Anda di halaman 1dari 3

BAB IV

ANALISIS KASUS

By. RDK usia 3 bulan 8 hari datang dengan keluhan kejang. Pada tanggal 12/05/2018
pasien sempat dibawa kedokter karena demam yang naik turun, Didokter pasien diberikan
antibiotik dan antipiretik lalu panas pasien turun. Sebelum kejang pasien sempat demam
dirumah (16/05/2018) dengan suhu mencapai 380C. Demam yang dialami pasien naik turun
tanpa kejang. Dari tanggal 16 – 27 mei 2018 pasien selalu mengalami demam naik turun serta
lemas. Manifestasi klinis dari meningitis tuberkulosis ada 3 stadium. Dari gejala pasien,
pasien masuk dalam kategori stadium 1 dari tanggal 16-27 mei 2018 karena, stadium satu ini
berlangsung selama 1-3 minggu dengan gejala yang tidak khas dan belum ditemukan
kelainan neurologis. Gejala yang di alami berupa demam, lemas, anoreksia, nyeri perut dan
sakit kepala, siklus tidur berubah, mual, muntah, konstipasi, iritabel hingga apatis, tapi tidak
ada penurunan kesadaran. Pada tanggal 27/05/2018 pasien mengalami kejang. Kejang dalam
waktu 2 menit sebanyak 7 kali dalam sehari dengan posisi kaki kanan kaku, tangan kanan
tertekuk ke arah dada. Keesokannya (28/05/2018) pasien kembali kejang 3 kali sehari selama
2-3 menit dengan posisi yang sama seperti kemarin. Pada tanggal 30/05/2018 pasien kembali
kejang selama 30 menit dan tidak sadarkan diri setelah kejang, lalu pasien langsung dibawa
ke RSIA pukul 21.00 dan di RSIA langsung mendapatkan penangan. Pada tanggal
02/06/2018 pasien kembai kejang jam 04.00 dini hari dengan posisi yang sama selama 30
menit, lalu pasien mengalami penurunan kesadaran dan kembali sadar penuh jam 06.00 pagi
dan menangis dengan kuat. Jam 08.21 pasien dirujuk ke RSUD dr.Moch Saleh Probolinggo.
Pada tanggal 30 mei dan 02 juni pasien sempat mengalami penurunan kesadaran, keadaan ini
sudah memasuki stadium dua atau stadium transisional, karena pada stadium ini eksudat
terkumpul pada girus-girus serebri sehingga tanda rangsangan meningeal positif, yaitu kaku
kuduk, Kernig, dan Brudzinski (kecuali pada bayi tanda rangsangan meningeal sering
negatif). Terjadi penurunan kesadaran (namun tidak sampai koma atau delirium),
hidrosefalus, papiledema ringan serta adanya tuberkel di koroid dan kelumpuhan saraf
kranial. Saraf kranial yang paling sering terkena adalah N. VI diikuti N. III, N. IV, dan N. VII
menyebabkan strabismus, diplopia, ptosis, dan reaksi pupil terhadap cahaya menurun. Anak
yang lebih besar akan mengeluhkan sakit kepala hebat dan muntah, sedangkan bayi akan
tampak iritabel dan muntah. Anak dapat mengalami gejala ensefalitis berupa defisit
neurologis fokal yang nyata disertai dengan gerakan yang involunter dan gangguan bicara.
Hidrosefalus yang terjadi sebelum gejala ensefalitis merupakan salah satu ciri khas pada
meningitis tuberkulosis. Pada follow-up hari ke 3 di ruangan di dapatkan anmnesa bahwa saat
pasien baru lahir pasien sempat digendong oleh nenek pasien yang mengidap batuk lama,
pasien selalu digendong dengan nenek selama 3 minggu pertama saat pasien baru lahir. Dari
follow-up hari ke tiga ditemukan bahwa pasien memiliki riwayat kontak dengan orang
dewasa yang mengidap batuk lama, riwayat mempermudah untuk mendiagnosa pasien ke
arah tuberkulosis.

