibat bioaktivasi, terbentuk metabolit yang reaktif. Proses ini biasanya

membuat selsel di dekatnya menjadi lebih rentan. Karena merupakan

tempat utama biotransformasi, hati rentan terhadap pengaruh bermacam-

macam toksikan.
Untuk beberapa toksikan, bioaktivasi pada tempat-tempat tertentu

mempengaruhi efeknya. Contohnya, berbagai insektisida organofosfat,

seperti paration. Mereka terutama mengalami bioaktivasi di hati, namun

banyaknya enzim detoksikasi di tempat itu serta banyaknya tempat

pengikatan yang reaktif, mencegah munculnya tanda-tanda keracunan

yang nyata. Di sisi lain, jaringan otak memiliki enzim-enzim bioaktivasi


yang jauh lebih sedikit, akan tetapi karena bioaktivasi tersebut terjadi di

dekat tempat sasaran yang kritis, yakni sinaps, manifestasi toksik yang

paling menonjol dalam kelompok toksikan ini tampak pada sistem saraf.
 Mekanisme pemulihan
Suatu toksikan dapat mempengaruhi organ tertentu akibat tidak adanya

mekanisme pemulihan. Contohnya MNU menyebabkan berbagai tumor

pada tikus terutama di otak, kadang-kadang di ginjal, tetapi tidak di hati.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan dari

zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi juga membahas tentang penilaian

secara kuantitatif tentang organ-organ tubuh yang sering terpajang serta efek yang di

timbulkannya.

Efek merugikan/ toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia

yang mengalami biotransformasi dan dosis serta susunannya cocok untuk menimbulkan

keadaan toksik

Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik

dan kimia, situasi paparan, kerentanan sistem biologis, sehingga bila ingin

mengklasifiksikan toksisitas suatu bahan harus mengetahui macam efek yang timbul

dan dosis yang dibutuhkan serta keterangan mengenai paparan dan sasarannya.

Di dalam ekotoksikologi komponen yang penting adalah integrasi antara

laboratorium dengan peneltian lapangan.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu

kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun agar dalam

pembuatan makalah selanjutnya bias lebih baik lagi, atas perhatiannya kami ucapkan

terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

Cotton dan Wilkinson . 2009 . Kimia Anorganik Dasar . Jakarta : UI-Press

Darmono.2006. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya

Dengan ToksikologiSeyawa Logam . Jakarta . UI-Press

Darmono . 2009 . Farmasi Forensik dan Toksikologi . Jakarta : UI-Press

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia.2007.Farmakologi dan Terapi.Jakarta:FKUI

Alifia, U, 2008. Apa Itu Narkotika dan Napza. Semarang: PT Bengawan Ilmu.

Darmono, 2009. Farmasi Forensik dan Toksikologi. Jakarta: UI Press.

Mun’im Idries, Abdul. 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik

dalamProses Penyidikan. Jakarta: Sagung Seto.

Mun’im Idries. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Bina Rupa Aksara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kamiucapkan ke khadirat Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah dengan judulJenis – Jenis
Zat Toksik ini dengan baik.
Karya ilmiah ini di ambil dari berbagai sumber-sumber terpercaya dan sudah
banyak di kenal masyarakat yang kami rangkum menjadi satu kesatuan. Karya ini di
harapkan mampu membantu kami dan anda sekalian yang membacanya untuk
memperdalam pemahaman tentang zat toksik dan segala yang bersangkutan dengannya.
Selain itu, karya ini juga di harapkan dapat menjadi bacaan dan bahan ajaran para
pembaca sekalian.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih pada para pembaca yang berkenan untuk
membaca makalah ini dan untuk dosen pembimbing kami. Sebagai penyusun kami
begitu berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat. Kritik dan saran selalu kami
nantikan untuk pengembangan dan kesempurnaan karya ilmiah ini agar menjadi layak
untuk di pelajari.
Pekanbaru, September 2016

Penyusun
Makalah
Jenis – Jenis Zat Toksik

DOSEN
Mira Febrina,M.Sc.Pharm,Apt

DISUSUN OLEH:

Citra Handayani (1501005)

Dhea Rizky (1501007)

Dita Aldina (1501010)

Dora Rosalina S (1501011)

Fathullah Dhya Mutiara (1501016)

Lovina Aldelyn (1501026)

Mardiah Novita (1501028)

Muhammad Haikal (1501031)

Rizka Wulandari (1501042)

Uswatun Hasanah (1501049)

Vany Rahmayani (1501048)


Yolla Jufanda (1501055)

Wulan Hardianti (1501052)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

YAYASAN UNIVERSITAS RIAU

2016

DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR...................................................................................................................i

DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN
I.1.Latar Belakang............................................................................................1
I.2Rumusan Masalah........................................................................................2
I.3 Tujuan.........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
II.1.Pengertian Toksikologi..............................................................................3
II.2 Jenis – Jenis Toksikologi...........................................................................4
II.3 Bahan – Bahan Yang Mengandung Toksik..............................................5
II.3.1 Bahan Kimia Umum Yang Menimbulkan Keracunan...........................13
II.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Keracunan Toksik Terhadap
Tubuh.....................................................................................................14
II.3.3 Proses Fisiologi.....................................................................................14.
II.3.4 Gejala – Gejala Keracunan.....................................................................15
II.4. Klasifikasi dan Karakteristik Toksikan(Bahan Toksik).........................16
11.5. Sasaran Organ Yang Diserang...............................................................19

BAB III PENUTUP


III.1 Kesimpulan.............................................................................................22
III.2 Saran......................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................23

Anda mungkin juga menyukai