Anda di halaman 1dari 63

PROFIL HBA1C PADA LANSIA DENGAN DIABETES MELITUS TIPE 2

DI BAGIAN PENYAKIT DALAM RSI SITI RAHMAH


TAHUN 2017-2018

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat untuk mengikuti Seminar Proposal


Skripsi pada Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Baiturrahmah

LISA WULAN SARI


1610070100007

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
PADANG
2020
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan Skripsi ini. Penulisan Skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana

Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah. Saya menyadari

sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Skripsi ini tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak sejak penyusunan proposal sampai dengan

terselesaikannya skripsi ini. Bersama ini saya menyampaikan terima kasih yang

sebesar-besarnya serta penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Dekan Fakultas Kedokteran UNBRAH yang telah memberikan sarana dan

prasarana kepada kami sehingga saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan

baik dan lancar.

2. dr. Rinita Amelia, Mbiomed dan dr. Berri Rahmadhoni, Sp.OG selaku dosen

pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk

membimbing saya dalam menyelesaikan penyusunan Skripsi ini.

3. dr. Fredia Heppy, Sp.PD dan Dra. Fidiariani Sjaaf, M. Si selaku dosen penguji

yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing saya

dalam menyelesaikan penyusunan Skripsi ini.

4. Kedua orang tua tercinta dan terhebat, Ayahanda Ferry dan Ibunda Rusmiati,

kakak laki-laki saya, kakak perempuan saya, adik-adik saya, beserta keluarga

yang senantiasa memberikan dukungan moral maupun material.

5. Yuni, Anggun, Afif dan Reza al-fath yang telah membantu dan memberikan

motivasi serta saran dalam proses sidang maupun penelitian.

iv
6. Windu, Indah, Dara, Suci, Imah, Tia, teman seperantauan, tutor I dan

am16dala yang senantiasa memberikan dorongan serta motivasi dalam

menyelesaikan penyusunan Skripsi ini.

7. Serta pihak lain yang tidak mungkin saya sebutkan satu-persatu atas

bantuannya secara langsung maupun tidak langsung sehingga Skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan

semua pihak yang telah membantu. Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita

semua.

Padang, 24 Januari 2020

Peneliti

v
ABSTRAK

Profil HbA1c Pada Lansia Diabetes Melitus Tipe 2 di Bagian Penyakit


Dalam RSI Siti Rahmah Tahun 2017-2018

Lisa Wulan Sari

Latar belakang: Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit


metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya, WHO (2011) merekomendasikan
pemeriksaan HbA1c sebagai alat diagnostik diabetes melitus yang terstandarisasi,
kontrol keberhasilan terapi diabetes melitus dan indikator pengendalian gula darah
pasien diabetes melitus, serta prognosis diabetes melitus.
Tujuan: Untuk mengetahui gambaran kadar HbA1c pada lansia dengan diabetes
melitus tipe 2 di bagian penyakit dalam RSI Siti Rahmah Padang pada tahun
2017-2018.
Metode: Penelitian ini mencangkup ruang lingkup bidang ilmu penyakit dalam,
jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif untuk mengetahui kadar HbA1c
pada pasien lansia yang di diagnosa diabetes melitus tipe 2. Data di dapatkan dari
Rekam Medik Labor di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang Tahun 2017-
2018, penelitian ini dilaksanakan selama bulan desember 2019 - Januari 2020,
populasi target pada penelitian ini adalah adalah 52 pasien lansia yang didiagnosa
oleh spesialis penyakit dalam dan memeriksa kadar HbA1c di RSI Siti Rahma
Padang, pemilihan sampel menggunakan teknik Total Sampling. Analisis data
univariat disajikan dalam bentuk tabel distribusi, frekuensi dan persentase.
Pengolahan data menggunakan komputerisasi program SPSS Versi 24.0.
Hasil: Berdasarkan hasil penelitian kelompok umur terbanyak lanjut usia (60-74
tahun) sebanyak 41 orang (78,8%), jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu
35 orang (67,3%) kadar rerara HbA1c paling tinggi pada laki-laki (11,48%) dan
kadar HbAIc semua dalam katagori kurang baik yaitu 52 orang (100%).
Kesimpulan : Umur terbanyak lansia 60-74 tahun, jenis kelamin terbanyak
adalah perempuan dengan kadar HbAIc semua dalam kategori kurang baik.

Kata Kunci : Kadar HbAIc, Usia, Jenis Kelamin, Pasien Lansia Yang
Didiagnosis Menderita Diabetes Melitus Tipe 2.

vi
ABSTRACK

Profile Of HbA1c Levels in Elderly Patient Diagnose With Diabetes Mellitus


Type 2 at Internal Medicine polly Siti Rahmah Hospital
Padang in 2017-2018

Lisa Wulan Sari

Background: Diabetes Mellitus ( DM ) is one of the disease of metabolic with the


characteristics of hyperglicemia happened because of abnormality secretion
insulin, work insulin or both, WHO ( 2011 ) recommends examination HbA1c as a
tool diagnostic diabetes mellitus that standardization, control the success of
therapy diabetes mellitus and indicator blood sugar control patient diabetes
mellitus, as well as the prognosis diabetes mellitus.
Purpose: to determine the profile of hba1c levels in elderly patient diagnose with
diabetes mellitus type 2 at internal medicine polly siti rahmah hospital padang in
2017-2018
Method: the scope of this research was covers field of internal medicine. The type
of this research was descriptive to determine hba1c levels in elderly patient
diagnosed with diabetes mellitus type 2. Data obtained from laboratorium
medical records at siti rahmah hospital padang in 2017-2018, the research was
conducted from desember 2019-january 2020. populatian target on this research
was 52 samples of eldery patient who has been diagnosed by internist and
checked the levels of hba1c at siti rahmah hospital padang, selected using total
sampling method. Data univariate analysis presented in distribution tables,
frequency, and percentages. Data processing using computerized from spss 24.0
version programs.
Result: based on the result the most age groups were elderly (60-74 years)(41
patients, 78,8%) most sex was women 35 people (67,3%) average hba1c level is
highest in males (11,48%) and the levels hba1c was all in the bad category 52
people (100%).
Conclusion: the most age were elderly 60-74 years old, the most sex was women
with hba1c levels was in the bad category

Keyword: HbA1c levels, Age, Gender, Eldery Patient Diagnosed With


Diabetes Mellitus Type 2

vii
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
1.3.1 Tujuan Umum ..................................................................... 4
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 4
1.4.1 Bagi Pendidikan .................................................................. 4
1.4.2 Bagi Masyarakat ................................................................ 4
1.4.3 Bagi Penelitian .................................................................... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 5
2.1 Diabetes Melitus Tipe 2 .................................................................. 5
2.1.1 Definisi ................................................................................ 5
2.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko ................................................. 5
2.1.3 Patofisiologi ........................................................................ 6
2.1.4 Manifestasi Klinik ............................................................... 7
2.1.5 Diagnosis ............................................................................ 7
2.1.6 Penatalaksanaan .................................................................. 8
2.1.7 Pencegahan ........................................................................ 10
2.1.8 Komplikasi ......................................................................... 12
2.2 HbA1c ............................................................................................ 15
2.2.1 Definisi ............................................................................... 15
2.2.2 Kadar HbA1c ..................................................................... 16
2.2.3 Pemeriksaan HbA1c sebagai diagnosis pada Diabetes
Melitus tipe 2 ..................................................................... 16
2.2.4 HbA1c sebagai kontrol Diabetes Melitus ........................... 17
2.3 Lansia ............................................................................................. 18
2.3.1 Metabolisme Glukosa Pada Usia Lanjut ................................ 18
BAB III. KERANGKA TEORI ................................................................... 22
3.1 Kerangka Teori .............................................................................. 22
BAB IV. METODE PENELITIAN ............................................................ 23
4.1 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 23
4.2 Jenis Penelitian .............................................................................. 23
4.3 Waktu dan Tempat .......................................................................... 23
4.4 Populasi dan Sampel ...................................................................... 23
4.4.1 Populasi Target ................................................................. 23
4.4.2 Populasi Terjangkau ........................................................... 23
4.4.3 Sampel ................................................................................ 24
4.5 Kriteria Sampel ............................................................................... 24
4.5.1 Kriteria inklusi .................................................................... 24
4.5.2 Kriteria Eksklusi ................................................................. 24

viii
4.6 Definisi Operasional ....................................................................... 24
4.7 Cara Kerja ....................................................................................... 26
4.8 Cara Pengumpulan Data ................................................................. 26
4.8.1 Bahan .................................................................................. 26
4.8.2 Alat ...................................................................................... 26
4.8.3 Jenis Data ............................................................................ 26
4.9 Alur Penelitian ................................................................................ 27
4.10 Teknik Pengolahan ...................................................................... 27
4.11 Analisa Data ................................................................................. 28
4.12 Etika Penelitian ............................................................................. 28
4.13 Jadwal Penelitian .......................................................................... 29
BAB V. HASIL PENELITIAN ................................................................... 30
5.1 Usia ................................................................................................. 30
5.2 Jenis Kelamin ................................................................................. 30
5.3 HbAIc ............................................................................................. 31
BAB VI. PEMBAHASAN ............................................................................ 32
6.1 Usia ................................................................................................. 32
6.2 Jenis Kelamin .................................................................................. 33
6.3 HbAIc .............................................................................................. 34
BAB VII. PENUTUP ................................................................................... 37
7.1 Kesimpulan ..................................................................................... 37
7.2 Saran ............................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Algoritma Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Tanpa disertai


