NOMOR 618/PDT.G/2012/PA.BKT
Dosen Pengampu:
Dr. M. Gaussyah, S.H., M.H.
Disusun Oleh :
Ghifar Afghany (2003201010008)
Raudhatul Hidayati (2003201010040)
Rizkina Mewahni (2003201010053)
Syafri Ramjaya Noor (2003201010051)
Almas Salsabila (2003201010073)
Wira Fadillah (2003201010003)
Nurul Iman (2003201010013)
berawal dari seorang suami yang mendaftarkan gugatannya pada tanggal 27 November 2012 di
Pengadilan Agama Bukittinggi. seorang suami yang menggugat mantan istrinya terhadap
pembagian harta bersama untuk dibagi setengah sama banyak sesuai ketentuan kompilasi
Hukum Islam. Adapun istri atau (tergugat) menolak harta bersama untuk dibagi sama banyak.
Tergugat berpandangan bahwa harta yang diperoleh selama perkawinan adalah hasil jerih
payahnya dimana tergugatlah yang lebih dominan dalam mencari nafkah, bahkan rumah yang
saat ini ditempati oleh penggugat dan tergugat merupakan rumah yang tergugat bangun dari
hasil mencari nafkah dan hasil dari meminjam kepada keluarga tergugat, yang menurut janji
penggugat akan membantu dalam membayar pinjaman tersebut yang pada kenyataannya
bersama berupa :
a. Sebidang tanah seluas 200 M2 (dua ratus meter bujur sangkar), terletak di Provinsi
Sumatera Barat, Kabupaten Agam dengan SHM Nomor 32/desa Kubang Putiah Ateh,
SU No. 05.07.05/2000, tanggal 9 November 1999. Yang pemegang haknya atas nama
tergugat, demikian berikut segala apa yang ada, dan berdiri diatasnya berupa 2 petak
toko permanen berlantai 1 dengan ukuran 10 m x 14 m. Yang nilai harga jualnya pada
isi toko permanen tersebut diatas, yang bernilai lebih kurang Rp. 100.000.000,- (seratus
juta rupiah).
Sesuai menurut hukum apabila terjadi perceraian, maka penggugat berhak seperdua
bagian dari harta bersama tersebut dan seperdua bagian lagi hak tergugat.
Pihak keluarga telah mencoba melakukan upaya perdamaian antara penggugat dengan
tergugat, namun upaya tersebut gagal dikarenakan penggugat sudah tidak mau berdamai,
2. FAKTA KASUS
1) Bahwa Penggugat dengan Tergugat bekas suami istri yang telah bercerai pada tanggal 9
2) Bahwa selama dalam perkawinan Penggugat dengan Tergugat telah membeli tanah seluas
200 m2 (dua ratus meter bujur sangkar) terletak di Jorong Katapiang Nagari Kubang Putiah
3) Tahun 2002 dibangun di atasnya berupa 2 (dua) petak toko permanen berlantai 1 dengan
ukuran 10 m x 14 m dan tahun 2003 toko tersebut mulai beroperasi dengan menjual barang
harian (P & D) dan Penggugatlah yang menjaganya seketika Tergugat mengajar dan setelah
Tergugat pulang mengajar, maka Penggugat dengan Tergugat yang menjaga toko tersebut;
4) Bahwa untuk membeli harta terperkara ( tanah seluas 10m x 20m) tersebut Tergugat
menyatakan berasal dari emas simpanan Tergugat sejumlah 31 (tiga puluh satu) emas, uang
pinjaman Bank dan pinjaman koperasi oleh Tergugat, kemudian untuk pembayaran
pinjaman tersebut dicicil dari gaji Tergugat setiap bulannya, keterangan tersebut
disampaikan oleh saksi kedua Tergugat dipersidangan yang dibenarkan oleh Tergugat
tanpa ada bantahan/sanggahan dari Penggugat. Selain itu juga saksi kedua Tergugat
menyatakan dalam persidangan bahwa, termasuk juga emas saksi sejumlah 12 (dua belas)
pedagang Kain di Batusangkar kemudian pindah ke Aur Kuning Bukittinggi dan terakhir
berjualan barang harian di toko yang diperkarakan, sedangkan Tergugat bekerja sebagai
3. PUTUSAN HAKIM
2) Menetapkan harta bersama Penggugat dengan Tergugat adalah: Sebidang tanah seluas 200
m2 (dua ratus meter bujur sangkar), terletak di Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Agam,
dengan SHM Nomor. 32/ Desa Kubang Putiah Ateh, SU No. 05.07.05/2000, yang
pemegang haknya atas nama Sunarti (Tergugat), demikian berikut segala apa yang ada dan
setelah dikeluarkan harta bawaan Tergugat 31 emas dan harta keluarga Tergugat yang
3) Menetapkan harta bersama pada diktum angka 2 di atas dibagi dengan ketentuan 1/3 (satu
per tiga) bagian untuk Penggugat dan 2/3 (dua per tiga) bagian lagi adalah hak Tergugat