Pemeriksaan fisik didapatkan UUB menonjol. UUB menonjol merupakan salah satu
manifestasi meningitis. Pada usia 3 bulan – 2 tahun secara klinis bayi akan mengalami
demam, muntah, tampak gelisah/iritable, kejang, UUB menonjol, namun tanda rangsangan
meningeal sulit dievaluasi (tanda Kernig dan Brudzinski sering negatif). Salah satu tanda
khas adalah high pitched cry (tangisan dengan lengkingan yang tinggi).

Pada tanggal 02/06/2018 pasien melalukan pemeriksaan darah lengkap dimana lekosit
meningkat menjadi 19.300/cmm. Pada meningitis tuberkulosis didapatkan peningkatan
lekosit sebanyak 10-500 sel/mm2 (sebagian besar adalah limfoait, namun, namun pada tahap
awal dapat ditemukan banyak PMN). Pada pemeriksaan penunjang CT-Scan ditemukan Early
Hydrocephalus Suggestif Meningitis, Foto Thorax ditemukan TB Milier dan Pneumonia
Lobus Superior dextra curiga aspirasi, serta pada pemeriksaan USG kepala ditemukan Mild
hydrocephalus, Sulci dan gyri tampak prominent, mendukung meningitis.

Dari anamnesa, gejala, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang dapat


ditegakkan bahwa pasien terdiagnosa dengan meningitis tuberkulosis.

Untuk terapi IVFD D5 ¼ NS 400 cc/24 jam, Inj. Diazepam 2 mg IV (prn), Inj.
Ceftriaxone 2 x 250 mg IV, Inj. Gentamisin 1 x 30 mg IV. PO: OAT (RHZ) 1 x 1 tab, PASI,
Ethambutol 1 x 100 mg,Prednison 3 x 2 mg. Terapi suportif berupa cairan intravena,
antipiretik dan antikonvulsan. Terapi antibiotik empiris harus segera diberikan sebelum hasil
analisis CSS diperoleh, bahkan bila pungsi lumbal ditunda. Semakin lama antibiotik ditunda,
semakin besar kemungkinan terjadi gejala sisa neurologi dikemudian hari. Meningitis
tuberkulosis diterapi selama 12 bulan dan juga mengikuti konsep pengobatan tuberkulosis
secara umum. Fase intensif : fase ini berlangsung selama 2 bulan, menggunakan 4 atau 5
OAT, yaitu Isoniazid (INH), rifampisin (R), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan streptomisin
(S). Strptomisin diberikan bisa terjadi resistensi OAT. Fase lanjutan : fase ini berlangsung
selama 10 bulan berikutnya, meggunakan 2 obat yakni INH dan Rimfapisin. Dosis OAT ynag
diberikan adalah : Isoniazid 5-15 mg/kgbb/hari dosis maksimal 300 mg, Rifampisin 10-20
mg/kgbb/hari dosis maksimal 600 mg, Pirazinamid 20-40 mg/kgbb/hari dosis maksimal 2000
mg, Etambutol 15-25 mg/kgbb/hari dosis maksimal 1250 mg, Streptomisin 15-40
mg/kgbb/hari dosis maksimal 1000 mg. Pemberian antibiotik lini kedua adalah etionamid,
sikloserin, ofloksasin, dan asam para-aminosalisilat (PAS). Pada minggu-minggu pertama
terapi antibiotik dapat terjadi peningkatan jumlah PMN dan reaksi hipersensitivitas besar-
besaran akibat pelepasan protein dinding sel bakteri ketika bakteri hancur. oleh karena itu,
berikan kortikosteroid untuk menekan proses inflamasi dan mengurangi edema yaitu
prednison dengan dosis 1-2 mg/kgbb/hari selama 4-6 minggu yang diturunkan bertahap 2-4
minggu. Pemberian steroid terbukti mengurangi angka mortalitas, komplikasi neurologis
jangka panjang, dan sekuelae permanen.

Anda mungkin juga menyukai