Dekompensasi ........................................................................... 9
Gambar 3.1 Kerangka Teori .......................................................................... 19
Gambar 4.1. Alur Penelitian .......................................................................... 24

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1.Kriteria Diagnosis Diabets Melitus ............................................... 8


Tabel 2.2 Komplikasi Kronik Pada Diabetes Melitus ................................... 13
Tabel 2.3 Kriteria Pengendalian DM ............................................................. 18
Tabel 4.1 Jadwal Penelitian ........................................................................... 26
Tabel 5.1 Rata-Rata Umur Lansia Dengan Diabetes Melitus Tipe 2 di
bagian penyakit dalam RSI Siti Rahmah Padang Pada Tahun
2017-2018 ...................................................................................... 27
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Lansia Dengan Diabetes
Melitus Tipe 2 di RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2017-
2018 ............................................................................................... 28
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi kadar HbA1c Lansia Dengan Diabetes
Melitus Tipe 2 di RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2017-
2018 .............................................................................................. 28

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dummy Tabel ................................................................................ 42


Lampiran 2. Master Tabel .................................................................................. 43
Lampiran 3 : Hasil Olah Data ............................................................................. 45
Lampiran 4 : Surat Keterangan Lulus Kaji Etik.................................................. 46
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian ...................................................................... 47
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian ................................................................. 49
Lampiran 7. Biodata Penulis ............................................................................... 50

xii
DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Melitus
WHO : World Health Organization
ASEAN : Association of Southeast Asian Nations
IDF : International Diabetes Federation
RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar
IDDM : Insulin Dependent Diabetes Melitus
OHO : Obat Hiporglikemik Oral
PERKENI : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
KHNK : Koma Hiperosmoler Non Ketotik
TGT : Toleransi Glukosa Tergganggu
GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu
HDL : High Density Lipoprotein

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,

kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan

dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh,

terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Diabetes melitus dibagi

menjadi empat tipe, yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes

melitus gestasional, dan diabetes melitus tipe lain.1

Diantara beberapa jenis diabetes melitus yang ada, diabetes melitus tipe 2

merupakan diabetes yang paling umum ditemukan pada pasien dibandingkan

dengan tipe diabetes lain, karena hampir 90% dari seluruh kasus diabetes

merupakan diabetes melitus tipe 2. Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 yang

semakin meningkat di seluruh dunia terutama di negara berkembang terjadi

karena faktor genetik, faktor demografi (jumlah penduduk meningkat, urbanisasi,

usia diatas 40 tahun) dan faktor perubahan gaya hidup seperti makan berlebih, dan

kurang berolaraga yang dapat menyebabkan seseorang mengalami obesitas. 2

Pada saat ini, jumlah usia lanjut (lansia, berumur >65 tahun) di dunia

diperkirakan mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai

ini diperkirakan akan terus meningkat. Sekitar 50% lansia mengalami intoleransi

glukosa dengan kadar gula darah puasa normal. Studi epidemiologi menunjukkan

bahwa prevalensi Diabete Melitus meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa

1
darah akan naik 1-2 mg% / tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13

mg% / tahun pada 2 jam setelah makan.3

World Health Organization (WHO), Indonesia menempati urutan ke-4

dengan jumlah penderita DM terbesar di dunia setelah India, Cina dan Amerika

Serikat. Pada tahun 2000 terdapat sebanyak 8,4 juta penderita DM dan

diperkirakan meningkat pada tahun 2030 menjadi 21,3 juta orang. 4 Hasil Riset

Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan prevalensi diabetes melitus di

Indonesia membesar sampai 57%.5

Berdasarkan data dari Riskesdas Sumatera Barat tahun 2013 penyakit

diabetes melitus yang terdiagnosis sebesar 1,3%, untuk Kota Padang sendiri

terdiagnosis sebesar 1,4%. Menurut data Dinas Kesehatan Kota Padang (2017),

diabetes melitus termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di Kota Padang dimana

diabetes melitus menempati urutan ke enam penyakit tersering sekota Padang.

Sedangkan di RSUP Dr. M. Djamil Padang, penderita diabetes melitus tipe 2 yang

di rawat inap di bagian penyakit dalam pada januari 2011 sampai desember 2012,

di dapatkan sejumlah 261 orang.6

WHO (2011) merekomendasikan pemeriksaan HbA1c sebagai alat diagnostik

diabetes melitus yang terstandarisasi, kontrol keberhasilan terapi diabetes melitus

dan indikator pengendalian gula darah pasien diabetes melitus, serta prognosis

diabetes melitus. Kontrol kadar gula darah pasien diabetes melitus baik apabila

<6,5 %, sedang 6,5-8 % dan buruk >8 %. Pasien diabetes melitus tipe 2

dianjurkan melakukan pemeriksaan HbA1C setiap enam bulan sekali. 7

Berdasarkan penelitian Yusuke Kabeya yang dilakukan di jepang (2014)

pada pasien diabetes melitus yang berusia 55-74 tahun. Pasien yang belum pernah

2
mendapatkan pengobatan diabetes melitus memiliki hasil rata-rata HbA1c 7,01%

dan pasien yang sebelumnya pernah melakukan pengobatan Diabetes Melitus

6,56%.8

Penelitian yang dilakukan oleh Nur Ramadhan (2015) di Puskesmas Jaya

Baru Kota Banda Aceh, bahwa dari 85 penderita diabetes melitus, 84,7%

memiliki nilai HbA1c ≥6,5%. Penderita dengan HbA1c ≥6,5% sebagian besar

perempuan, usia lanjut, pendidikan rendah dan lama menderita diabets mlitus

kurang dari 5 tahun.9

Dengan demikian diabetes melitus tipe 2 masihlah menjadi masalah

kesehatan yang sering terjadi pada lansia dimana pemeriksaan hbA1c digunakan

sebagai alat diagnostik diabetes melitus yang terstandarisasi, kontrol keberhaslan

terapi, diabetes melitus dan indikator pengendalian glukosa darah pasien diabetes

melitus. Dan juga karena visi fakultas kedokteran baiturrahmah berfokus ke

geriatrik maka dari itu peneliti tertarik mengangkat penelitian mengenai Profil

HbA1c Pada Lansia Diabetes Melitus Tipe 2 di Poli Penyakit Dalam RSI Siti

Rahmah Tahun 2017-2018.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut : Bagaimana profil HbA1c pada lansia dengan diabetes

melitus tipe 2 di bagian penyakit dalam RSI Siti Rahmah Padang pada tahun

2017-2018?

3
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran kadar HbA1c pada lansia dengan diabetes

melitus tipe 2 di RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2017-2018.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi frekuensi umur lansia dengan diabetes melitus tipe 2

di bagian penyakit dalam RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2017-2018.

2. Mengetahui jumlah lansia dengan diabetes melitus tipe 2 bedasarkan jenis

kelamin di bagian penyakit dalam RSI Siti Rahmah Padang pada tahun

2017-2018.

3. Mengetahui kriteria kadar HbA1c pada lansia dengan penderita diabetes

melitus tipe 2 di bagian penyakit dalam RSI siti Rahmah Padang pada

tahun 2017-2018.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai sumber teoritis mengenai diabetes melitus tipe 2

berdasarkan kadar HbA1c pada lansia.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Sebagai sarana untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan mengenai

diabetes melitus tipe 2 berdasarkan kadar HbA1c lansia sehingga dapat

mengurangi insiden Diabetes Melitus pada masyarakat.