4) Menghukum Tergugat untuk menyerahkan 1/3 (satu pertiga) bagian yang menjadi hak
Penggugat, dan 2/3 (dua pertiga) bagian menjadi hak Tergugat dengan catatan, apabila
tidak dapat dibagi secara in natura, maka dapat dilakukan dengan jalan lelang atau
konpensasi;
6) Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga kini dihitung sebesar
Rp. 2.451.000,- (dua juta empat ratus lima puluh satu ribu rupiah) ;
2) Menetapkan harta bersama Penggugat dan Tergugat adalah sebidang tanah seluas 200 m 2
(dua ratus meter bujur sangkar) dengan SHM Nomor 32/Desa Kubang Putiah SU Nomor
05.07.05.2000 atas nama Sunarti, yang di atasnya terdapat 2 (dua) buah bangunan toko
3) Menetapkan harta bersama pada diktum 2 di atas 1/3 (sepertiga) bagian untuk Penggugat
4) Menghukum Tergugat untuk menyerahkan 1/3 (sepertiga) bagian kepada Penggugat dan
2/3 (dua pertiga) bagian menjadi hak Tergugat, jika tidak dapat dibagi secara in natura,
6) Menghukum Penggugat dan Tergugat untuk membayar biaya perkara tingkat pertama
secara tanggung renteng sebesar Rp2.451.000,00 (dua juta empat ratus lima puluh satu ribu
rupiah);
7) Menghukum Tergugat/Pembanding dan Penggugat/Terbanding untuk membayar biaya
perkara pada tingkat banding secara tanggung renteng sebesar Rp150.000,00 (seratus lima
2) Menetapkan harta bersama Penggugat dan Tergugat adalah sebidang tanah seluas 200 m2
dengan SHM Nomor 32/Desa Kubang Putiah SU Nomor 05.07.05.2000 atas nama Sunarti,
3) Menetapkan harta bersama tersebut di atas, 1/3 (sepertiga) bagian untuk Penggugat dan 2/3
4) Menghukum Tergugat untuk menyerahkan 1/3 (sepertiga) bagian harta bersama tersebut
kepada Penggugat dan 2/3 (dua pertiga) bagian menjadi hak Tergugat, jika harta bersama
tersebut tidak dapat dibagi secara in natura, maka dapat dilakukan lelang dan/atau dengan
cara kompensasi;
5) Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima untuk selain dan selebihnya;
6) Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara pada tingkat pertama
sejumlah Rp2.451.000,00 (dua juta empat ratus lima puluh satu ribu rupiah);
7) Membebankan kepada Pembanding untuk membayar biaya perkara pada tingkat banding
Pengertian dari harta bersama (HB) menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang
"Harta bersama adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama - sama
Dalam putusan perkara harta bersama ini yang amar putusannya memberikan bagian
kepada Penggugat (mantan suami) 1/3 dan kepada Tergugat (mantan istri) 2/3, Hakim telah
melakukan contra legem, dimana contra legem merupakan penemuan hukum. Contra legem
difahami sebagai salah satu usaha dalam proses penemuan hukum. Penemuan hukum oleh
hakim ini dilakukan dalam rangka tugas dan kewenangan dari hakim dalam memeriksa dan
memutus perkara yang dihadapkan kepadanya. Penemuan hukum oleh hakim dianggap yang
mempunyai wibawa karena dari penyimpangan terhadap undang-undang demi keadilan (ius
contra legem) yang kemudian dijadikan sebagai penemuan hukum, dimana penemuan hukum
tersebut merupakan hukum yang mempunya kekuatan mengikat sebagai hukum karena
Untuk lebih jelasnya, diuraikan pengertian contra legem sebagai berikut: contra legem
ada, sehingga hakim tidak menggunakan sebagai dasar pertimbangan atau bahkan bertentangan
dengan pasal undang-undang sepanjang pasal undang-undang tersebut tidak lagi sesuai dengan
1
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 2007, h. 5
Hal tersebut dibolehkan sebagai dasarnya adalah Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yaitu: ”Hakim dan hakim konstitusi
wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
dalam masyarakat.” Sedangkan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Putusan hakim ini berbeda dengan ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 yang berbunyi: Bila perkawinan putus karena perceraian, harta bersama diatur menurut
hukumnya masing-masing. Lebih lanjut dalam penjelesannya, bahwa yang dimaksud dengan
"hukumnya" masing-masing ialah hukum agama, hukum adat dan hukum lainnya.