1.4.3 Bagi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan, serta

sebagai landasan untuk penelitian selanjutnya mengenai diabetes melitus tipe 2

berdasarkan kadar HbA1c pada lansia.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus Tipe 2

2.1.1 Definisi

Diabetes melitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai

oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas

dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi insulin).5

Penderita diabetes melitus tipe 2 masih dapat menghasilkan insulin akan

tetapi, insulin yang dihasilkan tidak cukup atau tidak bekerja sebagaimana

mestinya di dalam tubuh sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel

tubuh. diabetes melitus tipe 2 umumnya diderita pada orang yang berusia lebih

dari 30 tahun dan obesitas. Diabetes melitus tipe 2 dikarakteristikan oleh adanya

hiperglikemia, resistensi insulin dan adanya pelepasan glukosa ke hati yang

berlebihan.10

2.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko

2.1.2.1 Etiologi

Penyebab diabetes melitus tipe 2 diantaranya faktor keturunan, faktor

lingkungan meliputi usia, obesitas, resistensi insulin, makanan, aktifitas fisik, dan

gaya hidup penderita yang tidak sehat juga berperan dalam terjadinya diabetes

melitus. Selain itu terdapat faktor-fator pencetus diabetes diantaranya obesitas,

kurang gerak/olahraga, makan berlebihan, dan penyakit hormonal yang kerjanya

berlawanan dengan insulin.11

5
2.1.2.2 Faktor Resiko

Faktor resiko diabetes melitus tipe 2 dibedakan menjadi dua. Yaitu faktor

resiko yang dapat dirubah dan tidak dapat dirubah. faktor risiko yang dapat diubah

yaitu kebiasaan merokok sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah

diantaranya jenis kelamin, umur, dan faktor genetik (Bustan, 2000). Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa demografi, faktor

perilaku dan gaya hidup, serta keadaan klinis atau mental berpengaruh terhadap

kejadian diabetes melitus tipe 2 (Irawan, 2010). Berdasarkan analisis data

Riskesdas tahun 2007, didapatkan bahwa prevalensi diabetes melitius tertinggi

terjadi pada kelompok umur di atas 45 tahnun sebesar 12,41%. Analisis ini juga

menunjukan bahwa terdapat hubungan kejadian diabetes melitus dengan faktor

risikonya yaitu jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan,

aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, Indeks Massa Tubuh,

lingkar pinggang, dan umur. Sebesar 22,6 % kasus diabetes melitus tipe 2 di

populasi dapat dicegah jika obesitas sentral diintervensi (Irawan,2010). 12

2.1.4 Patofisiologi

Diabetes melitus tipe 2 terjadi karena gangguan sekresi insulin melalui

disfungsi sel β pancreas, dan gangguan kerja insulin yang menyebabkan

terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin meningkat, massa sel β mengalami

transformasi untuk meningkatkan suplai insulin dan mengkompensasikan

kebutuhan yang berlebihan. Secara absolut, konsentrasi insulin plasma biasanya

meningkat, meskipun relative tarhadap tingkat keparahan resistensi insulin,

konsentrasi insulin plasma tidak cukup untuk mempertahankan homeostasis

glukosa normal.13

6
Diabetes melitus tipe 2 diwariskan sebagai sifat dominan autosomal dapat

dihasilkan dari mutasi pada gen glukokinase pada kromosom 7p. Penyebab utama

DM tipe 2 yaitu gangguan sekresi insulin dan pada banyak pasien defisiensi

insulin sehingga menyebabkan resistensi insulin perifer. Resistensi terhadap kerja

insulin akan menyebabkan gangguan penyerapan glukosa di perifer (oleh otot dan

lemak), penekanan output glukosa hepatik yang tidak sempurna dan gangguan

penyerapan trigliserida oleh lemak. Sel islet akan meningkakan jumlah insulin

yang di sekresi. Produksi glukosa endogen dipercepat pada pasien dengan diabetes

melitus tipe 2.13

2.1.5 Manifestasi Klinik

Beberapa pasien diabetes tidak menunjaukkan gejala terutama mereka

dengan diabetes melitus tipe 2 pada tahun-tahun awal penyakit. Namun

kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM,

antara lain :

1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polifagia, polidipsia dan penurunan

berat badan yang tidak dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur

dan disfungsi ereksi pada laki-laki serta pruritus vulva pada perempuan.

Rasa mual dan muntah atau sakit perut bias menyertai beberapa gejala ini

pada diabetes melitus tipe 2.14

2.1.6 Diagnosis

Diagnosis diabetes melitus tipe 2 dibagi menjadi dua bagian besar

berdasarkan ada tidaknya gejala khas diabetes melitus. Gejala khas diabetes

melitus terdiri dari puliuria, polifagia, polidipsia dan penurunan berat badan yang

7
tidak diketahui penyebabnya. Sedangkan gejala tidak khas diabetes melitus

diantaranya lemas, kesemutan,luka yang sulit sembuh,gatal, mata kabur, disfungsi

ereksi pada pria dan pruritus vulva pada wanita.15

Apabila ditemukan gejala khas diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah

sewaktu ≥200 mg/dl glukosa darah puasa ≥126 mg/dl sudah cukup untuk

penegakan diagnosis diabetes melitus. Untuk kelompok tanpa keluhan yang khas

diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja

abnormal belum cukup kuat untuk menegakan diagnosis diabetes melitus.

Diperlukan pemeriksaan untuk memastikan lebih lanjut dengan mendapatkan satu

kali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl atau kadar

glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl pada hari lain. 15

Tabel 2.1. Kriteria Diagnosis Diabets Melitus

Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L)


Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperlihatkan waktu makan terakhir
2. Gejala klasik DM + gluosa plasma puasa ≥126 mg/dl (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3. Glukosa plasma 2 jam pada TTGO ≥200 mg/dl (11,1 mmol/L)
TTOG dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air
* Pemeriksaan HbA1c (>6,5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi salah
satu kriteria diagnosis diabetes melitus, jika dilakukan pada sarana laboratorium
yang telah terstandardisasi dengan baik.15

2.1.6 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan diabetes melitus dapat dilakukan dengan cara pengelolaan

yang baik. Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitas

hidup pasien diabetes.

8
1. Terapi medikamentosa

Gambar 2.1 Algoritma Pengobatan Diabetes Melitus Tipe 2 Tanpa


disertai Dekompensasi16

2. Terapi nonmedikamentosa

a. Edukasi

Diabetes melitus tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup

dan perilaku telah terbentuk matang. Tim kesehatan, mendampingi pasien

dalam perubahan pola perilaku. Untuk mencapai perubahan perilaku

dibutuhkan edukasi yang kompetitif. 17

b. Terapi Gizi Medis

Setiap penyandang diabetes melitus, sebaiknya mendapat terapi gizi

medis yang sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.

Pada penyandang diabetes melitus, perlu ditekankan pentingnya

keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis makan, dan jumlah

9
makan terutama mereka yang menggunakan obat penurun glukosa atau

insulin. 17

c. Latihan Jasmani

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran, juga dapat

menurunkan berat badan dan dapat memperbaiki sensitifitas insulin,

sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Latihan jasmani

sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. 17

2.1.7 Pencegahan

Pencegahan penyakit diabetes melitus dibagi menjadi empat bagian yaitu :

1. Pencegahan Premordial

Pencegahan premodial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada

masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari

kebiasaan, gaya hidup dan faktor risiko lainnya. Prakondisi ini harus

diciptakan dengan multimitra. Pencegahan premodial pada penyakit diabetes

melitus misalnya adalah menciptakan prakondisi sehingga masyarakat

merasa bahwa mengkonsumsi makan kebarat-baratan adalah suatu pola

makan yang kurang baik, pola hidup santai atau kurang aktivitas, dan

obesitas adalah kurang baik bagi kesehatan. 5

2. Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang

yang termasuk kelompok risiko tinggi, yaitu mereka yang belum menderita

diabetes melitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes melitus

diantaranya :

10
a. Kelompok usia tua (>45tahun)

b. Kegemukan

c. Tekanan darah tinggi

d. Riwayat keiuarga diabetes melitus

e. Riwayat kehamilan dengan BB bayi lahir > 4000 gr.

f. Disiipidemia.

g. Pernah TGT atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT)

Untuk pencegahan primer harus dikenai faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap timbulnya diabetes melitus dan upaya untuk menghilangkan faktor-

faktor tersebut. Oleh karena sangat penting dalam pencegahan ini. Sejak dini

hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang pentingnya kegiatan jasmani

teratur, pola dan jenis makanan yang sehat menjaga badan agar tidak terlalu

gemuk dan risiko merokok bagi kesehatan. 5

3. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat

timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan

sejak awal penyakit. Dalam pengelolaan pasien diabetes melitus, sejak awal

sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah kemungkinan terjadinya

penyulit menahun. Pilar utama pengelolaan diabetes melitus meliputi:

a. penyuluhan

b. perencanaan makanan

c. latihan jasmani

d. obat berkhasiat hipoglikemik. 5

11
4. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih

lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum terjadi kecacatan

menetap. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi sangat

diperlukan, terutama dirumah sakit rujukan, misalnya para ahli sesama disiplin

ilmu seperti ahli penyakit jantung, mata, rehabilitasi medis, gizi dan lain-lain.5

2.1.8 Komplikasi

Diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi

akut dan kronis. Menurut PERKENI komplikasi diabetes melitus dapat dibagi

menjadi dua kategori, yaitu :

a. Komplikasi akut

Komplikasi akut menunjukkan perubahan relatif pada glukosa darah yang

akut, seperti hipoglikemia iatrogenik, diabetik ketoasidosis (DKA), sindrom

hiperosmolar hiperglikemik non-ketotik, Somogyi effect, dan Dawn

phenomenon. 18

b. Komplikasi Kronik

Komplikasi kronik biasanya terjadi akibat lamanya menderita diabetes

melitus sehingga dapat terjadi penyumbatan pembuluh darah. 18

12
Tabel 2.2 Komplikasi Kronik Pada Diabetes Melitus

Mikrovaskular
 Penyakit mata
 Retinopati (non proliferative/Proliferative)
 Makular edema
 Neuropati
 Sensorik dan motorik (mono- dan polineuropati)
 Otonom
 Nefropati
Makrovaskular
 Penyakit arteri coroner
 Penyakit vascular perifer
 Penyakit cerebroaskular
Lain-lain
 Saluran cerna (gastroparese, diare)
 Genitourinaria
 Dermatologi
 Infeksi
 Katarak
 Glaukoma

2.1.8.1 Risiko Komplikasi Kronik pada Lansia Penderita Diabetes Melitus

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit yang dapat menimbulkan

komplikasi kronik, baik berupa komplikasi makrovaskular maupun

mikrovaskular. Dalam studi United Kingdom Prospective Diabetes Study tampak

bahwa dalam 9 tahun, 9% pasien diabetes melitus mengalami komplikasi

mikrovaskular dan 20% mengalami komplikasi makrovaskular, dan komplikasi

makrovaskular berupa aterosklerotik merupakan 75% penyebab kematian pada

diabetes melitus tipe 2. Mereka yang tidak ada riwayat serangan jantung berisiko

mengalami infark miokard sama dengan pasien non-diabetes melitus yang punya

riwayat serangan jantung. Ini menunjukkan bahwa diabetes melitus merupakan

faktor risiko penyakit kardiovaskular. Komplikasi mikrovaskular antara lain dapat

berupa retinopati, nefropati, neuropati dan penyakit pembuluh darah perifer.

Kejadiannya berbanding lurus dengan lamanya menderita diabetes melitus dan

13
kontrol gula darah yang buruk. Di amerika serikat, dilaporkan bahwa diabetes

melitus merupakan penyebab kebutaan dan gagal ginjal utama. 3

2.1.8.2 Tatalaksana Umum untuk Komplikasi Kronik Diabetes Melitus

Lansia merupakan populasi yang rentan terhadap terjadinya komplikasi kronik

diabetes melitus yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Oleh sebab

itu, tatalaksana komprehensif terhadap lansia penderita diabetes melitus tidak

dapat terlepas dari upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik diabetes

melitus.3

Kontrol Gula Darah

Dengan kontrol gula darah yang baik, risiko komplikasi makrovaskular dapat

dikurangi. Kontrol gula darah ini tidak perlu terlalu ketat pada lansia mengingat

risiko hipoglikemia pada lansia penderita diabetes melitus. Target kontrol gula

darah ditentukan oleh status kesehatan serta kemampuan fisik & mental.3

Kontrol Tekanan Darah

Kejadian hipertensi pada lansia penderita diabetes melitus meningkat,

prevalensi 40% pada usia 45 tahun meningkat menjadi 60% pada usia 75 tahun.

Hipertensi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam terjadinya

komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular pada diabetes melitus. 3

Kontrol Lemak Darah

Diabetes melitus dianggap sebagai faktor risiko yang setara dengan penyakit

jantung koroner, sehingga dislipidemia pada diabetes melitus harus dikelola

secara agresif yaitu harus mencapai target kadar kolesterol LDL <100 mg/dl. Pada

pasien yang juga menderita penyakit pembuluh koroner atau mempunyai

komponen sindrom metabolik lain, maka dianjurkan kadar kolesterol LDL <70

14
mg/dl. Banyak studi memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol dapat

mengurangi kejadian kardiovaskular pada lansia dengan diabetes melitus. 3

Kontrol Pola Hidup

Berhenti merokok. Diabetes melitus dan merokok merupakan faktor risiko

aterosklerotik yang bersinergi. Selain itu, merokok dapat mempercepat timbulnya

mikroalbuminuria yang dapat berkembang ke arah makroproteinemia. Manfaat

dari berhenti merokok untuk mencegah komplikasi kronik diabetes melitus

diperoleh setelah 3-6 bulan dan seterusnya.12,22 Penggunaan aspirin. Aspirin

sebanyak 75-162 mg dianjurkan untuk digunakan sebagai pencegahan primer

terhadap komplikasi kronik diabtes melitus, serta dianjurkan untuk pasien diabtes

melitus berusia >40 tahun dengan riwayat keluarga menderita komplikasi diabetes

melitus atau mempunyai komponen sindrom metabolik lain.3

2.2 HbA1c

2.2.1 Definisi

Hemoglobin glikosilat atau HbA1C adalah substraksi dari hemoglobin A

(Hb A) yang mengalami proses glikolisasi. Hemoglobin A paling umum

ditemukan pada orang dewasa dengan 91-95 % dari jumlah total hemoglobin.

Hemoglobin A terdiri atas dua rantai α dan dua rantai β. Sekitar 6% dari total

HbA disebut HbA1. HbA1 terdiri atas tiga fraksi yaitu HbA1A, HbA1B, dan

HbA1C. Sebanyak 70% HbA1C memiliki bentuk terglikolisasi.20

Glikosilasi adalah proses ketika satu gugus glukosa berikatan kovalen dengan

valin N-terminal rantai β molekul hemoglobin secara ireversibel dan terjadi secara

spontan. Pada orang normal, hemoglobin akan ditemukan terglikolisasi sebanyak

2-3 %. Jumlah hemoglobin yang terglikolisasi bergantung pada jumlah glukosa

15
darah yang tersedia. Jika kadar gula darah meningkat dalam waktu yang lama,

eritrosit akan tersaturasi dengan glukosa menghasilkan glikohemoglobin

(HbA1c).20

2.2.2 Kadar HbA1c

Kadar HbA1c normal 3,5%-5%. Kadar rata-rata glukosa darah 30 hari

sebelumnya merupakan kontributor utama HbA1c. Kontribusi bulanan rata-rata

glukosa darah terhadap HbA1c adalah : 50% dari 30 hari terakhir, 25% dari 30-60

hari sebelumnya dan 25% dari 60-120 hari sebelumnya.21

Hubungan langsung antara HbA1c dan rata-rata glukosa darah terjadi karena

eritrosit terus menerus terglikasi selama 120 hari dan laju pembentukan

glikohemoglobin setara dengan konsentrasi glukosa darah. Pengukuran HbA1c

penting untuk kontrol jangka panjang status glikemi pada pasien diabetes.21

2.2.3 Pemeriksaan HbA1c sebagai diagnosis pada Diabetes Melitus tipe 2

WHO (2011) merekomendasikan pemeriksaan HbA1C >6,5 % sebagai alat

diagnostik diabetes melitus yang terstandarisasi. HbA1C juga digunakan untuk

prognosis diabetes melitus, monitoring keberhasilan terapi diabetes melitus dan

indikator pengendalian gula darah pasien diabetes melitus. Kontrol kadar gula

darah pasien diabetes melitus baik apabila kurang <6,5 %, sedang 6,5-8 % dan

buruk >8 %. Pasien diabes melitus tipe 2 dianjurkan melakukan pemeriksaan

HbA1C setiap enam bulan sekali.7

Kadar HbA1C dapat mencerminkan rata-rata kadar gula darah harian selama

8-12 minggu dan menjadi penanda spesifik untuk komplikasi diabetes seperti

penyakit kardiovaskular, nefropati, dan retinopati. 7

16
Pemeriksaan HbA1C lebih stabil dalam pemeriksaan kadar gula darah

dibandingkan pemeriksaan gula darah puasa. Pemeriksaan laboratorium yang

menangkap paparan glikemik jangka panjang memberikan penanda yang lebih

baik untuk keberadaan dan tingkat keparahan penyakit daripada pemeriksaaan

konsentrasi glukosa tunggal.7

2.2.4 HbA1c sebagai kontrol Diabetes Melitus

Tujuan pemeriksaan HbA1c adalah untuk mengetahui gambaran kadar

glukosa darah harian rata-rata dan derajat keseimbangan karbohidrat selama 2

bulan yang lalu, untuk memantau progresifikasi penyakit, dan untuk mengetahui

perkembangan komplikasi diabetes melitus. Pemeriksaan HbA1c lebih baik dari

pada pemeriksaan gula darah puasa. Oleh karena itu pemeriksaan HbA1c

dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.22

Semakin tinggi nilai HbA1c maka semakin tinggi penderita beresiko terkena

komplikasi. Setiap penurunan 1% kadar HbA1c dapat menurunkan risiko

gangguan pembuluh darah mikrovaskular sebanyak 35% menurunkan komplikasi

lain 21% serta menurunkan risiko kematian 21%. Kenormalan HbA1c dapat

diupayakan dengan mempertahankan kadar gula darah tetap normal sepanjang

waktu. Kadar HbA1c yang tinggi merupakan akumulasi kadar glukosa secara

berkepanjangan. Kadar HbA1c terbentuk pada pasca translasi yang berlangsung

secara lambat dan tidak dipengaruhi oleh enzim sepanjang jalur hidup eritrosit,

oleh karena itu apabila eritrosit lebih tua maka kadar HbA1c lebih tinggi

dibanding eritrosit muda.