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (yang merupakan salah satu sumber hukum bagi
perkara harta bersama), Pasal 97 menyatakan Janda atau duda cerai masing-masing berhak
seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan.
Putusan hakim menyatakan bahwa apabila mantan suami dan mantan istri masing-
masing mendapatkan ½ sebagaimana ketentuan dalam Kompilasi Hukum Islam, maka tidak
tercapai tujuan hukum, yaitu keadilan. Pembagian harta bersama seperdua bagi suami dan
seperdua bagi istri hanya sesuai dengan rasa keadilan dalam hal baik suami maupun istri sama-
sama melakukan kontribusi yang dapat menjaga keutuhan dan kelangsungan hidup keluarga.
Dalam hal ini, pertimbangan bahwa suami atau istri berhak atas setengah harta bersama adalah
berdasarkan peran yang dimainkan baik oleh suami atau istri, sebagai partner yang saling
keutuhan dan kelangsungan keluarga, seperti mengurusi urusan rumah tangga, mengantar dan
menjemput anak, berbelanja dan menyediakan kebutuhan suami, dan lain sebagainya, maka
istri tersebut layak untuk mendapatkan hak setengah harta bersama. Karena status istri yang
bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga sama pentingnya dengan status suami bekerja di
Sebaliknya, ketika istri bekerja, sedangkan pihak suami tidak menjalankan peran yang
semestinya sebagai partner istri, si suami tidak ikut banting tulang dan tidak pula mengurus
rumah tangga, pembagian harta bersama setengah bagi istri dan setengah bagi suami tersebut
tidak sesuai dengan rasa keadilan. Sebagaimana teori keadilan distributif dari Aristoteles
(justisia distributive) yang menyatakan bahwa keadilan adalah memberikan bagian kepada
setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau kontribusinya. Karenanya istri berhak
mendapatkan bagian harta bersama yang lebih banyak dari suami apabila mempunyai jasa yang
lebih besar dari suami selama masa perkawinan. Berdasarkan hal tersebut maka kontribusi
dalam perkawinan dapat memengaruhi besaran porsi yang didapatkan dalam pembagian harta
bersama.
Dalam perkara ini, hakim berpendapat bahwa mantan istri mendapatkan beban ganda
(double burden) sebagai pencari nafkah dan mengurus rumah tangga, padahal mantan suami
sebagai kepala rumah tangga mempunyai kewajiban dan bertanggung jawab penuh atas
kelangsungan hidup berumah tangga. Mantan suami adalah sebagai Pemimpin dalam rumah
tangga sebagaimana Firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 34 yang artinya berbunyi: Lelaki
b. Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak;
penuh suami untuk menafkahi, melindungi istri dan anak. Bahwa kenyataannya selama
Penggugat dengan Tergugat dalam berumah tangga, Tergugatlah yang lebih dominan dan
berperan aktif dalam memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya hal ini dapat dilihat dari
kegigihan istri dalam memenuhi kehidupan rumah tangganya, sementara Penggugat bekerja
Bahwa istri (Tergugat) bekerja dalam rumah tangga sifatnya hanya meringankan beban
suami (Penggugat) bukan sebagai tulang punggung untuk memenuhi kelangsungan hidup
berumah tangga.
Bahwa harta yang diperoleh (tanah dan bangunan) selama perkawinan Penggugat
dengan Tergugat selama ini lebih dominan usaha dari Tergugat, dengan demikian tidak
sepantasnya/sepatutnya harta yang didapat selama perkawinan dibagi sama antara Penggugat
dengan Tergugat.