17
Tabel 2.3 Kriteria Pengendalian DM

Parameter test Baik Sedang Buruk


1. Glukosa darah puasa 80-120 120-140 >140
2. HbA1c <6,5 6.6-8 >8
3. kolestrol total <200 200-240 >240
4. kolestrol HDL >40 35-40 <3

2.3 Lansia

Lanjut usia (lansia) atau menua merupakan tahap paling akhir dari siklus

kehidupan seseorang. WHO (2009) menyatakan masa lanjut usia menjadi empat

golongan, yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)

60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75–90 tahun dan usia sangat tua (very old) di

atas 90 tahun. Menurut Setyonegoro (dalam Efendi, 2009) lanjut usia (getriatric

age) dibagi menjadi 3 batasan umur, yaitu young old (usia 70-75 tahun), old (usia

75-80 tahun), dan lansia merupakan seseorang yang berusia di atas 60 tahun. 23

Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2013, proporsi

populasi penduduk berusia lebih dari 60 tahun adalah 11,7% dari total populasi

dunia dan akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup.

Jumlah lansia tahun 2009 telah mencapai 737 juta jiwa dan sekitar dua pertiga dari

jumlah lansia tersebut tinggal di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Diproyeksikan pada tahun 2020 populasi lansia meningkat 7,2%, hampir sepadan

dengan proporsi lansia di negara-negara maju saat ini.23

2.3.1 Metabolisme Glukosa Pada Usia Lanjut

Pada usia 60 tahun keatas, proses menua berjalan lebih cepat sehingga

sehingga memperlihatkan penurunan fisik yang nampak progresif. Proses ini

ditandai dengan kegagalan tubuh dalam mempertahankan proses homeostasis

18
terhadap suatu stress, meskipun masih dalam batas-batas fisiologis. Salah satu

contoh yang dapat diibaratkan adalah fungsi homeostasis glukosa. Fungsi

homeostasis glukosa pada orang dewasa meliputi berbagai komponen yang

mengatur satu fungsi iaitu fungsi ambilan glukosa. Komponen yang dimaksud

adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan

target yang menggunakan glukosa serta sistem lain seperti sistem saraf dan

hormonal yang diproduksi berbagai organ (glukagon, kortikosteroid, dll).

Sehingga berbagai teori mengenai gangguan pada proses hemostasis tersebut

berbicara seputar gangguan pada komponen di atas.24

Seiring pertambahan usia, sel-sel tubuh menjadi lebih resisten terhadap

insulin, yang mengurangi kemampuan usila untuk memetabolisme glukosa. Selain

itu, pelepasan insulin dari sel beta pankreas berkurang dan melambat. Hasil dari

kombinasi proses ini adalah hiperglikemia. Umur merupakan salah satu faktor

resiko terjadinya gangguan gangguan toleransi glukosa.Toleransi glukosa

terganggu dapat disebabkan oleh turunnya sekresi insulin oleh sel beta pankreas

atau turunnya ambilan glukosa oleh sel target.24

Timbulnya gangguan toleransi glukosa pada usia lanjut semula oleh

sementara para ahli diduga karena menurunnya sekresi insulin oleh sel beta

pankreas dan adanya resistensi insulin. Hal ini dikarenakan oleh penemuan pada

otopsi dari lansia yang meninggal dunia ditemukan perubahan gambaran histologi

pankreas dan adanya resistensi insulin dikarenakan kadar insulin plasma yang

cukup tinggi pada 2 jam setelah pembebanan glukosa 75 gr dengan kadar glukosa

darah yang tinggi pula.24

19
Resistensi insulin pada usila diperkirakan karena 4 faktor yaitu :

a. Penurunan jumlah massa otot dari 19 % menjadi 12 %, disamping

peningkatan jumlah jaringan lemak dari 14 % menjadi 30 %.

b. Turunnya aktivitas fisik yang mengakibatkan kecepatan translokasi GLUT-4

juga menurun.

c. Perubahan pola makan pada lansia karena berkurangnya gigi geligi

d. Konsentrasi IGF-1 serum turun sampai 50 % pada usia lanjut dan juga

konsentrasi DHEAS (dehidroepiandrosteron) plasma juga menurun pada

lansia. Hal ini didasarkan atas percobaan invitro serta invivo bahwa IGF-1

meningkatkan baik ambilan glukosa maupun kecepatan oksidasinya.

Sedangkan DHEAS sendiri dikarenakan mempunyai hubungan terbalik

dengan tingginya konsentrasi insulin plasma.

Berdasarkan teori menua dan hasil dari peneliti sebelumya, dapat dikatakan

terjadinya perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa pada lansia cenderung

karena proses di pasca reseptor sel sasaran.24

Menurut Stockslager dan Schaeffer ( 2008), penuaan dicirikan dengan

kehilangan banyak sel tubuh dan penurunan metabolisme di sel lainnya. Proses ini

menyebabkan penurunan fungsi tubuh dan perubahan komposisi tubuh. Salah satu

buktinya, konsentrasi glukosa meningkat dan tetap naik lebih lama dibandingkan

orang yang lebih muda.25

Terjadi peningkatan prevalensi hiperglikemia pada usia lanjut. Prevalensi

hiperglikemia dari tahun 2001-2004 terjadi peningkatan yaitu dari 7,9% menjadi

11,3%. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah pada sejuta orang yang dilakukan

20
DepKes selama 2 tahun (2003-2005) mendapatkan sebanyak 81.696 orang (

8,29%) memiliki kadar glukosa darah sewaktu melebihi 200mg/dL. Hiperglikemia

berhubungan erat dengan obesitas, tekanan darah tinggi, dan hipertrigliseridemia

pada usia lanjut.26

21
BAB III

KERANGKA TEORI

3.1 Kerangka Teori

Berdasarkan dasar teori yang telah diuraikan, maka dikembangkan suatu

kerangka teori yaitu :


Faktor Resiko
Diabetes Melitus Tipe
2

Resistensi Insulin

Uptake glukosa sel


menurun

Hiperinsulinemia

Faktor presipitasi

Disfungsi Sel β
pangkreas

Hiperglikemia

Toksik pada sel eritrosit

Glikolisasi Hemoglobin

HbA1c

Gambar 3.1 Kerangka Teori

22
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mencangkup ruang lingkup bidang ilmu penyakit dalam dan

patologi klinik.

4.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif untuk mengetahui kadar

HbA1c pada Lansia penderita diabetes melitus Tipe 2. Data di dapatkan dari

Rekam Medis Labor di Rumah Sakit Islam Siti Rahmah Padang Tahun 2017-

2018.

4.3 Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di RSI Siti Rahmah Padang pada bulan April

2019 – Januari 2020.

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Populasi Target

Populasi target pada penderita ini adalah pasien lansia yang sudah di

diagnosa diabetes melitus Tipe 2 oleh dokter spesialis penyakit dalam dan

dilakukan pemeriksaan HbA1c di RSI Siti Rahmah Padang.

4.4.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau dari penelitian ini adalah penderita diabetes melitus Tipe

2 pada lansia yang telah berobat di RSI Siti Rahmah Padang Pada Tahun 2017-

2018. Jumlah populasi yang diketahui sebanyak 127 pada tahun 2017-2018.

23
4.4.3 Sampel

Sampel penelitian ini adalah pasien lansia yang dirawat di bagian penyakit

dalam dengan diagnosis diabetes melitus Tipe 2 dan telah dilakukan pemeriksaan

HbA1c di RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2017-2018. Teknik penelitian ini

menggunakan Total sampling yaitu seluruh data yang memenuhi kriteria inklusi

dan kriteria eksklusi pada penelitian ini.

4.5 Kriteria Sampel

4.5.1 Kriteria inklusi

1. Pasien yang memiliki data rekam medik lengkap

2. Pasien diabetes melitus tipe 2 yang berusia ≥60 tahun.

4.5.2 Kriteria Eksklusi

1. Pasien yang tidak terdiagnosis diabetes melitus tipe 2.

2. Pasien yang tidak dirawat inap.

4.6 Definisi Operasional

1) Diabetes Melitus Tipe 2

1. Definisi : Merupakan pasien yang telah terdiagnosis diabetes

melitus tipe 2 oleh dokter spesialis penyakit dalam di

rekam medik pasien.

2. Cara Ukur : Mencatat diagnosis yang tertera pada rekam medik

pasien.

3. Alat Ukur : Data rekam medik

4. Hasil Ukur : Yang terdiagnosis diabetes melitus tipe 2.

5. Skala Ukur : Ordinal

24
2) Usia

1. Definisi : Berdasarkan usia yang tertulis pada rekam medik pasien.

2. Cara Ukur : Mencatat usia yang tertera pada rekam medik pasien.

3. Alat Ukur : Rekam medik

4. Hasil Ukur : Lanjut Usia : 60-74

Lanjut Usia Tua : 75-90

Lansia Sangat Tua : ≥90

5. Skala Ukur : Ordinal

3) Jenis Kelamin

1. Defenisi : Berdasarkan jenis kelamin yang tertulis pada rekam medik

pasien.

2. Cara Ukur : Mencatat jenis kelamin yang tertera pada rekam medik

pasien

3. Alat Ukur : Rekam Medik

4. Hasil Ukur : - Laki – laki

- Perempuan

5. Skala Ukur : Nominal

4) HbA1c

1. Definisi : HbA1c yang pertama kali pasien di diagnosis dibetes

melitus.

2. Kriteria HbA1c untuk lansia.27

3. Hasil ukur baik : <6,5 %

4. Kurang baik : >6,5 %

25
4.7 Cara Kerja

Pemilihan subjek dilakukan pada semua pasien diabetes melitus tipe 2

kemudian dilakukan pendataan variabel yang dibutuhkan berupa usia, jenis

kelamin, dan kadar HbA1c.

4.8 Cara Pengumpulan Data

4.8.1 Bahan

Penelitian ini menggunakan bahan yaitu data rekam medik pasien diabetes

melitus tipe 2 di RSI Siti Rahmah Padang.

4.8.2 Alat

Penelitian ini menggunakan alat yaitu alat tulis untuk mencatat data rekam

medis pasien diabetes melitus tipe 2 di RSI Siti Rahmah Padang.

4.8.3 Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari

rekam medis (RM) pasien.

26
4.9 Alur Penelitian

Persetujuan etik (Ethical Clearance) dari Fakultas Kedokteran Universitas


Baiturrahmah

Mengajukan surat permohonan izin penelitian kepada pihak RSI Siti Rahmah
Padang

Identifikasi subjek penelitian

Data rekam medik pasien diabetes melitus tipe 2 di RSI Siti Rahmah Padang
Tahun 2017-2018

Input data, analisa data dan pengolahan data menggunakan SPSS

Menyajikan data hasil penelitian

Menarik kesimpulan

Gambar 4.1 : Alur Penelitian

4.10 Teknik Pengolahan

Agar analisis penelitian menghasilkan informasi yang benar maka dilakukan

pengolahan data melalui 4 tahap yaitu :

1. Editing : Melakukan pengecekan terhadap kelengkapan data

yang telah dikumpulkan

2. Coding : Mengubah data berbentuk huruf menjadi data

berbentuk angka agar mempermudah pada saat

analisis data dan mempercepat saat entry data

27
3. Processing : Memproses data untuk dianalisis menggunakan SPSS

(Statisticals Product and Service Solutions)

4. Cleaning : Memeriksa kembali data yang telah di entry.

4.11 Analisa Data

Data yang telah dikumpulkan, di catat dan dikelompokkan. Pengolahan data

dilakukan dengan cara menganalisa secara deskriptif . Data disajikan dalam

bentuk narasi dan tabel. Interprestasi data dilakukan secara deskriptif.

4.12 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti telah memperhatikan prinsip etika

penelitian, yaitu :

1. Persetujuan Etik (Ethical Clearance) dari Fakultas Kedokteran Universitas

Baiturrahmah.

2. Persetujuan dari RSI Siti Rahmah Padang.

3. Peneliti telah menjunjung tinggi privacy pasien pada data rekam medis

dengan menjaga kerahasiaan dari informasi yang diperoleh selama

penelitian.

4. Data hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

5. Biaya yang diperlukan selama penelitian merupakan tanggung jawab dari

peneliti.

28
4.13 Jadwal Penelitian

Tabel 4.1 Jadwal Penelitian

Bulan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb
Kegiatan
Penyusunan
proposal
Ujian
proposal
Perizinan
Rekam
Medis
Pengambilan
data
Pengolahan
data
Penyusunan
laporan
Ujian akhir
dan revisi

29
BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk gambaran kadar HbA1c pada lansia diabetes

melitus tipe 2 di bagian penyakit dalam RSI Siti Rahmah Padang pada tahun

2017-2018 yang dilakukan pada 52 sampel penelitian yang telah memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan hasil pengumpulan dan analisa terhadap

data yang telah didapat, maka penulis dapat disimpulkan hasil penelitian dalam

paparan di bawah ini:

5.1 Usia

Hasil penelitian didapatkan rata-rata umur lansia dengan diabetes melitus tipe

2 di bagian penyakit dalam RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2017-2018 dapat

diuraikan sebagai berikut :

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Umur Lansia Dengan Diabetes Melitus Tipe 2
di bagian penyakit dalam RSI Siti Rahmah Padang Pada Tahun
2017-2018

Usia F %
60-74 41 78,8
75-90 11 21,2
>90 0 0
Jumlah 52 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat disimpulkan bahwa dari 52 lansia dengan

diabetes melitus tipe 2, diperoleh umur terbanyak adalah 60-74 yaitu 41 orang

(78,8%).

30
5.2 Jenis Kelamin

Hasil penelitian didapatkan jumlah lansia dengan diabetes melitus tipe 2

bedasarkan jenis kelamin di bagian penyakit dalam RSI Siti Rahmah Padang pada

tahun 2017-2018 dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Lansia Dengan Diabetes


Melitus Tipe 2 di RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2017-
2018

Jenis Kelamin F % Kadar Rerata


HbA1c
Laki-laki 17 32,7 11,48
Perempuan 35 67,3 10,81
Jumlah 52 100

Berdasarkan tabel 5.2 dapat disimpulkan bahwa dari 52 lansia dengan

diabetes melitus tipe 2, jenis kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu 35 orang

(67,3%). Kadar rerata HbA1c pada laki-laki (11,48) dan pada perempuan (10,81).

5.3 HbAIc

Hasil penelitian didapatkan kriteria kadar HbA1c pada lansia dengan

penderita diabetes melitus tipe 2 di RSI siti Rahmah Padang pada tahun 2017-

2018 dapat diuraikan sebagai berikut :

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi kadar HbA1c Lansia Dengan Diabetes Melitus
Tipe 2 di RSI Siti Rahmah Padang pada tahun 2017-2018

Kadar HbA1c F %
Baik 0 0
Kurang Baik 52 100
Jumlah 52 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat disimpulkan bahwa dari 52 lansia dengan DM

Tipe 2, kadar HbAIc semuanya kurang baik yaitu 52 orang (100%).

31
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Usia

Berdasarkan penelitian diperoleh hasil dari 52 lansia dengan diabetes melitus

tipe 2, usia terbanyak adalah 60-74 yaitu 41 orang (78,8%). Hasil penelitian ini

sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mustaqim pada tahun 2016 pada

lanjut usia dengan penderita diabetes melitus di posyandu desa praon Nusukan

Surakarta Universitas Muhammadiyah Surakarta diperoleh hasil umur responden

diketahui bahwa sebagian besar responden berumur antara 60-69 tahun sebanyak

18 orang (60,0%) dan terkecil adalah berumur lebih dari 70 tahun sebanyak 12

orang (40,0%).28 Penelitian yang dilakukan Ramadhan tahun 2016 pada Penderita

Diabetes Mellitus Tipe 2 Berdasarkan Kadar Hba1c Di Puskesmas Jayabaru Kota

Banda Aceh diperoleh hasil usia terbanyak adalah lansia (85,9%).10

Hasil penelitian ini juga didukung oleh pernyataan dari Stanley, Mickey &

Beare tahun 2007, menyatakan bahwa dampak proses menua seseorang

mengalami masalah baik dari segi fisik, biologi, mental dan sosial. Semakin tua

kemampuan fisik semakin menurun. Perubahan fisik dari tingkat sel sampai

tingkat organ misalnya sistem indra, sistem muskuloskeletal, sistem

kardiovaskuler dan respirasi, pencernaan dan metabolisme, endokrin, perkemihan,

sistem saraf serta sistem reproduksi. Hal ini akan berdampak pada penyakit yang

bersifat kronis.29

Peningkatan kejadian diabetes melitus sangat erat kaitannya dengan

peningkatan umur karena lebih dari 50% penderita diabetes melitus terjadi pada

kelompok umur lebih dari 60 tahun.30 Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian

32
yang menunjukkan bahwa mayoritas penderita diabetes melitus merupakan lansia.

Pada orang yang sudah berumur, fungsi organ tubuh semakin menurun,

mengakibatkan menurunnya fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi

insulin.31 Penelitian lain menyebutkan bahwa pada kelompok umur 41-64 tahun

memiliki risiko untuk menderita diabetes melitus 3,3 kali lebih mudah dibanding

dengan kelompok umur 25- 40 tahun.32

Berdasarkan hasil penelitian Li wu pada tahun 2017 menyatakan bahwa

Analisis kurva karakteristik penerima operasi menunjukkan bahwa diagnostik

efisiensi HbA1c pada kelompok usia 75 tahun secara signifikan lebih rendah dari

pada kelompok usia 45 ± 54 tahun. Analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa

kurva usia di bawah area sehingga dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan

kadar hba1c dengan usia.27

6.2 Jenis Kelamin

Berdasarkan penelitian diperoleh hasil dari 52 lansia dengan diabetes melius

tipe 2, jenis kelamin terbanyak adalah permepuan yaitu 35 orang (67,3%). Dan

kadar rerata HbA1c paling tinggi pada laki-laki (11,48%) di RSI siti Rahmah

Padang pada tahun 2017-2018. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

sebelumnya yang dilakukan oleh Rachmawati tahun 2015 pada Pasien Diabetes

Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo Magelang diperoleh

hasil sebanyak (61,5%) pasien adalah perempuan.33 dan juga penelitian yang

dilakukan oleh Romadhiat pada tahun 2006 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru

periode 2003-2004, dilaporkan bahwa perempuan (56,7%) leqbih tinggi dari laki-

laki. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Lesi Kurnia Putri tahun 2012

di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru, menemukan bahwa pada perempuan (58,3%)

33
lebih tinggi dari laki-laki. Selain itu Chen etal dari hasil penelitian di Taiwan juga

menemukan bahwa pada perempuan (66,7%) lebih tinggi dari laki-laki.10

Pada dasarnya, angka kejadian diabetes melitus tipe 2 bervariasi antara laki-

laki dan perempuan. Mereka mempunyai peluang yang sama terkena diabetes

melitus. Hanya saja dilihat dari faktor resiko, perempuan mempunyai peluang

lebih besar diakibatkan peningkatan indeks massa tubuh (IMT) yang lebih besar.

Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrome), pasca menopause yang

membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses

hormonal tersebut sehingga wanita berisiko menderita diabetes melitus. Riskesdas

pada tahun 2007 juga mengemukakan, bahwa prevalensi diabetes melitus lebih

tinggi pada perempuan sebesar 6,4% dibanding laki-laki sebesar 4.9%.

Menurut Soeharto dalam Haryati tahun 2014, bahwa penyakit diebetes

mellitus ini sebagian besar dapat dijumpai pada perempuan dibandingkan laki-

laki. Hal ini disebabkan karena pada perempuan memiliki LDL atau kolesterol

jahat tingkat trigliserida yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki, dan juga

terdapat perbedaan dalam melakukan semua aktivitas dan gaya hidup sehari-hari

yang sangat mempengaruhi kejadian suatu penyakit, dan hal tersebut merupakan

salah satu faktor resiko terjadinya penyakit diebetes mellitus.28

6.3 HbAIc

Berdasarkan penelitian diperoleh hasil dari 52 lansia dengan diabetes melitus

tipe 2, kadar HbAIc semuanya dalam kurang baik yaitu 52 orang (100%) di RSI

siti Rahmah Padang pada tahun 2017-2018. Hasil penelitian ini sejalan dengan

penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ramadhan tahun 2015 pada penderita

diabetes melitus berdasarkan HbA1c di wilayah kerja Puskesmas Jayabaru Kota

34
Banda Aceh diperoleh hasil paling banyak pasien DM dengan kadar HbAIc

kategori buruk yaitu (84,7%).10 dan juga penelitian yang dilakukan oleh Utomo

tahun 2015 pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Bahu Kecamatan

Malalayang Kota Manado diperoleh hasil lompok terbanyak responden memiliki

kadar HbA1c tidak terkontrol yakni sebanyak 17 responden (77,3%). Hasil

penelitian menunjukan kadar HbA1c ≥ 6,5%.34

Hal ini menggambarkan hasil monitoring keberhasilan terapi pada lansia

dengan diabetes melitus tipe 2 masih belum optimal. Nilai HbA1c <6.5%

menandakan kendali diabetes yang baik, sedangkan nilai ≥ 6,5% menunjukkan

kendali diabetes yang kurang baik. Dari hasil HbA1c dapat diketahui nilai rata-

rata glukosa dalam 1-3 bulan terakhir. Dengan demikian dianjurkan agar penderita

memeriksakan HbA1c secara rutin setiap 3-6 bulan, minimal 2 kali dalam setahun.

Kadar HbA1c yang tidak terkontrol dapat menyebabkan komplikasi oleh

karenanya bagi para penyandang diabetes, mqqqqenurut penelitian di Korea tahun

2014 menyebutkan banyak faktor yang menyebabkan ketidakteraturan pasien

diabetes melitus dalam melakukan pemeriksaan kadar HbA1c salah satunya

adalah faktor pendapatan (ekonomi). Sebagian besar pasien merupakan anggota

Bantuan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan sehingga tidak memungkinkan

dalam pelaksanaan kontrol kadar HbA1c secara teratur (3 bulan sekali). Menurut

Soewondo tahun 2005 menyebutkan bahwa kendala pemeriksaan kadar HbA1c

secara berkala (3 bulan sekali) dikarenakan karena harganya yang relative mahal

sehingga pelaksanaannya masih jarang dilakukan di Negara berkembang seperti

Indonesia. Menurut penelitian di Negara maju seperti Jordan dan Spanyol

menyebutkan bahwa semakin teratur pasien melakukan kontrol kadar HbA1C

35
maka kadar gula pasien diabetes melitus juga akan menjadi terkendali. Pada

penelitian tersebut digambarkan sebanyak 337 pasien yang teratur melakukan

kontrol HbA1C sebesar 56.1% pasien memiliki nilai kadar HbA1C yang baik.

Pengukuran HbA1c adalah cara yang paling akurat untuk menentukan

tingginya kadar gula darah selama 2-3 bulan terakhir. HbA1c juga merupakan

pemeriksaan tunggal terbaik untuk menilai resiko terhadap kerusakan jaringan

yang disebabkan oleh tingginya kadar gula darah. 33 Melakukan kontrol kadar

HbA1C lebih penting daripada pemeriksaan1 gula darah yang lain. Hal ini

dikarenakan pemeriksaan HbA1C dapat menunjukkan jaminan tes yang

berkualitas dan sesuai dengan standar kriteria nilai rujukan internasional.

Pemeriksaan HbA1c merupakan gold standard dalam pengukuran kadar glikemik

sehingga untuk mencapai gold standard tersebut maka peran perawat sebagai

edukator adalah selalu mengingatkan pasien dan keluarganya mengenai

pentingnya melakukan pemeriksaan HbA1C secara teratur.

Melakukan kontrol kadar gula darah secara teratur merupakan upaya

pencegahan terjadinya komplikasi yang dilakukan oleh pasien diabetes meltus.

Standar pemeriksaan kadar gula darah idealnya dilakukan minimal 3 bulan sekali

setelah kunjungan pertama. Standar pemeriksaan kadar gula darah di pelayanan

kesehatan idealnya dilakukan minimal tiga bulan sekali setelah kunjungan

pertama, yang meliputi pemeriksaan kadar gula darah puasa, kadar gula darah 2

jam setelah makan, dan pemeriksaan HbA1C.33

36
BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan gambaran kadar HbA1c pada lansia diabetes melitus tipe 2 di RSI

Siti Rahmah Padang pada tahun 2017-2018, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Usia terbanyak adalah 60-74 yaitu 41 orang (78,8%)

2. Jenis kelamin terbanyak adalah permepuan yaitu 35 orang (67,3%), dan

kadar rerata HbA1c tertinggi pada laki-laki (11,48%)

3. Kadar HbAIc semua dalam katagori kurang baik yaitu 52 orang (100%).

7.2 Saran

1. Disarankan bagi penderita DM dan keluarga lebih meningkatkan

pengetahuan tentang penatalaksanaan dan pengendalian kadar gula darah,

untuk meningkatkan upaya preventif agar tidak mengalami komplikasi

lebih lanjut.

2. Disarankan bagi responden yang memiliki kadar HbA1c tidak terkontrol

agar memperbaiki pola hidup seperti lebih rutin berolahraga dan

mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter serta memeriksakan kadar

HbA1c secara rutin setiap tiga bulan sekali untuk mengecek keberhasilan

pengobatan.

3. Disarankan bagi penelitian lanjut diperlukan jumlah responden yang lebih

dari penelitian ini dan wilayah cakupan yang lebih luas, serta penelitian

ulang ataupun pemeriksaan lanjut pada responden yang masih tidak

terkontrol kadar HbA1c, dan disarankan juga pada peneliti selanjutnya

37
agar membahas tentang hubungan kadar hba1c pada usia pertenganhan

sampai lansia.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Setiati S, dkk,


editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid ll Edisi Vl. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
2. Kusnadi G, Murbawani EA, Fitranti DY. Faktor Risiko Diabetes Melitus
Pada Petani dan Buruh. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro; 2017
3. Kurniawan I. Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut. Pangkal Pinang:
Klinik Usila Puskesmas Pangkalbalam; 2010.
4. Khairani R. Prevalensi Diabetes Melitus dan Hubungan dengan Kualitas
Hidup Lanjut Usia di Masyarakat. Jakarta: Fakultas Kedokteran Trisakti;
2007.
5. Fatimah RN. Diabetes Melitus Tipe 2. Lampung: Fakultas Kedokteran
Lampung; 2015.
6. Dinas Kesehatan. Profil Kesehatan Kota Padang. Dinas Kesehatan Kota
Padang; 2017.
7. World Health Organization. Use of Glycated Haemoglobin (HbA1c) In The
Diagnosis of Diabetes Melitus. Geneva: Abbreviated Report of a WHO
Consultation; 2011.
8. Kabeya Y, Kato M, Isogawa A, Takahashi Y, Matsushita Y, Goto A, et al.
Descriptive Epidemiology of Diabetes Prevalence and HbA1c Distributions
Based on a Self-Reported Questionnaire and a Health Checkup in the JPHC
Diabetes Study. J Epidemiol; 2014.
9. Wolfe F, Ross K, Hawley DJ, Roberts FK, Cathey MA. The Prognosis of
Rheumatoid Arthritis and Undifferentiated Polyarthritis Syndrome in the
Clinic: A Study of 1141 Patients. J Rheumatol; 2005.
10. Ramadhan N, Marissa N. Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2
Berdasarkan Kadar HbA1c di Puskesmas Jayabaru; 2015.
11. Betteng R, Pangemanan D, Mayulu N. Analisis Faktor Resiko Penyebab
Terjadinya Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Wanita Usia Produktif Dipuskesmas
Wawonasa. Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado; 2015.
12. Trisnawati SK, Setyorogo S. Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II
Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jakarta
timur; 2013.
13. Baynest HW. Classification, Pathophysiologi, Diagnosis and Management of
Diabetes; 2016
14. Kelly J. Diabetes: What is Diabetes ? CDC Natl. Cent Choric Dis. Prev
Heal. Promot; 2011

39
15. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2011.
16. Suyono S, Purnamasari D, Soegondo S, Soebardi S, Yunir E, Manaf A. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Penerbit Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
17. PERKENI. Buku Pedoman Konsensus Pengendalian dan Pencegahan
Diabetes Meliitus Tipe 2 di Indonesia. PERKENI; 2011.
18. Emma JG, HbA1c (glycated haemoglobin) Association for Clinical
Biochemistrym; 2012.
19. Kurniawan I. Diabetes Melitus Tipe 2 Pada Usia Lanjut. Pangkal Pinang:
Klinik Usila Puskesmas Pangkalbalam; 2010.
20 Meloh ML, Pandelaki K, Sugeng C. Hubungan Kadar Gula Darah Tidak
Terkontrol dan Lama Menderita Diabetes Melitus Dengan Fungsi Kognitif
Pada Subyek Diabetes Melitus Tipe 2. e-CliniC; 2015.
21. Suyono S. Diabetes Melitus di Indonesia : Buku Ajar Ilmu Penyaakit Dalam
Jilid III Edisi V. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009.
22. Gomez-Perez FJ, Anguilar-Salinas CA, Almeda-Valdes P, Cuevas-Ramos D,
Garber IL, Rull JA. HbA1c for the Diagnosa of Diabetes Melitus in a
Developing Country Arch Med Res; 2010.
23. Naftali AR, Ranimpi YY, Anwar MA. Kesehatan Spiritual dan Kesiapan
Lansia dalam Menghadapi Kematian. Jawa Tengah: Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Satya Wacana; 2017.
24. Rochmah W. Diabetes mellitus pada Usia Lanjut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2006.p.1915-18.
25. Khatib NM, Quazi ZS, Gaidhane AM, Waghmare TS, Goyal RC.Risk factors
of type 2 diabetes mellitus in rural Wardha: A community based study. Int J
Diabetes; 2008
26. Adiningsih RU. Faktor –Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian
Diabetes mellitus Tipe 2 Pada Orang Usia lanjut Di Kota Padang Panjang.
Skripsi. Padang: Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas; 2011.
27. Wu L, Lin H, Gao J, et al. Effect of Age On The Diagnostic Efficiency of
HbA1c For Diabetes in a Chinese Middle-Aged And Elderly Population: The
Shanghai Changfeng Study. China: Department of Endocrinology and
Metabolism; 2017.

40
28. Mustaqim MF. Gambaran Kecemasan Pada Lanjut Usia Dengan Penderita
Diabetes Melitus di Posyandu Desa Praon Nusukan Surakarta. Surakarta:
Program Studi Keperawatan; 2016.
29. Stanley M, Beare PG. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC; 2007.
30. Goldstein BJ. Type 2 Diabetes Mellitus, Principles and Practice, USA:
Informa Healthcare; 2008.
31. Waspadji S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi vl. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.
32. Sirait AM, Sulistiowati E, Sihombing M, et al. Insiden dan Faktor Risiko
Diabetes Melitus Pada Orang Dewasa di Kota Bogor Studi Kohor Prospektif
Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular. Bogor: Pusat Teknologi Interversi
Kesehatan Masyarakat; 2015.
33. Rachmawati N, Dyan NS. Gambaran Kontrol dan Kadar Gula Darah Pada
Pasien Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSJ Prof. Dr. Soerojo
Magelang. Diponegoro: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 2015.
34. Utomo MRS, Wungouw H, Marunduh S. Kadar HbA1c Pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 di Puskesmas Batu Kecamatan Malalayang Kota Manado.
Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi; 2015.

41
Lampiran 1 : Dummy Tabel

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Usia pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di


RSI Siti Rahmah Padang

Usia F %
60-74
75-90
>90
Jumlah

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin pada Pasien Diabetes Melitus


Tipe 2 di RSI Siti Rahmah Padang

Kadar Rerata
Jenis Kelamin F %
HbA1c
Laki-laki
Perempuan
Jumlah

Tabel 3. Gambaran Kadar HbA1c pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di


RSI Siti Rahmah Padang

HbA1c F %
Baik
Kurang Baik
Jumlah

42
Lampiran 2 : Master Tabel

NO NAMA UMUR JENIS KELAMIN HBA1C


1 Tn. BNT 71 LAKI-LAKI 14
2 Tn. S 70 LAKI-LAKI 14,4
3 Tn. B 70 LAKI-LAKI 10,5
4 Tn. D 67 LAKI-LAKI 11,8
5 Ny. D 63 PEREMPUAN 9,5
6 Ny. M 68 PEREMPUAN 13
7 Ny. N 78 PEREMPUAN 11,3
8 Tn. MS 64 lAKI-LAKI 9,6
9 Ny. D 87 PEREMPUAN 12,7
10 Tn. A 76 LAKI-LAKI 14,5
11 Ny. W 67 PEREMPUAN 10
12 Ny. SS 63 PEREMPUAN 8,5
13 Tn. AZ 80 LAKI-LAKI 10,1
14 Ny. HI 76 PEREMPUAN 11,9
15 Ny. N 85 PEREMPUAN 12,1
16 Ny. R 67 PEREMPUAN 8,2
17 Ny. ER 66 PEREMPUAN 10,8
18 Ny. N 66 PEREMPUAN 8,3
19 Ny. Y 66 PEREMPUAN 7,8
20 Ny. Z 65 PEREMPUAN 12,3
21 Ny. AD 82 PEREMPUAN 11,8
22 Ny. Y 65 PEREMPUAN 8,5
23 Ny. K 64 PEREMPUAN 7,1
24 Ny. M 73 PEREMPUAN 8,9
25 Ny. M 75 PEREMPUAN 13
26 Ny. S 66 PEREMPUAN 11
27 Tn. B 72 LAKI-LAKI 9,4
28 Ny. R 73 PEREMPUAN 7,9
29 Tn. S 70 LAKI-LAKI 11,2
30 Tn. Z 64 LAKI-LAKI 12,5
31 Tn. M 78 LAKI-LAKI 8,6
32 Ny. CN 64 PEREMPUAN 11,6
33 Ny. D 67 PEREMPUAN 13,1
34 Tn. JT 63 LAKI-LAKI 8,1
35 Ny. Y 67 PEREMPUAN 12,2
36 Ny. N 71 PEREMPUAN 9,5
37 Tn. M 77 LAKI-LAKI 8,9
38 Ny. J 68 PEREMPUAN 9,9
39 Ny. HB 64 PEREMPUAN 11,6

43
40 Ny. M 63 PEREMPUAN 13,2
41 Tn. M 73 LAKI-LAKI 11,2
42 Ny. HYAS 68 PEREMPUAN 11,7
43 Ny. M 70 PEREMPUAN 13,5
44 Ny. E 66 PEREMPUAN 11,9
45 Ny. AM 72 LAKI-LAKI 12,8
46 Ny. R 75 PEREMPUAN 9,5
47 Ny. AR 70 PEREMPUAN 11,7
48 Ny. S 68 PEREMPUAN 11,8
49 Ny. R 72 PEREMPUAN 12,9
50 Ny. AH 46 LAKI-LAKI 13,5
51 Tn. I 67 LAKI-LAKI 13,8
52 Ny. P 65 PEREMPUAN 9,9

44
Lampiran 3 : Hasil Olah Data

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Lanjut Usia 41 78,8 78,8 78,8

Lanjut Usia Tua 11 21,2 21,2 100,0

Lansia Sangat Tua 0 0 0 0


Total 52 100,0 100,0

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-Laki 17 32,7 32,7 32,7

Perempuan 35 67,3 67,3 100,0

Total 52 100,0 100,0

HbA1c

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Baik 0 0 0 0
Kurang Baik 52 100,0 100,0 100,0

45
Lampiran 4 : Surat Keterangan Lulus Kaji Etik

46
Lampiran 5 : Surat Izin Penelitian

47
48
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian

49
Lampiran 7. Biodata Penulis

A. IDENTITAS DIRI

Nama : LISA WULAN SARI

NPM : 1610070100007

Tempat, Tanggal Lahir : Pagar Alam, 28 Agustus 1998

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

No. Hp :-

Email : lisawulansari98@gmail.com

B. RIWAYAT PENDIDIKAN

2004 - 2010 : SD AL-ANSHOR Pagar Alam.

2011 - 2013 : SMP Muhammadiyah Pagar Alam.

2014 - 2016 : SMAN 1 Pagar Alam.

2016 - Sekarang : FK Universitas Baiturrahmah, Padang.

C. PENGALAMAN ORGANISASI

1. FIKRI ASY-SYURA Periode 2017-2018

50

Anda mungkin juga menyukai